Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN LEUKIMIA STASE KEPERAWATAN ANAK

Ditujukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Oleh :

Annisa Septiani

P17320120403

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN DAN PENDIDIKAN PROFESI NERS

JURUSAN KEPERAWATAN BANDUNG

POLTEKKES KEMENKES BANDUNG

2021-2022
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Pengertian

Leukemia adalah penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang yang di
tandai oleh proliferasi sel-sel yang abnormal dalam darah tepi (Muthia dkk, 2012). Leukemia
limfositik akut (LLA) adalah proliferasi maligna limfoblas dalam sumsum tulang yang
disebabkan oleh sel inti tunggal yang dapat bersifat sistematik (Smelrzer et sl, 2008).

Leukemia limfositik akut merupakan penyakit keganasan sel-sel darah yang berasal dari
sum-sum tulang dan ditandai dengan proliferasi maligna sel leukosit immaturea, pada darah
tapi terlihat adanya pertumbuhan sel-sel yang abnormal (Friehlig et al, 2015). Sel leukosit
dalam darah penderita leukemia berproliferasi secara tidak teratur dan menyebabkan
perubahan fungsi menjadi tidak normal sehingga mengganggu fungsi sel normal lain
(Permono, 2012).

B. Etiologi

Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik hederiter yang diturunkan secara resesif.
Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin, dimana terjadi kerusakan sel
darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari
100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia).

Klasifikasi talasemia dibedakan atas: (Patrick Davey)

1. Talasemia Minor

2. Talasemia Mayor

3. Talasemia Intermedia
C. Patofisiologi
D. WOC

E. Manifestasi Klinis

1. Thalasemia Minor / Thalasemia Trait : tampilan klinis normal, splenomegali dan


hepatomegali ditemukan pada sedikit penderita, hyperplasia eritroid stipples ringan sampai
sedang pada sumsum tulang, bentuk homozigot, anemia ringan, MCV rendah. Pada penderita
yang berpasangan harus diperiksa. Karena karier minor pada kedua pasangan dapat
menghasilkan keturunan dengan talasemia mayor.

Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:

- Gizi buruk

- Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba

- Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (Hepatomegali),

- Limpa yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja

2. Thalasemia Mayor, gejala Klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1
tahun, yaitu:

- Anemia simtomatik pada usia 6-12 bulan, seiring dengan turunnya kadar hemoglobin fetal.

- Anemia mikrositik berat, terdapat sel target dan sel darah merah yang berinti pada darah
perifer, tidak terdapat HbA. Kadar Hb rendah mencapai 3 atau 4g%.
- Lemah, Pucat

- Pertumbuhan fisik dan perkembangannya terhambat, kurus, penebalan Thang tengkorak,


splenomegali, ulkus pada kaki, dan gambarah. patognomonik "hair on end". •

- Berat badan kurang

- Tidak dapat hidup tanpa transfuse

3 Thalasemia Intermedia

- Anemia mikrositik, bentuk heterozigot

- Tingkat keparahannya berada diantara thalasemia minor dan thalasemia mayor.masih


memproduksi sejumlah kecil HbA.

- Anemia agak berat 7-9 g/dL dan splenomegali.

- Tidak tergantung pada transfuse.

Gejala khas adalah:

1. Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua
mata lebar dan tulang dahi juga lebar

2. Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu
karena penimbunan besi

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Darah tepi:

- Hb, gambaran morfologi eritrosit

- Retikulosit meningkat

2. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :

3. Pemeriksaan khusus :

- Hb F meningkat: 20%-90% Hb total

- Elektroforesis Hb: hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.

- Pemeriksaan pedigree :

kedua orangtua pasien thalassemia mayor

merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total)


4. Pemeriksaan lain :

• Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan
trabekula tegak lurus pada korteks.

- Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga
trabekula tampak jelas.

G. Penatalaksanaan

1. Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb di atas 10 8/di. Regimen
hipertransfusi ini mempunyai keuntungan klinis yang nyata memungkinkan aktifitas normal
dengan nyaman, mencegah ekspansi sumsum tulang dan masalah kosmetik progresif yang
terkait dengan perubahan tulang-tulang muka, dan meminimalkan dilatasi jantung dan
osteoporosis.

2. Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah (PRC) biasanya di perlukan setiap 4-5
minggu. Uji silang harus di kerjakan untuk mencegah alloimunisasi dan mencegah reaksi
transfusi. Lebih baik di gunakan PRC yang relatif segar (kurang dari 1 minggu dalam
antikoagulan CPD) walaupun dengan ke hati-hatian yang tinggi, reaksi demam akibat
transfusi lazim ada. Hal ini dapat di minimalkan dengan penggunaan eritrosit yang
direkonstitusi dari darah beku atau penggunaan filter leukosit, dan dengan pemberian
antipiretik sebelum transfusi. Hemosiderosis adalah akibat terapi transfusi Jangka panjang,
yang tidak dapat di hindari karena, setiap 500 ml darah membawa kira-kira 200 mg besi ke
jaringan yang tidak dapat di ekskresikan secara fisiologis.

3. Siderosis miokardium merupakan faktor penting, yang ikut berperan dalam kematian awal
penderita. Hemosiderosis dapat di turunkan atau bahkan di cegal dengan pemberian
parenteral obat penskelas i besi (iron chelating drugs) deferoksamin, yang membentuk
kompleks besi yang dapat ekskresikan dalam urin. Kadar deferoksamin darah yang di
pertahankan tingi acalah perlu untuk ekresi besi yang memadai. Obat ini diberikan subkutan
dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil (selama tidur), 5 atau 6
malam/ minggu penderita yang menerima regimen ini dapat mempertahankan kadar feritin
serum kurang dari 1000 ng/mL yang benar-benar di bawah nilai toksik. Komplikasi
mematikan siderosis jantung dan hati dengan demikian dapat di cegah atau secara nyata
tertunda. Obat pengkhelasi besi per oral yang efektif, deferipron, telah dibuktikan efektif
serupa dengan deferoksamin. Karena kekhawatiran terhadap kemungkinan toksisitas
(agranulositosis, artritis, artralgia) obat tersebut kini tidak tersedia di Amerika Serikat.

4. Terapi hipertransfusi mencegah splenomegali masif yang di sebabkan oleh eritropoesis


ekstra medular. Namun splenektomi akhirnya di perlukan karena ukuran organ tersebut atau
karena hipersplenisme sekunder. Splenektomi meningkatkan resiko sepsis yang parah sekali,
oleh karena itu operasi harus dilakukan hanya untuk indikasi yang jelas dan harus di tunda
selama mungkin. Indikasi terpenting untuk splenektomi adalah meningkatkan kebutuhan
transfusi yang menunjukkan unsur hipersplenisme. Kebutuhan transfusi melebihi 240 ml/kg
PRC/tahun biasanya merupakan bukti hipersplenisme dan merupakan indikasi untuk
mempertimbangkan splenektomi.

5. Imunisasi pada penderita ini dengan vaksin hepatitis B, vaksin H.influensa tipe B, dan
vaksin polisakarida pneumokokus diharapakan, dan terapi profilaksis penisilin juga
dianjurkan. Cangkok sumsum tulang ( CST) adalan kuratif pada penderita ini dan telah
terbukti keberhasilan yang meningkat, meskipun pada penderita yang telah menerima
transfusi sangat banyak. Namun, prosedur ini membawa cukup resiko morbiditas dan
mortalitas dan biasanya hanya di gunakan untuk penderita vang mempunyai saudara kandung
yang sehat (yang tidak terkena) yang histokompatibel.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1) Identitas

Leukemia limfosit akut sering terdapat pada anak-anak usia dibawah 15 tahun (85%),
puncaknya berada pada usia 2-4 tahun. Rasio lebih sering terjadi pada anak laki-laki
daripada anak perempuan.

2) Riwayat Kesehatan

(1) Riwayat penyakit sekarang

Biasanya pada anak dengan LLA mengeluh nyeri pada tulang-tulang, mual muntah, tidak
nafsu makan dan lemas.

(2) Riwayat penyakit dahulu

Biasanya mengalami demam yang naik turun, gusi berdarah, lemas dan dibawa ke
fasilitas kesehatan terdekat karena belum mengetahui tentang penyakit yang diderita.

(3) Riwayat penyakit keluarga

Adakah keluarga yang pernah mengalami penyakit LLA karena merupakan penyakit
ginetik (keturunan)

(4) Riwayat pada faktor-faktor pencetus

Seperti pada dosis besar, radiasi dan obat-obatan tertentu secara kronis.

(5) Manifestasi dari hasil pemeriksaan

3) Pemeriksaan Fisik

Didapati adanya pembesaran dari kelenjar getah bening (limfadenopati), pembesaran


limpa (splenomegali), dan pembesaran hati (splenomegali), dan pembesaran hati
(hepatomegali). Pada pasien dengan LLA precursor sel-T dapat ditemukan adanya
dispnoe dan pembesaran vena kava karena adanya supresi dari kelenjar getah bening di
mediastinum yang mengalami pembesaran . sekitar 5% kasus akan melibatkan sistem
saraf pusat dan dapat ditemukan adanya peningkatan tekanan intracranial (sakit kepala,
muntah, papil edema) atau paralisis saraf kranialis (terutama VI dan VII) (Roganovic,
2013).

4) Pemeriksaan Diagnostik

Untuk menegakkan diagnose, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu:


(1) Darah tepi : adanya pensitopenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan
gambaran darah tepi monoton terdapat sel belst, yang merupakan gejala patogonomik
untuk leukemia.

(2) Sum-sum tulang : dari pemeriksaan sum-sum tulang akan ditemukan gambaran yang
monoton yaitu hanya terdiri dari sel lomfopoetik sedangkan sistem yang lain terdesak
(apanila skunder)

(3) Pemeriksaan lain : biopsy limpa, kimia darah, cairan cerebrospinal dan sitogenik

B. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan (NANDA 2015) sebagai berikut:

a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan pengisian kapiler < 3 detik, akral
teraba dingin, warna kulit pucat, nadi perifer menurun atau tidak teraba.

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedara biologis (infiltrasi leukosit jaringan
sistematik)

c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan rasa nyaman (nyeri dan prosedur
pemeriksaan/tindakan kemoterapi)

C. Perencanaan Keperawatan

No. Diagnosa Intervensi Rasional

1. Perfusi perifer tidak 1. Monitor adanya daerah tertentu 1.


efektif berhubungan yang hanya peka terhadap
dengan pengisian panas/dingin/tajam/ tumpul
kapiler < 3 detik, 2. Batasi gerakan pada kepala, leher
akral teraba dingin, dan punggung
warna kulit pucat, 3. Observasi tandatanda vital
nadi perifer menurun 4. Monitor adanya tromboplebitis
atau tidak teraba.
2. Nyeri akut 1. Lakukan pengkajian nyeri 1.
berhubungan dengan (P,Q,R,S,T)
agen pencedara 2. Observasi reaksi non verbal dari
biologis (infiltrasi ketidak nyamanan
leukosit jaringan 3. Kontrol lingkungan
sistematik) yang dapat
mempengaruhi
nyeri (suhu
ruangan,
verbal pencahayaan dan
kebisingan)
4. Ajarkan tehnik nonfarmakologi
5. Tingkatkan istirahat
6. Kolaborasi pemberian analgetik
3. Gangguan pola tidur 1. Kaji pola tidur 1.
berhubungan dengan 2. Jelaskan penting tidur yang
gangguan rasa adekuat
nyaman (nyeri dan 3. Fasilitas untuk mempertahankan
prosedur aktivitas sebelum tidur
pemeriksaan/tindaka 4. Ciptakan lingkungan yang
n kemoterapi) nyaman
5. Monitor/catat kebutuhan tidur
pasien setiap hari dan jam
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, J. M. 2016. Diagnosa Keperawatan: Diagnosis NANDA-1, Intervensi NIC,


Hasil NOC. Jakarta: EGC.

Nursalam; Susilaningrum, R. &amp; Utami, S. (2008).AsuhanKeperawtanBayidanAnak


(UntukPerawatandanAnak), Jakarta: SalembaMedika.

Subuea, Herdin. 2009. IlmuPenyakitDalam. Jakarta:PTRinekaCipta.

Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P. (2009).
Buku ajar keperawatanpediatrikWong, 2(6). AlihBahasa:Sutarna, A., Juniarti, N.,
&Kuncara, H.Y.

World Heatlh Organization. (2012). Prevention. Cancer Control: knowladge into action:
WHO guide for effeciveprogrammes: modul. Genewa: World Heatlh Organization.

Anda mungkin juga menyukai