TINJAUAN PUSTAKA
2.1. BISITOPENIA
PENGERTIAN
Bisitopenia merupakan keadaan menurunnya 2 dari tiga komponen darah
(eritrosit, trombosit, leukosit). Dua dari tiga komponen tersebut dapat
mengalami penurunan jumlah jika terjadi suatu kelainan hematologi
maupun kelainan organ yang berhubungan dengan sel darah. Penurunan
dapat terjadi pada jumlah eritrosit dan jumlah trombosit dengan jumlah
leukosit yang normal atau meningkat, penurunan jumlah eritrosit dan
leukosit dengan angka trombosit normal. Bisitopenia dapat
menggambarkan suatu proses yang dilalui sebelum terjadinya
pansitopenia. Pansitopenia, yaitu penurunan jumlah ketiga komponen sel
darah. Jadi, bisitopenia dapat berkembang menjadi pansitopenia.
Pansitopenia, yaitu penurunan jumlah ketiga komponen sel darah. Jadi,
bisitopenia dapat berkembang menjadi pansitopenia. Gejala bisitopenia
dapat beragam misalnya berupa gejala anemia seperti lemas, pucat,
berdebar-debar atau gejala trombositopenia dan leukopenia seperti
perdarahan sulit berhenti, mudah memar dan mudah terkena infeksi.
Eritrosit merupakan sel darah tidak berinti. Bentuknya bulat bila dilihat
dari atas dan bikonkaf bila dilihat dari samping. Di sentralnya terdapat
cekungan yang disebut central pallor. Pada keadaan anemia defisiensi besi
central pallor dapat menjadi besar. Kadar normal eritrosit dalam darah 4,5
– 6,5 juta/mm3 untuk laki – laki dan 3,8 – 5,8 juta/mm3 untuk wanita.
Turunnya eritrosit sering berkaitan dengan anemia. Leukosit (sel darah
putih) secara umum dibagi ke dalam seri granulosit dan seri agranulosit.
Eosinofil, neutrofil dan basofil termasuk ke dalam seri granulosit,
sedangkan limfosit dan monosit termasuk ke dalam seri agranuler. Harga
normal untuk leukosit berkisar antara 4.000 – 11.000 /mm3. Penurunan
kadar leukosit (leucopenia) dapat disebabkan oleh obat-obatan terutama
sitostatika, depresi sumsum tulang, radiasi, infeksi baik bakteri, virus,
riketsia, maupun protozoa. Meningkatnya kadar leukosit seringkali
berhubungan dengan terjadinya infeksi, trauma, penyakit keganasan,
maupun penyakit – penyakit kolagen. Trombosit berfungsi sebagai faktor
pembekuan darah. Jumlah normal trombosit dalam darah 150.000–
400.000/mm3 (Bagian Patologi Klinik FK UNDIP, 2011).
PATOGENESIS
Etiologi bisitopenia sangat bervariasi pada anak-anak, mulai dari supresi
sumsum tulang oleh virus, infiltrasi sumsum tulang oleh keganasan,
didapat secara iatrogenik, dari obat-obatan tertentu, kemoterapi ataupun
radioterapi. Bisitopenia karena keganasan ditemukan pada pasien akut
leukemia, juvenile mielomonositik leukemia, mielodiplastik sindrom dan
infiltrasi oleh limfoma non-hodgkins dan neuroblastoma. Bisitopenia
bukan karena keganasan ditemukan pada pasien anemia megaloblastik,
imun trombositopenia purpura, alcoholic liver disease. Bisitopenia karena
infeksi kebanyakan pada pasien dengue.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari bisitopenia, yaitu (Bagian Patologi Klinik FK
UNDIP, 2011):
a. Penurunan Kadar Eritrosit
- Kelelahan
- Kelemahan
- Pusing
- Penurunan kinerja fisik
ANAMNESIS
Bisitopenia adalah penurunan jumlah pada dua jenis komponen sel darah.
Gejala bisitopenia dapat beragam misalnya berupa gejala anemia seperti
lemas, pucat, berdebar-debar atau gejala trombositopenia dan leukopenia
seperti perdarahan sulit berhenti, mudah memar dan mudah terkena
infeksi.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pasien dengan gejala bisitopenia akan menemukan
takikardia/takipneu, dispnea pada waktu bekerja atau istirahat, kelemahan
otot, dan penurunan kekuatan. Selain itu dapat ditemukan adanya
peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar,
hipotensi postural. Disritmia: abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan
pendataran atau depresi gelombang T; takikardia serta terdapat bunyi
jantung berupa murmur sistolik.
Shano naseem et al dari India, dalam sebuah penelitian pada pasien anak
dengan bisitopenia, melaporkan bahwa trombositopenia dan anemia
(77,5%) adalah bentuk paling umum dari bisitopenia, diikuti oleh anemia
dan leukopenia pada 17,3% dan trombositopenia dan leukopenia pada
5,5% kasus.
1. Hitung darah lengkap (Hb, TC, DC, Platelet, PCV, MCV, MCH,
MCHC, RDW, MPV, RBC COUNT & ESR)
4. Urin rutin
18. S. electrolytes
PENATALAKSANAAN
Usaha untuk mengatasi anemia yaitu dengan memberikan transfuse
packed red cell (PRC) jika hemoglobin < 7 g/dl atau ada tanda-tanda
payah jantung atau anemia yang sangat simtomatik. Koreksi HB 9-10 %
tidak perlu sampai Hb normal karena akan menekan eritropoiesis internal.
Pada penderita yang akan dipersiapkan untuk tranplantasi sumsum tulang,
pemberiana tranfusi harus hati-hati.
ALL adalah kanker yang paling banyak ditemukan pada anak, berkisar 30-
40%. Insiden rata-rata 4-4.5 kasus/tahun/10.000 anak dibawah 15 tahun.
Setiap tahun diperkirakan terdapat 30-40 juta kasus baru di seluruh dunia.
Di Amerika Serikat, setiap tahun diperkirakan 2000 anak dan remaja muda
umur kurang dari 20 tahun didiagnosis dengan ALL dan insidennya
meningkat dalam 25 tahun terakhir (Pui dan Evans, 2004; Pui dan Crist
WM, 1993 dalam Elisafitri et al., 2018). Di Jepang mencapai 4/100.000
anak dan diperkirakan tiap tahun terjadi 1000 kasus baru. ALL paling
banyak ditemukan pada anak umur 2-5 tahun (>80 per seribu anak), lebih
sering pada anak laki-laki dibanding perempuan (Permono dan Ugrasena,
2012). Di negara berkembang, penderita leukemia 82% diantaranya adalah
ALL dan 17% leukemia mieloblastik akut (LMA). Di Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), jumlah pasien baru ALL
mencapai 60-70 pasien per tahunnya. Di RSU Sardjito, kasus ALL
mencapai 79% dari kasus keganasan anak. Pada tahun 2002, di RS Dr.
Soetomo Surabaya, kasus ALL mencapai 88% dari keganasan anak dan 7
paling sering menyerang anak-anak di bawah umur 15 tahun (Permatasari
dkk, 2009 dalam Jamaluddin, 2017).
MANIFESTASI KLINIS
Gejala ALL dapat digolongkan dalam tiga bagian, yakni (Jamaluddin,
2017):
1. Gejala kegagalan sumsum tulang
a. Anemia menimbulkan gejala pucat dan lemah. Ini disebabkan
karena produksi sel darah merah (SDM) kurang akibat kegagalan
sumsum tulang memproduksi SDM, ditandai dengan berkurangnya
kadar hemoglobin, turunnya hematokrit, dan jumlah sel darah
merah kurang.
b. Netropenia menimbulkan infeksi yang ditandai demam, malaise,
infeksi rongga mulut, tenggorokan, kulit, saluran napas, sepsis
sampai syok septik.
c. Trombositopenia menimbulkan perdarahan kulit, perdarahan
mukosa seperti perdarahan gusi, hidung, saluran cerna, bahkan
perdarahan intrakranial.
2. Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan organomegali, seperti
limfadenopati superfisial, splenomegali atau hepatomegali, hipertrofi
gusi, sindrom meningeal (sakit kepala, mual, muntah, penglihatan
kabur, kaku kuduk). Manifestasi infiltrasi organ lain yang dapat
ditemukan antara lain pembengkakan testis atau tanda penekanan
mediastinum.
DIAGNOSIS
Pasien dengan ALL pada umumnya menunjukkan gejala klinis kegagalan
sumsum tulang atau keterlibatan ekstramedular (seperti di sistem saraf
pusat (SSP) dan testikel) oleh sel leukemia. Akumulasi sel limfoblas di
sumsum tulang menyebabkan kurangnya sel normal di darah perifer dan
terkait dengan gejala anemia, infeksi dan perdarahan. Gejala-gejala ini
mungkin termasuk lelah atau lesu, gejala konstitusional (misalnya, demam,
keringat malam, penurunan berat badan), dispnea, pusing, infeksi, dan
mudah memar atau berdarah (Brown, 2020).
Mati rasa pada dagu atau kelumpuhan wajah dapat terjadi akibat
keterlibatan saraf kranial atau SSP. Di antara anak-anak, nyeri pada
ekstremitas atau sendi mungkin satu-satunya gejala yang muncul. Adanya
limfadenopati, splenomegali, dan hepatomegali pada pemeriksaan fisik
dapat ditemukan pada sekitar 20% pasien. Massa pada perut dari
keterlibatan gastrointestinal lebih menunjukkan adanya ALL sel B matur
(limfoma Burkitt). Diagnosis ALL umumnya ditentukan dengan
ditemukannya limfoblast >=20% pada sumsum tulang dari tinjauan
hematopatologi aspirasi sumsum tulang dan bahan biopsy. Secara umum,
presentasi ALL dengan jumlah sell blast rendah jarang terjadi, dan
diagnosis ALL harus dihindari jika terdapat nilai sell blast <20% (Brown,
2020).
Timus yang membesar mungkin menekan vena cava superior (SVC), yang
merupakan vena besar yang membawa darah dari kepala dan lengan
kembali ke jantung. Ini dapat menyebabkan sindrom SVC, mengakibatkan
pembengkakan di wajah, leher, lengan, dan dada bagian atas (terkadang
dengan warna kulit merah kebiruan). Gejalanya juga bisa termasuk sakit
kepala, pusing, dan perubahan kesadaran jika mempengaruhi otak.
Sindrom SVC dapat mengancam jiwa, sehingga perlu segera diobati.
Sejumlah kecil anak menderita leukemia yang telah menyebar ke otak dan
sumsum tulang belakang saat pertama kali ditemukan. Hal ini dapat
menyebabkan gejala seperti sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi,
kelemahan, kejang, muntah, masalah dengan keseimbangan, dan
penglihatan kabur.
STAGING
Upaya pertama untuk mengklasifikasikan ALL adalah kriteria morfologi French
American British (FAB) yang membagi ALL menjadi 3 subtipe (L1, L2 dan L3)
berdasarkan ukuran sel, sitoplasma, nukleolus, vakuolasi dan basofilia (Yenni,
2014).
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening (KGB)
KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar getah bening
harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya
nyeri tekan, kemerahan, hangat pada perbaan, dapat bebas digerakkan
atau tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah
keras atau kenyal. Ukuran normal bila diameter < 1 cm (pada
epitroclear > 0,5 cm dan lipat paha > 1,5 cm dikatakan abnormal.
2. Pemeriksaan Hepar
Palpasi hepar dengan meletakkan tangan kiri di belakang pinggang
menyangga kosta ke 11 dan 12 dengan posisi sejajar dengan kosta,
ajurkan pasien untuk rileks, tangan kanan mendorong hepar ke atas dan
kedalam dengan lembut. Anjurkan pasien inspirasi dalam dan rasakan
sentuhan hepar saat inspirasi, jika teraba sedikir kendorkan jari dan raba
permukaan anterior hepar. Normal hepar: jika lunak tegas, tidak
berbenjol-benjol. Perkusi hepar, digunakan patokan 2 garis, yaitu garis
yang menghubungkan pusar dengan titik potong garis mid clavicula
kanan dengan arcus aorta dan garis yang menghubungkan pusar dengan
processus kifoideus. Pembesaran hati diproyeksikan pada kedua garis
ini dinyatakan dengan beberapa bagian dari kedua garis tersebut. Harus
pula dicatat yaitu konsistensi, tepi, permukaan, dan terdapatnya nyeri
tekan.
3. Pemeriksaan Limpa
Pada neonates, normal masih teraba sampai 1-2 cm. Dibedakan dengan
hati yaitu dengan.
a. Limpa seperti lidah menggantung ke bawah
b. Ikut bergerak pada pernapasan
Mempunyai incisura linealis, serta dapat didorong kea rah medial,
lateral, dan atas. Besarnya limpa diukur menurut Schuffner, yaitu garis
yang menghubungkan titik pada arkus kosta kiri dengan umbilicus
(dibagi 4) dan garis ini diteruskan sampai SIAS kanan yang merupakan
titik VIII. Garis ini digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa.
Garis ini diteruskan ke bawah sehingga memotong lipat paha. Garis dari
pusat ke lipat paha pun dibagi 4 bagian yang sama. Limpa yang
membesar sampai pusar dinyatakan sebagai S. IV sampai lipat paha S.
VIII.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung Darah Lengkap
Hitung darah lengkap akan menunjukkan apakah sel leukemia ada di
dalam darah dan apakah kadar sel darah berbeda dengan yang
diharapkan pada orang sehat.
3. Immunophenotyping
Uji ini mencari penanda atau sinyal yang disebut antigen yang
ditemukan pada permukaan sel untuk menentukan apakah menderita
ALL atau AML, jenis subtipe, dan jenis sel limfosit (sel B atau sel T)
yang terpengaruh.
5. Rontgen Dada
Rontgen dada dilakukan untuk memeriksa jantung dan paru-paru, dan
untuk melihat apakah ada pembesaran kelenjar getah bening di dada.
Pembesaran kelenjar getah bening terkadang terlihat pada orang dengan
ALL.
6. Pungsi Lumbal
Tes ini menunjukkan jika ada sel leukemia yang telah menyebar ke
cairan di sekitar tulang belakang yang disebut cairan serebrospinal
(CSF).
Sampel CSF dikeluarkan dengan jarum tipis dari ruang antara dua
tulang di punggung bawah. Prosedur ini hanya memakan waktu
beberapa menit, tetapi karena dapat membuat tidak nyaman maka perlu
menggunakan anestesi lokal untuk mematikan rasa di area tersebut.
7. PET-CT scan
Untuk beberapa jenis ALL, pemindaian positron emission tomography
(PET) yang dikombinasikan dengan CT scan dapat diperlukan. Sebelum
pemindaian, dilakukan penyuntikan dengan sejumlah kecil larutan
glukosa radioaktif. Sel-sel kanker tampak lebih cerah pada pemindaian
karena sel tersebut mengambil lebih banyak glukosa daripada sel-sel
normal.
Peroksidase dalam
lineage neutrofil dan
esoinofil
Esterase nonspesifik
dalam lineage monosit
PENATALAKSANAAN
Pasien dengan ALL umumnya mendapatkan kemotetrapi induksi dengan
tiga atau empat agen kemoterapi berdasarkan risiko awal mereka.
Setelah induksi, remisi akan tercapai dan akan dilanjutkan dengan fase
konsolidasi dengan terapi CNS-directed. Untuk pasien dengan penyakit
SSP yang terdeteksi saat diagnosis dan mereka adalah ALL sel T, terapi
radiasi kranial akan diberikan. Setelah itu pasien akan masuk ke terapi fase
pemeliharaan berkelanjutin, dengan total durasi terapi 2-3 tahun. Terapi
pemeliharaan umunya meliputi vinkristin bulanan, dan terapi
kortikosteroid oral jangka pendek (5-7 hari) ditambah 6-merkaptopurin
oral harian dan metotreksat mingguan (secara oral atau intramuskuler.
Pada sebagian besar protocol, kemoterapi intratekal) diberikan lebih
kurang setiap 3 bulan masa pemeliharaan.
1. Pred+VCR
2. Pred+VCR+ L asp