Anda di halaman 1dari 13

Telah diterima/disetujui

Hari/tanggal:
Tanda tangan:

LAPORAN PENDAHULUAN DAN LAPORAN KASUS

RUANG LEMATANG 2

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)

Oleh:
Nabila Ariyani Saputri
04064822427048

PROGRAM PROFESI NERS


BAGIAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2024
LAPORAN PENDAHULUAN
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI

Nama : Nabila Ariyani Saputri Ruangan : Lematang 2

NIM : 04064822427048 Minggu : Ke-6

ANEMIA APLASTIK

A. Definisi
Anemia aplastik merupakan suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang dikarakterisasi
dengan adanya pansitopenia perifer, hipoplasia sumsum tulang (kondisi dimana sumsum tulang
hanya sedikit mengandung sel darah) dan makrositosis (pembesaran ukuran dari sel darah merah)
oleh karena terganggunya eritropoesis dan peningkatan jumlah fetal hemoglobin. Pansitopenia
adalah suatu kondisi hematologi yang ditandai dengan penurunan ketiga lini sel darah tepi. Hal ini
ditandai dengan nilai hemoglobin kurang dari 12 g/dL pada wanita dan 13 g/dL pada pria,
trombosit kurang dari 150.000 per mcL, dan leukosit kurang dari 4000 per ml (atau jumlah
neutrofil absolut kurang dari 1800 per ml). (Christine & Kyomangalath, 2023)

B. Etiologi
Penyebab anemia aplastik sebagian besar tidak diketahui atau bersifat idiopatik. Kesulitan
dalam mencari penyebab penyakit ini disebabkan oleh proses penyakit yang berlangsung perlahan
-lahan. Namun setelah dilakukan penelitian diiketahui penyebab anemia aplastik sebagai berikut:
(Thaha & Yasa, 2023)
1. Kelainan kongenital
2. Radiasi. Radiasi dapat merusak DNA dimana jaringan-jaringan dengan mitosis yang aktif
seperti jaringan hematopoiesis sangat sensitif. Bila stem sel hematopoiesis yang terkena
maka terjadi anemia aplastik. Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum tulang
dan menyebabkan fibrosis.
3. Infeksi. Anemia aplastik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus hepatitis, virus
Epstein-Barr, HIV dan rubella. Virus hepatitis merupakan penyebab yang paling sering.
Infeksi virus biasanya berhubungan dengan supresi minimal pada sumsum tulang, biasanya
terlihat neutropenia dan sedikit jarang trombositopenia. Virus dapat menyebabkan kerusakan
sumsum tulang secara langsung yaitu dengan infeksi dan sitolisis sel hematopoiesis atau
secara tidak langsung melalui induksi imun sekunder.
LAPORAN PENDAHULUAN
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI

4. Akibat penyakit jaringan ikat seperti rheumatoid arthritis dan systemic lupus erythematosus
(SLE)
5. Akibat pemakaian obat-obatan seperti chloramphenicol (antibiotic) & phenylbutazone
(antipiretik).
6. Faktor Genetik. Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian
dari padanya diturukan menurut hukum mendell, contohnya anemia Fanconi. Anemia Fanconi
merupakan kelainan autosomal resesif yang ditandai oleh hipoplasia sumsung tulang disertai
pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu jari atau radius, mikrosefali, retardasi mental dan
seksual, kelainan ginjal dan limpa.

C. Patofisiologi
Menurut Christine dan Kyomangalath (2023) terjadinya anemia mencerminkan adanya
kegagalan sumsum tulang belakang memproduksi sel darah atau kehilangan sel darah merah
berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misalnya, berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi
akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, kelainan kongenital, invasi tumor, atau kebanyakan
akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau
hemolisis (destruksi).
Sel induk hematopoietik yang rusak menjadi sel T-helper (T1) yang reaktif sendiri yang
melepaskan sitokin interferon (IFN) dan faktor nekrosis tumor (TNF) untuk menyebarkan kaskade
sitotoksik untuk membunuh dan menekan sel induk hematopoietik lainnya. Selanjutnya sel induk
kehilangan kapasitas untuk berdiferensiasi dan berproliferasi. Ketidakmampuan mereka untuk
berdiferensiasi dapat menyebabkan evolusi klonal menjadi neoplasma hematolog, dan
menyebabkan kelelahan sel induk hematopoietik dini dan juga aplasia sumsum. Sehingga sumsum
tulang kehilangan sel yang bertanggung jawab dalam memproduksi sel darah merah dan terjadilah
anemia aplastic.

D. Tanda dan Gejala


Menurut Thaha & Yasa (2023) manifestasi knilis pada pasien dengan anemia aplastik dapat
berupa:
1. Sindoroma anemia
a. System kardivaskular: rasa lesu, cepat lelah, palpitasi, sesak napas intoleransi terhadap
aktivitas fisik, angina pectoris hingga gejala payah jantung.
LAPORAN PENDAHULUAN
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI

b. Susunan saraf: sakit kepala, pusing, telingga mendenging, mata berkunang – kunang
terutama pada waktu perubahan posisi dari posisi jongkok ke posisi berdiri, iritabel, lesu
dan perasaan dingin pada ekstremitas.
c. Sistem pencernaan: anoreksia, mual dan muntah, flaturensi, perut kembung, enek di hulu
hati, diare atau obstipasi.
d. System urogeniatal: gangguan haid dan libido menurun
e. Epitel dan kulit: kelihatan pucat, kulit tidak elastis atau kurang cerah, rambut tipis dan
kekuning kuningan
2. Gejala perdarahan: ptekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan subkonjungtiva, perdarahan gusi,
hematemesis/melenaatau menorhagia pada wanita. Perdarahan organ dalam lebih jarang
dijumpai, namun jika terjadi perdarahan otak sering bersifat fatal.
3. Tanda-tanda infeksi: ulserasi mulut atau tenggorokan, selulitis leher, febris, sepsis atau syok
septik.

E. Diagnosa Medis
Diagnosis anemia aplastic dibuat berdasarkan adanya bisitopenia atau pansitopenia tanpa
adanya keganasan, infiltrasi, dan supresi pada sumsum tulang. Kriteria diagnosis pada anemia
aplastik menurut international agranulocytosis and aplastic anemia study group (IAASG) antara
lain: (Thaha & Yasa, 2023)
a. Hemoglobin kurang dari 10 g/dl, atau hematokrit kurang dari 30%
b. Trombosit kurang dari 50x109/L
c. leukosit kurang dari 3,5x109/L atau netrofil kurang dari 1,5x109/L
d. Retikulosit kurang dari 30x109/L

F. Pemeriksaan Penunjang
Christine & Kyomangalath (2023) menjelaskan bahwa pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Hapusan Darah Tepi: Ditemukan normokromik normositer
2. Darah Lengkap: Jumlah masing-masing sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit)
3. Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal, HbF meningkat.
4. Pemeriksaan Sumsum Tulang: Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah
spikula dengan daerah yang kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis.
LAPORAN PENDAHULUAN
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI

Limfosit, sel plasma, makrofag dan sel mast mungkin menyolok dan hal ini lebih menunjukkan
kekurangan sel-sel yang lain daripada menunjukkan peningkatan elemen elemen ini. Pada
kebanyakan kasus gambaran partikel yang ditemukan sewaktu aspirasi adalah hiposelular.
Pada beberapa keadaan, beberapa spikula dapat ditemukan normoseluler atau bahkan
hiperseluler, akan tetapi megakariosit rendah. International Aplastic Study Group
mendefinisikan anemia aplastik berat bila selularitas sumsum tulang kurang dari 25% atau
kurang dari 50% dengan kurang dari 30% sel hematopoiesis terlihat pada sumsum tulang.
5. Pemeriksaan Flow cytometry dan FISH (Fluorescence In Situ Hybridization), sel darah akan
diambil dari sumsum tulang, tujuannya untuk mengetahui jumlah dan jenis sel-sel yang
terdapat di sumsum tulang. Serta untuk mengetahui apakah terdapat kelainan genetik atau
tidak.

G. Penatalaksanaan
Christine & Kyomangalath (2023) menjelaskan penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada
penderita anemia aplastic antara lain:
1. Terapi suportif (untuk mengatasi akibat pansitopenia)
a. Untuk mengatasi anemia
Tranfusi PRC (packet red cell) jika Hb < 7 g/dl atau ada tanda payah jantung atau anemia
yang sangat simtomatik. Koreksi sampai Hb 9-10 g/dl, tidak perlu sampai Hb normal,
karena akan menekan eritropoiesis internal.
b. Untuk mengatasi perdarahan
Tranfusi konsentrat trombosit jika terdapat perdarahan mayor atau trombosit <
20.000/mm3. Pemberian trombosit berulang dapat menurunkan efektivitas trombosit
karena timbulnya antibodi antitrombosit. Kortikosteroid dapat mengurangi perdarahan kulit.
2. Terapi memperbaiki fungsi sumsum tulang
Beberapa tindakan di bawah ini diharapkan dapat merangsang pertumbuhan sumsum tulang:
a. Anabolik Steroid: oksimetolon atau atanozol. Efek terapi diharapkan muncul dalam 6-12
minggu.
b. Kortikosteroid dosis rendah sampai menengah : prednison 40 100 mg/hr, jika dalam 4
minggu tidak ada perbaikan maka pemakaiannya harus dihentikan karena efek sampingnya
cukup serius.
c. GM-CSF atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah netrofil.
LAPORAN PENDAHULUAN
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI

3. Terapi defentif
Terapi definitif adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka panjang. Terapi
tersebut terdiri atas dua macam pilihan:
a. Terapi imunosupresif
1) Pemberian anti lymphocyte globuline : anti lymphocyte globulin (ALG) atau anti
thymocyte globuline (ATG). Pemberian ALG merupakan pilihan utama untuk pasien
yang berusia di atas 40 tahun.
2) Pemberian methylprednisolon dosis tinggi
b. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang memberikan harapan
kesembuhan, tetapi biayanya sangat mahal, memerlukan peralatan yang canggih, serta
adanya kesulitan tersendiri dalam mencari donor yang kompatibel. Transplantasi sumsum
tulang yaitu:
1) Merupakan pilihan untuk pasien usia < 40 tahun
2) Diberikan siklosporin A untuk mengatasi GvHD (graft versus hostdisease)
3) Memberikan kesembuhan jangka panjang pada 60-70% kasus

H. Komplikasi
Menurut Betz dan Swoden (2002) dalam Thaha & Yasa (2023), komplikasi penyakit Anemia
Aplastik sebagai berikut:
1. Sepsis
2. Sensifiitas terhadap antigen donor yang bereaksi silang menyebabkan perdarahan yang tidak
terkendali
3. Graff versus host disease(timbul setelah pencangkokan sumsum tulang)
4. Kegagalan cangkok sumsum (terjadi setelah transplantasi sumsum tulang)
5. Leukimia mielogen akut- berhubungan dengan anemia Fanconi

I. Prognosis
Prognosis atau perjalanan penyakit anemia aplastik sangat bervariasi, tetapi tanpa pengobatan pada
umumnya memberikan prognosis yang buruk. Prognosis dapat dibagi tiga, yaitu; kasus berat dan
progresif, rata-rata meninggal dalam 3 bulan (10-15% kasus), pasien dengan perjalanan penyakit
kronik dengan remisi dan relapse dapat meninggal dalam 1 tahun (50% kasus) dan pasien yang
mengalami remisi sempurna atau parsial (sebagian kecil pasien). (Thaha & Yasa , 2023)
J. Pathway

Obat-obatan Infeksi Radiasi Kelainan


Faktor genetik
kongenital

Sel induk hematopietik rusak

Penurunan kerja
Sel T-helper (T1) melepaskan sitokin gastrointestinal
inferior dan faktro nekrosis
Kerja lambung
menurun
Menekan sel hematopeitik

Perfusi Perifer Sel induk kehilangan kapasitas Asam lambung


Tidak Efektif berdiferensiasi dan berpoliferasi meningkat
Risiko Perfusi
Gastrointestinal
tidak efektif Mual
Anemia
Mekanisme anerob

Suplai O2 menurun Anoreksia


ATP berkurang

Hipoksia Defisit Nausea


Energi untuk membentuk
Nutrisi
antibody berkurang
Keletihan
Risiko Infeksi
K. Diagnosa Keperawatan
1. (D.0009) Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d penurunan konsentrasi HB d.d CRT >3 detik,
nadi perifer menurun atau tidak teraba, akaral teraba dingin, warna kulit pucat, turgor kulit
menurun
2. (D.0019) Defisit Nutrisi b.d kebutuhan peningkatan metabolisme d.d BB menurun minmal
10% dibawah renttang ideal
3. (D.0013) Risiko Perfusi Gastrointestinal Tidak Efektif d.d penurunan konsentrasi HB
4. (D.0142) Risiko Infeksi d.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder (penurunan HB)
5. (D.0057) Keletihan b.d kondisi fisiologis d.d tampak lesu, tidak mampu mempertahankan
aktivitas rutin, merasa energi tidak pulih walaupun telah tidur, merasa kurang tenaga dan
mengeluh Lelah
6. (D.0076) Nausea b.d gangguan biokimiawi d.d mengeluh mual, merasa ingin muntah dan
tidak berminat makan

L. Rencana Keperawatan
Perfusi Perifer Tidak Efektif
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Perawatan Sirkulasi
3x24 jam diharapkan perfusi perifer meningkat Observasi
dengan kriteria hasil: 1. Periska sirkulasi perifer (mis. Nadi,
- Denyut nadi perifer meningkat suhu, pengisian kapiler, warna kulit
- Warna kulit pucat menurun dan ABI)
- Pengisian kapiler membaik 2. Identifikasi faktor gangguan
- Akral membaik sirkulasi
- Turgor kulit membaik 3. Monitor panas, kemerahan nyeri
atau bengkak pada ekstremitas
Terapeutik
4. Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
5. Hindari pengukuran tekanan darah
pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
Edukasi
6. Anjurkan berhenti merokok
7. Ajarkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi (mis. Rendah
lemak jenuh, minyak ikan omega 3)

Defisit Nutrisi
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen Nutrisi
3x24 jam diharapkan status nutrisi membaik Observasi
dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi status nutrisi
- Porsi makan yang dihabiskan meningkat 2. Identifikasi alergi
- Berat badan membaik 3. Identifikasi makanan yang disukai
- IMT membaik 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
nutrient
5. Monitor asupan makanan
6. Monitor berat badan
Terapeutik
7. Sajikan makana secara menarik dan
suhu yang sesuai
8. Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
9. Berikan makanan tinggi kalori dan
protein
Edukasi
10. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Kolaborasi
11. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
Risiko Perfusi Gastrointestinal Tidak Efektif
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
Setalah dilakukan tindakan keperawatan selama Pencegahan Perdarahan
3x24 jam diharapkan perfusi gastrointestinal Observasi
meningkat dengan kriteria hasil: 1. Monitor tanda dan gejala
- Mual menurun pendarahan
- Muntah menurun
- Bising usus membaik 2. Monitor nilai HB dan HT sebelum
- Nafsu makan meningkat dan setelah kehilangan darah
3. Monitor koagulasi
Terapeutik
4. Pertahankan bedrest selama
perdarahan
5. Batasi Tindakan invasive, jika perlu
6. Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi
7. Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
8. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan untuk menghindari kosntipasi
9. Anjurkan meningkatkan asupan
makanan dan vitamin K
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian produk darah,
jika perlu
Risiko Infeksi
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
Setelah dilakukan Tindakan keperawatan Pencegahan Infeksi
selama 3x24 jam diharapkan Tingkat infeksi Observasi
menurun dengan kriteria hasil: 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
- Demam menurun dan sistemik
- Kemerahan menurun Terapeutik
- Bengkan menurun 2. Batasi jumlah pengunjung
- Kadar sel darah putih membaik 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
- Nafsu makan meningkat kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
4. Pertahankan teknik aseptic pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
6. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
7. Ajarkan etika batuk
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian imunisasi jika
perlu
Keletihan
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Edukasi Aktivitas/istirahat
3x24 jam tingkat keletihan menurun dengan Observasi
kriteria hasil: 1. Identifikasi kesiapana dan kemampuan
- Verbalisasi kepulihan energi meningkat menerima informasi
- Tenaga meningkat Terapeutik
- Kemampuan melakukan aktivitas rutin 2. Sediakan materu dan media pengaturan
meningkat aktivitas dan istirahat
- Verbalisasi lelah mrnurun 3. Jadwakan pemberian Pendidikan
- Lesu menurun Kesehatan sesuai kesepakatan
4. Berikan kesempatan kepada pasien dan
keluarga untuk bertanya
Edukasi
5. Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas
secara rutin
6. Anjurkan Menyusun jadwal aktivitas
dan istirahat
7. Ajarkan cara mengidentifikasi
kebutuhaan istirahat (mis. Kelelahan,
sesak napas saat aktivitas)
8. Ajarkan cara mengidentifikasi target dan
jenis aktivitas sesuai kemampuan
Nausea
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen Mual
3x24 jam tingkat nausea menurun dengan Observasi
kriteria hasil: 1. Identifikasi pengalaman mual
- keluhan mual menurun 2. Identifikasi isyarat nonverbal
- perasaan ingin muntah menurun ketidaknyamanan
- pucat membaik 3. Identifikasi dampak mual terhadap
- nafsu makan meningkat kualitas hidup (mis. Nafsu makan,
aktivitas, kinerja)
4. Identifikasi factor penyebab mual
5. Monitor mual (mis, frekuensi, durasi,
dan tingkat keparahan)
6. Monitor asupan nutrisi dan kalori
Terapeutik
7. Kendalikan factor lingkungan penyebab
mual
8. Berikan makanan dalam jumlah kecil
dan menarik
Edukasi
9. Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
10. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi atau menagatasi rasa mual
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian antiemetic, jika
perlu
LAPORAN PENDAHULUAN
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI

DAFTAR PUSTAKA

Christine, A.M., & Koyamangalath, K. (2023). Anemia Aplastic. USA: National Library of Medicine.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534212/ diakses pada 24 February 2024 PPNI, Tim
Pokja SDKI DPP.(2018). Standar Diangosis Keperawatan Indonesia. DPP PPNI: Jakarta Selatan
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP.(2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. DPP PPNI: Jakarta
Selatan
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP.(2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. DPP PPNI: Jakarta
Selatan
Thaha &Yassa, I.W. (2023). Diagnosis, diagnosis differensial dan penatalaksnaan immunosupresif
dan terapi sumsum tulang pada pasien anemia aplastic. E-jurnal Medika, 1-11.

Anda mungkin juga menyukai