Anda di halaman 1dari 5

Kris Cahyo Mulyatno

ITD UA

Virus Rabies (Rhabdovirus)


Rhabdovirus berasal dari bahasa Yunani yaitu Rhabdo yang berarti berbentuk batang dan
Virus yang berarti virus. Jadi Rhabdovirus merupakan virus yang mempunyai bentuk seperti
batang. Rabies merupakan infeksi akut dari susunan saraf pusat yang berakibat fatal. Virus
ditularkan ke manusia melalui gigitan dan kadang melalui jilatan (air liur) hewan yang terinfeksi
rabies. Hewan yang dapat menularkan penyakit rabies antara lain anjing, kucing, kera, dan
kelelawar.
2.1 Klasifikasi
Order : Mononegavirales
Famili : Rhabdoviridae
Genom : Lyssavirus
Spesies : Rhabdovirus (Virus Rabies)
Sumber: www.mikrobia.files.wordpress.com/2008

2.2 Sifat Virus


Sifat virus rabies meliputi sifat fisik dan sifat kimia.
a. Sifat fisik
o Pemanasan pada suhu 60C selama 5 menit akan mematikan virus
o Virus akan mati bila kena sinar ultraviolet
o Cepat mati bila berada diluar jaringan hidup
o Pada suhu -4C virus dapat bertahan hidup sampai berbulan-bulan.
b. Sifat Kimia :
o Dapat diinaktifkan dengan -propiolakton, phenol, halidol azirin, zat pelarut lemak, dll
o Tahan hidup beberapa minggu di dalam glycerin pada suhu kamar
o Virus rabies bila disimpan di dalam larutan glycerin pekat pada suhu kamar, dapat bertahan
berminggu-minggu.
o Pada glycerin 10% virus akan cepat mati
o Cepat mati dengan zat-zat pelarut lemak seperti air sabun, detergent, chloroform, ether dll.
2.3 Tipe Virus Rabies
Virus rabies mempunyai 6 (enam) tipe, yaitu :
Tipe 1 : Strain Challenge virus standard sebagai prototipe
Tipe 2 : Strain lagos sebagai prototipe
Tipe 3 : Strain Mokola sebagai prototype
Tipe 4 : Strain Duvenhage
Tipe 5 : European bat lyssavirus
Tipe 6 : Australian bat lyssavirus
2.4 Siklus Hidup
Pertama-tama, virus rabies ini akan melekat atau menempel pada dinding sel inang. Virus
rabies melekat pada sel melalui duri glikoproteinnya, reseptor asetilkolin nikotinat dapat
bertindak sebagai reseptor seluler untuk virus rabies. Kemudian secara endositosis virus
dimasukan ke dalam sel inang. Pada tahap penetrasi, virus telah masuk kedalam sel inang dan
melakukan penyatuan diri dengan sel inang yang ia tempati. Lalu terjadilah transkripsi dan
translasi. Genom RNA untai tunggal direkam oleh polimerase RNA terkait, virion menjadi lima

Kris Cahyo Mulyatno


ITD UA
spesies mRNA. mRNAs monosistronik ini menyandi untuk lima protein virion. Genom ini
merupakan cetakan untuk perantara replikatif yang menimbulkan pembentukan RNA keturunan.
RNA genomik berhubungan dengan transkriptase virus, fosfoprotein dan nukleoprotein. Setelah
enkapsidasi, partikel berbentuk peluru mendapatkan selubung melalui pertunasan yang melewati
selaput plasma. Protein matriks virus membentuk lapisan pada sisi dalam selubung, sementara
glikoprotein virus berada pada selaput luar dan membentuk duri. Setelah bagian-bagian sel
lengkap, sel virus tadi menyatukan diri kembali dan membentuk virus yang baru. Setelah itu
virus keluar dari sel inang dan menginfeksi sel inang yang lainnya.Keseluruhan proses dalam
siklus hidup virus rabies ini terjadi dalam sitoplasma.
Virus rabies membelah diri dalam otot atau jaringan ikat pada tempat inokulasi dan
kemudian memasuki saraf tepi pada sambungan neuromuskuler dan menyebar sampai ke
susunan saraf pusat. Virus membelah diri disini dan kemudian menyebar melalui saraf tepi ke
kelenjar ludah dan jaringan lain. Kepekaan terhadap infeksi dan masa inkubasinya bergantung
pada latar belakang genetik inang, strain virus yang terlibat, konsentrasi reseptor virus pada sel
inang, jumlah inokulum, beratnya laserasi, dan jarak yang harus ditempuh virus untuk bergerak
dari titik masuk ke susunan saraf pusat. Terdapat angka serangan yang lebih tinggi dan masa
inkubasi yang lebih pendek pada orang yang digigit pada wajah atau kepala.
Virus rabies menghasilkan inklusi sitoplasma eosinofilik spesifik, badan Negri, dalam sel
saraf yang terinfeksi. Adanya inklusi seperti ini bersifat patognomonik rabies tetapi tidak terlihat
pada sedikitnya 20% kasus. Karena itu, tidak adanya badan Negri tidak menyingkirkan diagnosis
rabies. Virus rabies memperbanyak diri diluar susunan saraf pusat dan dapat menimbulkan
infiltrat dan nekrosis seluler dalam kelenjar lain, dalam kornea, dan di tempat lain.
2.5 Patogenesis
Modus yang paling umum penularan pada manusia adalah dengan gigitan hewan rabies
atau kontaminasi luka awal oleh virus terinfeksi air liur. Namun, rute lainnya telah terlibat di
masa lalu, seperti melalui selaput lendir mulut, konjungtiva, anus dan alat kelamin. Infeksi oleh
transmisi aerosol telah ditunjukkan pada hewan percobaan dan telah terlibat dalam infeksi pada
manusia di gua-gua yang terinfeksi rabies kelelawar dan dalam kecelakaan beberapa
laboratorium. Manusia untuk transmisi manusia oleh transplantasi kornea terinfeksi dilaporkan
dalam 5 kasus. Rabies adalah infeksi akut dari sistem syaraf pusat yang hampir selalu berakibat
fatal. Virus ini mirip dengan VSV ternak. Setelah inokulasi, virus bereplikasi pada jaringan lurik
atau ikat pada tempat inokulasi dan memasuki saraf perifer melalui sambungan
neuromuskuler. Hal ini kemudian menyebar ke sistem syaraf pusat di endoneurium sel
Schwann. Mematikan, ada tersebar luas sistem syaraf pusat keterlibatannya, namun beberapa
neuron yang terinfeksi virus menunjukkan kelainan struktural. Sifat gangguan mendalam masih
belum dipahami.

1.

2.6 Gejala Rabies


2.6.1 Pada Hewan
Gejala dan tanda rabies pada hewan ada 2 (dua) tipe yaitu :
a. Tipe ganas terdiri dari stadium prodromal, eksitasi dan paralise
Stadium prodromal (2-3 hari), gejala : malaise, tidak mau makan, agak <>, demam sub fibris,
reflek kornea menurun. Hewan mencari tempat dingin dan menyendiri , tetapi dapat menjadi
lebih agresif dan nervus, pupil mata melebar dan sikap tubuh kaku (tegang). Fase ini berlangsung
selama 1-3 hari . Setelah fase Prodormal dilanjutkan fase Eksitasi atau bisa langsung ke fase
Paralisa.

Kris Cahyo Mulyatno


ITD UA
2.

Stadium eksitasi (3-7 hari), gejala : reaktif dengan menyerang dan menggigit benda bergerak,
pica (memakan berbagai benda termasuk tinjanya sendiri), lupa pulang, strabismus, ejakulasi
spontan. Hewan menjadi ganas dan menyerang siapa saja yang ada di sekitarnya dan memakan
barang yang aneh-aneh. Selanjutnya mata menjadi keruh dan selalu terbuka dan tubuh gemetaran
, selanjutnya masuk ke fase Paralisa.
Stadium paralis, gejala : ekor jatuh, mandibula jatuh, lidah keluar, saliva (ludah) berhamburan,
kaki belakang terseret. Pada stadium ini sangat singkat dan biasanya diikuti dengan kematian
hewan tersebut.

3.

b. Tipe Jinak (dumb), umumnya stadium ini muncul setelah stadium paralisis, anjing ini terlihat
diam, berpenampilan tenang namun akan ganas kalau didekati. Gejala dan tanda penderita rabies
pada manusia yaitu demam, mual, rasa nyeri di tenggorokan, keresahan, takut air (hydrophobia),
takut cahaya, liur yang berlebihan (hipersaliva).

2.6.2 Pada Manusia


Diawali dengan demam ringan atau sedang, sakit kepala, nafsu makan menurun, badan terasa
lemah, mual, muntah dan perasaan yang abnormal pada daerah sekitar gigitan (rasa panas, nyeri
berdenyut).
Rasa takut yang sangat pada air, dan peka terhadap cahaya, udara, dan suara.
Air liur dan air mata keluar berlebihan.
Pupil mata membesar.
Bicara tidak karuan, selalu ingin bergerak dan nampak kesakitan.
Selanjutnya ditandai dengan kejang-kejang lalu lumpuh dan akhirnya meninggal dunia
2.7 Diagnosis Rabies
Diagnosis rabies pada manusia dan hewan dapat dibuat dengan 4 metode: (1)
histopatologi (2) Kultur virus (3) Serologi (4) deteksi virus antigen. Meskipun masing-masing
dari 3 metode pertama memiliki keunggulan yang berbeda, tidak memberikan diagnosis definitif
yang cepat.
1. Histopatologi - Negri bodies merupakan ciri khas virus rabies. Namun, Negri bodies
hanya hadir dalam 71% kasus.
2. Kultur virus - Cara yang paling definitif diagnosis adalah dengan budidaya virus dari
jaringan yang terinfeksi. Kultur jaringan , seperti WI-38, BHK-21, atau CER. Sejak virus
rabies menginduksi CPE minimal, jika secara rutin digunakan untuk mendeteksi
keberadaan Ag virus rabies dalam kultur jaringan. Metode yang lebih umum digunakan
untuk isolasi virus adalah dengan inokulasi air liur, jaringan kelenjar ludah dan jaringan
otak intracerebrally ke tikus bayi. Tikus harus mengalami kelumpuhan dan kematian
dalam waktu 28 hari. Setelah kematian, otak diperiksa untuk keberadaan virus dengan
imunofluoresensi.
3. Serologi - antibodi beredar dan muncul perlahan dalam perjalanan infeksi tetapi mereka
biasanya hadir pada saat timbulnya gejala klinis. Tes serologi yang paling sering
digunakan adalah uji netralisasi infeksi tikus (MNT) atau rapid fluorescent focus
inhibition test (RFFIT). Serologi telah dilaporkan menjadi metode yang paling berguna
untuk diagnosis rabies.
4. Rapid Virus Antigen Detection - dalam beberapa tahun terakhir, deteksi virus antigen
banyak digunakan. Jaringan yang berpotensi terinfeksi diinkubasi dengan antibodi

Kris Cahyo Mulyatno


ITD UA
berlabel fluorescein. Sel-sel diperiksa dengan mikroskop fluoresen untuk melihat inklusi
flourescent intrasitoplasma .
5. 2.8 Vaksin Rabies.
1. Vaksin sel diploid manusia (HDCV)
Untuk mendapatkan suspensi virus rabies bebas dari protein asing dan susunan saraf pusat,
virus rabies diadaptasi untuk tumbuh dalam jalur sel fibroblas normal manusia WI-38. Sediaan
virus rabies dipekatkan melalui ultrafiltrasi dan diinaktivasi dengan -propiolakton. Bahan ini
cukup antigenik sehingga hanya perlu diberikan lima dosis HDCV untuk mendapatkan respons
antibodi substansial pada sebagian besar resipien. Reaksi lokal (eritema, gatal, bengkak pada
tempat suntikan) terjadi pada 30-70% resipien, dan reaksi sistemik ringan (sakit kepala, mual,
mialgia, pusing) terjadi pada sekitar seperlima resipien. Tidak dilaporkan adanya reaksi
anafilaktik, neuroparalitik, atau ensefalitik yang serius. Vaksin ini telah digunakan di Amerika
Serikat sejak tahun 1980.
Berdasarkan atas jaringan asalnya, HDCV terdiri atas:
a. Nerve tissue vaccine (NTV)
NTV adalah vaksin yang terbuat dari jaringan saraf melalui vaksin yang berasal dari otah
hewan dewasa seperti kelinci, kambing, domba, kera dan tikus; dan vaksin yang berasal dari otak
bayi mencit.
b. Non-nerve tissue vaccine
Merupakan vaksin yang terbuat dari jaringan bukan saraf, yang meliputi vaksin yang
berasal dari telur itik bertunas serta Tissue Culture Vaccine (TCV) yang merpakan vaksin yang
terbuat dari biakan jaringan.
Tissue Culture Vaccine (TCV)
Cara ini mulai ditemukan pertama kali oleh Kissling dkk. pada tahun 1963 dengan
menanam virus rabies strain CVS 11 pada biakan jaringan ginjal hamster, kemudian sekitar
tahun 1964 Wiktor, Fernandes dan Koprowski mulai mencoba menanam virus rabies dari
barbagai suku virus fike seperti CVS, Flury HEP, Pyttman Moore dan lain-lain pada kultur dari
human diploid cell tipe WI-38. Pada garis besarnya TCV ini bila ditinjau dari kegunaannya
terdiri atas:
1. Untuk pencegahan sebelum digigit anjing (pre-exposure)
a. Vaksinisasi pencegahan terhadap kemungkinan rabies, diberikan pada mereka yang karena
tugasnya berhubungan dengan hewan ternak atau hewan percobaan, misalnya dokter hewan, ahli
bologi, petugas karantina, petugas pada kandang hewan percobaan, petugas rumah gotong dan
lain-lain, terutama pada daerah endemis rabies.
b. Pada anak-anak dapat juga diberikan vaksinasi pencegahan oleh karena resiko tertular virus
rabies secara statistik besar sekali.
2. Untuk pengobatan setelah digigit (post-exposure)
Gunakanlah rekomendasi WHO jika ada kemungkinan ditulari dengan virus rabies.
Cara pemakaian:
Dengan menggunakan jarum besar, vaksin beku-kering yang tersedia dilarutkan dalam
botolnya dengan 1 ml pelarut khusus yang ada di dalam disposible syringe yang tersedia dalam
kemasan. Kocok perlahan-lahan kemudian isap kembali seluruhnya (dosis untuk orang dewasa).
Kemudian vaksin rabies tersebut disuntikan secara subkutan atau secara intra-muskuler dengan
menggunakan jarum kecil. Vaksin beku-kering ini berwarna putih kelabu tapi setelah dilarutkan
berwarna merah jambu.

Kris Cahyo Mulyatno


ITD UA
2. Vaksin Rabies Absorpsi (RVA)
Vaksin yang dibuat dalam jalur sel diploid yang berasal dari sel paru janin monyet resus telah
diijinkan di Amerika Serikat pada tahun 1988. Vaksin virus diinaktivasi dengan -propiolakton
dan dipekatkan melalui adsorpsi terhadap fosfat alumunium. Vaksin HDCV dan RVA cukup
manjur dan aman.
3. Vaksin Jaringan Saraf
Vaksin ini dibuat dari otak domba, kambing, atau tikus yang terinfeksi dan digunakan di
banyak bagian dunia termasuk Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Vaksin ini menyebabkan
sensitisasi terhadap jaringan saraf dan menyebabkan ensefalitis pascavaksinisasi (suatu penyakit
alergik) dengan frekuensi yang tinggi (0,05%). Vaksin ini tidak digunakan di AS selama
beberapa dasawarsa. Perkiraan keberhasilannya pada orang yang digigit oleh hewan rabies
bervariasi dari 5% hingga 50%.
4. Vaksin Embrio Bebek
Vaksin ini dikembangkan untuk mengurangi masalah ensefalitis pascavaksinasi. Virus rabies
ditumbuhkan dalam telur bebek terembrionasi, tetapi kepala diangkat sebelum vaksin disiapkan,
dengan tujuan untuk mengeluarkan jaringan saraf dan menghindari ensefalitis alergi. Secara
teratur vaksin ini menimbulkan reaksi setempat dan reaksi sistemik (demam, malaise, mialgia)
pada sepertiga resipien. Reaksi neuroparalitik (<0,001%) dan anafilaktik (<1%), jarang terjadi,
tetapi antigenitas vaksin rendah. Karena itu harus diberikan banyak dosis (16-25) untuk
menimbulkan respon antibodi pascapemaparan yang memuaskan. Vaksin ini digunakan di AS di
masa lalu tetapi sekarang tidak lagi digunakan.
5. Virus hidup dilemahkan
Virus hidup dilemahkan yang diadaptasi untuk tumbuh dalam embrio ayam (contohnya,
strain Flury) digunakan untuk hewan tetapi tidak untuk manusia. Kadang-kadang, vaksin seperti
ini dapat menyebabkan kematian akibat rabies pada kucing atau anjing yang disuntikan. Virus
rabies yang ditumbuhkan pada berbagai biakan sel hewan juga telah digunakan sebagai vaksin
untuk hewan peliharaan.

Anda mungkin juga menyukai