Anda di halaman 1dari 52

EPIDEMIOLOGI

RABIES

Kurnia Dwi Artanti, dr., M.Sc


DEFINISI
 Rabies suatu penyakit infeksi akut
ssp yang menyerang semua jenis
binatang berdarah panas dan
manusia.
 Ditandai disfungsi ssp, hampir selalu
berakhir dengan kematian.
ETIOLOGI
 Virus rabies termasuk dalam kelompok RNA, ordo
Mononegavirales, famili Rhabdoviridae dan genus
Lyssavirus. bersifat neurotrop, diameter 100-150
nanometer yang inaktif bila terkena sinar matahari
atau pada pemanasan 60ºC selama 30‘ dan ether.
 Inti virus rabies terdiri asam nukleik RNA, yang
bersifat genitik.
 Inti dikelilingi ribo nukleo-protein yang disebut
kapsid.
 Inti dan kapsid disebut nukleokapsid.
 Dibagian luar ada kapsomur
yang terdiri dari satuan mol
protein dan di luarnya
terdapat pembungkus
(envelope) yang pada
pemakaian terdapat
tompolon (spicules)
 Pembungkus mengandung
lipid  larut dalam ether
atau pelarut lemak.
 Envelop ini diketahui penting
sekali bagi infektifitasnya,
sedang nukleokapsidnya
tidak infeksius.
 Virus tersusun dari
asam inti ribo, protein
dan
lemak. Glicoprotein
bersifat sebagai “type
antigen” yang dapat
merangsang
pembentukan zat
kebal apabila
disuntikkan pada
manusia/hewan maka
tubuh kebal terhadap
penyakit rabies.
 Virus rabies gampang mati antara lain
oleh sinar matahari, sinar ultraviolet,
keadaan asam dan basa, zat-zat pelarut
lemak seperti eter, khloroform, dan air
sabun, formalin 0,05% pada suhu 37oC
selama 7 jam.
 Virus dalam larutan yang mengandung
fenol (0,3%) masih infektif selama
beberapa bulan pada suhu 4oC.
Secara garis besar virus rabies punya 2
tipe antigen:
1. Glikoprotein
Berperan penting dalam hal
berpenganya virus pada sel yang
susseptibel, disamping mengandung
antigen yang dapat merangsang
pembentukan antibodi penetral yang
melindungi virus rabies.
2. Nukleoprotein
- Antigen ini dapat merangsang
pembentukan antibodi pengikat
komplemen. Ini bersifat spesifik
untuk kelompok rhabdovirus.
- Serotip virus rabies dapat
ditunjukkan dengan test
neutralisasi dan test
proteksi silang.
Serotipe 1
 Merupakan prototipe strain CVS.

 Terdiri dari strain liar dan strain


laboratorium (pada rodentia di Eropa
Tengah)
Serotipe 2
 Prototipe strain pada sejenis
kelelawar di lagos (Nigeria)
Serotipe 3
 Prototipe strain dari Mokola yang
diisolasi dari sejenis tikus dan
manusia.
Serotipe 4
 Prototipe strain yang diisolasi dari
kuda di Nigeria dan nyamuk
Mansonia Uniformis
Perjalanan penyakit
Gejala klinis pada anjing
1. Bentuk ganas (furious rabies), dengan gejala
sebagai berikut;
 Hewan peliharaan menjadi tidak menurut lagi
perintah pemilik
 Air liur keluar berlebihan
 Hewan menjadi ganas, menyerang/menggigit apa
saja yang ditemui dan ekor dilengkungkan ke
bawah perut di antara paha.
 kejang-kejang/eksitasi yang lama kemudian
lumpuh, biasanya mati setelah 4-7 hari timbul
gejala klinis tampak atau paling lama 12 hari
setelah penggigitan
 Virus rabies terutama ditularkan melalui gigitan.
Oleh karena itu, bangsa carnivora (hewan
pemakan daging) adalah hewan yang paling
tepat sebagai penyebar rabies baik antar hewan
maupun ke manusia.
 Ternak dan manusia bukan penyebar rabies,
demikian juga penyebaran dari ternak ke ternak
lain atau dari manusia ke manusia biasanya
tidak terjadi
2.Bentuk diam (dumb rabies), dengan gejala
sebagai berikut:
 Hewan bersembunyi di tempat gelap dan sejuk

 Hewan mengalami kejang-kejang/eksitasi dan


berlangsung singkat bahkan sering tidak terlihat
 Hewan mengalami kelumpuhan, tidak mampu
menelan, mulut terbuka dan air liur keluar
berlebihan
 Kematian terjadi dalam waktu singkat.
 Terdapat kasus penyakit rabies yang
tidak menampakkan gejala seperti di
atas tetapi ditunjukkan oleh hewan
yang tiba-tiba mati.
PATOGENESIS
 Kepekaan seseorang terhadap infeksi
rabies, pola gejala & tanda yang
timbul dan apakah berakhir dengan
dipengaruhi:
- sifat strain virus yang menginfeksi
- besar jumlah virus
- lokasi gigitan
- respon imunologis orang yang
digigit
 Virus rabies dapat masuk ke tubuh
melalui:
– gigitan, goresan
– luka terbuka yang terkena ludah
yang terkontaminasi atau lewat
inhalasi percikan ludah di udara
 Transmisi antar manusia pernah
dilaporkan lewat transplantasi
kornea
Sesudah inkubasi
 Virus masih tetap tinggal pada
tempat masuk dan sekitarnya dalam
waktu bervariasi.
 Mereka alami replikasi pada jaringan
otot.
 Bila tak diinaktifir pertahanan
alamiah atau yang diperoleh, virus
dapat mencapai ujung saraf perifer
 bergerak sentripetal gln.
Spinalis  otak.
Timbulnya gejala klinik
 Bila virus menyebar seluruh saraf
pusat dengan konsentrasi tertinggi
pada batang otak
- ganglion basalis
- hipokampus
- sereblum
 Selanjutnya secara sentrifugal lewat
saraf volunter dan otonom, virus
dapat mesncapai kelenjar ludah,
medula adrenal ginjal, parau, hati,
otot dan jantung.
Gambaran klinik
 Masa inkubasi 2 minggu – 2 th.,
umumnya 1-3 bulan tergantung
lokasi gigitan:
- gigitan di kepala, terpendek
- anak-anak lebih pendek dibanding
dewasa
Gejala klinik ada 2 tipe:
a. Furious type (tipe exitasi)
yang menonjol stadia exitasi
b. Dumb tipe (tipe paralitik)
tanpa stadia exitasi
 Phase prodormal. Hewan mencari tempat yang
dingin seperti kamar mandi, di bawah pohon dan
menyendiri. Tetapi bisa juga hewan menjadi
lebih agresif dan nervous. Refleks kornea
berkurang atau hilang, pupil meluas, kornea
menjadi kering. Tonus urat daging bertambah
sehingga menyebabkan hewan tampak
kaku/sikap siaga.
 Phase eksitasi. Pada fase ini hewan akan
menyerang apa saja yang ada di sekitarnya,
memakan barang-barang aneh: kayu, kawat,
rambut, dan lain-lain. Mata menjadi keruh dan
selalu terbuka, gerakan tidak terkoordinasi, dan
terjadi kejang-kejang
 Phaseparalise. Mata terbuka,
semua refleks hilang, kejang-kejang
dan akhirnya hewan mati
gejala klinis pada hewan selain
anjing
1.Kucing.
Gejala atau tanda-tanda yang terlihat hampir
sama pada anjing, seperti: menyembunyikan diri,
banyak mengeong, mencakar-cakar lantai,
menjadi agresif, kemudian 2 - 4 hari setelah
gejala pertama biasa terjadi kelumpuhan,
terutama di bagian belakang.
2.Kuda
Pada mulanya kuda digigit oleh anjing yang
menderita rabies atau hewan penular rabies lain,
kemudian kuda berjalan sempoyongan, tidak
mampu menelan, sulit berjalan, lemah,
kelumpuhan, menyerang, dan menggigit.
3. Sapi
Sapi pada mulanya digigit oleh anjing yang
menderita rabies atau hewan penular rabies lain,
kemudian sapi menunjukkan gejala melenguh
keras, banyak mengeluarkan air liur, tercekik,
menyerang, seperti menghirup angina, tidak
dapat menelan, lemah, sulit berjalan,
kelumpuhan

4. Keledai
Pada mulanya keledai digigit oleh anjing,
kemudian keledai suka menggigit dan
menyerang.
5. Domba dan kambing.
Awalnya domba dan kambing digigit oleh anjing
yang menderita rabies atau hewan penular
rabies lain, kemudian kambing/domba sering
mengembik, kaki belakang lemah, sulit berjalan,
menyerang, melakukan aktivitas seksual
berlebihan, mengais-ngais, menggigit ekor dan
puting dan membenturkan kepalanya ke
dinding/tembok.

6.Babi
Awalnya babi digigit oleh anjing, kemudian babi
bersifat menyerang, menggigit secara ganas/liar.
Gejala pada manusia
. Tipe exitasi dibagi 4 stadia:
1. Std. pradromal (1 hari)
malaise, anorexia, sakit kepala,
nausea, panas, muntah-muntah,
insomnia
2. Std. sensorik
- rasa panas/terbakar pada tempat
gigitan
- gugup, iritabel
- hiperaktifitas simpatis
- lakrimasi, pupil dilatasi,
hipersalivasi, hiperhidrosis
3. Std. exitasi
- gelisah, kaget
- tiap rangsang dari luar  kejang
mis: sinar, suara, tiupan angin
(aerofobia) dapat ditunjukkan
dengan fan-test hembuskan udara
kemuka penderita  spasme farinx &
otot leher  nyeri bila menelan 
saliva keluar dari mulut.
- Suara gemericik air (hidrofobia),
meskipun kejang, penderita tetap
sadar penuh
- Serangan konvulsi makin berat 
penderita biasanya dalam keadaan
spasme atau koma.
4. Std. paralitik
- Penderita apatis sampai stupor
- Paralisis progresif
- Koma dan kematian
B. Tipe Paralitik
 Ini jarang di dapat

 Sering terjadi pada rabies yang


ditularkan kelelawar di Amerika
Latin, gejala seperti rabies pada sapi.
 Tipe ini sering pada penderita yang
pernah dapat vaksinasi anti rabies.
 Gejala tak begitu nyata, sehingga
sering diagnosis keliru
Penderita:
- depresif
- apatotik
- febris
- kelelahan badan
- ataxia
- paresis yang ascenden (dari
tungkai bawah)  mielitis akut &
progresif. Ensefalitis baru terjadi
kemudian  penderita koma.
DIAGNOSIS
 Rabies pada manusia biasanya
berdasar klinis
 Laboratorium yang telah dilengkapi
fluorescent microscopi dapat
membuat prep. sentuh kornea.
 Cara diagnosis didasarkan adanya
Negri-bodi, virus atau antigen pada
spesimen yang diperiksa.
 Negri-bodi merupakan ‘inclusim bodi’
yang khas untuk rabies.
 Besarnya tergantung lamanya
penyakit. Makin lama, negri-bodi
makin besar dan banyak.
 Negri-bodi terletak di
intrasitoplasmik, bulat oval,
asidofilik, pd yang klasik bintik
basifilik di dalamnya
Diagnosis berdasar isolasi virus
Ini memakan waktu, dan hanya sebagai
pelengkap.
 Dengan hewan percobaan

Caranya:
Suspensi 10-20% jaringan otak/air ludah
 suntikan pada intracerebral mencit
umur 3 minggu, diobservasi selama 3
minggu. Otaknya diambil  lakukan reaksi
antigen antibodi (pengikatan komplemen),
presipitasi agar atau fluorescent antibodi
test (FAT)
FAT biasanya sudah positif pada hari ke-5
Inkubasi
 Pada orang hidup
- Bila ada fasilitas pemeriksaan FAT
dilakukan test kornea. Di Indonesia
pemeriksaan ini sensitivitas 41%
spesifisitas 100%.
- Ambil saliva
Bila penderita masih ada kontak ambil
saliva di bawah lidah dengan pipet
Bila tak ada kontak tampung air ludah 
suntikkan intraserebral pada tikus  cari
Negri-bodi.
- Bila ada encephalitis  fungsi cairan
otak
 Pada orang mati
- Ambil kelenjar sub mandibula dan bagian
hipokampus otak  masukkan dalam
50% NaCl glisurin  lab. Virologi
- Bila fasilitas ada, buat susp.
kelenjar, suntikkan intraserebral
tikus/kelinci
- Buat prep. otak, cari negri-bodi
dengan pengecatan sellers
PENCEGAHAN & PENGOBATAN
 Walau dilaporkan ada 3 kasus rabies
dapat tertolong, penyakit rabies
selalu +
Pengobatan Post exposure
 Sebelum mengambil keputusan
binatang yang menggigit gila atau
tidak, lakukan observasi binatang
tersebut, bila 10 hari mati  FAT
Prinsipnya meliputi:
A. Pengobatan terhadap luka gigitan

B. Pemberian serum anti rabies

C. Vaksin anti rabies

A. Pengobatan luka gigitan


 Segera lakukan basuh luka dengan
air sabun, ether atau chloroform,
bilas dengan air bersih
 Luka olesi Iodiitinetur/alkohol 70%
B. Pemberian serum anti rabies (SAR)
Dikenal 2 SAR:
1. SAR heterolog (dari kuda dll)
2. SAR homolog (dari manusia)

 SAR dapat sebabkan supresi


terhadap produk anti bodi pada
vaksinasi rabies.
 Walau demikian SAR bersama
vaksinasi anti rabies tunjukkan
proteksi yang lebih besar
 SAR harus segera diberikan dalam
24 jam setelah gigitan 40iµ/KBB
dalam sekali pemberian, diikuti
pemberian vaksin
 Dosis SAR homolog 20 iµ/KBB sebag.
diinfiltrasikan luka gigit.
 SAR heterolog harus skintest 0,1cc
cairan 1/100 intra dermal  pos.
inf > 1 cm.
C. Pemberian vaksin anti rabies (VAR)
Ada 2 tipe:
1. Vaksin jaringan otak
Jaringan otak hewan dewasa
(kambing dll.) bayi hewan
(tikus, kelinci)
2. Yang bukan dari jaringan otak
- Duck embryo vaccin (DEV)
- Tissue Culture Vaccin (TCV)
 Vaksin asal dari otak hewan dewasa
sering timbulkan kokmplikasi
neuroparalitik encefalopati post
vaksinasi anti rabies (EPVAR)
 (EPVAR) dapat juga terjadi pada
vaksinasi DEV bahkan dengan
human diploid cells vaccin (HDC)
walau jarang
 Penggunaan HDCS
1 ml vaccin secara subcutan pada
hari 1,3,7,14,30 dan 90
 Tidakdianjurkan disuntikkan pada
bagian otot gluteal karena mungkin
vaksin yang disuntikkan akan
tersimpan di lemak atau terserap
tidak sempurna Vaksin tidak
dianjurkan disuntikkan pada bagian
bekas suntikan serum rabies
Pertolongan pertama terhadap gigitan
 Basuh luka bekas gigitan dengan air sabun selama 5-
10 menit, ether atau chloroform. Larutan pencuci ini
merupakan pelarut lemak sehingga apabila terdapat
virus rabies yang dibasuh dengan air, kemudian olesi
dengan yodium tinctura atau alkohol 70%. Suntikan
antitetanus dan antibiotika dapat diberikan.
 Hubungi puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk
mendapat vaksinasi rabies.
 Pada pasien yang mendapat luka gigitan berat (luka
jamak, luka dalam dan dekat susunan syaraf pusat)
diberikan serum pada hari pertama kemudian diikuti
vaksinasi pada hari-hari berikutnya.
 Luka gigtan dicuci dengan sabun detergen
selama 5-10 menit, dikeringkan dan diberi
yodium tinkur atau alkohol 70%. .
 Penderita dibawa ke puskesmas atau
rumah sakit terdekat untuk penanganan
lebih lanjut
 Melaporkan kejadian penggigitan ke
petugas Dinas Peternakan di tingkat
kecamatan/kabupaten atau melalui kader
 Hewan yang menggigit harus ditangkap dan
dilaporkan ke Dinas Peternakan untuk diobservasi
maka kepala anjing tersebut dikirim ke
laboratorium selama 10-14 hari. Jika hewan mati
dalam observasi maka kepala hewan tersebut
dikirim ke laboratorium untuk dilakukan
pemeriksaan kepastian diagnose penyebab
kematian.
 Apabila dalam masa observasi 14 hari hewan
tetap hidup maka hewan divaksinasi anti rabies
dan dikembalikan kepada pemilik atau dibunuh
bila tidak ada pemiliknya
Pengobatan penderita rabies
- Di UPI
- Penderita harus dirawat oleh staf
yang telah divaksinasi
- Hipoxia timbul akibat spasme otot
pernafasan, dicegah dengan ventilasi
tekanan positif intermiten yang
dapat berikan relaxasi otot dan
sedativ
- Barbiturat dan chlorpromasine
dapat diberikan
- Pemberian SAR teoritis diharapkan
dapat mencegah kerusakan jaringan
otak yang ireversibel, agaknya tak
terbukti dalam praktek.

Proteksi untuk binatang piaraan


 Di daerah endemik semua anjing dan
kucing harus divaksinasi
Kontrol penyakit rabies
 Kebijakan memberantas rabies dilaksanakan dengan
alasan utama untuk perlindungan kehidupan manusia
dan mencegah penyebaran ke hewan peliharaan/lokal
dan satwa liar.
 Karantina dan pengawasan lalu-lintas terhadap hewan
penular penyakit
 Vaksinasi/pengebalan hewan yang peka. Anjing,
kucing, dan kera mulai divaksin pada umur 3 bulan,
kemudian diulangi setiap tahun. Agar suatu daerah
bebas rabies maka harus dilakukan vaksinasi terhasap
70% populasi hewan.
 Pemusnahan hewan tak bertuan/liar.
 Terhadap hewan-hewan tak bertuan dan berkeliaran
di jalan, dapat dilakukan penangkapan dan
pemusnahan. Apabila setelah penangkapan ada
pemilik yang mengaku, dilakukan vaksinasi sebelum
dikembalikan ke pemilik.
 Pembatasan daerah rabies. Untuk menghambat
meluasnya penyebaran rabies, dilakukan pengawasan
lalu lintas hewan terutama yang bisa menjadi vektor
penyakit. Vaksinasi hewan dilakukan di sekitar
kasus, kemudian secara berkala dilakukan vaksinasi
ulang.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai