Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PENGENDALIAN VEKTOR DAN

BINATANG PENGGANGGU – A
JENIS BINATANG PENGGANGGU

Disusun oleh:
KELOMPOK 4

Bunga Dewi Arum Sari (P2.31.33.117.008)

Fikih Prihantoro (P2.31.33.117.014)

Veronica Apriliani Putri (P2.31.33.117.038)

Yuniar Dewanti (P2.31.33.117.041)

2 DIV – A

Dosen pembimbing:

Moh. Ichsan Sudjarno, SKM, M. Epid

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II

JAKARTA, MARET 2019


1. Pengertian Binatang Pengganggu

Binatang pengganggu adalah binatang yang dapat mengganggu, menyerang ataupun


menularkan penyakit terhadap manusia, hewan, dan tumbuhan. Contoh binatang pengganggu
antara lain, yaitu nyamuk, lalat, ngengat, tikus, kecoa dan binatang pengganggu lainnya. Ada
pula contoh penyakit yang disebabkan binatang pengganggu, seperti leptospirosis, pes, rabies,
dll.

2. Penyakit Rabies

2.1 Pengertian Rabies


Rabies adalah penyakit infeksi tingkat akut pada susunan saraf pusat yang
disebabkan oleh virus rabies. Penyakit ini bersifat zoonosis, yaitu dapat ditularkan dari
hewan ke manusia, dan menyebabkan kematian pada manusia dengan CFR (Case
Fatality Rate) 100%.
Virus rabies dikeluarkan bersama air liur hewan yang terinfeksi dan disebarkan
melalui luka gigitan atau jilatan hewan misalnya oleh anjing, kucing, kera, rakun, dan
kelelawar. Rabies disebut juga penyakit anjing gila.

2.2 Jenis-Jenis Penyakit Rabies

Hewan yang terinfeksi bisa mengalami Rabies ganas ataupun Rabies jinak. Pada
Rabies ganas, hewan yang terinfeksi tampak galak, agresif, menggigit dan menelan
segala macam barang, air liur terus menetes, meraung-raung gelisah kemudian menjadi
lumpuh dan mati.

Sedangkan pada Rabies jinak, hewan yang terinfeksi mengalami kelumpuhan


lokal atau kelumpuhan total, suka bersembunyi di tempat gelap, mengalami kejang dan
sulit bernapas, serta menunjukkan kegalakan.

2.3 Penyebab Rabies

Rabies disebabkan oleh virus Rabies yang masuk ke keluarga Rhabdoviridae dan
genus Lysavirus. Virus ini hidup pada beberapa jenis hewan yang berperan sebagai
perantara penularan.
2.4 Penularan Rabies

Hewan perantara menginfeksi inang yang bisa berupa hewan lain atau manusia
melalui gigitan dan non gigitan (aerogen, transplantasi, kontak dengan bahan
mengandung virus rabies pada kulit lecet atau mukosa). Cakaran oleh kuku hewan
penular rabies adalah berbahaya karena binatang menjilati kuku-kukunya.

Meskipun sangat jarang terjadi, Rabies bisa ditularkan melalui penghirupan udara
yang tercemar virus Rabies. Ekskreta kelelawar yang mengandung virus rabies cukup
untuk menimbulkan bahaya rabies pada mereka yang masuk gua yang terinfeksi dan
menghirup aerosol yang diciptakan oleh kelelawar.

2.5 Tahapan Penyakit Rabies Pada Hewan

 Fase Prodormal
Fase ini biasanya akan berlangsung dua atau tiga hari pada anjing. Pada hari
berikutnya anjing akan gelisah, cenderung menyendiri, diam dan akan mengalami
demam. Perubahan perilaku akan tampak pada fase ini. Anjing yang biasanya
ramah akan menjadi agresif atau ketakutan dan juga sebaliknya. Apabila anjing
terinfeksi melalui gigitan maka akan terasa gatal dan pedih, sehingga anjing akan
terlihat sering menjilati bagian luka tersebut, pada kucing fase ini terlihat lebih
cepat bila dibandingkan dengan anjing.
 Fase Furious ( rabies ganas )
Fase ini yang ditandai dengan sifat cepat marah apabila dirangsang dengan
cahaya dan suara. Fase Furious berlangsung selama 1-7 hari. Hewan akan terlihat
gelisah, agresif, kuat, suka menggigit jeruji kandang hingga melukai mulutnya
sendiri, suka menjelajah dan berjalan kemana-mana dengan jarak yang jauh tanpa
arah dan tujuan. Hewan yang mengalami fase ini akan nampak sempoyongan
(ataxia) saat berjalan, goyah dan mati.
 Fase Dumb ( rabies tenang )
Tahap ini disebut juga dengan fase paralisis. Hewan dalam fase ini akan
mengalami paralisis syaraf bagian kepala dan kerongkongan. Hewan akan
mengeluarkan air liur, berjalan sempoyongan dngan mulut ternganga dan tidak
dapat menelan. Dalam fase ini bisa juga dikelirukan oleh pemilik anjing, bahwa
hewan peliharaannya sedang mengalami gangguan menelan sebagai akibat
menelan benda asing. Selama periode ini dalam waktu satu minggu hewan akan
mengalami paralisis yang lebih parah dan akhirnya mati. Kebanyakan anjing akan
mengalami fase ini setelah fase prodormal.

2.6 Tahapan Penyakit Rabies Pada Manusia

Gejala sakit yang akan dialami seseorang yang terinfeksi Rabies meliputi 4
stadium:
 Stadium Prodromal,
Sakit yang timbul pada penderita tidak khas, menyerupai infeksi virus pada
umumnya yang meliputi demam, sulit makan yang menuju taraf anoreksia, pusing
dan pening, dan lain sebagainya.
 Stadium Sensoris
Penderita umumnya akan mengalami rasa nyeri pada daerah luka gigitan, panas,
gugup, kebingungan, keluar banyak air liur, pupil membesar, hiperhidrosis,
hiperlakrimasi.
 Stadium Eksitasi
Penderita menjadi gelisah, mudah kaget, kejang-kejang setiap ada rangsangan
dari luar sehingga terjadi ketakutan pada udara (aerofobia), ketakutan pada
cahaya (fotofobia), dan ketakutan air (hidrofobia). Kejang-kejang terjadi akibat
adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernapasan.
Hidrofobia yang terjadi pada penderita Rabies terutama karena adanya rasa sakit
yang luar biasa di kala berusaha menelan air.
 Stadium Paralitik
Setelah melalui ketiga stadium sebelumnya, penderita memasuki stadium
paralitik ini menunjukkan tanda kelumpuhan dari bagian atas tubuh ke bawah
yang progresif.
Karena durasi penyebaran penyakit yang cukup cepat maka umumnya keempat
stadium di atas tidak dapat dibedakan dengan jelas. Gejala-gejala yang tampak jelas pada
penderita di antaranya adanya nyeri pada luka bekas gigitan dan ketakutan pada air,
udara, dan cahaya, serta suara yang keras.

2.7 Penanganan Seseorang Yang Digigit Hewan Penderita Rabies

Seseorang yang digigit hewan penderita rabies penanganan yang dilakukan harus
ditangani dengan secepat dan sesegera mungin, hal tersebut bertujuan untuk mengurangi
efek maupun mematikan virus rabies yang masuk ke tubuh melalui luka gigitan :

 Usaha yang paling efektif untuk dilakukan adalah dengan segera mencuci luka
gigitan dengan air bersih dan sabun atau deterjen selama 5-10 menit dibawah air
mengalir/diguyur. Lalu keringkan dengan kain yang bersih.
 Luka diberi antiseptik (obat luka yang tersedia misalnya betadine, obat merah,
alkohol 70%, Yodium tincture atau lainnya) lalu dibalut dengan pembalut yang
bersih.
 Penderita luka gigitan harus segera dibawa ke dokter, Puskesmas atau rumah sakit
yang terdekat untuk mendapatkan pengobatan sementara maupun perawatan lebih
lanjut, sambil menunggu hasil observasi hewan tersangka rabies.
 Walaupun sudah dilakukan pencucian luka gigitan, penderita harus dicuci
kembali lukanya di Puskesmas atau rumah sakit.
 Luka gigitan dibalut longgar dan tidak dibenarkan dijahit, kecuali pada luka yang
sangat parah. Jika keadaan terpaksa dilakukan penjahitan, maka harus diberikan
serum anti rabies (SAR) sesuai dosis, selain itu dipertimbangkan perlu tidaknya
pemberian vaksin anti tetanus, maupun antibiotik dan analgetik.

2.8 Penanganan Hewan – hewan yang Mengigit Manusia Dan Dicurigai Menderita
Rabies, Maka Harus Diambil Tindakan Sebagai Berikut :

 Hewan yang menggigit harus ditangkap dan dilaporkan ke instansi terkait ( Dinas
Peternakan dan Pertanian ) untuk dilakukan observasi dan diperiksa kesehatannya
selama 10 – 14 hari.
 Jika mati dalam observasi maka kepala anjing tersebut dikirim ke laboratorium
untuk kepastian diagnosa penyebab kematian. Tetapi bila hasil observasi negatif
rabies yaitu hewan tetap hidup, maka hewan divaksinasi anti rabies
 Hewan pasca observasi dan sudah disuntik rabies, dapat dikembalikan kepada
pemiliknya. Apabila tidak diketahui pemiliknya (hewan liar) maka hewan dapat
dimusnahkan atau diberikan pada orang yang berminat memelihara.
 Bila hewan yang menggigit sulit ditangkap, maka harus dibunuh dan diambil
kepalanya untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium.
 Bila hewan yang menggigit tidak dapat ditemukan, maka orang yang mengalami
gigitan harus dibawa ke rumah sakit khusus.

2.9 Pencegahan

 Jadilah pemelihara hewan yang baik.


 Selalu ingat untuk memvaksinasi hewan peliharaan seperti anjing, kucing dan
kera. Tindakan ini tidak hanya melindungi hewan anda dari penyakit Rabies
tetapi juga melindungi diri anda sendiri dan keluarga anda.
 Selalu awasi binatang peliharaan anda. Kurangi kontak mereka dengan hewan
atau binatang liar. Jika binatang peliharaan anda digigit oleh hewan liar, segera ke
dokter hewan untuk diperiksa keadaannya.
 Hubungi dinas peternakan setempat bila anda menjumpai ada binatang liar yang
mencurigakan di lingkungan tempat tinggal anda.
 Hindari kontak dengan hewan liar yang tidak jelas asal usulnya.
 Nikmati hewan liar seperti rakun, serigala dari tempat yang jauh. Jangan coba
coba memberi mereka makan ataupun membelai mereka.
 Jangan sok menjadi penyayang hewan lalu mencoba memelihara hewan liar di
rumah walaupun mereka kelihatan sangat jinak.
 Cegah kelelawar memasukan rumah atau tempat anda beraktifitas.
 Jika anda bepergian ke daerah yang terjangkit Rabies, segeralah ke pusat
pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan vaksinasi Rabies
3. Penyakit Leptospirosis
3.1 Pengertian Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi bakteri yang
berbentuk spiral dari genus Leptospira sp. yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia
atau sebaliknya (zoonosis).
Leptospirosis dikenal juga dengan nama Penyakit Weil, Penyakit Swineherd's,
Demam pesawah (Ricefield fever), Demam Pemotong tebu (Cane-cutter fever), Demam
Lumpur, Jaundis berdarah, Penyakit Stuttgart, Demam Canicola, penyakit kuning non-
virus, penyakit airmerah pada anak sapi, dan tifus anjing

3.2 Penyebab Leptospirosis

Leptospirosis disebabkan oleh bakteri dari genus Leptospira dari famili.


Leptospiraceae, ordo Spirochaetales. Pewarnaan untuk kuman ini ialah impregnasi perak
Leptospira tumbuh baik pada kondisi aerobik di suhu 28°C-30°C.

Genus Leptospira terdiri dari dua spesies yaitu L. interrogans (bersifat patogen)
dan L. biflexa (bersifat saprofit/non-patogen). Leptospira patogen terpelihara dalam
tubulus ginjal hewan tertentu. Leptospira saprofit ditemukan di lingkungan basah atau
lembab mulai dari air permukaan, tanah lembab, serta air keran

3.3 Penularan Leptospirosis

Leptospira dapat menginfeksi sekurangnya 160 spesies mamalia diantaranya


adalah tikus, babi, anjing, kucing, rakun, lembu, dan mamalia lainnya. Resevoar paling
utama adalah binatang pengerat dan tikus adalah yang paling sering ditemukandi seluruh
belahan dunia. Di Amerika yang paling utama adalah anjing, ternak, tikus,binatang buas
dan kucing. Terdapat dua cara penularan, yaitu:

 Penularan Secara Langsung


Bentuk penularan Leptospira dapat terjadi secara langsung dari penderita ke
penderita dan tidak langsung melalui suatu media. Penularan langsung terjadi
melalui kontak dengan selaput lendir (mukosa) mata (konjungtiva), kontak luka
di kulit, mulut, cairan urin, kontak seksual dan cairan abortus (gugur kandungan).
Penularan dari manusia ke manusia jarang terjadi.
 Penularan Secara Tidak Langsung
Penularan tidak langsung terjadi melalui kontak hewan atau manusia dengan
barang-barang yang telah tercemar urin penderita, misalnya alas kandang hewan,
tanah, makanan, minuman dan jaringan tubuh. Kejadian Leptospirosis pada
manusia banyak ditemukan pada pekerja pembersih selokan karena selokan
banyak tercemar bakteri Leptospira. Umumnya penularan lewat mulut dan
tenggorokan sedikit ditemukan karena bakteri tidak tahan terhadap lingkungan
asam.
3.4 Perjalanan Penyakit

Setelah bakteri Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput
lendir, maka bakteri akan mengalami multiplikasi (perbanyakan) di dalam darah dan
jaringan. Selanjutnya akan terjadi leptospiremia, yakni penimbunan bakteri Leptospira di
dalam darah sehingga bakteri akan menyebar ke berbagai jaringan tubuh terutama ginjal
dan hati.

Di ginjal kuman akan migrasi ke interstitium, tubulus renal, dan tubular lumen
menyebabkan nefritis interstitial (radang ginjal interstitial) dan nekrosis tubular
(kematian tubuli ginjal). Gagal ginjal biasanya terjadi karena kerusakan tubulus,
hipovolemia karena dehidrasi dan peningkatan permeabilitas kapiler.

Gangguan hati berupa nekrosis sentrilobular dengan proliferasi sel Kupffer. Pada
konsisi ini akan terjadi perbanyakan sel Kupffer dalam hati. Leptospira juga dapat
menginvasi otot skeletal menyebabkan edema, vakuolisasi miofibril, dan nekrosis fokal.
Gangguan sirkulasi mikro muskular dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat
menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia sirkulasi.

Pada kasus berat akan menyebabkan kerusakan endotelium kapiler dan radang
pada pembuluh darah. Leptospira juga dapat menginvasi akuos humor mata dan menetap
dalam beberapa bulan, sering mengakibatkan uveitis kronis dan berulang. Setelah infeksi
menyerang seekor hewan, meskipun hewan tersebut telah sembuh, biasaya dalam
tubuhnya akan tetap menyimpan bakteri Leptospira di dalam ginjal atau organ
reproduksinya untuk dikeluarkan dalam urin selama beberapa bulan bahkan tahun.

Ciri-ciri orang yang menderita Leptospirosis, akan mengalami demam tinggi,


pada bagian betis akan terasa kaku atau pegal, dan mata memerah. Apabila sudah parah,
mata akan berubah warna menjadi kuning.

3.5 Upaya Pencegahan

Pencegahan Menurut Saroso (2003) pencegahan penularan kuman leptospirosis


dapat dilakukan melalui tiga jalur yang meliputi :
 Jalur sumber infeksi
a) Melakukan tindakan isolasi atau membunuh hewan yang terinfeksi.
b) Memberikan antibiotik pada hewan yang terinfeksi, seperti penisilin,
ampisilin, atau dihydrostreptomycin, agar tidak menjadi karier kuman
Leptospira. Dosis dan cara pemberian berbeda-beda, tergantung jenis hewan
yang terinfeksi.
c) Mengurangi populasi tikus dengan beberapa cara seperti penggunaan racun
tikus, pemasangan jebakan, penggunaan rondentisida dan predator ronden.
d) Meniadakan akses tikus ke lingkungan pemukiman, makanan dan air minum
dengan membangun gudang penyimpanan makanan atau hasil pertanian,
sumber penampungan air, dan perkarangan yang kedap tikus, dan dengan
membuang sisa makanan serta sampah jauh dari jangkauan tikus.
e) Mencengah tikus dan hewan liar lain tinggal di habitat manusia dengan
memelihara lingkungan bersih, membuang sampah, memangkas rumput dan
semak berlukar, menjaga sanitasi, 20 khususnya dengan membangun sarana
pembuangan limbah dan kamar mandi yang baik, dan menyediakan air
minum yang bersih.
f) Melakukan vaksinasi hewan ternak dan hewan peliharaan.
g) Membuang kotoran hewan peliharaan. Sadakimian rupa sehinnga tidak
menimbulkan kontaminasi, misalnya dengan pemberian desinfektan.
 Jalur penularan
a) Memakai pelindung kerja (sepatu, sarung tangan, pelindung mata, apron,
masker).
b) Mencuci luka dengan cairan antiseptik, dan ditutup dengan plester kedap air.
c) Mencuci atau mandi dengan sabun antiseptik setelah terpajan percikan urin,
tanah, dan air yang terkontaminasi.
d) Menumbuhkan kesadara terhadap potensi resiko dan metode untuk mencegah
atau mengurangi pajanan misalnya dengan mewaspadai percikan atau
aerosol, tidak menyentuh bangkai hewan, janin, plasenta, organ (ginjal,
kandung kemih) dengan tangan telanjang, dan jangn menolong persalinan
hewan tanpa sarung tangan.
e) Mengenakan sarung tangan saat melakukan tindakan higienik saat kontak
dengan urin hewan, cuci tangan setelah selesai dan waspada terhadap
kemungkinan terinfeksi saat merawat hewan yang sakit.
f) Melakukan desinfektan daerah yang terkontaminasi, dengan membersihkan
lantai kandang, rumah potong hewan dan lain-lain.
g) Melindungi sanitasi air minum penduduk dengan pengolalaan air minum
yang baik, filtrasi dan korinasi untuk mencengah infeksi kuman leptospira.
h) Menurunkan PH air sawah menjadi asam dengan pemakaian pupuk aau
bahan-bahan kimia sehingga jumlah dan virulensi bakteri leptospira
berkurang.
i) Memberikan peringatan kepada masyarakat mengenai air kolam, genagan air
dan sungai yang telah atau diduga terkontaminasi kuman leptospira..
Manajemen ternak yang baik.
 Jalur pejamu manusia
a) Menumbuhkan sikap waspada Diperlukan pendekatan penting pada
masyarakat umum dan kelompok resiko tinggi terinfeksi kuman leptospira.
Masyarakat perlu mengetahui aspek penyakit leptospira, cara-cara
menghindari pajanan dan segera ke sarana kesehatan bila di duga terinfeksi
kuman leptospira.
b) Melakukan upaya edukasi Dalam upaya promotif, untuk menghindari
leptospirosis dilakukan dengan cara-cara edukasi.
DAFTAR PUSTAKA

https://regitajune97.wordpress.com/2013/05/18/bakter-leptospira-penyebab-leptospirosis/

http://epidemiologiunsri.blogspot.com/2011/11/leptospirosis.html

http://imeykakunsi.blogspot.com/2013/12/pengendalian-vektor-dan-binatang.html?m=1

http://syamsudin-kangoufu.blogspot.com/2013/12/rabies_2057.html?m=1

https://vet02ugm.wordpress.com/2009/02/09/penanganan-dan-pencegahan-kasus-penyakit-
rabies/

Anda mungkin juga menyukai