Anda di halaman 1dari 31

RABIES PENYEBAB, CARA PENCEGAHAN, DAN CARA PENANGANANNYA

Rabies adalah suatu penyakit menular akut yang menyerang susunan syaraf pusat. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan kematian hampir 100 %. Rabies dapat menyerang semua hewan berdarah panas serta manusia, dengan jumlah korban sekitar 55,000 setiap tahun. Dari sejumlah korban ini sebagian besar di negara sedang berkembang, dengan berjuta yang lainnya terpapar gigitan. Anjing piaraan merupakan binatang penular terpenting di negara berkembang, sedangkan binatang liar merupakan penular penting di negara maju.

Tingkat kesembuhan penyakit rabies, antara lain dapat dijelaskan bahwa tercatat lima orang bisa selamat dari rabies setelah tergigit dan sempat diimunisasi sebelum terjangkit, dengan hanya hanya satu orang dalam sejarah yang berhasil sembuh dari rabies setelah terjangkit

Penyakit Rabies di Indonesia pertama kali ditemukan pada hewan sejak 1884. Sedangkan pada manusia pertama kali ditemukan pada tahun

1894 di Jawa Barat. Menurut data sampai tahun 2009, kasus rabies ditemukan di 24 provinsi di Indonesia. Sedangkan daerah dengan katagori endemis tinggi didapatkan di Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara Nusa tenggara Timur, Lampung dan Sumatra Barat. Sedangakn menurut catatan Departemen Kesehatan pada kurun waktu tahun 2006 2008 tercatat sebanyak 18.945 kasus gigitan hewan penular rabies

Patogenesis Rabies dapat dijelaskan bahwa virus ditularkan lewat gigitan yang bersifat neurotropic. Virus ini dapat masuk dalam tubuh melalui saraf tepi kemudian menuju SSP/otak melalui axoplasma saraf tepi, selanjutnya berkembang biak di otak. Sedangkan secara centrifugal : mengalir dari otak menuju ke organ yang dipersarafi, termasuk otot faring, kelenjar liur dan mata.

Masa inkubasi rabies pada hewan :3 -6 minggu setelah gigitan, sedangkan pada manusia 2-3 minggu 1 tahun, tergantung dari parah tidaknya luka gigitan, jauh dekatnya luka dengan susunan syaraf pusat, banyaknya syaraf pada luka gigitan, serta jumlah virus yang masuk kedalam luka gigitan dan jumlah luka gigitan.

Perjalanan penyakit rabies dibagi dalam beberapa tahap, antara lain : Perjalanan penyakit Rabies pada hewan : Fase Prodormal, Fase Eksitasi, dan Fase Paralisa. Fase Prodormal: Hewan mencari tempat dingin dan menyendiri , tetapi dapat menjadi lebih agresif dan nervus, pupil mata melebar dan sikap tubuh kaku (tegang). Fase ini berlangsung selama 1-3 hari. Setelah fase Prodormal dilanjutkan fase Eksitasi atau bisa langsung ke fase Paralisa. Fase Eksitasi: Hewan menjadi ganas dan menyerang siapa saja yang

ada di sekitarnya dan memakan barang yang aneh-aneh. Selanjutnya mata menjadi keruh dan selalu terbuka dan tubuh gemetaran , selanjutnya masuk ke fase Paralisa. Fase Paralisa: Hewan mengalami kelumpuhan pada semua bagian tubuh dan berakhir dengan kematian.

Tanda-tanda rabies pada hewan 1. Bentuk ganas (Furious rabies) Masa eksitasi panjang, kebanyakan akan mati dalam 2-5 hari setelah tanda-tanda terlihat. Hewan menjadi penakut atau menjadi galak. Senang bersembunyi di tempat-tempat yang dingin, gelap dan menyendiri tetapi dapat menjadi agresif . Tidak menurut perintah majikannya. Nafsu makan hilang dan air liur meleleh tak terkendali. Hewan akan menyerang benda yang ada disekitarnya & memakan barang, benda-benda asing seperti batu, kayu dsb. Menyerang dan menggigit barang bergerak apa saja yang dijumpai. Kejang-kejang disusul dengan kelumpuhan. Ekor diantara 2 (dua) paha. 2. Bentuk diam (Dumb Rabies) Masa eksitasi pendek, paralisa cepat

terjadi. Bersembunyi di temapat yang gelap dan sejuk Kejang-kejang berlangsung sangat singkat, bahakan sering tidak terlihat. Lumpuh, tidak dapat menelan, mulut terbuka. Air liur keluar terus menerus (berlebihan). Mati 3. Bentuk Asystomatis. Hewan tidak menunjukkan gejala sakit. Hewan tiba-tiba mati

Sedangkan tanda-tanda rabies pada manusia Riwayat gigitan dari hewan seperti anjing, kucing dan kera. Nafsu makan hilang, sakit kepala, tidak bisa tidur, demam tinggi, mual/muntah-muntah. Pupil mata membesar, bicara tidak karuan, selalu ingin bergerak dan nampak kesakitan. Adanya rasa panas (nyeri) pada tempat gigitan dan menjadi gugup. Rasa takut yang sangat pada air, peka terhadap suara keras, cahaya dan angin/udara. Air liur dan air mata keluar berlebihan

Kejang-kejang disusul dengan kelumpuhan dan akhirnya meninggal dunia Biasanya penderita akan meninggal 4-6 hari setelah gejala klinis atau tanda-tanda penyakit pertama timbul.

Jika kita mengalami kejadian digigit binatang yang potensial dapat menularkan rabies, maka beberapa hal berikut ini dapat anda lakukan : Cuci luka gigitan dengan sabun atau dengan deterjen selama 5-10 menit dibawah air mengalir/diguyur. Kemudian luka diberi alkohol 70% atau Yodium tincture. Setelah itu pergi secepatnya ke Puskesmas atau Dokter yang terdekat untuk mendapatkan pengobatan sementara sambil menunggu hasil dari rumah observasi hewan. Laporkan kepada petugas Dinas Peternakan setempat tentang kasus penggigitan tersebut. Hewan yang menggigit dikirim ke rumah observasi hewan Dinas Peternakan untuk diobservasi dan diperiksa kesehatannya selama 10 14 hari. Bila hewan yang menggigit tidak diketahui atau tidak dapat ditemukan, maka orang yang tergigigit harus dibawa ke rumah sakit khusus infeksi. Sedangkan tindakan yang dapat dilakukan terhadap hewan penggigit Bila hewan peliharaan atau ada pemiliknya ditangkap dan diserahkan ke Dinas Peternakan setempat untuk diobservasi selama 14 hari. Bila hasil observasi negatif Rabies maka harus divaksinasi Rabies sebelum diserahkan kembali kepada pemiliknya. Bila hewan liar / tidak ada pemiliknya usahakan ditangkap hidup dan diserahkan kepada Dinas Peternakan setempat untuk diobservasi

Setelah masa observasi selesai hewan tersebut dapat dimusnahkan atau dipelihara oleh orang yang berkenan, setelah terlebih dahulu diberi vaksinasi Rabies. Bila hewan yang menggigit sulit ditangkap dan terpaksa harus dibunuh, maka kepala hewan tersebut harus diambil dan segera diserahkan ke Dinas Peternakan setempat untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium.

Penanganan Luka Gigitan Di tempat layanan kesehatan (bagi petugas kesehatan); kecuali hanya tergores di lapisan epidermis dan tak berdarah, sekecil apapun luka itu harus dilakukan explorasi karena pada luka gigitan, kerusakan jaringan tubuh di bagian dalam lebih serius dibandingkan dengan luka yang kelihatan di permukaan kulit. Untuk mempermudah akses, setelah diberikan local anasthesia lakukan insisi dan pastikan dapat membersihkan luka hingga ke bagian dalam. Pembersihan dengan bahan iodine bisa dicampur perhidrol (H2O2) 3% dan bilas dengan cairan NaCl 0,9% dibarengi dengan nekrotomi yakni menghilangkan / memotong jaringan yang telah mati dan sangat kotor. Luka dibiarkan terbuka, rawat basah dengan kompres NaCl plus antiseptik dan dievaluasi 1 2 hari kemudian. Untuk luka yang luas dengan banyak gigitan; torehan atau insisi dapat diperpanjang karena sangat mungkin kerusakan di bagian dalam berhubungan antara luka gigitan (bite mark) satu dengan yang lain. Prosedur pencucian luka sama seperti di atas, namun jika insisi terlalu panjang (lebih dari 2 cm) penutupan luka dapat saja dijahit longgar menggunakan benang non absorbable dengan tidak lupa menyisipkan drain ke bagian dalamnya.

Drain ini bisa menggunakan material yang diambilkan dari glove atau handschoon. Dan dibuka 1-2 hari berikutnya. Pemberian vaksin Rabies (untuk kasus resiko terjangkit Rabies); bagi pasien yang belum pernah menerima vaksinasi ini, setengah dari dosis pemberian vaksin Rabies disuntikkan di sekitar luka gigitan. Pemberiannya diulang pada hari ke-3, 7, 14 dan hari ke-28 dengan masing-masing dosis 0,5 ml (cell culture rabies vaccine) tidak dibedakan baik untuk dewasa maupun anak-anak. Pada luka yang lebih parah -lebih dari satu gigitan dan masuk hingga ke lapisan subdermal- pemberian vaksin sebaiknya dikombinasi dengan Human Rabies Immunoglobulin (HRI) cukup pada saat therapy awal saj Diberikan juga kombinasi obat antibiotika yang lain untuk mengantisipasi kemungkinan infeksi oleh kuman atau bakteri jenis lainnya. Ditambahkan juga obat-obat anti-inflamasi dan anti nyeri. Berikan penjelasan sesuai faktor resiko; perhatikan lokasi luka dan jumlah gigitan. Luka yang mengenai bagian tubuh dengan perkiraan banyak susunan saraf perifer di sekitarnya (misalnya di kepala atau bagian lain tubuh yang tertutup pakaian) mempunyai resiko lebih tinggi untuk kemungkinan tertular Rabies. Jelaskan juga masa inkubasi dan gejala klinis yang bisa ditimbulkannya.

Gigitan Hewan
Banyak jenis binatang mulai dari anjing dan kucing ke hamster, musang, musang, dan tupai dapat menggigit orang dewasa dan anakanak. Banyak kali, gigitan berasal dari hewan peliharaan keluarga.

Penyebab Gigitan Hewan


Sebuah gigitan terprovokasi akan terjadi jika Anda menggoda anjing atau mencoba untuk mengambil makanan anjing sementara anjing makan. Gigitan tak beralasan dapat terjadi jika Anda sedang duduk di halaman belakang Anda dan rakun berjalan keluar dari hutan dan serangan Anda tanpa alasan yang diketahui.

Gejala Gigitan Hewan


Walaupun gigitan paling perlu diperiksa oleh dokter, jika Anda tidak

mencari perhatian segera setelah gigitan telah terjadi, maka mengamati tanda-tanda dan gejala infeksi. Gejala-gejala ini bisa menandakan ada infeksi atau puing-puing masih dalam luka (seperti gigi, pakaian, atau kotoran): Kemerahan pada atau sekitar lokasi gigitan Pembengkakan Nanah (tebal) drainase dari luka Meningkatkan rasa sakit Localized warmth at the bite site Localized kehangatan di tempat gigitan Goresan merah terkemuka dari lokasi gigitan Demam Kapan Mencari Layanan Medis Kebanyakan gigitan hewan harus dievaluasi di dokter kantor, di sebuah walk-in klinik, atau di sebuah rumah sakit darurat Departemen untuk alasan-alasan: Risiko infeksi Rusak atau tertanam gigi (kucing) atau bahan asing lainnya di luka Underlying saraf dan kerusakan pembuluh darah Jenis gigitan menimbulkan risiko infeksi tertinggi dan karenanya memerlukan evaluasi prompt: Gigitan anjing - Karena mekanisme menghancurkan gigitan Gigitan kucing- Karena mekanisme tusuk gigitan Gigitan binatang Liar (dari raccoon, misalnya) dan atau kucing gigitan anjing (hewan peliharaan Anda mungkin memiliki sendiri telah digigit oleh hewan liar) - Karena risiko tertular rabies Luka gigitan tertentu membutuhkan perhatian segera: Disebabkan oleh hewan liar atau seekor anjing liar atau kucing Kemungkinan gigi, kotoran, atau bahan lain dalam luka Excessive bleeding Perdarahan yang berlebihan Kelemahan atau mati-rasa daerah atau daerah lain jauh dari menggigit Setiap gejala lain atau keprihatinan yang mungkin Anda miliki tentang luka gigitan

Ujian dan Tes


Dokter akan menilai risiko infeksi, mencari luka lain, dan mencoba untuk meminimalkan bekas luka atau cacat dari gigitan binatang. Inspeksi: Luka akan dikaji dengan teliti untuk mencari berbagai kotoran seperti debu, rumput, gigi, pakaian, atau benda lainnya yang mungkin telah menjadi tertanam ke daerah gigitan. Kadang-kadang luka akan

mati rasa dengan lidokain sehingga tidak akan merugikan sementara dokter membuat pemeriksaan lengkap dari daerah tersebut. Hal ini tidak selalu diperlukan dan tergantung pada sejauh mana cedera. Dokter mungkin meminta x-ray untuk mencari patah tulang atau untuk memastikan tidak ada tetap dalam luka. Meskipun benda-benda tertentu seperti logam selalu muncul di x-ray , beberapa objek seperti kotoran dan rumput tidak selalu muncul. Itu sebabnya hati-hati inspeksi dan mencuci luka adalah kunci untuk perawatan yang tepat. Meskipun upaya-upaya yang terbaik, selalu ada risiko bahwa bahan asing akan terjawab dan mungkin pada luka. Irigasi: Hal ini sangat penting untuk mencegah infeksi. Beberapa teknik yang digunakan tetapi gagasan adalah sama. Dokter akan semprot irigasi larutan (biasanya larutan garam) ke dalam luka dengan baik irigasi perangkat atau sebuah jarum suntik (tanpa jarum) untuk mencuci apa pun yang dapat mencemari luka. Meskipun upaya terbaik dan niat, infeksi bisa dan masih terjadi pada gigitan binatang. Debridement (pengangkatan jaringan): gigitan Anjing dicatat karena cedera menghancurkan tipe. Hal ini akan lebih basah dan merobek terpisah kulit dan jaringan pada manusia. Hasilnya adalah bahwa air mata kulit seringkali tidak diperbaiki karena jumlah kerusakan atau mekanisme menghancurkan signifikan. Daerah-daerah tersebut biasanya memiliki baik tidak ada pasokan darah ke mereka atau penurunan suplai darah dan tidak akan bertahan dan dianggap jaringan yang mati. Dalam beberapa kasus, mungkin diperlukan bagi dokter untuk menghapus atau debride kulit.Mati rasa ini melibatkan luka dengan lidokain dan kemudian pemotongan kulit dengan baik gunting kecil atau pisau bedah untuk menghilangkan jaringan. Hal ini tidak hanya akan mengurangi risiko infeksi tetapi juga akan mempromosikan penyembuhan lebih cepat dan bahkan memungkinkan dokter untuk mendapatkan penutupan luka lebih baik. Penutupan: Tidak semua gigitan hewan harus ditutup dengan jahitan. Beberapa luka yang dijahit (dijahit) segera setelah terjadi (ini disebut penutupan sebagai primer). Beberapa diperbaiki beberapa hari kemudian (disebut penutupan sebagai tertunda). Beberapa gigitan hewan tidak pernah dijahit. Relatif bersih luka atau mereka yang dapat dengan mudah dibersihkan dapat segera dijahit. Juga gigitan ke daerah-daerah kosmetik (seperti wajah) biasanya dijahit segera. Penutupan Tertunda atau penutupan sama sekali kemungkinan besar akan terjadi dalam setiap luka yang ada di tangan atau kaki karena aliran darah menurun dan peningkatan risiko infeksi. Juga, penutupan tertunda lebih mungkin jika luka terkontaminasi (kotor) atau memiliki jumlah yang signifikan kerusakan jaringan atau jaringan hancur. Penting untuk dicatat bahwa hewan gigitan

ke tangan memiliki risiko yang sangat tinggi infeksi sehingga mereka umumnya tidak dijahit segera. luka Bite untuk tangan adalah kandidat yang sangat baik untuk penutupan tertunda.

Pengobatan Gigitan Hewan


Perlakuan terhadap gigitan binatang, setelah pemeriksaan awal, irigasi, debridement, dan mungkin penutupan tergantung pada pengalaman dokter, preferensi, dan jenis luka dan lokasi luka.

Self-Care at Home
Bersihkan luka dengan mencuci dengan sabun dan air keran sesegera mungkin. Sebuah scrubbing cahaya harus terjadi selama mencuci. Kemudian meletakkan perban bersih dan kering atas wilayah tersebut. Perawatan ini tidak boleh mengganti evaluasi yang tepat oleh dokter.

Perawatan Medis
Tergantung pada status dari luka gigitan, lokal perawatan luka bervariasi. Jika luka itu dijahit pada kunjungan pertama, maka luka harus tetap bersih dan kering. Showers diperbolehkan, tapi daerah harus dikeringkan dengan menepuk itu lembut untuk menghindari mengganggu jahitan. Jika luka itu dibiarkan terbuka, maka dokter mungkin merekomendasikan membasahi harian atau perawatan lainnya.

Obat-obatan
Jika antibiotik yang diresepkan, penting untuk mengakui bahwa mereka tidak digunakan untuk mengobati infeksi. Mereka digunakan untuk mencoba untuk mencegah infeksi. Gigitan yang umumnya menjamin antibiotik adalah: Gigitan kucing dengan tusukan mendalam luka yang diperlukan jaringan removal (debridement) Sebuah luka terkontaminasi Gigitan pada lansia Gigitan pada orang dengan kondisi medis yang kronis (seperti diabetes ) Mereka gigitan untuk daerah dengan suplai darah yang baik (wajah) umumnya tidak memerlukan antibiotik. Yang paling umum diresepkan antibiotik adalah amoksisilin / klavulanat (Augmentin) atau kombinasi dari 2 obat, amoksisilin dan sefaleksin (Keflex). Antibiotik lain yang digunakan termasuk eritromisin , kotrimoksasol (Bactrim), dan azithromycin (Zithromax). Jika digunakan pada periode awal, kursus 5-hari antibiotik umumnya memadai, meskipun beberapa merekomendasikan hanya 3 hari dan beberapa 7 hari. Aturan-aturan ini berubah jika Anda aktif

mengobati infeksi, atau jika gigitan itu sangat kotor atau terkontaminasi. Kebanyakan luka gigitan diobati dengan obat nyeri-counter-over seperti acetaminophen (Tylenol) atau ibuprofen (Motrin). Kadang-kadang, dokter mungkin menulis resep obat sakit kuat untuk kontrol jangka pendek rasa sakit dari gigitan.

Langkah Berikutnya
Ketika Anda keluar dari bagian gawat darurat atau meninggalkan kantor dokter Anda, Anda akan menerima petunjuk tentang bagaimana cara merawat luka gigitan Anda.

Tindak lanjut
Kebanyakan dokter akan merekomendasikan reevaluasi gigitan dalam 48 jam untuk mencari infeksi. Jika luka itu dijahit (yang Anda terima jahitan), dokter akan memberitahu Anda ketika jahitan perlu dihapus. Biasanya jahitan di wajah dikeluarkan dalam 3-5 hari. Jahitan atas sendi utama tinggal di 10-14 hari. Jahitan di daerah lain dikeluarkan dalam 7-10 hari.

Pencegahan
Dengan akal sehat, Anda dapat menurunkan risiko digigit binatang: Hindari kontak dan interaksi dengan hewan yang tidak diketahui. Bahkan binatang yang muncul ramah bisa menggigit jika diprovokasi. Jangan makan atau mencoba untuk menangkap atau bermain dengan hewan liar seperti tupai, musang, atau tikus. Jangan ganggu binatang ketika sedang makan atau merawat muda. Gunakan hati-hati ketika "agresif" bermain-main dengan binatang.Bahkan anjing keluarga bisa menggigit pemiliknya secara tidak sengaja saat bermain tarik tambang di atas bahwa sepatu tua. Jangan masukkan jari-jari Anda ke dalam binatang 'kandangmisalnya, di toko hewan peliharaan, kebun binatang, atau menunjukkan anjing.

Pandangan Mayoritas gigitan hewan sembuh cepat tanpa


komplikasi serius.

ASKEP RABIES I. Konsep Dasar Penyakit a. Pengertian Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies terutama anjing, kucing, dan kera. b. Etiologi Adapun penyebab dari rabies adalah : Virus rabies. Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies. Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies. c. Patofisiologi Virus rabies terdapat dalam air liur hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya atu manusia melalui gigitan dan kadang melalui jilatan.Virus akan berpindah dari tempatnya masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak, dimana mereka berkembangbiak. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf menuju ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.Banyak hewan yang bisa menularkan rabies kepada manusia. Yang paling sering menjadi sumber dari rabies adalah anjing; hewan lainnya yang juga bisa menjadi sumber penularan rabies adalah kucing, kelelawar, rakun, sigung, rubah.Rabies pada anjing masih sering ditemukan di Amerika Latin, Afrika dan Asia, karena tidak semua hewan peliharaan mendapatkan vaksinasi untuk penyakit ini.Hewan yang terinfeksi bisa mengalami rabies buas atau rabies jinak.Pada rabies buas, hewan yang terkena tampak gelisah dan ganas, kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada rabies jinak, sejak awal telah terjadi kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total.Meskipun sangat-sangat jarang, rabies bisa ditularkan melalui penghirupan udara yang tercemar. Telah dilaporkan 2 kasus yang terjadi pada penjelajah yang menghirup udara di dalam goa dimana banyak terdapat kelelawar. e. ManifestasiKlinis Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah terinfeksi, tetapi masa inkubasinya bervariasi dari 10 hari sampai lebih dari 1 tahun. Masa inkubasi biasanya paling pendek pada orang yang digigit pada kepala, tempat yang tertutup celana pendek, atau bila gigitan terdapat di banyak tempat.Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan kelumpuhan pada tungkai bawah yang menjalar ke seluruh tubuh. Tetapi penyakit ini biasanya dimulai dengan periode yang

pendek dari depresi mental, keresahan, tidak enak badan dan demam. Keresahan akan meningkat menjadi kegembiraan yang tak terkendali dan penderita akan mengeluarkan air liur. Kejang otot tenggorokan dan pita suara bisa menyebankan rasa sakit luar biasa. Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan mencoba untuk minum air bisa menyebabkan kekejangan ini. Oleh karena itu penderita rabies tidak dapat minum. Karena hal inilah, maka penyakit ini kadangkadang juga disebut hidrofobia (takut air). f. Pemeriksaan Fisik Palpasi : Apakah ada kaku kuduk atau tidak? Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Adakah pembesaran lien dan hepar ? Auskultasi : Adakah suara napas tambahan ? Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ? Peristaltik usus ? Perkusi : Apakah ada distensi abdomen? Infeksi : Amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale ? Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ? g. Pemeriksaan Penunjang 1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang. 2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan. 3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT 4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak 5. Uji laboratorium

Skrining toksik mq/dl) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan

Ketidakseimbangan elek Kalium ( N 3,80 Natrium ( N 135 h. Tindakan Pengobatan 1. Jika segera dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, maka seseorang yang digigit hewan yang menderita rabies kemungkian tidak akan menderita rabies. Orang yang digigit kelinci dan hewan pengerat (termasuk bajing dan tikus) tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut jarang terinfeksi rabies. Tetapi bila digigit binatang buas (sigung, rakun, rubah, dan kelelawar) diperlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut mungkin saja terinfeksi rabies. 2.Tindakan pencegahan yang paling penting adalah penanganan luka gigitan sesegera mungkin. Daerah yang digigit dibersihkan dengan sabun, tusukan yang dalam disemprot dengan air sabun. Jika luka telah dibersihkan, kepada penderita yang belum pernah mendapatkan imunisasi dengan vaksin rabies diberikan suntikan immunoglobulin rabies, dimana separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan. 3.Jika belum pernah mendapatkan imunisasi, maka suntikan vaksin rabies diberikan pada saat digigit hewan rabies dan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28. Nyeri dan pembengkakan di tempat suntikan biasanya bersifat ringan. Jarang terjadi reaksi alergi yang serius, kurang dari 1% yang mengalami demam setelah menjalani vaksinasi. 4.Jika penderita pernah mendapatkan vaksinasi, maka risiko menderita rabies akan berkurang, tetapi luka gigitan harus tetap dibersihkan dan diberikan 2 dosis vaksin (pada hari 0 dan 2). 5.Sebelum ditemukannya pengobatan, kematian biasanya terjadi dalam 3-10 hari. Kebanyakan penderita meninggal karena sumbatan jalan nafas (asfiksia), kejang, kelelahan atau kelumpuhan total. Meskipun kematian karena rabies diduga tidak dapat dihindarkan, tetapi beberapa orang penderita selamat. Mereka dipindahkan ke ruang perawatan intensif untuk diawasi terhadap gejala-gejala pada paru-paru, jantung, dan otak. Pemberian vaksin maupun imunoglobulin rabies tampaknya efektif jika suatu saat penderita menunjukkan gejala-gejala rabies. i. Pencegahan Langkah-langkah untuk mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus atau segera setelah terjangkit. Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan kapada orang-orang yang berisiko tinggi terhadap terjangkitnya virus, yaitu : 1.Dokter hewan. 2.Petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi.

3.Orang-orang yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies pada anjing banyak ditemukan. 4. Para penjelajah gua kelelawar. 5.Vaksinasi memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi kadar antibodi akan menurun, sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap penyebaran selanjutnya harus mendapatkan dosis buster vaksinasi setiap 2 tahun. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RABIES I. PENGKAJIAN Pengkajian mengenai: a. Status Pernafasan - Peningkatan tingkat pernapasan - Takikardi - Suhu umumnya meningkat (37,9 C) - Menggigil b. Status Nutrisi - kesulitan dalam menelan makanan -berapa berat badan pasien - mual dan muntah - porsi makanan dihabiskan - status gizi c. Status Neurosensori -Adanya tanda-tanda inflamasi d.Keamanan -kejang -kelemahan e. Integritas Ego - Klien merasa cemas - Klien kurang paham tentang penyakitnya Pengkajian Fisik Neurologik : 1. Tanda tanda vital Denyut

2. Hasil pemeriksaan kepala

3. Reaksi pupil

4. Tingkat kesadaran Irita

5. Afek

6. Aktivitas kejang

7. Fungsi sensoris

8. Refleks Refleks tendo

II. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan afiksia 2. Gangguan pola nutrisi berhubungan dengan penurunan refleks menelan 3. Demam berhubungan dengan viremia 4. Cemas (keluarga) berhubungan kurang terpajan informasi 5. Resiko cedera berhubungan dengan kejang dan kelemahan 6. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka III. Intervensi No. Dx. Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional 1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan afiksia Setelah diberikan tindakan keperawatan, diharapkan pasien bernafas tanpa ada gangguan, dengan kriteria hasil : -pasien bernafas,tanpa ada gangguan. -pasien tidak menggunakan alat bantu dalam bernafas -respirasi normal (16-20 X/menit) a. Obsevasi tanda- tanda vital pasien terutama respirasi. b.Beri pasien alat bantu pernafasan seperti O2.

c. Beri posisi yang nyaman. a. Tanda vital merupakan acuan untuk melihat kondisi pasien. b. O2 membantu pasien dalam bernafas. c. posisi yang nyaman akan membantu pasien dalam bernafas. 2. Gangguan pola nutrisi berhubungn dengan penurunan refleks menelan Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, dengan kriteria hasil : -pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan /dibutuhkan. a.Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien. b.Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan. c.Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur. d. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering. e. Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari. f. Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter. g. Ukur berat badan pasien setiap minggu. a.Untuk menetapkan cara mengatasinya. b. Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien. c.Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan d. Untuk menghindari mual e. Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi. f. Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat. g. Untuk mengetahui status gizi pasien 3. Demam berhubungan dengan viremia Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan demam pasien teratasi, dengan criteria hasil : - Suhu tubuh normal (36 370C). - Pasien bebas dari demam. a.Kaji saat timbulnya demam b.Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam c. Berikan kompres hangat d.Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter. a.untuk mengidentifikasi pola demam pasien. b. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien. c. dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan dan mempercepat penurunan suhu tubuh. d. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.

4. Cemas (keluarga) berhubungan kurang terpajan informasi tentang penyakit. Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan tingkat kecemasan keluarga pasien menurun/hilang,dengan kriteria hasil : -Melaporkan cemas berkurang sampai hilang -Melaporkan pengetahuan yang cukup terhadap penyakit pasien -Keluarga menerima keadaan panyakit yang dialami pasien. a.Kaji tingkat kecemasan keluarga. b. Jelaskan kepada keluarga tentang penyakit dan kondisi pasien. c. Berikan dukungan dan support kepada keluarga pasien. a. Untuk mengetahui tingkat cemas,dan mengambil cara apa yang akan digunakan b. informasi yang benar tentang kondisi pasien akan mengurangi tingkat kecemasan keluarga. c. Dengan dukungan dan support,akan mengurangi rasa cemas keluarga pasien. 5. Resiko cedera berhubungan dengan kejang dan kelemahan Setelah diberikan tindakan keperawatan, diharapkan pasien tidak mengalami cedera,dengan kriteria hasil : a.Klien tidak ada cedera akibat serangan kejang b.klien tidur dengan tempat tidur pengaman c.Tidak terjadi serangan kejang ulang. d.Suhu 36 37,5 C , Nadi 60-80x/menit, Respirasi 16-20 x/menit d.Kesadaran composmentis a.Identifikasi dan hindari faktor pencetus b.tempatkan klien pada tempat tidur yang memakai pengaman di ruang yang tenang dan nyaman. c.anjurkan klien istirahat d. sediakan disamping tempat tidur tongue spatel dan gudel untuk mencegah lidah jatuh ke belakng apabila klien kejang. e.lindungi klien pada saat kejang dengan : - longgarakn pakaian - posisi miring ke satu sisi - jauhkan klien dari alat yang dapat melukainya - kencangkan pengaman tempat tidur - lakukan suction bila banyak sekret f.catat penyebab mulainya kejang, proses berapa lama, adanya sianosis dan inkontinesia, deviasi dari mata dan gejala-hgejala lainnya yang timbul. g. sesudah kejang observasi TTV setiap 15-30 menit dan obseervasi keadaan klien sampai benar-benar pulih dari kejang. h.observasi efek samping dan keefektifan obat. i. observasi adanya depresi pernafasan dan gangguan irama jantung. j.lakukan pemeriksaan neurologis setelah kejang k. kerja sama dengan tim : - pemberian obat antikonvulsan dosis tinggi - pemeberian antikonvulsan (valium, dilantin, phenobarbital)

- pemberian oksigen tambahan - pemberian cairan parenteral - pembuatan CT scan a.Penemuan faktor pencetus untuk memutuskan rantai penyebaran virus rabies. b. Tempat yang nyaman dan tenang dapat mengurangi stimuli atau rangsangan yang dapat menimbulkan kejang c. efektivitas energi yang dibutuhkan untuk metabolisme. d. lidah jatung dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas. e. tindakan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya cedera fisik. f. dokumentasi untuk pedoman dalam penaganan berikutnya. g. tanda-tanda vital indikator terhadap perkembangan penyakitnya dan gambaran status umum klien. h. efek samping dan efektifnya obat diperlukan motitoring untuk tindakan lanjut. i.kompliksi kejang dapat terjadi depresi pernafasan dan kelainan irama jantung. j.kompliksi kejang dapat terjadi depresi pernafasan dan kelainan irama jantung. k.untuk mengantisipasi kejang, kejang berulang dengan menggunakan obat antikonvulsan baik berupa bolus, syringe pump. 6. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka Setelah diberikan tindakan keperawatan 3X24 jam diharapkan tidak terjadi tanda-tanda infeksi. Kriteria Hasil: -Tidak terdapat tanda tanda infeksi seperti: Kalor,dubor,tumor,dolor,dan fungsionalasia. -TTV dalam batas normal a.Kaji tanda tanda infeksi b.Pantau TTV,terutama suhu tubuh. c.Ajarkan teknik aseptik pada pasien d.Cuci tangan sebelum memberi asuhan keperawatan ke pasien. e. Lakukan perawatan luka yang steril. a.Untuk mengetahui apakah pasian mengalami infeksi. Dan untuk menentukan tindakan keperawatan berikutnya. b.Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahuikeadaan umum pasien. Perubahan suhu menjadi tinggi merupakan salah satu tanda tanda infeksi. c.Meminimalisasi terjadinya infeksi d.Mencegah terjadinya infeksi nosokomial. e.Perawatan luka yang steril meminimalisasi terjadinya infeksi. IV. Evaluasi

b. Dx 1 :- pasien tidak mengalami gangguan dalam bernafas -pasien tidak menggunakan alat bantu dalam bernafas. b. Dx 2 : - Pasien tidak mengalami gangguan dalam makan dan minum. - Pasien bisa menelan dengan baik -Pasien tidak mengalami penurunan berat badan. c. Dx 3 : -Suhu pasien normal (36-370C) - Pasien tidak mengeluh demam d. Dx 4 :- Keluarga pasien tidak cemas lagi. - Keluarga pasien bisa memahami kondisi pasiendan ikut membantu dalam pemberian pengobatan. e. Dx 5 :-Pasien tidak mengalami cedera. - Pasien tidak mengalami kejang f. Dx 6 : -Tidak ada tanda tanda infeksi seperti : kalor,dolor,tumor,dubor,dan fungsionalasia. -Luka pasien terjaga dan terawat. BAB I PENDAHULUAN Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat pada manusia dan mamalia. Rabies merupakan ensefalitis viral yang berakibat fatal. Penyakit ini disebabkan virus rabies yang termasuk genus Lyssavirus, family Rhabdoviridae dan menginfeksi manusia melalui sekret yang terinfeksi pada gigitan binatang. Masa inkubasi pada manusia sangat bervariasi dari beberapa hari sampai bertahun-tahun, tetapi biasanya 13 bulan. Rabies dapat digolongkan sebagai penyakit strategis, karena merugikan dari segi ekonomi dan kesehatan masyarakat. Distribusi rabies tersebar diseluruh dunia dan hanya beberapa negara yang bebas rabies seperti Australia, sebagian besar Skandinavia, Inggris, Islandia, Yunani, Portugal, Uruguay, Chili, Papua Nugini, Brunai, Selandia Baru, Jepang, dan Taiwan. Di Indonesia sampai akhir tahun 1977 rabies tersebar di 20 provinsi dan 7 provinsi yang dinyatakan bebas rabies adalah Bali, NTB, NTT, Maluku, Irian Jaya, dan Kalimantan Barat. Data tahun 2001 menunjukkan terdapat 7 provinsi yang dinyatakan bebas rabies yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Bali, NTB, Maluku, dan Irian Jaya.1,7 Rabies ditularkan oleh gigitan hewan (anjing) dan virus dapat disebarkan oleh beberapa jenis kelelawar. Virus rabies dapat ditemukan di dalam kelenjar air liur setelah anjing terinfeksi virus rabies selama 3 8 minggu. Pada umumnya gigitan serigala lebih berbahaya dari pada gigitan anjing, karena air liur carnivora liar mengandung lebih banyak hyaluronidase, suatu enzim yang dapat meningkatkan permeabilitas jaringan dan virulensi virus. Air liur banyak mengandung virus terutama bila gejala klinis sudah terlihat, tetapi kadang-kadang dalam beberapa hari virus sudah ada dalam air liur sebelum nampak gejala klinis.4 Virus dengan konsentrasi tinggi pada air ludahnya biasanya ditemukan

pada hewan yang menderita penyakit ini. Infeksi rabies pada hewan ditandai dengan kebiasaan hewan mencari tempat yang dingin diikuti dengan sikap curiga dan menyerang apa saja yang ada disekitarnya, hipersalivasi, paralisis dan menyebabkan kematian. Sedangkan gejala rabies pada manusia yang mencolok berupa rasa takut air (hydrophobia) dan gejala-gejala encephalitis.4 Virus rabies dapat ditemukan didalam kelenjar air liur setelah anjing terinfeksi virus rabies selama 3-8 minggu. Pada umumnya gigitan serigala lebih berbahaya dari pada gigitan anjing, karena air liur carnivora liar mengandung lebih banyak hyaluronidase, suatu enzim yang dapat meningkatkan permeabilitas jaringan dan virulensi virus. Air liur banyak mengandung virus terutama bila gejala klinis sudah terlihat, tetapi kadang-kadang dalam beberapa hari virus sudah ada dalam air liur sebelum nampak gejala klinis.2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Rabies 1 Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus neurotropik dan bersifat fatal. Penyakit ini bersifat zoonosis yaitu dapat ditularkan pada manusia lewat gigitan atau melalui luka yang terkena air liur hewan yang terinfeksi oleh virus rabies. Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang termasuk genus Lyssavirus, family Rhabdoviridae dan menginfeksi manusia melalui sekret yang terinfeksi pada gigitan binatang. Nama lain penyakit ini ialah hydrophobia, la rage (Prancis), la rabbia (Italia), la rabia (Spanyol), die tollwutt (Jerman) atau di Indonesia dikenal sebagai penyakit anjing gila. 2.2 Etiologi Rabies 1,2,3,4,6,15 Virus rabies merupakan prototipe dari genus Lyssavirus dari famili Rhabdoviridae. Virus ini bersifat neurotrop dan memiliki ukuran 100 150 mikron. Genus Lyssavirus terdiri dari 11 jenis virus yang secara antigenik mirip virus rabies dan yang menginfeksi manusia adalah virus rabies, Mokola, Duvenhage dan European bat Lyssavirus. Virus rabies mempunyai inti yang terdiri dari asam nukleat RNA saja yang bersifat genetik. Inti tersebut dikelilingi oleh ribonukleoprotein yang disebut kapsid. Kombinasi inti dan kapsid disebut nukleokapsid. Diluar nukleokapsid ada kapsomer yang terdiri dari satuan molekul protein dan diluarnya terdapat envelope yang pada permukaannya terdapat spikules (spikes). Virus ini resisten terhadap pengeringan dan freezing

thawing yang berulang, cukup stabil pada pH 5-10 serta peka terhadap suhu pasteurisasi dan sinar ultra violet. Secara garis besar partikel virus rabies mengandung 2 tipe antigen utama, yaitu : a. Glikoprotein Antigen ini berperan dalam hal bertautnya virus ke permukaan sel yang susceptible, juga mengandung antigen yang membentuk serum neutralizing antibody, yang memberikan proteksi terhadap virus rabies. b. Antigen ribonukleoprotein Antigen ini membentuk komplemen fixing antibody dan Immunofluorescence antibody. 2.3 Epidemiologi Rabies Infeksi rabies pada manusia dilaporkan pada abad pertama oleh Celsus dengan gejala hidrofobia. Pertumbuhan virus rabies pada jaringan ditemukan pada tahun 1930 dan dapat ditemukan pada mikroskop elektron pada tahun 1960. Distribusi rabies tersebar diseluruh dunia dan hanya beberapa negara yang bebas rabies seperti Australia, sebagian besar Skandinavia, Inggris, Islandia, Yunani, Portugal, Uruguay, Chili, Papua Nugini, Brunai, Selandia Baru, Jepang, dan Taiwan. Di Indonesia sampai akhir tahun 1977 rabies tersebar di 20 provinsi dan 7 provinsi yang dinyatakan bebas rabies adalah Bali, NTB, NTT, Maluku, Irian Jaya, dan Kalimantan Barat. Data tahun 2001 menunjukkan terdapat 7 provinsi yang dinyatakan bebas rabies yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Bali, NTB, Maluku, dan Irian Jaya. Jumlah kematian di dunia akibat infeksi rabies pada manusia diperkirakan lebih dari 50.000 orang tiap tahun dan terbanyak pada negara-negara Asia dan Afrika yang merupakan daerah endemis rabies. Insiden infeksi rabies di Indonesia dari tahun 1997 sampai tahun 2003 dilaporkan sebanyak 538 orang dari 86.000 kasus gigitan hewan tersangka rabies. 2.4 Patogenesis dan Patologi 1,2,6,11,15 Infeksi rabies pada manusia biasanya terjadi melalui gigitan atau kontak saliva binatang seperti anjing, kucing, kera, serigala, kelelawar, dengan luka pada host. Setelah virus rabies masuk ke dalam tubuh manusia, virus menetap selama 2 minggu pada tempat masuk dan jaringan otot di sekitarnya. Virus berkembang biak atau langsung mencapai ujungujung serabut saraf perifer tanpa menunjukkan perubahan fungsinya. Selubung virus menjadi satu dengan membran plasma dan protein ribonukleus kemudian memasuki sitoplasma. Beberapa tempat pengikatan merupakan reseptor asetilkolin post sinaptik pada neuromuscular junction pada susunan saraf pusat. Virus menyebar dari saraf perifer secara sentripetal melalui endoneurium sel-sel Schwan

dan melalui aliran aksoplasma mencapai ganglion dorsalis dalam waktu 60-72 jam dan berkembang biak. Selanjutnya virus menyebar dengan kecepatan 3 mm/jam ke susunan sara pusat melalui cairan serebrospinal. Virus menyebar di otak secara luas dan memperbanyak diri dalam semua bagian neuron, kemudian bergerak ke perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom. Penyebaran selanjutnya dari SSP ke saraf perifer termasuk serabut saraf otonom, otot skeletal, otot jantung, kelenjar adrenal, ginjal, mata, pankreas. Virus ini menyebabkan gangguan pada susunan saraf pusat atau yang biasa disebut ensefalomielitis akut (radang yang mengenai otak dan medula spinalis). Virus rabies dapat bersembunyi dengan baik dari sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan tidak adanya perkembangan respon kekebalan tubuh sehingga tubuh sulit untuk melawan. Berdasarkan teori, air liur pada jaringan getah bening dan luka kecil yang terbuka dapat menjadi jalan masuknya virus. Virus akan berpindah dari tempatnya setelah gigitan, masuk melalui saraf-saraf menuju ke medula spinalis dan otak, dimana mereka berkembang biak dengan cepat dan menyebar ke beberapa tempat di otak. Otak mengalami peradangan dan beberapa fungsi sistem saraf pusat menjadi rusak. Selanjutnya, virus akan berpindah lagi melalui saraf menuju ke beberapa jaringan tubuh termasuk kulit, kelenjar getah bening dan kelenjar ludah. Penyakit ini berlanjut ke arah paresis atau paralisis (kehilangan atau gangguan fungsi motorik yang disebabkan oleh lesi mekanisme saraf atau otot). 2.5 Gejala Klinis Rabies 1,2,10,11,12,13,14,15 Masa inkubasi virus rabies biasanya berlangsung selama 3-8 minggu, hanya 1% yang terjadi selama 9 hari dan 7 tahun. Masa inkubasi sangat bergantung pada tingkat keparahan luka, lokasi luka yang erat kaitannya dengan kepadatan jaringan saraf di lokasi luka, jarak luka dari otak, junmlah dan strain virus yang masuk, perlindungan pakaian dan faktor-faktor lain. Masa inkubasi biasanya paling singkat pada orang yang digigit di kepala atau daerah yang tertutup pakaian atau bila gigitan terdapat di banyak tempat. Masa inkubasi yang lebih lama terjadi pada individu prepubertal. Secara teoretis, gejala klinis terdiri dari 4 stadium yang dalam keadaan sebenarnya sulit dipisahkan satu dari yang lainnya, yaitu; 1. Stadium prodromal Berlangsung 1-4 hari dan biasanya tidak didapatkan gejala spesifik. Umumnya disertai gejala respirasi atau abdominal yang ditandai oleh demam, menggigil, batuk, nyeri menelan, nyeri perut, sakit kepala, malaise, mialgia dan nafsu makan menurun. Stadium prodromal dapat berlangsung sampai 10 hari. 2. Stadium neurologi akut

Stadium ini dapat berupa gejala furious atau paralitik. Gejala furious dapat berupa penderita menjadi hiperaktif, disorientasi, mengalami halusinasi, atau bertingkah laku aneh. Selang waktu beberapa jam hari, gejala hiperaktif menjadi intermitten setiap 1-5 menit berupa periode agitasi, ingin lari, menggigit, diselingi periode tenang. Gejala lain dalam fase neurologik akut adalah demam, fasikulasi otot, hiperventilasi dan konvulsi. Kematian paling sering terjadi pada stadium ini yang dapat terjadi akibat gagal nafas yang disebabkan oleh kontraksi hebat otot-otot pernafsan atau keterlibatan pusat pernafasan dan miokarditis, aritmia, dan henti jantung akibat stimulasi saraf vagus. 3. Stadium koma Apabila tidak terjadi kematian pada stadium neurologik, penderita dapat mengalami koma. Koma dapat terjadi dalam 10 hari setelah gejala rabies tampak dan dapat berlangsung hanya beberapa jam sampai berbulan-bulan tergantung dari penanganan intensif. 2.6 Pemeriksaan laboratorium1 Fase awal dari penyakit yang ditemukan pada pemeriksaan darah yaitu kadar hemoglobin normal sampai sedikti menurun pada perjalanan penyakit, leukosit antara 8000-13.000/mm3 dengan 6-8% monosit yang atipik, namun jumlah leukosit yang lebih tinggi (20.000-30.000/mm3) juga sering dijumpai, sedangkan jumlah trombosit biasanya normal. Pemeriksaan urinalisis dijumpai albuminuria dengan peningkatan sel leukosit pada sedimen. Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat dijumpai gambaran ensefalitis, peningkatan leukosit 70/mm3, tekanan cairan serebrospinal dapat normal atau meningkat, protein dan glukosa meningkat. Pemeriksaan Electro Encephalograph (EEG) dijumpai secara umum gelombang lambat dengan penekanan aktivitas dan paroksismal spike. Pemeriksaan adanya neutralizing antibody dalam serum penderita yang tidak divaksinasi dapat digunakan sebagai alat diagnostik. Fluorescent Antibodies Test (FAT) dengan cepat mengidentifikasi antigen virus rabies di jaringan otak, sedimen cairan serebrospinal, urin, bahkan setelah tekhnik isolasi virus tidak berhasil. Pemeriksaan standar di Amerika Serikat adalah dengan Rapid Fluorencent Focus inhibition Test (RFTT). Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi antibodi spesifik, dimana hasil akan diperoleh dalam 48 jam. Negri bodies yang khas untuk penyakit rabies dapat ditemukan pada 71-90% penderita, bersifat asidofilik, berbentuk bulat dan pada yang klasik terdapat butir-butir basofilik di dalamnya. Negri bodies dapat dilihat melalui pemeriksaan histologi biopsi jaringan otak penderita post mortem dan jaringan otak hewan terinfeksi atau hewan yang diinokulasi dengan virus rabies. 2.7 Diagnosis Banding Rabies 1

Tetanus dapat dibedakan dengan rabies melalui masa inkubasinya yang pendek, adanya trismus, kekakuan otot yang persisten diantara spasme, status mental normal, cairan serebrospinal biasanya normal dan tidak terdapat hidropobia. Ensefalitis dapat dibedakan dengan metode pemeriksaan virus dan tidak dijumpai hidrofobia. Rabies paralitik dapat dikelirukan dengan Syndroma Guillian Barre, transverse myelitis, Japanese ensefalitis, herpes simpleks ensefalitis, poliomielitis, atau ensefalitis post vaksinasi. 2.8 Penatalaksanaan Rabies 6 Pembersihan luka dan imunisasi yang dilakukan sesegera mungkin setelah penderita atau tersangka kontak dengan binatang dan mengikuti rekomendasi WHO, dapat mencegah timbulnya rabies pada hampir 100% dari eksposur. Pengobatan untuk mencegah rabies yang dianjurkan tergantung pada kategori kontak: Kategori I: menyentuh atau memberi makan hewan tersangka, tetapi kulit yang utuh Kategori II: minor goresan tanpa pendarahan dari kontak, atau menjilat pada kulit rusak Kategori III: satu atau lebih gigitan, goresan, pukulan pada kulit rusak, atau kontak lainnya yang menghancurkan kulit, atau paparan kelelawar Vaksin anti-rabies diberikan untuk kategori II dan III. Immunoglobin atau antibodi anti-rabies harus diberikan untuk kategori III, atau untuk orang dengan sistem kekebalan yang lebih lemah. Ketika manusia curiga terhadap binatang, usaha-usaha untuk mengidentifikasi, menangkap hewan tersebut harus dilakukan segera. Pengobatan pasca terpapar harus dimulai segera dan berhenti jika binatang adalah anjing atau kucing yang tetap sehat setelah 10 hari. Hewan yang dikorbankan atau mati harus diuji virus, dengan hasil yang dikirim ke pelayanan kesehatan hewan bertanggung jawab dan pejabat kesehatan masyarakat sehingga situasi di daerah ini didokumentasikan dengan baik. Imunisasi menurut WHO dalam pencegahan terhadap rabies bertujuan memastikan tersedianya perawatan yang efektif bahkan di negaranegara berkembang yang memiliki pasokan vaksian yang sedikit. Staf kesehatan harus terlatih dan vaksin harus disimpan secara tepat untuk efektivitas. Penanganan yang dilakukan bagi seseorang yang digigit hewan penderita rabies harus cepat dan sesegera mungkin, hal tersebut bertujuan untuk mengurangi efek virus rabies yang masuk ke tubuh melalui luka gigitan : 1. Usaha yang paling efektif untuk dilakukan adalah dengan segera mencuci luka gigitan dengan air bersih dan sabun atau detergen selama 5 10 menit dibawah air mengalir atau diguyur lalu keringkan dengan kain yang bersih.

2. Luka diberi antiseptik ( obat luka yang tersedia misalnya betadin, obat merah, alkohol 70 %, yodium tincture atau lainnya), lalu dibalut dengan pembalut yang bersih. 3. Penderita luka gigitan harus segera di bawa ke dokter, puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk medapatkan pengobatan sementara maupun perawatan lebih lanjut, sambil menunggu hasil observasi hewan tersangka rabies. 4. Walaupun sudah dilakukan pencucian luka gigitan, penderita harus dicuci kembali lukanya dipuskesmas atau rumah sakit. 5. Luka gigitan dibalut longgar dan tidak dibenarkan dijahit, kecuali pada luka yang sangat parah. Jika keadaan terpaksa dilakukan penjahitan, maka harus diberikan serum anti rabies ( SAR ) sesuai dosis, selain itu dipertimbangkan perlu tidaknya pemberian vaksin anti tetanus maupun antibiotik dan analgetik.5 Pemberian vaksin anti rabies ( VAR ) disertai dengan serum anti rabies (SAR) harus didasarkan atas tindakan tajam dengan mempertimbangkan hasil-hasil penemuan dibawah ini : 1. Anamnesis : Kontak atau jilatan atau gigitan Kejadian didaerah tertular atau terancam atau bebas Didahului tindakan provokatif atau tidak Hewan yang menggigit menunjukkan gejala rabies Hewan yang menggigit mati, tapi masih diragukan menderita rabies Penderita luka gigitan pernah di VAR, kapan? Hewan yang menggigit pernah di VAR , kapan? 2. Pemeriksaan fisik : Identifikasi luka gigitan ( status lokalis ) 3. Lain-lain : Temuan pada waktu observasi hewan Hasil pemeriksaan spesimen dari hewan Petunjuk WHO Vaksinasi memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi kadar antibodi akan menurun sehingga orang yang beresiko tinggi terhadap penyebaran selanjutnya harus mendapatkan dosis buster vaksinasi setiap 2 tahun.8

2.9 Komplikasi Rabies 1 Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan biasanya komplikasi penyakit rabies timbul pada stadium koma. Komplikasi neurologik dapat berupa peningkatan tekanan intra kranial, kelainan pada hipotalamus dengan manifestasi berupa diabetes insipidus, sindrom abnormalitas, hormon antidimetik. Disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi, hipotensi, hipertemia/hipotermia, aritmia dan henti jantung juga mungkin terjadi.

2.10 Prognosis1,9 Penyakit rabies merupakan penyakit yang sangat berbahaya dan ditakuti karena bila telah menyerang manusia atau hewan maka selalu berakhir dengan kematian. Prognosis rabies selalu fatal karena sekali gejala rabies telah tampak hampir selalu kematian terjadi 2-3 hari sesudahnya sebagai akibat gagal napas/henti jantung ataupun paralisis generalisata. 2.11 Pencegahan Rabies Cara penanganan dan pencegahan pada kasus zoonosis ditujukan pada hewan penularnya. Pada manusia, vaksin rutin diberikan kepada orang-orang yang bekerja dengan resiko tinggi, seperti dokter hewan, pawang binatang, peneliti khusus hewan dan lainnya.5 Pencegahan rabies pada hewan dapat dilakukan dengan cara : 1. Memelihara anjing dan hewan lainnya dengan baik dan benar. Jika tidak dipelihara dengan baik dapat diserahkan pada dinas peternakan atau para pecinta hewan. 2. Mendaftarkan anjing ke kantor kelurahan atau desa atau petugas dinas peternakan setempat. 3. Virus rabies dapat dicegah pada hewan dengan vaksinasi secara rutin 1 2 kali setahun tergantung vaksin yang digunakan oleh dinas peternakan, pos kesehatan hewan atau dokter hewan praktek. 4. Semua anjing atau kucing yang potensial terkena divaksin setelah umur 12 minggu lalu 12 bulan setelahnya divaksin untuk 3 tahun tiap 3 tahun. Vaksin inaktif diberikan pada kucing. 5. Penangkapan atau eliminasi anjing, kucing dan hewan lain yang berkeliaran di tempat umum dan dianggap membahayakan manusia. 6. Pengamanan dan pelaporan terhadap kasus gigitan anjing, kucing dan hewan yang dicurigai menderita rabies. 7. Penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit rabies. 8. Menempatkan hewan didalam kandang, memperhatikan serta menjaga kebersihan dan kesehatan hewan. 9. Setiap hewan yang beresiko rabies harus diikat atau dikandangkan dan tidak membiarkan anjing bebas berkeliaran. 10. Menggunakan rantai pada leher anjing dengan panjang tidak lebih dari 2 meter bila tidak dikandang atau saat diajak keluar halaman rumah. 11. Tidak menyentuh atau memberi makan hewan yang ditemui dijalan. 12. Daerah yang sudah bebas rabies harus mencegah masuknya anjing, kucing atau hewan sejenisnya dari daerah yang tertular rabies. 13. Pada area yang terkontaminasi dilakukan desinfeksi menggunakan 1 : 32 larutan pemutih pakaian untuk menginaktifkan virus dengan cepat.5

2.12 Tindakan Terhadap Orang yang Digigit atau Dijilat Oleh Hewan Yang Tersangka Atau Menderita Rabies 1. Apabila terdapat informasi ada orang yang digigit anjing atau dijilat oleh hewan yang tersangka rabies harus segera dibawa ke puskesmas terdekat untuk mendapatkan perawatan luka. 2. Apabila dianggap perlu, orang yang digigit atau dijilat hewan yang tersangka rabies harus segera dikirim ke unit kesehatan yang mempunyai fasilitas pengobatan anti rabies 3. Apabila hewan yang dimaksud ternyata menderita rabies berdasarkan pemeriksaan klinis maupun laboratories dari Dinas Peternakan, maka orang yang menjadi korban harus segera mendapat pengobatan khusus di unit Kesehatan yang mempunyai fasilitas pengobatan anti rabies. 4. Apabila hewan yang menggigit itu dapat ditangkap, atau tidak dapat diobservasi atau spesimen tidak dapat diperiksa karena rusak, maka orang digigit atau dijilat tersebut harus segera dikirim ke unit kesehatan yang mempunyai fasilitas anti rabies.3 2.13 Tindakan Terhadap Hewan Tersangka atau Menderita Rabies Apabila ada informasi hewan tersangka rabies atau menderita rabies, maka Dinas Peternakan harus melakukan penangkapan atau membunuh hewan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila setelah dilakukan observasi selama lebih kurang dua minggu ternyata hewan itu masih hidup, maka diserahkan kembali kepada pemiliknya setelah divaksinasi, atau dapat dimusnahkan apabila tidak ada pemiliknya.3 2.14 Kegunaan Vaksin Rabies 3 Manfaat dari vaksin rabies adalah untuk mengendalikan penyakit rabies, mengusahakan agar hewan yang peka terhadap rabies kebal terhadap serangan virus rabies. Untuk mencapai hal tersebut, sebagian besar populasi hewan harus dikebalkan melalui vaksinasi. Pelaksanaan vaksinasi dapat berhasil dengan baik apabila tersedia vaksin dengan kualitas bermutu dan tersedia dalam jumlah cukup. Untuk menjawab tantangan ini pusat veterinaria farma (PUSVETMA) telah berhasil memproduksi vaksin rabivet dengan kualitas baik dan murah. Untuk memperoleh vaksin rabivet dengan kualitas bermutu dan murah telah diadakan suatu rekayasa pembuatan media dan cloning virus sehingga diperoleh virus yang cocok untuk tumbuh pada media yang baru. Dibandingkan dengan vaksin rabivet maka vaksin rabivet supra 92 mempunyai kandungan protein yang jauh lebih rendah yaitu 2 mg/ml. Dengan turunnya kandungan protein diharapkan tidak terjadi

reaksi anafilaksis dan tidak menimbulkan rasa sakit pada suntikan. PH vaksin juga menunjukkan kestabilan yaitu kurang lebih 7 sesuai dengan PH tubuh. Hasil uji potensi vaksin tersebut dibandingkan dengan vaksin impor (rabisin) menurut metode National Institute Health (NIH) menunjukkan hasil yang sama dengan relatif potensi sebesar 1,2. Hasil uji dalam bentuk garis regrasi dari kedua jenis vaksin tersebut ternyata memperlihatkan garis linear yang hampir sejajar. Upaya yang dilakukan PUSVETMA tidak hanya meningkatkan mutu vaksin yang dihasilkan tetapi juga kapasitas produksi pertahun juga ditingkatkan. Peningkatan kapasitas produksi dilakukan dengan melengkapi peralatan yang ada, penggunaan alat yang efisien dan penguasaan teknik produksi. Vaksin rabivet supra 92 produksi PUSVETMA dapat dipertanggung jawabkan untuk dipakai dalam pengendalian penyakit rabies di Indonesia sebab mempunyai potensi baik, stabil dan efek samping rendah.

Kelebihan vaksin rabivet yaitu : 1. Rabivet tidak mengandung jaringan saraf dan kandungan proteinnya lebih rendah sehingga efek samping berupa alergi dan paralisa non spesifik sangat dikurangi. 2. Mudah di produksi secara besar-besaran. 3. Harga satuan lebih rendah. 4. Pencemaran lingkungan dan resiko tersebarnya virus sangat rendah. 5. rabies mempunyai masa kekebalan yang lebih lama.

BAB III KESIMPULAN Kematian yang merupakan prognosa dari rabies seharusnya memaksa para dokter untuk memperlakukan korban gigitan lebih intensif karena pernah ada laporan korban yang sembuh akibat gigitan hewan penular rabies. Dokter saraf harus memperhitungkan rabies sebagai diagnosa banding dan mencari kemungkinan paparan virus rabies pada pasiennya. Pencegahan rabies pada manusia di Indonesia dengan pemberian vaksin yang berasal dari jaringan syaraf binatang pada umumnya dan kera pada khususnya hanya diberikan jika ada indikasi, karena kemungkinan timbulnya komplikasi yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup dan mempunyai angka kematian tinggi. Pemakaian SAR dianjurkan pada pengobatan pasca terpapar sesuai dengan rekomendasi WHO Expert Committer on Rabies di Rabies Centrees.

Program diagnostik rabies penting dan diperlukan dalam rangka penaggulangan rabies. Pengujian vaksin rabies inaktivasi untuk menjamin keamanan pangan (inaktivasi) vaksin rabies. Penanganan vaksinasi hewan harus dilakukan dengan benar untuk menjamin keberhasilan vaksinasi.

DAFTAR PUSTAKA 1. Harijanto PN , Gunawan CA, dkk. 2006. Rabies dikutip dari BAB Tropik Infeksi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI : Jakarta 2. Calvarica. Rabies dikutip dari http://www.who.int/rabies/trs931_ %2006_05.pdf-who. 6 Januari 2010 3. Mahendrasari D. Penanganan dan Pencegahan Kasus Penyakit Rabies dikutip dari http://duniaveteriner.com/2009/05/penanganan-danpencegahan-kasus-penyakit-rabies/print-penangan dan pencegahan peny.rabies, 6 Januari 2010 4. Soedijar IL, Dharma DM, Review Rabies dikutip dari http://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/lokakarya/lkzo05-20.pdfreview rabies, 6 Januari 2010 5. Suwarno. 2005 . Identifikasi Virus Rabies yang Diadaptasi pada Kultur Sel Neuroblastoma dengan Indirect Sandwich-ELISA dan DirectFAT dalam Media Kedokteran Vol.21, No 1 dikutip dari http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/MKH-21-1-11.pdf-identifikasi virus, 6 Januari 2010 6. Briggs D, Bourhy H, Cleaveland S, et all. 2004 WHO Expert Consultation On Rabies First Report available from http://www. Cdc.gov/ncidod, 11 Januari 2010 7. Wafiatiningsih, Bariroh NR, Sulistiyono, Saptati RA. Penyakit Rabies di Kalimantan Timur dikutip dari http://peternakan.litbang.deptan.go.id/ publikasi/lokakarya/lkzo05-13.pdf-peny.rabies di kaltim, 6 januari 2010 8. Hiswani. 2003. Pencegahan dan Pemberantasan Rabies dikutip dari http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani10.pdf-pencegahan dan pembrantasan rabies, 6 Januari 2010 9. Syailin, Rabies Antara Bisnis, Edukasi dan Ancaman dikutip dari http://koranpdhi.com/buletin-edisi12/edisi12-rabies.htm-rabies antara bisnis, 10 Januari 2010 10. Anonymous. http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalahtentang/rabies-rabies indoskripsi, 9 Januari 2010 11. Makruf A. Rabies dan Penatalaksanaannya dikutip dari http://aswarmakruf.com/diagnosis-terapi/rabies-danpenatalaksanaannya/index.html-rabies dan penatalaksanaannya, 10 Januari 20101

12. Anonymous. Rabies dikutip dari http://www.dszoo.com/forum/showthread .php?p=47-rabies dszoo, 10 Januari 2010 13. Vyas JM. Rabies dikutip dari http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ ency/article/001334.htm--rabiesmedline plus, 11 Januari 2010 14. Anonymous, Rabies dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Rabiesrabies wikipedia, 12 Januari 2010 15. Anonymous, Rabies (Aning Gila) dikutip dari http://medicastore.com/penyakit/225/Rabies_anjing_gila.html-rabies medicastore, 12 Januari 2010 16. Barlough JE, Scott Fred W, Rabies dikutip dari http://maxshouse.com/rabies.htm--rabies maxhouse, 12 Januari 2010 17. Adjid RMA, Sarosa A, Syafriati, Yuningsih, Oenyakit Rabies di Indonesia dan Pengembangan Teknik Diagnosisnya dikuti dari http://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/wartazoa/wazo1541.pdf--peny rabies dan pengembangan di indonesia

Anda mungkin juga menyukai