BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rabies adalah infeksi virus akut yang menyerang sistem saraf pusat
infeksi kepada hewanlainnya atu manusia melalui gigitan dan kadang melalui
jilatan. Banyak hewan yang bisa menularkan rabies kepada manusia. Yang paling
sering menjadi sumber dari rabies adalah anjing, hewan lainnya yang juga bisa menjadi
sumber penularan rabies adalah kucing, kelelawar, rakun, sigung, rubah. Penyakit
gigitan rabies ke Indonesia mencapai jumlah 20.926 kasus gigitan per tahun pada tahun
Indonesia.
B. Rumusan masalah
C. Tujuan penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi
Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus,
bersifat akut serta menyerang susunan saraf pusat. Hewan berdarah panas dan
manusia. Rabies bersifat zoonosis artinya penyakit tersebut dapat menular dari hewan
ke manusia dan menyebabkan kematian pada manusia dengan CFR (Case Fatality
Rate) 100%. Virus rabies dikeluarkan bersama air liur hewan yang terinfeksi da
genus Lyssa. Virus berbentuk peluru atau silindris dengan salah satu ujungnya
berbentuk kerucut dan pada potongan melintang berbentuk bulat atau elip (lonjong).
(amplop) dibagian luarnya yang pada permukaannya terdapat tonjoloan (spikes) yang
jumlahnya lebih dari 500 buah. Pada membran selubung (amplop) terdapat kandungan
(spikes) yang jumlahnya lebih dari 500 buah. Pada membran selubung (amplop)
terdapat kandungan lemak yang tinggi. Virus berukuran panjang 180 nm, diameter 75
nm, tonjolan berukuran 9 nm, dan jarak antara spikes 4-5 nm. Virus peka terhadap sinar
ultraviolet, zat pelarut lemak, alkohol 70 %,yodium, fenol dan klorofrom. Virus dapat
bertahan hidup selama 1 tahun dalam larutan gliserin 50 %. Pada suhu 600 C virus mati
dalam waktu 1 jam dan dalam penyimpanan kering beku (freezedried) atau pada suhu
Ket: Virus rabies dengan bentuk seperti peluru yang dikelilingi oleh paku-
digulung dalamRNA.
C. Gejala Klinis
1. Pada Hewan
a) Stadium Prodromal
Keadaan ini merupakan tahapan awal gejala klinis yang dapat berlangsung antara
2-3 hari. Pada tahap ini akan terlihat adanya perubahan temperamen yang masih
kornea berkurang, pupil melebar dan hewan terlihat acuh terhadap tuannya. Hewan
menjadi sangat perasa, mudah terkejut dan cepat berontak bila ada provokasi. Dalam
keadaan ini perubahan perilaku mulai diikuti oleh kenaikan suhu badan.
b) Stadium Eksitasi
Tahap eksitasi berlangsung lebih lama daripada tahap prodromal, bahkan dapat
berlangsung selama 3-7 hari. Hewan mulai garang, menyerang hewan lain ataupun
manusia yang dijumpai dan hipersalivasi. Dalam keadaan tidak ada provokasi hewan
menjadi murung terkesan lelah dan selalu tampak seperti ketakutan. Hewan mengalami
fotopobi atau takut melihat sinar sehingga bila ada cahaya akan bereaksi secara
c) Stadium Paralisis.
Tahap paralisis ini dapat berlangsung secara singkat, sehingga sulit untuk dikenali
atau bahkan tidak terjadi dan langsung berlanjut pada kematian. Hewan mengalami
2. Pada Manusia
a) Stadium Prodromal
Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf pusat adalah
perasaan gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala, gatal, merasa seperti terbakar,
kedinginan, kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari.
b) Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka
kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap
ransangan sensoris.
c) Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala berupa
eksitasi atau ketakutan berlebihan, rasa haus, ketakutan terhadap rangsangan cahaya,
tiupan angin atau suara keras. Umumnya selalu merintih sebelum kesadaran hilang.
Penderita menjadi bingung, gelisah, rasa tidak nyaman dan ketidak beraturan.
Kebingungan menjadi semakin hebat dan berkembang menjadi argresif, halusinasi, dan
d) Stadium Paralis
ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang
bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang yang
D. Patofisiologi
virus rabies masuk kedalam tubuh melalui luka atau kontak langsung dengan
selaput mukosa dengan rasio gigitan dan cakaran sebasar 50:1. Virus rabies tidak bisa
menemus kulit yang utuh. Virus rabies membelah diri dalam otot atau jaringan ikat pada
tempat inokolasi dan kemudian memasuki saraf tepi pada sambungan neuromuskuler.
Setelah virus menempel pada reseptor nikotinik asetilkolin lalu virus menyebar secara
sentripetal melalui serabut saraf motorik dan juga serabut saraf sensorik tipe cepat
dengan kecepatan 50 sampai 100mm per hari. Setelah melewati medulla spinalis, virus
bereplikasi pada motor neuron dan ganglion sensoris, akhirnya mencapai otak. Kolkisin
dapat menghambat secara efektif transport akson tipe cepat tersebut. Virus melekat
atau menempel pada dinding sel inang. Virus rabies melekat pada sel melalui duri
untuk virus rabies. Kemudian secara endositosis virus dimasukkan ke dalam sel inang.
Pada tahap penetrasi virus telah masuk kedalam sel inang dan melakukan penyatuan
diri dengan sel inang yang ditempati, terjadilah transkripsi dan translasi.
Genom RNA untai direkam oleh polymerase RNA terkait, varion menjadi lima
sepsis mRNA. Genom ini merupakan cetakan untuk perantara replikatif yang
berbentuk peluru mendapat selubung melalui pertusan yang melalui slaput plasma.
Protein matriks virus membentuk lapisa pada sisi dalam seubung. Sementara
glikoprotein virus berada pada selaput luar dan membentuk duri. Setelah bagian-bagian
sel lengkap, sel virus tadi menyatuh diri kembali dan membentuk virus baru yang
menginfeksi inang yang lainnya, kemudian melanjutkan diri bergerak secara
batang otak dan nukleus selebralis batang otak selanjutanya virus akan
yang relatif tidak terinfeksi. Virus rabies tidak bias menginfeksi sel granuler
Kinate.
Jika virus telah mencapai otak, maka ia akan memperbanyak diri dan menyebar
Akibat dari pengaruh infeksi sel-sel dalam sistem limbic ini, pasien akan
serabut aferen dan pada serabut saraf volunteer maupun otonom. Dengan
demikian, virus dapat menyerang hampir seluruh jaringan dan organ tubuh
dan berkembang biak dalam jaringan seperti kelenjar ludah. Virus rabies
kelenjar ludah, kulit, jantung, dan organ lain. Replikasi di luar saraf terjadi
pada kelenjar ludah, lemak coklat, dan kornea. Kepekaan terhadap infeksi
dan masa inkubasi bergantung pada latar belakang genetic inang, strain
virus yang terlibat, konsentrasi reseptor virus pada sel inag, jumlah nokulen,
beratnya laserasi, dan jarak yang harus ditempuh virus untuk bergerak dari
titik masuk ke susunan sarf pusat. Gambaran yang paling menonjol dalam
infeksi rabies adalah terdapatnya badan negri yang khas terdapat dalam
Gambar 5 Skema patofisiologi infeksi virus rabies. Nomor pada gambar menunjukkan urutan
kejadian
E. Masa Inkubasi
Masa inkubasi pada manusia yang khas adalah 1-2 bulan tetapi bisa 1 minggu
atau selama beberapa tahun (mungkin 6 tahun atau lebih). Biasanya lebih
cepat pada anak-anak dari pada dewasa. Kasus rabies manusia dengan periode
inkubasi yang panjang (2 sampai 7 tahun) telah dilaporkan, tetapi jarang terjadi. Masa
inkubasi tergantung pada umur pasien, latar belakang genetic, status immune, strain
virus yang terlibat, dan jarak yang harus ditempuh virus dari titik pintu. Masuknya ke
susunan saraf pusat. Masa inkubasi tergantung dari lamanya pergerakan virus dari
lamanya pergerakan virus dari luka sampai ke otak, pada gigitan dikaki masa inkubasi
kira-kira 60 hari, pada gigitan ditangan masa inkubasi 40 hari, pada gigitan di kepala
F. Epidemiologi
1. Berdasarkan Orang
Rabies telah menyebabkan kematian pada orang dalam jumlah yang cukup banyak.
Tahun 2000, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa setiap tahun di
kepekaan terhadap rabies kelihatannya tidak berkaitan dengan usia, seks atau ras.
2. Berdasarkan Tempat
Di Amerika Serikat rabies terutama terjadi pada musang, raccoon, serigala dan
kelelawar. Rabies serigala terdapat di Kanada, Alaska dan New York. Kelelawar
penghisap darah (vampir), yang menggigit ternak merupakan bagian penting siklus
rabies di Amerika latin. Eropa mempunyai rabies serigala, di Asia dan Afrika masalah
Beberapa daerah di Indonesia yang saat ini masih tertular rabies sebanyak 16
propinsi, meliputi Pulau Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu,
(Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur) dan Pulau Flores.
Kasus terakhir yang terjadi adalah Propinsi Maluku (Kota Ambon dan Pulau Seram).
3. Berdasarkan Waktu
1. Pencegahan
Strategi biaya yang paling efektif untuk mencegah rabies pada orang adalah dengan
anjing) telah mengurangi jumlah manusia (dan hewan) kasus rabies di beberapa
negara, khususnya di Amerika Latin. Namun, kenaikan terbaru dalam kematian rabies
pada manusia di beberapa bagian Afrika, Asia dan Amerika Latin menunjukkan bahwa
rabies adalah ulang muncul sebagai masalah kesehatan masyarakat yang serius.
Mencegah rabies pada manusia melalui kontrol rabies anjing piaraan adalah tujuan
yang realistis bagi sebagian besar Afrika dan Asia, dan dibenarkan finansial dengan
tabungan masa depan penghentian profilaksis pasca pajanan bagi orang-orang. Kasus
zoonosis yaitu penyakit menular dari hewan ke manusia, cara penanganannya dan
diberikan kepada orang-orang yang pekerja dengan resiko tinggi, seperti dokter hewan,
2. Pengobatan
Pada hewan tidak ada pengobatan yang efektif, sehingga apabila hasil diagnosa
pengobatan Pasteur, pemberian VAR dan SAR sesuai dengan prosedur standar
operasi (SOP)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat kita simpulkan bahwa penyakit Rabies disebabkan oleh virus rabi. Biasanya
yang lebih rentan terkena remaja dan anak-anak yang tinggal di daerah dimana anjing
lebih banyak dari pada penghuni desa tersebut. Rabies adalah penyakit zoonosis
(penyakit yang ditularkan ke manusia dari hewan) yang disebabkan oleh virus. Penyakit
ini menginfeksi hewan domestik dan liar, yang menyebar ke orang melalui kontak dekat
Gejala rabies pada manusia biasanya diawali dengan demam, nyeri kepala, sulit
menelan, hipersalivasi, takut air, peka terhadap rangsangan angin dan suara, kemudian
diakhiri dengan kematian. Biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah
terinfeksi.
B. Saran
Untuk mencegah penyakit ini dapat kita lakukan vaksinasi terhadap hewan-hewan
seperti Anjing, Monyet, Kucing, Musang dll. Dan apabila tergigit oleh hewan tersebut
Penyakit rabies merupakan penyakit menular akut dari susunan syaraf pusat yang disebabkan
oleh virus rabies. Ditularkan oleh hewan penular rabies terutama anjing, kucing dan kera melalui
gigitan, aerogen, transplantasi atau kontak dengan bahan yang mengandung virus rabies pada
kulit yang lecet atau mukosa. Penyakit ini apabila sudah menunjukkan gejala klinis pada
hewan dan manusia selalu diakhiri dengan kematian, angka kematian Case Fatality Rate
(CFR) mencapai 100% dengan menyerang pada semua umur dan jenis kelamin. Kekebalan
alamiah pada manusia sampai saat ini belum diketahui.
Adapun landasan hukum yang dipergunakan di Indonesia diantaranya UU No.4 Th.1984 tentang
wabah penyakit menular. Keputusan bersama Dirjen P2 dan PL, Dirjen Peternakan dan Dirjen
PUOD No. KS.00-1.1554, No.99/TN.560/KPTS/DJP/Deptan/1999,N0.443.2-270 tentang
Pelaksanaan Pembebasan dan Mempertahankan Daerah Bebas Rabies di wilayah Republik
Indonesia.
1. Gambaran Klinis
2. Etiologi
Virus Rabies termasuk golongan Rhabdovirus, berbentuk peluru dengan kompoisisi RNA, lipid,
karbohidrat dan protein. Sifat virus rabies cepat mati dengan pemanasan pada suhu 60°C, sinar
ultraviolet dan gliserin 10%, dengan zat- zat pelarut lemak (misalnya air sabun, detergent,
chloroform, ethe, dan sebagainya), diluar jaringan hidup, dapat diinaktifkan dengan B-
propiolakton, phenol, halidol azirin. Bisa bertahan hidup dalam beberapa minggu di dalam
larutan gliserin pekat pada suhu kamar, sedangkan pada suhu di bawah 4°C dapat bertahan hidup
sampai berbulan-bulan.
3. Masa Inkubasi
Masa inkubasi dari penyakit rabies 2 minggu s.d 2 tahun. Sedangkan di Indonesia masa inkubasi
berkisar antara 2 – 8 minggu.
Sumber penyakit rabies adalah anjing (98%), kucing dan kera (2%). serta hewan liar lainnya
(serigala, raccoon/rakun, harimau, tikus, kelelawar). Cara penularan melalui gigitan dan non
gigitan (aerogen, transplantasi, kontak dengan bahan mengandung virus rabies pada kulit lecet
atau mukosa).
5. Pengobatan
Setiap kasus gigitan hewan penular rabies ditangani dengan cepat melalui pencucian luka gigitan
dengan sabun / detergen dengan air mengalir selama 15 menit, kemudian diberikan antiseptic
(alkohol 70%, betadine, obat merah, dan lain-lain). Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) dan
Serum Anti Rabies (SAR) dihentikan bila hewan penggigit tetap sehat selama 14 hari observasi
dan hasil pemeriksaan laboratorium negatif. Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) dilakukan
berdasarkan :
a. Luka Risiko Rendah :
Yang termasuk luka risiko rendah adalah jilatan pada kulit luka, garukan, atau lecet, luka kecil di
sekitar tangan, badan dan kaki.
Pemberian VAR diberikan pada hari ke 0 sebanyak 2 dosis secara intramuskuler (i.m) di lengan
kiri dan kanan. Suntikan kedua dilanjutkan pada hari ke 7 sebanyak 1 dosis dan hari ke 21
sebanyak 1 dosis. Bila kasus GHPR 3 bulan sebelumnya mendapat VAR lengkap tidak perlu
diberikan VAR, bila lebih dari 3 bulan sampai 1 tahun diberikan VAR 1 kali dan bila lebih dari 1
tahun dianggap penderita baru yang harus diberikan VAR lengkap.
b. Luka Resiko Tinggi
Yang termasuk luka resiko tinggi jilatan/luka di mukosa, luka diatas daerah bahu, (mukosa,leher,
kepala), luka pada jari tangan dan kaki,genetalia, luka lebar/dalam dan luka yang banyak
(multiple wound).
Pengobatan melalui kombinasi VAR dan SAR, Serum Anti Rabies (SAR) diberikan saat
bersamaan dengan VAR pada hari ke 0, sebagian besar disuntikan pada luka bekas gigitan dan
sisanya disuntikan secara i.m pada bagian tubuh lain yang letaknya berbeda dengan penyuntikan
VAR. Pemberian VAR sebanyak 4 kali pemberian secara i.m pada hari ke 0 dengan 2 x
pemberian, hari 7 (1X) dan hari 21 (1X). Pemberian booster VAR pada hari ke 90 sebanyak 1
dosis.
6. Epidemiologi
Rabies tersebar luas diseluruh dunia, antara lain : Rusia, Argentina, Brasilia, Australia, Israel,
Spanyol, Afghanistan, Amerika Serikat, Indonesia, dan sebagainya. Tahun 2010 penyakit Rabies
menyebar di 24 provinsi sebagai daerah tertular dari 33 provinsi di Indonesia, hanya 9 Provinsi
yang masih bebas yaitu Kep.Riau, Bangka Belitung, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah,
Jawa Timur, NTB, Papua dan Irian Jaya Barat yang masih dinyatakan sebagai daerah bebas
rabies. Provinsi Bali sebelumnya adalah daerah bebas Rabies secara historis, tetapi pada bulan
November tahun 2008 terjadi KLB Rabies di Provinsi Bali, kemudian berdasarkan SK Mentan
Nomor 1696 Tahun 2008 Provinsi Bali ditetapkan sebagai Kawasan Karantina Penyakit Anjing
Gila (Rabies).
Situasi Rabies di Indonesia tahun 2010 dilaporkan 78.288 kasus Gigitan Hewan Penular Rabies
(GHPR), dengan Lyssa (kematian rabies) sebanyak 206 orang dan telah dilakukan pemberian
VAR (Vaksin Anti Rabies) 62.980 orang (81%).
Kasus Rabies pada manusia pada tahun 2010 terbanyak dilaporkan dari provinsi Bali dengan
kematian 82 orang. Ada pun Provinsi yang berhasil menekan jumlah lyssa menjadi 0 kasus pada
tahun 2010 ada 8 provinsi yaitu provinsi NAD, Bengkulu, Banten, Kalimantan Timur,
Kalimantan Selatan dan Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
Situasi Rabies di Indonesia sampai 19 September tahun 2011 dilaporkan 52.503 kasus Gigitan
Hewan Penular Rabies (GHPR), dengan Lyssa (kematian rabies) sebanyak 104 orang dan telah
dilakukan pemberian VAR (Vaksin Anti Rabies) 46.051 (87,71%).
Dalam rangka menuju Indonesia bebas Rabies 2015, batasan kriteria KLB rabies adalah apabila
terjadi 1 (satu) kasus kematian Rabies (Lyssa) pada manusia dengan riwayat digigit Hewan
Penular Rabies.
1) Penyelidikan epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi dilakukan terhadap setiap laporan adanya peningkatan kasus gigitan
hewan tersangka Rabies. Penyelidikan diarahkan pada penemuan kasus tambahan gigitan hewan
tersangka rabies lainnya.
Kasus Rabies adalah penderita gigitan hewan penular Rabies dengan gejala klinis rabies yang
ditandai dengan Hydrophobia. Penegakan diagnosa dilakukan secara konfirmasi Laboratorium
pada Hewan Penular Rabies dengan cara memotong hewan yang menggigit dan mengirimkan
kepalanya ke Balai Besar Penelitian Veteriner (BBvet) untuk diperiksa otaknya. Otak diperiksa
apakah di otak ditemukan Negri Bodies, bila ditemukan kasus tersebut adalah kasus konfirm
diagnose Rabies.
2) Penanggulangan
Penanggulangan yang dilakukan bertujuan untuk mencegah dan membatasi penularan penyakit
Rabies.
a. Melengkapi unit pelayanan kesehatan dengan logistik untuk pengobatan dan pengambilan
spesimen (bila diperlukan).
b. Berkoordinasi dengan Dinas Peternakan setempat untuk tatalaksana hewan penular rabies
(vaksinasi, eliminasi dan pembatasan lalu-lintas hewan penular rabies).
c. Melibatkan para pengambil keputusan dan tokoh masyarakat untuk menyampaikan informasi
tentang apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan masyarakat bila terjadi kasus gigitan/
kasus rabies.
d. Pencucian luka gigitan hewan penular rabies dengan sabun atau detergen dengan air mengalir
selama 10-15 menit.
e. Pemberian VAR dan SAR sesuai prosedur (Pengobatan).
f. Penyuluhan tentang bahaya rabies serta pencegahannya kepada masyarakat.
a. Perkembangan jumlah kasus gigitan dan kasus rabies dengan melalui surveillans aktif di
lapangan berupa data kunjungan berobat, baik register rawat jalan dan rawat inap dari unit
pelayanan termasuk rabies center dan masyarakat yang kemudian disajikan dalam bentuk grafik
untuk melihat kecenderungan KLB.
b. Berkoordinasi dengan Dinas Peternakan mengenai data perkembangan populasi hewan
tersangka rabies
sumber :
BUKU PEDOMAN Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular
dan Keracunan Pangan (Pedoman Epidemiologi Penyakit)