Anda di halaman 1dari 22

STUDI KASUS

“Canine Rabies”
Maria Reyneldis Listiani Hoda,
S.K.H
2209022048
01
Etiologi 02
Patogenesis
03
Gejala klinis & temuan
patologi
04
EPIDEMIOLOGI
05
Diagnosa Banding 06
Diagnosa Laboratorium
07
PENANGANAN
ETIOLOG
Virus Rabies
I
(RABV) Virus RNA beruntai
tunggal (ss) negatif-sense, diklasifikasikan dalam
genus Lyssavirus, Familily Rhabdoviridae.

Bentuk seperti peluru, panjang 180 μm dan lebar 80


μm. Inti sel ttd asal nukleat RNA, dikelilingi oleh
ribonukleat protein yang disebut kapsid,
kombinasi inti dan kapsid disebut nukleokapsid,
pada bagian luarnya terdapat envelope yang pada
permukaan luarnya terdapat spikules (spike)

Envelope virus ini diketahui berperanan penting


sebagai penentu “invectivity”nya, sedangkan RNA
dan nukleokapsidnya sendiri tidak infeksius
ETIOLOG
Memiliki 2 antigenIutama yaitu: pada
bagian dalam berupa nukleoprotein
spesifik/ ribonukleoprotein dan
bagian luar berupa glikoprotein.

Glikoprotein yang berperanan dalam


merangsang terjadinya netralisasi antibodi
serum dan berperan dalam hal pertautan
(attachment) virus ke permukaan sel yang
“susceptible”.
Patogenesis

Inokulasi transdermal air liur GHPR Virus masuk


ke dalam sel otot yang dekat dengan tempat gigitan
(dengan bantuan protein G pada spike berikatan
dengan reseptor asetilkolin (P75NR) pada
permukaan sel resplikasi pada sel otot migrasi ke
SSP ­ replikasi di neuron motorik otak virus
menyebar secara sentrigufal dari ssp menuju ke
berbagai organ dan bereplikasi ex. Kelenjar ludah
perkembangan penyakit klinis hipersalivasi,
perubahan perilaku dll.
Gejala klinis dan temuan patologi

Ada 3 bentuk/tipe rabies pada hewan, yakni:


1. Bentuk Ganas (agresif) dikenal dengan Furios rabies Paling
berbahaya dan stadium eksitasinya panjang., air liur hewan banyak
mengandung virus rabies dengan konsentrasi yang tinggi. Bentuk ganas ini
prosesnya melalui beberapa tahap berturut-turut sebagai berikut :

Tahap prodormal berlangsung 1-3 hari dan ditandai dengan perubahan


perilaku dan tanda nonspesifik, nyeri neuropatik di sekitar luka gigitan

Tahap eksitasi berlangsung 3-4 hari, hiperreaktif dan agresif terhadap


rangsangan eksternal dan menggigit sesuatu yang dekat

Tahap paralitik (kelumpuhan) kelumpuhan tungkai belakang, air liur, dan


kesulitan menelan (kelumpuhan otot wajah dan tenggorokan)
Gejala klinis dan temuan patologi
2. Bentuk jinak atau Dump rabies : Bentuk ini agak
sulit dikenali karena tidak memperlihatkan keganasan.
Baru pada stadium lanjut diketahui bahwa ada
kelumpuhan pada kedua kaki belakang dan rahang bawah.

3. Bentuk apatik/ tanpa bentuk : Penderita sama


sekali tidak memperlihatkan gejala dan tanda,
mungkin hewan hanya diam dan bersembunyi,
tetapi apabila dipegang akan menggigit.
Gejala klinis dan temuan patologi

Rabies pada Anjing : Masa inkubasinya 30-90 hari , tipenya


rabies furios (ganas). Namun tergantung:

 Jumlah virus yang masuk melalui luka

 Dalam atau tidaknya luka

 Luka tunggal atau banyak

 Dekat atau tidaknya luka dengan susunan syaraf pusat

 Perlakuan luka pasca gigitan


temuan patologi
 Satu-satunya lesi spesifik mungkin berupa inklusi
eosinofil intrasitoplasma berbentuk oval (badan
Negri) berukuran 4–5 μm yang terletak di tanduk
Ammon

 Pemeriksaan postmortem lesi nonspesifik di sumsum


tulang belakang leher, hipotalamus, dan pons dapat
mengungkapkan ganglioneuritis di pusat saraf,
manset histolymphocytic, dan gliosis.
epidemiologi
Transmisi : RABV biasanya di transmisikan melalui air
1 liuar hewan terinfeksi, masuk ke tubuh melalui infiltrasi air
liur yang mengandung virus dari hewan rabies ke dalam
lukanamun pada kesempatan langka, rabies dapat ditularkan
melalui rute selain gigitan (misalnya, aerosol, kornea, dan
transplantasi organ seperti dalam kasus rabies manusia)

Inang : reservoir utama dan vektor transmisi untuk RABV


adalah karnivora (ordo Carnivora) dan kelelawar (ordo
2 Chiroptera). Anjing domestik merupakan reservoir yang
paling umum dari virus rabies, dengan lebih dari 95%
kematian manusia yang disebabkan oleh anjing yang
memiliki virus rabies (Fenner et al, 1995).
epidemiologi
Hewan rentan : Semua Mamalia berdarah panas
3 (Homoiterm) termasuk manusia.

Sebaran Geografis: Rabies tersebar hampir di semua benua


kecuali benua Antartika, lebih dari 150 negara telah
terjangkit penyakit ini. Ada 2 siklus infeksi rabies yakni;
lingkungan pemukiman penduduk (urban rabies) dan
4 sylvatic (alam liar). Anjing terlibat dalam siklus urban
rabies dan merupakan vektor RABV utama di Asia dan di
beberapa bagian Amerika Serikat dan Afrika.
epidemiologi

Tingkat Morbiditas dan Mortalitas : Data Badan


3 Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan rata-rata di Asia,
kasus kematian akibat rabies ada 50.000 per tahun. Kasus di
negara Asia terbanyak ditemukan di India (20.000-30.000
kasus per tahun), Vietnam (rata-rata 9.000 kasus per tahun),
China (rata-rata 2.500 kasus per tahun), Filipina (200-300
kasus per tahun) dan Indonesia (rata-rata 125 kasus per
tahun). Di Indonesia, rabies sebagian besar disebabkan oleh
gigitan anjing yaitu sebesar 98%, sementara sebagian kecil
lainnya disebabkan oleh gigitan kera dan kucing 2% .
Epidemiologi

Sebaran Geografis Rabies


di Indonesia
epidemiologi
Morbiditas dan Mortalitas : Kematian manusia akibat urban
5 rabies yang disebatkan oleh gigitan anjing diperkirakan
mencapai 55.000 kematian per tahun, dengan 56% kematian
terjadi di Asia (terutama India dan Vietnam) dan 44% di
Afrika. Mayoritas negara Eropa Barat bebas dari rabies
anjing perkotaan (RABV). Tingkat kematian kasus
mendekati 100%, meskipun begitu intervensi pasca pajanan
dapat mencegah perkembangan penyakit klinis dan
mengakibatkan kematian.
DIAGNOSA BANDING
Hewan yang terinfeksi rabies umumnya menunjukkan
gejala nonspesifik seperti kegilaan, tremor ekstrim,
hipersalivasi, dan paresis yang tidak dapat dibedakan
dengan kondisi ensefalitis yang disebabkan oleh virus
distemper anjing atau trauma akut. Diagnosis banding
lainnya termasuk virus herpes simpleks tipe satu, virus
varicella zoster, echovirus, virus polio, enterovirus
manusia, virus West Nile, virus Nipah, ensefalopati
spongiform menular, tetanus, listeriosis, keracunan, dan
penyakit Aujeszky. Rabies paralitik terkadang disalah
artikan sebagai sindrom Guillain-Barré. Infeksi sekunder
seperti malaria juga dapat mempersulit diagnosis rabies.
DIAGNOSA laboratorium

Sampel Menggunakan sampel SSP terkhususnya


sampel otak (hipokampus, mesenfalon, otak kecil dan
berbagai macam ganglia). Komponen paling penting
adalah batang otak.
DIAGNOSA laboratorium

1. Deteksi Negeri Body (Badan Negri) : Merupakan lesi


patognomonis, cara yang paling mudah dan cepat untuk
melakukan diagnosis rabies adalah menemukan adanya
badan inklusi (inclusion body) pada sel otak.
Pemeriksaan memakan waktu 5-10 menit. uji standar
untuk mendiagnosa rabies. Namun, pewarnaan Sellers’
ini juga memiliki kekurangan, yaitu memiliki sensitivitas
yang relatif rendah.
DIAGNOSA laboratorium

2. Fluorescent Antibody Test (FAT) : Merupakan tes


standar untuk deteksi virus rabies yang
direkomendasikan oleh WHO dan OIE (Shankar,
2009). FAT memberikan diagnosis yang andal pada 98-
100% kasus. Tes ini sekarang merupakan tes yang
paling banyak digunakan untuk mendeteksi antigen
rabies, FAT memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi.
Penanganan rabies
Pencegahan rabies
Pengendalian rabies
TERIMA KASIH
Sekian untuk presentasinya

Kedokteran Hewan
Nusa Cendana

Anda mungkin juga menyukai