Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Telinga berfungsi sebagai organ pendengaran dan keseimbangan yang terdiri dari
telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Pendengaran merupakan salah satu
sensori manusia yang amat penting untuk hidup.1
Secara anatomis telinga terbagi menjadi telinga luar (auris externa), telinga
tengah (auris media) dan telinga dalam (auris interna). Telinga luar berperan seperti
mikrofon yaitu mengumpulkan bunyi dan meneruskannya melalui saluran telinga
(canalis acusticus externus) menuju telinga tengah dan telinga dalam.1

Kelainan pada telinga bagian luar terbagi atas dua yaitu kelainan congenital dan
kelainan yang didapat (acquired). Kelainan congenital terdiri dari fistula preaurikula,
mikrotia dan fistula liang telinga, serta bats ear. Sedangkan kelainan yang didapat
(acured) terdiri dari hematoma aurikula, perikondritis, dan pseudokista aurikula.2

Hematoma aurikula biasanya disebabkan oleh trauma, terdapat kumpulan darah


diantara perikondrium dan tulang rawan. Kumpulan darah ini harus dikeluarkan
secara steril guna mencegah terjadinya infeksi yang nantinya dapat menyebabkan
terjadinya perikondritis.2,3

Perikondritis merupakan radang pada tulang rawan yang biasanya terjadi akibat
trauma dan operasi daun telinga yang terinfeksi dan sebagai komplikasi dari
psudokista aurikula. Hal ini dapat menyebabkan mengerutnya aurikula akibat
hancurnya tulang rawan yang menjadi kerangka aurikula (Cauliflower ear)
Insidensinya sekitar 1:100 dan 1:250 dari seluruh populasi, dengan variasi regional
berdasarkan usia dan letak geografis. Radang pada Telinga Luar adalah radang pada
kulit atau kartilago aurikula, liang telinga atau lapisan epitel membran timpani yang
disebabkan oleh bakteri, jamur dan virus..2

1
Pseudokista merupakan suatu keadaan dimana terdapat benjolan di aurikula yang
disebabkan oleh adanya kumpulan cairan kekuningan diantara lapisan perikondrium
dan tulang rawan telinga sehingga menyebabkan adanya benjolan yang tidak nyeri
pada aurikula.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1. Anatomi Telinga


Telinga merupakan alat indera yang peka terhadap rangsangan berupa gelombang
suara. Telinga manusia mampu mendengar suara dengan frekuensi antara 20- 20.000
Hz. Selain sebagai alat pendengaran, telinga juga berfungsi menjaga keseimbangan
tubuh manusia. Telinga manusia terdiri dari tiga bagian yaitu bagian luar, bagian
tengah, dan bagian dalam.1,4

2
Gambar 1. Anatomi Telinga dan Pembagian Telinga

a. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula) dan liang telinga sampai membran
timpani.

Daun telinga merupakan struktur tulang rawan yang berlekuk dan ditutupi oleh
kulit tipis dan dipertahankan pada tempatnya oleh otot-otot dan ligamentum.
Lekukan- lekukan ini dibentuk oleh heliks, anti heliks, tragus, antitragus, fossa
skafoidea, fossa triangularis, konka dan lobulus. Tepi daun telinga yang melengkung
disebut heliks. Pada bagian posterior-superiornya terdapat tonjolan kecil yang disebut
tuberkulum telinga (Darwins’s tubercle). Pada bagian posterior heliks terdapat
lengukngan yang disebut antiheliks.1,4

3
Bagian superior antiheliks membentuk dua buah krura antiheliks dan bagian kedua
krura ini disebut fossa triangularis.Diatas kedua krura ini terdapat fossa
scapha.Didepan antiheliks terdapat lekukan menyerupai corong yang menuju meatus
yang disebut konka, yang terdiri atas dua bagian samba konka, merupakan bagian
antero-posterior yang ditutupi oleh krus heliks dan kavum konka yang terletak
dibawahnya berseberangan dengan konka yang terletak dibawah krus heliks terdapat
tonjolan kecil berbentuk segitiga tumpul yang disebut tragus. Bagian diseberang
tragus dan terletak pada batas antihelik disebut antitragus. 1,4

Satu-satunya bagian daun telinga yang tidak mempunyai tulang rawan adalah
lobulus. Tulang rawan daun telinga ini berlanjut dengan tulang rawan liang telinga
luar. 1,4

4
Gambar 2. Anatomi Telinga Luar

Meatus akustikus externus (liang telinga) adalah tabung berkelok yang terbentang
antara aurikular sampai membarana timpani. Berfungsi menghantarkan gelombang
suara dari aurikular ke mebran timpani. 1,4

5
Sepertiga meatus bagian luar mempunyai kerangka tulang rawan elastik dan dua
pertiga dalam oleh tulang, yang dibentuk lempeng timpani. Meatus dilapisi kulit dan
sepertiga bagian luarnya memiliki rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumen. 1,4

b. Telinga Tengah

Cavum timpani adalah ruang berisi udara dalam pers petrosa ossis temporalis
yang dilapisi membran mukosa. Di dalamnya didapatkan tulang-tulang pendengaran
yang berfungsi meneruskan getaran membran timpani ke perilimf telinga dalam.
Merupakan suatu ruang mirip celah sempit yang serong, dengan sumbu panjang
terletak sejajar dengan bidang membran timpani. 1,4

Telinga tengah berbentuk kubus dengan:

Batas luar : Membrana timpani

Batas depan : Tuba eustachius

Batas Bawah : Vena Jugularis

Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis

Batas Dalam : Kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis,


tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan
promontorium.

Membrana timpani adalah membran fibrosa tipis yang berbentuk bundar yang
berwarna kelabu mutiara. Permukaan luarnya ditutupi oleh epitel berlapis gepeng dan
permukaan dalamnya oleh epitel silindris rendah. Membrana timpani ini terpasang
secara serong menghadap ke bawah, depan dan lateral. Permukaan konkaf ke lateral
pada dasar cekungan terdapat lekukan kecil, yaitu umbo, yang ditimbulkan oleh ujung
manubrium mallei. Bila membrana ini terkena cahaya stetoskop, bagian cekung ini

6
menghasilkan “ kerucut reflex/cone of light”, yang memancar ke anterior dan inferior
dari umbo. Bagian atas membrantimpani disebut pars flaksida (membran sharpnell),
sedangkan bagian bawah pars tensa (membrana topia). 1,4

Gambar 3. Anatomi telinga tengah

c. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis yaitu:

- Kanalis semisirkularis superior


- Kanalis semisirkularis posterior
- Kanalis semisirkularis lateral
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli disebelah atas, skala
tymphani disebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala
vestibule dan skala timpani berisi perilimf, sedangkan skala media berisi endolimf.

7
Dasar skala vestibuli disebut sebagai membrana vestibuli (Reissner’s membrane)
sedangkan dasar skala media adalah membrana basalis. Pada membran ini terletak
organ korti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria dan pada membran basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel
rambut dalam, luas dan kanalis korti, yang membentuk organ korti. 1,4

8
9
Gambar 4. Anatomi Telinga Dalam

2.1.2. Fisiologi Pendengaran


2.1.3. Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang
suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah
bertekanan tinggi karena kompresi (pemampatan) molekul-molekul udara
yang berselang-seling dengan daerah-daerah bertekanan rendah karena
penjarangan (rarefaction) molekul tersebut. Setiap alat yang mampu
menghasilkan pola gangguan molekul udara seperti itu adalah sumber suara.
Suatu contoh sederhana adalah garpu tala 5

10
Gambar 5. Fisiologi pendengaran

A. Konduksi mekanis
Reseptor-reseptor khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan.
Dengan demikian, gelombang suara hantaran udara harus disalurkan ke arah telinga
dalam, dan dalam prosesnya melakukan kompensasi terhadap berkurangnya energi
suara yang terjadi secara alamiah sewaktu gelombang suara berpindah dari udara ke
air. Fungsi ini dilakukan oleh telingan luar dan telinga tengah. Daun telinga yang
merupakan bagian dari telinga luar mengumpulkan gelombang suara dan
menyalurkannya ke saluran telinga luar. Karena  bentuknya, daun telinga secara
parsial menahan gelombang suara yang mendekati telinga dari arah belakang dan,
dengan demikian, membantu seseorang membedakan suara datang dari arah depan
atau belakang 5
Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke cairan di
telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga
tulang yang dapat bergerak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan
melintasi telinga tengah 5

11
Ujung tangkai maleus melekat di bagian tengah membran timpani, dan tempat
perlekatan ini secara konstan akan tertarik oleh muskulus tensor timpani, yang
menyebabkan membran timpani tetap tegang. Keadaan ini menyebabkan getaran pada
setiap bagian membran timpani akan dikirim ke tulang-tulang pendengaran, dan hal
ini tidak akan terjadi bila membran tersebut longgar. Tulang-tulang pendengaran
telinga tengah ditunjang oleh ligamen-ligamen sedemikian rupa sehingga gabungan
maleus dan inkus  bekerja sebagai pengungkit tunggal, dengan fulcrum yang terletak
hampir pada perbatasan membran timpani 5
Ketika membran timpani bergetar sebagai respon terhadap gelombang suara, rantai
tulang-tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi sama, memindahkan frekuensi
gerakan tersebut dari membran timpani ke jendela oval 5
Artikulasi inkus dengan stapes menyebabkan stapes mendorong  jendela oval ke
depan dan di sisi lain juga mendorong cairan koklea ke depan setiap saat membran
timpani bergerak ke dalam, dan setiap maleus  bergerak keluar akan mendorong
cairan ke belakang 5
Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan
getaran yang dihasilkan menimbulkan gerakan seperti gelombang pada cairan telinga
frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang suara semula. Namun, diperlukan
tekanan yang lebih besar untuk menggerakkan cairan. Terdapat dua mekanisme yang
berkaitan dengan sistem osikuler yang memperkuat tekanan gelombang suara dari
udara menggetarkan cairan di koklea. Pertama, karena luas permukaan membran
timpani jauh lebih besar daripada luas permukaan jendela oval, terjadi  peningkatan
tekanan ketika gaya yang bekerja di membran timpani disalurkan ke jendela oval
(tekanan=gaya/satuan luas). Kedua, efek  pengungkit tulang-tulang pendengaran
menghasilkan keuntungan mekanis tambahan. Kedua mekanisme ini bersama-sama
meningkatkan gaya yang timbul pada jendela oval sebesar dua puluh kali lipat dari
gelombang suara yang langsung mengenai jendela oval. Tekanan tambahan ini cukup
untuk menyebabkan pergerakan cairan koklea 5

12
Beberapa otot halus di telinga tengah berkontraksi secara refleks sebagai respons
terhadap suara keras (lebih dari 70 dB), menyebabkan membran timpani menegang
dan pergerakan tulang-tulang di telinga tengah dibatasi. Pengurangan pergerakan
struktur-struktur telinga tengah ini menghilangkan transmisi gelombang suara keras
ke telinga dalam untuk melindungi  perangkat sensorik yang sangat peka dari
kerusakan. Namun, respons refleks ini relatif lambat, timbul paling sedikit 40 mdet
setelah pajanan suatu suara keras. Dengan demikian, refleks ini hanya memberikan
perlindungan terhadap suara keras yang berkepanjangan, bukan terhadap suara keras
yang timbul mendadak, misalnya suara ledakan 5

B. Konduksi di cairan

Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan


timbulnya gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat
ditekan, tekanan dihamburkan melalui dua cara sewaktu stapes menyebabkan jendela
oval menonjol ke dalam: (1) perubahan posisi  jendela bundar dan (2) defleksi
membran basilaris. Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke
depan di kompartemen atas, kemudian mengelilingi helikotrema, dan ke
kompartemen bawah, tempat gelombang menyebabkan jendela bundar menonjol ke
luar ke dalam rongga telinga tengah untuk mengkompensasi peningkatan tekanan.
Ketika stapes  bergerak mundur dan menarik jendela oval ke luar ke arah telinga
tengah,  perilimfe mengalir dalam arah berlawanan, mengubah posisi jendela bundar
ke arah dalam. Jalur ini tidak menyebabkan timbulnya persepsi suara; tetapi hanya
menghamburkan tekanan 5

Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara


mengambil “jalan pintas”. Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan
melalui membran vestibularis yang tipis, ke dalam duktus koklearis, dan kemudian
melalui membran basilaris ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut
menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar-masuk bergantian. Perbedaan utama

13
pada jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang tekanan melalui membran basilaris
menyebabkan membran ini  bergerak ke atas dan ke bawah, atau bergetar, secara
sinkron dengan gelombang tekanan. Karena organ Corti menumpang pada membran
basilaris sel-sel rambut juga bergerak naik turun sewaktu membran basilaris  bergetar.
Karena rambut-rambut dari sel reseptor terbenam di dalam membran tektorial yang
kaku dan stasioner, rambut-rambut tersebut akan membengkok ke depan dan
belakang sewaktu membran basilaris menggeser  posisinya terhadap membran
tektorial. Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju-mundur ini menyebabkan
saluran-saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara
bergantian. Hal ini menyebabkan  perubahan potensial depolarisasi dan
hiperpolarisasi yang bergantian– potensial reseptor– dengan frekuensi yang sama
dengan rangsangan suara semula 5

C. Transduksi
Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui sinaps
kimiawi dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius
(koklearis). Depolarisasi sel-sel rambut (sewaktu membran  basilaris bergesar ke atas)
meningkatkan kecepatan pengeluaran zat  perantara mereka, yang menaikkan
kecepatan potensial aksi di serat-serat aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan
potensial akasi bekurang ketika sel-sel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara
karena mengalami hiperpolarisasi (sewaktu membran basilaris bergerak ke bawah) 11
Dengan demikian, telinga mengubah gelombang suara di udara menjadi gerakan-
gerakan berosilasi membran basilaris yang membengkokkan  pergerakan maju-
mundur rambut-rambut di sel reseptor. Perubahan bentuk mekanis rambut-rambut
tersebut menyebabkan pembukaan dan penutupan (secara bergantian) saluran di sel
reseptor, yang menimbulkan perubahan  potensial berjenjang di reseptor, sehingga
mengakibatkan perubahan kecepatan pembentukan potensial aksi yang merambat ke
otak. Dengan cara ini, gelombang suara di terjemahkan menjadi sinyal saraf yang
dapat dipersepsikan oleh otak sebagai sensasi suara 5

14
Gambar 6. Stimulasi sel rambut terhadap perubahan gelombang suara

D. Transduksi elektrik
Timbulnya potensial aksi pada saraf auditorius lalu dilanjutkan ke nukleus
auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis 5

2.1.4. Hematoma Aurikula

A. Definisi
Hematoma aurikula merupakan sekuele yang terjadi akibat trauma langsung
pada daun telinga yang menyebabkan penimbunan darah dalam ruang antara
perikondrium dan kartilago. Mekanisme biasanya melibatkan gangguan traumatis
pembuluh darah perikondrial. Akumulasi darah dalam hasil ruang subperikondrial
dalam pemisahan perikondrium dari tulang rawan.2,3

15
B. Epidemiologi
Biasanya dijumpai pada pegulat atau petinju namun bisa juga pada olahraga
keras lainnya. Trauma pada telinga luar umum terjadi pada semua kelompok usia.
Aurikula yang tidak terlindungi berisiko untuk semua jenis trauma termasuk
cedera termal dingin atau panas dan cedera tumpul atau tajam yang
mengakibatkan ekimosis, hematoma, laserasi, atau fraktur.6

C. Manifestasi Klinis
Gejala klinik yang umum dari hematoma aurikula adalah benjolan, berfluktuasi,
kadang terasa nyeri dan kontur aurikula yang menghilang. Hematoma aurikula
terutama sering terjadi pada bagian tepi helik daun telinga namun kadang
ditemukan pada konka dan bisa juga mengenai keduanya
Akumulasi darah dalam ruang subperikondrial menghasilkan pemisahan
perikondrium dari kartilago. Jika kartilago ini fraktur, darah merembes melalui
garis fraktur dan meluas ke bidang subperikondrium pada kedua sisi. Hal ini
menciptakan pembengkakan kebiruan, biasanya melibatkan seluruh aurikula,
meskipun mungkin terbatas pada bagian atas. Jika lesi tidak ditangani sejak dini,
darah akan berorganisasi menjadi massa fibrosa, yang menyebabkan nekrosis
kartilago karena gangguan sirkulasi. Massa ini membentuk bekas luka yang
bengkok, terutama setelah trauma berulang, menciptakan deformitas dikenal
sebagai "”cauliflower ear”.6

16
Gambar 7. Hematoma aurikula

Gambar 8. Cauliflower ear yang dihasilkan oleh hematoma aurikula.

D. Penatalaksanaan
Pemilihan untuk tindakannya bervariasi bisa aspirasi atau insisi drainase dan
dilanjutkan bebat tekan yang bervariasi diantaranya head dressing, silicone ear splint,
teknik bolster, teknik quilting sutures, teknik mattress sutures, dan teknik Cochran.6
Pengobatan didasarkan pada evakuasi hematoma dan aplikasi tekanan untuk
mencegah akumulasi kembali darah. Aspirasi jarum sederhana adalah pengobatan
yang tidak memadai dan sering menyebabkan fibrosis dan organisasi hematoma.

17
Perawatan yang paling efektif untuk hematoma aurikula adalah insisi yang memadai
dan drainase dengan through-and-through suture secured bolsters.6

Gambar 9. Otohematoma. A, Hematoma dari daun telinga. B, Hematoma diinsisi dan dievakuasi.
C, gulungan dental anterior diikat dengan gulungan dental posterior pada permukaan telinga. D,
tampilan pinggir, menunjukkan bagaimana bolster diamankan

Insisi harus ditempatkan dalam scapha, menselaraskan heliks. Paparan yang


cukup harus diperoleh untuk mengeluarkan seluruh hematoma dan untuk memeriksa
rongga. Jika penundaan telah menghasilkan beberapa bekuan, kuret cincin tajam
dapat digunakan untuk menghilangkan bekuan darah. Gulungan dental dipotong
dengan ukuran yang tepat, diterapkan pada kedua sisi aurikula, dan diikat dengan
jahitan nilon atau sutra through-and-through. Salep antibiotik diaplikasikan di atas
sayatan. Gulungan dental dibiarkan ditempatnya selama 7 sampai 14 hari.6
2.1.5. Perikondritis
A. Definisi

18
Radang pada Telinga Luar adalah radang pada kulit atau kartilago aurikula, liang
telinga atau lapisan epitel membran timpani yang disebabkan oleh bakteri, jamur dan
virus.7
Perikondritis adalah radang pada tulang rawan dan telinga yang terjadi apabila
suatu trauma atau radang menyebabkan efusi atau pus diantara lapisan perikondrium
dan kartilago telinga luar8. Adakalanya perikondritis terjadi setelah suatu memar
tanpa adanya hematoma. Dalam stage awal infeksi, pinna dapat menjadi merah dan
kenyal. Ini diikuti oleh pembengkakan yang general dan membentuk abses
subperikondrial dengan pus terkumpul diantara perikondrium dengan tulang rawan
dibawahnya8.

B. Epidemiologi
Sebagaimana diketahui bahwa radang pada telinga luar merupakan kasus yang
paling sering menyebabkan pasien datang ke klinik untuk mendapatkan pengobatan.
Insidensinya sekitar 1:100 dan 1:250 dari seluruh populasi, dengan variasi regional
berdasarkan usia dan letak geografis. Hampir 98% penyebabnya adalah bakteri,
dengan patogen terbanyak adalah Pseudomonas aeruginosa (20-60%) dan
Staphylococcus aureus (10-20%), yang paling sering terjadi adalah infeksi
polimikroba.

C. Etiologi
Perikondritis dapat disebabkan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme penyebab
tersering adalah Pseudomonas aeruginosa sedangkan virus yang menyebabkan
peikondritis yaitu Herpes Zoster virus. Faktor predisposisi nya ialah sebagai berikut :
1) Inadekuat pada terapi selulitis daun telinga (pinna) dan otitis eksterna
akut.
2) Accidental atau surgical (sesudah aspirasi atau insisi hematomadaun
telinga).
3) Infeksi sekunder dari laserasi atau hematoma.

19
4) Infeksi superfisialis meatus akustikus.
5) Luka abakar atau frostbite.
Penusukan anting-anting pada tulang rawan, dapat terjadi septicemia
Streptococcus beta hemoliticus.7

D. Patofisiologi
Infeksi superfisial dari liang telinga luar atau dari daun telinga menyebar lebih
kedalam ke perikondrium. Patogen penyebab terbanyak adalah staphylococcus
aureus, coagulase negative staphylococcus, pseudomonas aeruginosa dan
streptococcus species. Pada keadaan ini disebut stadium dini, daun telinga (pinna)
merah dan nyeri kemudian mulai terbentuk abses subperikondrial. Hal ini
menyebabkan tulang rawan kekurangan blood supply, sehingga terjadi nekrosis
tulang rawan sehingga dapat terjadi deformitas pada daun telinga yang disebut
dengan cauliflower,7,8

Gambar 10. Selulitis pada aurikula Gambar 11. Perikondritis

E. Manifestasi Klinis
Penderita dengan perikondritis pada umumnya dating ke dokter dengan keluhan
daun telinga terasa sakit, berwarna merah, dan tegang7,8

20
Pada keadaan perikondritis dapat ditemukan pinna merah dan tender, kemudian
bengkak, serta terdapat abses pada daun telinga7,8

Tampak daun telinga membengkak, merah, panas, dirasakan nyeri, dan nyeri
tekan. Pembengkakan ini dapat menjalar ke bagian belakang daun telinga sehingga
sangat menonjol. Terdapat demam, pembesaran kelenjar limfe regional, dan
leukositosis. Serumen yang terkumpul di lapisan subperikondrial menjadi purulen,
sehingga terdapat fluktuasi difus atau terlokalisasi7,8

Pada pemeriksaan laboratorium, dapat diambil sampel dari abses daun telinga
untuk dikultur, mengetahui jenis bakteri penyebab sehingga dapat diberikan terapi
yang adekuat6,7 Diagnosis ditegakkan dengan Tzanck smear jika dicurigai
penyebabnya virus.7

F. Penatalaksanaan

Pengobatan dengan antibiotic sering gagal karena bakteri Pseudomonas aeruginosa


sering resisten terhadap sebagian besar antibiotik. Untuk pengobatan dapat diberikan
antipseudomonas yaitu golongan aminoglikosida (gentamicin), fluorkinolon
(kuinolon) seperti siprofloksasin7,8

Sebaiknya dilakukan kultur dan tes sensitivitas sebelumnya. Pada daun telinga
diberikan kompres panas. Bila terdapat fluktuasi, dilakukan insisi secara steril dan
diberi perban tekan selama 48 jam7.

Bila tidak ada resolusi dapat dipertimbangkan infeksi jamur atau dilakukan biopsi
bila curiga tumor. Penatalaksanaan infeksi adalah dengan pemberian obat anti-
staphylococcus dan antistreptococcus secara oral. Jika sudah terjadi komplikasi dapat
diberikan antibiotik secara intravena yang direkomendasikan. Golongan quinolon oral
dan intavena serta anti-pseudomonal aminopenisilin dapat diberikan secara intravena
tergantung pada derajat keparahan.8

21
Bila penyebabnya diketahui adalah virus maka penatalaksanaan dengan pemberian
valasiklovir selama 14 hari atau famsiklovir selama 10 hari dengan steroid. Asiklovir
diberikan secara intravena (bila bioavailabilitas buruk dengan per oral). Inflamasi
menyebar luas sepanjang nervus menentang perbatasan dekompresi pada area labirin
dan segmen genikulatum.8

2.1.6. Pseudokista Aurikula


A. Definisi
Pseudokista daun telinga adalah suatu kondisi yang relatif jarang di mana cairan
serosa terakumulasi di antara ruang intracartilaginous telinga dan bermanifestasi
sebagai suatu pembengkakan, dan tanpa rasa sakit pada telinga luar.9

B. Epidemiologi
1. Frekuensi :
Tan dan Hsu melaporkan gambaran epidemiologi, karakteristik
klinikopatologi, dan keberhasilan pengobatan bedah pada 40 pasien dari
kelompok Asia yang berbeda yang menderita Pseudokista daun telinga.
Hasil penelitian menunjukkan dominasi Cina (90%), diikuti oleh orang
Melayu (5%), dan Eurasia (5%). Sebagian besar (55%) menunjukkan
pembengkakan telinga dalam waktu 2 minggu. Hanya sedikit (10%)
memiliki riwayat trauma.10
2. Mortalitas / Morbiditas :
Tanpa dilakukan pengobatan pada Pseudokista daun telinga, dapat terjadi
cacat permanen pada daun telinga yang terkena.10
3. Ras :
Kebanyakan laporan dari Pseudokista daun telinga telah melibatkan pasien
Cina atau berkulit putih, namun orang-orang dari semua kelompok ras
bisa terkena.10
4. Jenis kelamin :

22
Pseudokista daun telinga menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi pada
pria daripada pada wanita.10
5. Usia :
Sebagian besar Pseudokista daun telinga terjadi pada pria berusia 30-40
tahun, tetapi hasil pendataan lesi dapat terjadi pada pasien mulai usia 15-
85 tahun.10

C. Etiologi
Etiologi untuk Pseudokista daun telinga tidak diketahui, tetapi beberapa
mekanisme patogenik telah dilaporkan, termasuk trauma ringan kronis. Beberapa
pendapat menyatakan bahwa sebuah kecacatan kecil dalam embriogenesis aurikularis
dapat juga berkontribusi terhadap pembentukan pseudokista. Kecacatan ini dapat
menyebabkan pembentukan suatu bidang jaringan sisa di dalam tulang rawan
aurikularis. Ketika mengalami trauma minor berulang atau stres mekanik, bidang ini
dapat membuka jaringan, membentuk pseudokista. Tulang rawan aurikularis
khususnya mungkin lebih rentan terhadap trauma karena kurangnya jaringan ikat
yang melapisi tulang rawan pada kulit.10
Sesuai dengan mekanisme yang dilaporkan, dermatitis atopik yang menyertai
keterlibatan daerah wajah dan telinga mungkin merupakan kondisi predisposisi untuk
pembentukan pseudokista. Meskipun kejadian pseudokista pada pasien dengan
dermatitis atopik tampaknya rendah. Pasien ini memiliki insidensi yang lebih besar
untuk terjadi lesi bilateral dibandingkan dengan populasi umum.10
Pseudokista juga telah dilaporkan pada pasien dengan pruritus yang hebat yang
kemudian didiagnosis dengan limfoma. Setelah kemoterapi untuk limfoma, pruritus
membaik dengan pengurangan spontan dari volume pseudokista tersebut. Para
penulis mengusulkan bahwa trauma saat menggaruk dan menggosok telinga adalah
penyebab utama yang dapat memperburuk pseudokista tersebut.10

23
D. Patomekanisme
Etiologi dari Pseudokista daun telinga tidak diketahui, tetapi beberapa mekanisme
patogenik telah dikemukakan. Enzim lisosomal mungkin akan dilepaskan dari
kondrosit dan menyebabkan kerusakan pada tulang rawan aurikularis. Namun,
analisis isi dari pseudokista mengungkapkan bahwa cairan kaya akan albumin dan
asam proteoglikan, dengan kaya sitokin tetapi sedikit mengandung enzim lisosomal.11
Analisis sitokin dari cairan menunjukkan terdapatnya peningkatan interleukin (IL)
-6, yang diyakini untuk merangsang proliferasi kondrosit. IL-1, mediator penting
untuk terjadinya peradangan dan kerusakan tulang rawan, menginduksi IL-6. IL-1
juga merangsang kondrosit mensintesis protease dan prostaglandin E2 sementara
menghambat pembentukan komponen matriks ekstraseluler.11
Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa Pseudokista aurikularis sering terjadi
setelah trauma ringan yang berulang. Untuk mendukung etiologi trauma ini, telah
dilaporkan nilai dehidrogenase laktat serum (LDH) terdapat dalam cairan
pseudokista. Dua dari isoenzim tinggi, LDH-4 dan LDH-5, yang dinyatakan sebagai
komponen utama dari tulang rawan a urikularis manusia. Enzim ini mungkin dapat
dilepaskan dari cartilago aurikularis yang mendapatkan trauma minor berulang. Suatu
artikel melaporkan bahwa pseudocysts dapat dianggap sebagai variasi dari
othematoma atau otoseroma.11

E. Manifestasi Klinis
Pseudokista bermanifestasi sebagai pembengkakan tanpa rasa sakit pada
permukaan lateral atau anterior pinna, yang terus berkembang selama 4-12 minggu.
Riwayat trauma mungkin menyertai perjalanan klinis, termasuk menggosok, menarik
telinga, tidur di bantal keras, atau memakai helm sepeda motor atau earphone. Ini
juga telah dikaitkan dengan kasus kulit gatal atau penyakit sistemik termasuk
dermatitis atopik dan limfoma.9,10
Pseudokista bukanlah suatu peradangan, terjadi pembengkakan yang asimptomatik
pada permukaan lateral atau anterior dari pinna, biasanya pada fossa skafoid atau fosa

24
triangular. Ukuran mulai dari diameter 1-5 cm, dan mengandung cairan kental bening
atau kekuningan, dengan konsistensi yang sama dengan minyak zaitun.9,10

Gambar 12. Terdapat pembengkakan pada daun telinga kiri yang biasa timbul
tanpa gejala.

F. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan dari Pseudokista daun telinga adalah menjaga struktur anatomi
dan pencegahan kekambuhan. Tanpa pengobatan, cacat permanen dari daun telinga
dapat terjadi. Pilihan pengobatan termasuk aspirasi jarum dengan pembalutan,
pengobatan (baik sistemik atau oral), dan perawatan bedah. Konsensus pada
manajemen terbaik untuk Pseudokista dari daun telinga belum ditentukan, dan
kombinasi pengobatan mungkin diperlukan untuk mencapai hasil yang optimal.10,11
Tidak ada pengobatan medis yang efektif untuk Pseudokista daun telinga. Dosis
tinggi terapi kortikosteroid oral dan kortikosteroid intralesi telah dilaporkan, dengan
hasil yang bervariasi. Beberapa penulis berpendapat terhadap penggunaan steroid
intralesi, menyebabkan deformitas permanen pada telinga, sementara yang lain
mendukung terapi injeksi steroid atau bahkan terapi steroid oral. Para pendukung
terapi injeksi steroid menganggapnya sebagai prosedur lebih sederhana daripada
operasi. Kim dkk melaporkan terapi steroid intralesi dalam kombinasi dengan
pembalutan.10,11

25
Beberapa teknik penatalaksanaan telah banyak dilakukan seperti : aspirasi dengan
jarum, insisi dan drainase disertai balut tekan, aspirasi jarum disertai balut tekan,
pemberian tingture iodine pada intralesi, pemberian asam trikloroasetat pada
intrakartilago disertai balut tekan dengan suatu penyokong (button bolster), terapi
steroid intramuskular, terapi steroid oral dosis tinggi, dan terapi steroid intralesi, serta
kuretase dengan pemberian lem fibrin.10,11

Aspirasi
Aspirasi jarum sederhana cairan pseudokista diikuti dengan penempatan pembalut
tekan adalah salah satu metode yang paling umum dilakukan. Namun, tanpa
menggunakan pembalut tekan, kekambuhan sering terjadi. Patigaroo dkk
menggunakan teknik yang umum digunakan yaitu aspirasi sederhana diikuti dengan
injeksi steroid intralesi diikuti dengan balut tekan. Tingkat keberhasilan mereka
adalah 57% dengan komplikasi minimal, termasuk penebalan pinna. 10

26
Gambar 13. Teknik penatalaksanaan Pseudokista daun telinga dengan
menggunakan button bolsters.

Bedah
Berbagai metode telah banyak dilakukan, hasil yang memuaskan diperoleh dengan
insisional drainase, diikuti dengan obliterasi secara kimia atau mekanik. Namun,
kekambuhan masih sering terjadi dan tingkat keberhasilan masih belum memuaskan.
Untuk itu, Tuncer et al menggunakan metode kuret dan lem fibrin.11
Intervensi bedah Tuncer, dkk dilakukan dengan bius lokal. Sebuah sayatan 3 cm
dilakukan pada fossa skafoid untuk membuka rongga. Setelah dilakukan penyayatan,
cairan kental kuning, cairan serosa 'seperti minyak zaitun' keluar, khas untuk
Pseudokista aurikula.11
Lapisan jaringan granulasi dan permukaan dalam tulang rawan dikuret dengan
pisau bedah no: 15. Setelah itu lem fibrin dimasukkan 2 ml ke dalam rongga kista.
Penutupan kulit dilakukan dengan nilon 5/0. Tarik jahitan keluar, ikat pada
penyangga kapas (cotton bolsters) yang lebih baik diletakkan pada fossa skafoid dan
fossa triangular sebagai kompresi dan dibuka pada hari ketiga pasca operasi.11

Gambar 14. lapisan jaringan granulasi dan dinding tulang rawan anterior dan
posterior yang dikuret. (Kiri) jahitan dengan penyangga kapas (cotton bolsters)
mengkompresi lem fibrin dan penutupan kulit (Kanan).

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Anatomi Biomedik II Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran


Universitas Hadanuddin. Makassar. 2011
2. Arsyad Soepardi, Efiaty; Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin, Ratna Dwi
Resuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher;
Edisi ke-tujuh. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2012.
3. Indah S, Eka PS. Auricular Hemtoma. Department ear, nose, and
throat,Udayana University Medical School/ Sanglah Hospital. Denpasar. 2013
4. Bansal, Mohan. Disease of ear, nose, and throat. Jaypee Brothers Medical
Publishers. New Delhi. India. 2013.
5. Lauralee S. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2011. p. 177-183

28
6. Sharma K, et al. Auricular Trauma and Its Management. Indian Journal of
Otolaryngology and Head and Neck Surgery, 2006
7. Imanto M. Radang Telinga Luar. Jurnal Kesehatan. Bagian Ilmu Penyakit
Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas
Kedokteran,Universitas Lampung. 2015
8. Rowshan H, Keith K, Baur D, Skidmore P. Pseudomonas aeruginosaInfection of
the Auricular Cartilage Caused by “High Ear Piercing”: A Case Report and
Review of the Literatur. US Army Research. University of Nebraska – Lincoln.
2008
9. Baugh WP. Pseudocyst of the Auricle. California. [updated Feb 8 2012; Access
Oct 25 2017]. Available from http://emedicine.medscape.com/article/1074632-
overview#showall
10. Karabulut H, Acar B, Tuncay KS, Tanyildizli T, Karadag AS, Guresci S, et al.
Treatment of the non-traumatic auricular pseudocyst with aspiration and
intralesional steroid injection. The New Journal of Medicine 2009
11. Chang CH, Kuo WR, Wabg LF, Ho KY, Tsai KB. Deroofing surgical treatment
for pseudocyst of the auricle. J Otolaryngol 2004.

29

Anda mungkin juga menyukai