Anda di halaman 1dari 34

ASKEP GIGITAN BINATANG

ASKEP GIGITAN SERANGGA

1. Definisi gigitan serangga

Insect Bites adalah gigitan atau serangan serangga. Gigitan serangga seringkali
menyebabkan bengkak, kemerahan, rasa sakit (senut-senut), dan gatal-gatal. Reaksi
tersebut boleh dibilang biasa, bahkan gigitan serangga ada yang berakhir dalam beberapa
jam sampai berhari-hari. Bayi dan anak-anak labih rentan terkena gigitan serangga
dibanding orang dewasa.

Insect bites adalah gigitan yang diakibatkan karena serangga yang menyengat atau
menggigit seseorang.

Beberapa contoh masalah serius yang diakibatkan oleh gigitan atau serangan gigitan
serangga didantaranya adalah:

a. Reaksi alergi berat (anaphylaxis).


Reaksi ini tergolong tidak biasa, namun dapat mengancam kahidupan dan
membutuhkan pertolongan darurat. Tanda-tanda atau gejalanya adalah:
o Terkejut (shock). Dimana ini bisa terjadi bila sistem peredaran darah tidak
mendapatkan
o masukan darah yang cukup untuk organ-organ penting (vital)
o Batuk, desahan, sesak nafas, merasa sakit di dalam mulut atau
kerongkongan/tenggorokan
o Bengkak di bibir, lidah, telinga, kelopak mata, telapak tangan, tapak kaki, dan
selaput lendir (angioedema)
o Pusing dan kacau
o Mual, diare, dan nyeri pada perut
o Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak
Gejala tersebut dapat diikuti dengan gejala lain dari beberapa reaksi.

b. Reaksi racun oleh gigitan atau serangan tunggal dari serangga.


Serangga atau laba-laba yang menyebabkan hal tersebut misalnya:
o Laba-laba janda (widow) yang berwarna hitam
o Laba-laba pertapa (recluse) yang berwarna coklat
o Laba-laba gembel (hobo)
o Kalajengking
c. Reaksi racun dari serangan lebah, tawon, atau semut api.
o Seekor lebah dengan alat penyengatnya di belakang lalu mati setelah menyengat.
Lebah madu afrika, yang dinamakan lebah-lebah pembunuh, mereka lebih agresif
dari pada lebah madu
o kebanyakan dan sering menyerang bersama-sama dengan jumlah yang banyak
o Tawon, penyengat dan si jaket kuning (yellow jackets), dapat menyengat berkali-
kali. Si jaket kuning dapat menyebabkan sangat banyak reaksi alergi
o Serangan semut api kepada seseorang dengan gigitan dari rahangnya, kemudian
memutar kepalanya dan menyengat dari perutnya dengan alur memutar dan
berkali-kali

d. Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan atau serangan.

e. Infeksi kulit pada bagian gigitan atau serangan.

f. Penyakit serum (darah),


sebuah reaksi pada pengobatan (antiserum) digunakan untuk mengobati gigitan atau
serangan serangga. Penyakit serum menyebabkan rasa gatal dengan bintik-bintik merah
dan bengkak serta diiringi gejala flu tujuh sampai empat belas hari setelah penggunaan
anti serum.

g. Infeksi virus.
Infeksi nyamuk dapat menyebarkan virus West Nile kepada seseorang, menyebabkan
inflamasi pada otak (encephalitis).

h. Infeksi parasit.
Infeksi nyamuk dapat menyebabkan menyebarnya malaria.

2. Etiologi

Serangga tidak akan menyerang kecuali kalau mereka digusar atau diganggu. Kebanyakan
gigitan dan sengatan digunakan untuk pertahanan dapat menyebabkan reaksi yang cukup
serius pada orang yang alergi terhadap mereka. . Gigitan serangga untuk melindungi
sarang mereka. Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa(racun) yang
tersusun dari protein dan substansi lain yang mungkin memicu reaksi alergi kepada
penderita.

Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan dan bengkak di lokasi yang tersengat.
Lebah, tawon, penyengat, si jaket kuning, dan semut api adalah anggota keluarga
Hymenoptera.Gigitan atau sengatan dari mereka
Kematian yang diakibatkan oleh serangga 3-4 kali lebih sering dari pada kematian yang
diakibatkan oleh gigitan ular. Lebah, tawon dan semut api berbeda-beda
dalam menyengat. Ketika lebah menyengat, dia melepaskan seluruh alat sengatnya dan
sebenarnya ia mati ketika proses itu terjadi. Seekor tawon dapat menyengat berkali-kali
karena tawon tidak melepaskan seluruh alat sengatnya setelah ia menyengat. Semut api
menyengatkan bisanya dengan menggunakan rahangnya dan memutar tubuhnya. Mereka
dapat menyengat bisa berkali-kali.

3. Gejala
Gejala dari gigitan serangga bermacam-macam dan tergantung dari berbagai macam faktor
yang mempengaruhi.
o Kulit kemerahan
o Bengkak
o Nyeri
o Gatal-gatal disekitr area gigitan/sengatan
o Gigitan dapat merusak dan menginfeksi jaringan kulit jika daerah yang terkena
gigitan tersebut terluka.
o sesak napas
o pingsan
o hampir meninggal dalam 30 menit adalah gejala dari reaksi yang disebut anafilaksis
o bengkak pada tenggorokan dan kematian
o sakit pada otot dan gagal ginjal oleh serangga jenis penyengat besar.

4. Penatalaksanaan

a) Jika gigitan menyebabkan infeksi (kemerahan dengan atau tanpa nanah, suhu tubuh
tinggi, demam, atau kemerahan di tubuh), pergilah ke dokter.
b) Jika tidak diketahui apa yang menggigit, sangat penting untuk menjaga area yang
digigit agar tidak terjadi infeksi.
c) Hubungi dokter jika ada luka yang terbuka, mungkin itu sengatan racun laba-laba.
d) Seseorang yang mempunyai riwayat tergigit atau tersengat serangga harus pergi ke
rumah sakit terdekat jika mendapati gejala:
o Mendesah
o Sesak nafas
o Dada sesak atau sakit
o Tenggorokan sakit atau susah berbicara
o Pingsan atau lemah
o Infeksi
e) Pengobatan gigitan serangga pribadi di rumah
1. cukup menggunakan es sebagai pengobatan. Bersihkan area yang terkena
gigitan dengan sabun dan air untuk menghilangkan partikel yang
terkontaminasi oleh serangga (seperti nyamuk). Partikel-partikel dapat
mengkontaminasi lebih lanjut jika luka tidak dibersihkan.
2. Pengobatan dapat juga menggunakan antihistamin seperti diphenhidramin
(Benadryl) dalam bentuk krim/salep atau pil.
f) Manajemen di Rumah Sakit
Perawatan definitif meliputi pengecekan kembali ABC dan mengevaluasi pasien atas
tanda-tanda syok (seperti takipneu, takikardi, kulit kering dan pucat, perubahan status
mental, hipotensi).
ASKEP GAWAT DARURAT DENGAN SENGATAN SERANGGA

1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan Marilynn E. Doenges (2000: 871-873), dasar data
pengkajian pasien, yaitu:

a. Aktivitas dan Istirahat


Gejala: Malaise.

b. Sirkulasi
Tanda: Tekanan darah normal/sedikit di bawah jangkauan normal (selama
hasil curah jantung tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat, (perifer
hiperdinamik), lemah/lembut/mudah hilang, takikardi, ekstrem (syok).

c. Integritas Ego
Gejala: Perubahan status kesehatan.
Tanda: Reaksi emosi yang kuat, ansietas, menangis, ketergantungan,
menyangkal, menarik diri.

d. Eliminasi

e. Makanan/cairan

f. Neorosensori
Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan.
Tanda: Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma.
g. Nyeri/kenyamanan

h. Pernapasan
Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.
Gejala: Suhu umunya meningkat (37,95oC atau lebih) tetapi mungkin normal,
kadang subnormal (dibawah 36,63oC), menggigil. Luka yang sulit/lama sembuh.

i. Seksualitas

j. Integumen
Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar

Pada sengatan serangga mungkin ditemukan :


~ Mendesah
~ Sesak nafas
~ Tenggorokan sakit atau susah berbicara
~ Pingsan atau lemah
~ Infeksi
~ Kemerahan
~ Bengkak
~ Nyeri
~ Gatal-gatal di sekitar area yang terkena gigitan

2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses toksikasi
2. Syok berhubungan dengan tidak adekuatnya peredaran darah ke jaringan
3. Rasa gatal, bengkak dan bintik bintik merah berhubungan dengan proses inflamasi

3. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses toksikasi
Tujuan : Meredakan nyeri

Intervensi
1. Sengat kalau masih ada dicabut dengan pinset
R/ : mengeluarkan sengat serangga yang masih tertinggal
2. Berikan kompres dingin
R/ : meredakan nyeri dan mengurangi bengkak
3. Lakukan tehnik distraksi relaksasi
R/ : mengurangi nyeri
4. Kolaborasi dalam pemberian antihistamin seperti diphenhidramin (Benadryl) dalam
bentuk krim/salep atau pil, losion Calamine
R/ : mengurangi gatal gatal.

2. Syok berhubungan dengan tidak adekuatnya peredaran darah ke jaringan


Tujuan : Menangani penyebab, Memperbaiki suplai darah ke jaringan

Intervensi
1. Atasi setiap penyebab shock yang mungkin dapat di atasi(perdarahan luar)
R/: Mengurangi keparahan
2. Pasien dibaringkan kepala lebih rendah.
R/: Kepala lebih rendah supaya pasien tidak hilang kesadaran
3. Kaki di tinggikan dan di topang
R/: Meningkatkan suplai darah ke otak
4. Longgarkan pakaian yang ketat atau pakaian yang menghalangi
R/: Sirkulasi tidak terganggu
5. Periksa dan catat pernapasan nadi dan tingkat reaksi tiap 10 menit
R/: Mengetahui tingkat perkembangan pasien
3. Rasa gatal, bengkak dan bintik bintik merah berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan : Mencegah peradangan akut

Intervensi
1. Pasang tourniket pada daerah di atas gigitan
R/: Mencegah tersebarnya racun ke seluruh tubuh
2. Bersihkan area yang terkena gigitan dengan sabun dan air untuk menghilangkan
partikel yang terkontaminasi oleh serangga (seperti nyamuk).
R/: Untuk menghindari terkontaminasi lebih lanjut pada luka
3. Kolaborasi dalam pemberian antihistamin dan serum Anti Bisa Ular (ABU)
polivalen i.v dan disekitar luka. ATS dan penisilin procain 900.000 IU
R/: Mencegah terjadinya infeksi
ASKEP GIGITAN ULAR

1. Definisi

Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya toksin bisa ular
tergantung pada jenis dan macam ular.

Racun binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang
dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.

2. Etiologi

a. bisa ular yang bersifat racun (hemotoxic)

bisa ular yang bersifat racun terhadap darah yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak
(menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma lecethine (dinding
sel darah merah), sehingga sel darah merah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar
menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput
tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan dan lain-lain.

b. bisa ular bersifat saraf (neurotoxic)

yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar luka
gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit
sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan
selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf
pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah
melalui pembuluh limpa.

c. Bisa ular yang bersifat Myotoksin


Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan maemotoksin.
Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-
sel otot.

d. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin


Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.

e. Bisa ular yang bersifat cytotoksin


Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya
kardiovaskuler.

f. Bisa ular yang bersifat cytolitik


Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat gigitan.
3. Ciri gigitan ular
Ular berbisa memiliki bekas luka gigitan 2 titik. Sedangkan ular yang tidak berbisa
biasanya meninggalkan bekas luka gigitan berbentuk huruf U dengan jumlah luka yang
banyak. Warna kulit ular berbisa biasanya terang dan mengkilap. Selain ciri-ciri tersebut
gigitan ular berbisa biasanya disertai rasa nyeri dan perubahan warna pada lokasi gigitan
dalam beberapa saat setelah digigit.

4. Patofisiologi

Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar dibawah mata. Bisa ular
dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring yang terdapat dirahang atas. Dosis bisa setiap
gigitan tergantung pada waktu yang berlalu sejak gigitan terakhir, derajat ancaman yang
dirasakan ular, dan ukuran mangsa. Lubang hidung ular merespon panas yang dikeluarkan
mangsa, yang memungkinkan ular untuk mengubah-ubah jumlah bisa yang akan
dikeluarkan.

Semua metode injeksi venom kedalam korban (evenomasi) adalh mengimobilisasi secara
cepat dan mulai mencernanya. Sebagian besar bisa terdiri dari air. Bisa ular terdiri dari
bermacam polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase, kolin
esterase, protease fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase. Enzim ini menyebabkan
hemolisis atau pelepasan histamin sehingga timbul reaksi anafilaksis

5. Derajat gigitan ular


1. Derajat 0
v Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam
v Pembengkakan minimal, diameter 1 cm

2. Derajat I
v Bekas gigitan 2 taring
v Bengkak dengan diameter 1 5 cm
v Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam

3. Derajat II
v Sama dengan derajat I
v Petechie, echimosis
v Nyeri hebat dalam 12 jam

4. Derajat III
v Sama dengan derajat I dan II
v Syok dan distres nafas / petechie, echimosis seluruh tubuh

5. Derajat IV
v Sangat cepat memburuk
6. Manifestasi klinis

a. elapidae

sifat bisa ular ini bersifat neurotoksik sehingga akan berkibat pada saraf perifer atau sentral.
Berakibat fatal karena paralisis otot lurik.

Tanda dan gejala:

1) kesakitan pada tempat gigitan dalam setengah jam


2) bagian gigitan membengkak selepas 1 jam
3) lemah badan
4) pengeluaran air liur yang berlebihan
5) mengantuk
6) lumpuh pada otot muka, bibir, lidah dan saluran pernapasan
7) tekanan darah menurun
8) sakit pada bagian prut
9) gangguan pernapasan

b. viperidae

sifat bisa ini berifat haemotoksik yang berakibat haemolitik dengan zat antara fosfolipase dan
enzim atau menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protombin. Perdarahan itu sendiri
sebagai akibat dari lisisnya sel darah merah karena toksin.

Tanda dan gejala:

1) sangat sakit pada daera gigitan dalam waktu 5 menit


2) bekas gigitan akan membengkak dan perubahan warna akan terjadi pada kulit
3) perdaraan yang tidak terhenti pada daerah gigitan
4) perdarahan gusi, usus, dan saluran kencing
5) darah tidak membeku
6) keracunan berat dapat membengkakkan lutut dan lengan dalam waktu 2 jam disertai
perdarahan

c. hydropidae

sifat bisa ini bersifat myotoksik yang berakibatkan rhabdomyolisis yng sering berhubungan
dengan homeotoksin. Myogolbulin urin yang menyebabkan kerusakan ginjal dan
hyperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.

Tanda dan gejala:

1) kesakitan pada otot


2) kesukaran untuk menggerakkan kaki dan tangan
3) akan merasa kesakitan setelah 1-2 jam
4) urin akan merubah menjadi merah gelap.
7. penatalaksanaan

a. pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman ke rumah sakit


b. lakukan evaluasi klinis lengkap dan pesanlah untuk pemerikasaan laboratorium dasar.
c. Derajat envenomasi harus dinilai, dan diobservasi 6 jam untuk menghindari penilaian
keliru dan envenomasi ynag berat
d. Mulai larutan salin IV pada pasien, berikan oksigen dan tangani syok jika ada.
e. Pertahankan ekstermitas setinggi jantung, turniket dilepas hanya bila syok sudah
diatasi dan anti bisa diberikan.

8. pemeriksaan diagnostik

a. laboratorium

1) Penghitungan jumlah sel-sel darah


2) Prothrombin time dan activated partial thromboplastin time
3) Fibrinigen dan produk-produk pemisah darah
4) Tipe dan jenis golongan darah
5) Kimia darah, termasuk elektrolit, BUN, kreatin
6) Urinalisis untuk myoglobinuria
7) Analisa gas darah untuk pasien dengan gejala sistemik

b. pemeriksaan penunjang lainnya:

1) Radiografi thoraks pada pasien dengan edema pulmoner


2) Radiografi untuk mencari taring ular yang tertinggal

9. penanganan kegawatan gigitan ular


a. Prinsip penanganan pada korban gigitan ular:
1) Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular.
2) Menetralkan bisa.
3) Mengobati komplikasi.
b. Pertolongan pertama :
Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi segera cari
pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya lakukan prinsip RIGT, yaitu:

R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban, kepanikan


akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih cepat menyebar ke
tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik karena kaget.

I: Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk tidak berjalan


atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak datang, lakukan tehnik balut
tekan (pressure-immoblisation) pada daerah sekitar gigitan (tangan atau kaki) lihat
prosedur pressure immobilization (balut tekan).

G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.


T: Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul ada korban.
ASKEP GAWAT DARURAT DENGAN GIGITAN ULAR

1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan Marilynn E. Doenges (2000: 871-873), dasar data
pengkajian pasien, yaitu:

a. Aktivitas dan Istirahat


Gejala: Malaise.

b. Sirkulasi
Tanda: Tekanan darah normal/sedikit di bawah jangkauan normal (selama
hasil curah jantung tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat, (perifer
hiperdinamik), lemah/lembut/mudah hilang, takikardi, ekstrem (syok).

c. Integritas Ego
Gejala: Perubahan status kesehatan.
Tanda: Reaksi emosi yang kuat, ansietas, menangis, ketergantungan,
menyangkal, menarik diri.

d. Eliminasi

e. Makanan/cairan

f. Neorosensori
Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan.
Tanda: Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma.

g. Nyeri/Kenyamanan

h. Pernapasan
Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.
Gejala: Suhu umunya meningkat (37,95oC atau lebih) tetapi mungkin normal,
kadang subnormal (dibawah 36,63oC), menggigil. Luka yang sulit/lama sembuh.

i. Seksualitas

j. Integumen
Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar
2. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin.


2. Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi.
3. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit,
dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada
regulasi temperatur, proses infeksi

3. Perencanaan
Diagnosa I :
Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin.

Kriteria hasil :
Menunjukkan bunyi napas jelas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal,
bebas dispnea/sianosis.

Intervensi:
1) Pertahankan jalan napas klien.
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru-paru.
2) Pantau frekuensi dan kedalaman pernapasan.
Rasional: Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia, stres, dan
sirkulasi endotoksin.
3) Auskultasi bunyi napas.
Rasional: Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi adventisius merupakan
indikator dari kongesti pulmonal/edema interstisial, atelektasis.
4) Sering ubah posisi.
Rasional: Bersihan pulmonal yang baik sangat diperlukan untuk mengurangi
ketidakseimbangan ventelasi/perfusi.
5) Berikan O2 melalui cara yang tepat, misal masker wajah.
Rasional: O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembaban menurunkan
pengeringan saluran pernapasan dan menurunkan viskositas sputum.

Diagnosa 2 :
Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi.

Kriteria hasil :
Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol, menunjukkan ekspresi wajah/postur
tubuh tubuh rileks, berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur/istirahat dengan tepat.

Intervensi:
1) Kaji tanda-tanda vital.
Rasional: Mengetahui keadaan umum klien, untuk menentukan intervensi
selanjutnya.
2) Kaji karakteristik nyeri.
Rasional: Dapat menentukan pengobatan nyeri yang pas dan mengetahui
penyebab nyeri.
3) Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.
Rasional: Membuat klien merasa nyaman dan tenang.
4) Pertahankan tirah baring selama terjadinya nyeri.
Rasional: Menurunkan spasme otot.
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.
Rasional: Memblok lintasan nyeri sehingga berkurang dan untuk membantu
penyembuhan luka.

Diagnosa 3 :
Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit,
dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada
regulasi temperatur, proses infeksi.

Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal (36-37,5oC), bebas dari
kedinginan.

Intervensi:
1) Pantau suhu klien.
Rasional: Suhu 38,9-41,1oC menunjukkan proses penyakit infeksi akut.
2) Pantau asupan dan haluaran serta berikan minuman yang disukai untuk
mempertahankan keseimbangan antara asupan dan haluaran.
Rasional: Memenuhi kebutuhan cairan klien dan membantu menurunkan suhu
tubuh.
3) Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahan linen tempat tidur sesuai
indikasi.
Rasional: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan
suhu mendekati normal.
4) Berikan mandi kompres hangat, hindari penggunaan alkohol.
Rasional: Dapat membantu mengurangi demam, karena alkohol dapat
membuat kulit kering.
5) Berikan selimut pendingin.
Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam.
6) Berikan Antiperitik sesuai program.
Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus.
ASKEP GIGITAN ANJING

1. Definisi

Luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh yang terjadi akibat
kekerasan (Mansjoer, 2000)

Vulnus morsum merupakan luka yang tercabik-cabik yang dapat berupa memar yang
disebabkan oleh gigitan binatang atau manusia (Morison J,2003)

Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang
disebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies.

2. Etiologi

Gigitan Anjing, virus rabies yang bersifat neurotropik dan menyebabkan ensefalitis virus
serta infeksi melalui saliva dan gigitan anjing, kucing, rubah, srigala, kelelawar yang
menderita rabies.

Adapun penyebab dari rabies adalah :


Virus rabies.
Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies.
Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies.

3. Patofisiologi
Virus rabies terdapat dalam air liur hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi
kepada hewan lainnya atu manusia melalui gigitan dan kadang melalui jilatan.Virus akan
berpindah dari tempatnya masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak,
dimana mereka berkembangbiak. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf menuju
ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur. Banyak hewan yang bisa menularkan rabies
kepada manusia. Yang paling sering menjadi sumber dari rabies adalah anjing.

4. Manifestasi Klinik
Terdiri dari beberapa stadium :
- Stadium Prodromal
Pada stadium ini gejalanya tidak spesifik, nyeri kepala, demam yang kemudian diikuti
dengan anoreksia, mual muntah, malaise, kulit hipersensitif, serak dan pembesaran
kelenjar limfe regional
- Masa Perangsangan Akut (Agitasi), stadium ini ditandai adanya kecemasan,
berkeringat, gelisah oleh suara atau cahaya terang, salvias, insomnia, nervouseness,
spasme otot kerongkongan, tercekik, sukar menelan cairan atau ludah, hidrofobia,
kejang-kejang, kaku
- Masa Kelumpuhan, terjadi akibat kerusakan sel saraf, penderita menjadi
kebingungan, sering kejang-kejang, inkontinensiaurin, stupor, koma, kelumpuhan
otototot dan kematian.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis pada manusia ditegakkan dengan tes antibodi netraslisasi rabies yang
positif.
Diagnosis pada hewan ditegakkan dengan pemeriksaan otak secara otopsi. Pada
otopsi otak akan ditemukan badan inklusivirus (Negris bodies) didalam sel saraf

6. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus
dari kejang.
2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk
mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah
daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang
membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann
darah dalam otak
5. Uji laboratorium

7. Penatalaksanan
1. Luka dibersihkan dengan sabun dan air berulang-ulang
2. Irigasi dengan larutan betadine, bila perlu lakukan debridement
3. Jangan melakukan anestesi infiltrasi local tetapi anestesi dengan cara blok atau umum
4. Balut luka secara longgar dan observasi luka 2 kali sehari
5. Bila luka gigitan berat berikan suntikkan infiltrasi serum anti rabies disekitar luka
KONSEP DASAR ASKEP GIGITAN ANJING

I. Pengkajian
Pengkajian mengenai:

a. Status Pernafasan
- Peningkatan tingkat pernapasan
- Takikardi
- Suhu umumnya meningkat (37,9 C)
- Menggigil

b. Status Nutrisi
- kesulitan dalam menelan makanan
-berapa berat badan pasien
- mual dan muntah
- porsi makanan dihabiskan
- status gizi

c. Status Neurosensori
-Adanya tanda-tanda inflamasi

d.Keamanan
-kejang
-kelemahan

e. Integritas Ego
- Klien merasa cemas
- Klien kurang paham tentang penyakitnya

Pengkajian Fisik Neurologik :

1. Tanda tanda vital :


Suhu, Pernapasan, Denyut jantung, Tekanan darah, Tekanan nadi

2. Hasil pemeriksaan kepala


Fontanel : menonjol, rata, cekung
Bentuk Umum Kepala

3. Reaksi pupil
Ukuran, Reaksi terhadap cahaya, Kesamaan respon
4. Tingkat kesadaran
Kewaspadaan : respon terhadap panggilan
Iritabilitas
Letargi dan rasa mengantuk
Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain

5. Afek
Alam perasaan dan Labilitas

6. Aktivitas kejang
Jenis dan Lamanya

7. Fungsi sensoris
Reaksi terhadap nyeri dan suhu

8. Refleks
Refleks tendo superfisial dan Reflek patologi

2. Diagnosa keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan perifer b.d adanya edema


2. Kekurangan volume cairan b.d anoreksia, nausea vomiting dan intake tidak adekuat
3. Nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan kulit

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1
Gangguan perfusi jaringan perifer b.d adanya edema

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama perawatan , gangguan perfusi jaringan perifer tidak
terjadi

Kriteria hasil :
- Nadi teratur (60-100 x/menit)
- TD dalam batas normal
- Tidak ada edema

Intervensi
1. Obsevasi warna, sensasi, gerakan nadi perifer melalui dopler dan pengisian kapiler
pada ekstremitas luka, bandingakan dengan ekstremitas yang tidak sakit.
R/ Pembentukan odema dapat secara cepat menekan pembuluh darah sehingga
mempengaruhi sirkulasi.
2. Tinggikan eksteremitas yang sakit dengan tepat
R/ Meningkatkan sirkulasi sistemik atau aliran balik vena dan dapat menurunkan
edema.
3. Ukur TD pada ekstremitas yang mengalami luka, lepaskan manset TD setelah
mendapatkan hasil
R/ Dapat mengetahui secaraberkesinambungan TD dan menentukan intervensi yang
tepat, dengan dibiarkan manset pada tempatnya dapat meningkatkan pembentukan
edema
4. Dorong latihan gerak aktif pada bagian tubuh yang tidak sakit
R/ Meningkatkan sirkulasi local dan sistemik
5. Observasi nadi secara tertur
R/ Disritmia jantung dapat
terjadi akibat perpindahan elektrolit

Diagnosa 2
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama perawatan kebutuhan cairan terpenuhi

kriteria hasil :
- TTV dalam batas normal
- Menunjukan perbaikan keseimbangan cairan
- Haluaran urine normal

Intervensi
1. Awasi tanda vital, CVP, perhatikan pengisian kapiler dan kekuatan nadi perifer
R/ Memberi pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler
2. Awasi haluaran urine dan observasi warna urine
R/ Penggantian cairan harus difiltrasi untuk meyakinkan rata-rata atau balance
haluaran urine dan pemasukan
3. Observasi mual muntah sesuai dengan frekuensinya
R/ Untuk mengobservasi output cairan dan menyesuaikan intake cairan
4. Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma dan albumin
R/ Resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan elektrolit dan membantu
pencegahan komplikasi
5. Observasi pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, elektrolit dan natrium urine )
R/ Mengidentifikasi kehilangan darah atau kerusakan sel darah merah dan kebutuhan
penggantian cairan dan elektrolit.
Diagnosa 3
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keprawtan, nyeri berkurang

Kriteria hasil :
- Ekspresi wajah atau postur tubuh rileks
- Dapat beristirahat dengan tepat
- Nyeri berkurang/ terkontrol dengan TTV dalam keasaan normal.

Intervensi
1. Tutup luka sesegera mungkin
R/ Suhu dan gerakan udara dapat menyebabbkan nyeri pada pemajanan ujung saraf
2. Observasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter, intensitas
R/ Perubahan lokasi/ karakter/ intersitas nyeri dapat mengidentifikasi terjadinya
komplikasi
3. Jelaskan prosedur/ berikan informasi setelah debridement luka
R/ Dukungan empati dapat membantu mengurangi nyeri atau meningkatkan
relaksasi
4. Dorong ekspresi perasaan teentang nyeri
R/ Pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan
mekanisme koping
5. Dorong penggunaan tekhnik manajemen stress dan tekhnik relaksasi
R/ Memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan relaksasi
ASKEP LUKA BAKAR

1. Definisi
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber
panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh (flash), terkena air panas
(scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan
kimia, serta sengatan matahari (sunburn) (Moenajat, 2001).

2. Etiologi
Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah

a. Luka bakar suhu tinggi(Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat


Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald) ,jilatan api
ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak dengan
objek-objek panas lainnya(logam panas, dan lain-lain) (Moenadjat, 2005).

b. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)


Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga (Moenadjat, 2005).

c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)


Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan. Aliran
listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah.
Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khusunya tunika intima, sehingga
menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari
lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grown (Moenadjat, 2001).

d. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)


Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif. Tipe injury
ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan terapeutik dalam
dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga
dapat menyebabkan luka bakar radiasi (Moenadjat, 2001).

3. Patofisiologi Luka Bakar

Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau radiasi
elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C tanpa kerusakan
bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap drajat kenaikan
temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan dengan
konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler
keluar dari lumen pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi protein
plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang
hampir menyelutruh, penimbunan jaringan masif di intersitial menyebabakan kondisi
hipovolemik. Volume cairan iuntravaskuler mengalami defisit, timbul ketidak mampuan
menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok
(Moenajat, 2001).
Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh kegagalan
organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem yaitu terjadinya
kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler, peningkatan
ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan protein), sehingga mengakibatkan tekanan
onkotik dan tekanan cairan intraseluler menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus
dapat mengakibatkan hipopolemik dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan terjadinya
gangguan perfusi jaringan. Apabila sudah terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan
mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang menyuplai sirkulasi orang organ organ
penting seperti : otak, kardiovaskuler, hepar, traktus gastrointestinal dan neurologi yang
dapat mengakibatkan kegagalan organ multi sistem.

4. Klasifikasi Luka Bakar


Klasifikasi luka bakar menurut kedalaman

a. Luka bakar derajat I


Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit kering hiperemik, berupa
eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena ujung ujung syaraf sensorik teriritasi,
penyembuhannya terjadi secara spontan dalam waktu 5 -10 hari (Brunicardi et al.,
2005).

b. Luka bakar derajat II


Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai lapisan dermis, berupa
reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai pula, pembentukan scar, dan nyeri
karena ujungujung syaraf sensorik teriritasi. Dasar luka berwarna merah atau pucat.
Sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal (Moenadjat, 2001).

Derajat II Dangkal (Superficial)


o Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.
o Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh.
o Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan luka bakar
pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat I dan mungkin
terdiagnosa sebagai derajat II superficial setelah 12-24 jam
o Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda dan basah.
o Jarang menyebabkan hypertrophic scar.
o Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara spontan
kurang dari 3 minggu (Brunicardi et al., 2005).
Derajat II dalam (Deep)
o Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
o Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar keringat,kelenjar
sebasea sebagian besar masih utuh.
o Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang tersisa.
o Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tanpak berwarna
merah muda dan putih segera setelah terjadi cedera karena variasi suplay
darah dermis (daerah yang berwarna putih mengindikasikan aliran darah
yang sedikit atau tidak ada sama sekali, daerah yg berwarna merah muda
mengindikasikan masih ada beberapa aliran darah ) (Moenadjat, 2001)
o Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 -9 minggu
(Brunicardi et al., 2005)

c. Luka bakar derajat III (Full Thickness burn)


Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih dalam, tidak dijumpai
bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar berwarna putih dan pucat. Karena
kering, letak nya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar. Terjadi koagulasi protein
pada epidermis yang dikenal sebagai scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi,
oleh karena ujung-ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan atau kematian.
Penyembuhanterjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka
(Moenadjat, 2001).

d. Luka bakar derajat IV


Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan ltulang dengan
adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi seluruh dermis, organ-organ kulit
seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat mengalami kerusakan,
tidak dijumpai bula, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, terletak lebih
rendah dibandingkan kulit sekitar, terjadi koagulasi protein pada epidemis dan dermis
yang dikenal scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensori karena ujung-ujung
syaraf sensorik mengalami kerusakan dan kematian. penyembuhannya terjadi lebih
lama karena ada proses epitelisasi spontan dan rasa luka (Moenadjat, 2001).

5. Proses Penyembuhan Luka


Berdasarkan klasifikasi lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi dua yaitu: akut
dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka waktu 23
minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk
sembuh dalam jangka lebih dari 46 minggu.
Tubuh secara normal akan merespon terhadap luka melalui proses peradangan yang
dikarakteristikan dengan lima tanda utama yaitu bengkak, kemerahan, panas, nyeri dan
kerusakan fungi. Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase (Potter & Perry,
2005) yaitu:
a. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 34 hari. Dua proses utama
terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis (penghentian
perdarahan) akibat vasokonstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi
pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan
bekuan darah di daerah luka. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka.
Scab membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme.
Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Sel epitel membantu
sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya
mikroorganisme. Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan
dan nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan.
Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak. Selama sel
berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial. Tempat ini
ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang 24 jam
setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui
proses yang disebut fagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis
(AGF) yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah.
Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon
inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan.
Respon segera setelah terjadi injuri akan terjadi pembekuan darah untuk
mencegah kehilangan darah. Karakteristik fase ini adalah tumor, rubor, dolor,
calor, functio laesa. Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi.

b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke4 atau 5 sampai hari ke21. Jaringan
granulasi terdiri dari kombinasi fibroblas, sel inflamasi, pembuluh darah yang baru,
fibronectin and hyularonic acid.
Fibroblas (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka
mulai 24 jam pertama setelah terjadi luka. Diawali dengan mensintesis kolagen dan
substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka.
Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari luka.
Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga
kecil kemungkinan luka terbuka. Kapilarisasi dan epitelisasi tumbuh melintasi
luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang
diperlukan bagi penyembuhan.

c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke21 dan berakhir 12 tahun. Fibroblas terus
mensintesis kolagen. Kolagen menyalin dirinya, menyatukan dalam struktur yang
lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis
putih. Dalam fase ini terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari
peningkatan jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi
vaskularitas luka. Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka
serta peningkatan kekuatan jaringan. Terbentuk jaringan parut 5080% sama
kuatnya dengan jaringan sebelumnya. Kemudian terdapat pengurangan secara
bertahap pada aktivitas selular dan vaskularisasi jaringan yang mengalami
perbaikan (Syamsulhidjayat, 2005).

6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

a) Usia
b) Nutrisi
c) Oksigenasi Infeksi
d) Merokok
e) Diabetes Melitus
f) Sirkulasi
g) Dll.

7. Luas luka bakar


Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule
of nine atau rule of wallace yaitu:

1) Kepala dan leher : 9%


2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%

8. Berat ringannya luka bakar


Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1) Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
2) Kedalaman luka bakar.
3) Anatomi lokasi luka bakar.
4) Umur klien.
5) Riwayat pengobatan yang lalu.
6) Trauma yang menyertai atau bersamaan.

American Burn Association membagi dalam :


1) Yang termasuk luka bakar ringan (minor) :
a) Tingkat II kurang dari 15% Total Body Surface Area pada orang dewasa atau
kurang dari 10%
Total Body Surface Area pada anak-anak.
b) Tingkat III kurang dari 2% Total Body Surface Area yang tidak disertai
komplikasi.
2) Yang termasuk luka bakar sedang (moderate) :
a) Tingkat II 15% - 25% Total Body Surface Area pada orang dewasa atau kurang
dari 10% - 20%
Total Body Surface Area pada anak-anak.
b) Tingkat III kurang dari 10% Total Body Surface Area yang tidak disertai
komplikasi.

3) Yang termasuk luka bakar kritis (mayor):


a) Tingkat II 32% Total Body Surface Area atau lebih pada orang dewasa atau
lebih dari 20% Total
Body Surface Area pada anak-anak..
b) Tingkat III 10% atau lebih.
c) Luka bakar yang melibatkan muka, tangan, mata, telinga, kaki dan perineum..
d) Luka bakar pada jalan pernafasan atau adanya komplikasi pernafasan.
e) Luka bakar sengatan listrik (elektrik).
f) Luka bakar yang disertai dengan masalah yang memperlemah daya tahan tubuh
seperti luka jaringan linak, fractur, trauma lain atau masalah kesehatan
sebelumnya.

American college of surgeon membagi dalam:


1. Parah critical:
a) Tingkat II : 30% atau lebih.
b) Tingkat III : 10% atau lebih.
c) Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
d) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.

2. Sedang moderate:
a) Tingkat II : 15 30%
b) Tingkat III : 1 10%

3. Ringan minor:
a) Tingkat II : kurang 15%
b) Tingkat III : kurang 1%
KONSEP ASKEP LUKA BAKAR

1. Pengkajian
a) Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit;
gangguan massa otot, perubahan tonus.
b) Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan
nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan
kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri);
disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
c) Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
d) Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis
(setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising
usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres
penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
e) Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f) Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD)
pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan
retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok
listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
g) Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk
disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang
derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua
tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h) Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan
sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan
nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema
laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret
jalan nafas dalam (ronkhi).
i) Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jarinagn dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak
terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya
penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.

Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas
panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut
kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.

Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.


Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus;
nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya
secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis.
Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka
bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal
sehubungan dengan pakaian terbakar.

Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik


sehubungan dengan syok listrik).

j) Pemeriksaan diagnostik:

2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi
trakheobronkhial; oedema mukosa; kompressi jalan nafas.
2. Defisit Volume Cairan berhubungan dengan ketidak seimbangan elektrolit dan
kehilangan volume plasma dari pembuluh darah.
3. Perubahan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Penurunan Kardiak Output dan edema.
4. Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit sekunder destruksi lapisan
kulit.

3. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa 1 :
Tujuan :
Bersihan jalan nafas tetap efektif.

Kriteria Hasil
Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cyanosis
Intervensi
1. Kaji refleks gangguan/menelan; perhatikan pengaliran air liur, ketidakmampuan
menelan, serak, batuk mengi.
R/ Dugaan cedera inhalasi
2. Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan adanya pucat/sianosis
dan sputum mengandung karbon atau merah muda.
R/ Takipnea, penggunaan otot bantu, sianosis dan perubahan sputum
menunjukkan terjadi distress pernafasan/edema paru dan kebutuhan intervensi
medik.
3. Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas,
batuk rejan
R/ Obstruksi jalan nafas/distres pernafasan dapat terjadi sangat cepat atau
lambat contoh sampai 48 jam setelah terbakar.
4. Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di bawah kepala, sesuai
indikasi
R/ Meningkatkan ekspansi paru optimal/fungsi pernafasan.

2. Diagnosa 2
Tujuan :
Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan biokimia membaik.

Kriteria hasil :
Tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum dalam batas normal,
haluaran urine di atas 30 ml/jam.

Intervensi
1. Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer
R/ Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon
kardiovaskuler.
2. Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan hemates
sesuai indikasi.
R/ Penggantian cairan dititrasi untuk meyakinkan rata-2 pengeluaran urine 30-50
cc/jam pada orang dewasa
3. Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi
R/ Memperkirakan luasnya oedema/perpindahan cairan yang mempengaruhi
volume sirkulasi dan pengeluaran urine.
4. Konsultasi doketr bila manifestasi kelebihan cairan terjadi.
R/ Pasien rentan pada kelebihan beban volume intravaskular selama periode
pemulihan bila perpindahan cairan dari kompartemen interstitial pada
kompartemen intravaskuler.
3. Diagnosa 3
Tujuan :
Memumjukkan regenerasi jaringan

Kriteria hasil:
Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar.

Intervensi
1. Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan
kondisi sekitar luka.
R/ Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan
kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada aera graft.
2. Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.
R/ Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko
infeksi/kegagalan kulit.
3. Tinggikan area graft bila mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang diinginkan dan
imobilisasi area bila diindikasikan.
R/ Menurunkan pembengkakan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B.
Lippincott Campany.Philadelpia. Hal. 1293 1328.

R. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.Jakarta.

EGMansjoer. Arif. 2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jakarta : EGC

Doenges. Marilynn E. 2000. Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC

Purwandianto.Agus. 1979. Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan praktis edisi 3.


PT Bina Rupa Aksara: Jakarta

Sudoyo AW, et.al. (ed.) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. 2006. FK UI.
Jakarta. Hlm. 210-212.
MAKALAH
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Tentang
GANGGUAN INTEGUMEN

(LUKA BAKAR DAN GIGITAN BINATANG)

DI SUSUN OLEH :

1. EVA MUZDALIFAH
2. ASNIATI
3. FERI IRAWAN
4. NURSANTI

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM
PRODI D-IV KEPERAWATAN BIMA
TAHUN 2015 2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmat serta penyertaan-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Dalam penulisan makalah ini kami berusaha menyajikan bahan dan bahasa yang
sederhana, singkat serta mudah dicerna isinya oleh para pembaca.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna serta masih terdapat kekurangan
dan kekeliruan dalam penulisan makalah ini. Maka kami berharap adanya masukan dari
berbagai pihak untuk perbaikan dimasa yang akan mendatang.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dipergunakan
dengan layak sebagaimana mestinya.

Penyusun

________

Anda mungkin juga menyukai