Insect Bites adalah gigitan atau serangan serangga. Gigitan serangga seringkali
menyebabkan bengkak, kemerahan, rasa sakit (senut-senut), dan gatal-gatal. Reaksi
tersebut boleh dibilang biasa, bahkan gigitan serangga ada yang berakhir dalam beberapa
jam sampai berhari-hari. Bayi dan anak-anak labih rentan terkena gigitan serangga
dibanding orang dewasa.
Insect bites adalah gigitan yang diakibatkan karena serangga yang menyengat atau
menggigit seseorang.
Beberapa contoh masalah serius yang diakibatkan oleh gigitan atau serangan gigitan
serangga didantaranya adalah:
g. Infeksi virus.
Infeksi nyamuk dapat menyebarkan virus West Nile kepada seseorang, menyebabkan
inflamasi pada otak (encephalitis).
h. Infeksi parasit.
Infeksi nyamuk dapat menyebabkan menyebarnya malaria.
2. Etiologi
Serangga tidak akan menyerang kecuali kalau mereka digusar atau diganggu. Kebanyakan
gigitan dan sengatan digunakan untuk pertahanan dapat menyebabkan reaksi yang cukup
serius pada orang yang alergi terhadap mereka. . Gigitan serangga untuk melindungi
sarang mereka. Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa(racun) yang
tersusun dari protein dan substansi lain yang mungkin memicu reaksi alergi kepada
penderita.
Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan dan bengkak di lokasi yang tersengat.
Lebah, tawon, penyengat, si jaket kuning, dan semut api adalah anggota keluarga
Hymenoptera.Gigitan atau sengatan dari mereka
Kematian yang diakibatkan oleh serangga 3-4 kali lebih sering dari pada kematian yang
diakibatkan oleh gigitan ular. Lebah, tawon dan semut api berbeda-beda
dalam menyengat. Ketika lebah menyengat, dia melepaskan seluruh alat sengatnya dan
sebenarnya ia mati ketika proses itu terjadi. Seekor tawon dapat menyengat berkali-kali
karena tawon tidak melepaskan seluruh alat sengatnya setelah ia menyengat. Semut api
menyengatkan bisanya dengan menggunakan rahangnya dan memutar tubuhnya. Mereka
dapat menyengat bisa berkali-kali.
3. Gejala
Gejala dari gigitan serangga bermacam-macam dan tergantung dari berbagai macam faktor
yang mempengaruhi.
o Kulit kemerahan
o Bengkak
o Nyeri
o Gatal-gatal disekitr area gigitan/sengatan
o Gigitan dapat merusak dan menginfeksi jaringan kulit jika daerah yang terkena
gigitan tersebut terluka.
o sesak napas
o pingsan
o hampir meninggal dalam 30 menit adalah gejala dari reaksi yang disebut anafilaksis
o bengkak pada tenggorokan dan kematian
o sakit pada otot dan gagal ginjal oleh serangga jenis penyengat besar.
4. Penatalaksanaan
a) Jika gigitan menyebabkan infeksi (kemerahan dengan atau tanpa nanah, suhu tubuh
tinggi, demam, atau kemerahan di tubuh), pergilah ke dokter.
b) Jika tidak diketahui apa yang menggigit, sangat penting untuk menjaga area yang
digigit agar tidak terjadi infeksi.
c) Hubungi dokter jika ada luka yang terbuka, mungkin itu sengatan racun laba-laba.
d) Seseorang yang mempunyai riwayat tergigit atau tersengat serangga harus pergi ke
rumah sakit terdekat jika mendapati gejala:
o Mendesah
o Sesak nafas
o Dada sesak atau sakit
o Tenggorokan sakit atau susah berbicara
o Pingsan atau lemah
o Infeksi
e) Pengobatan gigitan serangga pribadi di rumah
1. cukup menggunakan es sebagai pengobatan. Bersihkan area yang terkena
gigitan dengan sabun dan air untuk menghilangkan partikel yang
terkontaminasi oleh serangga (seperti nyamuk). Partikel-partikel dapat
mengkontaminasi lebih lanjut jika luka tidak dibersihkan.
2. Pengobatan dapat juga menggunakan antihistamin seperti diphenhidramin
(Benadryl) dalam bentuk krim/salep atau pil.
f) Manajemen di Rumah Sakit
Perawatan definitif meliputi pengecekan kembali ABC dan mengevaluasi pasien atas
tanda-tanda syok (seperti takipneu, takikardi, kulit kering dan pucat, perubahan status
mental, hipotensi).
ASKEP GAWAT DARURAT DENGAN SENGATAN SERANGGA
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan Marilynn E. Doenges (2000: 871-873), dasar data
pengkajian pasien, yaitu:
b. Sirkulasi
Tanda: Tekanan darah normal/sedikit di bawah jangkauan normal (selama
hasil curah jantung tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat, (perifer
hiperdinamik), lemah/lembut/mudah hilang, takikardi, ekstrem (syok).
c. Integritas Ego
Gejala: Perubahan status kesehatan.
Tanda: Reaksi emosi yang kuat, ansietas, menangis, ketergantungan,
menyangkal, menarik diri.
d. Eliminasi
e. Makanan/cairan
f. Neorosensori
Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan.
Tanda: Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma.
g. Nyeri/kenyamanan
h. Pernapasan
Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.
Gejala: Suhu umunya meningkat (37,95oC atau lebih) tetapi mungkin normal,
kadang subnormal (dibawah 36,63oC), menggigil. Luka yang sulit/lama sembuh.
i. Seksualitas
j. Integumen
Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses toksikasi
2. Syok berhubungan dengan tidak adekuatnya peredaran darah ke jaringan
3. Rasa gatal, bengkak dan bintik bintik merah berhubungan dengan proses inflamasi
3. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses toksikasi
Tujuan : Meredakan nyeri
Intervensi
1. Sengat kalau masih ada dicabut dengan pinset
R/ : mengeluarkan sengat serangga yang masih tertinggal
2. Berikan kompres dingin
R/ : meredakan nyeri dan mengurangi bengkak
3. Lakukan tehnik distraksi relaksasi
R/ : mengurangi nyeri
4. Kolaborasi dalam pemberian antihistamin seperti diphenhidramin (Benadryl) dalam
bentuk krim/salep atau pil, losion Calamine
R/ : mengurangi gatal gatal.
Intervensi
1. Atasi setiap penyebab shock yang mungkin dapat di atasi(perdarahan luar)
R/: Mengurangi keparahan
2. Pasien dibaringkan kepala lebih rendah.
R/: Kepala lebih rendah supaya pasien tidak hilang kesadaran
3. Kaki di tinggikan dan di topang
R/: Meningkatkan suplai darah ke otak
4. Longgarkan pakaian yang ketat atau pakaian yang menghalangi
R/: Sirkulasi tidak terganggu
5. Periksa dan catat pernapasan nadi dan tingkat reaksi tiap 10 menit
R/: Mengetahui tingkat perkembangan pasien
3. Rasa gatal, bengkak dan bintik bintik merah berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan : Mencegah peradangan akut
Intervensi
1. Pasang tourniket pada daerah di atas gigitan
R/: Mencegah tersebarnya racun ke seluruh tubuh
2. Bersihkan area yang terkena gigitan dengan sabun dan air untuk menghilangkan
partikel yang terkontaminasi oleh serangga (seperti nyamuk).
R/: Untuk menghindari terkontaminasi lebih lanjut pada luka
3. Kolaborasi dalam pemberian antihistamin dan serum Anti Bisa Ular (ABU)
polivalen i.v dan disekitar luka. ATS dan penisilin procain 900.000 IU
R/: Mencegah terjadinya infeksi
ASKEP GIGITAN ULAR
1. Definisi
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya toksin bisa ular
tergantung pada jenis dan macam ular.
Racun binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang
dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.
2. Etiologi
bisa ular yang bersifat racun terhadap darah yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak
(menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma lecethine (dinding
sel darah merah), sehingga sel darah merah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar
menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput
tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan dan lain-lain.
yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar luka
gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit
sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan
selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf
pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah
melalui pembuluh limpa.
4. Patofisiologi
Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar dibawah mata. Bisa ular
dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring yang terdapat dirahang atas. Dosis bisa setiap
gigitan tergantung pada waktu yang berlalu sejak gigitan terakhir, derajat ancaman yang
dirasakan ular, dan ukuran mangsa. Lubang hidung ular merespon panas yang dikeluarkan
mangsa, yang memungkinkan ular untuk mengubah-ubah jumlah bisa yang akan
dikeluarkan.
Semua metode injeksi venom kedalam korban (evenomasi) adalh mengimobilisasi secara
cepat dan mulai mencernanya. Sebagian besar bisa terdiri dari air. Bisa ular terdiri dari
bermacam polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase, kolin
esterase, protease fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase. Enzim ini menyebabkan
hemolisis atau pelepasan histamin sehingga timbul reaksi anafilaksis
2. Derajat I
v Bekas gigitan 2 taring
v Bengkak dengan diameter 1 5 cm
v Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
3. Derajat II
v Sama dengan derajat I
v Petechie, echimosis
v Nyeri hebat dalam 12 jam
4. Derajat III
v Sama dengan derajat I dan II
v Syok dan distres nafas / petechie, echimosis seluruh tubuh
5. Derajat IV
v Sangat cepat memburuk
6. Manifestasi klinis
a. elapidae
sifat bisa ular ini bersifat neurotoksik sehingga akan berkibat pada saraf perifer atau sentral.
Berakibat fatal karena paralisis otot lurik.
b. viperidae
sifat bisa ini berifat haemotoksik yang berakibat haemolitik dengan zat antara fosfolipase dan
enzim atau menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protombin. Perdarahan itu sendiri
sebagai akibat dari lisisnya sel darah merah karena toksin.
c. hydropidae
sifat bisa ini bersifat myotoksik yang berakibatkan rhabdomyolisis yng sering berhubungan
dengan homeotoksin. Myogolbulin urin yang menyebabkan kerusakan ginjal dan
hyperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.
8. pemeriksaan diagnostik
a. laboratorium
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan Marilynn E. Doenges (2000: 871-873), dasar data
pengkajian pasien, yaitu:
b. Sirkulasi
Tanda: Tekanan darah normal/sedikit di bawah jangkauan normal (selama
hasil curah jantung tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat, (perifer
hiperdinamik), lemah/lembut/mudah hilang, takikardi, ekstrem (syok).
c. Integritas Ego
Gejala: Perubahan status kesehatan.
Tanda: Reaksi emosi yang kuat, ansietas, menangis, ketergantungan,
menyangkal, menarik diri.
d. Eliminasi
e. Makanan/cairan
f. Neorosensori
Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan.
Tanda: Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma.
g. Nyeri/Kenyamanan
h. Pernapasan
Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.
Gejala: Suhu umunya meningkat (37,95oC atau lebih) tetapi mungkin normal,
kadang subnormal (dibawah 36,63oC), menggigil. Luka yang sulit/lama sembuh.
i. Seksualitas
j. Integumen
Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar
2. Diagnosa Keperawatan
3. Perencanaan
Diagnosa I :
Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin.
Kriteria hasil :
Menunjukkan bunyi napas jelas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal,
bebas dispnea/sianosis.
Intervensi:
1) Pertahankan jalan napas klien.
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru-paru.
2) Pantau frekuensi dan kedalaman pernapasan.
Rasional: Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia, stres, dan
sirkulasi endotoksin.
3) Auskultasi bunyi napas.
Rasional: Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi adventisius merupakan
indikator dari kongesti pulmonal/edema interstisial, atelektasis.
4) Sering ubah posisi.
Rasional: Bersihan pulmonal yang baik sangat diperlukan untuk mengurangi
ketidakseimbangan ventelasi/perfusi.
5) Berikan O2 melalui cara yang tepat, misal masker wajah.
Rasional: O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembaban menurunkan
pengeringan saluran pernapasan dan menurunkan viskositas sputum.
Diagnosa 2 :
Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi.
Kriteria hasil :
Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol, menunjukkan ekspresi wajah/postur
tubuh tubuh rileks, berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi:
1) Kaji tanda-tanda vital.
Rasional: Mengetahui keadaan umum klien, untuk menentukan intervensi
selanjutnya.
2) Kaji karakteristik nyeri.
Rasional: Dapat menentukan pengobatan nyeri yang pas dan mengetahui
penyebab nyeri.
3) Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.
Rasional: Membuat klien merasa nyaman dan tenang.
4) Pertahankan tirah baring selama terjadinya nyeri.
Rasional: Menurunkan spasme otot.
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.
Rasional: Memblok lintasan nyeri sehingga berkurang dan untuk membantu
penyembuhan luka.
Diagnosa 3 :
Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit,
dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada
regulasi temperatur, proses infeksi.
Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal (36-37,5oC), bebas dari
kedinginan.
Intervensi:
1) Pantau suhu klien.
Rasional: Suhu 38,9-41,1oC menunjukkan proses penyakit infeksi akut.
2) Pantau asupan dan haluaran serta berikan minuman yang disukai untuk
mempertahankan keseimbangan antara asupan dan haluaran.
Rasional: Memenuhi kebutuhan cairan klien dan membantu menurunkan suhu
tubuh.
3) Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahan linen tempat tidur sesuai
indikasi.
Rasional: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan
suhu mendekati normal.
4) Berikan mandi kompres hangat, hindari penggunaan alkohol.
Rasional: Dapat membantu mengurangi demam, karena alkohol dapat
membuat kulit kering.
5) Berikan selimut pendingin.
Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam.
6) Berikan Antiperitik sesuai program.
Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus.
ASKEP GIGITAN ANJING
1. Definisi
Luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh yang terjadi akibat
kekerasan (Mansjoer, 2000)
Vulnus morsum merupakan luka yang tercabik-cabik yang dapat berupa memar yang
disebabkan oleh gigitan binatang atau manusia (Morison J,2003)
Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang
disebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies.
2. Etiologi
Gigitan Anjing, virus rabies yang bersifat neurotropik dan menyebabkan ensefalitis virus
serta infeksi melalui saliva dan gigitan anjing, kucing, rubah, srigala, kelelawar yang
menderita rabies.
3. Patofisiologi
Virus rabies terdapat dalam air liur hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi
kepada hewan lainnya atu manusia melalui gigitan dan kadang melalui jilatan.Virus akan
berpindah dari tempatnya masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak,
dimana mereka berkembangbiak. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf menuju
ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur. Banyak hewan yang bisa menularkan rabies
kepada manusia. Yang paling sering menjadi sumber dari rabies adalah anjing.
4. Manifestasi Klinik
Terdiri dari beberapa stadium :
- Stadium Prodromal
Pada stadium ini gejalanya tidak spesifik, nyeri kepala, demam yang kemudian diikuti
dengan anoreksia, mual muntah, malaise, kulit hipersensitif, serak dan pembesaran
kelenjar limfe regional
- Masa Perangsangan Akut (Agitasi), stadium ini ditandai adanya kecemasan,
berkeringat, gelisah oleh suara atau cahaya terang, salvias, insomnia, nervouseness,
spasme otot kerongkongan, tercekik, sukar menelan cairan atau ludah, hidrofobia,
kejang-kejang, kaku
- Masa Kelumpuhan, terjadi akibat kerusakan sel saraf, penderita menjadi
kebingungan, sering kejang-kejang, inkontinensiaurin, stupor, koma, kelumpuhan
otototot dan kematian.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis pada manusia ditegakkan dengan tes antibodi netraslisasi rabies yang
positif.
Diagnosis pada hewan ditegakkan dengan pemeriksaan otak secara otopsi. Pada
otopsi otak akan ditemukan badan inklusivirus (Negris bodies) didalam sel saraf
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus
dari kejang.
2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk
mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah
daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang
membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann
darah dalam otak
5. Uji laboratorium
7. Penatalaksanan
1. Luka dibersihkan dengan sabun dan air berulang-ulang
2. Irigasi dengan larutan betadine, bila perlu lakukan debridement
3. Jangan melakukan anestesi infiltrasi local tetapi anestesi dengan cara blok atau umum
4. Balut luka secara longgar dan observasi luka 2 kali sehari
5. Bila luka gigitan berat berikan suntikkan infiltrasi serum anti rabies disekitar luka
KONSEP DASAR ASKEP GIGITAN ANJING
I. Pengkajian
Pengkajian mengenai:
a. Status Pernafasan
- Peningkatan tingkat pernapasan
- Takikardi
- Suhu umumnya meningkat (37,9 C)
- Menggigil
b. Status Nutrisi
- kesulitan dalam menelan makanan
-berapa berat badan pasien
- mual dan muntah
- porsi makanan dihabiskan
- status gizi
c. Status Neurosensori
-Adanya tanda-tanda inflamasi
d.Keamanan
-kejang
-kelemahan
e. Integritas Ego
- Klien merasa cemas
- Klien kurang paham tentang penyakitnya
3. Reaksi pupil
Ukuran, Reaksi terhadap cahaya, Kesamaan respon
4. Tingkat kesadaran
Kewaspadaan : respon terhadap panggilan
Iritabilitas
Letargi dan rasa mengantuk
Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
5. Afek
Alam perasaan dan Labilitas
6. Aktivitas kejang
Jenis dan Lamanya
7. Fungsi sensoris
Reaksi terhadap nyeri dan suhu
8. Refleks
Refleks tendo superfisial dan Reflek patologi
2. Diagnosa keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1
Gangguan perfusi jaringan perifer b.d adanya edema
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama perawatan , gangguan perfusi jaringan perifer tidak
terjadi
Kriteria hasil :
- Nadi teratur (60-100 x/menit)
- TD dalam batas normal
- Tidak ada edema
Intervensi
1. Obsevasi warna, sensasi, gerakan nadi perifer melalui dopler dan pengisian kapiler
pada ekstremitas luka, bandingakan dengan ekstremitas yang tidak sakit.
R/ Pembentukan odema dapat secara cepat menekan pembuluh darah sehingga
mempengaruhi sirkulasi.
2. Tinggikan eksteremitas yang sakit dengan tepat
R/ Meningkatkan sirkulasi sistemik atau aliran balik vena dan dapat menurunkan
edema.
3. Ukur TD pada ekstremitas yang mengalami luka, lepaskan manset TD setelah
mendapatkan hasil
R/ Dapat mengetahui secaraberkesinambungan TD dan menentukan intervensi yang
tepat, dengan dibiarkan manset pada tempatnya dapat meningkatkan pembentukan
edema
4. Dorong latihan gerak aktif pada bagian tubuh yang tidak sakit
R/ Meningkatkan sirkulasi local dan sistemik
5. Observasi nadi secara tertur
R/ Disritmia jantung dapat
terjadi akibat perpindahan elektrolit
Diagnosa 2
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama perawatan kebutuhan cairan terpenuhi
kriteria hasil :
- TTV dalam batas normal
- Menunjukan perbaikan keseimbangan cairan
- Haluaran urine normal
Intervensi
1. Awasi tanda vital, CVP, perhatikan pengisian kapiler dan kekuatan nadi perifer
R/ Memberi pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler
2. Awasi haluaran urine dan observasi warna urine
R/ Penggantian cairan harus difiltrasi untuk meyakinkan rata-rata atau balance
haluaran urine dan pemasukan
3. Observasi mual muntah sesuai dengan frekuensinya
R/ Untuk mengobservasi output cairan dan menyesuaikan intake cairan
4. Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma dan albumin
R/ Resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan elektrolit dan membantu
pencegahan komplikasi
5. Observasi pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, elektrolit dan natrium urine )
R/ Mengidentifikasi kehilangan darah atau kerusakan sel darah merah dan kebutuhan
penggantian cairan dan elektrolit.
Diagnosa 3
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keprawtan, nyeri berkurang
Kriteria hasil :
- Ekspresi wajah atau postur tubuh rileks
- Dapat beristirahat dengan tepat
- Nyeri berkurang/ terkontrol dengan TTV dalam keasaan normal.
Intervensi
1. Tutup luka sesegera mungkin
R/ Suhu dan gerakan udara dapat menyebabbkan nyeri pada pemajanan ujung saraf
2. Observasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter, intensitas
R/ Perubahan lokasi/ karakter/ intersitas nyeri dapat mengidentifikasi terjadinya
komplikasi
3. Jelaskan prosedur/ berikan informasi setelah debridement luka
R/ Dukungan empati dapat membantu mengurangi nyeri atau meningkatkan
relaksasi
4. Dorong ekspresi perasaan teentang nyeri
R/ Pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan
mekanisme koping
5. Dorong penggunaan tekhnik manajemen stress dan tekhnik relaksasi
R/ Memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan relaksasi
ASKEP LUKA BAKAR
1. Definisi
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber
panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh (flash), terkena air panas
(scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan
kimia, serta sengatan matahari (sunburn) (Moenajat, 2001).
2. Etiologi
Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau radiasi
elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C tanpa kerusakan
bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap drajat kenaikan
temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan dengan
konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler
keluar dari lumen pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi protein
plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang
hampir menyelutruh, penimbunan jaringan masif di intersitial menyebabakan kondisi
hipovolemik. Volume cairan iuntravaskuler mengalami defisit, timbul ketidak mampuan
menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok
(Moenajat, 2001).
Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh kegagalan
organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem yaitu terjadinya
kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler, peningkatan
ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan protein), sehingga mengakibatkan tekanan
onkotik dan tekanan cairan intraseluler menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus
dapat mengakibatkan hipopolemik dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan terjadinya
gangguan perfusi jaringan. Apabila sudah terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan
mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang menyuplai sirkulasi orang organ organ
penting seperti : otak, kardiovaskuler, hepar, traktus gastrointestinal dan neurologi yang
dapat mengakibatkan kegagalan organ multi sistem.
b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke4 atau 5 sampai hari ke21. Jaringan
granulasi terdiri dari kombinasi fibroblas, sel inflamasi, pembuluh darah yang baru,
fibronectin and hyularonic acid.
Fibroblas (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka
mulai 24 jam pertama setelah terjadi luka. Diawali dengan mensintesis kolagen dan
substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka.
Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari luka.
Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga
kecil kemungkinan luka terbuka. Kapilarisasi dan epitelisasi tumbuh melintasi
luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang
diperlukan bagi penyembuhan.
c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke21 dan berakhir 12 tahun. Fibroblas terus
mensintesis kolagen. Kolagen menyalin dirinya, menyatukan dalam struktur yang
lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis
putih. Dalam fase ini terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari
peningkatan jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi
vaskularitas luka. Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka
serta peningkatan kekuatan jaringan. Terbentuk jaringan parut 5080% sama
kuatnya dengan jaringan sebelumnya. Kemudian terdapat pengurangan secara
bertahap pada aktivitas selular dan vaskularisasi jaringan yang mengalami
perbaikan (Syamsulhidjayat, 2005).
a) Usia
b) Nutrisi
c) Oksigenasi Infeksi
d) Merokok
e) Diabetes Melitus
f) Sirkulasi
g) Dll.
2. Sedang moderate:
a) Tingkat II : 15 30%
b) Tingkat III : 1 10%
3. Ringan minor:
a) Tingkat II : kurang 15%
b) Tingkat III : kurang 1%
KONSEP ASKEP LUKA BAKAR
1. Pengkajian
a) Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit;
gangguan massa otot, perubahan tonus.
b) Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan
nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan
kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri);
disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
c) Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
d) Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis
(setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising
usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres
penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
e) Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f) Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD)
pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan
retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok
listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
g) Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk
disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang
derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua
tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h) Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan
sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan
nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema
laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret
jalan nafas dalam (ronkhi).
i) Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jarinagn dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak
terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya
penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas
panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut
kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
j) Pemeriksaan diagnostik:
2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi
trakheobronkhial; oedema mukosa; kompressi jalan nafas.
2. Defisit Volume Cairan berhubungan dengan ketidak seimbangan elektrolit dan
kehilangan volume plasma dari pembuluh darah.
3. Perubahan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Penurunan Kardiak Output dan edema.
4. Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit sekunder destruksi lapisan
kulit.
3. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa 1 :
Tujuan :
Bersihan jalan nafas tetap efektif.
Kriteria Hasil
Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cyanosis
Intervensi
1. Kaji refleks gangguan/menelan; perhatikan pengaliran air liur, ketidakmampuan
menelan, serak, batuk mengi.
R/ Dugaan cedera inhalasi
2. Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan adanya pucat/sianosis
dan sputum mengandung karbon atau merah muda.
R/ Takipnea, penggunaan otot bantu, sianosis dan perubahan sputum
menunjukkan terjadi distress pernafasan/edema paru dan kebutuhan intervensi
medik.
3. Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas,
batuk rejan
R/ Obstruksi jalan nafas/distres pernafasan dapat terjadi sangat cepat atau
lambat contoh sampai 48 jam setelah terbakar.
4. Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di bawah kepala, sesuai
indikasi
R/ Meningkatkan ekspansi paru optimal/fungsi pernafasan.
2. Diagnosa 2
Tujuan :
Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan biokimia membaik.
Kriteria hasil :
Tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum dalam batas normal,
haluaran urine di atas 30 ml/jam.
Intervensi
1. Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer
R/ Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon
kardiovaskuler.
2. Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan hemates
sesuai indikasi.
R/ Penggantian cairan dititrasi untuk meyakinkan rata-2 pengeluaran urine 30-50
cc/jam pada orang dewasa
3. Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi
R/ Memperkirakan luasnya oedema/perpindahan cairan yang mempengaruhi
volume sirkulasi dan pengeluaran urine.
4. Konsultasi doketr bila manifestasi kelebihan cairan terjadi.
R/ Pasien rentan pada kelebihan beban volume intravaskular selama periode
pemulihan bila perpindahan cairan dari kompartemen interstitial pada
kompartemen intravaskuler.
3. Diagnosa 3
Tujuan :
Memumjukkan regenerasi jaringan
Kriteria hasil:
Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar.
Intervensi
1. Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan
kondisi sekitar luka.
R/ Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan
kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada aera graft.
2. Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.
R/ Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko
infeksi/kegagalan kulit.
3. Tinggikan area graft bila mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang diinginkan dan
imobilisasi area bila diindikasikan.
R/ Menurunkan pembengkakan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B.
Lippincott Campany.Philadelpia. Hal. 1293 1328.
R. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.Jakarta.
Doenges. Marilynn E. 2000. Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC
Sudoyo AW, et.al. (ed.) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. 2006. FK UI.
Jakarta. Hlm. 210-212.
MAKALAH
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Tentang
GANGGUAN INTEGUMEN
DI SUSUN OLEH :
1. EVA MUZDALIFAH
2. ASNIATI
3. FERI IRAWAN
4. NURSANTI
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM
PRODI D-IV KEPERAWATAN BIMA
TAHUN 2015 2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmat serta penyertaan-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Dalam penulisan makalah ini kami berusaha menyajikan bahan dan bahasa yang
sederhana, singkat serta mudah dicerna isinya oleh para pembaca.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna serta masih terdapat kekurangan
dan kekeliruan dalam penulisan makalah ini. Maka kami berharap adanya masukan dari
berbagai pihak untuk perbaikan dimasa yang akan mendatang.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dipergunakan
dengan layak sebagaimana mestinya.
Penyusun
________