Anda di halaman 1dari 5

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Insect bite reaction (reaksi gigitan serangga) adalah reaksi yang disebabkan oleh gigitan yang
biasanya berasal dari bagian mulut serangga dan terjadi saat serangga berusaha untuk
mempertahankan diri atau saat serangga tersebut mencari makanannya.1

Insect bite ( gigitan serangga) adalah kelainan akibat gigitan atau tusukan serangga yang disebabkan
reaksi terhadap toksin atau allergen yang dikeluarkan artropoda penyerang.2

2.2 Epidemiologi

Gigitan dan sengatan serangga mempunyai prevalensi yang sama diseluruh dunia. Dapat terjadi
pada iklim tertentu dan hal ini juga merupakan fenomena musiman, meskipun tidak menutup
kemungkinan kejadian ini dapat terjadi di sekitar kita. Prevalensi antara pria dan wanita sama. Bayi
dan anak-anak lebih rentan terkena gigitan serangga dibandingkan orang dewasa. Salah satu faktor
yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini adalah lingkungan sekitar seperti tempat mencari mata
pencaharian yaitu perkebunan, persawahan dan lain-lain.1

2.3 Etiologi

Insect bite reaction disebabkan oleh artropoda kelas insekta. Insekta memiliki tahap dewasa
dengan karakter eksoskeleton yang keras, 3 pasang kaki, dan tubuh bersegmen dimana kepala,
toraks, dan abdomennya menyatu. Insekta merupakan golongan hewan yang memiliki jenis paling
banyak dan paling beragam. Oleh karena itu, kontak antara manusia dan serangga sulit dihindari.
Paparan terhadap gigitan atau sengatan serangga dan sejenisnya dapat berakibat ringan atau hampir
tidak disadari ataupun dapat mengancam nyawa.2

Secara sederhana gigitan dan sengatan serangga dibagi menjadi 2 grup yaitu Venomous
(beracun) dan non-venomous (tidak beracun). Serangga yang beracun biasanya menyerang dengan
cara menyengat, misalnya tawon atau lebah. Ini merupakan salah satu mekanisme pertahanan diri
yakni dengan cara menyuntikkan racun atau bisa melalui alat penyengatnya. Sedangkan serangga
yang tidak beracun menggigit atau menembus kulit dan masuk menghisap darah, ini biasanya yang
menimbulkan rasa gatal.1

Ada 30 lebih jenis serangga tetapi hanya beberapa saja yang bisa menimbulkan kelainan kulit yang
signifikan. Kelasa arthopoda yang melakukan gigitan dan sengatan pada manusia terbagi atas :

1. Kelas Arachnida

a. Acarina

b. Araniae (Laba-laba)

c. Scorpionidae (Kalajengking)

2. Kelas Chilopoda (Lipan) dan Diplopoda (Luing)

3. Kelas Insekta
a. Anoplura (Pthyreus pubis, Pediculus humanus, Capitis et corporis)

b. Coleoptera (Kumbang)

c. Dipthera (Nyamuk dan Lalat)

d. Hemiptera (Kutu busuk)

e. Hymenoptera (Semut, Lebah dan Tawon)

f. Lepidoptera (Kupu-kupu)

2.4 Patogenesis

Gigitan atau serangan serangga akan menyebabkan kerusakan kecil pada kulit, lewat gigian atau
sengatan antigen yang akan masuk langsung direspon oleh sistem imun tubuh. Racun dari serangga
mengandung zat-zat yang kompleks. Reaksi terhadap antigen tersebut biasanya akan melepaskan
histamin, serotonin, asam formic atau kinin. Lesi yang timbul disebabkan oleh respon imun tubuh
terhadap antigen yang dihasilkan melalui gigitan atau sengatan serangga. Reaksi yang timbul
melibatkan mekanisme imun. Reaksi yang timbul dapat dibagi dalam dua kelompok : reaksi imediate
dan reaksi delayed.1,2

Reaksi imediate merupakan reaksi yang sering terjadi dan ditandai dengan reaksi lokal atau reaksi
sistemik. Lesi juga timbul karena adanya toksin yang dihasilkan oleh gigitan atau sengatan serangga.
Nekrosis jaringan yang lebih luas dapat disebabkan karena trauma endotel yang dimediasi oleh
pelepasan neutrofil. Spingomyelinase D adalah toksin yang berperan dalam timbulnya reaksi
neutrofilk. Enzim hyluronidase yang juga ada pada racun serangga akan merusak lapisan dermis
sehingga dapat mempercepat penyebaran racun tersebut.3

2.5 Diagnosis

a. Anamnesis

Kebanyakan pasien sadar dengan adanya gigitan serangga ketika terjadi reaksi atau tepat setelah
gigitan, namun paparannya sering tidak diketahui kecuali terjadi reaksi yang berat atau berakibat
sistemik. Pasien yang memiliki sejarah tidak memiliki rumah atau pernah tinggal di tempat
penampungan mungkin mengalami paparan terhadap organisme, seperti serangga kasur. Pasien
dengan penyakit mental juga memungkinkan adanya riwayat paparan dengan parasit serangga.
Paparan dengan binatang liar maupun binatang peliharaan juga dapat menyebabkan paparan
terhadap gigitan serangga.3

b. Gejala Klinis

Pada reaksi lokal, pasien mungkin akan mengeluh tidak nyaman, gatal, nyeri sedang maupun
berat, eritema, panas, dan edema pada jaringan sekitar gigitan. Pada reaksi lokal berat, keluhan
terdiri dari eritema yang luas, urtikaria, dan edema pruritis. Reaksi lokal yang berat dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya reaksi sistemik serius pada paparan berikutnya.1
Gambar : Papular urtikaria: Bekas gigitan kutu, sangat gatal, urtikaria seperti papula di lokasi gigitan
kutu pada lutut dan kaki seorang anak, papula biasanya berdiameter <1 cm serta memiliki vesikel di
atasnya, Bila tergoreskan mengakibatkan erosi maupun krusta.

Gambar : pada bagian tengah lesi tampak ekskoriasi dikelilingi daerah yang edem dan eritem.

Pada reaksi sistemik atau anafilaktik, pasien bisa mengeluhkan adanya gejala lokal sebagaimana
gejala yang tidak terkait dengan lokasi gigitan. Gejala dapat bervariasi dari ringan sampai fatal.
Keluhan awal biasanya termasuk ruam yang luas, urtikaria, pruritus, dan angioedema. Gejala ini
dapat berkembang dan pasien dapat mengalami ansietas, disorientasi, kelemahan, gangguan
gastrointestinal, kram perut pada wanita, inkontinensia urin atau alvi, pusing, pingsan, hipotensi,
stridor, sesak, atau batuk. Seiring berkembangnya reaksi, pasien dapat mengalami kegagalan napas
dan kolaps kardiovaskuler.1

c. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium jarang dibutuhkan. Pemeriksaan laboratorium yang sesuai harus


dilakukan apabila pasien mengalami reaksi yang berat dan membutuhkan penanganan di rumah
sakit atau dicurigai mengalami kegagalan organ akhir atau membutuhkan evaluasi akibat infeksi
sekunder, seperti sellulitis. 3

Pemeriksaan mikroskopis dari apusan kulit dapat bermanfaat pada diagnosis scabies atau kutu,
namun tidak berguna pada kebanyakan gigitan serangga. 3

Pemeriksaan serologis mungkin berguna dalam menentukan infeksi yang diakibatkan oleh
vektor serangga, namun jarang tersedia dan membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan
hasilnya.3

2.6 Diagnosis Banding

Diagnosis banding insect bite reaction didasarkan oleh reaksi pada tempat gigitan (papula
eritema, vesikel), organisme yang menggigit serta nekrosis kutaneus yang menyebabkan timbulnya
lesi yang berbeda:

a. Scabies

Scabies adalah infeksi parasit yang umumnya terjadi di dunia. Arthropoda Sarcoptes scabiei var
hominis menyebabkan pruritus berat dan merupakan penyakit kulit yang sangat menular, dapat
menyerang pria dan wanita dari semua tingkat status social ekonomi dan etnik. Gejala dan tanda
biasanya berkembang perlahan sekitar 2-3 minggu sebelum pasien mencari penanganan medis
untuk mengatasinya. Scabies muncul dalam bentuk cluster, pada individu terlihat sebagai ruam yang
gatal dan papul. Diagnose scabies dapat dipertimbangkan apabila ada riwayat banyak anggota
keluarga yang mengalaminya. Pruritus nocturnal merupakan keluhan utama yang khas pada scabies.
Lesi primer scabies berbentuk liang, papul, nodul, biasanya pustul dan plak urtikaria yang bertempat
di sela-sela jari, area fleksor pergelangan tangan, axilla, area antecubiti, umbilicus, area genital dan
gluteal, serta kaki. Lesi sekunder berbentuk urtikaria, impetigo, dan plak eksematous.4,5

Gambar: Predileksi scabies

b. Prurigo

Merupakan reaksi kulit yang bersifat residif dengan efloresensi beranekaragam. Diduga ada
pengaruh dari luar seperti gigitan serangga, sinar matahari, udara dingin, dan pengaruh dari dalam
tubuh seperti infeksi kronik. Wanita lebih banyak dari pria. Biasanya dicetuskan oleh infeksi kronik
dan keganasan, kekurangan makan protein dan kalori. Dari anamnesis didahului oleh gigitan
serangga (nyamuk,semut), selanjutnya timbul urtikaria papular. Kemudian timbul rasa gatal, dan
karena digaruk timbul bintik-bintik. Gatal bersifat kronik, akibatnya kulit menjadi hitam dan
menebal. Penderita mengeluh selalu gelisah, gatal dan mudah dirangsang.3

Gambar: A. Predileksi. B. papula-papula pada daerah ekstensor ekstremitas.

2.7 Penatalaksanaan

a. Perawatan Pra Rumah Sakit

Kebanyakan gigitan serangga dapat dirawat pada saat akut dengan memberikan kompres setelah
perawatan luka rutin dengan sabun dan air untuk meminimalisasi kemungkinan infeksi. Untuk reaksi
lokal yang luas, kompres es dapat meminimalisasi pembengkakan. Pemberian kompres es tidak
boleh dilakukan lebih dari 15 menit dan harus diberikan dengan pembatas baju antara es dan kulit
untuk mencegah luka langsung akibat suhu dingin pada kulit. Epinefrin merupakan kunci utama
untuk penanganan pra rumah sakit pada reaksi sistemik. Antihistamin sistemik dan kortikosteroid,
bila tersedia, dapat membantu mengatasi reaksi sistemik.1

b. Medikamentosa

- Topikal : Jika reaksi lokal ringan, dikompres dengan larutan asam borat 3%, atau
kortikosteroid topikal seperti krim hidrokortison 1-2%. Jika reaksi berat dengan gejala sistemik,
lakukan pemasangan torniket proksimal dari tempat gigitan dan diberi obat sistemik.

- Sistemik : Injeksi antihistamin seperti klorfeniramin 10 mg atau difenhidramin 50mg. Adrenalin


1% 0,3-0,5 ml subkutan. Kortikosteroid sistemik diberikan pada penderita yang tak tertolong dengan
antihistamin atau adrenalin.

c. Perawatan Unit Gawat Darurat (keadaan berat)

Intubasi endotrakeal dan ventilator mungkin diperlukan untuk menangani anafilaksis berat atau
angioedema yang melibatkan jalan napas. Penanganan anafilaksis emergensi pada individu yang
atopik dapat diberikan dengan injeksi awal intramuskular 0,3-0,5 ml epinefrin dengan perbandingan
1:1000. Dapat diulang setiap 10 menit apabila dibutuhkan. Bolus intravena epinefrin (1:10.000) juga
dapat dipertimbangkan pada kasus berat. Begitu didapatkan respon positif, bolus tadi dapat
dilanjutkan dengan infus dicampur epinefrin yang kontinu dan termonitor. Eritema yang tidak
diketahui penyebabnya dan pembengkakan mungkin sulit dibedakan dengan sellulitis. Sebagai
aturan umum, infeksi jarang terjadi dan antibiotik profilaksis tidak direkomendasikan untuk
digunakan.1

2.8 Prognosis

Prognosis dari insect bite reaction bergantung pada jenis insekta yang terlibat dan seberapa besar
reaksi yang terjadi. Pemberian topikal berbagai jenis analgetik, antibiotik, dan pemberian oral
antihistamin cukup membantu, begitupun dengan kortikosteroid oral maupun topikal. Pemberian
insektisida, mencegah pajanan ulang, dan menjaga higienitas lingkungan juga perlu diperhatikan.
Sedangkan untuk reaksi sistemik berat, penanganan medis darurat yang tepat memberikan
prognosis baik.3

DAFTAR PUSTAKA

1. Moffitt, John E. MD. Allergic Reactions to Insect Bites and Stings on Southern Medical Journal,
November 2003.

2. Insect Bites and Infestations. In : Freedberg IM at al, eds, Fitzpatricks Dermatology in General
Medicine 5th. 2007. USA: McGrawHill.

3. Amiruddin MD. Skabies. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar: Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003.

4. McCroskey, Amy L. MD. Scabies. [Posted : 6 October 2010] Taken from :


http://emedicine.medscape.com/article/785873-overview#showall [Downloaded : 28 Juni 2012]

5. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006. P. 1718-27

Anda mungkin juga menyukai