Anda di halaman 1dari 20

Reaksi Gigitan Serangga (Insect bite)

Apa yang dimaksud dengan Reaksi Gigitan Serangga itu?

Reaksi gigitan serangga (insect bite) adalah reaksi hipersensitivitas atau alergi pada kulit
akibat gigitan (bukan terhadap sengatan/stings) dan kontak dengan serangga. Gigitan hewan
serangga, misalnya oleh nyamuk, lalat, bugs, dan kutu, yang dapat menimbulkan reaksi
peradangan yang bersifat lokal sampai sistemik.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan

Pasien datang dengan keluhan gatal, rasa tidak nyaman, nyeri, kemerahan, nyeri tekan,
hangat atau bengkak pada daerah tubuh yang digigit, umumnya tidak tertutup pakaian.

Kebanyakan penderita datang sesaat setelah merasa digigit serangga, namun ada pula
yang datang dengan delayed reaction, misalnya 10-14 hari setelah gigitan berlangsung. Keluhan
kadang-kadang diikuti dengan reaksi sistemik gatal seluruh tubuh, urtikaria, dan angioedema,
serta dapat berkembang menjadi suatu ansietas, disorientasi, kelemahan, GI upset (cramping,
diarrhea, vomiting), dizziness, sinkop bahkan hipotensi dan sesak napas. Gejala dari delayed
reaction mirip seperti serum sickness, yang meliputi demam, malaise, sakit kepala, urtikaria,
limfadenopati dan poliartritis.

Faktor Risiko

Lingkungan tempat tinggal yang banyak serangga.

Riwayat atopi pada diri dan keluarga.

Riwayat alergi.

Riwayat alergi makanan.


Hasil Pemeriksaan Fisik

Tanda Patognomonis

1. Urtika dan papul timbul secara simultan di tempat gigitan, dikelilingi zona eritematosa.

2. Di bagian tengah tampak titik (punctum) bekas tusukan/gigitan, kadang hemoragik, atau
menjadi krusta kehitaman.

3. Bekas garukan karena gatal.

4. Dapat timbul gejala sistemik seperti takipneu, stridor, wheezing, bronkospasme,


hiperaktif peristaltic, dapat disertai tanda-tanda hipotensi orthostatik.

5. Pada reaksi lokal yang parah dapat timbul eritema generalisata, urtikaria, atau edema
pruritus, sedangkan bila terdapat reaksi sistemik menyeluruh dapat diikuti dengan reaksi
anafilaksis.

Gambar 11.8 Reaksi Gigitan serangga

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


Klasifikasi berdasarkan waktu terjadinya:

1. Reaksi tipe cepat.

Terjadi segera hingga 20 menit setelah gigitan, bertahan sampai 1-3 jam.

2. Reaksi tipe lambat.

Pada anak terjadi lebih dari 20 menit sampai beberapa jam setelah gigitan serangga.

Pada orang dewasa dapat muncul 3-5 hari setelah gigitan.

3. Reaksi tidak biasa.

Sangat segera, mirip anafilaktik.

Klasifikasi berdasarkan bentuk klinis:

1. Urtikaria iregular.

2. Urtikaria papular.

3. Papulo-vesikular, misalnya pada prurigo.

4. Punctum (titik gigitan), misalnya pada pedikulosis kapitis atau phtirus pubis.

Komplikasi

1. Infeksi sekunder akibat garukan.

2. Bila disertai keluhan sistemik, dapat terjadi syok anafilaktik hingga kematian.

Penatalaksanaan Komprehensif

1. Prinsip penanganan kasus ini adalah dengan mengatasi respon peradangan baik yang
bersifat lokal maupun sistemik. Reaksi peradangan lokal dapat dikurangi dengan sesegera
mungkin mencuci daerah gigitan dengan air dan sabun, serta kompres es.
2. Atasi keadaan akut terutama pada angioedema karena dapat terjadi obstruksi saluran
napas. Penanganan pasien dapat dilakukan di Unit Gawat Darurat. Bila disertai obstruksi
saluran napas diindikasikan pemberian epinefrin sub kutan. Dilanjutkan dengan
pemberian kortikosteroid prednison 60-80 mg/hari selama 3 hari, dosis diturunkan 5-10
mg/hari.

Dalam kondisi stabil, terapi yang dapat diberikan yaitu:

1. Sistemik

o Antihistamin sedatif: klorfeniramin maleat 3 x 4 mg per hari selama 7 hari atau


setirizin 1 x 10 mg per hari selama 7 hari.

o Antihistamin non sedatif: loratadin 1 x 10 mg per hari selama 7 hari.

2. Topikal Kortikosteroid topikal potensi sedang-kuat: misalnya krim mometason furoat


0,1% atau krim betametason valerat 0,5% diberikan selama 2 kali sehari selama 7 hari.

Konseling dan Edukasi

Keluarga diberikan penjelasan mengenai:

1. Minum obat secara teratur.

2. Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal, memakai baju berlengan panjang dan
celana panjang, pada beberapa kasus boleh memakai mosquito repellent jika diperlukan,
dan lain-lain agar terhindar dari gigitan serangga.

Kriteria rujukan

Jika kondisi memburuk, yaitu dengan makin bertambahnya patch eritema, timbul bula, atau
disertai gejala sistemik atau komplikasi.

Prognosis
Prognosis umumnya bonam. Quo ad sanationam untuk reaksi tipe cepat dan reaksi tidak biasa
adalah dubia ad malam, sedangkan reaksi tipe lambat adalah bonam.

Referensi

1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
kelima. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrews Diseases of the Skin: Clinical
Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders Elsevier.

3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman Pelayanan Medik.


Jakarta.

INSECT BITE

GIGITAN SERANGGA ( Insect Bite)

A. PENDAHULUAN
Insect Bite atau gigitan serangga adalah kelainan akibat gigitan atau tusukan serangga
yang disebabkan reaksi terhadap toksin atau alergen yang dikeluarkan artropoda penyerang.
Kebanyakan gigitan dan sengatan digunakan untuk pertahanan. Gigitan serangga biasanya untuk
melindungi sarang mereka. Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa (racun) yang
tersusun dari protein dan substansi lain yang mungkin memicu reaksi alergi kepada penderita.
Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan dan bengkak di lokasi yang tersengat.

B. EPIDEMIOLOGI
Gigitan dan sengatan serangga mempunyai prevalensi yang sama di seluruh dunia. Dapat
terjadi pada iklim tertentu dan hal ini juga merupakan fenomena musiman, meskipun tidak
menutup kemungkinan kejadian ini dapat terjadi disekitar kita. Prevalensinya sama antara pria
dan wanita. Bayi dan anak-anak labih rentan terkena gigitan serangga dibanding orang dewasa.
Salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini yaitu terjadi pada tempat-tempat
yang banyak serangga, seperti di perkebunan, persawahan, dan lain-lain.

C. ETIOLOGI
Secara sederhana gigitan dan sengatan lebah dibagi menjadi 2 grup yaitu Venomous
(beracun) dan Non Venomous (tidak beracun). Serangga yang beracun biasanya menyerang
dengan cara menyengat, misalnya tawon atau lebah, ini merupakan suatu mekanisme pertahanan
diri yakni dengan cara menyuntikan racun atau bisa melalui alat penyengatnya. Sedangkan
serangga yang tidak beracun menggigit dan menembus kulit dan masuk mengisap darah, ini
biasanya yang menimbulkan rasa gatal.
Ada 30 lebih jenis serangga tapi hanya beberapa saja yang bisa menimbulkan kelainan kulit yang
signifikan. Kelas Arthropoda yang melakukan gigitan dan sengatan pada manusia terbagi atas :
I. Kelas Arachnida
A. Acarina
B. Araneae (Laba-Laba)
C. Scorpionidae (Kalajengking)
II. Kelas Chilopoda dan Diplopoda
III. Kelas Insecta
A. Anoplura (Phtirus Pubis, Pediculus humanus, capitis et corporis)
B. Coleoptera (Kumbang)
C. Diptera (Nyamuk, lalat)
D. Hemiptera ( Kutu busuk, cimex)
E. Hymenoptera (Semut, Lebah, tawon)
F. Lepidoptera ( Kupu-kupu)
G. Siphonaptera ( Xenopsylla, Ctenocephalides, Pulex

D. PATOGENESIS
Gigitan atau sengatan serangga akan menyebabkan kerusakan kecil pada kulit, lewat
gigitan atau sengatan antigen yang akan masuk langsung direspon oleh sistem imun tubuh.
Racun dari serangga mengandung zat-zat yang kompleks. Reaksi terhadap antigen tersebut
biasanya akan melepaskan histamin, serotonin, asam formic atau kinin. Lesi yang timbul
disebabkan oleh respon imun tubuh terhadap antigen yang dihasilkan melalui gigitan atau
sengatan serangga. Reaksi yang timbul melibatkan mekanisme imun. Reaksi yang timbul dapat
dibagi dalam 2 kelompok : Reaksi immediate dan reaksi delayed.
Reaksi immediate merupakan reaksi yang sering terjadi dan ditandai dengan reaksi lokal atau
reaksi sistemik. Lesi juga timbul karena adanya toksin yang dihasilkan oleh gigitan atau sengatan
serangga. Nekrosis jaringan yang lebih luas dapat disebabkan karena trauma endotel yang
dimediasi oleh pelepasan neutrofil. Spingomyelinase D adalah toksin yang berperan dalam
timbulnya reaksi neutrofilik. Enzim Hyaluronidase yang juga ada pada racun serangga akan
merusak lapisan dermis sehingga dapat mempercepat penyebaran dari racun tersebut.

E. MANIFESTASI KLINIS
Banyak jenis spesies serangga yang menggigit dan menyengat manusia, yang
memberikan respon yang berbeda pada masing-masing individu, reaksi yang timbul dapat berupa
lokal atau generalisata. Reaksi lokal yang biasanya muncul dapat berupa papular urtikaria.
Papular urtikaria dapat langsung hilang atau juga akan menetap, biasa disertai dengan rasa gatal,
dan lesi nampak seperti berkelompok maupun menyebar pada kulit. Papular urtikaria dapat
muncul pada semua bagian tubuh atau hanya muncul terbatas disekitar area gigitan. Pada
awalnya, muncul perasaan yang sangat gatal disekitar area gigitan dan kemudian muncul papul-
papul. Papul yang mengalami ekskoriasi dapat muncul dan akan menjadi prurigo nodularis.
Vesikel dan bulla dapat muncul yang dapat menyerupai pemphigoid bullosa, sebab manifestasi
klinis yang terjadi juga tergantung dari respon sistem imun penderita masing-masing. Infeksi
sekunder adalah merupakan komplikasi tersering yang bermanifestasi sebagai folikulitis, selulitis
atau limfangitis.

Pada beberapa orang yang sensitif dengan sengatan serangga dapat timbul terjadinya
suatu reaksi alergi yang dikenal dengan reaksi anafilaktik. Anafilaktik syok biasanya disebabkan
akibat sengatan serangga golongan Hymenoptera, tapi tidak menutup kemungkinan terjadi pada
sengatan serangga lainnya. Reaksi ini akan mengakibatkan pembengkakan pada muka, kesulitan
bernapas, dan munculnya bercak-bercak yang terasa gatal (urtikaria) pada hampir seluruh
permukaan badan. Prevalensi terjadinya reaksi berat akibat sengatan serangga adalah kira-kira
0,4%, ada 40 kematian setiap tahunnya di Amerika Serikat. Reaksi ini biasanya mulai 2 sampai
60 menit setelah sengatan. Dan reaksi yang lebih berat dapat menyebabkan terjadinya syok dan
kehilangan kesadaran dan bisa menyebakan kematian nantinya. sehingga diperlukan penanganan
yang cepat terhadap reaksi ini.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dari gambaran histopatologis pada fase akut didapatkan adanya edema antara sel-sel
epidermis, spongiosis, parakeratosis serta sebukan sel polimorfonuklear. Infiltrat dapat berupa
eosinofil, neutrofil, limfosit dan histiosit. Pada dermis ditemukan pelebaran ujung pembuluh
darah dan sebukan sel radang akut.
Pemeriksaan pembantu lainnya yakni dengan pemeriksaan laboratorium dimana terjadi
peningkatan jumlah eosinofil dalam pemeriksaan darah. Dapat juga dilakukan tes tusuk dengan
alergen tersangka.

G. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat aktivitas diluar rumah yang
mempunyai resiko mendapat serangan serangga seperti di daerah perkebunan dan taman. Bisa
juga ditanyakan mengenai kontak dengan beberapa hewan peliharaan yang bisa saja merupakan
vektor perantara dari serangga yang dicurigai telah menggigit atau menyengat.

H. DIAGNOSIS BANDING
Reaksi yang diakibatkan oleh sengatan atau gigitan serangga kebanyakan menyerupai
erupsi kulit yang lainnya. Seperti yang dapat dilihat reaksi yang diakibatkan oleh serangga
menunjukkan adanya papul-papul. Bila kita menduga terjadi reaksi akibat gigitan atau sengatan
serangga, maka kita harus memperoleh anamnesis dengan cermat adanya kontak dengan
serangga, menanyakan tentang pekerjaan dan hobi dari seseorang yang mungkin dapat menolong
kita mendiagnosis kelainan ini. Dibawah ini merupakan beberapa diagnosis banding dari reaksi
akibat gigtan atau serangan serangga antara lain :
1. Prurigo : Biasanya kronik, berbentuk papula/nodula kronik yang gatal. Mengenai ekstremitas
terutama pada permukaan anterior paha dan tungkai bawah.
2. Dermatitis Kontak : Biasanya jelas ada bahan-bahan kontaktan atau alergen, lesi sesuai dengan

tempat kontak

I. PENATALAKSANAAN
Terapi biasanya digunakan untuk menghindari gatal dan mengontrol terjadinya infeksi
sekunder pada kulit. Gatal biasanya merupakan keluhan utama, campuran topikal sederhana
seperti menthol, fenol, atau camphor bentuk lotion atau gel dapat membantu untuk mengurangi
gatal, dan juga dapat diberikan antihistamin oral seperti diphenyhidramin 25-50 mg untuk
mengurangi rasa gatal. Steroid topikal dapat digunakan untuk mengatasi reaksi hipersensitifitas
dari sengatan atau gigitan. Infeksi sekunder dapat diatasi dengan pemberian antibiotik topikal
maupun oral, dan dapat juga dikompres dengan larutan kalium permanganat.
Jika terjadi reaksi berat dengan gejala sistemik, lakukan pemasangan tourniket proksimal
dari tempat gigitan dan dapat diberikan pengenceran Epinefrin 1 : 1000 dengan dosis 0,3-0,5
mg/kgBB diberikan secara subkutan dan jika diperlukan dapat diulang sekali atau dua kali dalam
interval waktu 20 menit. Epinefrin dapat juga diberikan intramuskuler jika syok lebih berat. Dan
jika pasien mengalami hipotensi injeksi intravena 1 : 10.000 dapat dipertimbangkan. Untuk gatal
dapat diberikan injeksi antihistamin seperti klorfeniramin 10 mg atau difenhidramin 50 mg.
Pasien dengan reaksi berat danjurkan untuk beristirahat dan dapat diberikan kortikosteroid
sistemik.

J. PROGNOSIS
Prognosis dari gigitan serangga sebenarnya baik, tapi tergantung jenis serangga serta racun yang
dimasukkannya ke dalam tubuh manusia. Dan apabila terjadi syok anafilaktik maka
prognosisnya bergantung dari penangan yang cepat dan tepat.

K. KESIMPULAN
Insect Bite atau gigitan serangga adalah kelainan akibat gigitan atau tusukan serangga
yang disebabkan reaksi terhadap toksin atau alergen yang dikeluarkan artropoda penyerang.
Prevalensinya sama antara pria dan wanita. Bayi dan anak-anak labih rentan terkena gigitan
serangga dibanding orang dewasa. Salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini
yaitu terjadi pada tempat-tempat yang banyak serangga, seperti di perkebunan, persawahan, dan
lain-lain. Secara sederhana gigitan dan sengatan lebah dibagi menjadi 2 grup yaitu Venomous
(beracun) dan Non Venomous (tidak beracun).
Reaksi yang timbul melibatkan mekanisme imun. Reaksi yang timbul dapat dibagi dalam
2 kelompok : Reaksi immediate dan reaksi delayed. Reaksi lokal yang biasanya muncul dapat
berupa papular urtikaria. Papular urtikaria dapat langsung hilang atau juga akan menetap, biasa
disertai dengan rasa gatal, dan lesi nampak seperti berkelompok maupun menyebar pada kulit.
Papular urtikaria dapat muncul pada semua bagian tubuh atau hanya muncul terbatas disekitar
area gigitan. Pada awalnya, muncul perasaan yang sangat gatal disekitar area gigitan dan
kemudian muncul papul-papul. Papul yang mengalami ekskoriasi dapat muncul dan akan
menjadi prurigo nodularis. Vesikel dan bulla dapat muncul yang dapat menyerupai pemphigoid
bullosa, sebab manifestasi klinis yang terjadi juga tergantung dari respon sistem imun penderita
masing-masing.
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat aktivitas diluar rumah yang
mempunyai resiko mendapat serangan serangga. Terapi biasanya digunakan untuk menghindari
gatal dan mengontrol terjadinya infeksi sekunder pada kulit. Gatal biasanya merupakan keluhan
utama, campuran topikal sederhana seperti menthol, fenol, atau camphor bentuk lotion atau gel
dapat membantu untuk mengurangi gatal, dan juga dapat diberikan antihistamin oral. Steroid
topikal dapat digunakan untuk mengatasi reaksi hipersensitifitas dari sengatan atau gigitan.
Infeksi sekunder dapat diatasi dengan pemberian antibiotik topikal maupun oral. Jika terjadi
reaksi berat dengan gejala sistemik dapat diberikan Epinefrin.

DAFTAR PUSTAKA

Siregar RS. Prof. Dr. Atlas berwarna Saripati Penyakit Kulit. Indonesia. Jakarta : EGC ; 2000 p.
174-175
Rohmi Nur. Insect Bites. [online] 2006 [cited 2008 June 04] : [ 3 screens]. Available from :
http://www.fkuii.org/tiki-index.php?page=Insect+Bites7

Bites and Sting. In: Bolognia JL Lorizzo JL, Rapini RP,eds. Dermatology Volume.1. London:
Mosby; 2003.p.1333-35

Ngan Vanessa. Insect Bites and Stings. [Online] 2008 [cited 2008 June 4] : [4 screnns].
Available from : http://www.dermnet.com/image.cfm?imageID=1875

Rube J. Parasites, Arthropods And Hazardous Animals Of Dermatologic Significance. In:


Moschella SL, Hurley HJ, eds. Dermatology Volume 1. 2nd ed. Philadelphia: W.B. Saunders
Company; 1985.p.1923-88

Wilson C.Arthropod Bites And Sting. In: Fitzpetrick TB Eisen AZ, Wolf K, Freedberg IM,
Austen KF.eds. Dermatology in General Medicine, 4th ed.USA: McGraw-Hill; 1993.p.2685-95

Burns.D.A. Dissease Caused by Arthropoda and other Noxious Animals. In: Rook, Wilkinson,
Ebling.eds. Textbook of Dermatology 7 th ed. London: Blackwell Science.1998.p.1085-1125.

Elston Dirk M. Insect Bites. [Online] 2007. [cited 2008 June 4] : [16 screens]. Available from :
http://emedicine.com/derm/topic467.htm#section~Treatment.

Habif TP,ed.Clinical Dermatology: A. Color Guide To Diagnosis and therapy. 4th ed.
Edinburgh; Mosby; 2004.p.531-36

Hardin MD. Fire Ant Bite. [Online] 2008 [cited 2008 June 4] : [1 screen]. Available from :
http://www.lib.uiowa.edu/HARDIN/MD/tamu/fireants5.html

Hardin MD. Bee Sting Picture. [Online] 2008 [cited 2008 June 4] : [1 screen]. Available from :
http://www.lib.uiowa.edu/HARDIN/MD/dermnet/beesting1.html

New Zealand Dermatological Society Incorporated. Prurigo Nodularis. [Online] 2008 [cited
2008 june 4] : [4 screens]. Availablel from : http://www.dermnet.com/image.cfm?
imageID=1875&moduleID=8&moduleGroupID=216&groupindex=0&passedArrayIndex=2
Wiryadi Be. Prurigo. In : Djuanda Adhi: Mochtar H, Siti A, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin 3th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.1999.p.272-275

Kucenic MJ. Contact Dermatitis. [Online] 2007 [cited 2008 june 4] : [8 screens]. Available
from : http://www.umm.edu/imagepages/2387.htm

E. Duldner, Jr., MD. Insect Bites And Stings. [online] 2008 [cited 2008 june 4] : [5 screens].
Available from : http://about.com/adam_health_tropic:79/12.pages/342.h

Insect Bites Treatment & Management (Medscape)


Updated: May 16, 2017

Prehospital Care

For a large local reaction, ice packs may minimize swelling. Apply ice for no more than
15 minutes at a time using a cloth barrier between ice and skin to prevent direct thermal injury to
the skin.

Epinephrine is the mainstay of prehospital treatment of a systemic reaction; the route of


administration (subcutaneous, intramuscular, intravenous [IV], endotracheal) depends on the
patient's condition and the expertise of the prehospital provider. Systemic antihistamines and
corticosteroids, if available, help manage systemic reactions. Many patients who are allergic to
stings carry commercially available bee sting kits containing an autoinjector of epinephrine.
Refer to Hymenoptera Stings.

Topical antihistamines should not be applied over large surface areas, and they should not
be used concurrently with systemic H1 antihistamines. Systemic anticholinergic toxicity may
result from misuse of these medications.
Use of H2-blocking drugs (usually used to reduce gastric acid secretion) may be used
concurrently with H1-blocking antihistamines.

In many patients, transport to a hospital is not necessary. Those requiring transport


include patients who develop signs or symptoms of a systemic response or individuals with a
history of insect-related anaphylaxis. A phone call to the regional poison center may save a costly
visit to the ED.

Regarding stings, refer to Hymenoptera Stings for complete information; however, note
that if the bee stinger is present in the wound, it should be removed. Although conventional
teaching suggested scraping the stinger out to avoid squeezing remaining venom from the
retained venom gland into the victim, involuntary muscle contraction of the gland continues after
evisceration and the venom contents are quickly exhausted. Immediate removal is the important
principle and the method of removal is irrelevant.

Emergency Department Care

Endotracheal intubation and ventilatory support may be required for severe anaphylaxis
or angioedema involving the airway.

Treat emergent anaphylaxis in an atopic individual with an initial intramuscular injection


of 0.3-0.5 mL of 1:1000 epinephrine. This may be repeated every 10 minutes as needed. Note
that insect bites only rarely cause anaphylaxis compared with stings; refer to Hymenoptera
Stings.

A bolus of IV epinephrine (1:10,000) may be used cautiously in severe cases. Solution of


1:10,000 typically is found in 10-mL vials. Repeated 1-mL doses are a reasonable initial
approach in a critically ill patient with anaphylaxis. Once a positive response is achieved, these
boluses can be followed by a carefully monitored, continuous epinephrine infusion. Use extra
care in monitoring formulation, concentration, and dose when administering IV epinephrine to
avoid inadvertent overdose.
Severely hypotensive patients may require a large volume of IV fluids. Monitor for
angioedema and pulmonary edema.

Antihistamines, both H1 and H2 blockers, are useful in treating systemic reactions.


Diphenhydramine is commonly used in the emergency department, but cetirizine should also be
considered in patients not requiring IV medications, as it is equally as efficacious, has similar
onset of action, and has a longer duration. Corticosteroids also are indicated routinely in such
patients.

Refer to Anaphylaxis and Serum Sickness for further guidance.

Ensure appropriate tetanus prophylaxis.

Undefined erythema and swelling seen may be difficult to distinguish from cellulitis. As a
general rule, infection is present in a minority of cases and antibiotic prophylaxis is not
recommended.

Related diagnostic and treatment guidelines are available on anaphylaxis, travel medicine, and
referral guidelines (also see Further Reading). [20, 21, 22]

Further inpatient care

Patients with true anaphylaxis, particularly if associated with hypotension, often are
admitted for monitoring or observation in the ED upon recovery. Accepted definition of "true"
anaphylaxis requires the involvement of at least 2 of the following 4 systems: cardiovascular,
gastrointestinal, skin, or respiratory; although newer guidelines indicate that hypotension only
may be present after exposure to a known trigger. [13] Literature provides no clear direction on
who needs admission. Certain patients with a disease transmission (eg, malaria) may require
admission.

Corticosteroids and antihistamines usually are continued for a few (3-4) days after a
systemic response. Serum sickness reactions may require longer therapy (see Serum Sickness).
Consultations

In cases in which determining the insect species is important, a health department,


agriculture extension, or university entomologist may be useful.

In cases of potential vector-borne disease transmission, an infectious disease specialist


may be of help.

If the potential infection is associated with travel to a tropical region, consider contacting
a tropical medicine specialist or the Centers for Disease Control and Prevention (CDC) at 1-877-
394-8747 (Traveler's Health Hotline).

A regional poison center may be of assistance in difficult or complicated cases or for general
information.

Complications

Secondary infection may result from an insect bite.

Symptoms of disease transmitted by insect bites may not be evident for days, weeks, or even
longer.

Pregnancy and anaphylaxis

Studies on treatment of anaphylaxis in pregnancy are primarily based in the obstetric


literature and generally are case reports dealing with hymenoptern stings. Again, many patients
confuse an insect bite with a sting and may use the terms interchangeably. The following adverse
outcomes have been reported in case reports following hymenoptera envenomation during
pregnancy and are included in this article because of their importance [23] :

Preterm delivery occurred at 35 weeks' gestation despite tocolysis and cerclage and
attributed to a "postanaphylactic reaction" from a wasp sting.

A woman aged 31 years developed severe anaphylaxis after bee sting at 30 weeks'
gestation. Preterm labor occurred at 35 weeks' gestation, and the infant was found to be
cyanotic and hypotonic. The infant died at age 65 days, and the cause of death was
determined to be encephalomalacia from maternal anaphylaxis.

A woman aged 21 years at 40 weeks' gestation developed severe anaphylaxis from an ant
sting and then developed placental abruption and intrauterine death 16 hours later. This
was tentatively attributed to the anaphylactic response and epinephrine administration. [23]

All patients who have had significant or systemic reactions to Hymenoptera


envenomations in the past should consider venom immunotherapy as an outpatient, because it is
[23]
well tested, highly effective at preventing future reactions, and widely available. Pregnant
females are not usually initiated on this therapy secondary to lack of safety data, but they can
consider continuation of therapy begun prior to impregnation. However, preterm labor has been
reported in several cases dealing with this population. Otherwise, standard supportive care
should be taken for cutaneous Hymenoptera envenomations. [23] Anaphylaxis should be promptly
recognized and treated in the standard fashion. Fetal data are limited but the adage "what is good
for the mother is good for the fetus" may well also apply to anaphylaxis.

See Hymenoptera Stings.

Long-Term Monitoring

Follow-up monitoring for infection is advised for individuals bitten by an insect known to
transmit a secondary disease, if exposed to the vector in an endemic area (eg, Chagas disease in
the case of kissing bugs [Reduviidae] [24, 25] ).

Individuals who recover from a systemic reaction should consult with an allergist
regarding desensitization and prevention measures.

Prescribe epinephrine auto-injector prior to discharge if the patient had a systemic


response to an envenomation (see Hymenoptera Stings). Some patients require more than one
injection of epinephrine to treat anaphylaxis, so prescribing two injectors should be considered.
[26]

References
Krishna MT, Ewan PW, Diwakar L, Durham SR, Frew AJ, Leech SC. Diagnosis and
management of hymenoptera venom allergy: British Society for Allergy and Clinical
Immunology (BSACI) guidelines. Clin Exp Allergy. 2011 Sep. 41(9):1201-20. [Medline].

Zirngibl G, Burrows HL. Hymenoptera stings. Pediatr Rev. 2012 Nov. 33(11):534-5; discussion
535. [Medline].

Ter Poorten MC, Prose NS. The return of the common bedbug. Pediatr Dermatol. 2005 May-
Jun. 22(3):183-7. [Medline].

Goddard J, deShazo R. Bed bugs (Cimex lectularius) and clinical consequences of their bites.
JAMA. 2009 Apr 1. 301(13):1358-66. [Medline].

Doggett SL, Dwyer DE, Peas PF, Russell RC. Bed bugs: clinical relevance and control options.
Clin Microbiol Rev. 2012 Jan. 25(1):164-92. [Medline].

Doggett SL, Russell R. Bed bugs - What the GP needs to know. Aust Fam Physician. 2009 Nov.
38(11):880-4. [Medline].

Melnick L, Samimi S, Elder D, Xu X, Vittorio CC, Rosenbach M, et al. Targetoid lesions in the
emergency department. Bed bug bites (Cimex lectularius) with targetoid lesions on initial
presentation. JAMA Dermatol. 2013 Jun. 149(6):751-6. [Medline].

Ewan PW. ABC of allergies. BMJ. 1998. 316:1442,.

Diaz JH. Recognizing and reducing the risks of Chagas disease (American trypanosomiasis) in
travelers. J Travel Med. 2008 May-Jun. 15(3):184-95. [Medline].

Mowry JB, Spyker DA, Brooks DE, Zimmerman A, Schauben JL. 2015 Annual Report of the
American Association of Poison Control Centers' National Poison Data System (NPDS):
33rd Annual Report. Clin Toxicol (Phila). 2016 Dec. 54 (10):924-1109. [Medline]. [Full
Text].
Rodriguez M, Perez L, Caicedo JC, et al. Composition and biting activity of Anopheles (Diptera:
Culicidae) in the Amazon region of Colombia. J Med Entomol. 2009 Mar. 46(2):307-15.
[Medline].

Centers for Disease Control and Prevention. Insects and Scorpions. Available at
http://www.cdc.gov/niosh/topics/insects. Accessed: July 31, 2014.

Simons FE, Ardusso LR, Bil MB, et al. 2012 Update: World Allergy Organization Guidelines
for the assessment and management of anaphylaxis. Curr Opin Allergy Clin Immunol.
2012 Aug. 12(4):389-99. [Medline].

Voigt TF. [Mosquitoes. As carriers of infectious diseases they are increasingly important]. Med
Monatsschr Pharm. 2008 Aug. 31(8):280-9. [Medline].

Karunamoorthi K, Sabesan S. Field trials on the efficacy of DEET-impregnated anklets,


wristbands, shoulder, and pocket strips against mosquito vectors of disease. Parasitol
Res. 2009 Sep. 105(3):641-5. [Medline].

Anderson AL, Leffler K. Bedbug infestations in the news: a picture of an emerging public health
problem in the United States. J Environ Health. 2008 May. 70(9):24-7, 52-3. [Medline].

Stucki A, Ludwig R. Images in clinical medicine. Bedbug bites. N Engl J Med. 2008 Sep 4.
359(10):1047. [Medline].

Lane RP, Crosskey RW. Medical Insects and Arachnids. 1993. Chapman & Hall;

Erbilen E, Gulcan E, Albayrak S, Ozveren O. Acute myocardial infarction due to a bee sting
manifested with ST wave elevation after hospital admission. South Med J. 2008 Apr.
101(4):448. [Medline].

[Guideline] American Academy of Allergy, Asthma & Immunology (AAAAI); the American
College of Allergy, Asthma & Immunology (ACAAI); and the Joint Council of Allergy,
Asthma and Immunology. The diagnosis and management of anaphylaxis practice
parameter: 2010 Update. Available at
http://www.aaaai.org/Aaaai/media/MediaLibrary/PDF%20Documents/Practice%20and
%20Parameters/Anaphylaxis-2010.pdf. Accessed: July 31, 2014.

[Guideline] Infectious Diseases Society of America. The Practice of Travel Medicine: Guidelines
by the Infectious Diseases Society of America. Available at
http://www.idsociety.org/uploadedFiles/IDSA/Guidelines-
Patient_Care/PDF_Library/Travel%20Medicine.pdf. Accessed: July 31, 2014.

[Guideline] American Academy of Allergy, Asthma and Immunology. Consultation and referral
guidelines citing the evidence: how the allergist/immunologist can help. National
Guideline Clearinghouse. Available at http://guideline.gov/content.aspx?id=35922.
Accessed: July 31, 2014.

Brown SA, Seifert SA, Rayburn WF. Management of envenomations during pregnancy. Clin
Toxicol (Phila). 2013 Jan. 51(1):3-15. [Medline].

Edwards L, Lynch PJ. Anaphylactic reaction to kissing bug bites. Ariz Med. 1984 Mar.
41(3):159-61. [Medline].

Lynch PJ, Pinnas JL. "Kissing bug" bites. Triatoma species as an important cause of insect bites
in the southwest. Cutis. 1978 Nov. 22(5):585-91. [Medline].

Tracy JM, Khan FS, Demain JG. Insect anaphylaxis: where are we? The stinging facts 2012.
Curr Opin Allergy Clin Immunol. 2012 Aug. 12(4):400-5. [Medline].

Anda mungkin juga menyukai