Anda di halaman 1dari 5

PENANGANAN GIGITAN ULAR

Gigitan ular. Gigitan ular dapat mengakibatkan efek lokal dan sistemik. Efek
sistemik meliputi gejala anafilaktoid awal (hipotensi sesaat disertai dengan
sinkope, angioudem, urtikaria, kolik abdomen, diare, dan muntah), diikuti dengan
hipotensi yang lama atau berulang, abnormalitas EKG, perdarahan sistemik
spontan, koagulopati, adult respiratory distress syndrome, dan gagal ginjal akut.
Sekitar 50% dari gigitan ular berbisa merupakan dry bites atau gigitan kering,
yaitu ular berbisa mengigit tanpa mengeluarkan bisa. Dry bites tidak
menimbulkan gejala yang bersifat sistemik. 
Berdasarkan jenis bisanya, ular dapat dikategorikan menjadi 4 (empat), yaitu: 
1. Neurotoksin : jenis bisa yang menyerang saraf
2. Hemotoksin : jenis bisa yang menyerang darah
3. Kardiotoksin: jenis bisa yang menyerang jantung
4. Sitotoksin : jenis bisa yang menyerang sel
Beberapa ular berbisa akan memunculkan gejala tersendiri. Namun secara umum,
gigitan ular dapat diidentifikasi melalui tanda dan gejala berikut: 
- Terdapat dua luka gigitan
- Nyeri dan bengkak, kemerahan atau kehitaman dan lepuh di sekitar luka gigitan
- Sesak nafas, mual dan muntah
- Penglihatan kabur
- Berkeringat
- Air liur meningkat
- Mati rasa di wajah dan anggota badan tertentu
Berikut ini beberapa tip bila digigit ular :
Yang perlu dilakukan :
- Tetap tenang dan usahakan untuk mengingat jenis, warna, serta ukuran ular.
- Kurangi aktifitas dan melakukan imobilisasi area gigitan.
- Posisikan area gigitan lebih rendah dari jantung.
- Tutup dengan kain kering yang bersih.
- Lepaskan cincin atau jam tangan dari anggota tubuh yang digigit
- Longgarkan pakaian yang dipakai.
- Segera dikirim untuk pertolongan medis terdekat.
Yang tidak boleh dilakukan :
- Memanipulasi luka, baik dengan cara menyedot bisa ular dari tempat gigitan
atau menyayat kulit agar bisa keluar bersama darah, menggosok dengan zat kimia,
atau mengompres dengan air panas atau es pada luka gigitan.
- Mengikat atau member torniket terlalu keras pada luka gigitan. 
- Minum minuman alcohol atau kopi.
- Mencoba mengejar dan menangkap ular.
Apabila ular yang menggigit tidak berbisa, maka dokter akan memberikan terapi
antibiotika dan pencegahan tetanus sesuai dengan indikasi, sedangkan pada kasus
yang lebih berat dapat diberikan anti venom. Untuk mengurangi gejala nyeri yang
ada, penderita dapat diberikan anti nyeri seperti Parasetmol.
Di Indonesia, antivenom yang tersedia adalah serum anti bisa ular (SABU)
polivalen yang mengandung bisa dari 3 jenis ular.
Tabel Pedoman Terapi Antivenom Ular menurut Luck (Djunaedi 2009) 
Derajat Beratnya envenomasi Taring atau gigi Ukuran zona edema/ eritema kulit
(cm) Gejala sistemik Jumlah vial 
0 Tidak ada + <2 - 0
I Minimal + 2-15 - 5
II Sedang + 15-30 + 10
III Berat + >30 ++ 15
IV Berat + <2 +++ 15
Cara pemberian SABU menurut rekomendasi WHO (2016) ada 2 (dua) cara yaitu:
1. Injeksi “push” intravena: 
Antivenom cair diberikan dengan injeksi intravena lambat (tidak lebih dari 2 ml /
menit). 
2. Infusi ntravena: 
Antivenom cair dilarutkan dalam sekitar 5 ml cairan isotonik per kg berat badan
(yaitu sekitar 250 ml saline isotonic atau 5% dekstrosa dalam kasus pasien
dewasa) dan diinfuskan pada tingkat konstan selama sekitar 30-60 menit.
TERMINOLOGI ‘GIGITAN SERANGGA’
Di masyarakat umum secara medis dapat berarti gigitan ataupun sengatan
serangga dari kelompok artropoda. Gigitan serangga ini dapat bermanifestasi
sebagai lesi kulit berupa bintik-bintik atau bercak kemerahan yang disertai
bengkak akibat trauma langsung, reaksi peradangan, ataupun reaksi alergi
terhadap air liur serangga. Lesi kulit ini juga dapat berkembang menjadi lokasi
infeksi sekunder bakteri. Selain menimbulkan reaksi lokal pada kulit, gigitan atau
sengatan serangga juga dapat berperan sebagai moda transmisi virus, bakteri, atau
protozoa lainnya. Reaksi sistemik gigitan atau sengatan serangga bervariasi dari
gangguan saraf, gangguan saraf otonom, hingga kegagalan organ. Pada beberapa
individu dapat terjadi reaksi alergi berat (anafilaksis) akibat sengatan serangga.
Chilopoda
Kelabang termasuk dalam kelas Chilopoda yang memiliki karakteristik morfologi
berupa satu pasang kaki di tiap ruas tubuh dan adanya struktur menyerupai capit
pada kepala yang terhubung pada kalenjar racun. Gigitan kelabang biasanya
tampak sebagai dua titik perdarahan yang dikelilingi ruam kemerahan dan tampak
bengkak. Racun mengandung metalloprotease yang menyebabkan nyeri. Terapi
suportif dapat diberikan dengan cara mencuci bekas gigitan dengan air dan sabun,
kompres es, dan menggunakan obat analgesik dan steroid.
Diplopoda
Berbeda dengan kelabang, kaki seribu memiliki dua pasang kaki di tiap ruas
tubuhnya. Gigitan kaki seribu dapat menyebabkan reaksi lokal berupa rasa
terbakar yang hebat, diikuti dengan ruam kemerahan dan terbentuknya benjolan
besar berisi cairan (bula) akibat efek toksik racun. Pengobatan suportif dapat
diberikan dengan cara mencuci bekas gigitan dengan air dan sabun, kompres es,
dan menggunakan obat analgesik dan steroid.
Lalat
Terdapat beberapa kelompok lalat penghisap darah yang berpotensi menyebabkan
penyakit pada manusia, antara lain deer fly, horse fly, sand fly, dan lalatTsetse.
Lalat Tsetse (Glossina sp.) menularkan Trypanosoma brucei penyebab penyakit
African trypanosomiasis, sand fly (Phlebotomussp.Lutzomyiasp.) menularkan
patogen penyebab penyakit bartonellosis dan leishmaniasis, dan deer fly(Chrysops
sp.) mentransmisikan cacing Loa loa dan bakteri penyebab penyakit tularemia.
Black fly (Simulium sp.) dapat mentransmisikan cacing penyebab onchocerciasis
dan mansonellosis, sedangkan horse fly (famili Tabanidae) juga dapat berperan
sebagai vektor beberapa spesies cacing filaria. Gigitan lalat biasanya
bermanifestasi sebagai bintik-bintik kemerahan menyerupai biduran yang terasa
nyeri. Pengobatan suportif dapat diberikan dengan obat analgesik, antihistamin,
dan kompres es.
Hymenoptera
Serangga yang termasuk dalam ordo Hymenoptera antara lain lebah, tawon, dan
semut api. Sengatan serangga dalam kelompok ini biasanya menimbulkan ruam
kemerahan dan bengkak yang disertai nyeri hebat. Reaksi alergi (anafilaksis)
dapat terjadi pada individu yang sensitive terhadap racun serangga. Gejala
anafilaksis dapat berupa nyeri perut hebat, sesak napas, mengi, bengkak seluruh
tubuh, hingga penurunan kesadaran.
Lebah yang merupakan anggota famili Apidae memiliki sengat yang akan
tertinggal di tubuh mangsa setelah sengatan dan hanya mampu menyengat satu
kali, sedangkan tawon dari famili Vespidae memiliki kemampuan untuk
menyengat mangsa berulang kali. Sengat lebah harus dilepaskan dari lokasi
sengatan, diikuti dengan kompres es dan pemberian analgesik, steroid, dan
antihistamin. Semut api termasuk ke dalam famili Formicidae yang memiliki
kemampuan untuk menggigit dan menyengat. Semut api biasanya menyerang
secara berkelompok, dengan temuan klinis berupa bintik kecil kemerahan dengan
dua titik gigitan yang disertai rasa terbakar hebat. Terapi gigitan semut api sama
dengan terapi sengatan lebah dan tawon.

Kalajengking
Kalajengking memiliki ekor dengan sengat pada ujung ekor yang mengandung
kalenjar racun. Sengatan kalajengking bermanifestasi menyerupai sengatan lebah
dan tawon berupa ruam kemerahan dan bengkak yang disertai nyeri hebat. Selain
itu, racun kalajengking dapat menyebabkan gejala sistemik seperti tekanan darah
tinggi, jantung berdebar, perubahan irama jantung, serta kejang otot. Terapi
suportif dapat diberikan dengan cara mencuci bekas sengatan dengan air dan
sabun, kompres es, dan menggunakan obat analgesik dan steroid. Rujukan lebih
lanjut diperlukan apabila individu menunjukkan gejala sistemik.
Laba-laba
Dua jenis laba-laba yang dapat menyebabkan penyakit dengan dampak besar pada
manusia adalah laba-laba Black Widowdan Brown Recluse. Secara umum, laba-
laba hanya akan menggigit manusia jika merasa terancam. Laba-laba ini
berukuran panjang 1,5 cm, berwarna hitam dengan corak pungguung berbentuk
jam pasir berwarna merah atau oranye. Gigitan laba-laba jenis ini biasanya
menimbulkan benjolan kemerahan dengan dua titik gigitan yang disertai rasa
kebas. Gejala sistemik dapat muncul berupa mual dan muntah, tekanan darah
tinggi, jantung berdebar, perubahan irama jantung, serta kejang otot. Terapi
suportif dapat diberikan dengan cara mencuci bekas gigitan dengan air dan sabun,
kompres es, dan menggunakan obat analgesik dan steroid. Rujukan lebih lanjut
diperlukan apabila individu menunjukkan gejala sistemik.
Laba-laba Brown Recluse (Loxosceles reclusa) berukuran 1-1,5 cm, berwarna
kuning kecoklatan dengan corak menyerupai biola pada punggungnya. Berbeda
dengan Black Widow, gigitan laba-laba Brown Recluse menimbulkan kematian
jaringan, sehingga bekas gigitan tampak seperti benjolan berisi cairan (bula)
hingga jaringan mati (nekrosis) yang tidak disertai rasa nyeri. Terapi suportif
dapat diberikan dengan cara mencuci bekas gigitan dengan air dan sabun,
kompres es, dan menggunakan obat analgesik dan steroid.

Anda mungkin juga menyukai