Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

HIPERTENSI

Oleh :

Emir Salim

(2018730030)

KEPANITERAAN KLINIK STASE IKAKOM 1

BLUD PUSKESMAS PATARUMAN III KOTA BANJAR

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.


Alhamdulillahi Rabbil`alamin, segala puji bagi Allah SWT, dengan
Rahmat, Anugerah, dan Hidayah-Nya telah memberikan saya ilmu dan kesempatan
untuk menyelesaikan laporan Kasus stase IKAKOM 1 yang berjudul “Hipertensi”.
Tujuan penulisan laporan ini ialah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pembelajaran Program Studi Profesi Dokter UniversitasMuhammadiyah Jakarta di
stase IKAKOM 1 dan menambah ilmu mengenai penyakit hipertensi primer.
Dalam penyusunan penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan masukan untuk menyelesaikan laporan
ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna,
atas semua keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan ini, maka penulis
menerima semua saran dan kritik yang membangun. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalamu’alaikum wr. wb.

Banjar, 2 April 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI

BAB 1 STATUS PASIEN 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2

2.1 Definisi Hipertensi Primer 2

2.2 Epidemiologi Hipertensi 2

2.3 Klasifikasi Hipertensi 2

2.4 Faktor Resiko Hipertensi 3

2.5 Patogenesis Hipertensi 5

2.6 Manifestasi Klinis Hipertensi 7

2.7 Diagnosis Hipertensi 8

2.8 Tatalaksana Hipertensi Primer 9

2.9 Alur Penanganan Hipertensi 15

2.10 Komplikasi Hipertensi 16

BAB 3 PENUTUP 18

3.1 Kesimpulan 18

2
BAB 1

STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. MI
Umur : 14 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Lembur Balong 2/16, Desa Pataruman, Kecematan Pataruman, Kota Banjar

No. RM :00-56-64

Waktu pemeriksaan :30 Maret 2023

B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di Puskesmas Pataruman 3

• Keluhan Utama

Sakit Kepala yang terasa memberat sejak 1 hari yang lalu.

• RPS

Pasien datang ke puskesmas dengan keluhan yang memberat sejak 1 hari yang lalu , sakit kepala sudah
dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, jari tangan juga terasa lemas sejak 1 minggu yang lalu , pegal pundak
terus menerus sejak 5 hari yang lalu,pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi dan mengkonsumsi
amlodipine 5mg namun pasien jarang kontrol keluhan demam batuk disangkal,keluhan gangguan BAK,sesak,
dan kaki bengkak disangkal.

• RPD

Pernah mengalami keluhan serupa 4 tahun yang lalu.

1
• RPK

Ayah punya Riwayat Hipertensi

• Rp Pengobatan

Riwayat mengkonsumsi Amlodipin 5mg

• Riwayat Psikososial

Pasien suka mengkonsumsi makanan asin, riwayat mengkonsumsi rokok dan alcohol disangkal

• Riwayat Alergi

Tidak ada alergi

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan

Kesadaran : Compos Mentis

TTV :

Tekanan Darah :170/100 mmhg

Laju Nadi :87x/menit

Frekuensi Napas : 20x/menit

Status Antropometri :
TB :165cm

BB :72kg

IMT :26,4 (Overweight)

Status Generalisata

1) Kepala : Normocephal, tampak kelainan kulit di bagian depan.


- Rambut : Rambut rontok (-)
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Refleks cahaya(+/+)
- Hidung : Normonasi, Deviasi septum (-), sekret (-/-), masa (-/-)
2
- Mulut : Mukosa bibir kering, lidah bersih, Faring hiperemis(-),Tonsil T1-T1, Hiperemis(-)
2) Paru
- Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
- Palpasi : Vocal fremitus paru kanan dan kiri simetris
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : Vesikular (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
3) Jantung
• Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
• Palpasi : Ictus cordisi tidak teraba
• Perkusi :
- Batas atas : ICS III parasternal dextra
- Batas kanan : ICS III parasternal dextra
- Batas kiri : ICS IV midclavikular sinistra
• Auskultasi : bunyi jantung reguler, gallop (-), murmur (-)
4) Abdomen
• Inspeksi : Buncit, tidak ada massa, terdapat kelainan kulit di perutkanan
• Auskultasi : Bising usus normal
• Perkusi : Timpani di seluruh kuadran
• Palpasi : Nyeri tekan (-)
5) Ekstremitas
- Superior : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-),terdapatkelainan
kulit
- Inferior : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-),terdapatkelainan
kulit

D. RESUME

Pasien datang ke puskesmas dengan keluhan yang memberat sejak 1 hari yang lalu , sakit kepala sudah
dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, jari tangan juga terasa lemas sejak 1 minggu yang lalu , pegal pundak terus
menerus sejak 5 hari yang lalu,pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi dan mengkonsumsi Amlodipine 5mg
namun pasien jarang kontrol keluhan demam batuk disangkal,keluhan

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipertensi Primer


Hipertensi menurut International Society Of Hypertension 2020
adalah seuatu keadaan dimana tekanan darah sistolik yaitu ≥140 mmHg dan
tekanan darah diastolik ≥90 mm Hg.4 Hipertensi primer adalah tekanan darah
140/90 mmHg atau lebih, pada usia 18 tahun keatas dengan penyebab yang
tidak diketahui. Hipertensi menjadi masalah karena meningkatnya prevalensi,
dan masih banyak pasien yang belum mendapat pengobatan, maupun yang
telah mendapat terapi tetapi target tekanan darah belum tercapai serta adanya
penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatnya morbiditas dan
mortalitas.

2.2 Epidemiologi Hipertensi


Menurut data WHO terdapat kasus hipertensi di dunia pada tahun
2021 yaitu sekitar 1.28 miliyar dewasa usia 30-79 tahun menderita hipertensi
yang mana terbanyak terdapat pada negara dengan berpenghasilan rendah dan
menengah. Menurut data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018 didapatkan
bahwa angka kejadian hipertensi mencapai 34,1% pada tahun 2018
dibandingkan dengan tahun 2013 yaitu sekitar 25,8%.2

2.3 Klasifikasi Hipertensi


Hipertensi dapat dikategorikan atau diklasifikasikan pada beberapa
derajat tergantung bagaimana hasil dari pengukuran darahnya. Berikut
klasifikasi hipertensi pada beberapa pedoman penatalaksaanan yang ada.

2
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut International Society Of
Hypertension 2020

Kategori Sistolik Diastolik


(mmHg) (mmHg)

Normal <130 dan <85

Normal Tinggi 130-139 dan / atau 85-89

Hipertensi derajat 1 140-159 dan / atau 90-99

Hipertensi derajat 2 ≥160 dan / atau ≥100

Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan JNC VIII Tahun 2014

Sistolik Diastolik
Kategori
(mmHg) (mmHg)

Tanpa Diabetes/CKD
- ≥ 60 tahun < 150 < 90
- ≤ 60 tahun <140 <90

Dengan Diabetes/CKD
- Semua umur dengan DM
tanpa CKD <140 <90
- Semua umur dengan CKD
dengan/tanpa DM <140 <90

3
2.4 Faktor Resiko Hipertensi
Faktor resiko pada pendeirta hipertensi dibagi menjadi 2 kelompok
yaitu faktor resiko yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah.5 6

1. Faktor resiko yang tidak dapat diubah


a. Umur
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan
bertambahnya umur resiko terkena hipertensi menjadi lebih besar. Pada
kelompok usia lanjut hipertensi hanya ditemukan berupa kenaikan
tekanan darah sistolik yang diakibatkan karena perubahan struktur pada
pembuluh darah besar.
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi. Laki-
laki memiliki resiko lebih besar dibandingkan dengan perempuan yang
diduga hal ini dikarenakan pria memiliki gaya hidup yang cenderung
meningkatkan tekanan darah. Namun setelah memasuki menopause
perempuan memiliki resiko lebih besar yang mana disebabkan karena
faktor hormonal.
c. Keturunan (genetik)
Riwayat keluarga meningkatkan resiko terjadinya hipertensi,
terutama hipertensi primer (esensial). Faktor genetik berkaitan dengan
metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel.

2. Faktor resiko yang dapat diubah


a. Obesitas
Berat badan berorelasi langsung dengan tekanan darah terutama
tekanand arah sistolik. Obesitas bukanlah penyebab hipertensi akan
tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar.
b. Merokok
Zat-zat berbahaya dari rokok merusak lapisan endotel pembuluh
darah arteri, zat tersebut mengakibatkan proses aterosklerosis dan
tekanan darah yang tinggi. Merokok juga meningkatkan denyut

4
jantung, sehingga kebutuhan oksigen otot-otot jantung jantung
bertambah.
c. Kurangnya aktivitas fisik
Olahraga yang teratur dan rutin akan membantu menurunkan
tekanan darah. Efek yang terjadi berupa menurunkan tahanan perifer
yang akan menurunkan tekanan darah.

d. Konsumsi garam berlebih


Konsumsi natrium berlebih menyebabkan kosentrasi natrium di
dalam carian ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya, cairan
yang berada di intraseluler ditarik keluar yang mengakibatkan volume
cairan ekstraseluler meningkat. Volume cairan meningkat ini
menyebabkan meningkatnya volume darah dan terjadilah hipertensi.
e. Dislipidemia
Kolesterol merupakan komponen penting pada terjadinya
aterosklerosis, yang kemudian meningkatkan tahanan perifer pembuluh
darah sehingga tekanan darah meningkat.
f. Alkoholisme
g. Psikososial dan stres
Stres dapat merangsang kelenjar adrenal melepaskan hormon
adrenalin dan memacu peningkatkan denyut jantung sehingga tekanan
darah meningkat.

2.5 Patogenesis Hipertensi


Hipertensi primer merupakan penyakit yang bukan hanya disebabkan
oleh satu macam mekanisme, akan tetapi bersifat multi-faktorial, yang timbul
akibat dari interaksi dari berbagai macam faktor resiko.

1. Mekanisme neural: Aktifitas berlebih dari sistim saraf simpatis mempunyai


peranan yang penting pada awal terjadinya hipertensi primer. Pada awalnya
terjadi peningkatan denyut jantung, curah jantung, kadar norepinefrin (NE)
plasma dan urin, berlebihnya NE ditingkat regional, rangsangan saraf
simpatis post ganglion dan reseptor a-adrenergik menyebabkan

5
vasokonstriksi di sirkulasi perifer. Meningkatnya aktifitas saraf simpatis ini
sulit diukur secara klinis.
2. Mekanisme renal: Ginjal merupakan salah satu faktor yang ikut berperan
dalam patogenesis terjadinya hipertensi. Sebaliknya, hipertensi dapat
menyebabkan terjadinya kelainan pada ginjal. Dasar dari semua kelainan
yang ada pada hipertensi adalah menurunnya kemampuan ginjal untuk
mengekskresikan kelebihan natrium yang pada diet tinggi garam. Retensi
natrium dapat meningkatkan tekanan darah melalui dua cara yaitu volume-
dependent mechanism : autoregulasi dan produksi dari endogenous
quabain-like steroids dan cara volume-independent mechanism memberikan
efek pada sistem saraf pusat.
3. Mekanisme vaskular : Perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah kecil
dan besar memegang peranan penting saat mulai terjadinya dan progresifitas
hipertensi. Pada beberapa keadaan didapatkan peningkatan tahanan
pembuluh darah perifer dengan curah jantung yang normal. Terjadi
gangguan keseimbangan antara faktor yang menyebabkan terjadinya
dilatasi dan konstriksi pembuluh darah.
● Mekanisme vasokonstriksi ditingkat seluler: mekanisme ditingkat
seluler juga berperan pada patogenesis hipertensi primer, meskipun
tidak didapatkan kelainan pada ginjal. Meningkatnya cytosolic
calcium pathway menyebabkan terjadinya kontraksi pada otot polos
pembuluh darah.
● Disfungsi endotel : lapisan endotel pembuluh darah merupakan
faktor yang sangat berperan dalam menjaga kesehatan pembuluh
darah, dan merupakan lapisan utama pertahanan terhadap
aterosklerosis dan hipertensi. Adanya disfungsi endotel merupakan
penanda yang khas dari suatu hipertensi dan risiko dari suatu
kejadian kardiovaskular. Keadaan ini ditandai dengan menurunnya
faktor yang menyebabkan relaksasi pembuluh darah yang dihasilkan
oleh endotel, seperti Nitric Oxide (NO), dan meningkatnya faktor
yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi

6
● Remodeling vaskular : seiring dengan berjalnnya waktu, disfungsi
endotel, aktivasi neurohormonal, inflamasi vaskular dan
meningkatnya tekanan darah akan menyebabkan perubahan pada
pembuluh darah / remodelling vaskular yang makin memperberat
hipertensi. Gambaran khas dari keadaan ini adalah menebalnya
dinding arteri sehingga terjadi peningkatan rasio antara media dan
lumen pada arteri.
4. Mekanisme hormonal : aktivasi renin angiotensin aldosteron system
(RAAS) merupakan salah satu mekansime penting, yang ikut berperan pada
retensi natrium oleh ginjal, disfungsi endotel, inflamasi, dan remodeling
pembuluh darah, juga hipertensi. Renin dilepaskan oleh sel juxtaglomerulus
yang ada diginjal. Renin akan berikatan dengan angiotensinogen yang
diproduksi oleh hati menghasilkan angiotensin I. Selanjutnya angiotensin
converting enzyme (ACE) yang terutama banyak terdapat diparu juga
dijantung dan pembuluh darah akan mengubah angiotensin I menjadi
angiotensin II. Efek angiotensin II yaitu vasokonstriksi kuat yang
menyebabkan peningkatan tekanan darah. Pada saat yang sama angiotensin
II merangsang pelepasan aldosteron dan ADH, yang menimbulkan retensi
NaCl dan air.7

7
Gambar 2.1 Faktor yang Berperan Terhadap Peningkatan
Tekanan Darah

2.6 Manifestasi Klinis Hipertensi


Keluhan hipertensi mulai dari tidak begejala sampai dengan bergejala.
Keluhan hipertensi antara lain :

1. Sakit atau nyeri kepala


2. Gelisah
3. Jantung berdebar-debar
4. Pusing
5. Leher kaku
6. Penglihatan kabur
7. Rasa sakit di dada
8. Keluhan tidak spesifik sepeerti tidak nyaman di kepala, mudah lelah dan
impotensi.8

8
2.7 Diagnosis Hipertensi
Anamnesis pada hipertensi meliputi :

1. Lama menderita hipertensi dan deraat tekanan darah


2. Indikasi adanya hipertensi sekunder :
- Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
- Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri pemakaian
obat-obat analgesik dan obat/bahan lain.
- Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi
(feokomositoma)
- Episode lemah otot dan tetani (aldosternisme)
3. Faktor-faktor resiko
- Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga
pasien
- Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarga
- Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya
- Kebiasaan merokok
- Pola makan
- Kegemukan, intensitas olahraga
- Kepribadian
4. Gejala kerusakan organ
- Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan,
transient ishcemic attack, defisit sensoris atau motoris.
- Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki.
- Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuria.
- Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermites.
5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya
6. Faktor-faktor pribadi, keluarga dan lingkungan

Pemeriksaan fisik pada pasien cenderung tampak sehat, dapat juga


terlihat sakit ringan-berat apabila terjadi komplikasi hipertensi ke organ lain.
Pada pasien hipertensi wajib dilakukan pemeriksaan status neurologis dan
pemeriksaan fisik jantung (tekanan vena jugular, batas jantung, dan ronkhi).

9
Pemeriksaan fisik selain memeriksa tekanan darah juga untuk evaluasi adanya
penyakit penyerta, kerusakan organ target serta kemungkinan adanya
hipertensi sekunder. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan dengan cara
pengukuran rutin di kamar periksa dokter/rumah sakit, pengukuran 24 jam
(Ambulatory Blood Pressure Monitoring-ABPM), dan pengukuran sendiri oleh
penderita dirumah.1 8

Pemeriksaan penunjang pada penderita hipertensi terdiri dari tes


laboratorium seperti urinalisis (proteinuria), tes gula darah, profil lipid, ureum,
kreatinin, pemeriksaan radiologi thoraks, EKG, dan funduskopi.

2.8 Tatalaksana Hipertensi Primer

A. Farmakologis
Terdapat beberapa jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis antara
lain :
1. Diuretik (Thiazide atau aldosterone agonist)
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natirum, air, dan klorida
sehingga menurunkan volume darah dan cairan ektraseluler. Akibatnya
terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Diuretik juga
menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya.9
Golongan thiazid terdapat beberapa jenis antara lain seperti
Hidroklorothiazide (HCT) yang merupakan obat yang dianjurkan untuk
dugunakan pada kasus hipertensi ringan/sedang dengan kombinasi obat
anithipertensi lain. Golongan selanjutnya adalah Indapamid yang
memiliki kelebihan karena masih efektif pada pasien gangguan ginjal
dan bersifat netral pada metabolisme lemak dan efektif meregresi
hipertrofi ventrikel. Namum pada pasien gagal ginjal diretik kurang
efektif untuk sebagai antihipertensi maka dianjurkanlah penggunaan
diuretik kuat.9
Diuretik kuat (loop diuretics) bekerja di ansa henle asenden
menghambat kotransport Na+, K+, Cl- dan menghambat resorpsi air dan
elektrolit. Efek loop diuretics lebih kuat daripada golongan thiazide,

10
oleh karena itu golongan ini jarang digunakan kecuali pada pasien
gangguan ginjal. Yang termasuk golongan diuretik kuat adalah
furosemid, torasemid, bumetanid, dan asam etakrinat. Selain itu
terdapat duretik hemat kalium seperti amilorid, triamteren dan
spironolakton. Yang bisa digunakan dengan diuretik lain sebagai
pencegah hipokalemia.9

2. Penyekat reseptor beta adrenergik (β-Blocker)


Efek dari golonga β-Blocker antara lain menurunkan frekuensi
denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah
jantung, menghambat sekresi renin dengan penurunan angiotensin II,
dan efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis. Atenolol
merupakan obat yang sering dipilih karena penetrasinya ke SSP minimal
sehingga kurang menimbulkan efek samping sentral, jenis lainnya ada
metoprolol, labetalol, dan karvedilol.9

3. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEi)


ACE Inhibitor menghambat perubahan angiotensin I menjadi
angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi
aldosteron. Vasodilatasi secara langsung menurunkan tekanan darah
sedangkan pengurangan aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan
natirum dan retensi kalium. Obat yang bisa ditemukan adalah kaptopril
yang paling banyak digunakan. Efek ACE Inhibitor efektif untuk
hipertensi ringan, sedang, dan berat.9

4. Penghambat reseptor angoitensin (ARB)


Reseptor angiotensin II terdiri dari dua kelompok yaitu AT1 dan
AT2. AT1 terdapat di otot polos pembuluh darah, otot jantung, dan di
ginjal, otak, dan kelenjar adrenal. AT1 memperantai semua efek
fisiologi angiotensin II terutama pada homeostasis. Reseptor AT2
terdapat di medula adrenal dan juga di SSP. Losartan merupakan obat
golongan ARB yang selektif pada AT1 yang menghambat semua efek

11
angiotensin II seperti vasokonstriksi dan sekresi aldosteron.ARB sangat
efektif untuk menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi dengan
kadar renin yang tinggi seperti hipertensi renovaskular dan hipertensi
genetik.9

5. Calcium Channel Blocker (CCB)


Antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot polos
pembuluh darah dan jantung. Pada otot polos pembuluh darah,
amtagonis kalsium terutama menimbulkan relaksasi arteriol , sedangkan
vena kurang dipengaruhi. Antagonis kalsium terbukti sangat efektif
pada hipertensi dengan kadar renin yang rendah seperti pada usia lanjut.

B. Bentuk Sediaan Obat Antihipertensi

12
Gambar 2.2 Bentuk Sediaan Obat Antihipertensi

13
C. Kontraindikasi Obat Antihipertensi

Gambar 2.3 Kontraindikasi Obat Antihipertensi

D. Non-farmakologis
JNC 7 merekomendasikan untuk tatalaksana nonfarmakologis
dengan menurunkan berat badan berlebih atau kegemukan, pembatasan
asupan garam, meningkatkan konsumsi buah dan sayur, tidak

14
mengkonsumsi alkohol, meningkatkan aktivitas fisik, serta menghentikan
merokok.1
● Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan
memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan
manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah, seperti menghindari
diabetes dan dislipidemia.
● Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak
merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula
pasien tidak menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji,
makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah
garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada
pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi
2 gr/ hari
● Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit/
hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah.
Terhadap pasien yang tidak memiliki
● waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan
untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam
aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.
● Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum menjadi
pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alcohol semakin
hari semakin meningkat seiring dengan perkembangan pergaulan dan gaya
hidup, terutama di kota besar. Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari
pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan
darah. Dengan demikian membatasi atau menghentikan konsumsi alcohol
sangat membantu dalam penurunan tekanan darah.
● Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek
langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan
salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan pasien
sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok.10

15
2.9 Alur Penanganan Hipertensi
Alur penanganan hipertensi menurut International Society Of
Hypertension 2020 pada Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2021 dari
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia adalah sebagai berikut :

Gambar 2.4 Alur Inisiasi Obat Antihipertensi Menurut ISH 2020

Gambar 2.5 Target Terapi Hipertensi Dalam 3 Bulan Menurut ISH 2020

16
Gambar 2.6 Algoritma Penatalaksanaan Hipertensi Menurut ISH 2020

Selain dengan pedoman dari International Socety Of Hypertension 2020


terdapat juga pedoman lain yaitu dengan JNC-8 sebagai berikut : 11

17
Gambar 2.7 Algoritma Penanganan Hipertensi Menurut JNC-8

2.10 Komplikasi Hipertensi


Hipertensi merupakan faktor resiko untuk terjadinya segala bentuk
manifestasi klinik dari aterosklerosis. Hipertensi dapat meningkatkan resiko
untuk terjadinya kejadian kardiovaskular dan kerusakan organ target, baik
langsung maupun tidak langsung. Sedangkan untuk penyakit ginjal
meningkatnya tekanan darah sistolik lebih erat kaitannya dengan insidens
penyakit ginjal tahap akhir. Tekanan darah yang meningkat dapat
menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan parenkim ginjal.

Berbagai kerusakan organ target tersebut antara lain :

1. Pada jantung : hipertrofi ventrikel kiri, angina atau infark miokard, dan
gagal jantung kongestif
2. Penyakit ginjal kronis dan penyakit ginjal tahap akhir

18
3. Retinopati
4. Pada otak : stroke atau transient ishcemic attack
5. Penyakit arteri perifer

19
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskuler yang banyak
ditemukan di masyarakat berupa kelainan sistem sirkulasi darah yang
mengakibatkan peningkatan tekanan darah diatas nilai normal atau tekanan
darah ≥ 140/90 mmHg. Hipertensi merupakan silent killer dimana gejala
dapat bervariasi pada masing-masing individu dan hampir sama dengan
gejala penyakit lainnya. Gejala hipertensi dapat berupa sakit kepala/rasa berat
di tengkuk, vertigo, jantung berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur,
telinga berdenging (tinnitus), dan mimisan.

Faktor resiko kejadian hipertensi dapat dibagi menjadi faktor resiko


yang dapat dimodifikasi seperti berat badan, merokok, alkohol, olahraga, dan
pola makan. Sedangkan yang termasuk faktor yang tidak dapat dimodifikasi
adalah usia, jenis kelamin, dan genetik. Secara etiologi hipertensi dibagi dua
yaitu hipertensi primer (esensial) yang penyebabnya belum diketahui pasti
dan hipertensi sekunder yang berhubungan dengan penyakit penyerta lainnya.

Terapi hipertensi dimulai dari modifikasi gaya hidup seperti olahraga,


menjaga berat badan ideal, batasi asupan garam dan lemak berlebih, serta
tidak merokok ataupun konsumsi alkohol yang dilanjutkan dengan
farmakoterapi lini pertama seperti diuretik tiazide, ACE Inhibitor, ARB, CCB
dan beta-blocker.

20
1. Setiati S, Idrus A, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Interna Publishing;
2014.

2. Kemenkes RI. Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Kementrian


Kesehat RI. 2018;53(9):1689–99.

3. Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia. PENATALAKSANAAN


HIPERTENSI 2021 : Update Konsensus PERHI 2019
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI 2021 : Update Konsensus PERHI
2019. 2021;

4. Unger T, Borghi C, Charchar F, Khan NA, Poulter NR, Prabhakaran D, et


al. 2020 International Society of Hypertension Global Hypertension
Practice Guidelines. Hypertension. 2020;75(6):1334–57.

5. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Pedoman Teknis


Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI;
2013.

6. Nuraini B. Risk Factors of Hypertension. J Major. 2015;4(5):10–9.

7. Silbernagl S, Lang F. Color Atlas Of Pathophysiology 3rd Edition.


Stuttgart Germany: Georg Thieme Verlag KG; 2016.

8. Pengurus Besar Ikatan Dokkter Indonesia. Panduan Praktik Klinis. Edisi


Ke-1. Jakarta; 2017.

9. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI Ed-6. Farmakologi dan


Terapi. Ed-6. Jakarta: Fakutas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016.

10. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman


Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular. 2015.

11. James PA. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High
Blood Pressure in Adults Report From the Panel Members Appointed to the
Eighth Joint National Committee (JNC 8). 2014;1097(5):507–20.

21
22

Anda mungkin juga menyukai