Anda di halaman 1dari 93

TUTORIAL

KASUS COVID-19
Periode 30 jan - 11 feb 2023
Disusun oleh :
● Ade Novita Plaikol (42210503)
● Sulistyo (42210504)
● Vanessa Angelin (42210505)
● Nunki Puspita Utomo (42210506)
● Ginti Lintang Sinkyatri (42210507)
● Brenda Miriane Rustam (42210508)
Identitas Pasien

Nama : Bp.X
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 64 tahun
Alamat : Kotabaru Yogyakarta
No.RM : 1000000
HMRS : 02 Juli 2021
Anamnesis
Keluhan Utama
Sesak

Riwayat Penyakit Sekarang


Sesak sudah 2 hari, batuk 1 minggu dengan dahak sedikit. Sudah 2 hari
pasien mulai terasa panas dan sesak. Pilek sudah 3 hari. Pasien mengeluhkan
badannya terasa pegal dan sakit semua. Tenggorokan terasa sakit sudah 3
hari dan ada gangguan penciuman maupun perasa.
Anamnesis
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Alergi
Tidak ada
Keluhan serupa : disangkal Keluhan serupa : disangkal

Asma : disangkal Asma : disangkal Riwayat Pengobatan


Tidak ada
Hipertensi : (+) Hipertensi : (+)
Gaya Hidup
DM : (+) DM : (+) Merokok
Penyakit Paru : disangkal Penyakit Paru : disangkal

Penyakit Jantung : disangkal Penyakit Jantung : Iskemik Heart


Disease
Keadaan Umum : Lemah
VAS :-
Kesadaran : CM
GCS : E4V5M6
Tanda Vital :
● Tekanan Darah : 190/110 mmHg
● Nadi : 112 x/menit, reguler, kuat angkat
● Respirasi : 30 x/menit
● Suhu : 38.6 C
● Saturasi Oksigen : 54% tanpa bantuan oksigen
A. Kepala
Ukuran kepala : normocephali
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)
Telinga : sekret (-/-), nyeri tekan (-/-), jejas (-/-)
Hidung : deviasi septum (-), sekret (-), nyeri tekan (-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
B. Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran tiroid (-), nyeri tekan kelenjar
getah bening (-), nyeri tekan tiroid (-), JVP normal
C. Thorax
Inspeksi : simetris, jejas (-), ketinggalan gerak (-), retraksi dinding dada (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), fremitus dalam batas normal
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki basah basal (+/+)
D. Jantung
Inspeksi : iktus cordis tak tampak
Palpasi : iktus cordis teraba di SIC V linea midclavicular sinistra
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : S1 dan S2 reguler, bising (-)
E. Abdomen
Inspeksi : jejas (-), distensi (+), massa (-), perubahan warna (-)
Auskultasi : bising usus (+) dalam batas normal
Perkusi : timpani, asites (-), hepatomegaly (-), splenomegaly (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri ketok costovertebra kanan kiri (-),
pembesaran ginjal (-)
F. Ekstremitas
Atas : akral hangat, CRT< 2detik, edema (-/-), perubahan warna (-/-)
Bawah : akral hangat , CRT< 2detik, edema (-/-), perubahan warna (-/-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN PENUNJANG
ANALISA GAS DARAH
PEMERIKSAAN PENUNJANG FOTO POLOS THORAX

Kesan :
Gambaran pneumonia pada
kedua basal pulmo, setengah
bagian bawah
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kesan EKG : Sinus takikardi dengan heart rate 112x /menit

Swab PCR : positif (Nilai Rujukan : negatif)

Ferritin : 600pg/ml (Nilai Rujukan <5pg/ml)

IL-6 : 400mcg/L (Nilai Rujukan L:18-270mcg/L; P 18-160mcg/L)


DIAGNOSIS
Utama : Confirmed covid -19 gejala berat
Lainnya : Diabetes Mellitus, Hipertensi
FOLLOW UP

06/01/2023 :
pasien sesak → HFNC 60L/menit dengan FiO2 100% → SaO2
50% → butuh ventilator → terkendala ICU penuh dan semua
ventilator terpasang serta RS lain penuh → TD 80/50 mmHg,
Suhu 39,2C dan HR 140x/menit
PERTANYAAN KASUS
PERTANYAAN KASUS
1. Diagnosa dari kasus tersebut? Apa saja kriteria kasusnya? Disebabkan virus apa?
2. Apa tatalaksana dan obat untuk kasus tersebut? Apa obat lain untuk Covid? obat DM,
HT nya apa?
3. Bagaimana patogenesis virus itu masuk tubuh sampai berkembang biak?
4. Perlukah terapi? Kapan diberikan terapi plasma dan IVIG?
5. Apa itu badai sitokin? Bagaimana patogenesisnya?
6. Markernya apa yang diperiksa?
7. Apa obat anti inflamasi? Apa obatnya?
8. Mengapa ada pasien yang tidak tertolong? Apa causa kematiannya?
9. Mengapa sudah vaksin tetapi masih bisa sakit?
10. Macam platform vaksin? Berapa kali? Interval?
11. Seandainya pasien hidup dan belum vaksin kapan boleh vaksin?
12. Mengapa pasien covid bisa gagal napas? Bagaimana patogenesisnya?
13. Bagaimana urutan tatalaksana oksigen?
14. Bagaimana setting HFNC dan cara weaning HFNC?
1. Diagnosa Kerja

Diagnosa Utama : Confirmed Covid19 dengan gejala berat


Diagnosa Lainnya : Hipertensi, DM, dan IHD
Kasus Suspek
1. KRITERIA KASUS
Yang dimaksud dengan kasus suspek adalah orang yang memenuhi salah satu kriteria berikut:

Ø Orang yang memenuhi salah satu kriteria klinis :

● Demam akut dan batuk


● Minimal 3 gejala berikut: demam, batuk, lemas, sakit kepala, nyeri otot, nyeri tenggorokan,
pilek/hidung tersumbat, sesak napas, anoreksia/mual/muntah, diare, atau penurunan
kesadaran; atau
● Pasien dengan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) berat dengan riwayat demam/demam
(>38°C) dan batuk yang terjadi dalam 10 hari terakhir, serta membutuhkan perawatan rumah
sakit; atau
● Anosmia (kehilangan penciuman) akut tanpa penyebab lain yang teridentifikasi; atau
● Ageusia (kehilangan pengecapan) akut tanpa penyebab lain yang teridentifikasi.

Ø Seseorang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable/konfirmasi COVID-19/klaster


COVID-19 dan memenuhi kriteria klinis pada bagian pertama.

Ø Seseorang dengan hasil pemeriksaan Rapid Diagnostic Test Antigen (RDT-Ag) positif sesuai
dengan penggunaan RDT-Ag pada kriteria wilayah A dan B, dan tidak memiliki gejala serta bukan
merupakan kontak erat (Penggunaan RDT-Ag mengikuti ketentuan yang berlaku).
KRITERIA KASUS
Kasus Probable
Yang dimaksud dengan Kasus Probable adalah kasus suspek yang meninggal dengan
gambaran klinis meyakinkan COVID-19 dan memiliki salah satu kriteria sebagai berikut:
a. Tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) atau
RDT-Ag; atau
b. Hasil pemeriksaan laboratorium NAAT/RDT-Ag tidak memenuhi kriteria kasus konfirmasi
maupun bukan COVID-19 (discarded).

Kasus Terkonfirmasi
Yang dimaksud dengan Kasus Terkonfirmasi adalah orang yang memenuhi salah satu kriteria
berikut:
a. Seseorang dengan pemeriksaan laboratorium NAAT positif.
b. Memenuhi kriteria kasus suspek atau kontak erat dan hasil pemeriksaan RDT-Ag positif di
wilayah sesuai penggunaan RDT- Ag pada kriteria wilayah B dan C.
c. Seseorang dengan hasil pemeriksaan RDT-Ag positif sesuai dengan penggunaan
RDT-Ag pada kriteria wilayah C.
Tatalaksana
Tatalaksana
DERAJAT BERAT ATAU KRITIS
a. Isolasi dan Pemantauan
● Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujukan atau rawat secara kohorting
● Pengambilan swab untuk PCR
b. Non Farmakologis
● Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi (terapi cairan), dan oksigen.
● Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap beriku dengan hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan
CRP, fungsi ginjal, fungsi hati, Hemostasis, LDH, D-dimer.
● Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan
● Monitor tanda-tanda sebagai berikut;
- Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min,
- Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di jari),
- PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg,
- Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area paru-paru pada pencitraan thoraks dalam 24-48 jam,
- Limfopenia progresif,
- Peningkatan CRP progresif,
- Asidosis laktat progresif.
Monitor keadaan kritis
- Gagal napas yg membutuhkan ventilasi mekanik, syok atau gagal multiorgan yang memerlukan perawatan ICU.
Monitor keadaan kritis
- Gagal napas yg membutuhkan ventilasi mekanik, syok atau gagal multiorgan yang memerlukan perawatan ICU.
- Bila terjadi gagal napas disertai ARDS pertimbangkan penggunaan ventilator mekanik
- 3 langkah yang penting dalam pencegahan perburukan penyakit, yaitu sebagai berikut
o Gunakan high flow nasal cannula (HFNC) atau non-invasive mechanical ventilation (NIV) pada pasien dengan ARDS atau efusi
paru luas. HFNC lebih disarankan dibandingkan NIV.
o Pembatasan resusitasi cairan, terutama pada pasien dengan edema paru.
o Posisikan pasien sadar dalam posisi tengkurap (awake prone position).
Terapi oksigen:

- Inisiasi terapi oksigen jika ditemukan SpO2 <93% dengan udara bebas dengan mulai dari nasal kanul sampai NRM 15 L/menit,
lalu titrasi sesuai target SpO2 92 – 96%.

- Tingkatkan terapi oksigen dengan menggunakan alat HFNC (High Flow Nasal Cannula) jika tidak terjadi perbaikan klinis dalam 1
jam atau terjadi perburukan klinis.

- Inisiasi terapi oksigen dengan alat HFNC; flow 30 L/menit, FiO2 40% sesuai dengan kenyamanan pasien dan dapat
mempertahankan target SpO2 92 - 96%

o Tenaga kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR, N95).

o Titrasi flow secara bertahap 5 – 10 L/menit, diikuti peningkatan fraksi oksigen, jika Frekuensi nafas masih tinggi (>35x/menit)
Target SpO2 belum tercapai (92 – 96%) Work of breathing yang masih meningkat (dyspnea, otot bantu nafas aktif)

o Kombinasi Awake Prone Position + HFNC selama 2 jam 2 kali sehari dapat memperbaiki
Terapi oksigen:

- Inisiasi terapi oksigen jika ditemukan SpO2 <93% dengan udara bebas dengan mulai dari nasal kanul sampai NRM 15 L/menit,
lalu titrasi sesuai target SpO2 92 – 96%.

- Tingkatkan terapi oksigen dengan menggunakan alat HFNC (High Flow Nasal Cannula) jika tidak terjadi perbaikan klinis dalam 1
jam atau terjadi perburukan klinis.

- Inisiasi terapi oksigen dengan alat HFNC; flow 30 L/menit, FiO2 40% sesuai dengan kenyamanan pasien dan dapat
mempertahankan target SpO2 92 - 96%

o Tenaga kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR, N95).

o Titrasi flow secara bertahap 5 – 10 L/menit, diikuti peningkatan fraksi oksigen, jika Frekuensi nafas masih tinggi (>35x/menit)
Target SpO2 belum tercapai (92 – 96%) Work of breathing yang masih meningkat (dyspnea, otot bantu nafas aktif)

o Kombinasi Awake Prone Position + HFNC selama 2 jam 2 kali sehari dapat memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan
akan intubasi pada ARDS ringan hingga sedang.

o Evaluasi pemberian HFNC setiap 1 - 2 jam dengan menggunakan indeks ROX

Indeks ROX = (SpO2 / FiO2) / laju napas


Ventilasi Mekanik invasif (Ventilator)

o Tenaga kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR, N95).

o Menetapkan target volume tidal yang rendah (4-8 ml/kgBB), plateau pressure <30 cmH2O dan driving pressure <15 cmH2O.
RR: 18 – 25 x/menit,

o Pada ARDS sedang – berat diterapkan protokol Higher PEEP, dengan pemantauan terjadinya barotrauma pada penggunaan PEEP
>10 cmH2O.

o Pada ARDS sedang – berat yang mengalami hipoksemia refrakter (meski parameter ventilasi optimal), dilakukan ventilasi pada
posisi prone selama 12-16 jam per hari

o Pada ARDS sedang – berat yang mengalami kondisi; dissinkroni antar pasien dan ventilator yang persisten, plateau pressure yang
tinggi secara persisten dan ventilasi pada posisi prone yang membutuhkan sedasi yang dalam, pemberian pelumpuh otot secara
kontinyu selama 48 jam dapat dipertimbangkan.

o Penerapan strategi terapi cairan konservatif pada kondisi ARDS

o Penggunaan mode Airway Pressure Release Ventilation dapat dipertimbangkan pada pemakaian ventilator. Khusus penggunaan
mode APRV ini harus di bawah pengawasan intensivis atau dokter spesialis anestesi.
Farmakologis

● Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam diberikan secara drip Intravena (IV) selama
perawatan
● Vitamin B1 1 ampul/24 jam/intravena
● Vitamin D - Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet
hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup)
● Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU)

● Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5- 7 hari) atau sebagai alternatif Levofloksasin dapat diberikan
apabila curiga ada infeksi bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari). Bila terdapat kondisi sepsis
yang diduga kuat oleh karena ko-infeksi bakteri, pemilihan antibiotik disesuaikan dengan kondisi klinis, fokus infeksi dan
faktor risiko yang ada pada pasien.
● Pemeriksaan kultur darah harus dikerjakan dan pemeriksaan kultur sputum (dengan kehati-hatian khusus) patut
dipertimbangkan. Antivirus : Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan
selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5) Atau Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip (hari ke 2-5
atau hari ke 2-10) .
● Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP. Deksametason dengan dosis 6 mg/24 jam selama 10 hari atau
kortikosteroid lain yang setara seperti hidrokortison pada kasus berat yang mendapat terapi oksigen atau kasus berat dengan
ventilator. Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada Apabila terjadi syok, lakukan tatalaksana syok sesuai pedoman
tatalaksana syok yang sudah ada.
● Obat suportif lainnya dapat diberikan sesuai indikasi
Tatalaksana DM dan HT
Diabetes Melitus Tipe 2
- Pasien Covid-19 gejala ringan dengan peningkatan glukosa ringan-sedang, obat antidiabetes non insulin dapat digunakan
(umumnya cukup dengan isolasi mandiri).
- Pasien dengan gejala sedang-berat atau diobati dengan glukokortikoid, pengobatan dengan insulin adalah pilihan pertama.
- Insulin intravena direkomendasikan untuk pasien dengan kondisi kritis.
Tatalaksana DM dan HT
Hipertensi
SARS-CoV-2, virus yang mengakibatkan COVID-19, berikatan dengan ACE2 di paru-paru untuk masuk ke dalam sel, sehingga
penggunaan penghambat angiotensin converting enzym (ACE inhibitor) dan angiotensin receptor blockers (ARB), secara teoritis
akan meningkatkan ikatan SARS-Cov-2 ke paru-paru.
Akan tetapi, ACE2 menunjukkan efek proteksi dari kerusakan paru pada studi eksperimental.
DERAJAT KASUS
Tanpa gejala
Kondisi ini merupakan kondisi paling ringan. Pasien tidak ditemukan gejala.

1. Ringan
Pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia. Gejala yang
muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas pendek, mialgia. Gejala tidak
spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual
dan muntah, penghidu (anosmia) atau hilang pengecapan (ageusia) yang muncul
sebelum onset gejala pernapasan juga sering dilaporkan. Pasien usia tua dan
immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue, penurunan kesadaran, mobilitas
menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan tidak ada demam.
Status oksigenasi : SpO2 > 95% dengan udara ruangan.
DERAJAT KASUS
2. Sedang
Pada pasien remaja atau dewasa: pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam,
batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda pneumonia berat termasuk SpO2
> 93% dengan udara ruangan ATAU Anak-anak: pasien dengan tanda klinis
pneumonia tidak berat (batuk atau sulit bernapas + napas cepat dan/atau tarikan
dinding dada) dan tidak ada tanda pneumonia berat).
Kriteria napas cepat :
a. usia <2 bulan, ≥60x/menit
b. usia 2–11bulan, ≥50x/menit
c. usia 1–5 tahun, ≥40x/menit
d. usia >5 tahun, ≥30x/menit.
DERAJAT KASUS
3. Berat /Pneumonia Berat
Pada pasien remaja atau dewasa: pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam, batuk, sesak,
napas cepat) ditambah satu dari: frekuensi napas > 30 x/menit, distres pernapasan berat, atau
SpO2 < 93% pada udara ruangan.
ATAU
Pada pasien anak: pasien dengan tanda klinis pneumonia (batuk atau kesulitan bernapas),
ditambah setidaknya satu dari berikut ini:
a. Sianosis sentral atau SpO2 < 93%.
b. Distres pernapasan berat (seperti napas cepat, grunting, tarikan dinding dada yang sangat berat).
c. Tanda bahaya umum: ketidakmampuan menyusu atau minum, letargi atau penurunan
kesadaran, atau kejang.
d. Napas cepat/tarikan dinding dada/takipnea: usia <2 bulan, ≥60x/menit; usia 2–11 bulan,
≥50x/menit; usia 1–5 tahun, ≥40x/menit; usia >5 tahun, ≥30x/menit.
DERAJAT KASUS

4. Kritis
Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok
sepsis, atau kondisi lainnya yang membutuhkan alat penunjang hidup seperti
ventilasi mekanik atau terapi vasopresor
VIRUS PENYEBAB
Disebabkan oleh Virus SARS-CoV-2
Variant of concern:
● Varian alfa (B.1.1.7) → pertama kali ditemukan di Inggris pada September 2020
● Varian Beta (B.1.351/B.1.351.2/B.1.351.3) → pertama kali ditemukan di Afrika Selatan pada Mei
2020
● Varian Gamma (P.1/P.1.1/P.1.2) → pertama kali ditemukan di Brazil pada November 2020
● Varian Delta (B.1.617.2/AY.1/AY.2/AY.3) → pertama kali ditemukan di India pada Oktober 2020
● Varian Omicron (B.1.1.529) → pertama kali ditemukan di beberapa negara pada November 2021
2. TERAPI COVID
1. Tan󰈥󰈀 󰉂󰇵󰈒al󰈀 (A󰈻󰈏󰈛to󰈚󰈀󰉄󰈏s)

A. Isolasi dan Pemantauan

● Isolasi mandiri di rumah selama 10 hari sejak pengambilan


spesimen diagnosis konfirmasi, baik isolasi mandiri di
rumah maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan
pemerintah.
● Pemantauan dilakukan oleh tenaga kesehatan dari FKTP
● Kontrol di FKTP terdekat setelah 10 hari karantina untuk
pemantauan klinis
2. TERAPI COVID
1. Tan󰈥󰈀 󰉂󰇵󰈒al󰈀 (A󰈻󰈏󰈛to󰈚󰈀󰉄󰈏s)
B. Non Farmakologis

Pasien :
● Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat berinteraksi dengan
anggota keluarga
● Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering
mungkin.
● Jaga jarak (physical distancing) dengan keluarga
● Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah
● Menerapkan etika batuk (Diajarkan oleh tenaga medis)
● Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun
● Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap harinya antara jam
09.00 sampai jam 15.00
2. TERAPI COVID
1. Tan󰈥󰈀 󰉂󰇵󰈒al󰈀 (A󰈻󰈏󰈛to󰈚󰈀󰉄󰈏s)
B. Non Farmakologis

Pasien :
● Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong
plastik/wadah tertutup yang terpisah dengan pakaian kotor
keluarga yang lainnya sebelum dicuci dan segera dimasukkan
mesin cuci
● Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan malam hari)
● Segera beri informasi ke petugas pemantau/FKTP atau keluarga jika
terjadi peningkatan suhu tubuh > 38o C
2. TERAPI COVID
1. Tan󰈥󰈀 󰉂󰇵󰈒al󰈀 (A󰈻󰈏󰈛to󰈚󰈀󰉄󰈏s)

Kamar :
● Perhatikan ventilasi, cahaya, dan udara
● Membuka jendela kamar secara berkala
● Bila memungkinkan menggunakan APD saat membersihkan
kamar (setidaknya masker, sarung tangan, dan goggle)
● Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun, atau hand
sanitizer sesering mungkin
● Bersihkan kamar setiap hari, bisa dengan air sabun atau bahan
disinfektan lainnya
2. TERAPI COVID
1. Tan󰈥󰈀 󰉂󰇵󰈒al󰈀 (A󰈻󰈏󰈛to󰈚󰈀󰉄󰈏s)
Keluarga :
● Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien
sebaiknya memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit.
● Anggota keluarga senantiasa pakai masker
● Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien
● Senantiasa mencuci tangan
● Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih
● Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi udara
tertukar
● Bersihkan sesering mungkin daerah yg mungkin tersentuh pasien
misalnya gagang pintu, dl
2. TERAPI COVID
1. Tan󰈥󰈀 󰉂󰇵󰈒al󰈀 (A󰈻󰈏󰈛to󰈚󰈀󰉄󰈏s)
C. Farmakologis

Bila terdapat penyakit penyerta/komorbid, dianjurkan untuk tetap


melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila pasien rutin
meminum terapi obat antihipertensi dengan golongan obat ACE- inhibitor
dan Angiotensin Reseptor Blocker, perlu berkonsultasi ke Dokter Spesialis
Penyakit Dalam atau Dokter Spesialis Jantung

Vitamin C, dengan pilihan ;


- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
- Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam (selama 30 hari),
2. TERAPI COVID
1. Tan󰈥󰈀 󰉂󰇵󰈒al󰈀 (A󰈻󰈏󰈛to󰈚󰈀󰉄󰈏s)
C. Farmakologis

Vitamin D
Dosis 1000 - 5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, tablet
effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup) selama 14
hari.
Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern Asli
Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan untuk
diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi klinis
pasien.
Obat-obatan yang memiliki sifat antioksidan dapat diberikan
2. TERAPI COVID
2. Der󰈀󰈑󰇽󰉄 Rin󰈇󰈀󰈞
A. Isolasi dan Pemantauan

● Isolasi mandiri di rumah/fasilitas isolasi terpantau selama maksimal 10 hari


sejak muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan gangguan
pernapasan.
● Jika gejala lebih dari 10 hari, maka isolasi dilanjutkan hingga gejala hilang
ditambah dengan 3 hari bebas gejala.
● Isolasi dapat dilakukan mandiri di rumah atau di fasilitas publik yang
dipersiapkan pemerintah.
● Petugas FKTP diharapkan proaktif melakukan pemantauan kondisi pasien.
● Setelah melewati masa isolasi pasien akan kontrol ke FKTP terdekat.
2. TERAPI COVID
2. Der󰈀󰈑󰇽󰉄 Rin󰈇󰈀󰈞
B. Non Farmakologis
● Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan edukasi tanpa
gejala)
C. Farmakologis
Pemberian vitamin C dengan pilihan :
- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari
- Multivitamin yang mengandung vitamin c 1-2 tablet /24 jam (selama 30 hari),
Vitamin D
- Dosis 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, tablet
effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup) selama
14 hari.
2. TERAPI COVID
2. Der󰈀󰈑󰇽󰉄 Rin󰈇󰈀󰈞
Antivirus :
● Favipiravir (sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan
selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5), ATAU
● Molnupiravir (sediaan 200 mg, oral), 800 mg per 12 jam, selama 5 hari, ATAU
● Nirmatrelvir/Ritonavir (sediaan 150 mg/100 mg dalam bentuk kombinasi),
Nirmatrelvir 2 tablet per 12 jam, Ritonavir 1 tablet per 12 jam, diberikan selama 5
hari
● Sesuai dengan ketersediaan obat di fasyankes masing-masing
2. TERAPI COVID
2. Der󰈀󰈑󰇽󰉄 Rin󰈇󰈀󰈞
● Pengobatan simptomatis seperti parasetamol bila demam.
● Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern Asli
Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan untuk
diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi klinis
pasien.
● Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
2. TERAPI COVID
3. Der󰈀󰈑󰇽󰉄 Sed󰈀󰈝󰈈
A. Isolasi dan Pemantauan
● Rujuk ke rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-19/ Rumah Sakit Darurat
COVID-19
● Isolasi di Rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-19/ Rumah Sakit Darurat
COVID-19
● Pengambilan swab untuk PCR dilakukan sesuai Tabel

B. Non Farmakologis
● Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi/terapi
cairan, oksigen
● Pemantauan laboratorium darah perifer lengkap berikut dengan hitung jenis, bila
memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati dan foto
toraks secara berkala.
2. TERAPI COVID
3. Der󰈀󰈑󰇽󰉄 Sed󰈀󰈝󰈈
C. Farmakologis

● Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis
dalam 1 jam diberikan secara drip intravena
● (IV) selama perawatan
● Vitamin D dosis 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk
tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU)
● Diberikan terapi farmakologis berikut:
● Salah satu antivirus berikut :
2. TERAPI COVID
3. Der󰈀󰈑󰇽󰉄 Sed󰈀󰈝󰈈
An󰉃i󰉐󰈎r󰉊󰈻 :
● Rem󰇷󰈩󰈼󰈏vi󰈸 200 󰈛g IV 󰇷󰈹ip (󰈊󰈀󰈹󰈏 ke-1) 󰇷󰈎󰈘󰇽n󰈑u󰉄k󰈀󰈝 1󰉖100 m󰈇 IV 󰇶ri󰈥 (󰈋󰈀r󰈏 󰈔e 2-5 󰈀t󰇽u 󰈊󰈀󰈹󰈏 ke
2-10). Apa󰇼󰈎󰈘󰇽 Rem󰇷󰈩󰈼󰈏vi󰈸 󰉄󰈎d󰇽󰈔 󰉄er󰈻󰈩󰇶󰈏a m󰈀󰈔󰇽 󰈦em󰇼󰈩󰈹󰈏an 󰈀󰈝󰉄󰈏vi󰈸󰉉󰈼 d󰈏󰈻e󰈼󰉉󰇽ik󰈀󰈝 󰇶󰇵n󰈇a󰈞
ke󰉃󰈩󰈹s󰇵󰇷i󰈀󰇽󰈞 ob󰈀󰉃 󰇶󰈏 fa󰈻󰉙󰈀n󰈔󰇵󰈼 ma󰈻󰈎󰈞g-󰈚󰇽󰈼in󰈇, 󰇶󰈩n󰈇󰇽󰈞 pi󰈗󰈎󰈋󰇽n 󰈻e󰇻󰈀g󰇽i 󰇼󰈩󰈹󰈏ku󰉃:
- Fav󰈎󰈥󰈏󰈹av󰈎󰈸 (󰈼󰇵di󰈀󰇽󰈝 200 󰈛g) lo󰈀󰇷󰈏󰈞g 󰇷o󰈼󰈩 1600 m󰈇/12 ja󰈚/or󰈀󰈗 󰈋󰇽ri 󰈔󰈩-1 󰇶󰇽n 󰈻e󰈘󰈀n󰈑󰉊󰉄n󰉘a 2 󰉖
600 m󰈇 (󰈋ar󰈎 󰈔󰇵 2-5), AT󰉝󰈓
- Mol󰈝󰉉󰈦󰈏ra󰉏󰈎󰈹 (s󰇵󰇷i󰈀󰇽󰈞 200 m󰈇, o󰈹󰈀l), 800 m󰈇 󰈦er 12 󰈑a󰈛, s󰈩󰈗󰇽󰈛a 5 h󰈀󰈸󰈏, AT󰉝󰈓
- Nir󰈚󰈀󰉄r󰇵󰈗󰉐ir/Rit󰈡󰈝󰇽󰉐ir (󰈻󰈩󰇶󰈏a󰈀n 150 󰈚󰈈/100 m󰈇 󰇶al󰈀󰈚 󰇻󰇵n󰉃u󰈕 k󰈡󰈚󰇻󰈢), Nir󰈚󰈀󰉄r󰇵󰈗󰉐ir 2 󰉃a󰇻l󰈩󰉃
pe󰈸 12 󰈒am, R󰈎󰉃󰈢󰈞av󰈎󰈸 1 󰉄󰇽b󰈗e󰉄 p󰈩󰈸 12 󰈒am, 󰇷󰈎󰇻󰇵ri󰈔󰈀󰈞 s󰇵󰈗a󰈛󰈀 5 h󰇽󰈸i
● An󰉃i󰈕󰈡󰇽gu󰈗󰈀󰈞 L󰈲󰈉H/UF󰉀 be󰈸󰇶󰈀s󰇽󰈸󰈕an 󰈩󰉏󰇽󰈘u󰈀s󰈏 D󰈪󰈷P (󰈴ih󰈀󰉃 󰈦󰇵n󰈑e󰈘󰈀s󰇽󰈝 󰈦ad󰈀 󰇷󰇵󰈹aj󰈀󰉃 󰇻󰇵ra󰉃/k󰈸i󰉄󰈎s)
● Pen󰈇󰈡󰇻󰇽ta󰈝 󰈼󰈎m󰉃󰈢󰈛at󰈎󰈻 (P󰇽󰈹as󰈩󰉃󰇽󰈛ol 󰇷󰈀󰈞 l󰇽i󰈝 󰈘󰈀󰈏n).
● Pen󰈇󰈡󰇻󰇽ta󰈝 󰈕󰈡m󰈢󰈸󰇻id 󰇷󰈀󰈞 k󰈢󰈚󰈦li󰈔󰈀󰈼󰈏 ya󰈝󰈈 󰈀d󰇽
2. TERAPI COVID
4. Derajat Berat atau Kritis

A. Isolasi dan Pemantauan

● Isolasi di ruang isolasi Intensive Care Unit (ICU) atau High Care Unit
(HCU) Rumah Sakit Rujukan
● Indikasi Perawatan intensif COVID-19
● Penting sekali untuk intervensi lebih dini dan paripurna pasien kritis
COVID-19 di perawatan intensif
2. TERAPI COVID
4. Derajat Berat atau Kritis
A. Isolasi dan Pemantauan

● Kriteria perawatan ICU antara lain :


- Membutuhkan terapi oksigen > 4 liter/menit
- Gagal napas
- Sepsis
- Syok
- Disfungsi organ akut
- Pasien yang resiko tinggi perburukan ARDS : umur lebih 65 tahun, demam > 39C, neutrofilia,
limfositopenia, peningkatan petanda disfungsi hepar dan gagal ginjal, peningkatan CRP, PCT
dan Ferritin,
● peningkatan fungsi koagulasi (prothrombin time, fibrinogen dan D dimer)
● Pada kondisi dimana terjadi keterbatasan ketersediaan ICU, maka perawatan intensif lebih
diprioritaskan pada pasien yang memerlukan ventilasi mekanis
● Pengambilan swab untuk PCR dilakukan sesuai Tabel 1.
2. TERAPI COVID
4. Derajat Berat atau Kritis
B. Non Farmakologis

Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi (terapi cairan), dan oksigen.
Pemantauan laboratorium darah perifer lengkap berikut dengan hitung jenis, bila memungkinkan
ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati, Hemostasis, LDH, D-dimer. Pemeriksaan foto
toraks serial bila perburukan. Monitor tanda-tanda sebagai berikut;
- Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min,
- Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di jari),
- PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg,
- Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area paru-paru pada pencitraan thoraks dalam
24-48 jam,
- Limfopenia progresif,
- Peningkatan CRP progresif,
- Asidosis laktat progresif.
2. TERAPI COVID
4. Derajat Berat atau Kritis
C. Farmakologis

● Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam diberikan
secara drip Intravena (IV) selama perawatan Vitamin B1 1 ampul/24 jam/intravena
Vitamin D
● Dosis 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah
5000 IU)
● Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena ko-infeksi bakteri,
pemilihan antibiotik disesuaikan dengan kondisi klinis, fokus infeksi dan faktor
risiko yang ada pada pasien. Pemeriksaan kultur darah harus dikerjakan dan
pemeriksaan kultur sputum (dengan kehati-hatian khusus) patut dipertimbangkan.
2. TERAPI COVID
4. Derajat Berat atau Kritis

Antivirus :
Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip (hari ke 2-5 atau hari ke
2-10). Apabila Remdesivir tidak tersedia maka pemberian antivirus disesuaikan dengan
ketersediaan obat di fasyankes masing-masing, dengan pilihan sebagai berikut:
● Favipiravir (sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan
selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5), ATAU
● Molnupiravir (sediaan 200 mg, oral), 800 mg per 12 jam, selama 5 hari, ATAU
● Nirmatrelvir/Ritonavir (sediaan 150 mg/100 mg dalam bentuk kombo), Nirmatrelvir
2 tablet per 12 jam, Ritonavir 1 tablet per 12 jam, diberikan selama 5 hari
2. OBAT LAIN APA UNTUK COVID
ANTIBIOTIK
WHO menganjurkan pemberian antibiotik pada kasus Covid-19 yang berat dan tidak
menganjurkan pemberian antibiotik rutin pada kasus Covid-19 yang ringan.
1) Upaya pengambilan bahan kultur sebelum pemberian antibiotik. Sampel disesuaikan
dengan fokus infeksi dan kondisi pasien
2) Upaya re-evaluasi kondisi klinis pasien secara ketat harus selalu dikerjakan, baik melalui
evaluasi keluhan maupun evaluasi parameter penunjang, seperti parameter leukosit, hitung
jenis, CRP, procalcitonin, pencitraan, hasil kultur, dan sebagainya.
3) Segera melakukan de-eskalasi atau stop antibiotik bila klinis dan hasil pemeriksaan
penunjang sudah membaik.
4) Pilihan dan durasi terapi antibiotik empirik, mengikuti panduan terapi pneumonia
komunitas.
2. OBAT LAIN APA UNTUK COVID
Antibodi monoklonal
Antibodi monoklonal adalah protein yang dibuat di laboratorium dan memiliki kemampuan
untuk meniru kerja sistem imun dalam melawan antigen berbahaya seperti virus. Penggunaan
antibodi monoklonal umumnya ada COVID-19 derajat ringan sampai sedang. Beberapa
antibodi monoklonal tersebut adalah :
1) Casirivimab 1.200 mg + imdevimab 1.200 mg.
2) Bamlanivimab 700 mg + etesevimab 1.400 mg
3) Sotromivab 500mg – masih uji klinis
2. OBAT LAIN APA UNTUK COVID
Janus Kinase Inhibitor
Baricitinib merupakan salah satu obat golongan janus kinase inhibitor. Pilihan terapi ini
direkomendasikan pada COVID-19 derajat berat ataupun kritis. Pemberian obat ini sebaiknya
diberikan bersamaan dengan kortikosteroid pada COVID-19 derajat berat ataupun kritis.
Dengan dosis 4mg per oral
2. OBAT LAIN APA UNTUK COVID
Intravenous Immunoglobulin (IVIG)
Terapi IVIG menjadi satu alternatif pilihan terapi, terutama pada kasus COVID-19 yang berat.
Dosis IVIG yang digunakan pada berbagai studi ini sangat beragam, tapi sebagian besar
studi ini menggunakan IVIG dosis besar yaitu sekitar 0,3-0,5 gram/kgBB/hari selama 3 atau 5
hari berturut-turut.
2. OBAT LAIN APA UNTUK COVID
Vaksinasi
Vaksinasi merupakan salah satu cara paling efektif dalam mencegah penyakit akibat infeksi
virus seperti COVID-19. Vaksinasi bertujuan menurunkan jumlah kesakitan & kematian,
mencapai kekebalan kelompok (herd immunity), melindungi dan memperkuat sistem
kesehatan secara menyeluruh, serta menjaga produktivitas dan meminimalisasi dampak
sosial dan ekonomi dari COVID19.

Vaksin yang saat ini ada di Indonesia adalah Sinovac, Pfiser, AstraZeneca, Moderna,
Sinopharm dan lainnya. Platform-platform lain diharapkan segera tersedia di Indonesia.
3. PATOGENESIS VIRUS BERKEMBANG BIAK
● Virus Menular melalui airborne dan masuk ke saluran pernapasan ataupun jaringan mukosa yang
lain.
● Sars NCov 2 memiliki struktur protein seperti Spike (S), Envelope (E), Membrane (M), Nukleosid
(N).
● Spike dari Virus akan menempel dengan reseptor tertentu, seperti ACE2 yang memang dapat
berikatan dengan struktur virus.
● Setelah proses tersebut virus masuk ke sel saluran pernapasan Envelope dari virus akan berfusi
dengan membran sel, disini virus akan melepaskan materi genetiknya berupa RNA.
● Sel yang telah terinfeksi akan mensintesis protein di ribosom sesuai dengan pesan dari mRNA.
● Proten ini akan translokasi ke retikulum endoplasma dan akhirnya akan keluar dari sel dengan
proses eksositosi, siap untuk menginfeksi sel sehat lainnya
4. TERAPI PLASMA AN IVIG

● Terapi Plasma Konvalesen merupakan prosedur transfusi plasma bagi


pasien Covid-19 yang diambil dari seseorang yang telah sembuh dari
Covid-19 → memenuhi persyaratan sebagai pendonor darah
● WHO → terapi plasma konvalesen hanya direkomendasikan untuk pasien
COVID-19 dengan klinis yang berat atau kritis, seperti pada pasien yang
memiliki risiko trombosis
● Kontra indikasi → riwayat alergi terhadap produk plasma, kehamilan,
perempuan menyusui, defisiensi IgA, trombosis akut dan gagal jantung
berat dengan risiko overload cairan.
● Kontraindikasi relatif → syok septik, gagal ginjal dalam hemodialisis,
koagulasi intravaskular diseminata atau kondisi komorbid yang dapat
meningkatkan risiko trombosis pada pasien tersebut
4. TERAPI PLASMA AN IVIG
● IVIG (Intravenous Immunoglobulin) merupakan produk darah yang dimurnikan dari plasma
campuran orang sehat dimana protein merupakan komponen utamanya dan kaya akan
antibodi bakteri dan IgG virus
● Pemberiannya juga dilakukan pada pasien dengan klinis yang berat atau kritis. IVIG dapat
meningkatkan pertahanan tubuh, memblokir reseptor pada sel target, dan mencegah
kerusakan sel target lebih lanjut yang disebabkan oleh patogen
● Penggunaan IVIG → mempengaruhi proses diferensiasi dan pematangan limfosit,
menghambat respon imun sel darah putih, menghambat produksi faktor inflamasi
sehingga mengurangi terjadinya inflamasi pada pasien
● Prinsip umum → profilaksis, dibandingkan pengobatan penyakit. Ketika digunakan untuk
terapi, antibodi paling efektif ketika diberikan pada tahap awal untuk memungkinkan
antibodi menetralkan antigen virus lebih efektif dan memodifikasi respons inflamasi lebih
mudah.
5. CYTOKINE STORM dan PATOGENSIS
● Badai sitokin adalah istilah umum yang diterapkan pada pelepasan sitokin maladaptif
sebagai respons terhadap infeksi dan rangsangan lainnya.
● Hilangnya kontrol pengaturan produksi sitokin proinflamasi, baik pada tingkat lokal
maupun sistemik.
● Penyakit ini berkembang pesat, dan kematiannya tinggi. Beberapa bukti
menunjukkan bahwa, selama epidemi penyakit coronavirus 2019 (COVID-19),
perburukan parah pada beberapa pasien terkait erat dengan pelepasan sitokin yang
tidak teratur dan berlebihan.
PATOGENESIS
PATOGENESIS
Sistem imun bawaan normal, makrofag, monosit, sel dendritik, dan neutrofil mengekspresikan
berbagai reseptor pengenalan pola (PRR) yang mendeteksi pola molekul terkait patogen
(PAMP), yang diekspresikan oleh agen infeksius.

Sel yang terinfeksi virus dihancurkan oleh sel NK dari imunitas bawaan dan sel T sitolitik positif
CD8 dari imunitas adaptif, menggunakan sekresi granulysin yang dimediasi perforin

Tingkat sitokin respons akut (TNF dan IL-1β) dan sitokin kemotaktik (IL-8 dan MCP-1)
meningkat pada awal hipersitokinemia, memfasilitasi peningkatan berkelanjutan pada IL-6

IL-6, bersama dengan sitokin pleiotropik lainnya, mendorong respons fase akut yang
meningkatkan feritin serum, komplemen, CRP, dan faktor pro-koagulan
Produksi sitokin menjadi tidak teratur
Dengan cepat, merusak sel-sel sehat yang
biasanya pertama di paru-paru tetapi
berpotensi menyebar ke organ lain termasuk
ginjal, jantung, pembuluh darah, dan otak
6. MARKER YANG DIPERIKSA
a. Pemeriksaan darah →leukositosis, leukopenia, anemia, trombositopenia
b. NLR → meningkat menandakan peningkatan respon innate imun → ketidakseimbangan dengan adaptif
imun response memiliki peran penting dalam perkembangan menjadi sepsis
c. CRP → peningkatan berbanding lurus dengan keparahan covid
d. PCT → dapat digunakan pada pasien pneumonia untuk mengidentifikasi secondary infection pada covid,
juga sebagai prediktor severitas
e. IL-6 → peningkatan berbanding lurus dengan prediksi tingkat keparahan pada covid-19, cenderung untuk
prediktor badai sitokin
f. D-Dimer → penggumpalan / pembekuan darah
g. Waktu Protrombin / PT
h. Fibrinogen
i. Feritin → meningkat
7. ANTI-INFLAMASI PADA COVID-19

IL-6 antagonis
● Tocilizumab adalah antagonis IL-6 yang menekan fungsi sistem
kekebalan tubuh.
● Dosis pertama adalah 4-8 mg/kg. Dosis yang dianjurkan adalah
400mg dengan larutan garam 0,9% yang diencerkan menjadi 100 ml.
Waktu infus lebih dari 1 jam. Untuk pasien dengan kemanjuran dosis
pertama yang buruk, dosis tambahan dapat diterapkan setelah 12 jam
(dosisnya sama dengan sebelumnya), dengan maksimal dua dosis
kumulatif.
● Studi klinis dari China telah menunjukkan bahwa Tocilizumab efektif
dalam mengobati pasien yang sakit parah dengan lesi paru bilateral
yang luas, yang telah meningkatkan kadar IL-6.
● IFN-λ terutama mengaktifkan sel-sel epitel dan mengurangi aktivitas proinflamasi yang
dimediasi makrofag mononuklear dari IFN-αβ. Selain itu, IFN-λ menghambat perekrutan
neutrofil ke tempat peradangan. SARS-CoV dan MERS-CoV terutama menginfeksi alveolar
sel epitel (AEC). IFN-λ mengaktifkan gen antivirus dalam sel epitel, sehingga
mengerahkan efek antivirus tanpa merangsang sistem kekebalan manusia secara
berlebihan. Oleh karena itu, IFN-λ dapat menjadi pengobatan yang ideal.
● Terapi IVIG memiliki efek ganda yaitu substitusi imun dan imunomodulasi. Nilai aplikasi
praktisnya dalam pengobatan COVID-19 membutuhkan konfirmasi dalam penelitian
selanjutnya.
● Penghambatan IL-1β untuk mengurangi badai sitokin telah menarik banyak perhatian.
Anakinra, antagonis IL-1β, dapat digunakan untuk mengobati badai sitokin yang
disebabkan oleh infeksi. Ini secara signifikan meningkatkan tingkat kelangsungan hidup
28 hari pasien dengan sepsis berat. Saat ini tidak ada pengalaman klinis dengan
menerapkan penghambat keluarga IL-1 khusus untuk mengobati COVID-19. Efeknya perlu
diverifikasi melalui percobaan hewan in vivo dan uji klinis.
Terapi kortikosteroid
➔ Kortikosteroid adalah golongan hormon steroid yang memiliki fungsi
antiinflamasi.
➔ Untuk pasien dengan penurunan indikator oksigenasi yang progresif,
kemajuan pencitraan yang cepat, dan respon inflamasi yang berlebihan,
penggunaan glukokortikoid dalam jangka pendek (3-5 hari) adalah tepat,
dan dosis yang dianjurkan tidak lebih dari setara dengan
metilprednisolon 1-2 mg /kg/hari.
➔ Pengobatan dini pasien SARS dengan kortikosteroid meningkatkan viral
load plasma pada pasien non-ICU, yang mengakibatkan perburukan
penyakit.
➔ Waktu pemberian dan dosis glukokortikoid sangat penting untuk hasil
dari pasien yang sakit parah.
➔ Oleh karena itu, glukokortikoid terutama digunakan pada pasien sakit
kritis yang menderita badai sitokin inflamasi.
➔ Penghambatan peradangan berlebihan melalui pemberian glukokortikoid
tepat waktu pada tahap awal badai sitokin inflamasi secara efektif
mencegah terjadinya ARDS dan melindungi fungsi organ pasien.
● TNF adalah faktor peradangan utama yang memicu badai sitokin. Terapi anti-TNF telah
meningkatkan kelangsungan hidup secara signifikan pada pasien dengan sepsis. Namun, perlu
dicatat bahwa, setidaknya pada tahap infeksi selanjutnya, TNF belum terdeteksi dalam serum
pasien SARS. Saat ini, penghambat TNF belum disarankan dalam pengobatan pasien dengan
COVID-19, tetapi kemanjuran penghambat TNF dalam pengobatan pasien dengan COVID-19
perlu dieksplorasi lebih lanjut.
● Klorokuin menghambat produksi dan pelepasan TNF dan IL-6, yang menunjukkan bahwa
klorokuin dapat menekan badai sitokin pada pasien yang terinfeksi COVID-19. Dosis yang
dianjurkan dengan diagnosis dan pengobatan pneumonia coronavirus jika beratnya lebih dari 50
kg, 500 mg setiap kali, 2 kali sehari, 7 hari sebagai kursus pengobatan; Jika berat badan kurang
dari 50 kg, 500 mg setiap kali pada hari pertama dan kedua, dua kali sehari, 500 mg setiap kali
pada hari ketiga sampai ketujuh, sekali sehari.
● IFN-αβ membatasi replikasi virus dengan menginduksi gen yang distimulasi IFN.
Namun, IFN-αβ juga memperburuk penyakit melalui peningkatan rekrutmen dan
fungsi makrofag mononuklear dan sel imun bawaan lainnya. Penghambat atau
antagonis reseptor IFN-αβ harus diberikan pada tahap akhir penyakit parah untuk
mencegah respons peradangan yang berlebihan.
● Ulinastatin adalah zat anti inflamasi alami dalam tubuh. Ini melindungi endotelium
vaskular dengan menghambat produksi dan pelepasan mediator inflamasi.
Ulinastatin mengurangi kadar faktor proinflamasi seperti TNF-α, IL-6, dan IFN-γ,
dan meningkatkan kadar faktor antiinflamasi IL-10. Kegiatan ulinastatin ini
meningkatkan keseimbangan antara respons proinflamasi dan antiinflamasi pada
manusia, sehingga mengganggu badai sitokin yang disebabkan oleh lingkaran
peradangan. Namun, tidak seperti glukokortikoid, ulinastatin tidak menghambat
fungsi kekebalan dan tidak mungkin menyebabkan gejala sisa seperti nekrosis
kaput femur. Oleh karena itu, ulinastatin memiliki prospek aplikasi yang bagus
dalam pengobatan COVID-19.
● Sphingosine-1-phosphate (S1P) adalah sinyal lisofosfolipid yang mendorong
sintesis dan sekresi sitokin. Jalur pensinyalan reseptor S1P secara signifikan
menghambat kerusakan patologis yang disebabkan oleh respons imun bawaan dan
adaptif inang, sehingga mengurangi badai sitokin yang disebabkan oleh infeksi
virus influenza. .
● sel punca mesenchymal (MSC) tidak hanya memiliki potensi pembaharuan diri
dan diferensiasi multi arah, tetapi juga memiliki fungsi pengatur antiinflamasi
dan imun yang kuat. MSC dapat menghambat aktivasi abnormal limfosit T dan
makrofag, dan menginduksi diferensiasinya masing-masing menjadi subset sel
T regulator (Treg) dan makrofag anti-inflamasi. Itu juga dapat menghambat
sekresi sitokin pro-inflamasi, seperti, IL-1, TNF-α, IL-6, IL-12, dan IFN-γ,
sehingga mengurangi terjadinya badai sitokin. Pada saat yang sama Seiring
berjalannya waktu, MSC dapat mengeluarkan IL-10, faktor pertumbuhan
hepatosit, faktor pertumbuhan keratinosit dan VEGF untuk meredakan ARDS,
meregenerasi dan memperbaiki jaringan paru yang rusak, dan melawan
fibrosis. Oleh karena itu, berbagai fungsi MSC diharapkan menjadikannya
metode yang efektif untuk pengobatan COVID-19.
8. MENGAPA ADA PASIEN YANG TIDAK
TERTOLONG ?
1. Kurangnya edukasi mengenai Covid 19
Kurangnya edukasi mengakibatkan angka penularan dan jumlah kematian meningkat
1. Terlambat ditangani
Kebanyakan pasien baru datang ke rumah sakit saat gejala sudah memburuk
1. Memiliki komorbid
Pasien dengan hipertensi, diabetes melitus, PPOK, asma dan penyakit jantung koroner
menjadi faktor komorbid yang dapat memperparah atau memperburuk kondisi pasien corona.
1. Keterbatasan Fasilitas Kesehatan
Ketidaksiapan SDM dan sarana prasarana, dan laboratorium menyebabkan kelambatan
pertolongan pasien covid
8. CAUSA KEMATIAN APA ?
○ Pada umumnya, risiko kematian pada covid-19 sangat bergantung pada usia
dan kondisi kesehatan sebelumnya. Seperti yang sudah dijelaskan, pasien
dengan usia lanjut dan dengan komorbid kronis seperti penyakit
Kardiovaskular, Hipertensi, DM, dan penyakit Paru lebih rentan dan berisiko
lebih besar.
○ Meskipun demikian, ada juga penelitian yang mengatakan bahwa kematian
langsung akibat covid-19 tetap ada.
9. MENGAPA SUDAH VAKSIN MASIH BISA
SAKIT ?
Vaksin COVID-19 terbilang efektif dan merupakan hal yang penting untuk
mengendalikan pandemi, namun, tidak ada vaksin yang 100% efektif untuk mencegah
penyakit. Beberapa orang yang divaksinasi lengkap akan jatuh sakit, dan beberapa
bahkan akan dirawat di rumah sakit atau meninggal karena COVID-19. Namun, ada bukti
bahwa vaksinasi dapat membuat penyakit menjadi lebih ringan bagi mereka yang
divaksinasi dan masih sakit. Risiko infeksi, rawat inap, dan kematian semuanya jauh
lebih rendah pada orang yang divaksinasi dibandingkan dengan yang tidak divaksinasi
(CDC Gov, 2021). Infeksi covid setelah vaksinasi disebut dengan terobosan covid-19 atau
breaktrough covid-19. banyak faktor yang mempengaruhi tingkat keparahan gejala
infeksi terobosan COVID-19 antara lain munculnya varian SARS-CoV-2 yang mungkin
menyebabkan penurunan efektivitas vaksin dan respon imun yang tidak efektif terhadap
vaksin atau riwayat komorbiditas seperti usia yang lebih tua,kelebihan berat badan, dan
penggunaan agen imunosupresif.
10. MACAM FLAT FORM VAKSIN ? BERAPA KALI ?
INTERVAL ?

Vaksin yang sudah melewati uji klinis:


Pfizer/BioNTech, Moderna,
AstraZeneca/Oxford, Sinovac Biotech,
Gamaleya, CanSino Biologics,
Sinopharm, dan Zinivax
10. MACAM FLAT FORM VAKSIN ? BERAPA
KALI ? INTERVAL ?
11. SEANDAINYA PASIEN HIDUP DAN BELUM
VAKSIN, KAPAN BOLEH VAKSIN ?
Penyintas COVID-19 dapat divaksinasi 3 bulan
setelah sembuh dan memenuhi kriteria untuk
vaksin.

Apabila setelah dosis pertama sasaran


terinfeksi tetap diberikan dosis kedua dengan
interval yang sama yaitu 3 bulan sejak
dinyatakan sembuh
12. MENGAPA PASIEN COVID-19 BISA GAGAL
NAFAS ?

Replikasi cepat SARS-CoV-2 di paru-paru dapat memicu respons


imun yang kuat.
Sindrom badai sitokin menyebabkan ARDS dan kegagalan
pernapasan, sampai kematian
Badai sitokin merupakan respons inflamasi sistemik yang tidak
normal karena produksi sitokin dan kemokin proinflamasi yang
berlebihan
kondisi normal → respons sistem imun bawaan menjadi pertahanan
pertama melawan infeksi.
Namun, respons imun yang tidak normal dan berlebihan dapat
menyebabkan kerusakan imun pada tubuh manusia.
12. PATOGENESIS NYA BAGAIMANA ?

○ Pada tahap awal infeksi SARS-CoV :


terjadi pelepasan sitokin dan kemokin yang tertunda oleh sel epitel pernapasan
→ sel dendritik, dan makrofag à sel mengeluarkan antiviral factors interferons
(IFNs) dan sitokin pro-inflamasi (interleukin (IL)-1 β, IL-6, dan tumor necrosis
factor (TNF)) dan kemokin (C-C motif chemokine ligand (CCL) -2, CCL-3, dan
CCL-5) dalam jumlah besar
•Produksi IFN-I atau IFN- α/β → kunci respons kekebalan alami melawan infeksi
virus. IFN-I adalah molekul kunci yang memainkan peran antivirus pada tahap
awal infeksi virus
•Tertundanya pelepasan IFN pada tahap awal infeksi SARS-CoV dan MERS-
CoV → menghalangi respons antivirus tubuh - sitokin dan kemokin meningkat
pesat - menarik banyak sel inflamasi, seperti neurotrofil dan monosit - infiltrasi
berlebihan sel inflamasi ke jaringan paru-paru
12. PATOGENESIS NYA BAGAIMANA ?
○ IL-6 → sitokin yang memiliki peran penting dalam diferensasi sel B dan produksi
antibodi.
○ Sitokin IL-6 menginduksi aktivasi sel T sitotoksik, stimulasi perkembangan dan
fungsi sel T- helper 17 (Th-17), respons self-reactive pro-inflamasi sel T CD4,
dan menginhibisi regulasi sel T regulator.
○ IL-6 diproduksi dan bekerja pada berbagai sel imun dan non imun di berbagai
sistem organ. IL-6 dapat memberi sinyal melalui jalur cis dan trans. Aktivasi jalur
persinyalan cis memberi efek pleiotropik pada sistem imun, dan berkontribusi
pada terjadinya badai sitokin.
○ Sehingga terjadinya hiperinflamasi sistemik di mana terdapat pelepasan protein
kemoatraktan monosit 1 (MCP-1), IL-8, IL-6, dan vascular endotheliat growth
factor (VEGF), serta penurunan ekspresi E-cadherin pada sel endotel.
○ Akhirnya menyebabkan permeabilitas alveoli-kapiler terhadap cairan, protein,
dan sel darah meningkat, terjadi kebocoran plasma, hipotensi, disfungsi
pulmoner dan gagal napas.
13. BAGAIMANA URUTAN-URUTAN TERAPI
OKSIGEN ?
● Inisiasi terapi oksigen → jika SpO2 <93% dengan udara bebas → nasal kanul sampai
NRM 15 L/menit lalu titrasi sesuai target (92-96%; hamil >94%)
● Jika tidak terjadi perbaikan klinis dalam 1 jam atau terjadi perburukan klinis → alat HFNC
(High Flow Nasal Cannula)
● Inisiasi terapi oksigen dengan HFNC → flow 30L/menit, FiO2 40%, sesuai dengan
kenyamanan pasien dan dapat mempertahankan target SpO2 92-96%
● Tenaga kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR, N95)
● Titrasi flow secara bertahap 5-10 L/menit, diikuti peningkatan fraksi oksigen jika :
- Frekuensi nafas masih tinggi (>35x/menit)
- Target SpO2 belum tercapai (92-96%)
- Work of breathing masih meningkat (dyspnea, otot bantu nafas aktif)
14. BAGAIMANA SETTING HFNC ?
● Pasang canule hingga fit dengan nares dan pasang head strap
● Setting FiO2 dan flow rate
- Pada awal → setting flow rate 25-35 L/menit dan FiO2
antara 21-100%
● Titrasi flow secara bertahap 5-10 L/menit, diikuti dengan
peningkatan fraksi oksigen jika :
- Frekuensi nafas masih tinggi (>35x/menit)
- Target SpO2 belum tercapai (92-96%)
- Work of breathing masih meningkat (dyspnea, otot bantu
nafas aktif)
● Evaluasi pemberian HFNC setiap 1-2 jam dengan menggunakan
index ROX
- Jika ROX >4.88 pada jam ke-2,6,dan 12 → tidak
membutuhkan ventilasi infasif
- Jika ROX <3.85 → resiko tinggi untuk membutuhkan intubasi
● Jika evaluasi 1-2 jam pertama, parameter keberhasilan terapi
dengan HFNC tidak tercapai atau terjadi perburukan klinis →
pertimbangkan menggunakan metode ventilasi invasif atau trial
NIV (Non-Invasive Ventilation)
14. BAGAIMANA CARA WEANING HFNC ?

● Penyapihan perangkat HFNC dimulai dengan


menurunkan FiO2 5-10%/1-2 jam hingga mencapai
fraksi 30% → selanjutnya menurunkan flow secara
bertahap 5-10 L/1-2 jam hingga mencapai 25L
● Terapi oksigen konvensional perlu dipertimbangkan
ketika flow 25 L/menit dan FiO2 <40%
THANK
YOU

Anda mungkin juga menyukai