Anda di halaman 1dari 16

TUTORIAL KLINIK

INFEKSI SALURAN KEMIH

Disusun oleh:
Valentino Yohanes Buriko
42210564

Dosen Pembimbing:
dr. Purwoadi Sujatno, Sp.PD, FINASIM, MPH

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
RUMAH SAKIT BETHESDA
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA YOGYAKARTA
2022
BAB I
STATUS PASIEN

I. STATUS PASIEN
• Nama : Nn. R
• No RM : 0210xxxx
• Usia : 23 tahun
• Alamat : Jl. Ahmad Yani, Ende, NTT
• Tanggal lahir : 4 Juli 1999
• HMRS : 17 Oktober 2022
II. ANAMNESIS
• Keluhan Utama :
Demam
• Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merasakan demam sejak 3 HSMRS. Demam naik turun dan disertai
menggigil serta pusing berputar – cekat-cekot, badan lemas dan mual-mual.
Selain itu pasien juga mengeluhkan bahwa memiliki kesulitan untuk BAB sejak
4 HSMRS. Pasien mengatakan pula 1 HSMRS memiliki riwayat tidak sadarkan
diri yang hilang timbul sebanyak tiga kali bermula pada jam 6 sore dan terakhir
di jam 10 malam, dikatakan pasien tidak merespon namun mata pasien terbuka.
• Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat keluhan serupa, namun pasien mengatakan
sempat mengalami typus. Sebelum dirujuk ke RSB pasien dirawat di RS Queen
Latifah.
• RPK
Anggota keluarga tidak ada yang merasakan hal serupa. Riwayat penyakit
sistemik dari keluarga disangkal.
• Riwayat Pengobatan
Tidak ada.
• Gaya Hidup
Pasien merupakan mahasiswa namun sudah tidak terlalu aktif di kampus. Pasien
beraktivitas dari pagi hingga siang dan tidak memperhatikan makan serta
minum. Makan sehari-hari pasien biasanya 2 kali sehari dengan porsi
secukupnya. Minum pasien tidak sampai 8-12 gelas per hari. Riwayat
kebersihan area genital cukup baik dilakukan.

III. PEMERIKSAAN FISIK


• Tanda Vital
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : CM
Vital Sign :
Tekanan Darah : 104/72 mmHg
Nadi : 108 x/mnt
Suhu : 39.9 oC
Nafas : 22 x/mnt
SpO2 : 99 %
• Kepala :
Normocephali, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sianosis (-)
• Leher :
Pembesaran KGB (-), JVP meningkat (-)
• Thorax (pulmo)
Inspeksi: Simetris
Palpasi: Fremitus dbn
Perkusi: Sonor
Auskultasi: Ves (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)
• Thorax (cor)
Cor : ictus cordis tidak terlihat, S1/S2 regular, m (-), g (-)
• Abdomen
Inspeksi: Datar
Auskultasi: Bising usus normal
Palpasi: Supel
Perkusi: Timpani seluruh regio abdomen
• Ekstremitas
CRT<2 s, akral hangat, edema (-), nadi teraba kuat
IV. DIAGNOSIS BANDING
Febris
Dengue
Malaria serebral
ISK
GEA
Dispepsia

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (16/10)
Pemeriksaan Hasil
Hemoglobin 11.8
Hematokrit 35
Leukosit 5.7
Trombosit 174,000
Eritrosit 4.4
PDW 16.7 (H)
PDW-SD 32.1
PDW-CV 11.6
MCV 78.5
MCH 26.5
MCHC 33.7
Neutrofil % 78.2 (H)

Laboratorium (17/10)
Trombosit L 131 ribu/mmk 150-540

Glukosa sesaat POCT 103.0 mg/dL 70-140

SGPT 41.3 U/L 0-55.0

SGOT H 68.2 U/L 5.00-34.00

Ureum 17.1 mg/dL 14.0-40.0

Creatinine 0.68 mg/dL 0.55-1.02


Natrium L 132.5 mmol/L 136-146

Kalium 4.05 mmol/L 3.5-5.1

Laboratorium (18/10)
Trombosit L 148 ribu/mmk 150-540

Anti Dengue IgG Positif Negatif

Anti Dengue IgM Negatif Negatif

Urinalisis (19/10)
Tes Kehamilan Negatif

Warna Kuning Keruh

Berat Jenis 1.020 1.003-1.030

pH 7.0 4.5-8.0

Glukosa Negatif Mg/dL Negatif

Protein Negatif Mg/dL Negatif

Lekosit 2+ (5-9 sel/LPB)

Sel Glitter Negatif

Eritrosit 1+ (<4 sel/LPB) LPB

Epitel 3+ (10-29 sel/LPB)

Ca Oxalat 1+ (1-4/LPB)

Asam Urat Negatif

Triple Fosfat Negatif

Bacteria Negatif

Jamur Negatif
Sil. Hyalin Negatif

Sil. Granula Negatif

Sil. Epitel Negatif

Sil. Eritrosit Negatif

Sil. Leukosit Negatif

Lain-lain Negatif

Laboratorium (20/10)

Trombosit L 138 ribu/mmk 150-540

Radiologi
Cor dan Pulmo tak tampak kelainan.

VI. DIAGNOSA
ISK
Riwayat Penurunan Kesadaran
Peningkatan Transaminase
Trombositopenia
GEA

VII. TATALAKSANA
IGD
Inf RL 20-30 tpm
Pamol 3x1000 mg IV
Ondancetron 2x4 mg IV
Pantoprazole 1x1 fl IV
Diphenhidramine 1 amp IV extra
Betahistine 24 mg 2x 1/2 tab
Rawat Inap
Paracetamol 3x1 tab (bila demam)
Pantoprazole 1x1 fl IV
Ceftriaxone 1x2 gr
Curcuma Force 3x1 tab
Arcapect 3x2

VIII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Infeksi saluran kemih merupakan keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan
perkembangbiakan bakteri, jamur, virus) dalam saluran kemih – mulai dari uretra, buli-
buli, ureter, sampai jaringan ginjal dengan jumlah bakteri dalam urin yang bermakna.

B. EPIDEMIOLOGI
Dibagi atas dua:
Infeksi Nosokomial – Berhubungan dengan kateter
Acquired Infections – Tidak berhubungan denga kateter
Agen penyebab ISK tidak hanya dapat menyerang laki-laki, namun dapat juga
menyerang wanita dalam bermacam umur, remaja maupun orang tua, bahkan lebih
cenderung terjadi pada wanita dibanding pria.
ISK lebih sering terjadi pada anak, dan tergantung pada umur serta jenis kelamin.
Pada usia 11 tahun terdapat 8% anak perempuan dan 2% anak laki-laki menderita ISK.
Prevalensi bakteriuri asimtomatik sebesar 1% dan meningkat sebesar 5% selama
periode aktif secara seksual, dan dapat naik sebesar 30% jika ada faktor predisposisi.

C. ETIOLOGI
Escherichia coli merupakan kuman penyebab tersering (60-80%) pada ISK.
Kuman penyebab ISK lainnya:
● Proteus mirabilis
● Klebsiella pneumonia
● Klebsiella oxytoca
● Proteus vulgaris
● Pseudomonas aeruginosa
● Enterobacter aerogenes
● Morganella morganii
● Staphylococcus
● Enterococcus
D. PATOFISIOLOGI

Awal terjadinya ISK adalah bakteri berkolonisasi di perineum pada perempuan


atau di preputium pada laki-laki. Kemudian bakteri masuk kedalam saluran kemih
mulai dari uretra secara asending. Setelah sampai di kandung kemih, bakteri
bermultiplikasi dalam urin dan melewati mekanisme pertahanan antibakteri dari
kandung kemih dan urin. Pada keadaan anatomi normal pengosongan kandung kemih
terjadi reguler, drainase urin baik dan pada saat setiap miksi, urin dan bakteri
dieliminasi secara efektif. Maka setiap keadaan yang mengganggu mekanisme
pertahanan normal tersebut dapat menyebabkan risiko terjadinya infeksi. Faktor
predisposisi infeksi adalah fimosis, alir-balik vesikoureter (refluks vesikoureter),
uropati obstruktif - urolitiasis, benda asing, kelainan kongenital buli-buli atau ginjal,
kelainan struktur, atau konstipasi yang lama.
Kemampuan bakteri untuk menyebabkan ISK bergantung dari adanya suatu
filamen khusus berupa pili atau fimbriae yang terdapat pada kapsul bakteri. Terdapat 2
tipe fimbriae yaitu tipe I dan tipe II. Fimbriae tipe I lebih banyak terdapat pada bakteri
penyebab ISK bawah. Sedangkan bakteri dengan fimbriae tipe II banyak ditemukan
pada kasus ISK atas, bakteriuria asimtomatis, dan pada feses orang sehat. Fimbriae tipe
II disebut juga P fimbriae terbentuk dari beberapa gen yang memiliki adhesin spesifik
Gal-Binding PapG adehsin. Adhesin ini mampu berikatan dengan glycophingolipids
yang merupakan reseptor spesifik pada sel epitel yang melapisi saluran kemih.
Bakteri uropatogenik yang melekat pada pada sel uroepitelial, dapat
mempengaruhi kontraktilitas otot polos dinding ureter, dan menyebabkan gangguan
peristaltik ureter. Melekatnya bakteri ke sel uroepitelial, dapat meningkatkan virulensi
bakteri tersebut. Mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang
berfungsi sebagai anti bakteri. Robeknya lapisan ini dapat menyebabkan bakteri dapat
melekat, membentuk koloni pada permukaan mukosa, masuk menembus epitel dan
selanjutnya terjadi peradangan. Bakteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter dan
sampai ke ginjal melalui lapisan tipis cairan (films of fluid).
Pada epitel saluran kemih terdapat Toll-Like Receptors (TLR), suatu reseptor
yang mampu mengenali bakteri patogen. Pada kondisi normal, P fimbriae dari bakteri
patogen akan berikatan dengan TLR, dan menimbulkan suatu respon inflamasi. Proses
inflamasi ini yang kemudian akan mengeliminasi bakteri pathogen. Namun akibat dari
proses ini menimbulkan skar pada ginjal, yang akan memberikan dampak lanjutan.
Pada mekanisme hematogen, parenkim ginjal dapat ditembus pada pasien dengan
Staphylococcus aureus bakteremia atau Candida fungemia yang berasal dari infeksi oral
pada pasien dengan imunosupresi. Pada keadaan terentu infeksi bakteri yng berdekatan
dengan organ perkemihan dapat menembus saluran kemih melalui sistem limfatik. Hal
ini terjadi pada kondisi yang berhubungan dengan limfatik rute pada abses
retroperitoneal dan infeksi usus berat.

E. KLASIFIKASI
ISK dapat dibedakan berdasarkan gejala klinis, lokasi infeksi, dan kelainan saluran
kemih.
Gejala: ISK simtomatik, ISK asimtomatik
Lokasi: ISK atas; parenkim ginjal (pielonefritis) dan bawah; vesika urinaria (sititis) dan
uretra (urethritis).
Untuk kepentingan klinis dan tatalaksana, ISK dapat dibedakan menjadi ISK simpleks
dan kompleks, dimana ISK simpleks merupakan infeksi tanpa kelainan struktural
(anatomis) maupun fungsional pada saluran kemih. ISK kompleks adalah adanya
infeksi yang disertai kelainan struktural dan atau fungsional saluran kemih yang
menyebabkan obstruksi mekanik ataupun fungsional saluran kemih. Contoh: RVU,
BSK, obstruksi, anomali saluran kemih, bulibuli neurogenik, benda asing, dan
sebagainya.

F. MANIFESTASI KLINIS
• Demam
• Flank pain (nyeri ketok pinggang belakang/costovertebral angle)
• Nyeri tekan suprapubic
ISK bawah – sistitis, urethritis dapat memiliki gejala antara lain dysuria, stranguria,
frekuensi, urgensi, urin berbau tidak enak, inkontinensia, hematuria, dan nyeri
suprapubik. Pada ISK atas – pielonefritis dapat dijumpai demam tinggi disertai
menggigil, gejala saluran cerna seperti mual, muntah, diare. Tekanan darah pada
umumnya masih normal, serta dapat ditemukan nyeri pinggang.

G. DIAGNOSIS
Diagnosis ISK dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan laboratorium di layanan primer dapat dilakukan:
● PDL
● Urinalisis
● Ureum dan Kreatinin
● Kadar gula darah
Di layanan sekunder dapat dilakukan pemeriksaan tambahan:
● Urine mikroskopik berupa peningkatan >103 bakteri per lapang pandang
● Kultur urin (hanya diindikasikan untuk pasien yang memiliki riwayat kekambuhan
ISK atau infeksi dengan komplikasi).

PDL: Leukositosis, peningkatan nilai absolut neutrofil, peningkatan laju endap darah
(LED), C-reactive protein (CRP) yang positif, merupakan indikator non-spesifk ISK
atas.

Kultur urin :
Dikatakan infeksi positif apabila :
Air kemih pancaran tengah : biakan kuman positif dengan jumlah kuman ≥105/ml, 2

kali berturut-turut dengan kemungkinan infeksi 90% - 3 kali → 95%


Air kemih kateter: >105 kemungkinan infeksi 95%
Air kemih tampung dengan pungsi suprapubik : setiap kuman patogen yang tumbuh
pasti infeksi. Pembiakan urin melalui pungsi suprapubik digunakan sebagai gold
standar.

Dugaan infeksi :
Pemeriksaan air kemih : ada kuman, leukosit (pyuria), torak/silinder leukosit
Uji kimia : TTC, katalase, glukosuria, lekosit esterase test, nitrit test.

H. DIAGNOSIS BANDING
Sistitis rekuren
Urethritis
Pielonefritis
Bakteremia asimtomatik
Diabetes melitus

I. TATALAKSANA
• Sistitis akut sebaiknya segera diobati untuk mencegah kemungkinan berkembang
menjadi pielonefritis. Jika gejala-gejalanya berat, spesimen dari kandung kemih
harus diambil untuk biakan dan mulai untuk pengobatan. Bila gejalanya ringan atau
diagnosis meragukan, pengobatan dapat ditunda sampai biakan diketahui.
• Penyebab tersering ISK adalah E.coli . sebelum ada hasil biakan urin dan uji
kepekaan, antibiotik diberikan secara empirik selama 7 – 10 hari untuk eradikasi
infeksi akut.
• Minum air putih minimal 2 liter per hari bila fungsi ginjal normal.
• Menjaga higienitas genitalia eksterna.

Jenis Antibiotik oral Dosis perhari


Amoksisilin 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
Sulfonamida
- Kombinasi - 6-12 mg TMP dan 30-60 mg SMX/kgBB/hari
Trimetoprim dibagi dalam 3 dosis
(TMP)
Sulfametoksazol
(SMX)
- Sulfisoksazol - 120-150 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis

Sefalosporin
- Sefiksim – 8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
- Sefpodiksim – 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
- Sefprozil – 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
- Sefaleksin – 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
- Nitrofurantoin – 6-7 mg/kg/hari dibagi dalam 4 dosis
- Trimetoprim – 6-12 mg/kg/hari dibagi dalam 4 dosis
Fluorokuinolon
- Ciprofloxacin
- Moxifloxacin
- Levofloxacin
- Ofloxacin
- Norfloxacin

J. KOMPLIKASI
ISK dapat menyebabkan komplikasi berupa:
● Gagal ginjal akut
● Bakteremia
● Sepsis
● Meningitis.
Dapat juga terjadi ISK berulang atau kronik kekambuhan. ISK kompleks dapat
mengakibatkan gagal ginjal kronik. Abses ginjal fokal merupakan komplikasi yang
jarang terjadi. Komplikasi ISK jangka panjang adalah parut ginjal, hipertensi, gagal
ginjal, komplikasi pada masa kehamilan seperti preeklampsia. Parut ginjal terjadi pada
8-40% pasien setelah mengalami episode pielonefritis akut. Faktor risiko terjadinya
parut ginjal antara lain umur muda, keterlambatan pemberian antibiotik dalam tata
laksana ISK, infeksi berulang, RVU, dan obstruksi saluran kemih.
K. PROGNOSIS
Prognosis pada ISK umumnya baik, kecuali bila hygiene genital tetap buruk, ISK dapat
berulang atau menjadi kronis. Tingkat kekambuhan ISK diperkirakan 25-40%.
Kekambuhan seringkali terjadi dalam kurun waktu 2-3 minggu setelah terapi.
Prognosis buruk tergantung pada adanya malformasi pada saluran kencing maupun
reflux vesicouretral terutama yang yang mengenai kedua ureter. Pada kasus ini
kerusakkan ginjal telah disebabkan oleh gangguan perkembangan ginjal saat janin yang
disebut renal dysplasia.
Adanya Renal dysplasia dengan ISK, terutama pada kasus yang tidak mendapatkan
pengobatan yang adekuat akan menyebabkan kerusakkan ginjal yang berat dan
progresif. Konsekuensi yang timbul dari gangguan ginjal berat dapat mengarah pada
komplikasi serius berupa hipertensi, proteinuria, dan kerusakkan ginjal kronis.
BAB III
PEMBAHASAN

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang sering menyerang pria maupun wanita
dari berbagai usia dengan berbagai gambaran klinis dan episode. ISK sering menyebabkan
morbiditas dan dapat secara signifikan menjadi mortalitas. Walaupun saluran kemih normalnya
bebas dari pertumbuhan bakteri, bakteri yang umumnya naik dari rektum dapat menyebabkan
terjadinya ISK. Ketika virulensi meningkat atau pertahanan inang menurun, adanya inokulasi
bakteri dan kolonisasi, maka infeksi pada saluran kemih dapat terjadi.

Pasien pada kasus ini didiagnosis dengan ISK berdasarkan data anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada anamnesis pasien mengeluhkan adanya demam naik
turun yang sudah berlangsung selama 3 HSMRS. Selain itu pasien juga memiliki riwayat susah
BAB dan badannya lemas. Pasien juga mengaku jarang minum air. Pada pemeriksaan fisik
tidak didapatkan hal yang khas kecuali demam tinggi yaitu 39.9 oC. Selanjutnya pada
pemeriksaan penunjang didapatkan trombositopenia serta peningkatan enzim transaminase
(AST/SGOT) dan pada urin didapatkan adanya leukosit, epitel, serta adanya kandungan Ca
Oxalat. Hal ini dapat memperlihatkan adanya infeksi pada saluran kemih karena kalkuli dapat
membuat obstruksi saluran kemih.

ISK dapat disebabkan oleh antara lain infeksi bakteri baik nosocomial maupun didapat.
Selain itu dapat pula disebabkan oleh kebiasaan menahan BAK yang akan membuat bakteri
yang berada dalam vesika urinaria bermultiplikasi dan harus sering dikeluarkan lewat berkemih.
Selain bakteri, dalam kondisi retensi urin akan terjadi pembentukan batu saluran kemih.
Pembentukan BSK memerlukan keadaan supersaturasi untuk pembentukan batu. Inhibitor
pembentuk batu dijumpai dalam air kemih normal, contohnya batu kalsium oksalat dengan
inhibitor sitrat dan glikoprotein. Aksi reaktan dan inhibitor belum dikenali sepenuhnya. Ada
dugaan proses ini berperan pada pembentukan awal atau nukleasi kristal, progresi kristal atau
agregasi kristal.

Penderita ditatalaksana secara nonmedikamentosa dan medikamentosa.


Penatalaksanaan nonmedikamentosa antara lain dengan minum air putih min 2 L/hari, bed rest,
dan menjaga higienitas genitalia eksterna. Penatalaksanaan medikamentosa dengan Inf RL 20-
30 tpm, Paracetamol 3x1 tab (bila demam) Pantoprazole 1x1 fl IV, antibiotic sefalosporin
dengan Ceftriaxone 1x2 g, Curcuma Force 3x1 tab, setelah beberapa hari, pasien mengeluhkan
diare sebanyak 3 kali dalam sehari dan diberikan Arcapect 3x2. Penanganan masih bersifat
konservatif dan tidak diperlukan pembedahan dan untuk mengonfirmasi keberadaan batu
saluran kemih untuk penanganan lebih lanjut harus melakukan pemeriksaan radiologi seperti
foto polos abdomen atau CT scan non kontras.

Anda mungkin juga menyukai