Anda di halaman 1dari 56

Tutorial Kasus COVID-19

Disusun Oleh :
Pembimbing Klinik : Regina Jade C (42200478)
dr. Iswanto, Sp.P, FCCP Noki Otto K (42200479)
Shanty Dewi S (42200485)
Nettavania Pudihang (42200486)
Julian Matius S S (42200487)
Identitas Pasien
Nama Pasien : Bp. MD
Usia : 67 tahun
Alamat : Gunung Kidul
HMRS : 12 Agustus 2022
Anamnesis

Keluhan Utama

Sesak Napas

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien merupakan rujukan dari RSB Wonosari datang ke IGD RSB Yogyakarta pada 12
Agustus 2022 dengan keluhan sesak napas sejak 2HSMRS dan batuk dengan dahak dan
pilek sudah 1 minggu. 2HSMRS pasien juga merasa demam. Pasien juga mengeluhkan
nyeri dada kanan, badannya terasa pegal dan sakit semua. Tenggorokan terasa sakit
sudah 3 hari. Ada gangguan penciuman maupun perasa. Pasien memiliki riwayat
hipertensi
Anamnesis
Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat hipertensi dan penyakit jantung STEMI.


Keluhan serupa (-) ,Asma(-), Alergi (-), Diabetes mellitus (+)

Riwayat Penyakit Keluarga

Asma: (-), Hipertensi (+) Diabetes mellitus ,Penyakit Paru (-), Penyakit jantung (+)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : CM
GCS : E4V5M6
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 165 cm
Vital Sign :
• TD : 129/70 mmHg
• Nadi: 80 x/menit, regular, kuat angkat
• Respirasi : 30 x/ menit
• SpO2 : 97%
• Suhu : 36.5oC
Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normochepali, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : pembesaran limfonodi (-), peningkatan JVP (-)

Thoraks
Pulmo : simetris, tidak ada ketertinggalan gerak, retraksi dinding dada (-),
nyeri tekan (-), wheezing (-/-), rhonki kering (+/+), vesikuler (+/+)
Cor : S1, S2 regular, murmur (-)
Abdomen : supel, nyeri tekan epigastric (-), bising usus (-)
Ekstremitas : (atas-bawah) hangat, CRT <2 detik
Planning & Pemeriksaan
Penunjang

 Lab: PDL, swab antigen, swab PCR


 Radiologi : Rontgen thorax
 EKG
 Konsul dokter Sp. Paru
 Konsul dokter Sp. Jantung
 Siapkan ruang isolasi
Pemeriksaan Penunjang (PDL)
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI
RUJUKAN PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI
Hemoglobin 13,3 g/dL 14-18 RUJUKAN
Leukosit 5,5 ribu/mmk 4,5 – 11,5 MCH 31 pg 26,0 – 32,0

Eosinofil 2,0 % 2–4


MCHC 33,6 g/dL 32,0 – 36,0
Basofil 0,4 % 0–1
Segmen 82,2 (H) % 50 – 70 Trombosit 153 ribu/mmk 150 – 450
Neutrofil
Limfosit 16 (L) % 18 – 42 Ureum 35 Mg/dl 13-43
Monosit 7,1 % 2–8
Limfosit total 1,5 10ˆ3/µl 1,5 – 3,7 Creatinin 1,39 (H) Mg/dl 0,67-1,17
Rasio N/L 3,53 (H) < 3,13
Hematokrit 40 % 35,0 – 49,0 GDS 106 Mg/dl 70-160

Eritrosit 4,3 juta/mmk 4,20 – 5,40

RDW 11,9 % 11,5 – 14,5


MCV 92 fL 80,0 – 94,0
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
SGPT 12,6 U/L 0 – 55,0
SGOT 19,2 U/L 5,00 – 34,00
Natrium 136,0 Mmol/L 136 – 146
Kalium 3,60 Mmol/L 3,5 – 5,1
CRP 10,83 (H) Mg/L <5
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


D-Dimer 0,83 g/mL 1,0

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


PCR Positif Negatif
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
CK-MB 11,0 U/L 0-25
HS Troponin 15,20 (Grayzone) Ng/L No cardiac symtoms : <2
Grayzone : 2-99
Indikasi ACS : >= 100
Pemeriksaan
Penunjang
(Rontgen Thorax)

KESAN
- Peningkatan corakan
bronkovaskuler
- Tanda edem pulmo
- Cor : Cardiomegali
Diagnosis

Confirmed Covid-19 gejala


sedang

Hipertensi
Terapi
Non-Farmako:
Farmako: R/ tab Paracetamol 500 mg No XV
S.p.r.n.3.d.d.tab I (bila demam)
• Isolasi dan pemantauan di ruang
R/Inf Vitamin C 400 mg/8 jam
rawat covid-19
dalam NaCl 0,9% 100 cc
• Istirahat total, jaga asupan kalori
s.i.m.m (habis dalam 1 jam IV)
adekuat, kontrol elektrolit, status
hidrasi/terapi cairan, oksigen
R/ tab Favipiravir 200 mg No IV
• Pantau PDL, CRP, fungsi ginjal, RO
s.2.d.d. tab II
Thorax
R/ tab Azritomisin 500 mg no V
s.1.d.d.tab I

R/ Tab. Ambroxol 30mg No. XXX


S.3.d.d. Tab I. p.c

R/ Tab Amilodipin 5 mg No V
s.1.d.d tab I p.c
FOLLOW UP
S:
Sesak (-), Batuk (+), nyeri dada (-), nyeri tenggorokan (-)

O:
Ku sedang, Compos mentis
TD : 127/76
S : 36,3 C
N : 74 x
RR : 22 x
SPO2 : 99 % respirasi spontan dengan O2 Nasal 3lpm

A:
Covid confirm gejala sedang dengan edem pulmo, Hipertensi

P:
Tx lanjut
Daftar
Pertanyaan
1. Diagnosis
1. Kasus suspek (memenuhi salah satu kriteria)
a. Orang yang memenuhi salah satu kriteria klinis:
● Demam akut dan batuk;
● Min 3 gejala berikut: Demam, Batuk, Lemas, sakit kepala, nyeri otot, nyeri tenggorokan,
pilek/hidung tersumbat, sesak napas, anoreksia/mual/muntah, diare, atau penurunan
kesadaran;
● Pasien dengan ISPA berat dengan riwayat demam/demam (> 38°C) dan batuk yang
terjadi dalam 10 hari terakhir, serta membutuhkan perawatan rumah sakit; atau
● Anosmia akut tanpa penyebab lain yang teridentifikasi; atau
● Ageusia (kehilangan pengecapan) akut tanpa penyebab lain yang teridentifikasi.
b. Seseorang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable/konfirmasi
COVID-19/klaster COVID-19 dan memenuhi kriteria klinis (a)
c. Seseorang dengan hasil pemeriksaan Rapid Diagnostic Test Antigen (RDT-Ag) positif dan
tidak memiliki gejala serta bukan merupakan kontak erat
1. Diagnosis
2. Kasus Probable
Kasus Probable adalah kasus suspek yang meninggal dengan gambaran klinis
COVID-19 dan memiliki salah satu kriteria :
- Tidak dilakukan pemeriksaan lab Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) atau
RDT-Ag; atau
- Hasil pemeriksaan laboratorium NAAT/RDT-Ag tidak memenuhi kriteria kasus
konfirmasi maupun bukan COVID-19 (discarded)
Kasus Probable (Satu kriteria )
- Seseorang dengan pemeriksaan laboratorium NAAT positif.
- Memenuhi kriteria kasus suspek atau kontak erat dan hasil pemeriksaan
RDT-Ag positif di wilayah sesuai penggunaan RDT- Ag pada kriteria wilayah B
dan C
- Seseorang dengan hasil pemeriksaan RDT-Ag positif sesuai dengan
penggunaan RDT-Ag pada kriteria wilayah C.
2. Kriteria kasus
Berdasarkan beratnya kasus, COVID-19 dibedakan menjadi tanpa gejala, ringan, sedang,
berat dan kritis.
1.Tanpa gejala
Kondisi ini merupakan kondisi paling ringan. Pasien tidak ditemukan gejala.
2. Ringan
Pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia. Gejala yang
muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas pendek, mialgia.
Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala,
diare, mual dan muntah, penghidu (anosmia) atau hilang pengecapan (ageusia) yang
muncul sebelum onset gejala pernapasan juga sering dilaporkan. Pasien usia tua dan
immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue, penurunan kesadaran, mobilitas
menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan tidak ada demam. Status oksigenasi :
SpO2 > 95% dengan udara ruangan.
2. Kriteria kasus
3. Sedang
Pada pasien remaja atau dewasa: pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam, batuk,
sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda pneumonia berat termasuk SpO2 > 93%
dengan udara ruangan ATAU Anak-anak: pasien dengan tanda klinis pneumonia tidak berat
(batuk atau sulit bernapas + napas cepat dan/atau tarikan dinding dada) dan tidak ada tanda
pneumonia berat).
Kriteria napas cepat : usia <2 bulan, ≥60x/menit
usia 2–11 bulan, ≥50x/menit
usia 1–5 tahun, ≥40x/menit
usia >5 tahun, ≥30x/menit.
2. Kriteria kasus
4. Berat/ Pneumonia Berat
Pada pasien remaja atau dewasa: pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam, batuk,
sesak, napas cepat) ditambah satu dari: frekuensi napas > 30 x/menit, distres pernapasan
berat, atau SpO2 < 93% pada udara ruangan.
ATAU Pada pasien anak: pasien dengan tanda klinis pneumonia (batuk atau kesulitan
bernapas), ditambah setidaknya satu dari berikut ini: Sianosis sentral atau SpO2 < 93%
Distres pernapasan berat (seperti napas cepat, grunting, tarikan dinding dada yang sangat
berat)
Tanda bahaya umum : ketidakmampuan menyusu atau minum, letargi atau penurunan
kesadaran, atau kejang.
Napas cepat/tarikan dinding dada/takipnea
5. Kritis
Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok sepsis, atau
kondisi lainnya yang membutuhkan alat penunjang hidup seperti ventilasi mekanik atau
terapi vasopresor
3. Disebabkan virus apa?

•Virus: SARS-CoV-2
•Penyakit: Corona Virus Disease
•Varian: Alpha (B.117), Beta (1.351), Delta (B1,617),
Omicron (B.1.1.529)
4. Terapi Covid
4. Terapi Covid
Terapi
1. Vitamin C

Tanpa gejala, Gejala ringan

Tablet vitamin C non acidiic 500mg/ 6-8 jam oral (14 hari )

Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (30 hari )

Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet/24 jam ( selama 30 hari)

Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B, E Zink

Gejala sedang dan berat atau kritis

Vitamin C 200-400 mg/ 8jam dalam 100 cc Nacl 0,9% habis dalam 1 jam
2. Vitamin D

Supplemen: 400 IU- 1000 IU/ hari

Obat: 1000-5000 IU/ hari


Terapi
3. Azitromisin

Derajat ringan 1x500 mg/hari selama 5 hari

Derajat sedang dan berat/kritis 500 mg/24 jam IV atau PO selama 5-7 hari ( dapat diganti
dnegan Levofloksasin apabila curga ada infeksi bakteri (750 mg/24 jam per IV atau PO
selama 5-7 hari
4. Antivirus
Derajat Ringan
- Oseltamvir (Tamiflu) 75 mg/12 jam oral selama 5-7 hari atau
- Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/ 12 jam/ oral hari ke 1 dan
selanjutnya 2x 600 mg (hari ke 2-5)

Derajat sedang dan berat/kritis


- Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/ 12 jam/ oral hari ke 1 dan
selanjutnya 2x 600 mg (hari ke 2-5), atau
- Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke 1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip ( hari ke 2-5 atau hari ke 2-
10
Alur Penentuan Alat Bantu Nafas Mekanik
5. Obat lain pada Covid-19
1. Antikoagulan
- Infeksi COVID-19 dikaitkan dengan 3. Antibodi Monoklonal
inflamasi dan keadaan protrombotik, yang Merupakan protein yang dibuat di lab
ditandai dengan peningkatan fibrin, produk untuk meniru sistem imun dalam
degradasi fibrin, fibrinogen, dan D-dimer → melawan antigen berbahaya seperti
berkaitan dengan perburukan klinis. virus (COVID derajat ringan-sedang):
- Fase akut → antikoagulan parenteral yang - Casirivimab 1.200 mg + imdevimab
bekerja cepat, seperti UFH, LMWH atau 1.200 mg → izin penggunaan darurat di
fondaparinuks US
- Direct acting oral anticoagulant (DOAC), - Bamlanivimab 700 mg + etesevimab
seperti rivaroksaban, → penggunaan 1.400 mg → di Indonesia sdg uji klinis
jangka panjang di atas 10 hari - Sotrovimab→ izin penggunaan darurat
2. Antibiotik di US
- Dianjurkan pada kasus COVID-19 berat - Vilobelimab → di Indonesia sdg uji klinis
(WHO) dan tidak dianjurkan pada kasus yg - Regdanvimab → sudah diteliti di Korea
ringan
5. Obat lain pada Covid-19
4. Janus Kinase Inhibitor
- Bacitracinb → di rekomendasi pada Covid 6. Intravenous Immunoglobulin (IVIG)
derajat berat ataupun kritis, sebaiknya - IVIG alternatif pilihan terapi,
bersamaan dengan kortikosteroid pada Covid tertutama pada kasus COVID berat
derajat berat ataupun kritis. - Penelitian tentang ini belum banyak
- Tidak disarankan bersamaan dengan pemberian dan masih kontroversial
penghambat reseptor IL-6 → meningkatkan
infeksi sekunder akibat bakteri atau jamur
5. Mesenchymal Stem Cell/ Sel Punca 7. Fluxamine
- MSCs → menyeimbangkan proses inflamasi pada - Merupakan SSRI
kondisi ALI/ARDS - Studi terkontrol plasebo pada sampel
- MSCs bekerja sebagai imunoregulasi dengan kecil→ manfaat dalam menurunkan
nekan profilerasi sel T dan dapat berinteraksi deteorisasi klinis pada pasien COVID-
dengan sel-sel dendritiks→ pergeseran sel Th-2 19, masih butuh penelitian lebih
proinflamasi menjadi Th anti-inflamasi, termasuk besar
perubahan profil stikoin menuju anti-inflamasi.
6. Patogenesis Virus
• Virus SARS-CoV-2 utamanya menyebar melalui droplet infeksius yang masuk ke tubuh melalui
membrane mukosa. Protein-S dari virus corona menempel dan menempel reseptor human
angiotensin - converting enzyme 2 (ACE2) yang diekspresikan di paru, jantung, ginjal dan usus.
Protein-S kemudian mengalami perubahan struktural yang menyebabkan membran sel virus fusi
dengan membran sel penjamu

• Proses endositik ini dipermudah oleh adanya beberapa enzim protease dari sel penjamu
(transmembrane protease serine protease 2 (TMPRSS2), cathepsin L, dan furin).
TMPRSS2 banyak diekspresikan bersama ACE2 di sel epitel hidung, paru, dan cabang bronkus

• Setelah menempel, virus bereplikasi di epitel mukosa saluran pernapasan bagian atas (rongga hidung
dan faring), kemudian bereplikasi lebih lanjut di saluran pernapasan bawah dan mukosa
gastrointestinal, sehingga menimbulkan viremia ringan. Sebagian reaksi infeksi pada tahap ini dapat
dikendalikan dan pasien tetap asimtomatik. Namun pada beberapa kasus, replikasi cepat SARS-CoV-2
di paru-paru dapat memicu respons imun yang kuat.
7. Perlukah terapi: plasma? IVIG?
PLASMA KONVALESEN

Diberikan kepada pasien COVID 19 yang berat/ mengancam nyawa umumnya pasien-
pasien tersebut sudah mempunyai risiko trombosis, sehingga dan antikoagulan
profilaksis dapat diberikan atau dilanjutkan.

Plasma konvalesen diberikan bersama-sama dengan terapi standar COVID-19 (anti


virus dan berbagai terapi tambahan/suportif lainnya).

Kontra indikasi : riwayat alergi terhadap produk plasma, kehamilan, perempuan


menyusui, defisiensi IgA, trombosis akut dan gagal jantung berat dengan risiko
overload cairan.

Kontraindikasi relatif : syok septik, gagal ginjal dalam hemodialisis, koagulasi


intravaskular diseminata atau kondisi komorbid yang dapat meningkatkan risiko
trombosis pada pasien tersebut.
7. Perlukah terapi: plasma? IVIG?
IVIG

IVIG merupakan produk derivatif plasma pendonor yang


dapat memberikan proteksi imun secara pasif terhadap
berbagai macam patogen. IVIG dapat diberikan pada pasien
COVID-19 berat dan kritis

Indikasi : Imunodefisiensi humoral primer, Purpura


Trombositopenik Idiopatik (ITP), Pasien anak dengan gejala
Kawasaki.

Dengan dosis IVIg 0.3 – 0.4 g/kg BB per hari untuk 5 hari.

Efek samping : malaise, perasaan pingsan, demam, chills,


sakit kepala, mual, muntah, chest tightness, dyspnea and
chest, sakit punggung
8. Definisi Badai Sitokin
● Kondisi dimana respons imun hiperaktif ditandai dengan
peningkatan pelepasan interleukin, tumor necrosis factor,
kemokin, dan mediator mediator lain.
● Peningkatan kadar sitokin tersebut sampai mencapai titik dimana
sitokin menyebabkan kerusakan pada sel sel host sendiri
9. Patogenesis badai sitokin
- Dalam kondisi normal, sel yang terinfeksi virus dihancurkan→ sel NK dari imunitas
bawaan dan sel T sitolitik CD8 dari imunitas adaptif, menggunakan sekresi granulysin yang
dimediasi perforin 🡪 apoptosis sel penyaji antigen dan sel T sitotoksik yang relevan
untuk menghindari aktivasi yang tidak perlu setelah aktivitas antigenik selesai.
- jika cacat terjadi pada aktivitas sitolitik limfosit, baik karena masalah genetik atau kondisi
yang didapat, hal ini dapat menyebabkan ketidakmampuan sel T NK dan CD8 sitolitik
untuk melisiskan sel penyaji antigen yang terinfeksi dan teraktivasi, yang
mengakibatkan interaksi yang berkepanjangan dan berlebihan antara sel imun bawaan
dan adaptif.
9. Patogenesis badai sitokin
- Tingkat sitokin respons akut (TNF dan IL-1β) dan sitokin kemotaktik (IL-8 dan MCP-1)
meningkat pada awal hipersitokinemia, memfasilitasi peningkatan IL-6 yang
berkelanjutan.
- IL-6 berikatan dengan reseptor IL-6 yang terikat membran (mIL-6R) atau reseptor IL-6
terlarut (sIL-6R) → membentuk kompleks yang bekerja pada gp130
→memperpanjang proses inflamasi.
- IL-6, bersama dengan sitokin pleiotropik lainnya→ mendorong respons fase akut →
meningkatkan serum feritin, komplemen, CRP, dan faktor pro-koagulan.
- Respon fase akut badai sitokin relatif berlebihan → Karena kadar sitokin serum
yang tinggi berbanding terbalik dengan jumlah limfosit total, kadar sel T
sitotoksik yang rendah dapat berkontribusi pada penurunan pembersihan virus.
10. Marker pemeriksaan
1. Angka leukosit, neutrofil → meningkat signifikan dan angka limfosit turun pada pasien
yang mengalami perburukan
2. NLR → menignkat menandakan peningkaran respon innate imun → ketidak
seimbangan dengan adaptif imun response memiliki peran penting dalam
perkembangan menjadi sepsis
3. CRP → peningkatan CRP berbanding lurus dengan severitas covid
4. PCT → biasanya di cek untuk pasien pneumonia untuk menepis secondary infection
pada covid sendiri pct tidak hanya menepis melainkan koagulopati akibat covid → wide
tissue injury sehingga peningkatan kadar pct dapat menjadi prediktor severitas
5. IL 6 → Peningkatan dari kadar IL6 berbanding lurus dengan prediksi tingkat
keparahan dari covid 19 → cenderung mengarah pada prediktor badai sitokin.
11. Obat anti-inflamasi? Obatnya apa?
Dexamethasone & Kortikosteroid

Deksametason dengan dosis 6 mg/ 24 jam selama 10 hari atau kortikosteroid lain yang setara
seperti hidrokortison pada kasus berat yang mendapat terapi oksigen atau kasus berat dengan
ventilator.

Anti IL-6 (Tocilizumab)

Tocilizumab merupakan antibodi monoklonal kelas IgG1 yang telah terhumanisasi yang bekerja
sebagai antagonis reseptor IL-6. Untuk pasien COVID-19 berat dengan kecurigaan hiperinflamasi.
Tocilizumab diberikan dengan dosis 8 mg/kg BB (maksimal 800 mg per dosis) dengan interval 12
jam.

Penanda peradangan COVID-19 mulai berat tetapi belum kritis dapat dilihat dari skor SOFA masih <
3, sementara terdapat skor CURB-65 > 2, atau saturasi oksigen < 93% namun dapat dikoreksi dengan
oksigen fraksi < 50 % (setara dengan O2 tak lebih dari 6L/m dengan nasal kanul atau simple mask),
atau laju pernapasan > 30 per menit, atau foto toraks terdapat infiltrate multilobus bilateral, dengan
IL-6 ≥ 40 pg/ml
12. Mengapa ada pasien yang tidak tertolong?

• Waktu penanganan yang kurang tepat


Terkadang pasien baru datang ke RS setelah gejala
sudah memburuk

• Faktor komorbid
Pasien memiliki hipertensi, diabetes melitus atau
penyakit jantung yang merupakan faktor komorbid
yang dapat memperburuk kondisi pasien Covid-19

• Ketersediaan Fasilitas Kesehatan yang kurang


Beberapa faskes masih kekurangan tempat tidur, ICU,
ataupun tenaga kesehatan.
13. Penyebab kematian?

• Umumnya beberapa faktor resiko kematian pada COVID-


19 adalah usia dan kondisi kesehatan sebelumnya. Pasien
dengan usia lanjut dengan komorbid kronis (peny.
Kardiovaskular, HT, DM, penyakit paru lain yang beresiko
lebih rentan)
• Meskipun demikian, dalam beberapa penelitian terdapat
kematian yang disebabkan oleh COVID-19 itu sendiri.
14. Mengapa setelah vaksin COVID-19 masih dapat
sakit?
• Setelah vaksin, masih dibutukan waktu untuk membentuk kekebalan tubuh terhadap COVID-19.
Kekebalan yang optimal dapat terbentuk setelah mendapat dosis lengkap sesuai dengan jadwal
yang ditentukan
• Vaksin tidak sepenuhnya menyebabkan tubuh kebal terhadap COVID-19, melainkan
memberikan persiapan untuk tubuh kita jika terjadi infeksi COVID-19 terutama respon imun
adaptif yang telah mengenal virus tersebut setelah vaksin.
• Cakupan vaksin yang belum luas dan merata dapat menyebabkan kekebalan kelompok/HERD
immunity belum terbentuk.
• Virus dapat mengalami mutasi, dimana terbentuknya varian virus yang lebih beragam dan lebih
mudah menular sehingga menyebabkan penyakit yang lebih parah, mengurangi netralisasi
oleh antibody secara signifikan dan mengurangi efektivitas pengobatan maupun vaksin.
15. Macam jenis/platform vaksin?
16. Pada pasien hidup dan belum vaksin, kapan pasien
tersebut boleh vaksin?

Pasien yang sembuh dari COVID-19 dapat menerima


vaksin setelah 3-6 bulan dinyatakan sembuh.
17. Mengapa pasien COVID-19 dapat gagal nafas?

• Pada penderita covid dapat terjadi badai sitokin dan ARDS


• Badai sitokin adalah kejadian dimana terjadinya peningkatan permabilitas
kapiler karena adanya kerusakan endotel vaksular/epitel alveolar sehingga
menyebabkan penumpuan cairan kaya protein dalam alveolus. Hal ini
menyebabkan terjadinya kerusakan alveolar difus dan pelepasan sitokin-sitokin
pro-inflamasi (mis : Interleukin-1 (IL-1) dan Tumor Necrosis Factor (TNF))
• ARDS adalah suatu bentuk cedera jaringan paru sebagai respon inflamasi
terhadap berbagai faktor penyebabnya dan ditandai dengan adanya inflamasi,
peningkatan permeabilitas vascular dan penurunan aerasi jaringan paru.
18. Patogenesis gagal nafas covid?
• Melalui aktivasi makrofag dan limfosit. Pelepasan sitokin ini memicu aktivasi sel imun
adaptif seperti sel T, neutrofil, dan sel NK, bersamaan dengan terus terproduksinya
sitokin proinflamasi. Lonjakan sitokin proinflamasi yang cepat ini memicu terjadinya
infiltrasi inflamasi oleh jaringan paru yang menyebabkan kerusakan paru pada bagian
epitel dan endotel. Kerusakan ini dapat berakibat pada terjadinya ARDS dan kegagalan
multi organ yang dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat (Syok Septik)
• Sitokin ini menarik neutrophil dan mengaktifkannya, sehingga terjadi pelepasan
reactive oxygen species dan protease yang menyebabkan kerusakan oksidatif pada
jaringan paru.
• Berbagai patogenesis dapat berkontribusi terhadap perkembangan ARDS.
• Fase akumulasi cairan ini diikuti dengan fase proliferasi yang ditandai dengan
meredanya edema pulmoner, proliferasi sel alveolar tipe II, fibroblas, dan
myifobroblas, serta deposisi matriks. Selanjutnya ARDS dapat berlanjut ke fase
fibroproliferatif atau terjadi resolusi dan paru menjadi normal kembali
18. Patogenesis gagal nafas covid?
• Salah satu ciri utama ARDS pada COVID-19 adalah adanya badai sitokin. 
• Badai sitokin merupakan respons inflamasi sistemik yang tidak normal karena produksi
sitokin dan kemokin proinflamasi yang berlebihan. Pada kondisi normal, respons sistem
imun bawaan menjadi pertahanan pertama melawan infeksi. Namun, respons imun
yang tidak normal dan berlebihan dapat menyebabkan kerusakan imun pada tubuh
manusia. 
• Pada tahap awal infeksi SARS-CoV terjadi pelepasan sitokin dan kemokin yang tertunda
oleh sel epitel pernapasan, sel dendritik, dan makrofag  sel mengeluarkan antiviral
factors interferons (IFNs) dan sitokin pro-inflamasi (interleukin (IL)-1 β, IL-6, dan tumor
necrosis factor (TNF)) dan kemokin (C-C motif chemokine ligand (CCL) -2, CCL-3, dan CCL-
5) dalam jumlah besar. 
• Produksi IFN-I atau IFN- α/β adalah kunci respons kekebalan alami melawan infeksi virus,
dan IFN-I adalah molekul kunci yang memainkan peran antivirus pada tahap awal infeksi
virus. 
• Tertundanya pelepasan IFN pada tahap awal infeksi SARS-CoV dan MERS- CoV
menghalangi respons antivirus tubuh - sitokin dan kemokin meningkat pesat - menarik
banyak sel inflamasi, seperti neurotrofil dan monosit - infiltrasi berlebihan sel inflamasi
ke jaringan paru-paru
18. Patogenesis gagal nafas covid?
• IL-6 merupakan sitokin yang memiliki peran penting dalam diferensasi sel B dan produksi
antibodi. Sitokin IL-6 menginduksi aktivasi sel T sitotoksik, stimulasi perkembangan dan
fungsi sel T- helper 17 (Th-17), respons self-reactive pro-inflamasi sel T CD4, dan
menginhibisi regulasi sel T regulator. 
• IL-6 diproduksi dan bekerja pada berbagai sel imun dan non imun di berbagai sistem
organ. IL-6 dapat memberi sinyal melalui jalur cis dan trans. Aktivasi jalur persinyalan cis
memberi efek pleiotropik pada sistem imun, dan berkontribusi pada terjadinya badai
sitokin. Sementara pada kadar tinggi seperti pada badai sitokin, IL-6 mengaktivasi jalur
persinyalan trans dimana IL-6 berikatan dengan IL-6R terlarut, membentuk kompleks
dengan protein lainnya dan berikatan pada sel-sel yang tidak mengekspresikan IL-6R di
membran selnya, seperti pada endotel. 
• Sehingga terjadinya hiperinflamasi sistemik di mana terdapat pelepasan protein
kemoatraktan monosit 1 (MCP-1), IL-8, IL-6, dan vascular endotheliat growth factor
(VEGF), serta penurunan ekspresi E-cadherin pada sel endotel menyebabkan
permeabilitas alveoli-kapiler terhadap cairan, protein, dan sel darah meningkat, terjadi
kebocoran plasma, hipotensi, disfungsi pulmoner dan gagal napas.
19. Bagaimana
urutan
tatalaksana
Oksigen?
19. Urutan tatalaksana Oksigen?
• Prinsip terapi O2 pada pasien COVID-19 adalah untuk menangani
hipoksemia dan mencegah terjadinya disfungsi/kerusakan organ akibat
distress nafas.
• Inisiasi terapi O2 dilakukan jika ditemukan SpO2 <93% dengan udara
bebas dengan memulai dari nasal kanul hingga NRM 15L/menit,
kemudian titrasi sesuai target SpO2 92-96%.
• Tingkatkan terapi oksigen dengan menggunakan HFNC (High Flow Nasal
Cannula) jika tidak terjadi perbaikan klinis dalam 1 jam atau terjadi
perburukan klinis.
• Inisiasi terapi oksigen dengan HFNC  flow 30L/menit, FiO2 40% sesuai
dengan kenyamanan pasien dan dapat mempertahankan target SpO2
92-96%
• Pada saat terapi O2 pada pasien COVID-19, tenaka kesehatan harus menggunakan respirator
(PAPR, N95)
• Titrasi flow secara bertahap 5-10L/menit, diikuti peningkatan fraksi oksigen jika
• Frekuensi nafas masih tinggi (>35x/mnt)
• Target SpO2 belum tercapat (92-96%)
• Work of Breathing yang masih meningkat (dyspnea, otot bantu nafas aktif.)
• Kombinasi Awake Prone Position + HFNC selama 2 jam 2 kali sehari dapat memperbaiki
oksigenasi dan mengurangi kebutuhan intubasi pada ARDS ringan hingga sedang.
• Evaluasi pemberian HFNC setiap 1-2jam dengan Indeks ROX

• Jika pasien mengalami perbaikan dan mencapai kriteria ventilasi aman (Indeks ROX >4.88)
pada jam ke-2, 5 dan 12 menandakan bahwa pasien tidak membutuhkan ventilasi invasive.
Sedangkan ROX <3.85 menandakan resiko tinggi untuk kebutuhan intubasi.
• Jika pada evaluasi (1-2 jam pertama) parameter keberhailan terapi oksigen dengan HFNC
tidap mencapat/terjadi perburukan klinis, pertimbangkan untuk menggunakan ventilasi
invasive atau trial Non-invasive Ventilation (NIV)
• Deeskalasi bertahap pada penyapihan dengan perangkan HFNC dimulai dengan
menurunkan FiO2 5-10%/1-2 jam hingga mencapai fraksi 30%, selanjutnya flow secara
bertahap 5-10L/1-2 jam hingga mencapai 25 L
• Pertimbangkan untuk menggunakan terapi oksigen konvensional jika flow 25L/menit dan
FiO2 < 30%.
20. Bagaimana Setting HNFC
• Pasang canul hingga fit dengan nares dan pasang headstrap.
• Setting FiO2 dan flow rate. Pada awal, setting flow rate 20-
35L/menit. FiO2 antara 21-100%
• Titrasi flow secara bertahap 5-10L/menit, diikuti peningkatan
fraksi oksigen jika :
 Frekuensi nafas masih tinggi (>35/menit)
 Target SpO2 belum tercapai (92-96%)
 Work of breathing masih meningkat (dyspnea, otot bantu
nafas aktif)
• Evaluasi pemberian HFNC setiap 1-2 jam dengan menggunakan
indeks ROX.
• Jika ROX >4.88 pada jam ke 2,6,12  Tidak membutuhkan
ventilasi infasif.
• Jika ROX <3.85  resiko tinggi untuk kebutuhan intubasi.
21. Bagaimana Cara Weaning HFNC

• Pada kasus kegagalan terapi HFNC, perlu dilakukan intubasi dengan ventilasi mekanik
• Jika parameter klinis dan gasometrik pasien membaik secara gradual, maka FiO2 perlu
diturunkan pertama kali secara bertahap dilanjutkan dengan penurunan arus secara
bertahap sebanyak 5- 10 L setiap 15-30 menit.
• Saat pasien stabil selama 1-2 jam dengan FiO2 40% dan arus 15-20 L/menit, terapi
oksigen HFNC dapat dihentikan dan terapi oksigen konvensional dapat dimulai.
Langkah Standar Weaning HFNC

1. Menjelaskan prosedur kepada pasien


2. Melakukan penghisapat
3. Mendapatkan parameter spontan
4. Berikan bronkodilator jika perlu
5. Istirahatkan pasien 15-29 menit
6. Tinggikan kepala tempat tidur
Teknik penyapihan

• Teknik penyapihan
• Gunakan T-piece atau CPAP ≤5 CMH2O dan PS ≤ 5 CMH2O
• Awasi tolerasi selama 30 menit, maks 2 jam
• SpO2 >90% dan / PaO2 >60 mmHg
• TV> 4 ml/kgBB
• RR<33x/mnt
• pH > 7,3
• Tidak ada tanda kesulitan bernafas seperti laju nadi> 120x/mnt, gerakan
nafas paradoks, penggunaan otot-otot pernafasan sekunder, keringat
berlebih atau sesak
Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai