Disusun oleh:
Regina Jade C 42200478
Noki Otto K 42200479
Dhimas Setyanto N 42200480
Yulius Dennis A 42200481
Calvein Nakka G 42200482
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
● No. RM : 0109XXXX
● Nama : Nn. RV
● Usia : 25 tahun
● Pekerjaan : Mahasiswa
II. ANANMESIS
1. Keluhan utama
Pada hari Kamis, 14 Juli 2022 pukul 21:00 pasien datang ke RS Bethesda dengan
keluhan nyeri pada punggung bawah sebelah kiri sejak 1 hari sebelumya. Nyeri menjalar hingga
ke ujung kaki kanan dan kiri, nyeri disertai dengan kesemutan. Pasien mengatakan skala nyeri 8-
9. Keluhan memberat saat pasien berjalan dalam waktu lama dan ketika mengendarai motor.
Awalnya pasien merasakan bagian punggung bawah terasa berat kemudian muncul nyeri yang
menjalar. Pasien sudah mengkonsumsi obat dexamethasone dan ibuprofen, namun keluhan tidak
membaik. Kemudian pasien datang ke IGD dan mendapatkan obat anti nyeri injeksi yang
membuat keluhan membaik. Selama beberapa minggu terakhir pasien sering mengalami nyeri
punggung bawah, tetapi keluhan hilang saat pasien istirahat.
a. Riwayat serupa : (+) Nyeri punggung tapi tidak menjalar sejak 2-3 minggu yang
lalu
b. Hipertensi :-
c. Diabetes Melitus :-
d. Dislipidemia :-
e. Riwayat trauma :-
f. Riwayat kejang :-
g. Riwayat kanker :-
h. Riwayat alergi :-
a. Riwayat serupa :-
b. Hipertensi : (+) Ibu
c. DM : (+) Ayah
d. Dsilipidemia :-
e. Riwayat Pengobatan : -
f. Riwayat Alergi :-
● Merokok : -
● Alkohol :-
● Olahraga : Jarang berolahraga, dulu sempat olahraga renang
● Pola tidur : 7-8 jam dalam sehari
VI. PEMERIKSAAN FISIK
b. GCS : E4 V5 M6
c. Kesadaran : CM
d. Skala nyeri : 5
e. Tanda Vital :
f. Status Lokalis :
Kepala Normochepali, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), bibir kering (-),
lidah kotor (-), otorrhea (-), rhinorrhea (-)
Leher Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid
peningkatan jugular venous pressure (-)
Thorax
Paru Inspeksi : dada simetris (+), ketinggalan gerak nafas (-), massa (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), fremitus (normal), pengembangan dada
(normal)
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di linea midclavicula sinistra SIC V
Perkusi : batas jantung kiri pada SIC V linea mid axila sinistra,
batas jantung kanan pada SIC V line parasternalis dextra
Auskultasi : suara S1 S2 normal, regular, bising (-)
Abdomen Inspeksi : distensi (-), massa (-)
Auskultasi : peristaltik usus dalam batasnormal
Perkusi : timpani, hepato/splenomegaly (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
Ekstremitas Ekstremitas atas : Oedem (-), CRT < 2 detik, akral hangat
Ekstremitas bawah : Oedem (-), CRT < 2 detik, akral hangat
g. Status Psikiatrik
h. Status Neurologis
I. N. Olfactorius
Dextra Sinistra
II. N. Opticus
Dextra Sinistra
III. N. Occulomotorius
Dextra Sinistra
Ptosis - -
Strabismus - -
Nistagmus - -
Eksoftalmus - -
Bentuk pupil Isokor Isokor
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Rekfleks cahaya + +
IV. N. Trochlearis
Dextra Sinistra
Bawah
V. N. Trigeminus
Dextra Sinistra
VI. N. Abducens
Dextra Sinistra
VII. N. Facialis
Dextra Sinistra
Mencucu Normal
Bersiul Normal
VIII. N. Vestibulocochlearis
Sinistra Dextra
IX. N. Glossofaringeus
Sensoris Normal
posterior
X. N.Vagus
Bicara Normal
Menelan Normal
XI. N. Accessorius
Sinistra Dextra
XII. N. Hypoglossus
Tremor lidah -
Artikulasi Normal
Fasikulasi lidah -
Atrofi papil lidah -
Motorik D S
Pergerakan normal normal
Kekuatan 5 5
Tonus
Klonus (-) (-)
Refleks D S
Fisiologis
Bisep +2 +2
Trisep +2 +2
Patologis
Hoffman (-) (-)
Tromner (-) (-)
Sensibilitas D S
Sensibilitas taktil Normal Normal
Perasaan nyeri Normal Normal
Motorik D S
Pergerakan Lemah, deficit Lemah, deficit
motorik dorsofleksi motorik dorsofleksi
pergelangan kaki, pergelangan kaki,
ekstensi ibu jari kaki ekstensi ibu jari
kaki
Kekuatan 5 5
Klonus (-) (-)
Refleks D S
Fisiologis
Patella +2 +2
Achilles +2 +2
Patologis
Babinski (-) (-)
Chaddok (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Gordon (-) (-)
Bing (-) (-)
Sensibilitas D S
Sensibilitas taktil Dorsum pedis Dorsum pedis
Perasaan nyeri Normal Normal
Perasaan thermos Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perasaan diskrim 2 titik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rasa gerak dan rasa sikap Normal Normal
3. Tes Provokasi
D S
Laseque sign (straight leg test) (+) (+)
Faber (patrick’s sign) (-) (+)
Fadir (contrapatrick sign) (-) (+)
ROM (Aktif) Baik Terbatas
4. Pemeriksaan Vertebra
Lordosis (-), Lifosis (-), Skoliosis(-), nyeri tekan pada palpasi vertebrae
(+)
5. Pemeriksaan Koordinasi
Romberg test : Tidak dilakukan
Tandem Gait : Tidak dilakukan
Finger to Finger : Tidak dilakukan
6. Gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Myoclonik : (-)
Gerakan chorea : (-)
7. Alat vegetatif
Miksi : gangguan miksi (-)
Defekasi : gangguan defekasi (-)
8. Pemeriksaan lain
Nafziger : tidak dilakukan
Valsava : (-)
Spurling : tidak dilakukan
Lhermitte : tidak dilakukan
IV. DIAGNOSIS BANDING (ASSESSMENT)
2. Stenosis lumbal
3. Spondilolistesis
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan MRI pada regio Vertebra
Lumbal.
• Kesan: Herniasi protrusion disc central VL4-5 yang menyebabkan
stenosis spinal canal ringan
VI. DIAGNOSIS
VII. TATALAKSANA
• Farmakologi:
S.i.m.m
R/ cap Lansoprazole 30 mg No X
S.1.d.d tab I
S.i.m.m
s.3.d.d. tab I
VIII. SARAN
• Rehabilitasi medik
IX. EDUKASI
• Apabila pasien sudah pulih (tidak nyeri), hindari untuk membungkuk saat
mengambil barang, tetapi jongkok dulu baru berdiri perlahan
X. PROGNOSIS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Low Back Pain merupakan nyeri di sekitar lumbosakral dan sakroiliakal yang disertai
penjalaran ke tungkai sampai kaki. Nyeri punggung adalah nyeri yang berkaitan dengan
bagaimana tulang, ligamen dan otot punggung bekerja, hal ini biasanya terjadi sebagai akibat
gerakan mengangkat, membungkuk, atau mengejan, dan dapat hilang timbul Low Back Pain atau
LBP merupakan nyeri pada punggung bagian bawah, bukan merupakan penyakit atau diagnosis
untuk suatu penyakit namun merupakan nyeri yang dirasakan di area yang terkena bervariasi
lama terjadinya nyeri (Harsono, 2011) .
2.2 KLASIFIKASI
Pasien yang datang dengan LBP harus dieksplorasi etiologinya karena sebenarnya LBP
adalah suatu gejala, bukan penyakit. LBP memiliki beberapa etiologi yang mendasari kondisi
patologisnya. Penyakit yang berkaitan dengan LBP yang dapat diklasifikasikan berdasarkan
etiologinya seperti pada tabel di bawah ini :
Berdasarkan perjalanan klinisnya LBP dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
Rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba, rentang wakunya hanya sebentar, antara
beberapa hari sampai beberapa minggu. Acute Low Back pain dapat disebabkan karena luka
traumatik seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian.
Rasa nyeri pada chronic Low Back pain bisa menyerang lebih dari 3 bulan. Rasa nyeri ini
dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki onset yang berbahaya
dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic Low Back pain dapat terjadi karena osteoarthritis,
reumathoidarthritis,proses degenerasidiscus intervertrebalisdan tumor.
Berdasarkan sumber nyerinya, pembagian low back pain dapat dibedakan menjadi 5 jenis (Alber
Canada,2011) yaitu :
a. Spondylogenik
Suatu Nyeri yang disebabkan oleh berbagai proses patologik di kolumna vertebralis yang
terdiri dari unsur tulang (osteogenik), diskus inveterbralis (diskogenik) dan miofasial (miogenik)
dan proses patologik di artikulasio sakroiliaka.
Nyeri punggung bawah neurogenik misalnya pada iritasi arachnoid dengan sebab apapun
dan tumor-tumor pada spinal durmater dapat menyebabkan nyeri belakang.
Pada nyeri ini Aneurisma atau penyakit vascular perifer dapat menimbulkan nyeri
punggung atau menyerupai iskialgia. Aneurisma abdominal dapat menimbulkan nyeri punggung
bawah di bagian dalam dan tidak ada hubungannya dengan aktivitas fisik.
d. Nyeri punggung bawah viscerogenik
Nyeri punggung bawah yang disebabakan oleh adanya proses patologik di ginjal atau
visera di daerah pelvis serta tumor retroperitoneal. Nyeri viserogenik tidak bertambah berat
dengan aktivitas tubuh dan sebaliknya tidak berkurang dengan istirahat. Pada penderita nyeri
punggung bawah visirogenik yang mengalami nyeri hebat akan selalu mengeliat dalam upaya
untuk meredakan rasa nyerinya.
Nyeri punggung bawah ini disebabkan oleh ketegangan jiwa atau kecemasan dan depresi
atau campuran antar kecemasan dan depresi.
Faktor risiko terjadinya low back pain bisa disebabkan karena fakto individu ataupun
lingkungan (Andini, 2015).
1. Faktor Individu
a. Usia
Low Back Pain erat kaitannya dengan usia. Biasanya keluhan ini dirasakan ketika
umur 35-65 tahun. Keluhan pertama dimulai pada usia 35 tahun dan akan terus
meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini dikarenakan umur setengah
baya mengalami penurunan kekuatan dan ketahanan otot sehingga beresiko
terjadinya peningkatan keluhan otot.
b. Jenis Kelamin
Mengenai jenis kelamin, laki-laki dan perempuan memiliki resiko yang sama
terhadap low back pain, namun pada kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat
mempengaruhi timbulnya keluhan low back pain. Pada wanita keluhan ini sering
terjadi ketika siklus menstruasi ataupun fase menopause sehingga menyebabkan
kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga
memungkinkan terjadinya low back pain.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Boshuizen dalam Pratiwi 2009, seseorang
dengan masa kerja dengan sikap duduk lebih dari 5 tahun memiliki resiko lebih
tinggi terkena Low Back Pain dibandingkan dengan yang masa kerjanya kurang
dari 5 tahun, hal ini dikarenakan pembebanan tulang belakang dalam waktu lama
mengakibatkan rongga diskus menyempit secara permanen serta mengakibatkan
degenerasi tulang belakang yang akan menyebabkan low back pain.
2. Faktor Lingkungan
a. Tekanan
Tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak, seperti ketika tangan harus
memegang alat, akan menyebabkan jaringan otot tangan yang lunak menerima
tekanan langsung dari pegangan alat dan apabila sering terjadi dapat
menyebabkan nyeri otot yang menetap.
b. Getaran
· Inspeksi
· Palpasi
- Cari yang menjadi trigger zone penderita, dan lokasi nyeri berada.
Pemeriksaan Neurologis
o Kerning Sign
2.5 PATOFISIOLOGI
Hubungan antara degeneratif diskus intervertebral dan low back pain masih belum
sepenuhnya dipahami. Hilangnya struktur pada diskus dapat menjadi pemicu gangguan pada
kemampuan menopang beban pada vertebra. Nyeri punggung dan nyeri radikuler dapat terjadi
pada keadaan tanpa disertai perubahan morfologis. Secara autolog nukleus pulposus dapat
memproduksi sel inflamasi sesuai dengan akar saraf yang terdampak oleh reaksi degeneratif.
Matrix metalloproteinases (MMPs) merupakan enzim zinc dependent. MMPs bertanggung jawab
pada sel matriks ekstraseluluer normal dan melakukan remodeling pada jaringan ikat. MMP-2
dan MMP-9 ditemukan dapat meningkatan dengenerasi pada spesimen diskus vertebral. MMP-1
dan MMP-3 ditemukan berkaitan dengan pathogensis dari herniasi pada diskus. Ekstruksi dari
nukleus pulposus pada spacium epidural menyebabkan munculnya respons auto imun dan
infiltrasi sel inflamasi, mensekresikan sitokin kemotaktik dan makrofag. Sitokin seperti IL-1 dan
tumor nekrosis factor alfa dipercaya dapat meningkatkan MMP. Ekspresi MMP-1 dan MMP-3
tercatat lebih tinggi pada jaringan granulasi, kondrosit, makrofag, dan fibroblas dari ekstrusi
transligamen dan spesimen intervertebralis yang mengalami protrusi. Temuan ini menunjukkan
bahwa jaringan inflamasi yang kaya akan proteinase ini menyebabkan degradasi bahan diskus
dan kolagen yang terkandung dalam ligamen longitudinal posterior. Tampaknya proform MMP,
seperti prostromelysin, disekresikan oleh sel diskus intervertebralis dan proform ini selanjutnya
dapat diaktifkan oleh sitokin.
Dorsal root ganglia (DRG) dianggap berperan dalam memodulasi nyeri punggung bawah.
DRG memiliki suplai darah yang melimpah tanpa sawar darah otak dan menyediakan
penghubung antara saraf spinal intratekal dan saraf perifer ekstratekal. Nervi nervorum dan
nosiseptor yang sensitif secara mekanis yang terletak di DRG diperkirakan membentuk beberapa
neuropeptida, termasuk peptida dan substansi terkait gen kalsitonin. Terdapat temuan oleh
Harrington et al keparahan nyeri yang disebabkan oleh diskus intervertebralis hernia semakin
buruk bila diskus semakin dekat dengan DRG. DRG memiliki kepadatan tinggi reseptor
glutamat, yang terkait erat dengan nosiseptor dalam DRG. Pemecahan proteoglikan dapat
dipercepat pada diskus intervertebralis yang mengalami herniasi, yang memiliki konsentrasi
neurotransmiter glutamat yang tinggi. Degradasi material diskus intervertebralis yang mengalami
herniasi oleh enzim endogen kemudian dapat menjadi sumber glutamat bebas yang akan
mempotensiasi sinyal nyeri dengan bekerja pada reseptor glutamat pada neuron DRG.
SVN muncul dari akar ventral dan gray rami communicantes distal dari DRG. SVN
menginervasi struktur di dalam kanalis vertebralis serta PLL, dura ventral, anulus fibrosus
posterior, dan pembuluh darah. Ini memiliki cabang asenden yang mempersarafi PLL dan cabang
turun yang lebih kecil yang memasok PLL dan anulus fibrosus. Cabang asenden di sepanjang
batas lateral PLL, mencapai diskus intervertebralis di atas, dan tumpang tindih dengan persarafan
cephalad SVN. Ligamentum longitudinal anterior disuplai oleh cabang-cabang rami
communicantes distal dari DRG atau batang simpatis
Cabang dorsal dari rami primer berjalan di sekitar dasar faset artikularis superior dan
menginervasi kapsula sendi faset lumbal pada tingkat yang sama. Cabang desendens medial
berjalan ke kaudal dan menginervasi otot, ligamen, dan sendi faset di bawahnya. Setiap sendi
facet dengan demikian menerima persarafan dari setidaknya dua saraf tulang belakang.
Nosiseptor adalah ujung saraf terminal perifer dari neuron sensorik yang merespon secara
selektif terhadap rangsangan nyeri. Serabut aferen mekanosensitif dari ligamentum longitudinal
posterior lumbal memiliki fungsi nosiseptif. Terdapat hipotesis bahwa jalur aferen utama nyeri
dari diskus intervertebralis bawah pada pasien dengan nyeri punggung diskogenik bersifat
simpatik dan dimediasi melalui akar saraf L2 melalui SVN .
2.6 DIAGNOSIS
Sebagian besar pasien yang mengeluh nyeri punggung bawah tidak memerlukan
pencitraan diagnostik segera. Jika ada kecurigaan yang rendah terhadap kanker atau patah tulang,
mungkin masuk akal untuk menunda pengujian dan memulai percobaan pengobatan. Namun,
jika ada tingkat kecurigaan sindrom cauda equina atau abses epidural, pemeriksaan segera
diperlukan mengingat konsekuensi serius dari keterlambatan diagnosis. Pasien dengan nyeri
radikular atau radikulopati terkait dengan dugaan herniasi diskus atau klaudikasio neurogenik
terkait dengan dugaan stenosis kanal tulang belakang sentral, tidak perlu dirujuk untuk
pencitraan segera, karena hasilnya tidak akan mengubah manajemen perawatan primer.
Bila ditemukan tanda-tanda red flags maka diperlukan untuk melakukan tes radiologi.
Beberapa tanda-tanda red flags diantaranya :
• Gangguan kandung kemih atau usus, mati rasa , kelemahan lower motor neueron
(pertimbangkan sindrom cauda equina)
• Demam baru dan riwayat penggunaan obat intravena, prosedur tulang belakang,
imunosupresi (pertimbangkan infeksi vertebral)
• Riwayat osteoporosis, penggunaan steroid sistemik, trauma, usia yang lebih tua
(berusia lebih dari 65 tahun) (pertimbangkan fraktur vertebra jika terdapat beberapa
gambaran)19
• Gejala persisten (lebih dari 12 minggu), usia saat onset kurang dari 45 tahun,
gambaran inflamasi (onset yang berbahaya, tidak ada perbaikan dengan istirahat, nyeri
pada malam hari dan/atau pagi hari yang membaik dengan olahraga atau aktivitas),
manifestasi perifer (mis. , arthritis, entesitis, uveitis, psoriasis) atau riwayat keluarga
spondyloarthritis (pertimbangkan spondyloarthritis aksial)
• Nyeri tungkai pada distribusi saraf tulang belakang dengan atau tanpa nyeri
punggung bawah (pertimbangkan nyeri radikular)
2) Pemeriksaan radiologi.
2.8 PENATALAKSANAAN
A. Farmakoterapi
1) Analgetik NSIAD
NSAID merupakan salah satu golongan obat yang digunakan untuk mengurangi
nyeri. Ibuprofen merupakan salah satu obat dari golongan Non Steroid Anti
Inflammatory Drugs (NSAID) yang cukup sering digunakan dalam mengatasi
nyeri. NSAID adalah obat anti nyeri yang menghasilkan analgesia dengan bekerja
di tempat cedera melalui inhibisi sintesis prostaglandin dari prekursor asam
arakidonat. Prostaglandin (terutama PGE1, PGE2, dan PGI2) mensensitasi
nosiseptor dan bekerja secara sinergetis dengan produk inflammatori seperti
bradikinin dan histamin di tempat cedera, sehingga menimbulkan hiperalgesia.
NSAID akan bekerja mengganggu mekanisme transduksi di nosiseptor dengan
menghambat prostaglandin.
2) Pelemas Otot
Salah satu obat pelemas otot yang dapat digunakan adalah Tizanidin dengan dosis
p.o. 2 mg (dosis awal 2 mg/hari sebagai dosis tunggal kemudian naikkan sesuai
dengan respon yang didapat dengan interval kurang lebih 3-4 hari, naikkan 2
mg/hari (diberikan dalam dosis terbagi), biasanya sampai dengan 24 mg/hari
dalam dosis terbagi 3-4; dosis maksimum 36 mg/hari). Selain Tizanide dapat
diberikan juga Eperisone dimana obat ini bekerja dengan mengentikan iskemi otot
dan mengurangi rasa nyeri. Eperisone akan memblokir calcium channel yang akan
menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan antispasme, dosis yang
direkomendasikan adalah 150 mg per hari secara oral untuk pasien dewasa dibagi
menjadi tiga dosis 50 mg sesudah makan.
3) Analgetik Adjuvant
b. Non farmakoterapi
Andini F. 2015. Risk Factors Of Low Back Pain In Workers. J MAJORITY | Volume 4
Nomor 1. Hal 12-18.
Harsono.2011. Buku Ajar Neurologi Klinis. Cetakan kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Biyani, A., & Anderson, G. B. (2004, April). Low back pain: Pathophysiology and
management - spine dragon. http://www.spinedragon.com/. Retrieved July 17, 2022, from
http://www.spinedragon.com/student_material/reading/2017_lbp_-
_pathophysiology_and_mx.pdf
Traeger, A., Buchbinder, R., Harris, I., & Maher, C. (2017). Diagnosis and management
of low-back pain in primary care. Canadian Medical Association Journal, 189(45).
https://doi.org/10.1503/cmaj.170527
DePalma, M. G. (2020). Red Flags of Low Back pain. Journal of the American Academy
of Physician Assistants, 33(8), 8–11. https://doi.org/10.1097/01.jaa.0000684112.91641.4c