Anda di halaman 1dari 32

SEORANG WANITA, 68 TAHUN

DENGAN KELEMAHAN ANGGOTA GERAK KANAN

Disusun oleh :
dr. Nabila Tiara Santoso

Pembimbing :
dr. Gusti Pramadya Ismail, Sp.S

Pendamping :
dr. Fuad Supriyadi

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA
DKI JAKARTA
2022
BAB II
STATUS PASIEN

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. WS
Jenis Kelamin : perempuan
Umur : 68 tahun
Alamat : Jl. Pinang Ranti, Jakarta Timur
Diagnosis : Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND).,
Hipertensi, DM
Tanggal Masuk RS : 7 Juni 2022

II.2 Anamnesis (tanggal : 7 Juni 2022 )


Keluhan Utama : lemah pada badan sebelah kanan sejak kurang lebih 5 jam SMRS
Keluhan Tambahan
Pusing dan bicara agak pelo.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Haji Jakarta dengan keluhan lemah pada badan sebelah kanan sejak
kurang lebih 5 jam yang lalu. Keluhan dirasakan pasien tiba-tiba saat pasien bangun pagi. Pasien
juga merasakan pusing dan bicara agak pelo. Mulut agak tertarik ke bagian kiri dan sedikit
mencong ke kanan. Pasien tidak meraskan lemah dibagian badan sisi lainnya, pandangan tidak
kabur, tidak kejang, tidak demam. Tidak ada penuruanan kesadaran. Mual dan muntah disangkal,
BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit dengan keluhan serupa disangkal. Pasien tidak pernah stroke sebelumnya dan
tidak ada riwayat penyakit jantung serta penyakit ginjal, tetapi pasien memiliki riwayat hipertensi
dan diabetes mellitus.Riwayat Penyakit Keluarga
Dikeluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa dengan pasien.
Riwayat Sosial dan Ekonomi
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga.
Riwayat Alergi
Pasien tidak mempunyai riwayat alergi makanan dan obat-obatan.
Riwayat Pengobatan
Obat DM Rutin Metformin (3x500mg) dan Lantus (1x12 iu malam),
Obat Hipertensi Amlodipin (1x10 mg).

Diagnosis Sementara

Diagnosis Klinis
Stroke Iskemik

Diagnosis Etiologi
DM dan Hipertensi

Diagnosis Tropik
Infark pada Hemisfer Sinistra

II.3

+ Pemeriksaan Fisik

• Status Generalis
- Tekanan darah : 198/97 mmHg
- Nadi : 92x/menit
- Respiratory rate : 20x/menit
- Suhu : 36,8 derajat celcius
- TB : ±155 cm
- BB : ± 58 kg
- IMT : 24,14
• Status generalis : tampak lemas, kesadaran compos mentis
• Kepala :
- Bentuk normocephal
- Rambut : Rambut beruban, sukar dicabut.
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-),
edema palpebra (-/-), reflek cahaya (+/ +) isokor.
- Hidung : Deformitas (-/-), secret (-/-) epistaksis (-/-), nafas cuping
hidung (-), tidak ada luka.
- Telinga : Deformitas (-/-), keluar cairan (-/-), hiperemis (-/-),
cerumen (-/-), nyeri tekan (-/-), tidak ada luka.
- Mulut : Lateralisasi (-), deformitas (-), stomatitis lidah (-), sianosis(-), kering (-),
lembab (-), gusi berdarah (-)
- Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-), masa abnormal (-), kaku
kuduk (-), deviasi trakea (-), tidak ada luka.

• Thorax:
o Cor:
Inspeksi : iktus cordis tampak
Palpasi : iktus cordis kuat angkat
Perkusi : batas atas kiri jantung SIC II linea parasternalis sinistra,
batas atas kanan jantung SIC II linea parasternalis dextra, batas bawah
kiri jantung SIC V 2 cm medial linea midklavicularis sinistra.
Batas bawah kanan jantung SIC IV linea parasternalis dextra.
Auskultasi : suara jantung S1-S2 reguler, cepat, suara tambahan (-)
o Pulmo:
Inspeksi : simetris, tidak terdapat ketinggalan gerak (-/-)
Palpasi : tidak terdapat ketinggalan gerak, fremitus normal.
Perkusi : sonor.
Auskultasi : SDV (+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
• Abdomen:
o Inspeksi : cekung, bekas luka (-) sikatrik (-)
o Auskultasi : peristaltik (+)
o Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
o Perkusi : tympani (+)
• Ekstremitas :
Edema (-/-)

A. STATUS PSIKIS
• Cara berpikir : baik
• Orientasi : baik
• Perasaan hati : distimik
• Tingkah laku : baik, kooperatif
• Ingatan : baik
• Kecerdasan : baik

B. STATUS NEUROLOGI

• Kesadaran ; Compos mentis


• Kuantitaf : GCS : E4 V5 M6
• Kualitatif : - Tingkah laku : hipoaktif
- Perasaan hati : distimik
- Orientasi : tempat (baik); waktu (baik); orang (baik) ;
- situasi (baik)
- Jalan pikiran : baik
- Kecerdasan : baik
- Daya ingat kejadian (baru) baik, (lama) baik
- Kemampuan bicara : disartia lingua dan labia
- Sikap tubuh : normal
Cara berjalan : normal

Gerakan abnormal : tremor (-)

1. Kepala : - Bentuk : simetris

- Ukuran : normocephal
- Nyeri tekan (-)
2. Leher : - Sikap : lurus
- Gerakan : bebas
- Kaku kuduk : -
3. Nervus cranialis

N I (Olfaktorius) Kanan Kiri


Daya Penghidu N N
N II (Optikus)
Daya penglihatan N N
Pengenalan warna N N
Medan penglihatan Luas Luas
N III (Okulomotorius)
Ptosis - -
Gerakan bola mata ke
Superior + +
Inferior + +
Medial + +
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil bulat bulat
Reflek cahaya langsung + +
Reflek kornea + +
N IV (Troklearis)
Gerak bola mata ke lateral bawah + +
Diplopia - -
Strabismus - -
N V (Trigeminus)
Menggigit N N
Membuka mulut N N
N VI ( Abdusens)
Gerakan mata ke lateral + +
N VII (Facialis)
Kerutan kulit dahi N N
Kedipan mata N N
Mengerutkan dahi N N
Mengerutkan alis N N
Menutup mata N N
Lipatan nasolabial Asimetris Asimetris
Sudut mulut Asimetris Asimetris
Meringis Asimetris Asimetris
Menggembungkan pipi Asimetris Asimetris
Lakrimasi - -
N VIII (Akustikus)
Mendengar suara + +
Mendengar detik arloji + +
N IX (Glosofaringeus)
Daya kecap lidah 1/3 belakang + +
Reflek muntah + +
Sengau - -
Tersedak - -
N X (Vagus)
Denyut nadi 92x/ menit 92x/menit
Bersuara + +
Menelan + +
N XI (Asesorius)
Memalingkan kepala + +
Sikap bahu N N
Mengangkat bahu N N
Trofi otot bahu eutrofi eutrofi

N XII (Hipoglosus)
Sikap lidah N N
Tremor lidah + +
Menjulurkan lidah Lateralisasi kekiri +
Trofi otot lidah eutrofi eutrofi

1. Meningeal sign
Kaku kuduk : (-)
Brudzinki I : (-)
Brudzinki II : (-)
Brudzinki III : (-)
Brudzinki IV : (-)
Tanda kernig : (-)
2. Badan
Trofi otot punggung : eutrofi
Nyeri membungkukkan badan : -
Trofi otot dada : -
Palpasi dinding perut : NT (-)
Kolumna vertebralis : bentuk (N)
3. Anggota gerak atas
Inspeksi : tidak ada kelainan
Palpasi : tidak ada kelainan
a. Lengan atas :
Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan otot 5↓ 5
Tonus + +
Trofi Eutrofi Eutrofi

b. Lengan bawah
Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan otot 5↓ 5

Tonus + +

Trofi Eutrofi Eutrofi

c. Tangan
Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan otot 5↓ 5

Tonus + +

Trofi Eutrofi Eutrofi

d. Sensibilitas Eksteroseptif
Lengan Lengan Lengan Lengan Tangan Tangan
atas atas kiri bawah bawah kiri kanan kiri
kanan kanan
Nyeri dbn dbn dbn dbn dbn dbn

Termis dbn dbn dbn dbn dbn dbn


Taktil dbn dbn dbn dbn dbn dbn

e. Sensibilitas Propioseptif
Lengan Lengan Lengan Lengan Tangan Tangan
atas atas kiri bawah bawah kiri kanan kiri
kanan kanan
Diskriminasi dbn dbn dbn dbn dbn dbn
Posisi dbn dbn dbn dbn dbn dbn
Vibrasi dbn dbn dbn dbn dbn dbn

f. Refleks Fisiologis
Kanan Kiri
Biceps ++ +
Triceps ++ +

4. Anggota gerak bawah


Inspeksi : tidak ada kelainan
Palpasi : tidak ada kelainan
a. Tungkai atas :
Kanan Kiri
Gerakan Bebas bebas

Kekuatan 5↓ 5

Tonus + +

Trofi Eutrofi Eutrofi

b. Tungkai bawah:
Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas

Kekuatan 5↓ 5

Tonus + +
Trofi Eutrofi Eutrofi

c. Kaki
Kanan Kiri
Gerakan bebas Bebas

Kekuatan 5↓ 5

Tonus + +

Trofi Eutrofi Eutrofi

C. Sensibilitas Eksteroseptif
Tungkai Tungkai Tungkai Tungkai Kaki Kaki kiri
atas atas kiri bawah bawah kiri kanan
kanan kanan
Nyeri dbn dbn dbn dbn dbn dbn

Termis dbn dbn dbn dbn dbn dbn

Taktil dbn dbn dbn dbn dbn dbn

D. Sensibilitas Propioseptif
Tungkai Tungkai Tungkai Tungkai Kaki Kaki kiri
atas atas kiri bawah bawah kiri kanan
kanan kanan
Diskriminasi dbn dbn dbn dbn dbn dbn
Posisi dbn dbn dbn dbn dbn dbn
Vibrasi dbn dbn dbn dbn dbn dbn
E. Refleks Fisiologis

Kanan Kiri
Patella ++ +
Achilles ++ +

F. Refleks Patologis

Kanan Kiri
Babinski + -
Chaddock + -
Oppenheim + -
Gordon + -
Schaeffaer + -
Klonus paha + -
Klonus kaki + -

G. Tes Provokasi Nyeri

Tes Patrick - -
Tes Kontra Patrick - -
Tes lasegue - -
Tes gaenselen - -

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hemoglobin 10,9 g/dl 14 – 18 g/dl
Hematokrit 35 % 43 – 51 %
Leukosit 8.030 /µL 5000 – 10000 /µL
Trombosit 307.000 150.000 – 400.000 /mm3
/mm3
Gula darah sewaktu 262 mg% < 200 mg%
Pemeriksaan CT-Scan Kepala
Potongan dari basal sampai vertex tanpa kontras dengan hasil sebagai berikut :

Carotis Interna

Arteri Choroidea Anterior

Ocipital Lateral

Plexus Choriodeus

Ventriculus Lateralis
Interpretasi :
Tampak lesi hipodens periventrikel lateral kiri (scan 112-113)
Vemtrikel tak melebar
Sulci dan gyri normal
Cerebellum/ batang otak baik
Tak tampak midline shift

Kesan :
Tak tampak Perdarahan Intraserebral
Suspek Infark Cerebri Periventrikel lateral kiri

II. 4 FOLLOW UP
Tanggal S-O Terapi

8/6/2022 S/ lemas, pusing − IVFD RL 20 tetes/menit


Kekuatan otot − Amlodipin 1x10 mg
5/5 − Candesartan 2x8 mg
5/5 − Mecobalamin 3x500 mg
− Inj. Citicolin 2x1 gram iv
O/ TD: 160/90
N : 76x/menit
RR : 20

9/6/2022 S/ lemas P/ Tx. Lanjut


Kekuatan otot
5/5
5/5

O/ TD: 172/95
N : 81x/menit
RR : 20
II.5 DIAGNOSIS BANDING
Stroke Iskemik
TIA
Migrain dengan aura
Stroke Haemorrhagik

II.6 ASSESMENT
Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND).

II.7 PLANNING
− IVFD RL 20 tetes/menit
− Amlodipin 1x10 mg
− Candesartan 2x8 mg
− Mecobalamin 3x500 mg
− Inj. Citicolin 2x1 gram iv

II.8 PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stroke

2.1.1 Definisi
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis yang disebabkan oleh perdarahan
ataupun sumbatan dengan gejala dan tanda yang sesuai pada bagian otak yang terkena,
yang dapat menimbulkan cacat atau kematian. (1)

2.1.2 Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit
jantung koroner dan kanker pada negara maju ataupun negara berkembang.
(2)
Satu dari 10 kematian disebabkan oleh stroke. Data World Stroke
Organization menunjukkan bahwa setiap tahunnya ada 13,7 juta kasus baru
penyakit stroke, dan sekitar 5,5 juta kematian terjadi akibat stroke. (3)
Menurut data Riskesdes pada tahun 2018 dinyatakan bahwa prevalensi
stroke (permil) berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur ≥15tahun
provinsi dengan pasien stroke tertinggi terjadi di Provinsi Kalimantan Timur
sebesar 14,7% dan terendah ada di Provinsi Papua sebesar 4,1%. Prevalensi
pasien stroke berdasarkan diagnosis dokter meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, tertinggi ada pada usia ≥75tahun yaitu sebesar 50,2%. (4)

2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit stroke terdiri dari beberapa kategori diantaranya
berdasarkan kelainan patologis secara garis besar stroke dibagi dalam dua tipe
yaitu iskemik stroke disebut juga infark atau nonHemorrhagic disebabkan oleh
gumpalan atau penyumbatan dalam arteri yang menuju ke otak yang
sebelumnya sudah mengalami proses aterosklerosis. Iskemik stroke terdiri dari
tiga macam itu embolic stroke, thrombotic stroke, hipoperfusi stroke. Tipe
kedua adalah Hemorrhagic stroke merupakan kerusakan atau ledakan dari
pembuluh darah di otak pendarahan dapat disebabkan lamanya tekanan darah
tinggi dan aneurisma otak. Ada dua jenis stroke Hemorrhagic subarachnoid dan
intra serebral. (5)

Secara anatomis,pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem karotis
dan sistem vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan melalui lintasan vaskuler
vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna.
• Anterior circulation (sistem karotis)
Stroke yang disebabkan karena gangguan pada sistem sirkulasi ini memberikan
tanda dan gejala disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau agnosia. Selain
itu dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang
pandang. Stroke iskemik sirkulasi anterior adalah stroke iskemik yang terjadi pada
sistem karotis. Sistem karotis adalah sistem yang divaskularisasi oleh arteri karotis
interna dan percabangannya. Arteri karotis interna bagian intrakranial masuk ke otak
melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus mempercabangkan arteri
ophtalmika kemudian bercabang menjadi arteri koroidal anterior selanjutnya
bercabang menjadi arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Arteri serebri
anterior dan media bertanggung jawab memvaskularisasi Iobus frontalis, parietal dan
sebagian temporal. Sedangkan arteri koroidal anterior memvaskularisasi pleksus
koroid juga memberikan cabangnya keglobus palidus, hipokampus anterior, unkus,
kapsula interna bagian posterior serta mesensefalon bagian anterior. Oklusi arteri
serebri media atau percabangannya merupakan bentuk yang paling sering ditemukan
pada stroke sirkulasi anterior, sekitar 90% dari seluruh kejadian. Oklusi arteri serebri
anterior jarang terjadi, sekitar 2% dari keseluruhan stroke sirkulasi anterior sedangkan
oklusi arteri khoroidal anterior hanya sekitar 1% dari seluruh kejadian.

• Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)


Stroke yang disebabkan karena gangguan pada sistem sirkulasi ini memberikan
tanda dan gejala disfungsi batang otak termasuk koma, drop attacks (jatuh tiba- tiba
tanpa penurunan kesadaran), vertigo, mual dan muntah, gangguan saraf otak, ataxia,
defisit sistem sensorimotorik kontralateral (hemiparese alternans). Selain itu dapat juga
timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang tetapi tidak
spesifik untuk stroke yang disebabkan sistem vertebrobasiler. Sistem vertebrobasiler
berasal dari arteri basilar yang dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri. Arteri
basilaris berjalan menuju dasar kranium melalui kanalis tranversalis di kolumna
vertebralis servikalis, kemudian masuk ke rongga kranium melalui foramen magnum
dan mempercabangkan sepasang arteri serebelli inferior. Arteri basilaris pada bagian
akhir akan menjadi sepasang cabang arteri serebri posterior yang memvaskularisasi
Iobus oksipital dan temporal bagian medial. Arteri yang memvaskularisasi serebellum
terdiri dari arteri serebellaris superior, arteri serebellaris inferior anterior dan arteri
serebellaris inferior posterior. Permukaan atas serebellum divaskularisasi oleh arteri
serebellaris superior yang dipercabangkan oleh arteri basilaris tepat sebelum bercabang
menjadi arteri serebri posterior. Arteri serebellaris inferior anterior memvaskularisasi
permukaan anterior dipercabangkan oleh arteri basilaris bagian proksimal, tepat setelah
dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri. Arteri serebellaris inferior posterior
memvaskularisasi permukaan inferior, dipercabangkan oleh arteri vertebralis tepat
sebelum bergabung menjadi arteri basilaris. Stroke sirkulasi posterior berhubungan
dengan stenosis, trombosis atau oklusi pada sirkulasi arteri posterior yaitu arteri
vertebralis, arteri basiler dan arteri serebri posterior serta percabangannya. Bagian yang
mengalami oklusi menimbulkan suatu bentuk karakteristik dan sindrom klinis seperti
vertigo, ataksia, gangguan penglihatan, gangguan kesadaran.

2.2 Stroke infark

2.2.1 Definisi stroke infark


Stroke infark adalah kumpulan gejala defisit neurologis akibat gangguan
fungsi otak akut baik fokal maupun global yang mendadak, disebabkan oleh
berkurangnya atau hilangnya aliran darah pada parenkim otak, retina atau medulla
spinalis, yang dapat disebabkan oleh penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah
arteri maupun vena, yang dibuktikan dengan pemeriksaan imaging dan/atau
patologi. (6)

2.2.2 Epidemiologi stroke infark


Persentase stroke iskemik lebih tinggi dibandingkan dengan stroke
hemoragik. Laporan Amerikan Heart Association (AHA) tahun 2016
mendapatkan stroke iskemik mencapai 87% serta sisanya adalah pendarahan Intra
serebral dan subaraknoid. Hal ini sesuai dengan data Stroke Registry tahun 2012
- 2014 terhadap 5.411 pasien stroke di Indonesia mayoritas adalah stroke iskemik
(67%). (7)

2.2.3 Faktor risiko stroke infark


Faktor yang tidak dapat dimodifikasi yaitu usia, jenis kelamin dan keluarga
keluarga, sedangkan faktor yang dapat di modifikasi yaitu Hipertensi, merokok
(8)
diabetes melitus, obesitas, dislipidemia. Pada pasien dengan diabetes melitus
tingginya kadar gula darah dalam tubuh secara patologis berperan dalam
peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan pencetus beberapa
penyakit vaskuler. Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat stroke akan
memperbesar kemungkinan meluasnya area infark karena terbentuknya asam
laktat akibat metabolisme glukosa secara anaerobik yang merusak jaringan otak.
Selain itu DM akan menimbulkan perubahan pada sistem vaskular serta
mendorong terjadinya atherosclerosis dan meningkatkan terjadinya hipertensi,
kegemukan dan kenaikan lemak darah. Kombinasi hipertensi dan DM sangat
menaikkan komplikasi diabetes termasuk stroke, Hipertensi memang merupakan
faktor resiko yang kuat untuk terjadinya stroke. Hipertensi dapat menipiskan
dinding pembuluh darah dan merusak bagian dalam pembuluh darah yang
mendorong terbentuknya plak aterosklerosis sehingga memudahkan terjadinya
penyumbatan atau pendarahan otak. Faktor risiko lainnya yaitu merokok,
Merokok dapat meningkatkan kecenderungan sel- sel darah menggumpal pada
dinding arteri, menurunkan jumlah HDL (High Density Lipoprotein), menurunkan
kemampuan HDL dalam menyingkirkan kolesterol LDL (Low Density
Lipoprotein) yang berlebihan, serta meningkatkan oksidasi lemak yang berperan
dalam perkembangan atherosclerosis. (9,10)

2.2.4 Patofisiologi stroke infark


Pada dasarnya proses terjadinya stroke iskemik diawali oleh adanya
Sumbatan pembuluh darah oleh Trombus atau Emboli yang mengakibatkan sel
otak mengalami gangguan metabolisme, karena tidak mendapat suplai darah,
oksigen dan energi. Trombus terbentuk oleh adanya proses aterosklerosis pada
Arcus Aorta arteri karotis maupun pembuluh darah serebral. Proses ini diawali
oleh cedera endotel dan inflamasi yang mengakibatkan terbentuknya plak pada
dinding pembuluh darah. Plak akan berkembang semakin lama semakin tebal dan
sklerotik. Trombosit kemudian akan melekat pada plak serta melepaskan faktor-
faktor yang menginisiasi kaskade koagulasi dan pembentukan thrombus. Trombus
dapat lepas dan menjadi embolus atau tetap pada lokasi asal dan menyebabkan
oklusi dalam pembuluh darah tersebut. Emboli merupakan bagian dari Trombus
yang terlepas dan menyumbat pembuluh darah di bagian yang lebih distal. Emboli
ini dapat berasal dari trombus di pembuluh darah tetapi sebagian besar berasal dari
trombus di jantung yang terbentuk pada keadaan tertentu seperti Atrial fibrilasi
dan riwayat infark miokard. Bila proses ini berlanjut akan terjadi Iskemia jaringan
otak yang menyebabkan kerusakan yang bersifat sementara atau menjadi
permanen yang disebut dengan infark. Epilepsi post stroke berpotensi
meningkatkan Mortalitas kepada pasien dalam jangka pendek maupun panjang,
Patofisiologi terjadinya Acute symptomatic seizure (ASS) diduga terjadi sebagai
akibat dari perubahan seluler biokimia akut akibat iskemia neuron. Terjadinya
iskemia meningkatkan konsentrasi asam glutamat ekstraseluler. Glutamat sebagai
neurotransmitter eksitatori dominan dan levelnya yang tinggi berkontribusi pada
kerusakan otak yang bersifat eksitotoksik. Selain eksitotoksik glutamate,
perubahan tersebut juga mencakup disfungsi saluran ion, akumulasi kalsium
intraseluler, gangguan sawar darah otak. Penumbra iskemik di sekitarnya menjadi
jaringan teriritasi yang berfungsi sebagai area epileptogenik. Sementara itu,
patofisiologi terjadinya US dan epilepsi post stroke diduga disebabkan oleh
inflamasi kronis, neurodegenerasi, dan gliosis yang terkait dengan renovasi
jaringan sinaptik. Perubahan ini menghasilkan hipereksitabilitas neuronal, serta
hipersinkronisasi neuron sehingga meningkatkan peningkatan risiko kejang. (7,11)
2.2.5 Diagnosis Stroke infark
Kriteria diagnosis stroke iskemik adalah terdapat gejala defisit
neurologis global atau salah satu/beberapa deficit neurologis fokal yang
terjadi mmendadak denga bukti gambaran pencitraan otak(CT scan atau
MRI)
▪ Anamnesis
Anamnesis pada stroke meliputi identitas pasien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat trauma, riwayat kebiasaan, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit keluarga. Gangguan fokal yang muncul
mendadak, dapat berupa :
a. Kelumpuhan sesisi/kedua sisi, kelumpuhan satu extremitas, kelumpuhan
otot-otot penggerak bola mata, kelumpuhan otot-otot untuk proses menelan,
wicara dan sebagainya
b. Gangguan fungsi keseimbangan
c. Gangguan fungsi penghidu
d. Gangguan fungsi penglihatan
e. Gangguan fungsi pendengaran
f. Gangguan fungsi Somatik Sensoris
g. Gangguan Neurobehavioral yang meliputi :
▪ Gangguan atensi
▪ Gangguan memory
▪ Gangguan bicara verbal
▪ Gangguan mengerti pembicaraan
▪ Gangguan pengenalan ruang
▪ Gangguan fungsi kognitif lain
▪ Pemeriksaan fisik
▪ Kesadaran
Penentuan status kesadaran pada pasien stroke sangat penting.
Penurunan kesadaran pada penderita stroke terjadi mengarah pada
peningkatan tekanan intrakranial yang menyebabkan penekanan bagian
ascending reticular activating system (ARAS) yang merupakan pusat
kesadaran
▪ Tekanan Darah
Salah satu faktor risiko dari stroke adalah hipertensi. Pengukuran
tekanan darah sebaiknya dibandingkan dengan tangan di sebelahnya.
Jika terdapat perbedaan yang besar maka kemungkinan terjadi kelainan
pembuluh darah.
▪ Detak Jantung dan Nadi
Pengukuran detak jantung merupakan hal yang sangat penting,
jumlah kontraksi jantung yang dihitung dibandingkan dengan nadi yang
di ukur. Pulsus defisit terjadi apabila perbedaan detak jantung dan nadi
≥20 x/menit. Pulsus defisit dapat ditemukan pada atrial fibrilasi yang
kemungkinan menjadi pencetus stroke
▪ Status Gizi
Berperan dalam menentukan keadaan fisik dari pasien apakah
termasuk golongan obesitas, yang merupakan faktor risiko dari stroke.
▪ Kepala
Apakah ada cedera, apakah terdapat sianosis pada wajah dan lidah
karena kemungkinan akibat kelainan jantungnya maka dapat berkomplikasi
menjadi stroke
▪ Leher, Paru-paru, Jantung
Peningkatan JVP dan bruit harus diperiksa. Apabila ada, hal ini
menunjukkan terdapat gangguan aliran pada pembuluh darah yang dapat
menjadi faktor pencetus stroke (emboli). Pemeriksaan fisik paru-paru
penting pada pasien stroke yang sedang dirawat untuk memantau
komplikasi pulmonologi stroke, seperti pneumonia dan edema paru.
Pembesaran jantung, murmur, kelainan katup jantung merupakan tanda-
tanda dari kelainan jantung. Kelainan jantung seperti ini merupakan faktor
risiko terjadinya stroke
▪ Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis bertujuan untuk menemukan defisit neurologis
yang dapat membantu melokalisir lokasi lesi stroke. Pemeriksaan yang
dilakukan meliputi pemeriksaan nervus kranialis, motorik, sensorik, fungsi
luhur dan keseimbangan.
▪ Nervus Kranialis
Pada pemeriksaan nervus kranialis, dapat ditemukan paresis pada nervus
fasialis dan hipoglosus, yang ditandai dengan bicara pelo dan deviasi lidah.
Terdapat pula gangguan lapang pandang, atau yang disebut juga hemianopia
▪ Motorik
Pada pemeriksaan motorik terdapat hemiparesis. Hemiparesis dapat
menunjukkan letak kelainan pembuluh darah. Hemiparese kontralateral
merupakan parese motorik saraf otak yang sejajar dengan parese
ekstremitas, menunjukkan adanya gangguan pada sistem karotis.
Sedangkan, hemiparese alternans merupakan parese motorik saraf otak
yang berlawanan dengan parese ekstremitas, dan menunjukkan adanya
gangguan sistem vertebrobasilar.

▪ Sensorik
Terdapat hemihipestesi atau parestesia kontralateral atau alternans.
▪ Fungsi Luhur dan Keseimbangan
Afasia, gangguan berbahasa, menunjukkan adanya lesi pada hemisfer
yang dominan, biasanya kiri, ataupun agnosia, pada lesi hemisfer yang
nondominan. Gangguan keseimbangan seperti vertigo juga dapat ditemukan
▪ Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan labolatorium di IGD yakni hematologi rutin, GDS, dan fungsi
ginjal. Pemeriksaan penunjang lain disesuaikan dengan indikasi (sebagian
dapat dilakukan di ruang rawat) meliputi:
▪ Digital substraction angiography (DSA) serebral
▪ MRI atau CT Scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk
membedakan stroke iskemik dengan stroke hemorrhagik. Pada stroke
karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah didapatkan
gambaran hipodens sedangkan pada stroke hemorrhagik menunjukkan
gambaran hiperdens. CT scan dapat membedakan lokasi lesi, ukuran lesi,
dan membedakan dengan lesi nonvaskuler. CT scan dapat menunjukkan
manifestasi stroke: akut (<24 jam), subakut (24 jam sampai 5 hari), dan
kronik (beberapa minggu). CT angiogram dapat digunakan untuk melihat
gambaran pembuluh darah otak.
▪ Ekokardiografi (transtorakal dan/atau transesofageal)
▪ Rontgen toraks
▪ Saturasi oksigen, dan analisis gas darah
▪ Pungsi lumbal jika dicurigai adanya perdarahan subaraknoid namun
pada CT scan tidak ditemukan gambaran perdarahan

Elektroensefalografi (EEG) jika dicurigai adanya kejang (6-8)

2.2.6 Diagnosis banding stroke infark


Diagnosis banding utama stroke adalah jenis stroke lainnya karena
penatalaksanaan yang jauh berbeda antara stroke iskemik dan stroke hemorrhagik.
Sebuah meta analisis menunjukkan bahwa koma, kaku leher, kejang dengan
defisit neurologis, diastolik >110 mmHg, muntah, dan sakit kepala meningkatkan
kemungkinan stroke hemorrhagik. (12) Stroke mimics adalah kondisi nonvaskular
yang memiliki kemiripan tanda dan gejala, diakibatkan oleh beberapa penyakit,
seperti migraine, hipoglikemia, dan atypical posterior reversible encephalopathy
(13)
syndrome. Transient ischemic attack (TIA) merupakan kelainan neurologis
yang dapat kembali normal dalam waktu kurang dari 24 jam, tetapi tidak
melibatkan infark pada otak. TIA biasanya selesai dalam 60 menit. Penyebab TIA
dapat sama dengan stroke iskemik, akan tetapi hal ini tidak sampai merusak
komponen otak. (14)

2.2.7 Gejala Klinis Stroke infark


Tanda dan gejala klinis stroke sangat mudah dikenali. Hal ini secara praktis
mengacu pada definisi stroke, yaitu kumpulan gejala akibat gangguan fungsi otak
akut baik fokal maupun global yang mendadak, disebabkan oleh berkurang atau
hilangnya aliran darah pada parenkim otak, retina, atau medula spinalis, yang
dapat disebabkan oleh penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah arteri maupun
vena yang dibuktikan dengan pemeriksaan pencitraan otak dan/atau patologi.
Gejala gangguan fungsi otak pada stroke sangat tergantung pada daerah otak yang
terkena. Defisit neurologis yang ditimbulkannya dapat bersifat fokal maupun
global, yaitu:
▪ Kelumpuhan sesisi/kedua sisi, kelumpuhan satu ekstremitas, kelumpuhan
otot-otot penggerak bola mata, kelumpuhan otot-otot untuk proses menelan,
bicara, dan sebagainya
▪ Gangguan fungsi keseimbangan
▪ Gangguan fungsi penghidu
▪ Gangguan fungsi penglihatan
▪ Gangguan fungsi pendengaran
▪ Gangguan fungsi somatik sensoris
▪ Gangguan fungsi kognitif, seperti: gangguan atensi, memori, bicara verbal,
gangguan mengerti pembicaraan, gangguan pengenalan ruang, dan
sebagainya
▪ Gangguan global berupa gangguan kesadaran (7)

2.2.8 Tatalaksana Stroke infark


Terapi stroke iskemik bertujuan untuk mempertahankan jaringan pada
ischemic penumbra. Terapi yang dapat diberikan mencakup pemberian
recombinant tissue-type plasminogen activator (rtPA), aspirin, antikoagulan, dan
terapi suportif.
▪ Tata laksana Umum
▪ Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
a) Pemantauan status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan
saturasi oksigen secara kontinu dalam 72 jam pertama (ESO kelas
IV, good clinical practice/GCP)
b) Pemberian oksigen jika saturasi oksigen <95% (ESO kelas IV, GCP)
c) Perbaikan jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada
pasien yang tidak sadar, pemberian bantuan ventilasi pada pasien
yang mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan
gangguan jalan napas (AHA/ASA kelas I, level C)
d) Intubasi endotracheal tube (ETT) atau laryngeal mask airway
(LMA) diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02<60mmHgatau
pC02>50mmHg), syok, atau pada pasien yang berisiko untuk
mengalami aspirasi
e) Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu,
kalua lebih maka dianjurkan dilakukan trakeostomi
▪ Stabilisasi Hemodinamik (Sirkulasi)
a) Pemberian cairan kristaloid atau koloid intravena (IV), dan hindari
pemberian cairan hipotonik seperti glukosa.
b) Dianjurkan pemasangan kateter vena sentral (central venous
catheter/CVC), upayakan tekanan vena sentral (central venous
pressure/CVP) 5-12mmHg.
c) Optimalisasi tekanan darah (lihat penatalaksanaan khusus)
d) Bila tekanan darah (TD) sistolik dibawah 120mmHg dan cairan sudah
mencukupi, dapat diberikan agen vasopresor secara titrasi, seperti
dopamin dosis sedang/tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target
TD sistolik berkisar 140mmHg.
e) Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24
jam pertama setelah awitan serangan stroke iskemik (AHA/ASA kelas
I, level B).
f) Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsul
kardiologi)
▪ Pengendalian Kejang
a) Bila kejang, dilakukan pemberian diazepam IV bolus lambat 5-20mg
dan diikuti oleh fenitoin dosis bolus 15-20mg/kg dengan kecepatan
maksimum 50mg/menit
b) Obat kejang lain yang dapat diberikan adalah valproat, topiramat, atau
levetirasetam, sesuai dengan klinis dan penyulit pada pasien.
c) Bila kejang belum teratasi, rawat di ICU (7)
▪ rtPA
Pemberian rtPA (recombinant tissue-type plasminogen activator)
merupakan pilihan yang biasa dilakukan sebagai upaya revaskularisasi sebagai
agen trombolisis. Pemberian trombolisis harus dipertimbangkan pada stroke
iskemik. Pemberian recombinant tissue-type plasminogen activator harus
segera dilakukan dalam 3 jam sejak onset terjadinya stroke dan kemungkinan
stroke hemoragik telah disingkirkan. (15)
▪ Aspirin
Penggunaan antiplatelet juga direkomendasikan oleh The American Heart
Association/American Stroke Association tahun 2018. Pemberian aspirin
diberikan 24-48 jam setelah onset. Pada pasien yang mendapat r-tPA,
pemberian aspirin dilakukan setelah 24 jam. European Stroke Organization juga
melaporkan bahwa pemberian aspirin pada stroke akut (<48 jam) mengurangi
angka kematian dan kejadian stroke. Dosis yang dapat diberikan adalah 160-
325mg. Terdapat juga studi yang menemukan pemberian antiplatelet kombinasi
aspirin dan clopidogrel hingga hari ke-21 lebih efektif dibandingkan pemberian
(16)
antiplatelet saja, tetapi hal ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Risiko perdarahan akibat penggunaan aspirin terjadi berhubungan dengan dosis
yang diberikan. Perdarahan yang paling sering terjadi adalah perdarahan
gastrointestinal. Walau demikian, hal ini sangat jarang terjadi. (17)
▪ Antikoagulan
Berdasarkan European Stroke Organization, pemberian antikoagulan
seperti heparin tidak memberikan keuntungan pada keluaran stroke. (16) Hal ini
juga didukung oleh The American Heart Association/American Stroke
Association yang menyatakan bahwa pemberian antikoagulan pada stroke akut
tidak diindikasikan.
▪ Terapi Suportif
Cek apakah terdapat hipoglikemi atau hiperglikemia, karena memiliki
gejala yang mirip dengan stroke. Keadaan hipoglikemi dan hiperglikemia harus
segera diatasi. Hipoglikemia dapat diatasi dengan dekstrosa 40%, sedangkan
hiperglikemia dapat diatasi dengan pemberian insulin drip. Pasien stroke juga
umumnya membutuhkan tata laksana maupun pencegahan retensi urine dengan
cara kateterisasi uretra. Namun, bila tidak memungkinkan atau gagal, dokter
dapat melakukan kateterisasi suprapubik.
▪ Antihipertensi
Pada aliran darah otak yang buruk, pembuluh darah pada otak kehilangan
fungsi vasoregulator, sehingga untuk mempertahankan tekanannya, pembuluh
tersebut bergantung pada Mean Arterial Pressure (MAP) dan cardiac output.
Penggunaan antihipertensi dapat mengurangi perfusi dan memperparah
kejadian iskemi. Berdasarkan Guideline Hipertensi di Kanada, penggunaan
antihipertensi saat terjadi stroke pada pasien yang dapat dilakukan pemberian
trombolitik dengan tekanan darah >185/110 mmHg dapat diberikan
antihipertensi untuk mengurangi risiko kejadian perdarahan. Akan tetapi,
penelitian dengan kualitas yang tinggi (grade A atau B) pada pasien yang tidak
dapat diberikan trombolitik masih sangat sedikit. Sedangkan, pemberian
antihipertensi dapat dilakukan pada pasien pasca stroke akut iskemik.
Pemberian inhibitor ACE dan thiazide atau diuretik lain merupakan pilihan
(18,19)
terapi. The Scandinavian Candesartan Acute Stroke Trial juga
merekomendasikan penurunan tekanan darah bila tekanan darah di atas 220/120
mmHg. Pemberian trombolitik pada pasien dengan tekanan darah lebih dari
185/110 mmHg merupakan kontraindikasi, sehingga harus diturunkan terlebih
dahulu. Dapat disimpulkan bahwa pemberian antihipertensi pada saat stroke
hanya disarankan bila pasien merupakan kandidat pemberian trombolitik. (20)
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiawan PA. Diagnosis dan Tatalaksana Stroke Hemoragik. Jurnal Medika


Hutama. 2021;3(1):1660-5
2. American Heart Association. Heart Disease and Stroke Statistics. AHA Statistical
Update, 2014
3. Lindsay MP, Norrving B, Sacco RL, Brainin M, Hacke W, Martins S, et al. World
Stroke Organization (WSO) : Global stroke fact sheet 2019. 2019;14(8):806-817
4. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas).Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
5. Arifianto AS, Sarosa M, Setyawati O. Klasifikasi Stroke Berdasarkan Kelainan
Patologis dengan Learning Vector Quantization. Jurnal EECCIS . 2014;8(2):117-
22
6. Perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia 2016. Panduan praktik klinis
neurologi. Perdossi. 2016:19-25
7. Anindhita T. Wiratman W. Buku ajar neurologi. Jakarta; departemen neurologi
FKUI. 2017
8. Mutiara dari D. Ishemic Stroke: Symptoms, Risk Factors, and Prevention. Jurnal
Ilmiah Kedokteran. 2019;6(1):60-73
9. Budi H, Bahar I, Sasmita H. Faktor Risiko Stroke Pada Usia Produktif Di Rumah
Sakit Stroke Nasional (Rssn) Bukit Tinggi. Jurnal PPNI. 2019;3(3)
10. Kabi G Y, Tumewah R, Kembuan M A.Gambaran Faktor Risiko Pada Penderita
Stroke Iskemik Yang Dirawat Inap Neurologi Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado Periode Juli 2012 - Juni 2013. Jurnal e-Clinic (eCl). 2015;3(1)
11. Jessica, Christy F, Yuliani D, et al. Kejang pada Pasien Stroke Non Hemoragik.
Callosum Neurology Journal. 2021;4(1):16-20
12. Caceres JA, Goldstein JN. Intracranial hemorrhage. Emergency medicine clinics
of North America. 2012 Aug;30(3)
13. Vilela P. Acute stroke differential diagnosis: Stroke mimics. European journal of
radiology. 2017 Nov 1;96:133-44
14. Malani PN. Harrison’s principles of internal medicine. JAMA. 2012
15. Choe J, Raman R, Ernstrom K. Abstract TP69: Minimum NIHSS Score To Qualify
For IV tPA. American Heart Association Journals. 2018
16. European Stroke Organisation (ESO) Executive Committee, ESO Writing
Committee. Guidelines for management of ischaemic stroke and transient
ischaemic attack 2016. Cerebrovascular diseases. 2016
17. Behrouz R, Miller CM. Aspirin and intracerebral hemorrhage Where are we now?.
Neurology: Clinical Practice. 2015 Feb 1;5(1):11-6
18. Kernan WN, Ovbiagele B, Black HR, et al. Guidelines for the prevention of stroke
in patients with stroke and transient ischemic attack: a guideline for healthcare
professionals from the American Heart Association/American Stroke Association.
Stroke. 2014 Jul;45(7):2160-236.
19. Leung AA, Nerenberg K, Daskalopoulou SS, et al. Hypertension Canada's 2016
Canadian hypertension education program guidelines for blood pressure
measurement, diagnosis, assessment of risk, prevention, and treatment of
hypertension. Canadian Journal of Cardiology. 2016 May 1;32(5):569-88
20. Sandset EC, Murray GD, Bath PM, et al. Relation between change in blood
pressure in acute stroke and risk of early adverse events and poor outcome. Stroke.
2012 Aug;43(8):2108-14.
21. Damayanti R. Gangguan Berbicara pada Afasia Wernicke. Jurnal Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia. 2019;3(2):188-91
22. Laksmidewi AP. Gangguan Otak yang Terkait dengan Komunikasi.
Departemen/KSM Neurologi FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar. 201
23. Sherwood L. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC. 2014

Anda mungkin juga menyukai