Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit serebrovaskuler (CVD) atau stroke, yang menyerang kelompok usia di atas
40 tahun adalah setiap kelainan otak akibat proses patologi pada sistem pembuluh darah otak.
Proses ini dapat berupa penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli,
pecahnya dinding pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah
dan perubahan viskositas maupun kualitas darah sendiri. Perubahan dinding pembuluh darah
otak serta komponen lainnya dapat bersifat primer karena kelainan kongenital maupun
degeneratif, atau sekunder akibat proses lain, seperti peradangan, arteriosklerosis, hipertensi
dan diabetes mellitus. Karena itu penyebab stroke sangat kompleks.

Proses primer yang terjadi mungkin tidak menimbulkan gejala (silent) dan akan
muncul secara klinis jika aliran darah ke otak turun sampai ketingkat melampaui batas
toleransi jaringan otak, yang disebut ambang aktivitas fungsi otak (threshold of brain
function activity).

Keadaan ini menyebabkan sindrom klinik yang disebut stroke. Gejala klinik
tergantung lokalisasi daerah yang mengalami iskemia, misalnya bila mengenai daerah pusat
penglihatan maka akan timbul gangguan ketajaman penglihatan atau gangguan lapangan
pandang.

Dua pertiga depan dari kedua belahan otak dan struktur subkortikal mendapat darah
dari sepasang arteri karotis interna, sedangkan 1/3 bagian belakang yang meliputi serebelum,
korteks oksipital bagian posterior dan batang otak, memperoleh darah dari sepasang arteri
vertebralis (arteri basilaris). Jumlah aliran darah ke otak (Cerebral Blood Flow) biasanya
dinyatakan dalam cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada tekanan perfusi otak
(cerebral perfusion pressure = CPP) dan resistensi serebrovaskuler (cerebrovascular
resistance = CVR).

Menurut Kemenkes RI, banyaknya kejadian stroke di Indonesia terbukti sangat


tinggi. Hal ini juga didukung dengan fakta bahwa penyakit stroke menjadi penyebab
kematian tertinggi kedua di dunia pada tahun 2015 dan tertinggi di Indonesia pada tahun
2014. Prevalensi stroke di Indonesia tahun 2018 telah mencapai 10,9% atau 2.120.362
orang. Sayangnya, prevalensi prevalensi stroke di Indonesia juga disertai dengan tingkat

1
kematian yang tinggi, tingginya prevalensi stroke di Indonesia menimbulkan dampak yang
cukup besar terhadap masyarakat. Pengangguran menjadi salah satu masalah yang
menonjol. Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah respons di Indonesia tahun 2019 hingga
2020 meningkat hampir sebesar 7%.

Selain itu, pemerintah juga berencana untuk meningkatkan akses pengobatan dan
perawatan stroke di wilayah pedesaan. Hal ini dilakukan dengan menambah pelayanan
medis di klinik kesehatan, melakukan penyuluhan kesehatan, serta mengoptimalkan
layanan transportasi untuk mempermudah akses pasien stroke guna mendapatkan
pengobatan yang adekuat. Pemerintah juga menggalakkan masyarakat untuk mendapatkan
jaminan kesehatan untuk meringankan biaya pengobatan penyakit stroke, Pemerintah juga
telah mengembangkan berbagai program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang pengobatan penyakit stroke. Program ini meliputi edukasi tentang cara mencegah
stroke, jenis pengobatan yang tersedia, dan pilihan pengobatan yang tepat untuk setiap
kasus (Kemenkes, 2022)

2
BAB III
TINJAUAN KASUS

Tn A datang dengan kelemahan setengah badan kanan saat bangun tidur yang dirasakan sejak
2 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala(+), sakit lutut(+) dan pasien
mengeluhkan nyeri ulu hati(+) dan pasien memiliki riwayat trauma(+). Pasien juga sudah
konsul ke prektek dokter spesialis saraf dan dianjurkan untuk rawat inap agar di periksa lebih
lanjut. Tidak ada penuruan kesadaran. Pasien berbicara seperti biasa, pasien dapat
mengunyah, mengangkat alis kanan, dan mengkerutkan dahi. Pasien juga mengeluhkan Mual
dan saat serangan sakit kepala, muntah(+), demam (-), gangguan BAB dan BAK (-). Riwayat
lumpuh, riwayat kejang , penurunan daya ingat dan perubahan perilaku disangkal. Riwayat
konsumsi makanan: pasien sering mengkonsumsi makanan yang bersantan dan berlemak, os
mengaku memiliki kebiasaan merokok.

ANAMNESIS
Keluhan Utama : kelemahan setengah badan sebelah kanan saat bangun tidur.
Riwayat Penyakit dahulu : Hipertensi dan maag
Riwayat Keluarga : Disangkal
Riwayat Pengobatan : Lupa Nama Obat
Riwayat Psikososial : Pasien menyatakan bahwa dulu pasien perokok aktif

PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : Tampak sakit ringan

 Kesadaran : Composmentis

 Tanda Vital

 TD :150/80mmhg
 Nadi :71 x/menit, reguler, isi cukup
 Pernapasan :20 x/menit, reguler
 Suhu :36,60C

 BB : 80 kg

 TB : 175 cm

3
 Mata : anemis (-/-), ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+)

 Hidung : Deviasi septum (-), Sekret (-/-)

 Telinga : Normotia, Sekret (-/-)

 Mulut

o Terlihat mencong kesebelah kanan

o Mukosa bibir kering (+), sianosis (-),

o Lidah : asimetris – deviasi kekanan, tremor (-)

o Leher : Tidak terlihat pembesaran KGB.

 Torax :

o Inspeksi :

 Pergerakan dinding dada simetris.

 Retraksi intercostal (-/-).

 Penggunaan otot-otot bantu pernapasan (-)

o Palpasi :

 Nyeri tekan (-/-) , tidak teraba massa

 Vokal fremitus dextra-sinistra sama.

 Iktus cordis teraba di ICS V linea midklavikularis kiri.

o Perkusi :Sonor seluruh lapang paru

o Auskultasi :Vesikuler + / +, ronkhi -/- , wheezing -/- , murmur (-), gallop (-)

 Abdomen

 Inspeksi : Supel

 Palpasi

4
 Nyeri tekan : Tidak ada

 Hepar : Tidak teraba

 Splen : Tidak teraba

 Ballotement :-/-

 Perkusi : Timpani

 Auskultasi : Bising usus (+) N

 Ekstremitas :

 Edema : Negatif

 Akral hangat

 Sianosis : Negatif

STATUS NEUROLOGIS
 Kesadaran : Compos mentis

 Kuantitatif (GCS) : E4V5M6

 Tingkah laku : Hipoakif

 Perasaan hati : baik

 Orientasi

 (tempat, waktu, orang, sekitar) : baik

 Jalan pikiran : logik

 Kecerdasan : sulit dinilai

 Daya ingat kejadian : baik

 Kemampuan bicara : baik

5
 Sikap tubuh : baik

 Cara berjalan : Pasien berjalan dengan kaki kanan sedikit menyeret

PEMERIKSAAN NERVUS CRANIALIS

Nervus I (Olfaktorius) Dextra Sinistra

Daya pembau N N

Nervus II (Optikus) Dextra Sinistra

Daya penglihatan N N

Pengenalan warna N N

Medan penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Fundus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Papil Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Arteri/vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Perdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Nervus III (Okulomotorius) Dextra Sinistra

Ptosis - -

6
Gerak mata ke :

Medial
+ +
Atas + +
+ +
Bawah

Ukuran pupil 2mm 2mm

Bentuk pupil isokor Isokor

Refleks cahaya langsung + +

Refleks cahaya konsensuil + +

Refleks akomodatif tdl tdl

Strabismus divergen negatif negatif

Diplopia negatif negatif

Nervus IV (Trokhlearis) Dextra Sinistra

Gerak mata ke lateral bawah + +

Strasbismus konvergen Negatif Negatif

Diplopia - -

Nervus VI (Abdusen) Dextra Sinistra

7
Gerak mata ke lateral + +

Strasbismus konvergen negatif negatif

Diplopia - -

Nervus V (Trigeminus) Dextra Sinistra

Menggigit + +

Membuka mulut + +

Sensibilitas muka :

Atas + + (menurun)

Tengah + +(menurun)

Bawah + +(menurun)

Refleks kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks bersin Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks maseter Baik Baik

Trismus Negative negatif

N. VII   ( Fasialis ) Dextra Sinitra

Mengerutkan dahi Kerutan dahi + Kerut dahi +


Bersiul + -
Mengedip + -

8
Meringis Sudut
Sudut nasolabialis (-)
Menutup mata nasolabialis (+) +
Mengembungkan pipi +
+

Lakrimasi Tidak dilakukan


Daya kecap 2/3 ant Tidak dilakukan
R. Aurikulopalpebra Tidak dilakukan
R. Visuopalpebra Tidak dilakukan
Reflex glabella Tidak dilakukan

Nervus VIII (akustikus) Dextra Sinistra

mendengar suara berbisik + +

mendengar detik arloji Tidak dilakukan Tidak Dilakukan

tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan

tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan

tes Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Nervus IX (Glosofaringeus) Dextra Sinistra

arkus farings Tidak deviasi Tidak deviasi

daya kecap lidah 1/3 Tidak dilakukan Tidak dilakukan

9
belakang

reflek muntah Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Sengau Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tersedak Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Nervus X (Vagus) Dextra Sinistra

Arkus farings Tidak deviasi Tidak deviasi

Nadi Reguler Regular

Bersuara pelo

Menelan + +

Nervus XI (Aksesorius) Dextra Sinistra

Memalingkan kepala + +

Sikap bahu + +

10
Mengangkat bahu + +

Nervus XII (Hipoglosus) Dextra Sinistra

sikap lidah Deviasi kiri

Artikulasi Terganggu

tremor lidah - -

menjulurkan lidah + +

kekuatan lidah + +

atrofi otot lidah - -

fasikulasi lidah - -

MOTORIK
Kekuatan Otot 5 4 (Hemiparase sinistra)

5 4

Tonus : Normal Normal


Normal Normal

Atropi : - -

- -

11
Klonus
Kaki : -/-
Patella : -/-

Sensorik
Nyeri : Ektremitas Atas : hemihipalgesia sinistra
Ekstremitas Bawah : hemihipalgesia sinistra
Raba : Ektremitas Atas : hipestesia sinistra
Ekstremitas Bawah : hipestesia sinistra
Suhu : tidak dilakukan
Fungsi Vegetatif
Miksi : baik
Defekasi : baik
Keringat : baik

Fungsi luhur
MMSE : tidak dilakukan

Reflek Fisiologis Refleks Patologis


Reflek bisep : ++/++ Babinski : -/-
Reflek trisep : ++/++ Chaddock : -/-
Reflek brachioradialis : ++/++ Oppenheim : -/-
Reflek patella : ++/++ Gordon : -/-
Reflek Achilles : ++/++ Hoffman Trommer : -/-

CT – Scan : Tidak Dilakukan

RESUME PASIEN

Pemeriksaan fisik :
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang

 Kesadaran : Composmentis

12
 Tanda Vital

 - TD : 150/80mmhg
 - Nadi :71x/menit, reguler, isi cukup
 -Pernapasan :20x/menit, reguler
 - Suhu :36,6 0C

Status neurologis :
- N.V sensibilitas sinistra kurang dari dextra

- N.VII sudut nasolabialis asimetris

- N.XII didapatkan deviasi lidah kekiri dan artikulasi terganggu ( disartria )

- Kekuatan otot pada ekstremitas sinistra lebih lemah dibandingkan dengan ekstremitas
dextra

DIAGNOSA
 Diagnosis Klinis : Hemiparese sinistra, hipertensi

 Diagnosis Topis : hemisfer sinistra

 Diagnosis Etiologik : susp. stroke non hemoragik

PENATALAKSANAAN
 Airway

 Bebaskan jalan nafas; jika diperlukan pasang gudel; kepala dan tubuh dalam
posisi 30º dengan bahu pada sisi lemah diganjal dengan bantal.

 Breathing

 Periksa kadar oksigen, bila hipoksia berikan oksigen 2-4 ltr/mnt.

 Circulation

 Fisioterapi

13
 Medikamentosa
 Asering 16 gtt/ i
 Inj. Citicolin 500 mg amp / 12 j
 Inj. Ranitidin amp / 12 j
 HCT 2 x 1
 Meloxicam 2 x 7,5 mg
 Diazepam 2 x 2 mg
 Valsartan 1 x 80 mg (pagi)
 Farmasal 1 x 1

PROGNOSIS
 Quo ad vitam : Dubia ad bonam

 Quo ad functionam : Dubia ad bonam

 Quo ad sanantionam : Dubia ad bonam

14
BAB III
PEMBAHASAN

ANATOMI SISTEM VASKULER OTAK 3,4,5


Anatomi vaskuler otak dapat dibagi menjadi 2 bagian: anterior (carotid system) dan
posterior (vertebrobasilar system). Pada setiap sistem vaskularisasi otak terdapat tiga
komponen, yaitu; arteri-arteri ekstratrakranial, arteri-arteri intrakranial berdiameter besar dan
arteri-arteri perforantes berdiameter kecil. Komponen-komponen arteri ini mempunyai
struktur dan fungsi yang berbeda, sehingga infark yang terjadi pada komponen-komponen
tersebut mempunyai etiologi yang berbeda.
 Pembuluh darah ekstrakranial (misal, a. carotis communis) mempunyai struktur
trilaminar (tunica intima, media dan adventisia) dan berperan sebagai pembuluh darah
kapasitan. Pada pembuluh darah ini mempunyai anatomosis yang terbatas.
 Arteri-arteri intrakranial yang besar (misal a. serebri media) secara bermakna
mempunyai hubungan anastomosis di permukaan piameter otak dan basis kranium
melalui sirkulus Willisi dan sirkulasi khoroid. Tunica adventisia pembuluh darah ini
lebih tipis daripada pembuluh darah ekstrakranial, dan mengandung jaringan elastik
yang lebih sedikit. Selain itu, dengan diameter yang sama pembuluh darah
intrakranial ini lebih kaku daripada pembuluh darah ekstrakranial.
 Arteri-arteri perforantes yang berdiameter kecil baik yang terletak superfisial maupun
profunda, secara dominan merupakan suatu end-artery dengan anatomosis yang
sangat terbatas, dan merupakan pembuluh darah resisten.

Sistem anterior (Sistem Carotid)


Arteri Carotis communis (ACC) sinistra dipercabangkan langsung dari arkus aorta
sebelah kiri, sedangkan a. carotis communis dekstra dipercabangkan dari a. innominata
(Brachiocephalica). Di leher setinggi kartilago tiroid ACC bercabang menjadi a. carotis
interna (ACI) dan a. carotis eksterna (ACE), yang mana ACI terletak lebih posterior dari
ACE. Percabangan a. carotis communis ini sering disebut sebagai Bifurkasio carotis

15
mengandung carotid body yang berespon terhadap kenaikan tekanan partial oksigen arterial
(PaO2), aliran darah, pH arterial, dan penurunan PaCO2 serta suhu tubuh.
Arteri karotis komunis berdekatan dengan serabut saraf simpatis asceden, oleh karena
itu lesi pada ACC (trauma, diseksi arteri atau kadang oklusi thrombus) mampu menyebabkan
paralisis okulosimpatik sudomotor ke daerah wajah.
Arteri karotis interna bercabang menjadi dua bagian yaitu bagian ekstrakranial dan
intrakranial. Bagian ekstrakranial a. karotis interna setelah dipercabangkan didaerah
bifurkasio akan melalui kanalis karotikus untuk memvaskularisasi kavum timpani dan akan
beranastomisis dengan arteri maksilaris interna, salah satu cabang ACE.
Arteri karotis interna bagian intrakranial masuk ke otak melalui kanalis karotikus,
berjalan dalam sinus cavernosus mempercabangkan a. ophtalmika untuk n. optikus dan retina
kemudian akhirnya bercabang menjadi a cerebri anterior dan a. cerebri media. Keduanya
bertanggungjawab memvaskularisasi lobus frontalis, parietal, dan sebagian temporal. Arteri
ini sebelum bercabang menjadi a. cerebri anterior dan a. cerebri media akan bercabang
menjadi a. choroid anterior (AChA). AChA mempunyai fungsi memvaskularisasi pleksus
choroid, juga memberikan cabangnya ke globus pallidus, hipokampus anterior, uncus kapsula
interna bagian posterior serta mesensefalon bagian anterior. AChA ini akan beranastomisis
dengan a. choroid posterior (cabang dari a. cerebri posterior).

Arteri Cerebri Anterior


Arteri serebri anterior dipercabangkan dari bagian medial ACI di daerah prosesus
clinoideus anterior, arteri ini akan dibagi menjadi 3 bagian. Bagian proksimal a. cerebri
anterior kanan dan kiri dihubungkan oleh a. communican anterior, bagian medial dan distal
arteri ini akan memberikan cabangnya menjadi a. pericallosum anterior dan a.
callosomarginal. Arteri cerebri anterior mempunyai cabang-cabang kecil yang berupa arteri-
arteri perforantes profunda, arteri-arteri ini sering disebut sebagai arteri medial striata yang
bertanggungjawab terhadap vaskularisasi corpus striatum anterior, capsula interna bagian
anterior limb, comisura anterior dan juga memvaskularisasi traktus serta kiasma optika.
Oklusi arteri-arteri medial striata ini menyebabkan kelemahan wajah dan lengan.

Arteri Cerebri Media


Arteri cereberi media setelah dipercabangkan oleh ACI akan dibagi menjadi beberapa
bagian. Bagian pertama akan berjalan ke lateral diantara atap lobus medial dan lantai lobus

16
frontalis hingga mencapai fissure lateralis Sylvian. Arteri-arteri lenticulostriata
dipercabangkan dari bagian proksimal ini.
Arteri Lenticulostriata merupakan arteri-arteri perforasi profunda yang merupakan
cabang arteri cerebri media, arteri ini berjumlah antara 6 dan 12 arteri. Arteri ini berfungsi
memvaskularisasi nukleus lentifromis, nukleus caudatus bagian caput lateral, globus pallidus
dan kapsula interna bagian bawah. Oklusi salah satu arteri lenticulostriata akan menimbulkan
infark lakuner karena tidak adanya anastomosis fungsional antara arteri-arteri perforasi yang
berdekatan.
Di daerah fissure lateralis, bagian kedua a. cerebri media akan bercabang menjadi
devisi superior dan anterior. Devisi superior akan memberikan suplai ke lobus frontal dan
lobus parietal, sedangkan devisi inferior akan memsuplai ke lobus temporal. Bagian terakhir
dari a. cerebri media atau arteri-arteri perforantes medullaris akan dipercabangkan di
permukaan hemisfer cerebri, yang akan memvaskularisasi substansia alba subkortek.

Sistem posterior (Sistem Vertebro Basiler)


Sistem ini berasal dari a. basilaris yang dibentuk oleh a. vertebralis kanan dan kiri
yang berpangkal di a. subklavia. Dia berjalan menuju dasar cranium melalui kanalis
transversalis di columna vertebralis cervikalis, kemudian masuk ke rongga cranium akan
melalui foramen magnum, lalu masing-masing akan mempercabangkan sepasang a. cerebelli
inferior.
Pada batas medulla oblongata dan pons, a. vertebralis kanan dan kiri tadi akan bersatu
menjadi a. basilaris. Arteri basilaris pada tingkat mesencephalon akan mempercabangkan a.
labyrintis, aa. pontis, dan aa. Mesenchepalica, kemudian yang terakhir akan menjadi sepasang
cabang a. cerebri posterior yang memvaskularisasi lobus oksipitalis dan bagian medial lobus
temporalis.

Arteri Cerebri Posterior


Arteri Cerebri Posterior (ACP) merupakan cabang akhir dari a. basilaris. Bagian
proksimal ACP atau bagian precommunican (sebelum a. Communican Posterior (ACoP) akan
bercabang menjadi a. mesencephali paramedian dan a. thalamik-subthalamik yang akan
memvaskularisasi thalamus. Setelah ACoP, a. cerebri posterior akan mempercabangkan a.
thalamogeniculatum dan a. choroid posterior, yang mana juga akan memvaskularisasi
thalamus. ACP ini setelah berjalan kebelakang, di daerah tentorium cerebella akan bercabang

17
menjadi devisi anterior (memvaskularisasi bagian medial lobus temporalis) dan devisi
posterior (memvaskularisasi fissure calcarina dan daerah parieto-occipitalis).

Arteri yang memvaskularisasi Cerebellum


Cerebellum divaskularisasi oleh tiga pasang arteri panjang, yang mana arteri-arteri ini
berjalan melingkupi cerebellum. Arteri-arteri tersebut adalah:
 Arteri Cerebellaris Superior (ACS): memvaskularisasi permukaan atas cerebellum,
dipercabangkan oleh a. basilaris tepat sebelum bercabang menjadi a. cerebri posterior.
 Arteri Cerebellaris Inferior Anterior (ACIS): memvaskularisasi permukaan anterior,
dipercabangkan oleh a. basilaris bagian proksimal, atau dipercabangkan oleh a.
basilaris tepat setelah dibentuk oleh a. vertebralis kanan dan kiri.
 Arteri Cerebellaris Inferior Posterior (ACIP): memvaskularisasi permukaan inferior,
dipercabangkan oleh a. vertebralis tepat sebelum bergabung menjadi a. basilaris.
Untuk menjamin pemberian darah ke otak, setidaknya ada 3 sistem kolateral antara sitem
carotis dan sistem vertebrobasiler, yaitu:
1. Sirkulus Wilisi, merupakan anyaman arteri di dasar otak yang dibentuk oleh a. cerebri
media kanan dan kiri yang dihubungkan dengan a. cerebri posterior kanan dan kiri
oleh a. communicant posterior, sedangkan a. cerebri anterior kanan dengan kiri akan
dihubungkan oleh a. communican anterior.
2. Anastomosis a. carotis interna dan a. carotis externa di daerah orbital.
3. Hubungan antara sistem vertebral dengan a. carotis externa.

Gambar 1: Sirkulus Willis

Arteri yang memvaskularisasi Thalamus


Thalamus mendapatkan vaskularisasi dari beberapa grup arteri.

18
 Aa. Thalamik-subthalamik (dikenal juga sebagai aa. Paramedian, thalamoperforantes,
dan internal optikus posterior): Arteri-arteri ini dipercabangkan dari arteri cereberi
posterior bagian proksimal. Arteri ini memvaskularisasi area thalamus posteromedial,
fasikulus longitudinal medialis, dan nukleus intralaminar.
 Aa. Polaris (dikenal juga sebagai a. internal optikus anterior dan tuberothalamik):
Dipercabangkan dari a. communican posterior. Arteri ini memvaskularisasi area
anteromedial dan anterolateral termasuk juga nukleus dorsomedialis, nukleus
retikularis, traktus mamilothalamikus, dan sebagian nukleus ventrolateral.
 Aa. Thalamogenikulatum: Arteri ini terdiri dari 5-6 cabang yang dipercabangkan dari
arteri cerebri posterior bagian distal, sama seperti aa. Lentikulostriata yang
dipercabangkan oleh arteri cerebri media. Arteri ini memvaskularisasi nukleus ventro-
postero-lateral (VPL) dan ventro-postero-medial (VPM).
 Aa. Choroidal Posterior Media dan Lateral, yang mana juga dipercabangkan oleh a.
cerebri posterior. Arteri ini memvaskularisasi thalamus posterior, pulvinar, dan corpus
geniculatum.
Arteri-arteri yang memvaskularisasi thalamus ini merupakan suatu end-artery, namun
anastomisis bisa terjadi. Oleh karena anastomisis ini adanya lesi patologi thalamus
mempunyai gejala lebih bervariasi daripada infark lakuner.

Gambar 2 dan 3

DEFINISI STROKE

19
Berdasarkan defenisi WHO (World Health Organization) stroke adalah gangguan
fungsi serebral yang terjadi baik fokal maupun global yang terjadi mendadak dan cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam atau meninggal disebabkan oleh gangguan pembuluh darah.
Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang
berkembang dengan cepat yang berupagangguan fungsional otak fokal maupun global secara
mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam yang tidak disebabkan oleh sebab lain
selain penyebab vaskuler. Definisi ini mencakup stroke akibat infark otak (stroke iskemik),
perdarahan intraserebral (PIS) non traumatic, perdarahan intraventrikuler dan beberapa kasus
perdarahan subarachnoid (PSA).2,3
Gejala neurologis fokal adalah gejala-gejala yang muncul akibat gangguan di daerah
yang terlokalisir dan dapat teridentifikasi. Misalnya kelemahan unilateral akibat lesi di traktus
kortikospinalis. Gangguan non fokal/global misalnya adalah terjadinya gangguan kesadaran
sampai koma. Gangguan neurologi non fokal tidak selalu disebabkan oleh stroke. Ada banyak
penyebab lain yang mungkin menyebabkannya. Oleh karena itu gejala non fokal tidak
seharusnya diinterpretasikan sebagai akibat stroke kecuali bila disertai gangguan neurologis
fokal.2
Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di Negara maju, setelah
penyakit jantung dan kanker, insidensi tahunan adalah 2 / 1000 populasi. Mayoritas stroke
adalah infark cerebral.
Stroke merupakan penyebab ketiga angka kematian di dunia dan penyebab pertama
kecacatan. Angka morbiditas lebih berat dan angka mortalitas lebih tinggi pada stroke
hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang dapat melakukan
kegiatan mandirinya lagi. Angka mortalitas dalam bulan pertama pada stroke hemoragik
mencapai 40-80%. Dan 50% kematian terjadi dalam 48 jam pertama.
Tingkat insidensi dari stroke hemorhagik seluruh dunia berkisar antara 10 sampai 20
kasus per 100.000 populasi dan bertambah dengan umur. Perdarahan intraserebral lebih
sering terjadi pada pria disbanding dengan wanita, terutama pada usia diatas 55 tahun, dan
juga pada populasi tertentu seperti pada orang kulit hitam dan orang jepang .
Di Indonesia,penyebab kematian utama pada semua umur adalah stroke (15,4%),yang
disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%), dan cedera (6,5%). Hasil Riskesdas 2007,
prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1.000 penduduk, dan yang telah
didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1.000. Prevalensi stroke tertinggi Indonesia

20
dijumpai di Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan terendah di Papua
(3,8 per 1.000 penduduk) (Depkes, 2009).
KLASIFIKASI STROKE

Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas gambaran


klinik, patologi anatomi, system pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang
berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan
prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa.Adapun klasifikasi tersebut, antara
lain:1,2,3
Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
I. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan lumen
pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal,
sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini
menyebabkan iskemia.2,3 Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah yang
terjadi pada proses oklusi satuatau lebih pembuluh darah lokal. 2,3
c. Embolia serebri Infark iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang timbul dari
lesi ateromatus yang terletak pada pembuluh yang lebih distal. Gumpalan-
gumpalan kecil dapat terlepas dari trombus yang lebih besar dan dibawa ke
tempat-tempat lain dalam aliran darah. Bila embolus mencapai arteri yang
terlalu sempit untuk dilewati dan menjadi tersumbat, aliran darah fragmen distal
akan terhenti, mengakibatkan infark jaringan otak distal karena kurangnya
nutrisi dan oksigen. Emboli merupakan 32% dari penyebab strokenon
hemoragik.3

Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu:

a. Serangan iskemik sepintas/ TIA


Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam
b. reversible ischemic neurological defisit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
c. Progressing stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat

21
d. Completed stroke
Gejala klinis sudah menetap.
Berdasarkan sistem pembuluh darah:
a. Sistem Karotis
b. Sistem vertebro-basiler
Secara garis besar berdasarkan kelainan patologis yang terjadi, stroke dapat
diklasifikasikan sebagai stroke iskemik dan stroke hemoragik (perdarahan). Pada stroke
iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah
menyumbat suatu pembuluh darah. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak
dan merusaknya. 4,5

Gambar 4 Jenis-jenis stroke

1. Stroke Iskemik

Stroke iskemik disebut juga stroke sumbatan atau stroke infark dikarenakan adanya
kejadian yang menyebabkan aliran darah menurun atau bahkan terhenti sama sekali pada area
tertentu di otak, misalnya terjadinya emboli atau trombosis. Penurunan aliran darah ini
menyebabkan neuron berhenti berfungsi. Aliran darah kurang dari 18 ml/100 mg/menit akan
mengakibatkan iskemia neuron yang sifatnya irreversibel. Hampir sebagian besar pasien atau
sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.2
Aliran darah ke otak pada stroke iskemik terhenti karena aterosklerosis (penumpukan
kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau adanya bekuan darah yang telah menyumbat

22
suatu pembuluh darah ke otak. Penyumbatan dapat terjadi di sepanjang jalur arteri yang
menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri
karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena
setiap arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak.
Terjadinya hambatan dalam aliran darah pada otak akan mengakibatkan sel saraf dan
sel lainnya mengalami gangguan dalam suplai oksigen dan glukosa. Bila gangguan suplai
tersebut berlangsung hingga melewati batas toleransi sel, maka akan terjadi kematian sel.
Sedangkan bila aliran darah dapat diperbaiki segera, kerusakan dapat diminimalisir.

Gambar 5 Stroke iskemik

Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu
akibat trombosis atau akibat emboli. Diperkirakan dua per tiga stroke iskemik diakibatkan
karena trombosis, dan sepertiganya karena emboli. Akan tetapi untuk membedakan secara
klinis, patogenesis yang terjadi pada sebuah kasus stroke iskemik tidak mudah, bahkan sering
tidak dapat dibedakan sama sekali.
Trombosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena trombosis dalam pembuluh
darah akan mengakibatkan terjadinya oklusi (gerak menutup atau keadaan tertutup) arteri
serebral yang besar, khususnya arteri karotis interna, arteri serebri media, atau arteri basilaris.
Namun, sesungguhnya dapat pula terjadi pada arteri yang lebih kecil, yaitu misalnya arteri-
arteri yang menembus area lakunar dan dapat juga terjadi pada vena serebralis dan sinus
venosus.
Stroke karena trombosis biasanya didahului oleh serangan TIA (Transient ischemic
attack). Gejala yang terjadi biasanya serupa dengan TIA yang mendahului, karena area yang
mengalami gangguan aliran darah adalah area otak yang sama. TIA merupakan defisit
neurologis yang terjadi pada waktu yang sangat singkat yaitu berkisar antara 5-20 menit atau
dapat pula hingga beberapa jam, dan kemudian mengalami perbaikan secara komplit.

23
Meskipun tidak menimbulkan keluhan apapun lagi setelah serangan, terjadinya TIA jelas
merupakan hal yang perlu ditanggapi secara serius karena sekitar sepertiga penderita TIA
akan mengalami serangan stroke dalam 5 tahun. Dalam keadaan lain, defisit neurologis yang
telah terjadi selama 24 jam atau lebih dapat juga mengalami pemulihan secara komplit atau
hampir komplit dalam beberapa hari. Keadaan ini kerap diterminologikan sebagai stroke
minor atau reversible ischemic neurological defisit (RIND).2,5
Emboli menyebabkan stroke ketika arteri di otak teroklusi oleh adanya trombus yang
berasal dari jantung, arkus aorta, atau arteri besar lain yang terlepas dan masuk ke dalam
aliran darah di pembuluh darah otak. Emboli pada sirkulasi posterior umumnya mengenai
daerah arteri serebri media atau percabangannya karena 85% aliran darah hemisferik berasal
darinya. Emboli pada sirkulasi posterior biasanya terjadi pada bagian apeks arteri basilaris
atau pada arteri serebri posterior.
Stroke karena emboli memberikan karakteristik dimana defisit neurologis langsung
mencapai taraf maksimal sejak awal (onset) gejala muncul. Seandainya serangan TIA
sebelum stroke terjadi karena emboli, gejala yang didapatkan biasanya bervariasi. Hal ini
dikarenakan pada TIA yang terjadi mendahului stroke iskemik karena emboli, umumnya
mengenai area perdarahan yang berbeda dari waktu ke waktu.
Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah
yang kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta
percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat
lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral,
yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan
penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).
Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam
aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.

FAKTOR RISIKO STROKE


Setiap orang selalu mendambakan hidup nyaman, sehat dan bebas dari berbagai
macam tekanan. Namun, keinginan tersebut tidak diimbangi dengan pola hidup yang
memadai. Pola hidup yang tidak baik tersebut dapat menyebabkan masalah kesehatan. Faktor
potensial kejadian stroke dibedakan menjadi 2 kategori besar yakni:
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
 Usia

24
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar
pula risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi
(penuan) yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia,
pembuluh darahnya lebih kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).

 Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan
dengan perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Rokok
itu sendiri ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh yang dapat
mengganggu aliran darah.
 Herediter
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan riwayat
stroke pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena stroke
dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
 Ras/etnik
Dari berbagai penelitian diyemukan bahwa ras kulit putih memiliki peluang
lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit hitam.
2. Faktor yang dapat dimodifikasi
 Hipertensi (darah tinggi)
Orang yang mempunyai tekanan darah yang tinggi memiliki peluang besar
untuk mengalami stroke. Bahkan hipertensi merupakan penyebab terbesar (etiologi)
dari kejadian stroke itu sendiri. Hal ini dikarenakan pada kasus hipertensi, dapat
terjadi gangguan aliran darah tubuh dimana diameter pembuluh darah akan mengecil
(vasokontriksi) sehingga darah yang mengalir ke otak pun akan berkurang. Dengan
pengurangan aliran darah otak (ADO) maka otak akan akan kekurangan suplai
oksigen dan juga glukosa (hipoksia), karena suplai berkurang secara terus menerus,
maka jaringan otak lama-lama akan mengalami kematian.
 Penyakit jantung
Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infak miokard
(kematian otot jantung) juga merupakan faktor terbesar terjadinya stroke. Seperti kita
ketahui, bahwa sentral dari aliran darah di tubuh terletak di jantung. Bilamana pusat
mengaturan aliran darahnya mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun akan
mengalami gangguan termasuk aliran darah yang menuju ke otak. Karena adanya

25
gangguan aliran, jaringan otak pun dapat mengalami kematian secara mendadak
ataupun bertahap.
 Diabetes melitus
Diabetes melitus (DM) memiliki risiko untuk mengalami stroke. Hal ini terkait
dengan pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi lebih kaku (tidak
lentur). Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba
juga dapat menyebabkan kematian jaringan otak.
 Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar kolesterol didalam
darah berlebih (hiper = kelebihan). Kolesterol yang berlebih terutama jenis LDL akan
mengakibatkan terbentuknya plak/kerak pada pembuluh darah, yang akan semakin
banyak dan menumpuk sehingga dapat mengganggu aliran darah.
 Obesitas
Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Hal
tersebut terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah pada orang
dengan obesitas, dimana biasanya kadar LDL (lemak jahat) lebih tinggi dibandingkan
dengan kadar HDLnya (lemak baik/menguntungkan).
 Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok ternyata
memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang
tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat mempermudah terjadinya
penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku
dengan demikian dapat menyebabkan gangguan aliran darah.

FISIOLOGI OTAK

Jumlah aliran darah ke otak disebut sebagai cerebral blood flow (CBF) dan
dinyatakan dalam satuan cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada tekanan perfusi
otak/cerebral perfusion pressure (CPP) dan resistensi serebrovaskular/cerebrovascular
resistance (CVR).6,11 Dalam keadaan normal dan sehat, rata-rata aliran darah otak adalah 50,9
cc/100 gram otak/menit. Hubungan antara ketiga variabel ini dinyatakan dalam persamaan
berikut:6,8 = = − Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sistemik /mean arterial blood
pressure (MABP) dikurangi dengan tekanan intracranial/intracranial pressure (ICP),
sedangkan komponen CVR ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu tonus pembuluh darah

26
otak, struktur dinding pembuluh darah, viskositas darah yang melewati pembuluh darah otak.
6,11
Ambang batas aliran darah otak ada tiga, yaitu:11

a. Ambang fungsional : batas aliran darah otak 50-60 cc /100 gram/menit. Bila tidak
terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi integritas sel-sel saraf
masih utuh.4
b. Ambang aktivitas listrik otak: batas aliran darah otak sekitar 15 cc/100 gram/menit, yang
bila tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas listrik neuronal berhenti. Ini berarti sebagian
struktur intrasel telah berada dalam proses disintegrasi.
c. Ambang kematian sel, yaitu batas aliran darah otak yang bila tidak terpenuhi akan
menyebabkan kerusakan total sel-sel otak. CBF dibawah15 cc/100 gram/menit.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak antara lain:9,11
a. Keadaan pembuluh darah, dapat menyempit akibat stenosis atau ateroma atau tersumbat
oleh trombus/embolus.
b. Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang meningkat akan
menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia yang berat dapat menyebabkan
oksigenasi otak menurun.
c. Tekanan darah sistemikyangmemegang peranan tekanan perfusi otak.

AUTOREGULASI OTAK

Autoregulasi otak yaitu kemampuan darah arterial otak untuk mempertahankan aliran
darah otak tetap meskipun terjadi perubahan pada tekanan perfusi otak. Dalam keadaan
fisiologis, tekanan arterial rata – rata adalah 50 – 150 mmHg pada penderita normotensi.
Pembuluh darah serebral akan berkontraksi akibat peningkatan tekanan darah sistemik dan
dilatasi bila terjadi penurunan.10 Keadaan inilah yang mengakibatkan perfusi otak tetap
konstan. Autoregulasi masih dapat berfungsi baik, bila tekanan sistolik 60 – 200 mmHg dan
tekanan diastolik 60 – 120 mmHg. Dalam hal ini 60 mmHg merupakan ambang iskemia, 200
mmHg merupakan batas sistolik dan 120 mmHg adalah batas atas diastolik. Respon
autoregulasi juga berlangsung melalui refleks miogenik intrinsik dari dinding arteriol dan
melalui peranan dari sistem saraf otonom.11

METABOLISME OTAK

Otak dapat berfungsi dan bermetabolisme tergantung dengan pemasukan oksigen.


Pada individu yang sehat pemasukan oksigen sekitar 3,5 ml/100 gr/menit dan aliran darah

27
otak sekitar 50 ml/100 gram/menit. Glukosa merupakan sumber energi yang dibutuhkan otak,
bila dioksidasi maka akan dipecah menjadi CO2 dan H2O. Secara fisiologis 90% glukosa
mengalami metabolisme oksidatif secara komplit, 10% yang diubah menjadi asam piruvat
dan asam laktat (metabolisme anaerob). Bila aliran darah otak turun menjadi 20 – 25 ml/100.5
gram otak/ menit maka akan terjadi kompensasi berupa peningkatan ekstraksi ke jaringan
otak sehingga fungsi-fungsi neuron dapat dipertahankan.11

PATOGENESIS
Ada dua bentuk CVA bleeding

1.    Perdarahan intra cerebral


Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak
dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral
sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan
cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah
berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.

2.    Perdarahan sub arachnoid


Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling
sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi.
AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun
didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang

28
subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat.

Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya.
Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh
darah serebral.
Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai
puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme
diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam
cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika
kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai
bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan
koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga
bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat
otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.

Table I. perbedaan intraserebri dengan perdarahan subarachnoid


GEJALA PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri kepla Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering local
Tanda rangsangan +/- +++
meningeal
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++

29
GEJALA UMUM STROKE

Pada tingkat awal, masyarakat, keluarga dan setiap orang harus memperoleh
informasi yang jelas dan meyakinkan bahwa stroke adalah serangan otak yang secara
sederhana mempunyai lima tanda-tanda utama yang harus dimengerti dan sangat dipahami.
Hal ini penting agar semua orang mempunyai kewaspadaan yang tinggi terhadap bahaya
serangan stroke. Secara umum gejala stroke antara lain adalah:4,5

 Kelemahan atau kelumpuhan dari anggota badan yang dipersarafi.


 Kesulitan menelan

30
 Kehilangan kesadaran (Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh)
 Nyeri kepala
 Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
 Penglihatan ganda.
 Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
 Pergerakan yang tidak biasa.
 Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
 Ketidakseimbangan dan terjatuh.
 Pingsan.
 Rasa mual, panas dan sangat sering muntah-muntah.
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:
1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi
sensorik
2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau,
mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun,
ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.
3. Cerebral cortex: afasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai
Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal
stroke.
Stroke iskemik dan hemoragik menampakkan gejala awal yang sama, misalnya
anggota gerak pertama-tama terasa lemah, lalu semakin parah dan lumpuh. Penderita juga
mengalami gangguan penglihatan dan kaki sering kesemutan. Bila telah terserang, dokter
biasanya akan mudah mendeteksi. Bila hanya organ sebelah kiri yang lumpuh, berarti
serangan stroke terjadi disebelah kanan dan sebaliknya. Gejala stroke iskemik tergantung
pada lokasi dan luasnya sumbatan atau perdarahan.3
Bentuk ringan stroke dikenal dengan Serangan Otak Sepintas (Transient Ischaemic
Attack/TIA). Gejala terkadang hanya berupa rasa lemah di satu sisi wajah, atau mungkin rasa
kesemutan di lengan atau tungkai. Ada pula yang mengeluhkan gangguan dari fungsi
berbicara. Gejala stroke ringan biasanya akan kembali normal dalam waktu cepat, kurang dari
satu jam. Gejala stroke yang lebih berat umumnya akan menimbulkan gejala yang lebih khas,
seperti kelumpuhan.

31
GEJALA STROKE ISKEMIK

Gejala klinis stroke iskemik dapat terjadi pada lokasi yang berbeda tergantung
neuroanatomi dan vaskularisasi yang diserang, antara lain:

1. Arteri serebri anterior


Arteri serebri anterior merupakan arteri yang memberikan suplai darah ke area
korteks serebri parasagital, yang mencakup area korteks motorik dan sensorik untuk
anggota gerak bawah kontralateral, juga merupakan pusat inhibitoris dari kandung kemih
(pusat miksi).
Gejala yang akan timbul apabila terjadi gangguan pada aliran darah serebri anterior
adalah paralisis kontralateral dan gangguan sensorik yang mengenai anggota gerak
bawah. Selain itu, dapat pula dijumpai gangguan kendali dari miksi karena kegagalan
dalam inhibisi refleks kontraksi kandung kemih, dengan dampak terjadi miksi yang
bersifat presipitatif.
2. Arteri serebri media
Arteri serebri media merupakan arteri yang mensuplai sebagian besar dari
hemisfer serebri dan struktur subkortikal dalam, yang mencakup area divisi kortikal
superior, inferior, dan lentikolostriaka.
Gejala yang akan timbul apabila mengenai divisi kortikal superior yaitu
menimbulkan hemisensorik kontralateral dengan distribusi serupa, tetapi tanpa disertai
hemianopia homonimus. Seandainya hemisfer yang terkena adalah sisi dominan, gejala
juga akan disertai dengan afasia Brocca (afasia ekspresif) yang memiliki ciri berupa
gangguan ekspresi berbahasa. Gejala pada divisi kortikal inferior jarang terserang secara
tersendiri, dapat berupa homonimus hemianopia kontralateral, gangguan fungsi sensorik
kortikal, seperti graphestesia, stereonogsia kontralateral, gangguan pemahaman spasial,
anosognosia, gangguan identifikasi anggota gerak kontralateral, dan apraksia. Pada lesi
yang mengenai sisi dominan, maka akan terjadi pula afasia Wernicke (afasia reseptif).
Apabila stroke terjadi akibat oklusi di daerah bifurkasio atau trifurkasio (lokasi
percabangan arteri serebri media) dimana merupakan pangkal dari divisi superior dan
inferior, maka akan terjadi stroke yang berat. Dengan demikian, akan terjadi hemiparesis
dan hemisensorik kontralateral, yang lebih melibatkan wajah dan lengan dibanding kaki,

32
terjadi homonimus hemianopia, dan bila mengenai sisi dominan akan terjadi afasia
global (perseptif dan ekspresif).
Oklusi yang terjadi di pangkal arteri serebri media akan mengakibatkan aliran
darah ke cabang lentikulostriata terhenti dan akan terjkadi stroke yang lebih hebat.
Sebagai dampaknya, selain gabungan gejala pada oklusi di bifurkarsio atau trifurkarsio
seperti yang disebutkan di atas, juga akan didapatkan gejala paralisis kaki sisi
kontralateral.
3. Arteri karotis interna
Arteri karotis interna merupakan arteri yang berpangkal pada ujung arteri karotis
komunis yang membelah dua. Arteri karotis interna bercabang-cabang menjadi arteri
serebri anterior dan media, juga menjadi arteri oftalmikus yang memberikan suplai darah
ke retina.
Berat ringannya gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri karotis interna
ditentukan oleh aliran kolateral yang ada. Kurang lebih sekitar 15% stroke iskemik yang
disebabkan oklusi arteri karotis interna ini akan didahului oleh gejala TIA atau gejala
gangguan penglihatan monokuler yang bersifat sementara, yang mengenai retina mata
sisi ipsilateral.
Secara keseluruhan, gejala yang muncul merupakan gabungan dari oklusi arteri
serebri media dan anterior ditambah gejala akibat oklusi arteri oftalmikus yang muncul
sebagai hemiplegia dan hemisensorik kontralateral, afasia, homonimus hemianopia, dan
gangguan penglihatan ipsilateral.
4. Arteri serebri posterior
Arteri serebri posterior merupakan cabang dari arteri basilaris yang memberikan
aliran darah ke korteks oksipital serebri, lobus temporalis medialis, talamus, dan bagian
rostral dari mesensefalon. Emboli yang berasal dari arteri basilaris dapat menyumbat
arteri ini.
Gejala yang muncul apabila terjadi oklusi pada arteri serebri posterior
menyebabkan terjadinya homonimus hemianopia yang mengenai lapangan pandang
kontralateral. Sedangkan oklusi yang terjadi pada daerah awal arteri serebri posterior
pada mesensefalon akan memberikan gejala paralisis pandangan vertikal, gangguan
nervus kranialis okulomotorik, oftalmoplagia internuklear, dan defiasi vertikal drai bola
mata.
Apabila oklusi mengenai lobus oksipital sisi hemisfer dominan, dapat terjadi
afasia anomik (kesulitan menyebutkan nama benda), aleksia tanpa agrafia (tidak dapat
33
membaca tanpa kesulitan menulis), agnosia visual (ketidakmampuan untuk
mengidentfikasi objek yang ada di sisi kiri), dan akibat adanya lesi di korpus kalosum
menyebabkan terputusnya hubungan korteks visual kanan dengan area bahasa di
hemisfer kiri. Oklusi yang mengenai kedua arteri serebri posterior (kanan dan kiri)
mengakibatkan penderita mengalami kebutaan kortikal, gangguan ingatan dan
prosopagnosia (ketidakmampuan mengenali wajah yang sebenarnya sudah dikenali).

5. Arteri basilaris
Arteri basilaris merupakan gabungan dari sepasang arteri vertebra. Cabang dari
arteri basilaris memberikan suplai darah untuk lobus oksipital, lobus temporal media,
talamus media, kapsula internal krus posterior, batang otak dan serebelum.
Gejala yang muncul akibat oklusi trombus arteri basilaris menimbulkan defisit
neurologis bilateral dengan keterlibatan beberapa cabang arteri. Trombosis basiler
mempengaruhi bagian proksimal dari arteri basilaris yang memberikan darah ke pons.
Keterlibatan sisi dorsal pons mengakibatkan gangguan pergerakan mata horizontal,
adanya nigtagmus vertikal, dan gerakan okular lainnya seperti konstriksi pupil yang
reaktif, hemiplegi yang sering disertai koma dan sindrom oklusi basiler dengan
penurunan kesadaran.
Emboli dari arteri vertebralis yang menyumbat bagian distal arteri basilaris
mengakibatkan penurunan aliran darah menuju formasio retikularis asendens di
mesensefalon dan talamus sehingga timbul penurunan kesadaran. Sedangkan emboli
yang lebih kecil dapat menyumbat lebih rostral dan pada kasus demikian, mesensefalon,
talamus, lobus temporal, dan oksipital dapat mengalami infark. Kondisi ini dapat
mengakibatkan gangguan visual (hemianopia homonim, buta kortikal), visiomotor
(gangguan gerak konvergen, paralisis penglihatan vertikal, diplopia), dan prilaku
(terutama disorientasi) abnormal tanpa gangguan motorik.
6. Cabang vertebrobasilar Sirkumferensial
Cabang sirkumferesial dari arteri vertebralis dan basilaris adalah arteri sereberalis
inferior posterior, sereberalis inferior anterior, dan sereberalis superior.
Gejala yang terjadi akibat oklusi arteri sereberalis inferior posterior
mengakibatkan sindrom medular lateral (Wallenberg’s syndrome). Sindrom ini dapat
disertai ataksia sereberalis ipsilateral, sindrom Horner, defisif sensoris wajah,
hemihipertesi alternan, nistagmus, vertigo, mual muntah, disfagia, disartria, dan cegukan.
Oklusi arteri sereberalis inferior anterior akan mengakibatkan infark sisi lateral dari
34
kaudal pons dan menimbulkan sindrom klinis seperti paresis otot wajah, kelumpuhan
pandangan, ketulian, dan tinitus. Oklusi arteri sereberalis superior akan mengakibatkan
sindrom lateral rostral pons yang menyerupai lesi dengan disertai adanya optokinetik
nistagmus atau skew deviation.
7. Cabang vertebrobasiler paramedian
Cabang arteri paramedian memberi aliran darah sisi medial batang otak mulai
dari permukaan ventral hingga dasar ventrikel IV. Struktur pada regio ini meliputi sisi
medial pedunkulus sereberi, jaras sensorik, nukleus rubra, formasio retikularis, nukleus
kranialis (N.III, N. IV, N.VI, N.XII).
Gejala yang diakibatkan oleh oklusi arteri ini tergantung dimana oklusi terjadi.
Oklusi pada mesensefalon menimbulkan paresis nervus okulomotor (N.III) ipsilateral
disertai ataksia. Paresis nervus abdusen (N.VI) dan nervus fasialis (N.VII) ipsilateral
terjadi pada lesi daerah pons, sedang paresis nervus hipoglosus (N.XII) terjadi jika letak
lesi setinggi medula oblongata. Manifestasi klinis dapat berupa koma apabila lesi
melibatkan kedua sisi batang otak.
8. Cabang vertebrobasilar basalis
Percabangan ini berasal dari arteri sirkumferensial yang memasuki sisi vertebral
batang otak dan memberi aliran darah jaras motorik batang otak. Gejala yang
ditimbulkan akibat oklusi arteri basilaris yaitu hemiparesis kontralateral, dan apabila
nervus kranialis (N.III, N.VI, N.VII) terkena terjadilah paresis nervus kranialis
ipsilateral.
9. Infark lakunar
Infark lakunar sering terjadi pada nukleus dalam dari otak (putamen 37%, talamus
14%, nukleus kaudatus 10%, pons 26%, kapsula interna krus posterior 10%). Terdapat 4
macam sindrom infark lakunar yaitu hemiparesis murni, stroke sensorik murni,
hemiparesis ataksik, dan sindroma dysarthria-clumsy hand.

DIAGNOSIS STROKE

Proses penyumbatan pembuluh darah otak mempunyai beberapa sifat klinik yang
spesifik:7,8
1. Timbul mendadak

35
2. Menunjukkan gejala-gejala neurologis kontralateral terhadap pembuluh yang
tersumbat. Tampak sangat jelas pada penyakit pembuluh darah otak sistem karotis dan
perlu lebih teliti pada observasi sistem vertebro-basiler. Meskipun prinsipnya sama.
3. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan otak. Sedangkan
pada stroke iskemik lebih jarang terjadi penurunan kesadaran.
Setiap penderita segera harus dirawat karena umumnya pada masa akut (minggu 1-2)
akan terjadi perburukan akibat infark yang meluas atau terdapatnya edema serebri atau
komplikasi-komplikasi lainnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
neurologic, dan pemeriksaan penunjang.
DASAR DIAGNOSA
Anamnesis
Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut
mencong atu bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini timbul
sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, mau sholat, selesai sholat, sedang bekerja atau
sewaktu istirahat.
Selain itu perlu ditanyakan pula faktor-faktor risiko yang menyertai stroke misalnya
penyakit kencing manis, darah tinggi dan penyakit jantung. Dicatat obat-obat yang sedang
dipakai. Selanjutnya ditanyakan pula riwayat keluarga dan penyakit lainnya.
Pada kasus-kasus berat yaitu dengan penurunan kesadaran sampai koma, dilakukan
pencatatan perkembangan kesadaran sejak serangan terjadi. Anamnesis tersebut harus
memperoleh informasi tentang berikut ini:
1. Karakteristik gejala dan tanda:
 Modalitas mana yang terlibat (motorik, sensoris, visual)?
 Daerah anatomi mana yang terlibat (wajah, lengan, tangan, kaki, dan apakah
seluruh atau sebagian tungkai, satu atau kedua mata)?
 Apakah gejala-gejala tersebut fokal atau non fokal
 Apa kualitasnya (apakah negatif misalnya hilang kemampuan sensoris,
hilangnya kemampuan motorik atau visual) atau positif (misalnya
menyebabkan sentakan tungkai (limb jerking), kesemutan, halusinasi)?
2. Apa konsekuensi fungsionalnya (misalnya tidak bisa berdiri, tidak bisa mengangkat
tangan)
3. Kecepatan onset dan perjalanan gejala neurologi:
 Kapan gejala tersebut dimulai (hari apa dan jam berapa)?

36
 Apakah onsetnya mendadak?
 Apakah gejala tersebut lebih minimal atau lebih maksimal saat onset; apakah
menyebar atau semakin parah secara bertahap, hilang timbul, ataukah
progresif dalam menit/jam/hari. Atau apakah ada fluktuasi antara fungsi
normal dan abnormal.
4. Apakah ada kemungkinan presipitasi.
 Apa yang pasien sedang lakukan pada saat dan tidak lama sebelum onset
5. Apakah ada gejala-gejala lain yang menyertai, misalnya:
 Nyeri kepala, kejang epileptik, panic atau anxietas, muntah, nyeri dada.
6. Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit keluarga yang relevan.
 Apakah ada riwayat TIA atau stroke terdahulu?
 Apakah ada riwayat hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, angina,
infark miokard, intermittent claudicatio, atau arteritis?
7. Apakah ada perilaku atau gaya hidup yang relevan?
 Merokok, konsumsi alcohol, diet, aktivitas fisik, obat-obatan (khusus obat
kontrasepsi oral, obat antitrombotik, antikoagulan, dan obat-obatan
rekreasional seperti amfetamin).

PEMERIKSAAN FISIK
Setelah penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti tekanan
darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran penderita. Jika
kesadaran menurun, tentukan skor dengan Skala Koma Glasgow agar pemantauan
selanjutnya lebih mudah. Jika pasien tidak dapat berespon terhadap stimulasi verbal, harus
mencoba membangkitkan respon stimulasi taktil dengan cara mengguncang hingga mencubit,
menekan kuku, dan mencubit dada, tetapi seandainya penderita sadar tentukan berat
kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf-saraf otak dan motorik apakah
fungsi komunikasi masih baik atau adakah disfasia.
Waspada dengan ketidakmampuan untuk memahami bahasa yang disampaikan maka
menunjukkan afasia atau abulia berat. Dysnomia (gangguan mengingat nama objek atau
kata), kesalahan paraphrase, dan cara berbicara yang sulit dengan gagap semuanya
menunjukkan dugaan afasia. Ketidakmampuan untuk memperhatikan stimuli pada satu sisi
lapang pandang atau tubuh menunjukkan neglect syndrome. Temuan tunggal berupa
ketidakmampuan pasien untuk menentukan atau mengidentifikasi tangan kirinya sendiri

37
adalah bukti kuat untuk kejadian disfungsi parietalis kanan. Berikutnya, harus dilakukan
pemantauan pasien berupa:

 Fungsi visual, dengan pemeriksaan lapang pandang dan tes konfrontasi


 Pemeriksaan pupil dan refleks cahaya
 Pemeriksaan Doll’s eye phenomenon (jika tidak ada kecurigaan cedera leher)
 Sensasi, dengan memeriksa sensasi korena dan wajah terhadap benda tajam
 Gerakan wajah mengikuti perintah atau sebagai respon terhadap stimuli noxious
(menggelitik hidung)
 Fungsi faring dan lingual, dengan mendengarkan dan mengevaluasi cara berbicara
dan memeriksa mulut
 Fungsi motorik dengan memeriksa gerakan pronator, kekuatan, tonus, kekuatan
gerakan jari tangan atau jari kaki
 Fungsi sensoris, dengan cara memeriksa kemampuan pasien untuk mendeteksi
sensoris, dengan jarum, rabaan, vibrasi, dan posis (tingkat level gangguan sensibilitas
pada bagian tubuh sesuai dengan lesi patologis di medulla spinalis, sesuai
dermatomnya)
 Fungsi serebelum, dengan melihat cara berjalan penderita dan pemeriksaan
disdiadokokinesis
 Ataksia pada tungkai, dengan meminta pasien menyentuh jari kaki pasien ke tangan
pemeriksa
 Refleks asimetri (contoh: refleks fisiologi anggota gerak kanan meningkat, yang kiri
normal)
 Refleks patologis (Babinski, Chaddock).7,8
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
 Pemeriksaan darah rutin
 Pemeriksaan kimia darah lengkap:
o Gula darah sewaktu
Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia reaktif. Gula darah dapat
mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur kembali
turun.

38
o Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim SGOT, SGPT,
CPK, dan profil lipid (trigliserida, LDH, HDL serta total lipid)
 Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap):
o Waktu protrombin
o APTT
o Kadar fibrinogen
o D-dimer
o INR
o Viskositas plasma

 Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi:


o Protein S
o Protein C
o ACA
o Homosistein
 Pemeriksaan Neurokardiologi
Pada sebagain kecil penderita stroke terdapat juga perubahan elektrokardiografi.
Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat serangan infark jantung atau pada
stroke dapat terjadi perubahan-perubahan elektrokardiografi sebagai akibat perdarahn
oatak yang menyerupai suatu infark miokard. Dalam hal ini pemeriksaan khusus atas
indikasi, misalnya CK-MB follow-up nya akan memastikan diagnosis. Pada
pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik, mengarah kepada kemungkinan adanya
potensial source of cardiac emboli (PSCE) maka pemeriksaan echocardiography
terutama Transesofagial ekokardiografi dapat diminta untuk visualisasi emboli
cardial.
 Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang paling penting adalah
1. CT-Scan otak; segera memperlihatkan perdarahan intraserebral. Pemeriksaan
ini sangat penting karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan infark
otak. Pada infark otak, pemeriksaan CT-Scan otak mungkin tidak
memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari-hari pertama,

39
biasanya tampak setelah 72 jam serangan. Jika ukuran infark cukup besar dan
hemisferik. Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh
karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk memastikan proses
patologik di batang otak.
2. Pemeriksaan foto toraks:
 Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke dan adakah kelainan lain pada jantung.
 Selain itu dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial
mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk prognosis.6.7

PENATALAKSAAN

Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan
tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak
meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid;
hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan
otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin
time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan
analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan
mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit.
Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk
membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu,
menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien
yang dapat dilakukan keluarga.2,3
Stroke Iskemik
Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 30˚, kepala dan dada pada satu bidang; ubah
posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil

40
analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan
antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid
atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung
glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik;
jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang
nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg
% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula
darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv
sampai
kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai
gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220
mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2
kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal
jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan
obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi
NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8
jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik
masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥
110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100
mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan peroral (fenitoin, karbamazepin). Jika
kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25
sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum
memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus
dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan
hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.

Terapi khusus:

41
Terapi medik stroke iskemik akut dapat dibagi menjadi 2 bagian seperti pada
penderita dengan kedaruratan medik perlu ditekankan bahwa penanganan stroke akut, harus
disamakan dengan keadaan darurat pada jantung, karena baik pada kedaruratan kardiologik
maupun neurologic, faktor waktu adalah sangat penting, akhirnya otak dan sel-sel neuron
harus diselamatkan secara cepat, karena kondisi otak tidak mrmpunyai “anaerob glycolysis”
sehingga “survival time” hanya beberapa menit pada iskemik otak fokal dan lebih lama
(mendekati 60’) pada iskemia global. Terapi medic stroke merupakan intervensi medic
dengan tujuan mencegah luasnya proses sekunder dengan menyelamatkan neuron-neuron di
daerah penumbra serta merestorasikan fungsi neurologic yang hilang.
Pengobatan medik yang spesifik dilakukan dengan dua prinsip dasar yaitu:
1. Pengobatan medik untuk memulihkan sirkulasi otak di daerah yang terkena stroke,
kalau mungkin sampai keadaan sebelum sakit. Tindakan pemulihan sirkulasi dan
perfusi jaringan otak disebut sebagai terapi reperfusi.
2. Untuk tujuan khusus ini digunakan ibat-obat yang dapat menghancurkan emboli atau
thrombus pada pembuluh darah.

Terapi trombolisis

Obat yang diakui FDA sebagai standar ini adalah pemakaian t-TPA (recombinant –
tissue plasminogen activator) yang diberikan pada penderita stroke akut baik i.v maupun intra
arterial dalam waktu kurang dari 3 jam setelah onset stroke. Diharapkan dengan pengobatan
ini, terapi penghancuran thrombus dan reperfusi jaringan otak terjadi sebelum ada perubahan
irreversible pada otak yang terkena terutama daerah penumbra.

1. Terapi reperfusi lainnya adalah pemberian antikoagulan pada stroke iskemik akut.
Obat-obatan yang diberikan adalah heparin atau heparinoid (fraxiparine). Obat ini
diharapkan akan memperkecil trombus yang terjadi dan mencegah pembentukan
thrombus baru. Efek antikoagulan heparin adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi
dan mencegah/memperkecil pembentukan fibrin dan propagasi thrombus.
2. Pengobatan anti platelet pada stroke akut.
Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut stroke sangat dianjurkan. Uji
klinis pemberian aspirin pada fase akut menurunkan frekuensi stroke berulang dan
menurunkan mortalitas penderita stroke akut.

Terapi neuroprotektif

42
Pengobatan spesifik stroke iskemik akut yang lain adalah dengan obat-obat
neuroprotektor yaitu obat yang mencegah dan memblok proses yang menyebabkan kematian
sel-sel terutama di daerah penumbra. Obat-onat ini berperan dalam menginhibisi dan
mengubah reversibilitas neuronal yang terganggu akibat “ischemic cascade”. Termasuk
dalam kaskade ini adalah: kegagalan hemostasis Calsium, produksi berlebih radikal bebas,
disfungsi neurotransmitter, edema serebral, reaksi inflamasi oleh leukosit, dan obstruksi
mikrosirkulasi. Proses “delayed neuronal injury” ini berkembang penuh setelah 24-72 jam
dan dapat berlangsung sampai 10 hari.

Banyak obat-obat yang dianggap mempunyai efek neuroprotektor antara lain:


citicoline, pentoxyfilline, pirasetam. Penggunaan obat-obat ini melalui beberapa
percobaan dianggap bermanfaat, dalam skala kecil.7,8

STADIUM SUBAKUT

Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara,
dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang,
dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan
kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan
sekunder.

Terapi fase subakut:

- Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,


- Penatalaksanaan komplikasi,
- Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien),yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi
kognitif, dan terapi okupasi,
- Prevensi sekunder
- Edukasi keluarga dan Discharge Planning

Komplikasi dan Prognosis Stroke


Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan
deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi
neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi
neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan

43
mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul.
Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari
disabilitas permanen.
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan
prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah
yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome
fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam
ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome
fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.
PENCEGAHAN STROKE
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan
mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok
risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat
dilakukan adalah:
 Mengatur pola makan yang sehat
 Melakukan olah raga yang teratur
 Menghentikan rokok
 Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
 Memelihara berat badan yang layak
 Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
 Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
 Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
 Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor risiko
yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti
hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.

44
BAB IV
KESIMPULAN

Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang
berkembang dengan cepat yang berupagangguan fungsional otak fokal maupun global secara
mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam yang tidak disebabkan oleh sebab lain
selain penyebab vaskuler.

Gejala neurologis fokal adalah gejala-gejala yang muncul akibat gangguan di daerah
yang terlokalisir dan dapat teridentifikasi. Misalnya kelemahan unilateral akibat lesi di traktus
kortikospinalis. Gangguan non fokal/global misalnya adalah terjadinya gangguan kesadaran
sampai koma. Gangguan neurologi non fokal tidak selalu disebabkan oleh stroke.

Stroke terbagi menjadi 2 macam berdasarkan etiologi dan patogenesisnya, yaitu


stroke hemoragik ( perdarahan intraserebral dan perdarahan sub aracnoid) dan stroke non
hemoragik (stroke iskemik). Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di
dalam otak, sedangkan stroke iskemik disebabkan oleh trombolitik atau sumbatan pembuluh
darah sehingga asupan darah ke otak tidak lancar.

Penanganan stroke dibagi beberapa tahap, yaitu tahap promotif, tahan prevensi
primer, dan tahap prevensi sekunder. Dalam tahap promotif dilakukan pencegahan timbulnya
faktor resiko stroke dengan cara melakukan gaya hidup sehat pada individu sehat yang belum
mempunyai faktor resiko. Tahap prevensi primer dilakukan untuk mengendalikan faktor
resiko yang telah terjadi dengan dukungan gaya hidup sehat pada individu yang telah
mempunyai faktor resiko agar tidak terjadi TIA/Stroke dapat sembuh dalam kurun kurang

45
dari 24 jam. Tahap prevensi sekunder dilakukan terapi medikamentosa seperti antikoagulan
atau antiplatelet, bila perlu dilakuna tindakan bedah seperti Tromboektomi dan Angioplasti +
Stenting. Setelah keadaan membaik dapat didukung dengan gaya hidup sehat dan
mengendalikan faktor resiko secara teratur agar dapat mencegah stroke berulang.
Stroke non hemoragik akibat trombus terjadi karena penurunan aliran darah pada
tempat tertentu di otak melalui proses stenosis sehingga terjadi kaskade molekular yang
bersifat multi fisiologi. Keseluruhan mekanisme patofisiologi dari stroke bersifat kompleks
dan hasil akhir dari kaskade iskemia adalah kematian neuronal dan diikuti oleh hilangnya
fungsi normal dari neuron yang terkena. Daerah penumbra inilah yang menjadi sasaran terapi
pada penderita dengan stroke. Faktor kecepatan dan ketepatan dalam mendiagnosis dan
menatalaksana penderita stroke sangat menentukan keberhasilan terapi, prognosis, dan
kemungkinan komplikasi pada penderita. Melalui pemahaman mengenai mekanisme
selular.13
pada otak, seorang praktisi kesehatan akan dapat membuat keputusan klinis yang
cepat dan tepat terutama dalam memutuskan tatalaksana dini pasien dengan kecurigaan
stroke, khususnya stroke non-hemoragik tipe trombus.14

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Goldszmidt AJ, Caplan LR. Stroke Essentials. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, 2009.
2. Misbach HJ. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 1999.
3. Gofir A. Manajemen Stroke: Evidence Based Medicine. Jakarta: Pustaka Cendekia
Press, 2009.
4. Brass LM. Stroke. Available at http://www.med.yale.edu/library/heartbk/18.pdf.
Accessed on 10th January 2012.
5. Smith WS, Johnston SC. Cerebrovascular Diseases. In: Harrison’s Neurology in Clinical
Medicine. California: University of California, San Framsisco, 2006: 233-271.
6. Primary Prevention of Stroke, AHA/ASA Guideline, Stroke, June 2006; 1583-1633.
7. Guidelines Stroke 2004. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, Seri Ketiga.
Jakarta, 2004.
8. Rasyid A, Soertidewi L. Unit Stroke: Manajemen Stroke Secara Komprehensif. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.
9. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke
2009. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2009.
10. 1. Truelsen, T. Begg, S. Mathers, C. The Global Burden of Cerebrovascular Disease. 2000.
Burden of Diseases. World Health Organization. 2000. Tersedia di:
http://www.who.int/healthinfo/statistics/bod_cerebrovasculardiseasestroke.pdf (Akses: 8
November 2012)
11. 2. Hinkle, JL. Guanci, MM. Acute Ischemic Stroke Review. J Neurosci Nurs. 2007; 39 (5): 285-
293, 310

47
12. 3.Maas, MB. Safdieh, JE. Ischemic Stroke: Pathophysiology and Principles of Localization.
Neurology Board Review Manual. Neurology. 2009; 13(1): 2-16
13. 4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 8 Dari 1000 Orang Indonesia Terkena
Stroke.2011. Tersedia di: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/pressrelease/1703-8-dari-
1000-orang-di-indonesia-terkena-stroke.html (Akses: 8 November 2012)
14. Trent MW, John T, Sung CT, Christopher GS, Sthepen MT. Pathophysiology, treatment, animal
and cellular models of human ischemic stroke. Molecular Neurodegeneration.2011;6:11
15. Guyton, AC. Hall, JE. Aliran Darah Serebral, Cairan Serebrospinal, dan Metabolisme Otak.
Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
2006. Hlm: 801-808
16. 12.Janice L, Hinkle, Mary MK. Acute Ischemic Stroke Review. J Neurosci Nurs. 2007; 39:285-
293, 310
17. 13.Jan, S. Trombosis of Cerebral Vein and Sinuses. N Engl J Med.2005;352:1791-8
18. 14.Stoll, G. Kleinschnitz, C. Nieswandt, B. Molecular Mechanisms of Thrombus Formation in
Ischemic Stroke: Novel Insights and Targets for Treatment. The American Society
ofHematology. Blood. 2008; 112(9): 3555-3562

48

Anda mungkin juga menyukai