Anda di halaman 1dari 31

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

● No. RM : 0109XXXX

● Nama : Nn. RV

● Jenis kelamin : Perempuan

● Tanggal lahir : 19/11/1996

● Usia : 25 tahun

● Pekerjaan : Mahasiswa

● Tanggal MRS : 14 Juli 2022

● Tanggal : 15 Juli 2022


diperiksa

II. ANANMESIS

Autoanamnesa dilakukan pada tanggal 15 Juli 2022 di Bangsal Galilea II

1. Keluhan utama

Nyeri punggung bawah

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada hari Kamis, 14 Juli 2022 pukul 21:00 pasien datang ke RS Bethesda dengan
keluhan nyeri pada punggung bawah sebelah kiri sejak 1 hari sebelumya. Nyeri menjalar hingga
ke ujung kaki kanan dan kiri, nyeri disertai dengan kesemutan. Pasien mengatakan skala nyeri 8-
9. Keluhan memberat saat pasien berjalan dalam waktu lama dan ketika mengendarai motor.
Awalnya pasien merasakan bagian punggung bawah terasa berat kemudian muncul nyeri yang
menjalar. Pasien sudah mengkonsumsi obat dexamethasone dan ibuprofen, namun keluhan tidak
membaik. Kemudian pasien datang ke IGD dan mendapatkan obat anti nyeri injeksi yang
membuat keluhan membaik. Selama beberapa minggu terakhir pasien sering mengalami nyeri
punggung bawah, tetapi keluhan hilang saat pasien istirahat.

III. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

a. Riwayat serupa : (+) Nyeri punggung tapi tidak menjalar sejak 2-3 minggu yang
lalu
b. Hipertensi :-
c. Diabetes Melitus :-
d. Dislipidemia :-
e. Riwayat trauma :-
f. Riwayat kejang :-
g. Riwayat kanker :-
h. Riwayat alergi :-

IV. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

a. Riwayat serupa :-
b. Hipertensi : (+) Ibu
c. DM : (+) Ayah
d. Dsilipidemia :-
e. Riwayat Pengobatan : -
f. Riwayat Alergi :-

V. RIWAYAT GAYA HIDUP

● Merokok : -
● Alkohol :-
● Olahraga : Jarang berolahraga, dulu sempat olahraga renang
● Pola tidur : 7-8 jam dalam sehari
VI. PEMERIKSAAN FISIK

Deskripsi umum (pemeriksaan tanggal 15 Juli 2022)

a. Keadaan umum : Sedang

b. GCS : E4 V5 M6

c. Kesadaran : CM

d. Skala nyeri : 5

e. Tanda Vital :

● Tekanan Darah : 112/76 mmHg


● Nadi : 80 x/menit, regular, kuat angkat
● Suhu : 36,4 0C
● Nafas : 20 x/menit

f. Status Lokalis :

Kepala Normochepali, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), bibir kering (-),
lidah kotor (-), otorrhea (-), rhinorrhea (-)
Leher Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid
peningkatan jugular venous pressure (-)
Thorax
Paru Inspeksi : dada simetris (+), ketinggalan gerak nafas (-), massa (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), fremitus (normal), pengembangan dada
(normal)
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di linea midclavicula sinistra SIC V
Perkusi : batas jantung kiri pada SIC V linea mid axila sinistra,
batas jantung kanan pada SIC V line parasternalis dextra
Auskultasi : suara S1 S2 normal, regular, bising (-)
Abdomen Inspeksi : distensi (-), massa (-)
Auskultasi : peristaltik usus dalam batasnormal
Perkusi : timpani, hepato/splenomegaly (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
Ekstremitas Ekstremitas atas : Oedem (-), CRT < 2 detik, akral hangat
Ekstremitas bawah : Oedem (-), CRT < 2 detik, akral hangat

g. Status Psikiatrik

● Cara berpikir : normal


● Tingkah laku : kooperatif
● Kecerdasan : baik
● Perasaan hati : eutimik
● Ingatan : baik

h. Status Neurologis

Kepala : Bentuk : normochepali


Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba
denyut sangat kuat pada arteri temporalis.
Leher : Pergerakan : baik
Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan
Rangsang meningeal : Kaku kuduk :-
Brudzinski I :-
Brudzinski II : -
Brudzinski III : -
Kernig sign :-
i. Pemeriksaan nervus kranialis

I. N. Olfactorius

Dextra Sinistra

Subyektif Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Obyektif Normal Normal

II. N. Opticus

Dextra Sinistra

Subjektif Normal Normal

Lapang Pandang Normal Normal

Melihat Warna Normal

Fundus Oculi Tidak dilakukan

III. N. Occulomotorius

Dextra Sinistra

Sela Mata Normal Normal

Ptosis - -

Pergerakan Bulbus Normal Normal

Strabismus - -

Nistagmus - -

Eksoftalmus - -
Bentuk pupil Isokor Isokor

Ukuran pupil 3 mm 3 mm

Rekfleks cahaya + +

IV. N. Trochlearis

Dextra Sinistra

Pergerakan bola mata ke Normal Normal

Bawah

V. N. Trigeminus

Dextra Sinistra

Membuka mulut Normal Normal

Mengunyah Normal Normal

Menggigit Normal Normal

Refleks kornea Tidak dilakukan

Sensibilitas wajah Normal Normal

VI. N. Abducens

Dextra Sinistra

Pergerakan mata ke Normal Normal


Lateral
Sikap bulbus Normal Normal

VII. N. Facialis

Dextra Sinistra

Menutup mata Normal Normal

Mengerutkan dahi Normal

Memperlihatkan gigi Normal

Menggembungkan pipi Normal

Mencucu Normal

Bersiul Normal

Sensoris 2/3 anterior lidah Tidak dilakukan

VIII. N. Vestibulocochlearis

Sinistra Dextra

Gesekan jari Normal Normal

Rinne Tidak dilakukan

Webber Tidak dilakukan

Scwabach Tidak dilakukan

IX. N. Glossofaringeus
Sensoris Normal

Sensoris lidah 1/3 Tidak dilakukan

posterior

X. N.Vagus

Arkus faring Tidak ada deviasi uvula

Bicara Normal

Menelan Normal

Reflek Muntah Tidak Dilakukan

XI. N. Accessorius

Sinistra Dextra

Mengangkat bahu Normal Normal

Memalingkan wajah Normal

XII. N. Hypoglossus

Pergerakan lidah Normal

Tremor lidah -

Artikulasi Normal

Fasikulasi lidah -
Atrofi papil lidah -

1. Anggota Gerak Atas

Motorik D S
Pergerakan normal normal
Kekuatan 5 5
Tonus
Klonus (-) (-)

Refleks D S
Fisiologis
Bisep +2 +2
Trisep +2 +2
Patologis
Hoffman (-) (-)
Tromner (-) (-)

Sensibilitas D S
Sensibilitas taktil Normal Normal
Perasaan nyeri Normal Normal

Perasaan thermos Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Perasaan diskrim 2 titik Tidak dilakukan Tidak dilakukan

2. Anggota Gerak Bawah

Motorik D S
Pergerakan Lemah, deficit Lemah, deficit
motorik dorsofleksi motorik dorsofleksi
pergelangan kaki, pergelangan kaki,
ekstensi ibu jari kaki ekstensi ibu jari
kaki
Kekuatan 5 5
Klonus (-) (-)

Refleks D S
Fisiologis
Patella +2 +2
Achilles +2 +2
Patologis
Babinski (-) (-)
Chaddok (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Gordon (-) (-)
Bing (-) (-)

Sensibilitas D S
Sensibilitas taktil Dorsum pedis Dorsum pedis
Perasaan nyeri Normal Normal
Perasaan thermos Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perasaan diskrim 2 titik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rasa gerak dan rasa sikap Normal Normal

3. Tes Provokasi
D S
Laseque sign (straight leg test) (+) (+)
Faber (patrick’s sign) (-) (+)
Fadir (contrapatrick sign) (-) (+)
ROM (Aktif) Baik Terbatas

ROM (Pasif) Baik Terbatas

4. Pemeriksaan Vertebra
Lordosis (-), Lifosis (-), Skoliosis(-), nyeri tekan pada palpasi vertebrae
(+)

5. Pemeriksaan Koordinasi
Romberg test : Tidak dilakukan
Tandem Gait : Tidak dilakukan
Finger to Finger : Tidak dilakukan
6. Gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Myoclonik : (-)
Gerakan chorea : (-)
7. Alat vegetatif
Miksi : gangguan miksi (-)
Defekasi : gangguan defekasi (-)
8. Pemeriksaan lain
Nafziger : tidak dilakukan
Valsava : (-)
Spurling : tidak dilakukan
Lhermitte : tidak dilakukan
IV. DIAGNOSIS BANDING (ASSESSMENT)

1. Hernia Nucleus Pulposus

2. Stenosis lumbal
3. Spondilolistesis

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan MRI pada regio Vertebra
Lumbal.
• Kesan: Herniasi protrusion disc central VL4-5 yang menyebabkan
stenosis spinal canal ringan

VI. DIAGNOSIS

• Diagnosis klinis : Low back pain dengan ischialgia

• Diagnosis topik : Medulla spinalis setinggi VL4-5

• Diagnosis etiologi : Herniasi protrusion disc central VL4-5 yang

menyebabkan stenosis spinal canal ringan

VII. TATALAKSANA

● Airway: jalan napas paten. Tidak ada sridor, snoring, gurgling


● Breathing: pasien tidak sesak napas, frekuensi respirasi normal, tidak
sianosis, saturasi oksigen normal.
● Circulation: tidak sianosis, akral hangat, CRV (Capillary Refill time)<2
detik, palpasi denyut nadi (60-100) menit
● Auskultasi jantung (sistolik 100-140 mmHg)
● Disability: kesadaran pasien compos mentis.
● Exposure: tidak ada trauma

• Farmakologi:

R/ Inj ketorolac 30 mg Amp II

S.i.m.m

R/ cap Lansoprazole 30 mg No X

S.1.d.d tab I

R/ tab Methylprednisolone 125 mg Amp I

S.i.m.m

R/ Inj tramadol Amp II

s.i.m.m (dalam 50 cc NaCl. 25 cc/ jam)


R/ tab Paracetamol 500 mg No XV

s.3.d.d. tab I

VIII. SARAN

• Menggunakan korset punggung

• Rehabilitasi medik

• Rujuk Sp. Saraf

IX. EDUKASI

• Edukasi pasien tentang penyebab nyeri punggung serta pengobatan untuk


mengurangi gejala
• Menyarankan pasien untuk banyak beristirahat dan kembali ke aktivitas
normal secara bertahap

• Hindari mengangkat beban berat selama masih sakit

• Apabila pasien sudah pulih (tidak nyeri), hindari untuk membungkuk saat
mengambil barang, tetapi jongkok dulu baru berdiri perlahan

• Menyarankan pasien tidur terlentang untuk mengurangi gejala nyeri

X. PROGNOSIS

• Quo ad Vitam : Dubia ad bonam


• Quo ad Fungtionam : Dubia ad bonam
• Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Low Back Pain merupakan nyeri di sekitar lumbosakral dan sakroiliakal yang disertai
penjalaran ke tungkai sampai kaki. Nyeri punggung adalah nyeri yang berkaitan dengan
bagaimana tulang, ligamen dan otot punggung bekerja, hal ini biasanya terjadi sebagai akibat
gerakan mengangkat, membungkuk, atau mengejan, dan dapat hilang timbul Low Back Pain atau
LBP merupakan nyeri pada punggung bagian bawah, bukan merupakan penyakit atau diagnosis
untuk suatu penyakit namun merupakan nyeri yang dirasakan di area yang terkena bervariasi
lama terjadinya nyeri (Harsono, 2011) .

2.2 KLASIFIKASI

Pasien yang datang dengan LBP harus dieksplorasi etiologinya karena sebenarnya LBP
adalah suatu gejala, bukan penyakit. LBP memiliki beberapa etiologi yang mendasari kondisi
patologisnya. Penyakit yang berkaitan dengan LBP yang dapat diklasifikasikan berdasarkan
etiologinya seperti pada tabel di bawah ini :
Berdasarkan perjalanan klinisnya LBP dibagi menjadi 2 jenis yaitu :

a. Acute Low Back Pain

Rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba, rentang wakunya hanya sebentar, antara
beberapa hari sampai beberapa minggu. Acute Low Back pain dapat disebabkan karena luka
traumatik seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian.

b. Chronic Low Back Pain

Rasa nyeri pada chronic Low Back pain bisa menyerang lebih dari 3 bulan. Rasa nyeri ini
dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki onset yang berbahaya
dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic Low Back pain dapat terjadi karena osteoarthritis,
reumathoidarthritis,proses degenerasidiscus intervertrebalisdan tumor.

Berdasarkan sumber nyerinya, pembagian low back pain dapat dibedakan menjadi 5 jenis (Alber
Canada,2011) yaitu :

a. Spondylogenik

Suatu Nyeri yang disebabkan oleh berbagai proses patologik di kolumna vertebralis yang
terdiri dari unsur tulang (osteogenik), diskus inveterbralis (diskogenik) dan miofasial (miogenik)
dan proses patologik di artikulasio sakroiliaka.

b. Nyeri punggung bawah neurogenik

Nyeri punggung bawah neurogenik misalnya pada iritasi arachnoid dengan sebab apapun
dan tumor-tumor pada spinal durmater dapat menyebabkan nyeri belakang.

c. Nyeri punggung bawah vaskulogenik

Pada nyeri ini Aneurisma atau penyakit vascular perifer dapat menimbulkan nyeri
punggung atau menyerupai iskialgia. Aneurisma abdominal dapat menimbulkan nyeri punggung
bawah di bagian dalam dan tidak ada hubungannya dengan aktivitas fisik.
d. Nyeri punggung bawah viscerogenik

Nyeri punggung bawah yang disebabakan oleh adanya proses patologik di ginjal atau
visera di daerah pelvis serta tumor retroperitoneal. Nyeri viserogenik tidak bertambah berat
dengan aktivitas tubuh dan sebaliknya tidak berkurang dengan istirahat. Pada penderita nyeri
punggung bawah visirogenik yang mengalami nyeri hebat akan selalu mengeliat dalam upaya
untuk meredakan rasa nyerinya.

e. Nyeri punggung bawah psikogenik

Nyeri punggung bawah ini disebabkan oleh ketegangan jiwa atau kecemasan dan depresi
atau campuran antar kecemasan dan depresi.

2.3 FAKTOR RESIKO

Faktor risiko terjadinya low back pain bisa disebabkan karena fakto individu ataupun
lingkungan (Andini, 2015).

1. Faktor Individu

a. Usia

Low Back Pain erat kaitannya dengan usia. Biasanya keluhan ini dirasakan ketika
umur 35-65 tahun. Keluhan pertama dimulai pada usia 35 tahun dan akan terus
meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini dikarenakan umur setengah
baya mengalami penurunan kekuatan dan ketahanan otot sehingga beresiko
terjadinya peningkatan keluhan otot.

b. Jenis Kelamin

Mengenai jenis kelamin, laki-laki dan perempuan memiliki resiko yang sama
terhadap low back pain, namun pada kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat
mempengaruhi timbulnya keluhan low back pain. Pada wanita keluhan ini sering
terjadi ketika siklus menstruasi ataupun fase menopause sehingga menyebabkan
kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga
memungkinkan terjadinya low back pain.

c. Masa Kerja / Lama Kerja

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Boshuizen dalam Pratiwi 2009, seseorang
dengan masa kerja dengan sikap duduk lebih dari 5 tahun memiliki resiko lebih
tinggi terkena Low Back Pain dibandingkan dengan yang masa kerjanya kurang
dari 5 tahun, hal ini dikarenakan pembebanan tulang belakang dalam waktu lama
mengakibatkan rongga diskus menyempit secara permanen serta mengakibatkan
degenerasi tulang belakang yang akan menyebabkan low back pain.

d. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Obesitas dan gangguan fungsional tulang belakang dengan kelemahan dan


kekakuan otot lumbal dapat menyebabkan low back pain. Seseorang dengan berat
badan berlebih, lemak akan disalurkan dan menumpuk di abdomen. Hal ini
menyebabkan kerja lumbal semakin berat untuk menopang tubuh. Lalu tulang
belakang semakin tertekan untuk menerima beban memudahkan terjadinya
kerusakan dan bahaya pada struktur tulang tersebut

2. Faktor Lingkungan

a. Tekanan

Tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak, seperti ketika tangan harus
memegang alat, akan menyebabkan jaringan otot tangan yang lunak menerima
tekanan langsung dari pegangan alat dan apabila sering terjadi dapat
menyebabkan nyeri otot yang menetap.

b. Getaran

Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah.


Kotraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, sehingga
penimbunan asam laktat meningkat, dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.
2.4 PEMERIKSAAN FISIK

· Pemeriksaan tanda vital

· Pengukuran skala nyeri: VAS/NPRS/Faces Scale/CPOT

· Inspeksi

- Perhatikan cara penderita berjalan, berdiri dan sikap berdirinya.


Apakah terdapat deformitas, kelainan anatomik tulang
belakang/alignment (lordosis, kifosis, skoliosis), pelvis yang
miring/tulang panggul yang tidak simetris, dan adanya atrofi otot dari
bagian belakang tubuh. Perhatikan cara penderita duduk dan sikap
duduknya. Perhatikan cara penderita berbaring dan sikap
berbaringnya (Winata, 2015).
- Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan
nyeri pada tungkai bila terdapat stenosis foramen intervertebralis di
lumbal dan artritis lumbal, karena gerakan ini akan menyebabkan
penyempitan foramen sehingga menyebabkan suatu kompresi pada
saraf spinal. Nyeri punggung bawah saat ekstensi ke belakang pada
saat dewasa muda menunjukkan kemungkinan adanya suatu
spondilosis atau spondilolistesis, tetapi ini tidak patognomonik
(Winata, 2015).
- Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan
nyeri pada tungkai bila ada hernia nucleus pulposus (HNP), adanya
ketegangan pada saraf yang terinflamasi di atas suatu diskus protusio,
sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal tersebut dengan jalan
meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di sebelahnya.
(jackhammer effect) (Winata, 2015).
- Periksa Range of Motion (ROM).

· Palpasi

- Cari yang menjadi trigger zone penderita, dan lokasi nyeri berada.

- Pemeriksaan nyeri ketok columna vertebrae.


- Pemeriksaan nyeri tekan lamina.

- Palpasi otot paravertebrae lumbalis

Pemeriksaan Neurologis

- Tes Provokasi: Valsava, Naffziger, Laseque, kontra Laseque,


Braggard/Sicard, Patrick, Kontra Patrick, nyeri ketok costovertebrae
(PERDOSSI, 2016)

o Straight leg raise test/Laseque. Hasil positif 80% sensitif untuk


herniasi diskus pada L4-L5 atau L5-S1 bila nyeri akar saraf L4-
S1 yang menjalar di bawah lutut. Nyeri radikuler pada kaki
yang terkena saat kaki asimtomatik diangkat (crossed straight
leg raise positif) sangat spesifik (tetapi tidak sensitif) untuk
kompresi akar saraf oleh diskus hernia. (Della-Giustina, 2013)

o Reverse straight leg raise test/Kontra Laseque (extending


pinggul dan fleksi lutut saat dalam posisi tengkurap) positif bila
nyeri akar saraf L3 jika menjalar ke paha anterior. (Casazza,
2012)

o Kerning Sign

Pada pemeriksaan ini penderita yang sedang berbaring difleksikan


pahanya pada persendian panggung sampai membuat sudut 90
derajat. Selain itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian
lutut. Biasanya kita dapat melakukan ekstensi ini sampai sudut 135
derajat, antara tungkai bawah dan tungkai atas, bila terdapat
tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka dikatakan
tanda kerning positif.

- Pemeriksaan motorik & sensibilitas tungkai bawah. Pemeriksaan


motorik dilakukan dengan membandingkan kedua sisi untuk
menemukan abnormalitas motoris dengan memperhatikan miotom
yang mempersarafi. Pemeriksaan sensorik dilakukan untuk
menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai dengan dermatom yang
mengenai. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam menunjukkan
informasi lokalisasi dibanding motoris (Winata, 2015).

- Pemeriksaan tonus dan kekuatan otot

Pemeriksaan kekuatan otot dilakukan dengan cara meletakkan tangan


pemeriksa pada dada pasien dan mengarahkan pasien untuk membungkuk
lalu pemeriksa menahan gerakan tersebut untuk menilai kekuatan ototnya.
Cara yang sama dilakukan dengan meletakkan tangan pemeriksa pada
bahu pasien dan menahan gerakan pasien untuk miring dan memutar
tubuhnya ke kanan dan ke kiri. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan pada
ekskremitas bawah. Pasien diposisikan untuk duduk dengan kaki menekuk
90 derajat, pemeriksa meletakkan tangannya pada paha pasien lalu
menahan gerakan paha pasien yang fleksi. Selanjutnya tangan pemeriksa
diletakkan diatas tulang kering pasien lalu menahan gerakan ekstensi kaki
pasien.

2.5 PATOFISIOLOGI

Struktur diskus intervertebral memiliki komposisi jaringan fibrokartilago. Diskus


intervertebral memiliki peran untuk menyerap beban dari kolumna spinalis dan berfungsi untuk
membantu pergerakan halus dari spinal. Diskus memiliki struktur unik yakni struktur bergelatin
yang disebut nukleus pulposus.Diskus dikelilingi oleh bagian yang disebut anulus fibrosus.
Anulus merupakan jaringan fibrous dengan sel mirip kondrosit dan mampu mensistesis sel kaya
akan kolagen dan sedikit proteoglikan. Pada diskus intervertebralis sehat terdapat elemen
vaskular yang memiliki pori-pori yang tersedia untuk ber difusi. Jaringan kaya akan kolagen
pada anulus fibrosus menghasilkan kekuatan namun membatasi ekspansi dari proteoglikan.
Molekul kolagen menyebabkan daya kaku dan dapat berpotensi menyebabkan deformasi
reversibel. Sedangkan Nukleus kaya akan proteoglikan dan biasanya memiliki 70% hingga 80%
kadar air, yang membantu menjaga ketinggian diskus dan menghilangkan beban. Komponen
viskoelastis pada nukleus sering dikaitkan sebagai sering terjadinya insiden ekstrusi pada
vertebra.
1. Nukleus Pulposus
2. Anulus Fibrosus
3. Searabut Kolagen
4. End plate dan tulang
5. Kanal vaskular yang berkontak langsung dengan kartilago
6. Bagian terluar dari annulus fibrosus
7. Sharpey-type Fiber

Hubungan antara degeneratif diskus intervertebral dan low back pain masih belum
sepenuhnya dipahami. Hilangnya struktur pada diskus dapat menjadi pemicu gangguan pada
kemampuan menopang beban pada vertebra. Nyeri punggung dan nyeri radikuler dapat terjadi
pada keadaan tanpa disertai perubahan morfologis. Secara autolog nukleus pulposus dapat
memproduksi sel inflamasi sesuai dengan akar saraf yang terdampak oleh reaksi degeneratif.
Matrix metalloproteinases (MMPs) merupakan enzim zinc dependent. MMPs bertanggung jawab
pada sel matriks ekstraseluluer normal dan melakukan remodeling pada jaringan ikat. MMP-2
dan MMP-9 ditemukan dapat meningkatan dengenerasi pada spesimen diskus vertebral. MMP-1
dan MMP-3 ditemukan berkaitan dengan pathogensis dari herniasi pada diskus. Ekstruksi dari
nukleus pulposus pada spacium epidural menyebabkan munculnya respons auto imun dan
infiltrasi sel inflamasi, mensekresikan sitokin kemotaktik dan makrofag. Sitokin seperti IL-1 dan
tumor nekrosis factor alfa dipercaya dapat meningkatkan MMP. Ekspresi MMP-1 dan MMP-3
tercatat lebih tinggi pada jaringan granulasi, kondrosit, makrofag, dan fibroblas dari ekstrusi
transligamen dan spesimen intervertebralis yang mengalami protrusi. Temuan ini menunjukkan
bahwa jaringan inflamasi yang kaya akan proteinase ini menyebabkan degradasi bahan diskus
dan kolagen yang terkandung dalam ligamen longitudinal posterior. Tampaknya proform MMP,
seperti prostromelysin, disekresikan oleh sel diskus intervertebralis dan proform ini selanjutnya
dapat diaktifkan oleh sitokin.

Dorsal Root Ganglia

Dorsal root ganglia (DRG) dianggap berperan dalam memodulasi nyeri punggung bawah.
DRG memiliki suplai darah yang melimpah tanpa sawar darah otak dan menyediakan
penghubung antara saraf spinal intratekal dan saraf perifer ekstratekal. Nervi nervorum dan
nosiseptor yang sensitif secara mekanis yang terletak di DRG diperkirakan membentuk beberapa
neuropeptida, termasuk peptida dan substansi terkait gen kalsitonin. Terdapat temuan oleh
Harrington et al keparahan nyeri yang disebabkan oleh diskus intervertebralis hernia semakin
buruk bila diskus semakin dekat dengan DRG. DRG memiliki kepadatan tinggi reseptor
glutamat, yang terkait erat dengan nosiseptor dalam DRG. Pemecahan proteoglikan dapat
dipercepat pada diskus intervertebralis yang mengalami herniasi, yang memiliki konsentrasi
neurotransmiter glutamat yang tinggi. Degradasi material diskus intervertebralis yang mengalami
herniasi oleh enzim endogen kemudian dapat menjadi sumber glutamat bebas yang akan
mempotensiasi sinyal nyeri dengan bekerja pada reseptor glutamat pada neuron DRG.

Sinuvertebral Nerve and Nociceptors

SVN muncul dari akar ventral dan gray rami communicantes distal dari DRG. SVN
menginervasi struktur di dalam kanalis vertebralis serta PLL, dura ventral, anulus fibrosus
posterior, dan pembuluh darah. Ini memiliki cabang asenden yang mempersarafi PLL dan cabang
turun yang lebih kecil yang memasok PLL dan anulus fibrosus. Cabang asenden di sepanjang
batas lateral PLL, mencapai diskus intervertebralis di atas, dan tumpang tindih dengan persarafan
cephalad SVN. Ligamentum longitudinal anterior disuplai oleh cabang-cabang rami
communicantes distal dari DRG atau batang simpatis

GRC = Gracy Rami Communicantes


SVN = Saraf Sinuvertebral
ALL = Ligamentum Longitudinal Anterior
PLL = Ligamentum Longitudinal Posterior

Cabang dorsal dari rami primer berjalan di sekitar dasar faset artikularis superior dan
menginervasi kapsula sendi faset lumbal pada tingkat yang sama. Cabang desendens medial
berjalan ke kaudal dan menginervasi otot, ligamen, dan sendi faset di bawahnya. Setiap sendi
facet dengan demikian menerima persarafan dari setidaknya dua saraf tulang belakang.
Nosiseptor adalah ujung saraf terminal perifer dari neuron sensorik yang merespon secara
selektif terhadap rangsangan nyeri. Serabut aferen mekanosensitif dari ligamentum longitudinal
posterior lumbal memiliki fungsi nosiseptif. Terdapat hipotesis bahwa jalur aferen utama nyeri
dari diskus intervertebralis bawah pada pasien dengan nyeri punggung diskogenik bersifat
simpatik dan dimediasi melalui akar saraf L2 melalui SVN .

2.6 DIAGNOSIS
Sebagian besar pasien yang mengeluh nyeri punggung bawah tidak memerlukan
pencitraan diagnostik segera. Jika ada kecurigaan yang rendah terhadap kanker atau patah tulang,
mungkin masuk akal untuk menunda pengujian dan memulai percobaan pengobatan. Namun,
jika ada tingkat kecurigaan sindrom cauda equina atau abses epidural, pemeriksaan segera
diperlukan mengingat konsekuensi serius dari keterlambatan diagnosis. Pasien dengan nyeri
radikular atau radikulopati terkait dengan dugaan herniasi diskus atau klaudikasio neurogenik
terkait dengan dugaan stenosis kanal tulang belakang sentral, tidak perlu dirujuk untuk
pencitraan segera, karena hasilnya tidak akan mengubah manajemen perawatan primer.

Bila ditemukan tanda-tanda red flags maka diperlukan untuk melakukan tes radiologi.
Beberapa tanda-tanda red flags diantaranya :

Gejala klinis dan kemungkinan penyebab dari low back pain :

• Gangguan kandung kemih atau usus, mati rasa , kelemahan lower motor neueron
(pertimbangkan sindrom cauda equina)
• Demam baru dan riwayat penggunaan obat intravena, prosedur tulang belakang,
imunosupresi (pertimbangkan infeksi vertebral)

• Riwayat kanker yang bermetastasis ke tulang (misalnya, payudara, paru-paru,


prostat) (pertimbangkan penyakit metastasis)

• Riwayat osteoporosis, penggunaan steroid sistemik, trauma, usia yang lebih tua
(berusia lebih dari 65 tahun) (pertimbangkan fraktur vertebra jika terdapat beberapa
gambaran)19

• Gejala persisten (lebih dari 12 minggu), usia saat onset kurang dari 45 tahun,
gambaran inflamasi (onset yang berbahaya, tidak ada perbaikan dengan istirahat, nyeri
pada malam hari dan/atau pagi hari yang membaik dengan olahraga atau aktivitas),
manifestasi perifer (mis. , arthritis, entesitis, uveitis, psoriasis) atau riwayat keluarga
spondyloarthritis (pertimbangkan spondyloarthritis aksial)

• Nyeri tungkai pada distribusi saraf tulang belakang dengan atau tanpa nyeri
punggung bawah (pertimbangkan nyeri radikular)

• Kehilangan sensorik, penurunan refleks, kelemahan miotomal pada distribusi


saraf tulang belakang (pertimbangkan radikulopati)

• Bokong bilateral, nyeri paha atau kaki, pseudoklaudikasio (pertimbangkan


stenosis kanalis spinalis sentral (mis. perubahan degeneratif termasuk spondylolisthesis
degeneratif)
Algoritma diagnostik dan tatalaksana berdasarkan Canadian Medical Association Journal

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, antara lain:

1) Pemeriksaan darah lengkap dan urinalisis. Pemeriksaan darah lengkap


seperti hitung darah lengkap dengan diferensial, erythrocyte sedimentation
rate (ESR), dan C reactif protein (CRP) dapat bermanfaat jika dicurigai
infeksi atau neoplasma sumsum tulang. Tes ini mungkin paling sensitif
dalam kasus infeksi tulang belakang karena keterbatasan demam dan
jumlah darah lengkap yang normal umum terjadi pada pasien dengan
infeksi tulang belakang. Pemeriksaan urinalisis dilakukan untuk
menyingkirkan infeksi penyebab penyakit tulang belakang atau penyakit
ginjal primer karena pada penyakit ginjal juga dapat memunculkan
manifestasi klinis nyeri pada punggung bawah

2) Pemeriksaan radiologi.

Pemeriksaan radiologi minimal dapat dilakukan dengan foto polos. Gambaran


radiologis yang sering terlihat normal atau kadang-kadang dijumpai
penyempitan ruang diskus intervertebral, osteofit pada sendi facet,
penumpukan kalsium pada vertebra, pergeseran korpus vertebra
(spondilolistesis), dan infiltrasi tulang oleh tumor. Penyempitan ruangan
intervertebral terlihat bersamaan dengan suatu posisi yang tegang, melurus dan
suatu skoliosis akibat spasme otot paravertebral. Selain itu dapat juga
dilakukan pemeriksaan MRI. Pemeriksaan MRI untuk melihat defek intra dan
ekstra dural serta melihat jaringan lunak. Pada pemeriksaan dengan MRI
bertujuan untuk melihat vertebra dan level neurologis yang belum jelas,
kecurigaan kelainan patologis pada medula spinalis atau jaringan lunak,
menentukan kemungkinan herniasi diskus pada kasus post operasi, kecurigaan
karena infeksi atau neoplasma.

2.8 PENATALAKSANAAN

A. Farmakoterapi
1) Analgetik NSIAD
NSAID merupakan salah satu golongan obat yang digunakan untuk mengurangi
nyeri. Ibuprofen merupakan salah satu obat dari golongan Non Steroid Anti
Inflammatory Drugs (NSAID) yang cukup sering digunakan dalam mengatasi
nyeri. NSAID adalah obat anti nyeri yang menghasilkan analgesia dengan bekerja
di tempat cedera melalui inhibisi sintesis prostaglandin dari prekursor asam
arakidonat. Prostaglandin (terutama PGE1, PGE2, dan PGI2) mensensitasi
nosiseptor dan bekerja secara sinergetis dengan produk inflammatori seperti
bradikinin dan histamin di tempat cedera, sehingga menimbulkan hiperalgesia.
NSAID akan bekerja mengganggu mekanisme transduksi di nosiseptor dengan
menghambat prostaglandin.
2) Pelemas Otot
Salah satu obat pelemas otot yang dapat digunakan adalah Tizanidin dengan dosis
p.o. 2 mg (dosis awal 2 mg/hari sebagai dosis tunggal kemudian naikkan sesuai
dengan respon yang didapat dengan interval kurang lebih 3-4 hari, naikkan 2
mg/hari (diberikan dalam dosis terbagi), biasanya sampai dengan 24 mg/hari
dalam dosis terbagi 3-4; dosis maksimum 36 mg/hari). Selain Tizanide dapat
diberikan juga Eperisone dimana obat ini bekerja dengan mengentikan iskemi otot
dan mengurangi rasa nyeri. Eperisone akan memblokir calcium channel yang akan
menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan antispasme, dosis yang
direkomendasikan adalah 150 mg per hari secara oral untuk pasien dewasa dibagi
menjadi tiga dosis 50 mg sesudah makan.

3) Analgetik Adjuvant

Analgetik adjuvant merupakan obat selain antinyeri yang memiliki efek


mengurangi rasa nyeri. Salah satu obat yang dapat digunakan adalah Gabapentin
dengan dosis p.o. 100 atau 300 mg (300 mg pada hari ke-1, kemudian 300 mg 2
kali sehari pada hari ke-2, 300 mg 3 kali sehari [kira-kira setiap 8 ja] pada hari ke-
3, kemudian ditingkatkan sesuai respons bertahap 300 mg per hari [dalam dosis
terbagi 3] sampai maksimal 1,8 g sehari

b. Non farmakoterapi

1) Fisioterapi (terapi okupasi, dan orthose/prothesa)

· Terapi okupasi: Penanganan yang dapat diberikan antara lain


latihan AKS yang disesuaikan dengan pekerjaan atau keseharian
penderita misalnya melatih penderita mengangkat dan memindahkan
barang-barang pekerjaannya dengan benar sehingga tidak membebani
punggung bawah, melatih penderita menyapu dan mengepel lantai
dengan tepat tanpa membebani punggung bawah, ataupun melatih
pasien duduk sambil menulis, mengetik, atau menyetir tanpa membuat
punggung bawah membungkuk berlebihan.
· Orthose/prothesa: Tujuan ortosis dalam penanganan LBP
adalah membatasi gerakan tulang belakang dan memberikan support
terhadap abdomen. Bagi penderita LBP, korset lumbosakral
memberikan cukup imobilisasi sehingga dapat mengurangi nyeri.
Selain itu, korset ini akan meningkatkan teknanan pada abdomen
sehingga membuat beban pada otot- otot punggung bawah berkurang.
Pada penderita dengan herniasi diskus atau degeneratif, korset ini
membantu sekali mengurangi nyeri. Bila pada penderita LBP karena
keganasan alat bantu seperti walker dapat membantu ambulasi serta
mengurangi nyeri.

2) Operatif (bila terdapat indikasi)

Tindakan operatif dilakukan bila ditemukan defisit


neurologik, terutama bila menetap dan progresif.

DAFTAR PUSTAKA
Alberta Canada Institute of Health Economics. Guideline for the EvidenceInformed
Primary Care Management of Low Back Pain. 2011.

Andini F. 2015. Risk Factors Of Low Back Pain In Workers. J MAJORITY | Volume 4
Nomor 1. Hal 12-18.

Harsono.2011. Buku Ajar Neurologi Klinis. Cetakan kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Biyani, A., & Anderson, G. B. (2004, April). Low back pain: Pathophysiology and
management - spine dragon. http://www.spinedragon.com/. Retrieved July 17, 2022, from
http://www.spinedragon.com/student_material/reading/2017_lbp_-
_pathophysiology_and_mx.pdf

Traeger, A., Buchbinder, R., Harris, I., & Maher, C. (2017). Diagnosis and management
of low-back pain in primary care. Canadian Medical Association Journal, 189(45).
https://doi.org/10.1503/cmaj.170527

DePalma, M. G. (2020). Red Flags of Low Back pain. Journal of the American Academy
of Physician Assistants, 33(8), 8–11. https://doi.org/10.1097/01.jaa.0000684112.91641.4c

Anda mungkin juga menyukai