Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

CKR

Disusun oleh:
Akbar Palmaesaza
1102012014

Pembimbing :
dr. Maula N. Gaharu Sp. S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.I R.S. SUKANTO
Periode 28 Januari 2017 – 3 maret 2018

0
BAB I
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : An P
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 15 tahun
Agama : Islam
Satatus pernikahan : belum Menikah
Pekerjaan : pelajar
Alamat : jl cendarawasih III, Sukamaju ( Depok)
Tanggal masuk RS : 02 Februari 2018
Tanggal pemeriksaan : 07 Februari 2018

II. Anamnesis
Secara autoanamnesis pada tanggal 07 februari 2018.

• Keluhan Utama : pusing pada seluruh bagian kepala post KLL kendaraan bermotor
sejak 5 jam SMRS.
• Keluhan Tambahan : tidak ada
• Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan pusing pada seluruh bagian kepala post KLL
kendaraan bermotor tunggal sejak 5 jam SMRS. Awalnya pasien mengendarai motor
sendirian, kemudian pasien mengaku mengendarai motor sambil bermain hp, dan
tidak lama kemudian Pasien kehilangan keseimbangan setelah menghindari lobang
pada jalanan. Pasien mengaku tidak memakai helm, pasien mengaku kepala bagian
belakangnya membentur aspal kemudian pasien kehilangan kesadarannya. Terdapat
luka pada bagian belakang kepalanya. Pingsan(+), Mual (+), muntah (-), kejang (-).
BAB dan BAK dalam batas normal.

 Riwayat penyakit dahulu:


₋ Riwayat hipertensi : (-)
₋ Riwayat diabetes : (-)

1
 Riwayat Kebiasaan
₋ Alkohol : disangkal
₋ Narkoba : disangkal
₋ Merokok : disangkal

 Riwayat penyakit keluarga:


Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit serupa.

III. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 07 Februari 2018.

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda vital :

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Pernafasan : 21x/menit

Nadi : 80x/menit

Suhu : 36,4 oC

Status Generalis

1. Kepala : Normocephal
2. Mata : Mata normal, Sklera ikterik -/-, Konjugtiva Anemis -/-, pupil
isokor 3mm/3mm, super sillia asimetris, palpebral superior asimetris
3. Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), secret (-), hiperemis (-)
4. Mulut : Deviasi uvula (-), arcus faring tidak hiperemis, atrofi (-).
5. Telinga : Bentuk simetris, massa (-), nyeri tekan (-), hiperemis (-), sekret (-)
6. Leher : Trakea di tengah, tidak teraba pembesaran KGB.

7. Thoraks:
Inspeksi : simetris pada keadaan statis dan dinamis

Palpasi : fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri

Perkusi : sonor pada kedua lapang paru


2
Auskultasi : Cor : bunyi jantung I/II regular,murmur (-),gallop (-)
Pulmo: suara napas vesikular, ronki(-), wheezing (-)

8. Abdomen:
Inspeksi : perut buncit, sikatrik (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus normal

9. Ekstremitas: akral hangat, edema tungkai (-)

Status Neurologis

GCS: E4 M6 V5

Tanda Rangsang Meningeal:

Kanan Kiri

Kaku kuduk -

Brudzinki 1 - -

Laseque - -

Kernig - -

Brudzinski 2 - -

Saraf Kranial

Kanan Kiri

N.I Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N.II

Visus Normal Normal

Lapang pandang Normal Normal

Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N.III, IV, VI

3
M.rectus medius Normal Normal

M.rectus superior Normal Normal

M.rectus inferior Normal Normal

M.obliqus inferior Normal Normal

Refleks cahaya langsung + +

Refleks tak langsung + +

N.V

Sensorik
V1 Normal Normal
V2 Normal Normal
V3 Normal Normal
Refleks Kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Motorik
Mengigit Normal Normal
Membuka rahang Normal Normal

N.VII
Sensorik (pengecapan Tidak dilakukan
2/3 anterior lidah)

Motorik Mengerutkan dahi = Normal

Mengangkat alis = asimetris

Memejamkan mata = asimetris

Meringis/senyum = asimetris

Menggembungkan pipi = Normal

Mencucu = Normal

Plika nasolabialis = Normal

N.VIII

Garpu tala Tidak dilakukan


Rhinne
Weber

4
Swabach

N.IX

Refleks Menelan Tidak dilakukan

Pengecapan 1/3 posterior Tidak dilakukan


lidah

N.X

Refleks muntah Tidak dilakukan

Letak uvula Ditengah

N.XI

Mengangkat bahu Normal Normal

Memalingkan kepala Normal Normal

N.XII

Deviasi lidah (-)

Atrofi (-)

Fasikulasi (-)

Tremor (-)

Pemeriksaan Motorik

Kanan Kiri

Kekuatan

Ekstremitas atas 4444 4444

Ekstremitas bawah 2222 2222

Tonus

Ekstermitas atas Normotonus Normotonus

Ekstremitas bawah hipotonus Hipotonus

Refleks Fisiologis

5
Biceps + +
Triceps + +
Patella + +
Achilles + +

Refleks Patologis
Hoffman - -
Tromner - -
Babinski - -
Chaddock - -
Schaefer - -
Gordon - -
Oppenheim - -

Sensorik

Kanan Kiri

Raba halus

Ekstremitas atas Normal Normal

Ekstremitas bawah Normal Normal

Nyeri

Ekstremitas atas Normal Normal

Ekstremitas bawah Normal Normal

Suhu

Ekstremitas atas Tidak dilakukan

Ekstremitas bawah Tidak dilakukan

Getar

6
Ekstremitas atas Tidak dilakukan

Ekstremitas bawah Tidak dilakukan

Proprioseptif

Ekstremitas atas Normal Normal

Ekstremitas bawah Normal Normal

Otonom

BAB Normal

BAK Normal

Hidrosis Normal

Koordinasi

Romberg Tidak dilakukan

Disdiadokokinesis Tidak dilakukan

Tes jari- hidung Tidak dilakukan

Tes tumit- lutut Tidak dilakukan

Rebound phenomenon Tidak dilakukan

IV. Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Laboratorium
 HB : 14,1g/dl
 Leukosit : 8.700u/l
 HT : 43%
 Trombosit : 296.000/ul

Kimia klinik
GDS : 111mg/dl
Ureum : 15 mg/dl
Creatinine : 0,8 mg/dl

7
Elektrolit :
Natrium : 136 mmol/l
chlorida : 97 mmol/l
Kalium : 4,6 mmol/l

Radiologi :
“ICH basal temporal kanan dan SAH ringan parietal kanan

8
V. Resume
Pasien datang dengan keluhan pusing pada seluruh bagian kepala post KLL kendaraan
bermotor tunggal sejak 5 jam SMRS. Awalnya pasien mengendarai motor sendirian,
kemudian pasien mengaku mengendarai motor sambil bermain hp, dan tidak lama
kemudian Pasien kehilangan keseimbangan setelah menghindari lobang pada jalanan.
Pasien mengaku tidak memakai helm, pasien mengaku kepala bagian belakangnya
membentur aspal kemudian pasien kehilangan kesadarannya. Terdapat luka pada bagian
belakang kepalanya. Pingsan(+), Mual (+), muntah (-), kejang (-). BAB dan BAK dalam
batas normal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien compos mentis, TD 110/80
x/menit, nadi 80 x/menit, suhu 36,4 derajat celcius, pernapasan 21 x/menit. Status
generalis dalam batas normal.
Pada pemeriksaan motorik didapatkan kekuatan otot ekstremitas atas 4444/4444 dan
2222/2222 bawah . Pada pemeriksaan refleks patologi dalam batas normal.

VI. Diagnosis Kerja:


Diagnosis klinik : CKR

VII. Tatalaksana:
• Medikamentosa :
₋ IVFD RL 20 tpm
₋ Inj Ceftriakson 2 x 1 g
₋ Inj Rantin 2 x 1 amp
₋ Ondancentron 3x 4 mg
₋ Mecobalamin 3x500 mg
₋ Tramifen 2x1 tab
₋ Betahistin 2x 24mg

VIII. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam

9
TINJAUAN PUSTAKA

CIDERA KEPALA RINGAN

DEFINISI

Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis
pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan perlambatan (decelerasi) yang merupakan
perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan
penurunan kecepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak
sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan (Doenges, 1989). Kasan (2000)
mengatakan cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak.

cedera kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan otak dari lapisan kulit kepala tulang
tengkorak, durameter, pembuluh darah serta otaknya mengalami cidera baik yang trauma
tumpul maupun trauma tembus.

EPIDEMIOLOGI

Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di Amerika Serikat kejadian
cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus dari jumlah di atas 10%
penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari 100.000 penderita menderita
berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala tersebut (Fauzi, 2002).

Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera kepala, dan lebih dari
700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Dua per
tiga dari kasus ini berusia dibawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari
wanita. Lebih dari setengah dari semua pasien cedera kepala berat mempunyai signifikasi
terhadap cedera bagian tubuh lainnya (Smeltzer and Bare, 2002).

10
PATOFISIOLOGI

Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi dan deselerasi)

Trauma sekunder
Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi
intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.

Trauma akibat persalinan

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen
sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa
tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui
proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio
berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme
anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam keadaan normal cerebral
blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml/menit/100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari
cardiac output dan akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler,
dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi

Menurut Long (1996) trauma kepala terjadi karena cidera kepala, kulit kepala, tulang kepala,
jaringan otak. Trauma langsung bila kepala langsung terluka. Semua itu berakibat terjadinya
akselerasi, deselerasi dan pembentukan rongga. Trauma langsung juga menyebabkan rotasi
tengkorak dan isinya, kekuatan itu bisa seketika/menyusul rusaknya otak dan kompresi,
goresan/tekanan. Cidera akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari obyek yang
bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari akselerasi,

kikisan/konstusio pada lobus oksipital dan frontal batang otak dan cerebellum dapat terjadi.
Sedangkan cidera deselerasi terjadi bila kepala membentur bahan padat yang tidak bergerak
dengan deselerasi yang cepat dari tulang tengkorak.

11
Cedera Otak
a. Commotio Cerebri (Gegar Otak)
Commotio Cerebri (Gegar Otak) adalah cidera otak
ringan karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala dimana terjadi pingsan < 10 menit.
Dapat terjadi gangguan yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat berupa sakit kepala, mual,
muntah, dan pusing. Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak diingat
(amnezia antegrad), tetapi biasanya korban/pasien tidak diingatnya pula sebelum dan sesudah
cidera (amnezia retrograd dan antegrad).

Menurut dokter ahli spesialis penyakit syaraf dan dokter ahli bedah syaraf, gegar otak terjadi
jika coma berlangsung tidak lebih dari 1 jam. Kalau lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih
berat dan mungkin terjadi komplikasi kerusakan jaringan otak yang berkepanjangan.

12
b. Contusio Cerebri (Memar Otak)
Merupakan perdarahan kecil jaringan akibat pecahnya
pembuluh darah kapiler. Hal ini terjadi bersama-sama dengan rusaknya jaringan saraf/otak di

daerah sekitarnya. Di antara yang paling sering terjadi adalah kelumpuhan N. Facialis atau N.
Hypoglossus, gangguan bicara, yang tergantung pada lokalisasi kejadian cidera kepala.

Perdarahan Intrakranial

a. Epiduralis haematoma

adalah terjadinya perdarahan antara tengkorak dan durameter akibat robeknya arteri
meningen media atau cabang-cabangnya. Epiduralis haematoma dapat juga terjadi di tempat
lain, seperti pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior.

b. Subduralis haematoma adalah kejadian haematoma di antara durameter dan corteks,


dimana pembuluh darah kecil vena pecah atau terjadi perdarahan. Kejadiannya keras dan
cepat, karena tekanan jaringan otak ke arteri meninggia sehingga darah cepat tertuangkan dan
memenuhi rongga antara durameter dan corteks. Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda
meningginya tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial).

c. Subrachnoidalis Haematoma
Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak,


yaitu perdarahan pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling sering dan berarti pada
praktik sehari-hari adalah perdarahan pada permukaan dasar jaringan otak, karena bawaan
lahir aneurysna (pelebaran pembuluh darah). Ini sering menyebabkan pecahnya pembuluh
darah otak.

d. Intracerebralis Haematoma
Terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan


subkorteks yang mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau arteri pada jaringan otak.
Paling sering terjadi dalam subkorteks. Selaput otak menjadi pecah juga karena tekanan pada
durameter bagian bawah melebar sehingga terjadilah subduralis haematoma.

MANIFESTASI KLINIK

a. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih Kebingungan

b. Iritabel

c. Pucat

d. Mual dan muntah Pusing

e. Nyeri kepala hebat

13
f. Terdapat hematoma

g. Kecemasan

h. Sukar untuk dibangunkan

i. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea)
dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

PEMERIKSAAN FISIK

a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, hiperventilasi,ataksik) 


b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK 


c. Sistem saraf :

1. Kesadaran GCS. 


2. Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan



melibatkan penurunan fungsi saraf kranial. 


3. Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan



diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang. 


d. Sistem pencernaan :

1. Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan


mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar
tanyakan pola makan? 


2. Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan. 


3. Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.

e. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik hemiparesis/plegia, gangguan 
gerak


volunter, ROM, kekuatan otot. 


f. Kemampuan komunikasi: kerusakan pada hemisfer dominan disfagia atau 
afasia


akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis. 


14
g. Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien

dari keluarga. 


h. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) Mengidentifikasi luasnya lesi,


perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan :
Untuk mengetahui adanya infark/iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam
setelah injuri.

2. MRI Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

3. Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti :


perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.

4. EEG (Elektroencepalograf)
Dapat melihat perkembangan gelombang yang


patologis

5. X-Ray Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur


garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.

6. BAER Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil

7. PET Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

8. CSF, Lumbal Pungsi Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan


subarachnoid dan untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan cairan
serebrospinal.

9. ABGs Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan


(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial

10. Kadar Elektrolit Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat


peningkatan tekanan intrkranial

11. Screen Toxicologi Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan


penurunan kesadaran.

15
PENATALAKSANAAN

Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai
berikut:

a. Observasi 24 jam

b. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih


dahulu.
Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah,
hanya cairan infus dextrosa 5%, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari
terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.

c. Pada anak diistirahatkan atau tirah baring.

d. Terapi obat-obatan.

e. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis


sesuai dengan berat ringanya trauma.

f. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi vasodilatasi.

g. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau


glukosa 40 % atau gliserol 10 %.

h. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk


infeksi anaerob diberikan metronidasol.

i. Pada trauma berat cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka
hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam
pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada
hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui
nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). Pembedahan bila ada indikasi.

Komplikasi

a. hemorrhagie

b. infeksi

c. edema serebral dan herniasi


16
17

Anda mungkin juga menyukai