Disusun oleh:
Dibimbing oleh:
Tangerang
LAPORAN KASUS
1.2 Anamnesis
Dilakukan secara alloanamnesis dengan pasien di bangsal Rumah Sakit Umum Siloam
pada tanggal 19 Desember 2019 pukul 07.36 WIB
Nervus II
RCL + +
RCTL + +
Nystagmus - -
Motorik
Sensorik
Nervus VII
Nervus koklearis
Nervus vestibularis
Nystagmus -/-
Nervus IX, X
Disfoni -
Disfagi -
Reflex faring +
Nervus XI
Deviasi + ke kanan
Atrofi -
Fasikulasi -
Tremor -
iv. Motorik
Ekstremitas atas
Kanan Kiri
Atrofi - -
Fasikulasi - -
Gerakan involunter - -
Ekstremitas bawah
Kanan Kiri
Atrofi - -
Fasikulasi - -
Gerakan involunter - -
Kekuatan motorik
1111 5555
1111 5555
v. Refleks fisiologis
Kanan Kiri
Biceps ++ ++
Triceps ++ ++
Patellar ++ ++
Achilles ++ ++
Kanan Kiri
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaffer - -
vii. Sensorik
Kanan Kiri
viii. Koordinasi
● Tes tunjuk-hidung : tidak dapat dilakukan
● Tes tumit-lutut : tidak dapat dilakukan
● Disdiadokokinesis : tidak dapat dilakukan
ix. Otonom
● Miksi : dalam batas normal
● Defekasi : dalam batas normal
● Sekresi keringat : dalam batas normal
Basophil 0 0-1
Eosinophil 3 1-3
Segment Neutrophil 55 50 - 70
Lymphocyte 31 25 - 40
Monocyte 8 2-8
ESR 7 mm/hours 0 - 15
MCH 29.70 pg 26 - 34
Biochemistry
SGOT 24 U/L 0 - 40
SGPT 31 U/L 0 - 41
Ureum 29 mg/dL <50
1.6 Resume
Pasien laki-laki usia 75 tahun dikonsulkan ke bagian neurologi dengan keluhan utama
bicara pelo dan kelemahan anggota gerak kanan yang muncul secara tiba-tiba. Pasien
sebelumnya sedang dirawat karena NSTEMI anterior dan telah menjalani tindakan primary
PCI. Pasien juga memiliki riwayat hipertensi dan diabetes melitus. Pasien merupakan
perokok berat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan GCS pasien E4M6Vafasia. Status neurologis pasien
parese N. VII dextra sentral, parese N. XII sentral, afasia global, dan hemiplegia dextra.
Pada pemeriksaan CT-Scan kepala non-kontras (18/12) ditemukan infark akut pada
lobus parieto-temporal kiri dan infark awal subakut pada kapsula eksterna, insula kiri
1.7 Diagnosis
Klinis : Afasia global, emiplegi dextra, parese N.VII dextra sentral, parese N. XII
dextra
Topis : Kortikal hemisfer serebri sinistra
Etiologis : Vaskuler
Patologis : Infark
1.10 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Tanggal Follow-Up
OBJECTIVE:
GCS: E4M5Vafasia
TD: 119/67
N: 100x/menit
P: 20x/menit
S: 36,2 oC
ASSESSMENT:
1. CVDNH OH1
2. Diabtes melitus
3. CKD
4. CAD2VD
5. Bronchitis
Tanggal Follow-Up
OBJECTIVE:
GCS: E4M5V6
TD: 115/62
N: 96x/menit
P: 22x/menit
S: 36.5 oC
ASSESSMENT:
1. CVDNH OH1
2. Diabtes melitus
3. CKD
4. CAD
5. Bronchitis
Tanggal Follow-Up
OBJECTIVE:
GCS: E4M5V6
TD: 105/61
N: 78x/menit
P: 17x/menit
S: 36.9 oC
ASSESSMENT:
1. CVDNH OH1
2. Diabtes melitus
3. CKD
4. CAD
5. Bronchitis
Tanggal Follow-Up
OBJECTIVE:
GCS: E4M5V6
TD: 120/80
N: 80x/menit
P: 20x/menit
S: 36.9 oC
ASSESSMENT:
1. CVDNH OH1
2. Diabtes melitus
3. CKD
4. CAD
5. Bronchitis
Tanggal Follow-Up
OBJECTIVE:
GCS: E4M5V6
TD: 120/80
N: 80x/menit
P: 20x/menit
S: 36.9 oC
ASSESSMENT:
1. CVDNH OH1
2. Diabtes melitus
3. CKD
4. CAD
5. Bronchitis
Tanggal Follow-Up
OBJECTIVE:
GCS: E4M5V6
TD: 110/70
N: 80x/menit
P: 19x/menit
S: 36.6 oC
ASSESSMENT:
1. CVDNH OH1
2. Diabtes melitus
3. CKD
4. CAD
5. Bronchitis
TERAPI YANG DIBERIKAN:
- Atorvastatin 1x40 mg PO
- Clopidogrel 1x75 mg PO
- Bicnat 2x50 mg PO
- Asetilsistein 2x600mg PO
- Simarc 1x2mg PO
- ISDN 5mg sublingual bila perlu
- Aspilet 1x80mg PO
Tanggal Follow-Up
OBJECTIVE:
GCS: E4M5V6
TD: 100/80
N: 78x/menit
P: 20x/menit
S: 37,2 oC
ASSESSMENT:
1. CVDNH OH1
2. Diabtes melitus
3. CKD
4. CAD
5. Bronchitis
Tanggal Follow-Up
OBJECTIVE:
GCS: E4M5V6
TD: 110/70
N: 72x/menit
P: 20x/menit
S: 36.9 oC
ASSESSMENT:
1. CVDNH OH1
2. Diabtes melitus
3. CKD
4. CAD
5. Bronchitis
Jika pasien mengeluhkan kelemahan anggota gerak, maka harus dicari distribusi dari
kelemahannya untuk mengetahui penyebabnya.
Setelah distribusi dari kelemahan di ketahui, sifat dari lesi juga harus dicari. Apakah
lesi berasal dari UMN atau LMN.
Pada pasien ini ditemukan kesan hemiparesis di saraf kranialis dan motorik. Pada pasien
juga ditemukan afasia global. Pasien memiliki lesi UMN yang mengarah ke lesi di sistem saraf
pusat. Pada pasien ini, lesi berasal dari otak karena ada keterlibatan saraf kranialis dan pusat
bahasa. Diagnosis banding lesi pada batang otak dapat disingkirkan karena tidak ada lesi
alternans.
Stroke adalah suatu defisit neurologis yang menetap >24 jam dan dapat menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke sendiri dibagi menjadi
2, tipe sumbatan atau iskemik dan tipe pendarahan atau hemoragik. Tipe iskemik dapat dibagi
lagi menjadi dua subtype, yaitu yang disebabkan oleh emboli atau yang disebabkan oleh
thrombus/thrombosis. Membedakan ketiga tipe stroke ini secara objektif dibantu dengan
pemeriksaan radiologi. Namun kecurigaan seseorang menderita stroke iskemik atau
pendarahan dapat diarahkan dengan anamnesis. Perlu diingat bahwa segala jenis stroke karena
etiologinya yang berasal dari vaskular, maka manifestasi yang timbul juga harus bersifat akut
atau mendadak. Pada pasien ini, stroke yang dialami pasien dapat dicurigai diakibatkan oleh
kardioemboli stroke, paradoxical stroke, hypercoagulable state. Pasien juga memiliki riwayat
tindakan PCI yang dimana tindakan ini bisa memiliki komplikasi berupa stroke.
Pada pasien ini struktur anatomis yang terlibat adalah regio dari Middle Cerebral
Artery. Middle Cerebral Artery memperdarahi bagian lateral frontal, parietal, occipital dan
temporal. Gyrus sentralis memiliki regio precentral untuk fungsi motorik dan post central untuk
fungsi somatosensorik. Pada pemetaan di gambar bawah, regio somatosensorik berada pada
daerah post sentral (warna biru) dan regio motorik berada pada daerah pre sentral (warna pink).
Gambar berikutnya juga menjelaskan perjalanan dari traktus piramidalis.
Vaskularisasi otak terbagi atas sirkulasi anterior dan posterior. Untuk sistem anterior,
sumber perdarahan bermula dari arteri karotis interna yang akan melewati sinus transversus
untuk menjadi arteri serebri media. Arteri cerebri media membentuk banyak cabang
memperdarahi lobus frontal, parietal, dan temporal yang luas. kemudian arteri cerebri media
bercabang menjadi arteri cerebri anterior yang secara paralel berjalan ke arah media dan rostral,
memperdarahi perifer otak. Sementara pada posterior, arteri vertebralis akan menembus
setinggi foramen magnum kemudian akan melingkar bersatu dengan kontra lateralnya
membentuk Basilar artery. Sebelum bertemu dengan kontra lateralnya, arteri vertebralis akan
bercabang menjadi arteri Posterior Inferior Cerebellar (PICA) dan arteri anterior spinal. Basilar
arteri akan bercabang memberikan perdarahan pada cerebellum bagian anterior inferior,
sehingga diberikan nama anterior inferior cerebellar artery. Arteri basilar juga
memvaskularisasi batang otak dan sekelilingnya dengan cabang-cabang kecil daripada arteri
Basilar (pontine artery). Basilar artery juga akan berecabang menjadi arteri superior cerebellar
dan arteri posterior cerebral untuk memperdarahi cerebellum dan cerebrum bagian posterior.
Arteri posterior cerebral akan anastomosis dengan karotid interna menggunakan posterior
communicating artery guna untuk memberikan vaskularisasi ke anterior sewaktu-waktu bagian
anterior mengalami penurunan perfusi.
Tatalaksana fase akut adalah awalnya kita perlu memantau status neurologis dan tanda-
tanda vital (TD, nadi, suhu tubuh, sturasi oksigen), elevasikan kepala 30o, pastikan jalan nafas
bebas dan berikan oksigen. Pantau tekanan darah pasien, dalam beberapa hari pertama tekanan
darah pasien biasanya tinggi. Namun penurunan tekanan darah yang terlalu cepat akan
menyebabkan berkurangnya perfusi ke daerah penumbra, sebaliknya jika tekanan darah terlalu
tinggi akan menyebabkan terjadinya edema serebri dan transformasi hemoragik setelah
terjadinya rekanalisai. Hindari juga terjadinya hipotensi. Tekanan darah sebaiknya
dipertahankan optimal dengan skema sebagai berikut:
TD >220/120mmHg Tekanan darah diturunkan dengan hati- hati
sekitar 20%
Selain itu kita juga perlu memperhatikan suhu tubuh pasien, pertahankan agar tetap
normotermi. Pasien diberikan cairan isotonis dna hindari pemberian cairan yang hipotonis.
Koreksi elektrolit dan gangguan asam basa. Pasang nasogastric tube (NGT) dikarenakan pada
pasien ini adanya gangguan menelan. Penanganan pada kasus stroke iskemik akut dengan onset
kurang dari 3- 4.5 jam menggunakan recombinant tissue Plasminogen Activator (rtPA)
(Alteplase) akan memberikan outcome yang baik. Namun pada pasien ini tidak dilakukan rtPA.
Sehingga untuk pencegahan sekunder dengan memberikan antikoagulan atau antiplatelet, dan
penatalaksanaan faktor resiko. Pada pasien ini diberikan antikoagulan dan di berikan
antihipertensi untuk mengontrol tekanan darahnya, untuk faktor resiko SLE pasien ini
diberikan obat golongan steroid yaitu methylprednisolon, untuk mengatasi hiperkolestrolemia
akibat sindroma nefrotik pasien ini diberikan atorvastatin.
DAFTAR PUSTAKA
2. Brainin, M. & Heiss, W. D., 2010. Textbook of Stroke Medicine. New York:
Cambridge University Press
3. Hauser, S. L., 2013. Harrison’s Neurology in Clinical Medicine. 3rd ed. New York:
McGraw-Hill Education.
4. Kwok CS, Kontopantelis E, Myint PK, Zaman A, Berry C, Keavney B, Nolan J,
Ludman PF, de Belder MA, Buchan I, Mamas MA. Stroke following percutaneous
coronary intervention: type-specific incidence, outcomes and determinants seen by the
British Cardiovascular Intervention Society 2007–12. European heart journal. 2015 Apr
20;36(25):1618-28.
5. [Guideline] Broderick J, Connolly S, Feldmann E, Hanley D, Kase C, Krieger D, et al.
Guidelines for the management of spontaneous intracerebral hemorrhage in adults:
2007 update: a guideline from the American Heart Association/American Stroke
Association Stroke Council, High Blood Pressure Research Council, and the Quality of
Care and Outcomes in Research Interdisciplinary Working Group. Circulation. 2007
Oct 16. 116(16):e391-413