Anda di halaman 1dari 96

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien

Nama : Matthew James

Jenis kelamin : Laki-laki

Tanggal lahir : 24 Juni 2015

Usia : 3 tahun

Pekerjaan : Belum bekerja

Alamat : Green Garden , Kedoya Utara, Jakarta

Status : Belum menikah

Nomor rekam medis : SHLV.00-85-01-XX

Tanggal masuk RS : 13 Maret 2019

1.2 Anamnesis

Pasien masuk Rumah Sakit Siloam Hospitals Lippo Village pada tanggal 13 Maret 2019
pukul 20.00 WIB. Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan orang tua pasien.

Keluhan utama : nyeri kepala sejak 1 bulan SMRS

Keluhan tambahan : tangan kanan gemetar, berjalan miring ke kanan

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala berulang sejak 1 bulan SMRS. Selain
keluhan tersebut, Ibu pasien juga mengaku bahwa ketika pasien memegang benda di

1
tangan kanan, tangannya gemetar sejak 1 tahun SMRS. Selain itu, ibu pasien juga
mengaku bahwa pasien dalam berjalan lebih condong ke sisi kanan sejak 1 tahun SMRS.

Ibu pasien juga mengaku bahwa pasien seringkali terjatuh ketika sedang
berjalan.Pasien masih aktif, dapat berdiri dan berjalan namun perlu didampingi oleh
orang tua karena koordinasi tubuh yang kurang baik sehingga pasien rentan tersandung
atau jatuh apabila tidak dilakukan pengawasan. Tidak ditemukan penurunan kesadaran
pada keadaan umum pasien.

Pasien dapat mengerti ketika diajak berbicara namun tidak terlalu banyak
memberikan respon secara verbal. Pasien menyangkal keluhan muntah, kejang, dan
demam SMRS. Tidak ada keluhan berkaitan dengan BAB dan BAK.

Riwayat penyakit dahulu :

Pasien memiliki riwayat sering terjatuh dan tangan kanan tremor sejak 1 tahun
SMRS.

Riwayat penyakit keluarga : Pasien tidak memiliki aggota keluarga dengan riwayat
penyakit serupa.

Riwayat imunisasi : Pasien memiliki riwayat imunisasi lengkap sesuai dengan


usianya.

Riwayat alergi : Pasien tidak memiliki riwayat alergi.

Riwayat kebiasaan : Pasien dalam kesehariannya cukup aktif.

Riwayat sosioekonomi : Keadaan sosioekonomi pasien dalam golongan menengah


ke atas

Riwayat operasi : Pasien tidak pernah menjalankan operasi apapun


sebelumnya

1.3 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 13 Februari 2019.

2
Status Generalis

Keadaan umum : Sakit sedang

Tekanan darah : 95 / 60 mmHg

Nadi : 127 x / menit (reguler)

Pernapasan : 12 x / menit

Suhu : 36,0°C

Berat badan : 12,8 kg

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva anemis ( - ), Sklera ikterik ( - )

Edema ( - / - )

THT : Deviasi septum ( - )

Pernapasan cuping hidung ( - )

Leher : Pembesaran KGB ( - )

Deviasi trakea ( - )

Paru : Simetris pada seluruh lapang paru

Vesikuler ( - / - )

Ronki ( - / - )

Wheezing ( - / - )

Jantung : S1 S2 reguler

Murmur ( - )

Abdomen : Datar dan supel

Nyeri tekan ( -)

Massa ( - )

Shifting dullness ( - )

3
BU (+) 16 x / menit

Punggung : Deformitas tulang belakang ( - )

Ekstremitas : Akral hangat, tidak tampak sianosis,

CRT < 2 detik pada seluruh ekstremitas

Status Neurologis

GCS : E4 M6 V5

Saraf Kranialis

Saraf Kranial Kanan Kiri

Nervus I Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Nervus II
Visus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapang pandang Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Nervus III, IV, VI


Sikap bola mata Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
Celah palpebral Ptosis (-) Ptosis (-)
Pupil Isokor, bulat 3 mm Isokor, bulat 3 mm
RCL Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
RCTL Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
Konvergensi Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
Nystagmus (+) (+)
Pergerakan bola mata Normal Normal

Nervus V Sensorik (tidak dilakukan)


● Sensasi raba V1 sulit dilakukan
● Sensasi raba V2 sulit dilakukan
● Sensasi raba V3 sulit dilakukan

4
Motorik (tidak dilakukan)
● Dapat membuka mulut dengan kuat
● Dapat menggerakan rahang dengan kuat

Nervus VII
● Sikap mulut Dalam batas normal
istirahat
● Angkat alis, kerut Tidak dilakukan
dahi, tutup mata
dengan kuat
● Menyeringai
● Menjulurkan lidah Tidak dilakukan
● Rasa kecap 2 / 3 Tidak dilakukan
lidah

Tidak dilakukan

Nervus VIII
Nervus koklearis
Suara bisikan / gesekan Tidak dilakukan
Rinne
Weber Tidak dilakukan
Schwabach Tidak dilakukan
Nervus vestibularis Tidak dilakukan
Nystagmus Tidak dapat dilakukan
Berdiri dengan 1 kaki Normal
Berdiri dengan 2 kaki Normal
Berjalan tandem Tidak dilakukan
Fukuda stepping test Tidak dilakukan

Nervus IX, X
Arkus faring Tidak dilakukan
Uvula Tidak dilakukan
Disfoni (-)
Disfagi (-)

5
Refleks faring Tidak dilakukan

Nervus XI
M. sternocleidomastoid Tidak dilakukan
M. trapezius
Tidak dilakukan

Nervus XII
Sikap lidah dalam mulut
● Deviasi (-)
● Atrofi (-)
● Fasikulasi (-)
● Tremor (-)
Menjulurkan lidah Tidak dilakukan
Kekuatan lidah Tidak dilakukan
Disatria Tidak dilakukan

Pemeriksaan motorik

Ekstremitas atas

Kanan Kiri

Atrofi (-) (-)

Fasikulasi (-) (-)

Tonus Normotonus Normotonus

Kekuatan otot 5 5

Gerakan involunter (+) (-)

6
Ekstremitas bawah

Atrofi (-) (-)

Fasikulasi (-) (-)

Tonus Normotonus Normotonus

Kekuatan otot 5 5

Gerakan involunter (-) (-)

Refleks fisiologis (tidak dilakukan)

Biceps tidak dilakukan tidak dilakukan

Triceps tidak dilakukan tidak dilakukan

Brachioradialis tidak dilakukan tidak dilakukan

Patella tidak dilakukan tidak dilakukan

Achilles tidak dilakukan tidak dilakukan

Refleks patologis

Babinski (-) (-)

Chaddock (-) (-)

Oppenheim (-) (-)

Gordon (-) (-)

Schaffer (-) (-)

Rossolimo (-) (-)

Hoffman - Trommer (-) (-)

7
Pemeriksaan sensorik (tidak dilakukan)

Pemeriksaan koordinasi

Tes tunjuk - hidung : tidak dilakukan

Tes tumit - lutut : tidak dilakukan

Disdiadokokinesis : tidak dilakukan

Fungsi otonom

Miksi : normal

Defekasi : nornal

Sekresi keringat : tidak dilakukan

Fungsi luhur MMSE : tidak dilakukan

1.4 Pemeriksaan Penunjang

Berikut merupakan pemeriksaan - pemeriksaan yang dilakukan sebelum operasi


berlangsung pada tanggal 13 Maret 2019.

Pemeriksaan Laboratorium (13/03/2019)

Hematology (Full Blood Count)

Hemoglobin 11.50 g / dL 10.70 – 14.70

Hematocrit 33.80% 31.00 - 43.00

Erythrocyte (RBC) 4.69 x 10^6 / uL 3.70 - 5.70

White Blood Cell 9.23 x 10^3 / uL 5.50 - 15.50


(WBC)

Differential Count

8
Basophil 0% 0-1

Eusinophil 4% 1-3

Band Neutrophil 3% 2-8

Segment Neutrophil 43 % 50 - 70

Lymphocyte 44 % 25 - 40

Monocyte 6% 2-8

Platelet Count 388.00 x 10^3 / uL 150.00 - 440.00

ESR 16 mm/hours 0 - 10

MCV, MCH, MCHC

MCV 72.10 fL 72.00 - 88.00

MCH 24.50 pg 23.00 - 31.00

MCHC 34.00 g / dL 32.00 - 36.00

Biochemistry

SGOT - SGPT

SGOT (AST) 26 U / L 0 - 40

SGPT (ALT) 9U/L 0 - 41

Ureum 30.0 mg / dL < 50.00

Creatinine 0.27 mg / dL 0.5 - 1.3

eGFR 193.5 mL / mnt / 1.73 m^2 >= 60

Hematology (PT-APTT)

9
PT

Control 10.90 secs 8.8 - 12.0

Patient 10.10 secs 9.4 - 11.3

INR 0.93

APTT

Control 32.90 secs 27.1 - 36.7

Patient 35.90 secs 27.70 - 40.20

Biochemistry

Electrolyte

Sodium (Na) 139 mmol / L 137 - 145

Potasium (K) 4.3 mmol / L 3.6 - 5.0

Chloride (Cl) 101 mmol / L 98 - 107

MRI Head with IV Contrast (13/03/2019)

● Teknik: dilakukan MRI Head dengan kontras IV potongan axial mulai dari vertex
sampai basis kranii.

● Findings:

○ Tampak tumor berkalsifikasi di thalamus kiri meluas ke basal ganglia kiri,


berukuran + / - 8.4 x 7.6 x 6.9 cm, yang mengobliterasi ventrikel III dan
ventrikel lateralis kiri serta mengakibatkan deviasi midline ke kanan.
Ventrikel lateralis kanan melebar

○ CORPUS CALLOSUM: Normal

○ MIDBRAIN: Normal

10
○ PONS: Normal

○ MEDULLA OBLONGATA: Normal

○ PARENKIM CEREBELLI: Normal

○ SISTERNA, SULCI: Menyempit. Tampak subdural hygroma ringan di


fissure interhemisfer (ketebalan +/- 0,8cm)

○ FALX, TENTORIUM: Normal

○ KANALIS AKUSTIKUS INTERNUS: Normal

○ SELLA: Normal

○ CV JUNCTION: Normal

○ NASOFARING: Adenoid hipertrofi

○ ORBITA: Normal

○ SINUS PARANASAL: Penebalan mukosa sinus maxilaris dan


ethmoidalis bilateral

● Impression: anak laki-laki, usia 3 tahun dengan klinis tumor intraventrikel kiri
dengan hasil sebagai berikut;

○ Tampak tumor berkalsifikasi di thalamus kiri meluas ke basal ganglia kiri,


berukuran + / - 8.4 x 7.6 x 6.9 cm, yang mengobliterasi ventrikel III dan
ventrikel lateralis kiri serta mengakibatkan deviasi midline ke kanan.
Ventrikel lateralis kanan melebar

○ Tampak subdural hygroma ringan di fissure interhemisfer (ketebalan +/-


0,8cm)

X-Ray Thorax PA/AP (13/03/2019)

11
● Findings:

○ PARU: tampak infiltrat minimal pada kedua perihiller

○ MEDIASTINUM: Normal

○ TRAKEA DAN BRONKUS: Normal

○ HILUS: Normal

○ PLEURA: Normal

○ DIAFRAGMA: Normal

○ JANTUNG: CTR < 50%

○ AORTA: Normal

○ VERTEBRA THORAKAL DAN TULANG - TULANG LAINNYA:


Normal

○ JARINGAN LUNAK: Normal

○ ABDOMEN YANG TERVISUALISASI: Normal

○ LEHER YANG TERVISUALISASI: Normal

● Impressions: tampak infiltrat minimal pada kedua perihiller lapang paru

12
Pemeriksaan Hematologi (15/03/2019, pemeriksaan dilakukan setelah tindakan operatif)

Hematology (Full Blood Count)

Hemoglobin 13.50 g / dL 10.70 – 14.70

Hematocrit 40.20% 31.00 - 43.00

Erythrocyte (RBC) 4.83 x 10^6 / uL 3.70 - 5.70

White Blood Cell 10.59 x 10^3 / uL 5.50 - 15.50


(WBC)

Differential Count

Basophil 0% 0-1

Eosinophil 1% 1-3

Band Neutrophil 3% 2-8

Segment Neutrophil 63 % 50 - 70

Lymphocyte 25% 25 - 40

Monocyte 8% 2-8

Platelet Count 464.00 x 10^3 / uL 150.00 - 440.00

ESR 10 mm/hours 0 - 10

MCV, MCH, MCHC

MCV 83.20 fL 72.00 - 88.00

MCH 28.00 pg 23.00 - 31.00

MCHC 33.60 g / dL 32.00 - 36.00

1.5 Resume

13
Pasien An. MJ, laki-laki, usia 3 tahun datang dengan keluhan nyeri kepala
berulang sejak 1 bulan SMRS. Pada pasien juga ditemukan tremor pada tangan kanannya
sejak 1 tahun yang lalu. Ibu pasien juga mengaku bahwa pasien dalam berjalan lebih
condong ke sisi kanannya. Pasien memiliki riwayat sering terjatuh. Tidak ditemukan
penurunan kesadaran pada pasien. Pasien masih aktif, dapat berdiri dan berjalan namun
perlu didampingi oleh orang tua. Pasien dapat mengerti ketika diajak berbicara namun
tidak terlalu banyak memberikan respon secara verbal. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
GCS E4M6V5, tekanan darah 95 / 60 mmHg, denyut nadi 127 x / menit (reguler),
pernapasan 12 x / menit dan suhu 36,0°C. Ditemukan adanya nystagmus pada kedua mata
pasien. Hasil MRI tampak tumor berkalsifikasi di thalamus kiri meluas ke basal ganglia
kiri, berukuran + / - 8.4 x 7.6 x 6.9 cm, yang mengobliterasi ventrikel III dan ventrikel
lateralis kiri serta mengakibatkan deviasi midline ke kanan. Ventrikel lateralis kanan
melebar. Tampak subdural hygroma ringan di fissure interhemisfer (ketebalan +/- 0,8cm).

1.6 Diagnosis Kerja

Tumor intraventrikel kiri

1.7 Tatalaksana Pre-operasi

Berikut merupakan tatalaksana yang diberikan kepada pasien sebelum operasi pada
tanggal 14 Maret 2019.

● Informed consent untuk rawat inap dan tindakan craniotomy tumor removal

● Pemasangan IV line

● Pemberian asering 500 mL / 12 jam

● Pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium

● Persiapan MRI Head with IV Contrast Dotarem 0,5 mmol / uL 3,5 mL NaCl 0,9% 10
mL IV

● Broadced 500 gram IV BD no. III

14
● Torasic 10 gram IV TDS no. III

● Gastridin 25 gram IV BD no. III

● Dexamethasone 5 gram IV TDS no. V

● R/ Craniotomy Tumor Removal pada tanggal 14/03/2019

1.8 Laporan Operasi

Berikut merupakan laporan operasi craniotomy tumor removal yang dilakukan pada
tanggal 14 Maret 2019.

1. Pasien posisi semiprone sisi kanan


Asepsis dan antisepsis, drapping

2. Insisi kulit linier parieto oksipital sinistra, insisi duramater

3. Transcortical transventricular approach, dicapai posterior horn ventricle lateral


sinistra. Tampak ependyma bagian anterior menunjukkan warna keabu-abuan

4. Insisi lapisan ependyma, dicapai massa tumor. Massa bewarna abu-abu


kemerahan, lunak/kenyal. Dilakukan tumor removal dengan bantuan CUSA 
kirim PA. Quick section: Ependymoma DD/PNET

5. Hemostasis adekuat, durarafi, overlap dengan duragen

6. Kembalikan bone flap dan fiksasi

7. Tutup luka operasi

8. Operasi selesai

15
1.9 Diagnosa Pasca Operasi

Tumor intraventrikel susp Primitive Neuroectodermal Tumors (PNETs)

1.10 Laporan Pemeriksaan Patologi

Pemeriksaan immunohistokimia pada jaringan otak dilakukan pada tanggal 14 Maret


2019.

HASIL PEMERIKSAAN IMMUNOHISTOKIMIA PADA SEL - SEL TUMOR

Diagnosis klinis : ependymoma DD/PNET

Mikroskopik : Sediaan menunjukkan tumor dengan selularitas sedang terdiri atas sel-sel
monomorfik dengan inti-inti bulat sampai oval. Kepadatan sel dapat bervariasi. Tampak
bercak-bercak kalsifikasi. Setempat tampak fokus dengan sitoplasma yang jernih. Tidak
tampak fokus dengan sitoplasma yang jernih. Tidak tampak pseudorosette perivaskular
atau rosette ependymal.

Kesimpulan : Low-grade glioma, condong pada ependymoma, WHO grade II

1.11 Tatalaksana Pasca Operasi

Berikut merupakan tatalaksana yang diberikan kepada pasien setelah operasi pada tanggal
14 Maret 2019.

Sedation Morphin 1 mg IV / jam


Dormicium 0,5 mg IV / jam
Tempra syr 150 mg TDS PO no. I
Bronchodilator Ventolin 2,5 mg Nebul TDS no. X
Antibiotic Tripenem 500 mg IV no. VI
Ulcer prophylaxis Gastridin 25 mg BD no. IV

Ranivel 2,5 ml BD no. I

16
Seizure prophylaxis Ikaphen 50 mg IV TDS no. X
Feeding Enteramix 250 kalori TDS
Susu 100 mL
Thrombophylaxis Mobilisasi
Head of bed elevation 30 – 40’
Setting Ventilator / Oxygen ASV 100% 2 PEEP 5 FiO2 35%

1.12 Follow Up

Berikut merupakan hasil pemeriksaan follow up pasca operasi craniotomy tumor removal
pada tanggal 14 Maret 2019.

CT Head without IV Contrast (15/03/2019)

● Teknik: telah dilakukan CT kepala tanpa Kontras IV potongan axial mulai dari
vertex sampai basis kranii

● Findings:

○ Kondisi pasca craniotomy parietal kiri dan pemasangan shunt dari frontal
kanan dengan tip di ventrikel lateralis kanan, dengan defek parenkimal
dan bercak perdarahan di lobus parietal kiri dan pneumocephal di frontal
kiri.

○ Tampak sisa tumor berkalsifikasi di thalamus kiri meluas ke basal ganglia


kiri, berukuran +/- 5.4 x 5.2 x 4.5 cm yang mengobliterasi ventrikel III dan
ventrikel lateralis kiri serta mengakibatkan deviasi midline ke kanan.

○ CORPUS CALLOSUM: Normal

○ MIDBRAIN: Normal

○ PONS: Normal

○ MEDULLA OBLONGATA: Normal

○ PARENKIM CEREBELLI: Normal

17
○ SISTERNA, SULCI: Menyempit. Tampak subdural hygroma ringan di
fissure interhemisfer (ketebalan +/- 0,8cm)

○ FALX, TENTORIUM: Normal

○ KANALIS AKUSTIKUS INTERNUS: Normal

○ SELLA: Normal

○ CV JUNCTION: Normal

○ NASOFARING: Adenoid hipertrofi

○ ORBITA: Normal

○ SINUS PARANASAL: Penebalan mukosa sinus maxilaris dan


ethmoidalis bilateral

● Impression: anak laki-laki, usia 3 tahun dengan klinis post op ependymoma. CT


scan kepala tanpa kontras, didapatkan:

○ Kondisi pasca craniotomy parietal kiri dari frontal kanan dengan tip di
ventrikel lateralis kanan, dengan defek parenkimal dan bercak perdarahan
di lobus parietal kiri dan pneumpocephal di frontal kiri.

○ Sisa tumor berkalsifikasi di thalamus kiri meluas ke basal ganglia kiri,


berukuran +/- 5.4 x 5.2 x 4.5 cm yang mengobliterasi ventrikel III dan
ventrikel lateralis kiri serta mengakibatkan deviasi midline ke kanan.

○ Tampak subdural hygroma ringan di fissure interhemisfer (ketebalan +/-


0,8cm)

Pemeriksaan fisik (24/03/2019)

Status Generalis

Keadaan umum : Sakit ringan

Tekanan darah : 100 / 60 mmHg

Nadi : 98 x / menit (reguler)

18
Pernapasan : 18 x / menit

Suhu : 36,4°C

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva anemis ( - / - )

Sklera ikterik ( - / - )

Edema ( - / - )

THT : Deviasi septum ( - )

Pernapasan cuping hidung ( - )

Leher : Pembesaran KGB ( - )

Deviasi trakea ( - )

Paru : Simetris pada seluruh lapang paru

Vesikuler ( - / - )

Ronki ( - / - )

Wheezing ( - / - )

Jantung : S1 S2 reguler

Murmur ( - )

Abdomen : Datar dan supel

Nyeri tekan ( -)

Massa ( - )

Shifting dullness ( - )

Punggung : Deformitas tulang belakang ( - )

Ekstremitas : Akral hangat, tidak tampak sianosis

CRT < 2 detik pada seluruh ekstremitas

19
Status Neurologis

GCS : E4 M6 V5

Tanda rangsang meningeal (tidak dilakukan)

Kaku kuduk :-

Tanda laseq :(-/-)

Tanda kerniq :(-/-)

Brudzinski I :(-/-)

Brudzinski II :(-/-)

Saraf Kranialis

Saraf Kranial Kanan Kiri

Nervus I Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Nervus II
Visus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapang pandang Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Nervus III, IV, VI


Sikap bola mata Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
Pupil Isokor, bulat 4 mm Isokor, bulat 4 mm
RCL Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
RCTL Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
Konvergensi Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
Nystagmus Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
Pergerakan bola mata Nystagmus (-) Nystagmus (-)

Nervus V Sensorik (tidak dilakukan)

20
● Sensasi raba V1 sulit dilakukan
● Sensasi raba V2 sulit dilakukan
● Sensasi raba V3 sulit dilakukan
Motorik (tidak dilakukan)
● Dapat membuka mulut dengan kuat
● Dapat menggerakan rahang dengan kuat

Nervus VII
● Sikap mulut Dalam batas normal
istirahat
● Angkat alis, Tidak dilakukan
kerut dahi,
tutup mata
dengan kuat
● Menyeringai
● Menjulurkan Tidak dilakukan
lidah
Tidak dilakukan
● Rasa kecap 2 /
3 lidah
Tidak dilakukan

Nervus VIII
Nervus koklearis
Suara bisikan / Tidak dilakukan
gesekan
Rinne Tidak dilakukan
Weber Tidak dilakukan
Schwabach Tidak dilakukan
Nervus vestibularis
Berdiri dengan 1 kaki
Berdiri dengan 2 kaki Normal
Berjalan tandem Normal
Fukuda stepping test Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

21
Nervus IX, X
Arkus faring Tidak dilakukan
Uvula Tidak dilakukan
Disfoni (-)
Disfagi (-)
Refleks faring Tidak dilakukan

Nervus XI
M. Tidak dilakukan
sternocleidomastoid
M. trapezius Tidak dilakukan

Nervus XII
Sikap lidah dalam
mulut
● Deviasi (-)
● Atrofi (-)
● Fasikulasi (-)
● Tremor (-)
Menjulurkan lidah Tidak dilakukan
Kekuatan lidah Tidak dilakukan
Disatria Tidak dilakukan

Pemeriksaan motorik

Ekstremitas atas

Kanan Kiri

Atrofi (-) (-)

Fasikulasi (-) (-)

Tonus Normotonus Normotonus

22
Kekuatan otot 5 5

Gerakan involunter (-) (-)

Ekstremitas bawah

Atrofi (-) (-)

Fasikulasi (-) (-)

Tonus Normotonus Normotonus

Kekuatan otot 5 5

Gerakan involunter (-) (-)

Refleks fisiologis

Biceps Normorefleks Normorefleks

Triceps Normorefleks Normorefleks

Brachioradialis Normorefleks Normorefleks

Patella Normorefleks Normorefleks

Achilles Normorefleks Normorefleks

Refleks patologis

Babinski (-) (-)

Chaddock (-) (-)

Oppenheim (-) (-)

Gordon (-) (-)

Schaffer (-) (-)

Rossolimo (-) (-)

23
Hoffman - Trommer (-) (-)

Pemeriksaan sensorik

Pemeriksaan sensorik tidak dilakukan

Pemeriksaan koordniasi

Tes tunjuk - hidung : tidak dilakukan

Tes tumit - lutut : tidak dilakukan

Disdiadokokinesis : tidak dilakukan

24
BAB II

ANALISA KASUS

Pasien, anak laki – laki dengan inisial MK, berusia tiga tahun datang dengan keluhan
nyeri kepala berulang, tangan kanan tremor, dan gangguan arah berjalan sejak 1 tahun sebelum
masuk rumah sakit. Pasien juga memiliki riwayat sering terjatuh selama beberapa bulan terakhir.
Tidak ditemukan penurunan kesadaran pada pasien. Pasien masih aktif, dapat berdiri dan
berjalan namun perlu didampingi oleh orang tua. Pasien dapat mengerti ketika diajak berbicara
namun tidak terlalu banyak memberikan respon secara verbal.

Dilakukan pemeriksaan fisik keadaan umum, tanda-tanda vital, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang pada pasien. Pada pemeriksaan fisik ditemukan GCS E4V5M6. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya nystagmus pada mata kanan dan kirinya. Ditemukan adanya
tremor pada ekstremitas kanan atas pasien. Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap,
Xray thorax, dan CT Scan kepala.

Gejala yang dikeluhkan pasien merupakan gejala yang umumnya ditemukan pada pasien
dengan tumor intraventrikel. Gejala muncul akibat pembesaran massa yang mendesak struktur
disekitar ventrikel, sehingga dapat muncul berbagai macam gangguan yang bervariasi pada
setiap kasus tumor intraventrikel. Diperlukan imaging MRI dengan kontras untuk melihat lokasi
dan ukuran tumor secara obyektif.

Hasil MRI pada tanggal 13 Maret 2019 didapatkan gambaran tumor berkalsifikasi di
thalamus kiri meluas ke basal ganglia kiri, berukuran + / - 8.4 x 7.6 x 6.9 cm, yang
mengobliterasi ventrikel III dan ventrikel lateralis kiri serta mengakibatkan deviasi midline ke
kanan. Ventrikel lateralis kiri melebar. Tampak subdural hygroma ringan di fissure interhemisfer
(ketebalan +/- 0,8cm).

Berdasarkan gejala yang dialami serta penemuan pada pemeriksaan fisik pasien, dapat
diduga bahwa terdapat kemungkinan tumor intraventrikel kiri yang diduga Primitive
Neuroectodermal Tumors (PNET). Dilakukan tindakan craniotomy tumor removal pada tanggal
14 Maret 2019 dan tumor tersebut dikirimkan ke PA. Hasil PA menunjukkan tumor dengan
selularitas sedang terdiri atas sel-sel monomorfik dengan inti-inti bulat sampai oval. Kepadatan

25
sel dapat bervariasi. Tampak bercak-bercak kalsifikasi. Setempat tampak fokus dengan
sitoplasma yang jernih. Tidak tampak fokus dengan sitoplasma yang jernih. Tidak tampak
pseudorosette perivaskular atau rosette ependymal. Kesimpulannya yaitu Low-grade glioma,
condong pada ependymoma, WHO grade II.

Pada hasil MRI ditemukan bahwa massa menekan cerebellum, sehingga kemampuan
koordinasi dan pergerakan tubuh pasien akan menurun. Fungsi utama dari cerebellum adalah
menjaga keseimbangan tubuh dan regulasi tonus otot. Selain itu, ditemukan massa menekan
thalamus. Apabila thalamus terganggu, maka fungsi kesadaran, alertness, dan pola tidur akan
terganggu. Selain itu thalamus memiliki banyak nuclei dengan berbagai macam fungsi, beberapa
diantaranya adalah fungsi visual (lateral geniculate nuclei), fungsi auditori (medial geniculate
nuclei), gerakan volunter (ventroanterior / ventrolateral nuclei of thalamus), alertness
(intralaminar nuclei). Seluruh gejala klinis yang dialami pasien memiliki korelasi dengan
gambaran yang ditemukan pada MRI.1

Gejala-gejala yang dapat ditemukan pada kasus ependymoma adalah sakit kepala
berulang, kejang, mual dan muntah, gangguan keseimbangan berjalan, serta penglihatan kabur.
Gejala tersebut sesuai dengan keadaan yang dialami pasien yaitu pasien mengeluhkan nyeri
kepada berulang dan terdapat gangguan keseimbangan berjalan sejak 1 tahun SMRS. Selain itu,
pada pasien juga ditemukan tremor pada sisi tangan kanan pasien.

Hasil MRI setelah pengangkatan tumor pada tanggal 16 Februari 2019 adalah tampak sisa
tumor berkalsifikasi di thalamus kiri meluas ke basal ganglia kiri, berukuran +/- 5.4 x 5.2 x 4.5
cm yang mengobliterasi ventrikel III dan ventrikel lateralis kiri serta mengakibatkan deviasi
midline ke kanan.

26
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Ventrikel

2.1.1 Anatomi

Sistem ventrikel terdiri dari 2 buah ventrikel lateral, sebuah ventrikel III dan
sebuah ventrikel IV. Kedua ventrikel lateralis ini dihubungkan dengan ventrikel III
melalui foramen Monroe (foramen intervertebrale), ventrikel III berhubungan dengan
ventrikel IV melalui aquaductus sylvii. Ventrikel IV berhubungan dengan ruang
subarakhnoid melalui 3 buah lubang, yaitu 2 buah foramen luschka (berada disekitar
pontomedullary angle) dan sebuah foramen Magendi.

Ventrikel Lateral

Rongga yang berbentuk huruf C yang melilit thalamus yang terletak dibagian
dalam dari serebrum. Masing-masing ventrikel terdiri dari 5 bagian yaitu frontal horn
(anterior horn), temporal horn (inferior horn), oksipital horn (posterior horn), badan
(body) dan atrium. Masing-masing bagian ini mempunyai dinding medial, dinding lateral,
atap dan dasar. Frontal horn, temporal horn dan atrium selain mempunyai dinding
tersebut diatas juga mempunyai dinding anterior. Dinding ini terutama dibentuk oleh

27
thalamus, septum pellucidum, substansia alba serebri bagian dalam, nukleus kaudatus dan
fornix. Masing-masing ventrikel lateral ini dilapisi oleh ependym dan berisi cairan
serebrospinal.

Untuk mengetahui struktur yang membentuk ventrikel tersebut perlu diketahui terlebih
dahulu letak organ-organ antara lain:

Thalamus

Thalamus terletak dibagian tengah dari ke 2 ventrikel lateral, permukaan superior,


inferior dan posteriornya dikelilingi oleh ke 2 ventrikel lateral tersebut. Badan ventrikel
lateral terletak diatas thalamus, permukaan superior thalamus membentuk dasar badan
ventrikel lateral. Atrium dan oksipital horn terletak diposterior anterior atrium. Temporal
horn terletak dibawah thalamus, permukaan inferior thalamus membentuk bagian medial
atap temporal horn.

Nukleus caudatus

Nukleus caudatus berbentuk busur seperti huruf C yang mengelilingi thalamus.


Dia mempunyai kepala, badan dan ekor. Bagian kepala nukleus kaudatus menonjol
kedalam dinding lateral frontal horn dan badan dari ventrikel lateral. Bagian badan
nukleus kaudatus membentuk dinding lateral atrium. Bagian ekor nukleus kaudatus

28
meluas dari atrium ke atap temporal horn ventrikel lateral, melanjutkan diri dengan
nukleus amilgadaloid didekat ujung inferior horn.

Fornix

Fornix merupakan struktur berbentuk huruf C yang juga mengelilingi thalamus


didinding ventrikel. Fornix ini terdiri dari 4 bagian yaitu fimbria (inferior limb), crus
(posterior limb), body dan column (anterior limb). Fornix ini dibentuk oleh akson yang
berjalan dari daasr temporal horn ventrikel lateral disekeliling thalamus menuju
mamillary body. Fimbrae fornix terletak didinding temporal horn ventrikel lateral bagian
medial. Body dari fornix terletak pada dinding medial bagian bawah dari badan ventrikel
lateral. Crus fornix terletak didinding anterior bagian medial dari atrium ventrikel.

Corpus Callosum membentuk sebagian besar dari dinding ventrikel. Dia


mempunyai 2 buah bagian anterior (rostum dan genu), bagian tengah (body), bagian
posterior (splenium). Bagian rostum berada disebelah bawah dan membentuk dasar
frontal horn ventrikel lateral. Bagian genu membentuk dasar frontal horn ventrikel lateral.
Genu dan body dari corpus callosum membentuk atap frontal horn danbadan ventrikel
lateral.

Splenium merupakan asal traktus yang besar (forceps major) yang membentuk
tonjolan pada dinding medial atrium bagian atas dan oksipital horn, ketika dia berjalan ke
posterior untuk bergabung dengan lobus oksipitalis. Tapetum merupakan fraktus serabut
lainnya, yang berasal dari bagian posterior bodu corpus callosum, berjalan ke lateral dan
inferior membentuk atap dan dinding lateral atrium dan horn temporal serta horn
oksipital.

Septum pellucidum, terdiri dari sepasang lamina, memisahkan horn frontal dan
body ventrikel lateral dibagian tengah. Pada frontal horn, septum pellucidum ini terikat
pada bagian rostrum dari korpus calosum sebelah bawah, pada genu disebelah anterior,
pada body corpus callosum diatasnya. Pada body ventrikel lateral, septum terikat pada
body corpus callosum dibagian atas, dan body fornix dibawahnya. Dibagian posterior,
septum pellucidum ini menghilang pada saat body fornix bertemu dengan splenium.

29
Disitu mungkin terbentuk rongga, cavum septum pellucidum terletak digaris tengah
antara lamina septum pellucidum.

Pleksus khoroideus di dinding ventrikel berbentuk huruf C yang paralel dengan


fornix, menempel sepanjang fissura khoroidea, suatu celah sempit antara fornix dan
thalamus dibagian medial body, atrium dan temporal horn. Pleksus khoroideus berjalan
melalui foramen Monroe ke dalam atap ventrikel III. Di Atrium, pleksus khoroideus
mempunyai lempengan berbentuk segi tiga yang disebut glomus. Fissura khoroidalis
berjalan dari foramen Monroe sepanjang dinding medial body, atrium dan horn temporal
menuju ujung inferior, titik choroideal inferior yang terletak persis dibelakang ujung
lobus temporalis dan uncus. Vena yang berasal dari dinding ventrikel, akan keluar dari
ventrikel melalu bagian subependymal, melalui batas fissura ini untuk mencapai vena
serebri interna, basalis, atau vena yang besar.

Frontal horn ventrikel lateral.

Frontal horn pada ventrikel lateral terletak di sebelah anterior foramen Monroe.
Dinding medial dibentuk oleh septum pellucidum, dinding anterior dibentuk oleh genu
corpus callosum, dinding lateral dibentuk oleh kepala nukleus kaudatus, dasarnya yang
sempit dibentuk oleh bagian rostrum corpus callosum. Columna fornix pada saat lewat di
sebelah anterior Foramen Monroe, berada di bagian posteroinferior dinding medial.

30
31
Body ventrikel lateral

Body ventrikel lateral berjalan dari ujung posterior foramen Monroe sampai
tempat dimana septum pellucidum menghilang, dan tempat bertemunya corpus calosum
dan fornix. Atapnya dibentuk oelh body corpus callosum. Dinding medial sebelah atas
dibentuk oleh septum pellucidum, sebelah bawah dibentuk oleh body dari fornix. Dinding
lateral dibentuk oleh body dari nukleus kaudatus. Dasarnya dibentuk oleh thalamus.

Atrium dan oksipital horn ventrikel lateral.

Bersama-sama membentuk rongga segitiga yang kasar dengan apexnya


diposterior dilobus oksipital dan dasarnya disebelah anterior di pulvinar. Atrium terbuka
disebelah anteriornya diatas thalamus ke dalam body, dan disebelah anterior dibawah
thalamus ke dalam temporal horn, dan disebelah posterior kedalam oksipital horn. Atap
atrium dibentuk oleh bagian body dari tapetum corpus callosum. Dinding medial bagian
atas dibentuk oleh bulbus corpus callosum dan bagian bawah dibentuk oleh calcar avis
(bagian yang terletak pada sulkus calcarina yang paling dalam). Dinding lateral bagian
anterior dibentuk oleh nukleus kaudatus, bagian posterior dibentuk oleh serabut tapetum.
Dinding anterior bagian medial dibentuk oleh crus fornix, bagian medial dibentuk oleh
bagian posterior hypothalamus, bagian lateralnya dibentuk oleh trigonum collateral.
Dalam atrium pleksus choroideus membentuk glomus.

Dari atrium berjalan ke sebelah posterior kedalam lobus oksipitalis, yang


dinamakan oksipital horn. Dinding medialnya dibentuk oleh bulbus dan calcar avis, atap
dan dinding lateralnya dibentuk oleh tapetum, dasarnya dibentuk oleh trigonum
collateral.

Temporal horn ventrikel lateral

Temporal horn bermula dari atrium di bawah pulvinar menuju bagian medial
lobus temporalis, berakhir didinding anterior persis dibelakang nukleus amigdaloid.
Dasar bagian medial dibentuk oleh hipocampus, bagian lateral oleh tonjolan yang terletak

32
disulcus collateral. Atap bagian medial dibentuk oleh permukaan inferior thalamus dan
ekor nukleus kaudatus, yang dipisahkan oleh sulcus stringothalamicus bagian lateral dari
atapnya dibentuk oleh tapetum corpus callosum. Dinding medial merupakan celah
sempit, fissura choroidalis, diantara bagian inferolateral thalamus dan fimbriae fornix.
Ujung inferior dari fissura choroidalis, inferior choroideal point, terletak persis
dibelakang nukleus amigdala dan uncus.

Ventrikel III

Suatu rongga sempit digaris tengah berbentuk corong dan unilokuler. Letaknya
ditengah kepala, di bawah corpus callosum dan bagian body dari ventrikel lateral, diatas
sella tursica, kelenjar hipofisia dan otak tengah, dan diantara hemisfer serebri, thalamus
dan dinding hipothalamus. Disebelah anterosuperior, berhubungan dengan masing-
masing ventrikel lateral melalu formaen Monroe dan disebelah posterior berhubungan
dengan ventrikel IV melalui aquaductus sylvii. Ventrikel III ini mempunyai atap, dasar,
anterior, posterior dan 2 dinding lateral.

Atap ventrikel III.

Atap ventrikel III berjalan dari foramen Monroe disebelah anterior, menuju
resesus suprapineal diposterior. Atap ini terdiri dari 4 lapis, sebuah lapisan neural yang
dibentuk oleh fornix, 2 lapis membran tipis dari tela choroidea, selapis pembuluh darah
yang terletak diantara ke 2 lapis telachoroidea. Lapisan pembuluh darah ini berisi arteri
choroidea posterior media dan cabang-cabangnya, vena serebri interna dan cabangnya.
Lapisan teratas dari bagian anterior atap ventrikel III dibentuk oleh body dari fornix,
bagian posteriornya dibentuk oleh crura dan commissura hypocampus.

Bagian lateral atap, dibentuk oleh celah diantara ujung lateral fornix dan
permukaan supermedial thalamus, yang berbentuk huruf C (disebut fissura choroidalis).
Sisi luar fissure ini dibentuk oleh fornix, sisi dalam dibentuk oleh thalamus.

Dasar ventrikel III

33
Dasar ventrikel III terdapat di sebelah anterior yang dimulai dari chiasma optikus,
diposterior sampai ke aquaductus. Bagian anterior terdiri dari hypothalamus, bagian
posterior terdiri dari nukleus dan traktus diensefalon cauda (termasuk nukleus ruber dan
struktur subthalamik penting yang lain). Bila dilihat dari bawah struktur yang membetuk
dasar ini dari anterior ke posterior berturut-turut, chiasma optikus, infundibulum
hypothalamus, ruber cinerium, mamillary bodies, bagian tegmentum midbrain yang
terletak diatas bagian medial pedunkulus serebri.

Dinding anterior

Disebelah atas mulai dari foramen monroe, sampai ke sebelah bawah yaitu
chiasma optikus. Bila dilihat yang membentuk dinding ini dari dalam, maka struktur dari
superior ke inferior terdiri dari kolumna fornix, foramen monroe, commissura anterior,
lamina terminalis, recesus opticus, chiasma opticum. Foramen monroe pada masing-
masing sisi terletak pada pertemuan atap ventrikel III dengan dinding anteriornya.
Foramen ini berbentuk saluran yang terbuka diantara fornix dan thalamus kedalam
ventrikel lateral dan melanjutkan diri ke inferior di bawah fornix kedalam ventrikel III,
sebagai saluran yang tunggal. Batas anterior foramen monroe adalah pertemuan body dan
column fornix, batas posteriornya thalamus pole anterior. Struktur yang melewati
foramen ini adalah pleksus choroideus, cabang distal arteri choroidalis posterior media
dan vena serebri interna, thalamostriata, choroidalis superior dan vena septal.

Dinding posterior

Batas atas dinding posterior yaitu recessus suprapineal dan batas bawahnya yaitu
aquaductus sylvii. Bila dilihat dari anterior bagian dalam, maka dari atas kebawah terdiri
dari recessus suprapineal, commissura habenularis, pineal body dan recessusnya,
ccommissura posterior, aquaductus sylvii.

Dinding lateral

Bagian dinding lateral terdapat diantara hemsifer serebri. Sebelah inferiornya


dibentuk oleh hypothalamus, dan superiornya dibentuk oleh thalamus.

34
35
Ventrikel IV

Suatu rongga berbentuk kompleks, terletak disebelah ventral serebelum dan dorsal
terhadap pons dan bagian atas medula. Bagian ini mempunyai 3 bagian, superior (bagian
isthmus rhombencefali), intermediate (metencefalic, pontin), inferior (myelecenfalik,
medullary). Ventrikel ini mempunyai dinding lateral, atap, dasar ventral rhomboidal dan
fossa rhombiod.

Dinding lateral ventrikel IV

Masing-masing dibentuk disebelah inferior oleh tuberkel grasillis dan cuneatus,


fasciculus cuneatus dan pedunculus cerebeli inferior. Sebelah posterior oleh pedunculus
serebri superior.

Atap ventrikel IV

Berjalan ke arah dorsal menuju resesus dorsalis medial dan lateral. Atap bagian
atas dibentuk oleh pedunculus superior dan velum medullary superior. Atap bagian atas
dibentuk oleh pedunculus superior dan velum medullary superior. Atap bagian inferior
terdiri dari lapisan tipis, tanpa jaringan saraf, dibentuk oleh ependyma ventrikular dan pia
meter dri tela chroidea, yang menyelimuti darah dorsal. Lapisan ini terganggu dengan
adanya apertura median inferior yang menghubungkan ventrikel dengan ruang
subarakhnoid. Tela choroidea ventrikel IV merupakan lapisan pia meter rangkap 2,
terletak diantara serebelum danatap ventrikel bagian inferior. Lapisan dorsalnya, melapisi
inferior vermis, danmencapai nodules. Ini menunjukkan bahwa dibagian ventro inferior
mengadakan kontak langsung dengan ependym. Dalam tela choroidea, pinggir vaskular
membentuk pleksus choroideus berhubungan dgnependyma,sampai dia mencapai bagian
inferolateral dasar ventrikel yang disebut taenia. Sepasang taenea melanjutkan diri ke
obex, yang tumpang tindih dengan ventrikel inferior angle, dan dilapisi oleh ependyma di
kedua permukaannya. Pada bagian kaudal atap terdapat 3 buah lubang (apertura),
apertura ventrikel dengan ruang subarakhnoid.

36
Fossa rhomboid

Dasar rhombik dari ventrikel IV dibentuk oleh permukaan dorsal pons dan
setengah medula bagian atau yang terbuka. Bagian ini dilapisi oleh substansia grisea yang
berlanjut dengan dinding medula dancanalis sentralis spinalis. Superfisial terhadap
lapisan ini ada lapisan tipis neuroglia dilapisi ependyma.

2.2 TUMOR VENTRIKEL

2.2.1 Definisi
Tumor ventrikel merupakan pertumbuhan abnormal sel-sel yang terdapat di
bagian ventrikel otak. Berdasarkan lokasinya, tumor ventrikel dapat terjadi pada 3 bagian, yaitu
ventrikel lateral, ventrikel III, dan ventrikel IV. Lokasi tumor yang berbeda akan menimbulkan
gejala yang berbeda. Tumor ventrikel dapat muncul di segala usia dan seringkali tidak
menimbulkan gejala apa-apa sampai terjadi penekanan pada bagian otak lainnya.

2.2.2 Epidemiologi
Insidensi terjadinya tumor pada otak dan sistem saraf pusat yaitu terjadi 21,97 kasus
dari 100.000 orang per tahun. Pada orang dewasa dengan usia di atas 19 tahun, insidensi
kejadian tumor ventrikel memiliki angka sebesar 4,8% dari seluruh kasus tumor. Sedangkan
untuk anak dengan kelompok usia 15-19 tahun, tumor ventrikel memiliki angka insidensi
sebesar 5,3% dari seluruh kasus tumor dan untuk kelompok usia di bawah 14 tahun memiliki
angka insidensi sebesar 7,1% dari seluruh kasus tumor. Kasus tumor ventrikel lebih sering
ditemukan pada anak-anak.

2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Etiologi dari tumor ventrikel masih belum diketahui secara pasti dan faktor resiko
dari tumor ventrikel juga masih belum diketahui secara pasti, namun beberapa penelitian
menduga beberapa faktor yang dapat memicu pertumbuhan tumor ventrikel yaitu
neurofibromatosis type 2.

2.2.4 Klasifikasi

37
Dibagi atas:
1. Tumor yang berasal dari dinding ventrikel
2. Tumor yang berasal dari pleksus khoroideus dan telakhoroidea
3. Tumor yang berasal dari sisa sel embrionik
4. Tumor dari jaringan lain

A. Berasal dari dinding ventrikel

1. Ependymoma

Ependymoma berasal dari ependyma yang melapisi dinding ventrikel.


Ependymoma ini hanya merupakan 5% dari seluruh glioma intrakranial. Tumor lebih
sering terjadi pada pria dibanding wanita, dengan perbandingan 3:2. Puncak tertinggi
terjadi pada umur 5 tahun dan 34 tahun. 30-40% merupakan supratentorial, terutama
terjadi pada usia dewasa, 60-70% merupakan infratentorial (25% terjadi pada dewasa dan
75% terjadi pada anak-anak. Ependymoma ini dibedakan atas 2 type yaitu ependymoma
typical intrakranial atau intraspinal (berasal dari ependymal yang melapisi sistem
ventrikel atau sisa dari canalis sentralis dalam medula spinalis) dan ependymoma
myxopapiler (terdapat pada conus medularis dan fillum terminale). 70% ependymoma
intrakranial berasal dari dinding ventrikel IV, terutama dari bagian kaudal dan dari
dinding resesus lateralis.

Sebagian besar ependymoma intrakranial terutama menyerang anak-anak,


ependymoma infratentorial tersering terjadi pada dekade pertama, sedangkan bagian
terbesar dari ependymoma intraspinal terdapat pada dewasa. Tumor ini tumbuh lambat,
dan hanya sedikit menginvasi jaringan sekitar. Pada intrakranial, tumor ini tumbuh cepat
ke dalam ventrikel sebagai masa eksofitik, tapi hanya tumbuh sedikit ke dalam jaringan
parenkim. Ependymoma di ventrikel III biasanya menimbulkan gejala bila sudah terjadi
kompresi pada jaringan sekitar dan penyumbatan pada sistem ventrikel. Ependymoma
pada ventrikel IV selain terjadi penyumbatan pada ventrikel IV dan aquaductus, tumor ini
dapat menekan struktur serebelum misalnya vermis inferior.

38
Hampir semua bentuk tumor ini soliter. Secara makroskopis sering terlihat
berbatas tegas, bergranular, keabuan, jarang terjadi nekrosis dan perdarahan. Tumor di
ventrikel III terlihat menonjol ke dalam ventrikel dan menekan strutur disekitarnya.
Secara mikroskopis terlihat saluran dengan lumen sentral yang bundar atau elongasi
disekelilingnya terdapat sel tumor columnar yang tersusun konsentris. Intinya terletak
didasar. Dapat pula terbentuk perivaskular pseudorosettes, yang sering kali merupakan
satu- satunya pegangan diagnosa ependymoma. Pada 15% kasus ditemukan adanya fokus
kalsifikasi. Adanya gambaran kalsifikasi pada ventrikel IV merupakan diagnostik yang
sangat mambantu.

Jarang ditemukan adanya bentuk glioma campuran. Bentuk ini disebut malignant
ependymoma. Pada CT scan terlihat isodens atau relatif hipodens terhadap jaringan otak.
Sering terlihat gambaran lusensi yang menunjukkan adanya kista atau nekrosis. 50%
kasus mengalami kalsifikasi, edema disekitarnya kecil. Dengan kontras terlihat
enhancemen yang iregular. Terapi pilihan adalah operatif disertai iradiasi. Ependymoma
ini relatif radiosensitif. Pemberian kemoterapi dilakukan pada kasus kekambuhan. 5 tahun
survival rate pada pasien dengan operasi dan radioterapi adalah 49- 83% pada dewasa,
dan 29% pada usia dibawah 18 tahun.

2. Subependymoma

Berasal dari lapisan subependimal ventrikel lateral dan ventrikel. Pada pasien
yang menimbulkan gejala, 84% nya terdapat pada usia dewasa (71% usia dewasa ini
terjadi pada umur antara 30-50 tahun, 70-80% kasus terjadi pada laki-laki) Tumor ini
tumbuh lambat, lebih bersifat kompresif daripada infiltratif kedalam jaringan parenchim,
biasanya tumbuh kedalam ventrikel.

24% tumor ini berasal dari dinding lateral ventrikel, 6% dari septum pellucidum,
76% dari dinding ventrikel IV. Secara histologis jinak, berlobus, tidak berkapsul tapi
berbatas tegas dari jaringan otak sekitarnya. Secara mikroskopis nukleus menunjukkan
gambaran peralihan antara astrocytoma dan ependymoma. Sering terjadi kalsifikasi. Pada
50% kasus tumbuhnya sangat lambat sehingga tetap tidak menimbulkan gejala. Pada

39
yang simtomatis, gejala menonjol kedalam rongga ventrikel. Pada yang simptomatis,
gejala berupa manifestasi peninggian tekanan intrakranial karena hidrosefalus obstruktif.

CT scan non kontras masa isodens atau agak hiperdens. Dengan kontras masa
enhamcementnya homogen, tetapi tidak intense. Tumor yang besar (diameter 4-5 cm)
sering menunjukkan pembentukan kista, kalsifikasi fokal dan perdarahan yang
berhubungan dengan degenerasi pembuluh dara Terapi dengan operatif dilanjutkan
iradiasi. Prognosa umumnya baik.

3. Astrocytoma

Merupakan tumor glial tersering di ventrikel III. gejala klinisnya bervariasi. Dulu
untuk mendiagnosa astrocytoma didaerah ini sulit, tetapi dengan adanya CT scan dan
MRI diagnosa lebih cepat diketahui.

Juvenile pilocytic astrositoma merupakan bentuk tersering yang mengisi ventrikel


III dan melibatkan struktur disekitarnya. Astrocytoma ini tersering terlihat dalam
serebelum. Tersering berasal dari dasar ventrikel III dan sering menekan struktur jaringan
disekitarnya.

Makroskopis seperti karet busa, warna beragam dari abu-abu ke merah muda.
Mikroskopis menunjukkan pola bifasik dengan zona polisitik yang kompak, sering
disekitar pembuluh darah, berseling dengan area astrositik protoplasmik yang longgar.

Astrsitoma fibriler, dapat berasal dari struktur dimana saja yang berhubungan
dengan ventrikel III merupakan tumor yang infiltratif, walaupun dapat berbentuk suatu
massa. Tersering berbentuk solid, tetapi dapat pula membentuk kista. Sering timbul
sebagai lesi.

4. Medulobastoma

Meduloblastoma merupakan tumor ganas sel neuropitelial yang terjadi pada


serebelum. Insidennya merupakan 4% dari seluruh tumor intrakranial. Banyak mengenai
anak-anak, lebih dari setengah kasus terjadi pada dekade pertama kehidupan. 30% kasus

40
pertama kali ditemukan pada umur lebih dari 16 tahun. Jarang terjadi pada usia lebih dari
48 tahun. Perbandingan laki-laki dengan wanita 2:1. Bentuk yang klasik merupakan
tumor digaris tengah, mengenai vermis dan sering meluas kedalam ventrikel IV.
Perluasan kearah superior kedalam aquaductus dan kelateral kedalam sisterna
serebelopontin angle sering menimbulkan hidrosefalus obstruktif. Secara makroskopis
bentuknya halus, berbatas tegas, warnanya bervariasi dari abu-abu ke merah muda.
Secara mikroskopis merupakan neoplasma dengan aktifitas seluler yang tinggi. Intinya
hiperkromasi, relatif uniform, bulat lonjong atau berbentuk wortel. Penyebarannya dapat
melalui bermacam cara. Tersering adalah dengan menembus subpila, demikian juga
infiltrasinya ke ruang subarakhnoid dan penyebaran melalui cairan serebrospinal. Gejala
klinis yang menonjol adalah adanya tanda-tanda hidrosefalus. Biasanya dari saat gejala
awal sampai terdiagnosa tumor memakan waktu kurang dari 6 bulan. CT scan terlihat
masa hiperdens besar, bulat berbatas tegas. Sering terjadi daerah berbatas tidak tegas
dengan densitas rendah ditepinya menunjukkan edema. Dengan kontras terlihat masa
terang dengan enhancemen uniform. Perluasan tumor digaris tengah terlihat mengisi
ventrikel IV.

Terapi meliputi operasai pengangkatan sebanyak mungkin, diikuti dengan terapi


radiasi kedaerah penyakit primer. Kemoterapi hanya untuk kasus kekambuhan.
Prognosanya kebanyakan ditentukan oleh umur, luasnya pengangkatan tumor,
penyebaran tumor preoperatif, terapi radiasi yang cukup. Tumor yang kambuh biasanya
resisten terhadap pengobatan.

B. Berasal dari pleksus dan tela choroidea

1. Tumor pleksus choroideus

Perubahan epitel pleksus choroideus kearah keganasan akan menimbulkan masa


globular intra ventrikel yang menimbulkan gejala karena adanya peninggian tekanan
intrakranial akibat sekresi cairan serebrospinal. Tumor ini merupakan 1% dari seluruh
tumor neuropitellial intrakranial, 50- 70% tumor ini terjadi pada usia dewasa.

Papilloma pleksus choroid

41
Merupakan tumor pleksus choroid yang paling sering ditemukan. Tumor ini
sering mengenai orang dewasa muda dan anak-anak. Lokasi yang sering pada anak-anak
adalah ventrikel lateral, sedangkan pada dewasa pada ventrikel IV. Sering terlihat sebagai
masa tumor di serebelopontin angle. Pada anak yang lebih muda, tumor lebih sering di
ventrikel lateral dan mencapai ukuran yang besar. Hidrosefalus internus sering terjadi
berhubungan dengan aktifitas sekresi dari tumor. Pembesaran intraventrikuler primer
menyebabkan berkurangnya gejala pada stadium awal penyakit. Tumor ini tumbuh
lambat, lebih mudah dilakukan tindakan operatif, jarang masuk menyebar kedalam
rongga cairan serebrospinal.

Secara makroskopis, papiloma pleksus terlihat sebagai massa intraventrikel,


dengan konfigurasi berpapil. Secara mikroskopis tumor merupakan duplikasi struktur
pleksus choroid normal, dengan formasi fibrovascular fronds yang terdiri dari selapis
kuboid uniform atau terlihat sel kolumnar seperti kebanyakan epitelial. Terlihat sel
kolumner yang menghasilkan mukus. CT scan menunjukkan massa intra ventrikular
berlobus, hiperdens. Tumor sering terdapat bercak kalsifikasi. Dengan kontras terdapat
massa nodul dengan bright enhancemen. Terapi dengan eksisi diikuti iradiasi. Adanya
hidrosefalus yang menetap setelah dilakukan pengangkatan tumor harus dilakukan
shunting ventrikuloperitoneal. Prognosa pada reseksi total yang luas, bahkan dapat
sembuh. Bila terjadi kekambuhan perlu dilakukan operasi kedua.

Choroid pleksus carcinoma

Merupakan tumor ganas pleksus khoroid yang jarang. Secara mikroskopis sama
dengan papiloma yang lain, tetapi lebih sering terjadi penyebaran subarakhnoid. Tumor
ini tumbuh cepat dan akan menginvasi sekitar otak dan menunjukkan gambaran yang
malignant secara sitologi. Kebanyakan kasus terjadi pada anak-anak (ventrikel lateral)
dan menunjukkan adanya penyebaran keluar ventrikel dan ruang subarakhnoid. Pada CT
scan terlihat peningkatan heterogenity. Reseksi bisanya terbatas, karena adanya invasi
tumor kedinding ventrikel. Diperlukan terapi radiasi. Perlu penelitian mengenai
pemakaian khemoterapi intraventrikular. Prognosa buruk. Survival rate kurang dari 1
tahun.

42
Kista Kolloid (Neuroepitelial)

Tersering terjadi pada bagian anterior ventrikel III, tetapi dapat terjadi dibagian
mana saja dari sistem ventrikel serebri. Masih belum diketahui apakah berasal dari
paraphysis, ependymal pouche dari diencefalon, atau epitel pleksus choroideus. Kista
biasanya berasal dari atap ventrikel III dan sering menyumbat foramen monroe, dapat
pula berasal dari septum pellusidum sehingga terjadi pelebaran septum. Biasanya
berbentuk unilokuler spherik atau ovoid, dengan diameter beberapa masing-masing
sampai dengan 3 cm, berisi cairan yang terlihat jernih ataupun seperti susu. Dindingnya
tipis, terdiri dari jaringan fibrosa, dan dilapisi selapis epitel kuboid yang rendah, kadang-
kadang bersillia. Besarnya dapat mencapai ukuran 3 atau 4 cm. Yang ukurannya kurang
atau sama dengan 1 cm biasanya tidak menimbulkan gejala. Manifestasi klinis tersering
pada dekade 3 atau 4 akut hidrosefalus, kadang-kadang fatal dapat terjadi karena
sumbatan pada foramen monroe. Pengangkatan kista secara operatif menghasilkan
perbaikan pada sebagian besar gejala. CT scan terlihat enhancemen minimal. Bila
didapatkan gambaran isodens pada kecurigaan kista koloid, maka pemeriksaan
metrizamide ventrikulografi dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa.

2. Meningioma

Merupakan tumor yang berasal dari sel meningothelial yang normal berada pada
leptomenings, tela choroidea, pleksus choroideus. Tersering terjadi pada dewasa,
ditemukan lebih banyak pada wanita, tetapi dapat pula terjadi pada anak dan dewasa
muda. Tumor ini dapat terjadi dimana saja, termasuk regio parasagital, konveksitas
serebri lateral, falk serebri, basis serebri, pontoserebral angle, petrus ridge dari tulang
temporal, canalis spinalis (terutama segmen thorakal bagian dalam ventrikel serebri.

Meningioma pada ventrikel lateral berasal dari tela choroidea, lokasinya pada
regio trigonal atau temporal horn. Meningioma intraventrikular pada ventrikel III jarang
terjadi. Dapat tejadi di iregio foramen monroe dengan gejala obstruksi aliran cairan
serebrospinal. Meningioma yang merupakan ekspansi dari tempat lain kedalam ventrikel
III dapat terjadi pada dinding anterior dapat pula pada dinding inferior ventrikel III.

43
Secara makroskopis berbatas tegas, sering merupakan tumor padat berlobus,
berwarna abu-abu. Sering terjadi kalsifikasi yang terlihat pada pemeriksaan rontgen
maupun inspeksi secara mikroskopis. Bentuknya dapat bundar atau oval. Terjadi
hiperostosis tulang didekatnya yang merupakan tanda yang penting pada rontgen. Secara
mikroskopis, sel tumor terlihat bundar, poligonal, oval atau bentuk spindel. Intinya
teratur, bundar atau oval, leptokromatik. Sitoplasmanya berwarna eosinoflik pucat.
Tumor ini vaskularisasinya banyak, sehingga untuk pendekatan tindakan operatif mutlak
dilakukan angiografi. CT scan non kontras terlihat hiperdens. Post kontras
enhancemennya homogen, kecuali bila terjadi nekrotik, kistik, hemorhagis.

C. Berasal dari sisa embryonal

1. Tumor epidermoid

Tumor epidermoid berasal dari sel ektodermal dalam neural roof pada saat
penutupan neural tube antara minggu ke 3 dan ke 5 embriogenesis. Frekuensinya kurang
dari 1% tumor intrakranial. Pertumbuhannya lambat, konsistensinya halus seperti keju,
perluasannya terutama ke dalam sisterna cairan serebrospinal. Tumor epidermoid didekat
bagian anterior ventrikel III dapat meluas ke anterior ke sepanjang dasar fossa cranil an
atau ke arah inferior melibatkan regio paraselar, fossa media, sisterna serebelopontin
angle, fossa interpeduncular dansisterna prepontin. Epidermoid pada regio supraselar
sering menimbulkan gejala penekanan jaras visual dan saraf cranial yang terletak didalam
sinus cavernosus. Pada CT scan non kontras, gambarannya hampir meyerupai cairan
serebrospinal. Karena tumor ini bersifat avaskular, pada pemberian kontras tidak
menunjukkan enhancemen. Untuk mendiagnosa tumor ini perlu dilakukan pemeriksaan
metrizamide CT sisternografi.

2. Cranyopharyngioma

Berasal dari sisa embrional sel squamosa dari involusi duktus hypofiseal
pharingel yang tidak sempurna. Yang menyolok pada tumor ini adalah terjadinya
pembentukan kista dan kalsifikasi. Cranyopharyngioma merupakan 5-10% tumor otak
pada anak, dan terutama terjadi pada anak antara 5-15 tahun. Gejala klinik tersering

44
berupa gangguan endokrin, pada anak seringkali terjadi kegagalan pertumbuhan,
sedangkan pada dewasa terjadi disfungsi seksual atau menstruasi.

Pada CT scan non kontras, daerah kista mempunyai atenuasi yang lebih rendah
dibandingkan komponen solid dari tumor. Kontras enhancemen terbatas pada kapsul dan
bagian solid tumor. Pada anak enhancemen kontras lebih jelas dibanding pada dewasa.
Sering menimbulkan kalsifikasi. Sering pula terlihat perubahan tulang termasuk
pembesaran sela danerosi dorsum sela. Pada anak diagnosa ditegakkan bila ada 2 dari
gambaran kardinal berupa kalsifikasi, pembentukan kista, adanya kontras enhancemen
pada masa supraselar. Biasanya pada saat didiagnosa tumor merupakan tumor yang besar
(diameter 3,5 cm). Terapi dengan operasi dengan mengevaluasi terlebih dahulu fungsi
hipofisa, kemudian diberi radioterapi. Scan post operatif perlu untuk evaluasi tumor yang
tersisa dan kemungkinan pengumpulan cairan kista.

D. Tumor dari lain-lain

Tumor dari regio pineal.

Neoplasma regio pinel dibedakan atas yang berasal dari sel parenchym normal dan
yang berasal dari germ sel. Pineoblastoma merupakan neoplasma pada anak, pineocytoma
biasanya terjadi pada orang dewasa. Germ sel neoplasma yang tersering yaitu germinoma,
lalu diikuti oleh teratoma, endodermal sinus tumor, embryonal carcinoma, cgorlocarcinoma.
Germ sel tumor ini berasal dari sisa primitive totipotensial germ sel yang terjadi pada
berbagai struktur digaris tengah, termasuk pineal, regio supraselar, mediastinum dan area
sacrococcygea. Tumor ini merupakan 0,5% - 1,6% dari tumor otak. Manifestasi klinik
tergantung dari besarnya lesi dan invasinya kepada struktur neural disekitarnya. Dapat terjadi
peningkatan tekanan intrakranial karena hidrosefalus. Lesi pada foramen monroe akan
menimbulkan gajala obstruksi ventrikel yang intermitten yang dapat berakibat fatal, tetapi
sering pula menimbulkan obstruksi yang kronis sehingga menimbulkan gejala hidrosefalus.
Lesi yang membesar ke dalam ventrikel III dan akhirnya menyumbat ventrikel tersebut akan
menyebabkan gejala peningkatan tekanan intrakranial. Pineal tumor yang berkembang ke arah
bawah sering menekan aquaductus sylvii dan menyebabkan hidrosefalus.

45
Invasi pada kapsula interna menyebabkan hemiparese atau hemiplegi. Keterlibatan
basal ganglia dapat menyebabkan sindroma ekstrapiramidal atau gangguan gerakan. Invasi ke
hypothalamus menyebabkan gangguan regulasi cairan, suhu tubuh, berat badan. Penekanan
pada colliculus inferior mengakibatkan hiperakusis danketulian. Gangguan memori, terutama
ingatan jangka pendek dapat disebabkan karena invasi tumor kejaras memillothalamic
(fornices).

CT scan non kontras pada pineal sel tumor menunjukkan isodens sampai hiperdens
ringan. Tanda khasnya yaitu akan ditemukan kalsifikasi abnormal dalam tumor. Pineostoma
dapat kistik, enhancemennya dense dan uniform. Tumor berbatas tegas atau infiltratif.

Kemoterapi berperan penting dalam pengobatan tumor regio pineal, walaupun terapi
primer untuk germinoma yang murni adalah radioterapi. Berperan pula pada kekambuhan dan
adanya metastasis.

2.2.5 Manifestasi klinis

1. Ventrikel lateral

Tumor ventrikel lateral dibedakan atas tumor intraventrikular primer dan tumor
sekunder. Tumor intraventrikular primer, merupakan tumor yang terbentuk dari dinding yang
melapisi ventrikel, misalnya ependyma, subependymal glia, dari epitel pleksus choroideus dan
jaringan arachnoid disekitarnya. Tumor paraventrikular yaitu tumor yang terbentuk dari
substansia otak dan lebih dari 2/3 bagian tumor tersebut menonjol ke dalam ventrikel lateral.
Tumor ventrikel lateral ini jarang, 7% dari seluruh tumor ventrikel, 49%nya ditemukan pada
ventrikel lateral usia dewasa. Pada anak insidensi tumor ventrikel 41%, 25%nya ditemukan
pada ventrikel lateral. Biasanya merupakan tumor jinak. Terbanyak didapatkan pada umur
yang muda, kecuali pada glioma. Terbanyak berlokasi di horn frontal, cella media, regio
trigonal. Bila tumor membesar ke dalam rongga ventrikel, tumor akan berkembang menjadi
besar sebelum menimbulkan gejala defisit neurologis. Karena tumor ini jinak dan tumbuh
lambat, tumor ini dapat menekan struktur disekitarnya atau menimbulkan hidrosefalus
obstruktif dan menimbulkan gejala. Pengangkatan tumor dapat dilakukan dengan eksisi.

46
2. Ventrikel III

Ventrikel III dapat merupakan tempat asal tumor primer dapat pula merupakan tumor
yang berasal dari struktur dibawahnya (ruang interpedunkularis) atau diatasnya (falk atau
korpus kallosum) atau disebelah lateral (basal ganglia). Tumor ekstraventrikular biasanya
cukup memberikan bukti tentang keberadaannya, sebelum meluas kedalam ventrikel, tetapi
yang berasal dari ventrikel seringkali sulit melokalisirnya. Astrocytoma yang berasal dari
ventrikel tidak jarang terjadi pada anak. Hidrosefalus dapat terjadi akut, subakut, intermitten
atau kronis. Nyeri kepala proksismal yang berat sering terjadi dan mungkin dipengaruhi oleh
perubahan posisi kepala. Nyeri kepala dan papil udem kadang-kadang hanya merupakan
gejala yang ada. Dapat terjadi progresif dementia atau terjadi koma mendadak. Dapat terjadi
gangguan daya ingat. Pada kasus kista koloid ventrikel, serangan hilangnya kesadaran tanpa
konvulsi sering terjadi pada serangan nyeri kepala hebat, demikian pula drop attack dengan
kelemahan pada anggota gerak bawah yang bersifat sementara, dan jatuh, tanpa adanya
gangguan sensasi. Selain itu dapat ditemukan juga episode parestesi pada anggota gerak.

Pada tumor ini akan ditemukan keadaan pasien somnolen, hiperglikemi dan glukosuri,
obesitas, regresi seksual dapat terjadi pada penekanan kebawah terhadap tuber cinerium dan
kelenjar hipofisa, diabetes insipidus dan atau kaheksia dapat terjadi oleh karena terlibatnya
hipotalamus. Perluasan ke lateral yang mengenai kapsula interna dapat menyebabkan
terjadinya gejala gangguan kortikospinal pada satu atau kedua sisi.

3. Ventrikel IV

Tumor yang primer berasal dari ventrikel IV biasanya ependymoma. Ventrikel IV ini
dapat pula diinvasi oleh pertumbuhan yang berasal dari vermis serebelum atau pons. Gejala
yang khas yaitu nyeri kepala, muntah pagi dan vertigo dengan nystagmus yang bertambah
dengan perubahan posisi kepala. Pada pasien yang muda ependymoma merupakan penyebab
tersering, tapi pada usia diatas 50 tahun sindrom yang sama dapat pula berasal dari tumor
metastasis ke dalam ventrikel IV. Gejala awal yang sering terjadi yaitu nyeri kepala berulang
dengan eksaserbasi paroksismal dan nyeri yang menjalar ke leher, bahkan sampai ke bahu dan
lengan. Muntah, papil udem merupakan tanda-tanda hidrosefalus yang lain dapat terjadi

47
dengan cepat. Tapi tidak semua gejala terdapat nyeri kepala dan papil udem. Sering terjadi
kekakuan leher dan truncal ataxia, tepi gejala gangguan serebelum pada anggota gerak dapat
ringan atau tidak ada. Gangguan pada saraf kranial sering kali ringan. Tumor juga dapat
mengganggu pusat viseral dimedulla, sehingga terjadi serangan tachicardi, dyspnoe,
pernapasan tak teratur, cegukan, berkeringat, gangguan vasomotor, polyuri dan glukosuria.

4. Foramen magnum dan basal exit foramina

Tumor pada atau didekat foramen magnum seringkali tidak terdiagnosa. Kebanyakan
tumor ini berbentuk meningioma, biasanya menimbulkan gejala menyerupai syringobulbi atau
penekanan bersiler dari tengkorak, dengan gejala gangguan saraf kranial bagian bawah, dan
keterlibatan dengan traktus desending dan traktus ascending. Gangguan posisi yang berat dan
sensasi persendian pada kedua tangan dan nystagmus vertikal dapat merupakan gejala yang
menunjuk pada lesi di sekitar daerah ini.

2.2.6 Tata laksana

Tata laksana tumor ventrikel dapat dilakukan melalui:

A. Operatif

Teknik operasi pada tumor ventrikel tidak dapat distandarisasi, karena lokasi, besar
dan kedalaman letak tumor perlu diperhatikan. Teknik operasi harus mempertimbangkan
struktur fungsional yang terdapat disekitar tumor, maupun struktur yang akan terlewati
melalui tindakan operatit tersebut, melalui arteriogram.

1. Ventrikel lateral

Untuk memilih teknik operasi yang akan ditempuh, perlu diketahui berapa besar
tumor yang ada dalam rongga ventrikel, dan seberapa besar yang berada dalam regio
paraventrikular. Frontal horn, pada tumor yang kecil, digunakan teknik frontal transcortikal
melalui gyrus frontal atau transcollosal melalui fissura interhemisferik. Untuk tumor yang
besar menggunakan cara pendekatan transcortikal. Sesudah eksisi tumor, aliran liquor
interventrikular harus diperbaiki.

48
Cella media, terletak dibawah regio sentral. Di sebelah proksimal terdapat capsula
interna. Tumor dapat pula menekan struktur thalamus ipsilateral maupun bilateral dari
sebelah atas, dan terhadap ventrikel III. Teknik operasi melalui pendekatan transcollosal
melalui fissura interhemisfer. Tumor pada hemisfer dominan, bila kecil dipilih pendekatan
dari sisi berlawanan. Tumor berukuran besar pada gyrus frontalis media, dipakai teknik
transcortikal. Pada beberapa kasus, untuk mendapat hasil yang optimal diperlukan tindakan
pendekatan melalui dua tahap. Pendekatan transkortikal yang langsung melalui parietal
lateral, merupakan kontra indikasi, karena gyrus motorik dan sensorik primer terletak
diatas tumor tersebut.

Regio trigonal dengan occipital horn, letak tumor dapat didekat thalamus pulvinar
atau berasal dari thalamus pulvinar tersebut, dapat pula dari glomus plerksus choroideus.
Terbanyak diperdarahi oleh arteri choroidea posterior. Di sebelah lateral dan dibawahnya
terdapat serabut proyeksi visual. Di sebelah anterior dan medialnya terdapat jaringan yang
berhubungan dengan struktur hipokampus dari sistem limbik. Teknik operasi yang diambil,
pendekatan insisi temporo oksipital transkortikal. Untuk tumor yang terletak di media, atau
meningioma yang di perdarahi oleh arteri choroidea anterior dan posterior dipakai
pendekatan transcollosal parieto oksipital interhemisferik.

Temporal horn, struktur anatomis yang penting di daerah ini pleksus choroideus,
sistim limbik dengan amygdala dan hypocampus, cysterna ambient dengan arteri serebri
posterior dan vena rosenthal. Struktur penting di sekitar lobus temporalis jaras penglihatan,
di hemisfer dominan area bahasa. Tumor disini jarang dan terbanyak meningioma.
Diperdarahi oleh arteri choroidea anterior dan posterior. Incici kortikal dilakukan pada
gyrus temporal media dari anterior atau posterior tergantung letak tumor.

2. Ventrikel III

Teknik operasi pada ventrikel III dilakukan dengan pendekatan dari garis tengah
pada arah dorsal atau ventral. Dapat pula dari arah lateral. Dari arah dorsal, kita dapat
masuk melalui insisi transcolosal interhemisferik, dimana semua bagian ventrikel III dapat
dimasuki.

49
Pendekatan ventrikel III bagian anterior dapat dilakukan dari ventral anterior,
dengan melakukan craniotomi subfrontal dan membuka lamina terminalis yang merupakan
dinding ventrikel yang paling tipis. Hati-hati terhadap adanya kerusakan pada traktus
optikus, commisura anterior, fornices. Pendekatan terhadap ventrikel III dinding posterior
dan regio pineal dapat dilakukan dari posterior ventral secara pendekatan suboccipital
transtentorial atau pendekatan fossa posterior.

Ventrikel III dapat pula dimasuki dari lateral melalui pendekatan transcortical
transventricular, dimana insisi kortikal dilakukan didaerah aman (silent area) dengan resiko
gejala klinis sisa yang minimal. Dengan cara ini dapat dicapai lesi di ventrikel III bagian
anterior, terutama yang melalui dilatasi foramen monroe. Dengan cara ini ventrikel
lateralpun dapat terlihat dan dapat tercapai.

Untuk mencapai ventrikel III bagian anterior tengah dapat dengan cara memotong
fornix anterior atau posterior ipsilateral tetapi cara ini akan menimbulkan resiko terjadinya
gangguan fungsi memori, terutama bila fornix kontralateral rusak. Cara lain adalah dengan
membuka foramen monroe disebelah inferior dan posterior dengan membelah vena
thalamostriata. Cara ini resikonya lebih sedikit dibanding dengan membelah fornix.
Pendekatan ventrikel III dari lateral yang aman, dapat dengan melalui pendekatan
subkhoroidal.

3. Ventrikel IV

Untuk proses di bagian bawah ventrikel IV, dilakukan pendekatan melalui foramen
monroe, untuk proses di bagian atas foramen IV dan aquaductus, melalui pyramis-uvula-
point.

B. Terapi Radiasi

Terapi radiasi diberikan pada tumor neuroepitelial setelah dilakukan operasi


pengangkatan tumor. Untuk tumor pada regio pineal, radiasi dapat menyembuhkan
presentase yang cukup besar, walaupun belum ada standar terapi radiasi untuk tumor

50
tersebut. Masih menjadi pertentangan apakah pemberian terapi radiasi boleh dilakukan
tanpa diagnosa jaringan dan apakah iradiasi merupakan hal yang rutin.

C. Chemotherapy

Berperan terutama pada tumor regio pineal (germ sel tumor), walaupun terapi
primernya pada germinoma murni adalah radioterapi. Terapi ini juga dipakai pada
penanganan kekambuhan dan adanya metastasis. Pada tumor nongerminatous germ sel
yang mempunyai prognosis buruk dapat diperkirakan untuk pemberian kemoterapi tersebut
sebagai adjuvant terhadap operasi dan iradiasi.

2.2.7 Prognosis

Pada seluruh kasus tumor otak dan sistem saraf pusat, angka keberhasilan yang
dimiliki pada orang dewasa yaitu 34,4% sedangkan untuk anak yang berusia 0-19 tahun
memiliki angka keberhasilan 73,6%. Sedangkan untuk tumor spesifik ependymoma,
angka keberhasilan tertinggi dimiliki oleh kelompok usia 20-44 tahun, yaitu sebesar 91%.
Sedangkan pada kelompok usia 0-19 tahun, angka keberhasilannya sebesar 75,2% dan
untuk kelompok usia di atas 75 tahun memiliki angka keberhasilan 57,8%.

51
DAFTAR PUSTAKA

1. Kleihues P, Burger PC, Scheithauer BW: The new WHO classification of brain tumours.
Brain Pathol 3 (3): 255-68, 1993
2. Louis DN, Ohgaki H, Wiestler OD, et al., eds.: WHO Classification of Tumours of the
Central Nervous System. 4th ed. Lyon, France: IARC Press, 2007.
3. Littman P, Jarrett P, Bilaniuk LT, Rorke LB, Zimmerman RA, Bruce DA, et al. Pediatric
brain stem gliomas. Cancer. 1980 Jun 1. 45(11):2787-92
4. Kaplan AM, Albright AL, Zimmerman RA, Rorke LB, Li H, Boyett JM, et al. Brainstem
gliomas in children. A Children's Cancer Group review of 119 cases. Pediatr Neurosurg.
1996. 24(4):185-92.
5. Ostrom QT, Gittleman H, Stetson L, Virk SM, Barnholtz-Sloan JS. Epidemiology of
gliomas. Cancer Treat Res. 2015. 163:1-14.
6. McGuire CS, Sainani KL, Fisher PG. Both location and age predict survival in
ependymoma: a SEER study. Pediatr Blood Cancer. 2009;52:65–69.
7. Paulino AC. Radiotherapeutic management of intracranial ependymoma. Pediatr Hematol
Oncol. 2002;19:295–308.
8. Kleihues P, Davis RL, Ohgaki H. Low-grade diffuse astrocytoma. Kleihues P, Cavenee
WK, eds. Pathology and Genetics: Tumours of the Nervous System. Lyon, France:
International Agency for Cancer Research; 1997. 10-14.
9. David F. Bauer, in Principles of Neurological Surgery (Fourth Edition), 2018
10. M. Beatriz S. Lopes, Bernd W. Scheithauer, in Brain Tumors (Third Edition), 2012
11. Chetan Bettegowda, ... James T. Rutka, in Schmidek and Sweet Operative Neurosurgical
Techniques (Sixth Edition), 2012

52
Kelenjar pineal (epiphysis cerebri) merupakan salah satu organ dalam sistem
endokrin yang terletak pada struktur midline dari otak. Bentuk dari kelenjar pineal
menyerupai pine cone dengan ukuran kurang lebih 0,8 cm dan berat berkisar 0,1 gram.
Kelenjar ini berada pada epithalamus dan memiliki kontak langsung dengan ventrikel III
melalui resesus pineal. Posisi dari kelenjar pineal sendiri berada pada bagian posterior
dari ventrikel III, dibawah vena cerebral internal dan diatas midbrain. Letak pineal stem
berkelanjutan degnan commisura habencular pada daerah dorsal dan commisura
posterior pada daerah ventral. Pineal body berada pada bagian posterior pada cisterna

53
quadrigerminal dan berada dekat dengan corpus callosum pada bagian superior serta
tectal quadrigerminal plate diantara superior colliculi kanan dan kiri.2-3

Vaskularisasi dari kelenjar pineal didapatkan dari arteri koroidalis medial


posterior dan lateral posterior. Arteri koroidalis medial posterior berasal dari arteri
cerebral posterior. Selain itu pineal body mendapatkan vaskularisasi dari colliculi
superior dan inferior serta pleksus choroidalis dari ventrikel III. 4

54
Sistem vena Galen memilik beberapa atribut, yaitu vena vermian superior dan
vena cerebral precentral yang berjalan pada garis midline menuju bagian dorsocaudal dari
great vein. Pada bagian ventral dapat dilihat persatuan antara cabang vena cerebral
interna dan vena pineal. Pada bagian lateral dari great vein, terdapat pertemuan antara
vena occipital media, segmen ketiga dari vena basalis Rosenthal dan vena mesencephalic
posterior. Vena pinealis akan membawa aliran darah dari tumor menuju bagian posterior
dari vena cerebralis interna atau bagian dari vena Galen.4

Kelenjar pineal terbentuk dari sel – sel pinealosit yang memiliki kemampuan
untuk memproduksi hormon melatonin. Sel pinealosit dapat diidentifikasi secara histologi
menggunakan pewarnaan untuk enzim – enzim yang terlibat dalam sintesis melatonin,
salah satunya adalah S–antigen yang hanya diproduksi oleh kelenjar pineal dan retina
mata. S-antigen merupakan agen yang penting untuk transduksi sinyal fotoreseptor
cahaya. Beberapa sel lain yang dapat ditemukan dalam kelenjar pineal adalah sel
interstitial, sel glial, sel fagosit perivsakular dan sel endotel.3

55
Pada orang tua sering kali ditemukan kalsifikasi pada kelenjar pineal akibat
penumpukan kalsium, florida dan fosfor seiring dengan pertambahan usia. Kalsifikasi
tidak mempengaruhi produksi melatonin pada orang tua. Kelenjar pineal yang sudah
mengalami kalsifikasi dapat membantu deteksi edema otak maupun tumor dengan
melihat apakah ada pergeseran dari posisi kelenjar pineal dari midline (pineal shift).2,3

2.1.2 Fisiologi

Fungsi utama dari kelenjar pineal adalah untuk memproduksi hormon melatonin
yang memiliki peranan utama dalam regulasi siklus sirkadian pada tubuh manusia. Selain
itu, hormon melatonin membantu meregulasi hormon reproduksi dalam tubuh manusia.
Mekanisme kerja hormon melatonin sampai saat ini masih belum diketahui secara jelas.
Produksi hormon melatonin ditekan oleh cahaya, sehingga produksinya lebih banyak di
malam hari dan membantu tubuh untuk mengenali waktu tidur. Produksi dari hormon
pineal membantu menghentikan sekresi dari luteinizing hormone (LH) dan follicle
stimulating hormone (FSH) dengan secara langsung bekerja pada hipotalamus.2

Hormon melatonin merupakan derivatif dari triptofan yang terbentuk dari grup O-
methyl dan grup N-acetyl. Hormon ini memiliki karakteristik kimiawi seperti hidrofobik,
sehingga melatonin dapat transit antara membran dengan cepat. Jumlah sekresi hormon
melatonin dapat dipertahankan dalam batas yang stabil melalui mekanisme homeostasis
tubuh, dimana kelenjar pineal akan mensekresikan hormon melatonin ketika
mendapatkan sinyal bahwa kadar hormon melatonin pada darah menurun. Sebaliknya,
ketika kadar hormon melatonin pada darah meningkat, maka kelenjar pineal akan
mendapatkan sinyal untuk menghentikan produksi hormon melatonin sehingga
keseimbangan kadar hormon dapat tercapai. 3

2.2 Pineal Region Tumor

2.2.1 Definisi

Tumor pada kelenjar pineal dikenal dengan nama Pineal Region Tumor (PRT).
Terdapat berbagai macam jenis tumor sesuai dengan karakteristik histo-patologisnya.

56
Tumor dapat tumbuh dimulai dari sel dalam kelenjar pineal itu sendiri maupun dari
struktur yang berada pada ruangan parapineal.4

2.2.2 Epidemiologi

Tumor pada kelenjar pineal merupakan kasus yang jarang ditemukan dan
umumnya lebih banyak pada anak - anak dibandingkan dengan orang dewasa. Secara
keseluruhan, PRT merupakan 3 - 8 % dari kasus tumor intrakranial pada pasien anak -
anak dan < 1% pada pasien dewasa. Germ cells tumor merupakan jenis tumor pada
kelenjar pineal yang paling sering ditemukan dengan persentase 70% kasus, meliputi
germinoma (50%) dan teratoma (15%) . Germ cells tumor ditemukan delapan kali lebih
umum pada populasi Asia dibandingkan dengan populasi Barat. Selain GCT, tumor PRT
yang umum ditemukan adalah pineal parenchymal cell tumor dan glial cell tumor. Jenis
tumor PRT lainnya adalah meningioma, PNET, neurocytoma, hemangioblastoma,
cavernoma dan metastasis.4

2.2.3 Faktor Resiko

Faktor resiko dari PRT masih belum diketahui secara pasti, namun beberapa
penelitian menduga beberapa faktor yang dapat memicu pertumbuhan tumor pada
kelenjar pineal adalah riwayat kelainan bawaan seperti Down syndrome serta masyarakat
populasi Asia.5

2.2.4 Patofisiologi dan Manifestasi Klinis

Kelenjar pineal terbuat dari sel - sel pineosit yang berfungsi untuk memproduksi
melatonin, hormon yang bekerja dalam meregulasi sleep - wake cycle. Sekresi melatonin
distimulasi oleh sympathetic fibers yang berasal dari retina kemudian mencapai kelenjar
pituitary sampai pada hipothalamus. Selain meregulasi sleep - wake cycle, kelenjar pineal

57
dapat menghentikan sekresi dari luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating
hormone (FSH) dengan secara langsung bekerja pada hipotalamus.2

Manifestasi klinis yang paling pertama muncul pada pasien dengan massa pada
kelenjar pineal adalah tanda - tanda hidrocephalus, baik akut maupun kronik dan
okulomotorik. Hidrocephalus terjadi karena kompresi pada aquaduct Sylvii dan dapat
bersifat akut maupun kronik. Gejala - gejala yang dialami pasien dengan PRT meliputi
sakit kepala, mual dan muntah akibat meningkatnya tekanan intrakranial, gangguan
visual, fungsi serta pergerak mata akibat penekanan pada colliculus superior, gangguan
pada sensasi rasa lemah akibat terdorongnya thalamus, rasa kantuk dan letih yang
berlebihan serta peningkatan berat badan akibat penekanan pada hipothalamus, serta
gangguan kemampuan mengingat, keseimbangan dan koordinasi.4

Salah satu manifestasi yang khas ditemukan pada pasien PRT adalah sindroma
Parinaud yang ditemukan oleh Henri Parinaud. Sindroma Parinaud dikenal juga dengan
nama Midbrain Dorsal Syndrome. Karakteristik dari pasien dengan sindroma Parinaud
adalah memiliki upward atau vertical gaze palsy dimana pasien kehilangan kemampuan
untuk melihat keatas namun dapat melihat kebawah dengan normal. Hal ini terjadi karena
vertical gaze center yang terletak pada rostral nucleus of medial longitudinal fasciculus
tertekan oleh tumor. Selain itu, pasien dengan sindroma Parinaud memiliki fenomena
yang dikenal dengan nama pseudo-argyll Robertson pupil, dimana pupil memiliki paresis
akomodasi terhadap cahaya sehingga pupil terlihat mid-dilated namun dapat konstriksi
ketika dihadapkan dengan benda yang berada dekat dengan mata. Fenomena ini dikenal
juga sebagai light near dissociation. Pasien dengan sindroma Parinaud memiliki
convergence –retraction nystagmus dimana nystagmus yang ditemukan pada pasien
dengan PRT bukan merupakan nystagmus yang sebenarnya, melainkan manifestasi dari
saccades. Saccades merupakan gerakan yang cepat dan bersifat simultan dari kedua mata
dari dua atau lebih fiksasi ke arah yang sama. Kemudian terdapat Collier’s sign dimana
kelopak mata pasien mengalami retraksi. Pada pasien dengan hidrocephalus, dapat
ditemukan juga setting sun eyes dimana mata pasien melihat ke arah bawah dan tidak
dapat melihat ke arah atas akibat tekanan yang meningkat. Sindroma Parinaud muncul
akibat penekanan pada superior colliculi atau komisura posterior. Sindroma Parinaud
dapat bersifat permanen diakibatkan dari manipulasi pada quadrigerminal plate.6

58
Komplikasi yang bisa ditimbulkan dari pineal region tumor adalah hemianopsia,
visual seizures, metamorphopsia, serta CN IV palsy akibat penekanan pada daerah dorsal
midbrain serta syaraf disekitarnya.4,6

2.2.4 Klasifikasi

Sel - sel yang terdapat pada daerah kelenjar pineal sangat beragam mengingat
sifatnya yang heterogen. Beberapa jenis tumor yang dapat ditemukan pada daerah
kelenjar pineal adalah germ cell tumor (GCT) yang ditemukan pada 70% kasus tumor
pineal, primary parenchymal tumor (PPT) yang berasal dari pineocytoma atau
pineoblastoma, dan tumor lain meliputi glioma, meningioma tumor metastasis dan invasi
dari tumor lain.2,3

Pineocytoma merupakan jenis tumor yang pertumbuhannya lambat (grade I atau


II). Tumor jenis ini pada umumnya muncul pada usia 20 sampai 64 tahun. Pineal
parenchymal tumor merupakan tumor dengan grade II atau III dan dapat terjadi pada
masyarakat dengan seluruh golongan usia. Seperti pineal parenchymal tumor, papillary
pineal tumor merupakan tumor dengan grade II atau III. Pineoblastoma merupakan tumor
yang paling jarang namun paling aggresif serta pertumbuhannya cepat (grade IV).
Pineoblastoma umumnya ditemukan pada pasien dibawah usia 20 tahun. Mixed pineal
tumor merupakan kombinasi dari tumor dengan pertumbuhan lambat dan tumor dengan
pertumbuhan cepat.7

2.2.5 Penegakan Diagnosis

Pemeriksaan radiologi yang dapat digunakan untuk penegakan diagnosis adalah


MRI yang dapat menunjukkan lokasi tumor dan struktur anatomi di sekitarnya. Tumor
pada kelenjar pineal tidak dapat dibedakan bedasarkan pemeriksaan imaging, sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan histopatologi dari jaringan yang didapatkan saat melakukan
tindakan biopsi dalam operasi. Satu - satunya jenis tumor pada regio pineal adalah benign
pineal cysts karena memiliki homogenous cyst content dengan thin enhancing rim dan

59
tidak memiliki mass effect terhadap struktur disekitarnya. Angiography tidak rutin
diperiksa kecuali tumor melewati daerah kelenjar pineal. 4

Diagnosis dari pineal parenchymal tumor dapat dilakukan dengan menggunakan


serum dan CSF markers. Umumnya BHCG dan Alpha-feto-protein (AFP) ditemukan
pada tumor germ cell. BHCG umumnya positif pada choriocarcinoma, embryonal
carcinoma dan mixed germ cell tumors. AFP dapat menjadi pentujuk yolk sac tumor,
embryonic carcinomas, immature teratomas dan mixed germ cells tumor. Peningkatan
serum atau CSP AFP > 10 ng/mL dan atau BHCG > 50 mIU/mL dapat dinyatakan
positif. Pada umumnya germinoma dan teratoma matur tidak memiliki peningkatan CSF
markers. 6

Diagnosis histologis didapatkan dengan metode stereotactic atau endoscopic


transventricular biopsy atau langsung didapatkan ketika operasi dilakukan. Stereotactic
biopsy merupakan teknik yang aman dilakukan untuk mendapatkan diagnosis, terutama
apabila tumornya berukuran besar. Apabila besar tumor melebihi bagian posterior dari
ventrikel ketiga, dapat dilakukan endoscopic transventricular biopsy memberikan akses
kepada jaringan tumor dan dapat digunakan untuk mengatasi hidrocephalus.4

Apabila diagnosis massa pada kelenjar pineal dapat dilakukan dengan stereotactic
atau biopsi endoscopis dan diagnosis MRI kepala cocok dengan diagnosis germinoma,
biopsi harus dilakukan terlebih dahulu untuk menghindari tatalaksana craniotomi yang
tidak diperlukan. Apabila pemeriksaan radiologi cocok dengan diagnosis asymptomatic
benign pineal cyst dan pemeriksaan serum serta CSF markers negatif, pasien tidak perlu
mendapatkan tatalaksana. Jenis tumor pada daerah pineal yang lain membutuhkan
tindakan operatif, namun pilihan reseksi radical atau konservatif akan bergantung dari
diagnosis biopsi pre-surgical atau intraoperative frozen section. 4

Tumor jinak seperti mature teratoma, pineocytoma atau meningioma perlu


dilakukan radical surgical resection tanpa comprimising struktur neurovaskular
disekitarnya. Untuk kasus tumor - tumor yang lebih agresif seperti malignant teratoma,
pinealoblastomas, embryonal carcinomas, choroicarcinomas, dan yolk sac tumors
membutuhkan kombinasi tatalaksana operatif, radiasi, dan kemoterapi. 4

60
2.2.6 Tatalaksana

Tatalaksana untuk PRT bervariasi sesuai dengan hasil pemeriksaan histologisnya.


Namun sebagian besar kasus PRT masih memerlukan tindakan operatif. Salah satu jenis
PRT yang dapat disembuhkan tanpa melalui tindakan operatif adalah germinoma, yang
dapat diatasi dengan low-dose radioterapi dan kemoterapi.4

Removal tumor pineal yang pertama kali berhasil dilakujan oleh Oppenheim dan
Krause. Krause merupakan tokoh pertama yang berhasil dalam menggunakan metode
infratentorial supracerebellar. Kemudian dengan perkembangan ilmu kedokteran,
ditemukan metode lain melalui suboccipital oleh Poppen. Teknik yang umumnya
digunakan dalam mengambil massa pada regio pineal adalah infratentiorial
supracerebellar dan occipital transtentorial. 4

Kelenjar pineal berada pada bagian pusat dari kranium dan dikelilingi struktur -
struktur anatomi yang memiliki fungsi penting untuk keberlangsungan hidup pasien.
Sebelum prosedur pembedahan dilakukan, sangat penting untuk mengetahui anatomi dari
kelenjar pineal dan organ - organ disekitarnya. 2,3

Kelenjar pineal mendapatkan vaskularisasi dari arteri medial dan lateral posterior
choroidal. Arteri medial posterior choroidal berasal dari arteri cerebral posterior. Arteri
ini juga memvaskularisasi superior dan inferior colliculi dan choroidal plexus dari
ventrikel ketiga. Apabila ada tumor pada kelenjar pineal, maka tumor tersebut akan
mendesak arteri tersebut ke arah lateral dan rostral sehingga posisinya berdekatan dengan
vena cerebri internal. Selain arteri tersebut, arteri cerebral superior juga seringkali
tertekan ke arah inferior oleh massa pineal dan arteri occipital medial yang berasal dari
prercabangan arteri cerebral posterior dan memberi vaskularisasi pada arteri kalkarin. 4

Dalam tindakan operasi, struktur yang perlu diperhatikan adalah sistem vena
Galen. Sistem vena Galen memberikan vaskularisasi pada vena superior vermian, vena
cerebral precentral yang berjalan sejajar dengan midline hingga sampai pada bagian
dorsocaudal dari great vein. Vena cerebral internal dan vena pineal bersatu pada bagian
ventral. Dalam seluruh kasus PRT, vena cerebral interal selalu elevasi secara rostral dan
vena disekitarnya seringkali terpisahkan satu dengan lainnya. Apabila dalam proses
tindakan terjadi cedera pada vena basalis atau vena cerebral interna maka dapat terjadi

61
komplikasi mayor. Transeksi pada vena occipital media dapat menyebabkan
homonymous hemianopsia atau visual seizure. 4

Apabila terdapat tumor pada daerah cisterna, maka arteri choroidalis lateralis
posteior serta arteri lain yang memvaskularisasi kelenjar pineal akan bergeser secara
lateral dan rostral terhadap ventrikel III sehingga lokasinya berdekatan dengan vena
serebralis internal. Arteri cerebellar superior akan bergeser ke arah inferior. Dalam
tindakan operatif, letak sistem vena Galen dapat menyulitkan pengambilan tumor dari
daerah kelenjar pineal.4

Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah craniotomy tumor removal dengan
pilihan tiga jenis pendekatan, yaitu: supracerebellar-infratentorial approach, occipital-
transtentorial approach, dan combined supratentorial-infratentorial transsinus. Tindakan
dengan pendekatan supracerebellar-infratentorial dilakukan dengan posisi pasien duduk
dan insisi dilakukan midline atau berbentuk huruf U terbalik. Tindakan dengan
pendekatan occipital – transtentorial dilakukan dengan pasien dalam posisi tidur ¾ prone
dengan insisi dilakukan dalam bentuk inverted J. Tindakan dengan pendekatan combined
supratentorial – infratentorial transsinus dilakukan dengan posisi pasien semiprone dan
insisi dilakukan dalam bentuk inverted J.9

Masing – masing pendekatan dilakukan dengan pertimbangan sesuai ukuran dan


posisi dari tumor. Komplikasi dari masing – masing pendekatan pun berbeda satu dengan
yang lainnya. Pada pendekatan supracerebellar-infratentorial komplikasi yang dapat
terjadi adalam emboli udara, subdural hemorrhage, pneumocephalus. Pendekatan ini
tidak disarankan apabila tumor berada superior terhadap kelenjar pineal. Pada pendekatan
occipital-transtentorial komplikasi yang dapat terjadi adalah retraksi dari lobus occipital
sehingga dapat terjadi gangguan lapang pandang. Pendekatan ini digunakan apabila
lokasi tumor berdekatan pada quadrigerminal plate. Pada pendekatan combined
supratentorial-infratentorian transsinus, komplikasi yang dapat terjadi adalah edema
otak dan infark pada pembuluh darah vena.9

Untuk tumor pada kelenjar pineal yang bersifat jinak seperti pineocytoma,
meningioma, neurocytoma, teratoma matur, hemangioblastoma, hemangioma cavernosus,
gangglioglioma, dan kista pineal yang simptomatis, tatalaksana yang dapat diberikan

62
adalah toral surgical resection. Pada kasus - kasus seperti ini, tindakan operasi cukup
untuk menghasilkan penyembuhan total. Dalam kasus tumor ganas seperti pineoblastoma
perlu diberikan tindakan tambahan diluar tindakan operasi seperti terapi adjuvant
chemoteraphy maupun radiotherapy (gamma knife). Seluruh tindakan yang diberikan
bertujuan untuk mengurangi mortalitas pasca tindakan.7,8

2.2.7 Prognosis

Prognosis dari PRT bervariasi sesuai dengan klasifikasi histologis dan grade dari
tumor masing – masing. Pasien dengan GCT seperti germinoma dan teratoma matur
umumnya memiliki prognosis yang baik dan resiko yang rendah, namun dalam kasus
yolk sac tumor, embryonal carcinoma, immature teratoma dan mixed malignant GCT
prognosis lebih buruk dan resiko relaps lebih tinggi. 8

Pasien dengan pineocytoma (WHO Grade I) memiliki prognosis yang baik,


sedangkan pasien dengan pineal parenchymal tumor (WHO Grade II / III) dan
pineoblastoma (WHO Grade IV) memiliki prognosis yang buruk dan seringkali terjadi
tumor rekuren.8

63
DAFTAR PUSTAKA

1. Marieb EN, Hoehn K. Human Anatomy and Physiology. United States: Pearson.
2013.

2. Klein, DC. Endocrinology Adult and Paediatric Chapter 19: The Pineal Gland and
Melatonin. United States: National Institude of Health. 2016.

3. Wurtman RJ dan Axelrod J. The Pineal Gland. New York: Academic Press New
York. 1968.

64
4. Radovanovic I, et al. Pineal Region Tumor - Neurosurgical Review. Revijalni
Clanci. Med Arch 2009;63(3)

5. Cecchi PC, Giliberto G, Musumeci A, Schwarz A. Pineal Region Tumor. Italy.


2012.

6. Pearce JMS. Parinaud’s Syndome. J Neurol Neurosurg Psychiatry. United


Kingdom. 2005;76;99

7. Al-Hussaini M, Sultan I, Gajjar AJ, Abuirmileh N, Qaddoumi I. Pineal Gland


Tumors: Experience From The Seer Database. J Neurooncol. 2009;94(3):351-358

8. Zaazoue MA, Goumnerova LC. Pineal region tumors: a simplified management


scheme. Child’s Nervous System. Boston: 2016.

9. Fossett TF dan Caputy JC. Operative Neurosurgical Anatomy. New York: 2002

65
LAMPIRAN

Pemeriksaan Immunologi (15/09/2018)

Beta HCG 1.20 mIU/mL

AFP 0.50 ng/mL (Reference range: 0.000 - 7.000)

Pemeriksaan Bodily Fluids (15/09/2018)

Analisa Cairan Otak

Macroscopic

Value Reference Range

Color Reddish Colourless

Clarity Cloudy Clear

Clot Positive Negative

Sediment Positive Negative

Microscopic

Cell Count 204 < 10

Differential count

PMN 30 %

MN 70%

Chemicals

Nonne Negative Negative

Pandy Negative Negative

66
Glucose 33.0 mg/dL 40.0 - 76.0

Chloride (Cl) 115 mmol/ L 115 - 130

Protein (quantitative) 0.30 g/L 0.15 - 0.45

Pemeriksaan Histologi dan Sitologi (15/09/2018)

● Hasil pemeriksaan immunohistokimia pada sel - sel tumor

● Data klinis: pineal tumor (dd/ pineoblastoma, germinoma)

● Hasil histopatologi sebelumnya: Pineoblastoma, WHO Grade IV

○ Blok parafin: H.1810-197

○ No. IHK: I.1810-08

○ CD117 : Negatif

○ Synaptopisin : Positif

○ NSE : Positif

○ Chromoganin : Positif fokal

○ S100 : Positif

○ GFAP : Positif

○ AE1/3 : Positif

○ KI-67 : Positif (70-80%, intensitas sedang - kuat)

● Interpretasi: Pulasan immunohistokimia dapat ditemukan pada Pineoblastoma, WHO


Grade IV.

67
MRI Head with IV contrast (15/09/2018)

68
69
● Teknik: Multiplanar T1, T2, FLAIR, T2FFE, DWI, dan ADC scans kepala tanpa
kontras dilanjutkan dengan kontras IV Dotarem 0,5 mmol / mL sebanyak 3 mL.

● Findings:

○ Tampak massa tumor lobulated menyangat kontras dengan kalsifikasi dan


sentral - sentral nekrotik di pineal region ukuran (+ / - 2,7 x 3,5 x 2,85 cm)
yang mendesak dasar ventrikel III ke superior dan mengobliterasi aqueductus
Sylvii, selanjutnya tampak dilatasi ventrikel III dan ventrikel lateralis kanan -
kiri dengan edema periventrikuler.

○ MIDLINE SHIFT: Tidak ada

○ PONS, MEDULLA: Normal

○ CEREBELLUM: Normal

○ SULCI DAN SISTERNA BASALIS: Tampak menyempit

○ SINUS - SINUS VENA DURAL: Normal

○ ARTERI INTRAKRANIAL: Normal

○ SELLA: Normal

○ ORBITA: Normal

○ SINUS PARANASAL: Tampak penebalan ringan mukosa sinus ethmoidalis


bilateral (terutama kiri) dan sphenoidalis kiri.

○ MASTOID: Normal

○ CV JUNCTION: Normal

○ TULANG: Normal

○ Kelenjar adenoid tampak prominent

● Impression: Anak laki - laki, 6 tahun dengan cephalgia, curiga SOL brain

○ Massa tumor lobulated menyangat kontras dengan kalsifikasi dan sentral


- sentarl nekrotik di pineal region (ukuran + / - 2,7 x 3,5 x 2,85 cm) yang
mendesak dasar ventrikel III ke superior dan mengobliterasi aqueductus

70
Sylvii, selanjutnya tampak dilatasi ventrikel III dan ventrikel lateralis
kanan - kiri dengan edema periventrikuler → pineal region tumor,
sugestif pineal germinoma

○ Tidak tampak infark akut, pendarahan maupun malformasi vaskular


intrakranial

○ Struktur orak / intrakranial lainnya dalam batas normal.

MRI Head with IV contrast (20/09/2018)

● Teknik: Multiplanar T1, T2, FLAIR, T2FFE, DWI, dan ADC scans kepala tanpa
kontras dilanjutkan dengan kontras IV Dotarem 0,5 mmol / mL sebanyak 3 mL.

● Findings:

○ Kondisi post ETV dan biopsy

○ Tampak defek pada os frontal kanan dengan pendarahan subdural subakut


tipis di konveksitas parletemporal kanan (ketebalan + / - 0,4 cm) dan
sedimentasi darah di intracornu posterior-temporal ventrikel lateralis kanan -
kiri.

○ Tampak tract (post ETV dan biopsy) di lobus frontal kanan, basal ganglia
kanan, cruz posterior capsula interna kanan, thalamus kanan dan midbrain sisi
kanan.

○ Tampak massa tumor lobulated menyangat kontras dengan kalsifikasi dan


sentral - sentral nektorik di pineal region (ukuran + / - 2,7 x 3,5 x 2,85 cm)
yang mendesak dasar ventrikel III ke superior dan mengobliterasi aqueductus
Sylvii, selanjutnya tampak dilatasi ventrikel III dan ventrikel lateralis kanan -
kiri dengan edema periventrikuler

○ MIDLINE SHIFT: Tidak ada

○ PONS, MEDULLA: Normal

○ CEREBELLUM: Normal

71
○ SULCI DAN SISTERNA BASALIS: Tampak menyempit

○ SINUS - SINUS VENA DURAL: Normal

○ ARTERI INTRAKRANIAL: Normal

○ SELLA: Normal

○ ORBITA: Normal

○ SINUS PARANASAL: Tampak penebalan ringan mukosa sinus ethmoidalis


bilateral (terutama kiri) dan sphenoidalis kiri.

○ MASTOID: Normal

○ CV JUNCTION: Normal

○ TULANG: Normal

○ Kelenjar adenoid tampak prominent

○ Tidak tampak penyangatan patologis pada leptomeningeal maupun


intraventrikel

● Impression: Anak laki - laki, 6 tahun dengan pineal tumor, post ETV dan biopsy.
Adakah tanda - tanda meningitis? Pada MRI kepala tanpa dan dengan kontras,
ditemukan:

○ Tidak tampak gambaran meningitis

○ Kondisi post ETV dan biopsy

○ Defek pada os frontal kanan dengan pendarahan subdural subakut tipis


di konvensitas parietotemporal kanan (ketebalan + / - 0,4 cm) dan
sedimentasi darah di intracornu posterior-temporal ventrikel lateralis
kanan - kiri

○ Tract (post ETV dan biopsy) di lobus frontal kanan, basal ganglia kanan,
cruz posterior capsula interna kanan, thalamus kanan dan midbrain sisi
kanan.

○ Massa tumor lobulated menyangat kontras dengan kalsifikasi dan sentral


- sentral nekrotik di pineal region (ukuran + / - 2,7 x 3,5 x 2,85 cm) yang

72
mendesak dasar ventrikel III ke superior dan mengobliterasi aquaductus
Sylvii, selanjutnya tampak dilatasi ventrikel III dan ventrikel lateralis
kanan - kiri dengan edema periventrikuler. → pineal region tumor,
sugestive pineal germinoma

○ Dibandingkan dengan MRI sebelumnya tanggal 15 September 2018, dilatasi


ventrikel lateralis kanan - kiri dan ventrikel III tampak berkurang.

○ Tidak tampak infark akut maupun malformasi vaskular intrakranial

○ Struktur otak / intrakranial lainnya dalam batas normal

Pemeriksaan Biokimia (17/02/2019)

Blood Gas Analysis

Temperature 36.6’C

pH 7.432 7.350 - 7.450

pO2 164.0 mmHg 83 - 108

pCO2 40.5 mmHg 35.0 - 48.0

HCO3 (-) 27.2 mmol / L 21.0 - 28.0

Total CO2 28.0 mmol / L 24.0 - 30.0

Base Excess (BE) 3.0 mmol / L ( - ) 2.4 - ( + ) 2.3

O2 Saturation 100.0 % 95.0 - 98.0

73
% FiO2 40.0 %

Electrolyte Blood Gas

Sodium (Na+) 138.0 mmol / L

Potassium (K+) 3.80 mmol / L

Calcium (Ca++) 1.15 mmol / L

Hematocrit 25 % RNF

Hemoglobin 8.50 g / dL 10.80 - 15.60

Blood Random 125.0 mg / dL < 200.00


Glucose

Blood Glucose POCT 123.0 mg / dL < 200.00


(O2)

Pemeriksaan Biokimia (18/02/2019)

Blood Gas Analysis

Temperature 36.7’C

pH 7.429 7.350 - 7.450

pO2 202.0 mmHg 83 - 108

pCO2 41.5 mmHg 35.0 - 48.0

HCO3 (-) 27.6 mmol / L 21.0 - 28.0

Total CO2 29.0 mmol / L 24.0 - 30.0

Base Excess (BE) 3.0 mmol / L ( - ) 2.4 - ( + ) 2.3

O2 Saturation 100.0 % 95.0 - 98.0

74
% FiO2 40.0 %

Electrolyte Blood Gas

Sodium (Na+) 137.0 mmol / L

Potassium (K+) 3.8\50 mmol / L

Calcium (Ca++) 1.19 mmol / L

Hematocrit 22 % RNF

Hemoglobin 7.50 g / dL 10.80 - 15.60

Blood Random 100.0 mg / dL < 200.00


Glucose

X-RAY Thorax PA/AP (18/02/2019)

● Findings:

75
○ PARU: Normal

○ MEDIASTINUM: Normal

○ TRAKEA DAN BRONKUS: Normal

○ HILUS: Normal

○ PLEURA: Normal

○ DIAFRAGMA: Normal

○ JANTUNG: CTR < 50%

○ AORTA: Normal

○ VERTEBRA THORAKAL DAN TULANG - TULANG LAINNYA:


Normal

○ JARINGAN LUNAK: Normal

○ ABDOMEN YANG TERVISUALISASI: Normal

○ LEHER YANG TERVISUALISASI: Normal

○ Terpasang ETT ujung setinggi vertebra Th4

● Impressions: Cor dan pulmo dalam batas normal. Terpasang ETT ujung setinggi
vertebra Th4.

Pemeriksaan Biokimia (19/02/2019)

Blood Gas Analysis

Temperature 35.6’C

pH 7.444 7.350 - 7.450

pO2 187.0 mmHg 83 - 108

pCO2 39.7 mmHg 35.0 - 48.0

76
HCO3 (-) 27.6 mmol / L 21.0 - 28.0

Total CO2 29.0 mmol / L 24.0 - 30.0

Base Excess (BE) 3.0 mmol / L ( - ) 2.4 - ( + ) 2.3

O2 Saturation 100.0 % 95.0 - 98.0

% FiO2 35.0 %

Electrolyte Blood Gas

Sodium (Na+) 135.0 mmol / L

Potassium (K+) 3.80 mmol / L

Calcium (Ca++) 1.14 mmol / L

Hematocrit 34 % RNF

Hemoglobin 11.60 g / dL 10.80 - 15.60

Blood Random 103.0 mg / dL < 200.00


Glucose

Pemeriksaan Hematologi (20/02/2019)

Hematology (Full Blood Count)

Hemoglobin 10.20 g / dL 10.80 - 15.60

Hematocrit 31.60% 33.00 - 45.00

Erythrocyte (RBC) 4.21 x 10^6 / uL 3.80 - 5.80

White Blood Cell 8.86 x 10^3 / uL 4.50 - 13.50


(WBC)

77
Differential Count

Basophil 0% 0-1

Eosinophil 0% 1-3

Band Neutrophil 2% 2-8

Segment Neutrophil 61 % 50 - 70

Lymphocyte 30 % 25 - 40

Monocyte 7% 2-8

Platelet Count 350.000 x 10^3 / uL 150.00 - 440.00

ESR 46 mm/hours 0 - 10

MCV, MCH, MCHC

MCV 75.10 fL 69.00 - 73.00

MCH 24.20 pg 22.00 - 34.00

MCHC 32.30 g / dL 32.00 - 36.00

PT - APTT

PT

Control 10.70 secs 8.8 - 12.0

Patient 9.80 secs 9.4 - 11.3

INR 0.90

APTT

Control 31.70 secs 27.1 - 36.7

Patient 28.20 secs 27.7 - 40.2

78
D - dimer 2.84 ug / mL 0.00 - 0.3

Biochemistry

Albumin 4.19 g / dL 3.50 - 5.20

Ureum 20.0 mg / dL < 50.00

Creatinine 0.33 mg / dL 0.5 - 1.3

eGFR 175.0 mL / mnt / 1.73 m^2 Normal kidney function

Sodium (Na) 136 mmol / L 137 - 145

Potassium (K) 3.8 mmol / L 3.6 - 5.0

Chloride (Cl) 96 mmol / L 98 - 107

Unorganic 3.8 mg / dL 2.7 - 4.5


Phosphorus (P)

Magnesium (Mg) 2.4 mmol / L 1.7 - 2.1

Pemeriksaan Biokimia (20/02/2019)

Blood Gas Analysis

Temperature 36.5’C

pH 7.437 7.350 - 7.450

pO2 189.0 mmHg 83 - 108

pCO2 42.0 mmHg 35.0 - 48.0

HCO3 (-) 28.4 mmol / L 21.0 - 28.0

Total CO2 30.0 mmol / L 24.0 - 30.0

79
Base Excess (BE) 4.0 mmol / L ( - ) 2.4 - ( + ) 2.3

O2 Saturation 100.0 % 95.0 - 98.0

% FiO2 35.0 %

Electrolyte Blood Gas

Sodium (Na+) 136.0 mmol / L

Potassium (K+) 3.70 mmol / L

Calcium (Ca++) 1.12 mmol / L

Hematocrit 27 % RNF

Hemoglobin 9.20 g / dL 10.80 - 15.60

Blood Random 112.0 mg / dL < 200.00


Glucose

Pemeriksaan Biokimia (22/02/2019)

Blood Gas Analysis

Temperature 36.6’C

pH 7.426 7.350 - 7.450

pO2 165.0 mmHg 83 - 108

pCO2 44.4 mmHg 35.0 - 48.0

HCO3 (-) 29.3 mmol / L 21.0 - 28.0

Total CO2 31.0 mmol / L 24.0 - 30.0

Base Excess (BE) 5.0 mmol / L ( - ) 2.4 - ( + ) 2.3

80
O2 Saturation 100.0 % 95.0 - 98.0

% FiO2 35.0 %

Electrolyte Blood Gas

Sodium (Na+) 137.0 mmol / L

Potassium (K+) 3.80 mmol / L

Calcium (Ca++) 1.21 mmol / L

Hematocrit 29 % RNF

Hemoglobin 9.90 g / dL 10.80 - 15.60

Blood Random 113.0 mg / dL < 200.00


Glucose

Pemeriksaan Biokimia (23/02/2019)

Blood Gas Analysis

Temperature 36.3’C

pH 7.417 7.350 - 7.450

p2O2 171.0 mmHg 83 - 108

pCO2 45.7 mmHg 35.0 - 48.0

HCO3 (-) 29.6 mmol / L 21.0 - 28.0

Total CO2 31.0 mmol / L 24.0 - 30.0

Base Excess (BE) 5.0 mmol / L ( - ) 2.4 - ( + ) 2.3

O2 Saturation 100.0 % 95.0 - 98.0

81
% FiO2 35.0 %

Electrolyte Blood Gas

Sodium (Na+) 139.0 mmol / L

Potassium (K+) 3.10 mmol / L

Calcium (Ca++) 1.08 mmol / L

Hematocrit 30 % RNF

Hemoglobin 10.20 g / dL 10.80 - 15.60

Blood Random 118.0 mg / dL < 200.00


Glucose

Pemeriksaan Hematologi (23/02/2019)

Hematology (Full Blood Count)

Hemoglobin 10.10 g / dL 10.80 - 15.60

Hematocrit 30.10% 33.00 - 45.00

Erythrocyte (RBC) 3.73 x 10^6 / uL 3.80 - 5.80

White Blood Cell 22.74 x 10^3 / uL 4.50 - 13.50


(WBC)

Differential Count

Basophil 0% 0-1

Eusinophil 1% 1-3

Band Neutrophil 3% 2-8

Segment Neutrophil 57 % 50 - 70

82
Lymphocyte 31 % 25 - 40

Monocyte 8% 2-8

Platelet Count 281.000 x 10^3 / uL 150.00 - 440.00

ESR 10 mm/hours 0 - 10

MCV, MCH, MCHC

MCV 80.70 fL 69.00 - 73.00

MCH 27.10 pg 22.00 - 34.00

MCHC 33.60 g / dL 32.00 - 36.00

PT - APTT

PT

Control 11.80 secs 8.8 - 12.0

Patient 11.40 secs 9.4 - 11.3

INR 1.06

APTT

Control 36.60 secs 27.1 - 36.7

Patient 27.20 secs 27.7 - 40.2

D - dimer 4.43 ug / mL 0.00 - 0.3

Biochemistry

Albumin 2.50 g / dL 3.50 - 5.20

Ureum 29.0 mg / dL < 50.00

83
Creatinine 0.24 mg / dL 0.5 - 1.3

eGFR 240.6 mL / mnt / 1.73 m^2 Normal kidney function

Sodium (Na) 141 mmol / L 137 - 145

Potassium (K) 4.5 mmol / L 3.6 - 5.0

Chloride (Cl) 107 mmol / L 98 - 107

Unorganic 4.8 mg / dL 2.7 - 4.5


Phosphorus (P)

Magnesium (Mg) 2.0 mmol / L 1.7 - 2.1

Pemeriksaan Biokimia (24/02/2019)

Blood Gas Analysis

Temperature 36.6’C

pH 7.499 7.350 - 7.450

pO2 198.0 mmHg 83 - 108

pCO2 33.9 mmHg 35.0 - 48.0

HCO3 (-) 26.5 mmol / L 21.0 - 28.0

Total CO2 28.0 mmol / L 24.0 - 30.0

Base Excess (BE) 3.0 mmol / L ( - ) 2.4 - ( + ) 2.3

O2 Saturation 100.0 % 95.0 - 98.0

% FiO2 40.0 %

84
Electrolyte Blood Gas

Sodium (Na+) 135.0 mmol / L

Potassium (K+) 3.10 mmol / L

Calcium (Ca++) 1.10 mmol / L

Hematocrit 24 % RNF

Hemoglobin 8.20 g / dL 10.80 - 15.60

Blood Random 134.0 mg / dL < 200.00


Glucose

XRay Thorax PA / AP View (25/02/2019)

● Findings:

○ PARU: Tampak infiltrat pada paracardial kanan

○ MEDIASTINUM: Normal

○ TRAKEA DAN BRONKUS: Normal

85
○ HILUS: Normal

○ PLEURA: Normal

○ DIAFRAGMA: Normal

○ JANTUNG: CTR < 50%

○ AORTA: Normal

○ VERTEBRA THORAKAL DAN TULANG - TULANG LAINNYA: Normal

○ JARINGAN LUNAK: Normal

○ ABDOMEN YANG TERVISUALISASI: Normal

○ LEHER YANG TERVISUALISASI: Normal

○ Ujung ETT setinggi vertebra thoracalis 4

Pemeriksaan Biokimia (25/02/2019)

Blood Gas Analysis

Temperature 36.0’C

pH 7.480 7.350 - 7.450

pO2 172.0 mmHg 83 - 108

pCO2 37.2 mmHg 35.0 - 48.0

HCO3 (-) 28.0 mmol / L 21.0 - 28.0

Total CO2 29.0 mmol / L 24.0 - 30.0

Base Excess (BE) 4.0 mmol / L ( - ) 2.4 - ( + ) 2.3

O2 Saturation 100.0 % 95.0 - 98.0

% FiO2 35.0 %

86
Electrolyte Blood Gas

Sodium (Na+) 135.0 mmol / L

Potassium (K+) 2.80 mmol / L

Calcium (Ca++) 1.11 mmol / L

Hematocrit 19 % RNF

Hemoglobin 6.50 g / dL 10.80 - 15.60

Blood Random 151.0 mg / dL < 200.00


Glucose

Pemeriksaan Biokimia (26/02/2019)

Blood Gas Analysis

Temperature 36.0’C

pH 7.461 7.350 - 7.450

pO2 179.0 mmHg 83 - 108

pCO2 37.8 mmHg 35.0 - 48.0

HCO3 (-) 27.2 mmol / L 21.0 - 28.0

Total CO2 28.0 mmol / L 24.0 - 30.0

Base Excess (BE) 3.0 mmol / L ( - ) 2.4 - ( + ) 2.3

O2 Saturation 100.0 % 95.0 - 98.0

% FiO2 35.0 %

Electrolyte Blood Gas

87
Sodium (Na+) 135.0 mmol / L

Potassium (K+) 3.70 mmol / L

Calcium (Ca++) 1.16 mmol / L

Hematocrit 23 % RNF

Hemoglobin 7.80 g / dL 10.80 - 15.60

Blood Random 126.0 mg / dL < 200.00


Glucose

Pemeriksaan Biokimia (27/02/2019)

Blood Gas Analysis

Temperature 36.7’C

pH 7.475 7.350 - 7.450

pO2 136.0 mmHg 83 - 108

pCO2 40.6 mmHg 35.0 - 48.0

HCO3 (-) 30.0 mmol / L 21.0 - 28.0

Total CO2 31.0 mmol / L 24.0 - 30.0

Base Excess (BE) 6.0 mmol / L ( - ) 2.4 - ( + ) 2.3

O2 Saturation 100.0 % 95.0 - 98.0

% FiO2 35.0 %

Electrolyte Blood Gas

Sodium (Na+) 135.0 mmol / L

88
Potassium (K+) 3.40 mmol / L

Calcium (Ca++) 1.14 mmol / L

Hematocrit 37 % RNF

Hemoglobin 12.60 g / dL 10.80 - 15.60

Blood Random 109.0 mg / dL < 200.00


Glucose

Pemeriksaan Mikrobiologi (27/02/2019)

Bacteria Direct Smear

Specimen Sputum

Procedure Gram Stain

Result Sputum assesment: Good quality sputum

Leukosit: 50 / lpf

Epithel: < 10 / lpf

Gram (+) coccus: 1 - 2 / oif

Aerob M.O. Culture

Specimen Sputum

Isolate I Stenotrophomonas maitophilia

Susceptibility Isolate I

Cefazolin……………………………….. R

Sulperazone (75/30) 105 ug……………. R

Trimethoprim / Sulfamethoxazole……....S

Gentamicin……………………………….S

89
Amikacin………………………………....S

Piperacillin / Tazobactam………………..R

Ceftizoxime……………………………..R

Cefoperazone 30 ug……………………..R

Cefotaxime………………………………R

Ceftazidime……………………………...R

Fosfomycin……………………………...R

Tigecycline……………………………...S

Imipenem……………………………..R

Meropenem…………………………...R

Ampicillin…………………………….R

Levofloxacin………………………….S

Ciprofloxacin…………………………S

Fungus Direct Smear

Specimen Sputum

Procedure Gram Stain

Result Yeast cell not found

Pemeriksaan Biokimia (28/02/2019)

Blood Gas Analysis

Temperature 37.6’C

pH 7.436 7.350 - 7.450

90
p2O2 125.0 mmHg 83 - 108

pCO2 48.4 mmHg 35.0 - 48.0

HCO3 (-) 32.4 mmol / L 21.0 - 28.0

Total CO2 34.0 mmol / L 24.0 - 30.0

Base Excess (BE) 8.0 mmol / L ( - ) 2.4 - ( + ) 2.3

O2 Saturation 99.0 % 95.0 - 98.0

% FiO2 35.0 %

Electrolyte Blood Gas

Sodium (Na+) 134.0 mmol / L

Potassium (K+) 4.10 mmol / L

Calcium (Ca++) 1.21 mmol / L

Hematocrit 31 % RNF

Hemoglobin 10.50 g / dL 10.80 - 15.60

Blood Random 104.0 mg / dL < 200.00


Glucose

Pemeriksaan Biokimia (01/03/2019)

Blood Gas Analysis

Temperature 37.2’C

pH 7.525 7.350 - 7.450

pO2 355.0 mmHg 83 - 108

91
pCO2 36.5 mmHg 35.0 - 48.0

HCO3 (-) 30.2 mmol / L 21.0 - 28.0

Total CO2 31.0 mmol / L 24.0 - 30.0

Base Excess (BE) 7.0 mmol / L ( - ) 2.4 - ( + ) 2.3

O2 Saturation 100.0 % 95.0 - 98.0

% FiO2 37.0 %

Electrolyte Blood Gas

Sodium (Na+) 136.0 mmol / L

Potassium (K+) 3.70 mmol / L

Calcium (Ca++) 1.14 mmol / L

Hematocrit 35 % RNF

Hemoglobin 11.90 g / dL 10.80 - 15.60

Blood Random 140.0 mg / dL < 200.00


Glucose

Pemeriksaan Hematologi (01/03/2019)

Hematology (Full Blood Count)

Hemoglobin 11.60 g / dL 10.80 - 15.60

Hematocrit 34.50% 33.00 - 45.00

Erythrocyte (RBC) 4.27 x 10^6 / uL 3.80 - 5.80

White Blood Cell 18.91 x 10^3 / uL 4.50 - 13.50


(WBC)

92
Differential Count

Basophil 0% 0-1

Eosinophil 0% 1-3

Band Neutrophil 2% 2-8

Segment Neutrophil 85 % 50 - 70

Lymphocyte 8% 25 - 40

Monocyte 5% 2-8

Platelet Count 587.000 x 10^3 / uL 150.00 - 440.00

ESR 14 mm/hours 0 - 10

MCV, MCH, MCHC

MCV 80.80 fL 69.00 - 73.00

MCH 27.20 pg 22.00 - 34.00

MCHC 33.60 g / dL 32.00 - 36.00

PT - APTT

PT

Control 10.90 secs 8.8 - 12.0

Patient 10.90 secs 9.4 - 11.3

INR 1.01

APTT

Control 31.60 secs 27.1 - 36.7

Patient 25.20 secs 27.7 - 40.2

93
D - dimer 5.31 ug / mL 0.00 - 0.3

Biochemistry

Albumin 4.01 g / dL 3.50 - 5.20

Ureum 32.0 mg / dL < 50.00

Creatinine 0.19 mg / dL 0.5 - 1.3

eGFR 303.9 mL / mnt / 1.73 m^2 Normal kidney function

Sodium (Na) 136 mmol / L 137 - 145

Potassium (K) 3.8 mmol / L 3.6 - 5.0

Chloride (Cl) 98 mmol / L 98 - 107

Unorganic 1.9 mg / dL 2.7 - 4.5


Phosphorus (P)

Magnesium (Mg) 2.3 mmol / L 1.7 - 2.1

Pemeriksaan Hematologi (06/03/2019)

Hematology (Full Blood Count)

Hemoglobin 10.00 g / dL 10.80 - 15.60

Hematocrit 28.90% 33.00 - 45.00

Erythrocyte (RBC) 3.66 x 10^6 / uL 3.80 - 5.80

White Blood Cell 7.23 x 10^3 / uL 4.50 - 13.50


(WBC)

Platelet Count 433.000 x 10^3 / uL 150.00 - 440.00

MCV, MCH, MCHC

94
MCV 79.00 fL 69.00 - 73.00

MCH 27.30 pg 22.00 - 34.00

MCHC 34.60 g / dL 32.00 - 36.00

Biochemistry

SGOT (AST) 29 U / L 0 - 40

SGPT (ALT) 60 U / L 0 - 41

Sodium (Na) 137 mmol / L 137 - 145

Potassium (K) 3.6 mmol / L 3.6 - 5.0

Chloride (Cl) 99 mmol / L 98 - 107

Calcium (Ca) 8.5 mg / dL 8.8 - 10.9

CRP 2 mg / L 0-6

95

Anda mungkin juga menyukai