Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS

sindrom guillain barre

Oleh:
Yuda Lutfiadi, S.Ked
Tria Yunita,S.Ked
Sharifah Banu, S.Ked
Pembimbing:
dr. Christine Theresia,SpS

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN SYARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM MOEHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2015 1
IDENTIFIKASI

 Nama : Tn. S
 Umur : 28 tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Agama : Islam
 MRS Tanggal : 4 maret 2015

2
ANAMNESA
(Auto Anamnesa tanggal 9 maret 2015)
 Penderita dibawa ke IGD RSMH dengan keluhan
kelemahan empat anggota ekstrimitas secara perlahan-lahan.
 ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, penderita
mengalami demam tinggi disertai menggigil. ± 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit penderita dirawat dengan
diagnosis DBD dan penderita kesulitan untuk menutup mulut.
 1 minggu SMRS penderita merasa lemah pada kedua
tungkai namun penderita masih dapat berjalan. Penderita
mengeluh sakit pada mata, sakit perut, sulit buang air kecil
(BAK), BAB cair (mencret), nafsu makan menurun dan
penderita merasakan berdenging pada kedua telinga. ± 3 hari
sebelum dibawa ke IGD penderita mengeluh kram pada
tangan dan kaki lalu diurut, dan setelah diurut penderita
merasa tangan dan kaki sulit digerakkan.

3
 Riwayat trauma pada punggung bawah
tidak ada. Riwayat kencing manis dan
riwayat hipertensi tidak ada, riwayat diare
tidak ada. Penderita mengonsumsi rokok
sejak SMP dan penderita mempunyai
riwayat penyakit paru.
 Penyakit seperti ini diderita untuk yang
pertama kalinya.

4
Pemeriksaan Fisik
STATUS PRESENS
Status Internus
 Kesadaran : GCS = 15 (E: 4, M: 6, V: 5)
 Gizi : Cukup
 Suhu Badan : 36,0°C
 Nadi : 106 x/menit
 Pernapasan : 28 x/menit
 Tekanan Darah : 150/90 mmHg
 Berat Badan : 55 kg
 Tinggi Badan : 158 cm
 Jantung : HR 92x/m m(-) g(-)
 Paru-paru : ves (+) N R(-) W(-)
 Hepar dan lien : tidak teraba
 Anggota Gerak : tidak ada oedema
 Genitalia : tidak diperiksa
5
Status psikiatrikus
 Sikap : Wajar, kooperatif
 Ekspresi Muka : Wajar
 Perhatian : Ada
 Kontak Psikis : Ada

6
Status Neurologis :
• Kepala : tidak ada kelainan
• Leher : tidak ada kelainan

N. Craniales
N I, II,V,VII, X, XI dalam batas normal

• N. III : pupil bulat, isokor, Ø 3 mm, refleks


cahaya +/+
• N.VI : Parese N VI bilateral

7
N.VIII : plica nasolabialis dextra sinistra datar
sudut mulut dextra sinistra datar
lagoftalmus (-)
N. IX, X : arcus pharynx sinistra datar
Uvula tertarik ke kanan
Disfonia (-)
N. XII : deviasi lidah (-)
disartria (-)

8
Fungsi motorik Lengan Kanan Lengan Kiri Tungkai Kanan Tungkai Kiri
Gerakan kurang kurang kurang kurang

Kekuatan 4 4 2 2

Tonus menurun menurun menurun menurun

Klonus - -

Refleks menurun menurun menurun menurun


fisiologis

Refleks - - - -
Patologis

9
• Fungsi sensorik : hipestesi, pola sarung tangan dan
kaos kaki
• Fungsi vegetatif : tidak ada kelainan
• Fungsi luhur : tidak ada kelainan
• Gerakan abnormal : tidak ada
• Gejala rangsang meningeal : (-)
• Gait dan keseimbangan :
Romberg : (-)
Dyemsetria : (-)
- Jari-jari : normal
- Jari hidung : normal
- Tumit-tumit : normal

10
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kimia Klinik Darah Rutin
 BSS : 89 mg/dl Hb : 12,8g/dl
 Ureum : 29 mg/dl Eritrosit: 4,61x106/mm3
 Kretainin : 0.75 mg/dl Ht : 38%
 Kalsium : 10.2 mg/dL Leukosit: 8,0x103/mm3
 Magnesium : 2.58 mEq/dL Trombosit: 545.000/ul
 Natrium : 151 mmol/L Diff count: 0/2/0/66/24/8
 Kalium : 5.0 mEq/L
 Klorida : 109 mmol/L
 Kolesterol HDL : tidak diperiksa
 Kolesterol LDL : tidak diperiksa
 Trigliseride : tidak diperiksa
 Total Lipid : tidak diperiksa
 Uric Acid : tidak diperiksa

11
Resume
 Tn. SS, laki-laki, 28 tahun beralamat di Palembang beragama
islam dirawat di bagian saraf dengan keluhan utama kelemahan pada
keempat ekstremitas yang terjadi secara perlahan-lahan.
 ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami
demam tinggi disertai menggigil. ± 2 minggu sebelum masuk rumah
sakit penderita dirawat dengan diagnosis DBD dan penderita
kesulitan untuk menutup mulut.  1 minggu SMRS penderita merasa
lemah pada kedua tungkai namun penderita masih dapat berjalan.
Penderita mengeluh sakit pada mata, sakit perut, sulit buang air kecil
(BAK), BAB cair (mencret), nafsu makan menurun dan penderita
merasakan berdenging pada kedua telinga. ± 3 hari sebelum dibawa
ke IGD penderita mengeluh kram pada tangan dan kaki lalu diurut,
dan setelah diurut penderita merasa tangan dan kaki sulit
digerakkan.

12
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan:

 Kesadaran : GCS = 15 (E: 4, M: 6, V: 5,)


 Gizi : cukup
 Suhu Badan : 36,0°C Jantung : HR 92x/m m(-) g(-)
 Nadi : 106 x/menit Paru-paru : ves (+) N R(-) W(-)
 Pernapasan : 28 x/menit Hepar : tidak teraba
 Tekanan Darah : 150/90 mmHg Lien : tidak teraba
 Berat Badan : 55 kg Anggota Gerak: tidak ada oedema
 Tinggi Badan : 158 cm Genitalia : tidak diperiksa

Status Psikiatrikus
 Sikap : wajar, kooperatif
 Perhatian : ada
 Ekspresi Muka : wajar
 Kontak Psikik : ada

13
 Status Neurologis
 Nn. Craniales :
 N. III :pupil bulat, isokor, Ø 3 mm, refleks cahaya +/+
 N.VI : parese N.VI bilateral
 N.VII: plica nasolabialis dextra-sin datar
Sudut mulut dextra-sin datar
Lagopthalmus dextra-sin (-)
 N. IX: arcus pharynx sinistra datar
Uvula tertarik ke kanan
Disfonia (-)
 N. XII: deviasi lidah (-)
Disartria (-)

14
Fungsi Lengan Lengan Tungkai Tungkai Kiri
motorik Kanan Kiri Kanan

Gerakan kurang kurang kurang kurang


Kekuatan 4 4 2 2
Tonus menurun menurun menurun Menurun
Klonus - -
Refleks menurun menurun menurun menurun
fisiologis
Refleks - - - -
patologis

15
Fungsi sensorik : hipestesi, pola sarung tangan
kaos kaki
Fungsi vegetatif : tidak ada kelainan
Fungsi luhur : tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : tidak ada
Gejala rangsang meningeal : kaku kuduk(-), kernig’s
sign (-), lasseque’s sign (-)
Gait dan keseimbangan : tidak ada kelainan

16
DIAGNOSIS
 DIAGNOSIS KLINIK : Tetraparese flaksid, parese
n.VII bilateral tipe perifer, parese n.VI bilateral, parese
N. IX sinistra
 DIAGNOSIS TOPIK : radiks
 DIAGNOSIS ETIOLOGI : sindrom guillain barre

17
Tatalaksana
 Non-Farmakologis:
 Bedrest
 Elevasi kepala 300miring kanan kiri tiap 2 jam
 Fisioterapi  setelah mulai fase penyembuhan (rekonvalesen)
 Diet cair 1800 kkal
 O2 3-4 liter
 Farmakologis
 IVFD Nacl 0,9% gtt xx/m
 Immunoglobulin IV  pemberian IVIg diberikan setelah minggu
gejala ini muncul dengan dosis 0,4g/KgBB/hari selama 5 hari.
Pemberian IVIg dikombinasikan dengan PE tidak memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian IVIG ataupun PE
secara tunggal
 Plasma exchange teraphy
 Kortikosteroid  digunakan pada SGB tipe CIDP
 Vit. B12 Mecobalamin 3x500 mg (po)

18
PROGNOSA
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Quo ad functionam : dubia ad bonam

19
ANALISA KASUS
Diagnosis banding Diagnosis Klinik:
- Lesi NMJ
- Lesi Muskuloskeletal
- Lesi Radiks

20
ANALISIS KASUS
Lesi pada neuromuscular Pada penderita ditemukan
junction gejala:
- Pola kelemahan beragam dan - Pola kelemahan ascendens
menimbulkan rasa pegal - Tonus menurun
- Tonus normal - Reflex menurun
- Reflex normal atau menurun - Atrofi otot
- Tampilan otot biasanya
normal

Kemungkinan topik NMJ dapat disingkirkan.

21
ANALISIS KASUS
Lesi pada musculoskletal Pada kasus
- Pola kelemahan menyeluruh - Pola kelemahan ascendens
- Ada riwayat trauma - Tidak ada riwayat trauma
- Tonus normal atau menurun - Tonus menurun
- Reflex normal - Reflex menurun
- Tampilan otot normal atau atrofi - Atrofi otot

Kemungkinan topik muskuloskeletal dapat disingkirkan

22
ANALISA KASUS
Lesi pada radiks Pada kasus
- Pola kelemahan jelas - Pola kelemahan ascendens
- Tonus menurun - Tonus menurun
- Reflex menurun atau - Reflex menurun
tidak ada - Atrofi otot
- Tampilan otot atrofi,
fasikulasi bila lesi setinggi
sel kornu anterior

Kemungkinan topik radiks belum dapat disingkirkan

23
ANALISIS KASUS
 Diagnosis banding berdasarkan etiologi:
◦ Myasthenia Gravis
◦ Hypocalemic periodic paralysis
◦ Guillain barre syndrome

24
ANALISIS KASUS

Myasthenia gravis, gejalanya : Pada pasien ini gejalanya :

 Pola kelemahan descendens  Pola kelemahan terjadi secara


 Kelemahan membaik setelah ascendens
istirahat  Kelemahan tidak membaik
dengan istirahat

Kemungkinan etiologi myasthenia gravis dapat


disingkirkan.

25
ANALISIS KASUS

Hypocalemic periodic paralysis Pada pasien ini gejalanya:


 Paralisis umum mendadak  Tetraparese bersifat ascendens
 Tidak ada paralisis otot  Sesak nafas, traksi otot-otot
pernafasan intercostal

Kemungkinan etiologi hypocalemic periodic paralysis


dapat disingkirkan.

26
ANALISIS KASUS

Autoimun (SGB), gejalanya : Pada pasien ini gejalanya:

 Pola kelemahan terjadi secara  Pola kelemahan terjadi secara


ascendens ascendens
 Hipestesi dengan pola sarung  Hipestesi dengan pola sarung
tangan dan kaus kaki tangan dan kaus kaki

Kemungkinan etiologi SGB belum dapat disingkirkan.


27
Kesimpulan
 Diagnosis etiologi: sindrom guillain barre

28
Tinjauan Pustaka
 SGB merupakan Polineuropati akut, bersifat simetris dan
ascenden, yang biasanya terjadi 1 – 3 minggu dan kadang
sampai 8 minggu setelah suatu infeksi akut.
 SGB merupakan Polineuropati pasca infeksi yang
menyebabkan terjadinya demielinisasi saraf motorik
kadang juga mengenai saraf sensorik.
 SGB ialah polineuropati yang menyeluruh, dapat
berlangsung akut atau subakut, mungkin terjadi spontan
atau sesudah suatu infeksi.

29
insidensi
•Di Amerika Serikat : insiden SGB per tahun berkisar
antara 0,4 – 2,0 per 100.000 orang, tidak diketahui jumlah
kasus terbanyak menurut musim yang ada di Amerika
Serikat
•Internasional : angka kejadian sama yakni 1 – 3 per
100.000 orang per tahun di seluruh dunia untuk semua
iklim dan sesama suku bangsa, kecuali di China yang
dihubungkan dengan musim dan infeksi Campylobacter
memiliki predileksi pada musim panas.
•Dapat mengenai pada semua usia, terutama puncaknya
pada usia dewasa muda. Dapat juga terjadi pada usia tua,
yang diyakini disebabkan oleh penurunan mekanisme
imunosupresor.
•Perbandingan antara pria dan wanita adalah 1,25 : 1
30
klasifikasi

 1. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)


 2. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)
 3. Miller Fisher Syndrome
 4. Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy
(CIDP)
 5. Acute pandysautonomia

31
etiologi
 Infeksi virus : Citomegalovirus (CMV), Ebstein Barr Virus
(EBV), enterovirus, Human Immunodefficiency Virus
(HIV).
 Infeksi bakteri : Campilobacter Jejuni, Mycoplasma
Pneumonie.
 Pascah pembedahan dan Vaksinasi.
 50% dari seluruh kasus terjadi sekitar 1-3 minggu
setelah terjadi penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas
(ISPA) dan Infeksi Saluran Pencernaan.

32
patogenesis

33
Manisfestasi klinis

34
pengobatan
 Terapi Farmakologis
 Kortikosteroid
 Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan
preparat steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat
untuk terapi SGB.
 Plasmaparesis
 Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar. Pemakaian
plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik,
berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat
bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang
lebih pendek.
35
Pengobatan (Con’t)
 Pengobatan imunosupresan:
 Imunoglobulin IV
 Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih
menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
samping/komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0.4
gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis
maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.
 Obat sitotoksik
 Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:
◦ 6 merkaptopurin (6-MP)
◦ Azathioprine
◦ Cyclophosphamid

36
 Program Rehabilitasi
 Fisioterapi
 Tujuan dari program terapi ini adalah untuk menurunkan
defisit fungsional dan meminimalkan ketidakmampuan
dan keterbatasan akibat SGB.
 Terapi bicara
 Terapi bicara ditujukan untuk meningkatkan kemampuan
bicara dan menelan untuk pasien dengan kelemahan
orofaring dimana pada manifestasi klinis ditemukan
disfagia dan disatria.

37
Pemeriksaan penunjang
 1, Pemeriksaan LCS => disosiasi sitoalbumin
 2. Pemeriksaan EMG
Gambaran EMG pada awal penyakit masih dalam batas
normal, kelumpuhan terjadi pada minggu pertama dan
puncaknya pada akhir minggu kedua dan pada akhir minggu
ke tiga mulai menunjukkan adanya perbaikan.
 3. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna
jika dilakukan kira-kira pada hari ke-13 setelah timbulnya
gejala. MRI akan memperlihatkan gambaran cauda equina
yang bertambah besar.

38
komplikasi
 Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas,
aspirasi makanan atau cairan ke dalam paru,
pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya
infeksi, trombosis vena dalam, paralisis
permanen pada bagian tubuh tertentu, dan
kontraktur pada sendi.

39
prognosis
 Penderita SGB dapat sembuh sempurna (75-
90%) atau sembuh dengan gejala sisa berupa
dropfoot atau tremor postural (25-36%).
Penyembuhan dapat memakan waktu beberapa
minggu sampai beberapa tahun.

40
 Selesai, ada pertanyaan ?

41

Anda mungkin juga menyukai