Anda di halaman 1dari 47

“Bell’s Palsy”

Pendahuluan
• Bell’s palsy adalah kelumpuhan atau paralisis otot
wajah akut unilateral
• Patogenesis  idiopatik
• Serangan kelumpuhan unilateral biasanya tiba-tiba,
sering terjadi setelah terpapar dengan udara dingin
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Ny. M
• Umur : 38 tahun
• Jenis kelamin : Perempuan
• Agama : Islam
• Alamat : lorong sehat no 56 Rt 6 Kec.Rawasari
• MRS :7 juni 2016
Data Subjektif (Anamnesis Tgl 9 September 2015)

• Keluhan utama : Os datang dengan kaku wajah kiri

Riwayat Penyakit Sekarang


• Lokasi : wajah sebelah kiri
• Onset : pagi hari saat bangun tidur
• Kualitas : wajah sebelah kiri sulit digerakkan
• Kuantitas
kesulitan makan dan minum karena makanan dan minuman
keluar dari sudut mulut kiri, tidak bisa mengangkat dahi sebelah
kiri, mata sebelah kiri tidak bisa menutup sempurna, tidak bisa
berkumur saat menyikat gigi
Kronologis
±1 hari SMRS Pagi hari setelah bangun
tidur pasien mengeluhkan kaku nya
semakin berat, wajah pasien terlihat miring
sebelah, ia mengalami kesulitan berkumur
karna air keluar dari sudut mulut sebelah
kiri. kesulitan makan dan minum ,tidak bisa
pada tanggal 7 juni 2016 menutup mata kiri dengan sempurna, tidak
datang ke Poli Saraf RSUD bisa mengangkat dahi kiri, dan lebar mulut
H Abdul Manap Jambi tidak simetris saat tersenyum.
dengan keluhan
merasakan kaku pada Keluhan penurunan pengecap atau
wajah sebelah kiri kehilangan pengecap disangkal. Pasien
tidak mengeluhkan Keluhan lain seperti
demam (-) merah–merah di kulit (-), telinga
berdengung (-) pusing (-), kelemahan
anggota gerak (-). Riwayat kebiasaan pasien
tidur dengan menggunakan kipas angin (+).
Riwayat penyakit dahulu:
• Riwayat penyakit hipertensi (-)
• Riwayat penyakit diabetes melitus (-)
• Riwayat penyakit jantung disangkal
• Riwayat merokok (-)
• Riwayat sakit maag (-)
Riwayat penyakit keluarga:
• Tidak ada anggota keluarga psien yang
menderita keluhan yang sama sebelumnya.
• Riwayat penyakit hipertensi disangkal
• Riwayat penyakit diabetes melitus disangkal
• Riwayat penyakit jantung disangkal
• Riwayat stroke disangkal
Riwayat sosial, ekonomi, pribadi:
Pasien adalah seorang ibu rumah
tangga yang memiliki 2 orang anak
dan suami yang bekerja sebagai PNS.
Objektif
Status ( 7 Juni 2016)
• Kesadaran : Composmentis, GCS: 15
E:4 M:6 V: 5
• Tekanan darah : 120/70 mmHg
• Nadi : 82 x/i
• Suhu : 36,2 oC
• Respirasi : 20 x/i
Status Internus

• Kepala :
Mata : A-/-, I -/-, Pupil : isokor, refleks
cahaya (+/+)
• Leher :Kelenjar thyroid tidak membesar,
KGB tidak membesar,tidak ada deviasi
trakhea, kaku kuduk (-).
• Dada : Simetris, tidak ada retraksi
Jantung

• Inspeksi : tidak terlihat


• Palpasi : tidak teraba
• Perkusi : Batas kiri atas :ICS II Linea parasternal
sinistra
Batas kiri bawah : ICS V L. midclavicularis
sinistra
Batas kanan atas : ICS II L.Parasternalis dextra
Batas kanan bawah : ICS IV L.Parasternal dextra
• Auskultasi : BJ I/II reguler, gallop (-), murmur (-)
Paru

• Inspeksi : simetris, retraksi (-/-), ketinggalan gerak (-/-)


• Palpasi : fokal fremitus kanan = kiri
• Perkusi : Paru kanan sonor = paru kiri
• Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan whezzing (-/-),
ronkhi (-/-)
Abdomen
• Inspeksi : Datar, luka operasi (-)
• Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), tak teraba
massa, hepar lien tidak teraba
• Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
• Auskultasi :Bising usus (+) N

Alat kelamin
Tidak diperiksa

Ekstremitas
Akral hangat, edema (-/-)
Lanjutan…
Status Psikitus

• Cara berpikir : Baik


• Perasaan hati : Biasa
• Tingkah laku : Normoaktif
• Ingatan : Baik
• Kecerdasan : Baik
Lanjutan...
Status neurologikus
• Kepala
Bentuk : Normochepal
Nyeri tekan : (-)
Simetri : (-)
Pulsasi : (+)
• Leher
Sikap : Lurus
Pergerakan : Baik, TAK
Kaku kuduk : (-)
Nervus Kranialis Kanan Kiri
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N I (Olfaktorius)
Subjektif Baik Baik
Objektif (dengan bahan) Baik Baik
N II (Optikus)
Tajam penglihatan Baik Baik
Lapangan pandang Baik Baik
Melihat warna Baik Baik
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N III (Okulomotorius)
Sela mata Simetris Simetris
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Pergerakan bola mata Normal Normal
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Ekso/endotalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil
bentuk Bulat, isokor, 3 mm Bulat, isokor, 3 mm
reflex cahaya + +
reflex konvergensi + +
N IV (Trochlearis)
Pergerakan bola mata ke Normal Normal
bawah-dalam
Diplopia Tidak ada Tidak ada
N V (Trigeminus)
Motorik
Otot Masseter Normal Normal
Otot Temporal Normal Normal
Otot Pterygoideus Normal Normal
Sensorik
Oftalmikus Normal Normal
Maksila Normal Normal
Mandibula Normal Normal
N VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata Normal Normal
(lateral)
Diplopia Tidak ada Tidak ada
N VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi Normal Tidak bisa
Menutup mata Normal Tidak bisa
menyeringai Normal Tidak bisa
mencucu Normal Tidak bisa
2/3 ant lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N VIII (Vestibularis)
Suara berbisik Normal Normal
Detik arloji Normal Normal
Rinne test Normal Normal
Weber test Normal Normal
Swabach test Normal Normal
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
N IX (Glossofaringeus)
Sensasi lidah 1/3 blkg Normal Normal
Refleks muntah +
N X (Vagus)
Arkus faring Simetris
Berbicara Baik
Menelan Baik
Refleks muntah Baik
Nadi Normal
N XI (Assesorius)
Menolehkan kepala + +
Mengangkat bahu + +
N XII (Hipoglosus)
Kedudukan lidah Normal
dijulurkan
Atropi papil -
Disartria -
Lanjutan…
Anggota gerak atas
Motorik Kanan Kiri
Pergerakan Normal Normal
Kekuatan 5 5
Tonus Eutoni Eutoni
Trofi Eutrofi Eutrofi
R. Fisiologis Normal Normal
R. Patologis (-) (-)
Sensibilitas : Normal Normal
Lanjutan…
Anggota gerak bawah

Motorik Kanan Kiri


Pergerakan Tidak ada hambatan Tidak ada hambatan
Kekuatan +5 +5
Tonus Eutoni Eutoni
Klonus (-) (-)
Trofi Eutropi Eutropi
R. Fisiologis Normal Normal
R. Patologis (-) (-)
Sensibilitas : Normal Normal
Status lokalis regio fasialis
• Wajah asimetris
• Sudut nasolabial menghilang
• Kerutan dahi kiri < kanan
• Lagoftalmus mata kiri 2mm
Lanjutan...
Gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Atetosis : (-)
Miokloni : (-)
Khorea : (-)
Rigiditas : (-)

Alat Vegetatif
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Lanjutan...
Koordinasi, gait dan keseimbangan
Cara berjalan : dalam batas normal
Romberg Test : dalam batas normal
Disdiadokokinesis : dalam batas normal
Ataxia : dalam batas normal
Diagnosa
• Diagnosa Klinis : Bell’s Palsy Sinistra
• Diagnosa Topis : Nervus Cranialis VII Sinistra
• Diagnosa Etiologi : Idiopatik
TERAPI
Non farmakologis
• Latihan otot-otot ekspresi wajah
• Tiap malam sebelum mau tidur, mata sebelah kiri di plester
gunanya melatih mata yang tidak menutup supaya dapat
melindungi mata saat tidur.

Farmakologis
• Prednisone 60 mg/ hari selama 3 hari
• Asiclovir 400 mg/hari selama 10 hari
PROGNOSIS
• Quo ad vitam : dubia ad bonam
• Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
DEFENISI
• Bell’s Palsy ditemukan oleh dokter dari inggris bernama
Charles Bell.
• Di definisikan sebagai paresis yang akut dan idiopatik akibat
disfungsi dari nervus fasialis perifer
Etiologi
• adalah edema dan iskemia akibat penekanan (kompresi) pada
nervus fasialis
• . Dulu, paparan suasana/suhu dingin
• . Akan tetapi, sekarang mulai diyakini HSV
Anatomi Nervus Fasialis
mengandung 4 macam serabut,
yaitu :
• Serabut somato motorik
• Serabut visero-motorik
• Serabut visero-sensorik
• Serabut somato-sensorik
Patofisiologi
• Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy  proses
inflamasi akut pada nervus fasialis
• pada Bell’s palsy  inflamasiakut pada nervus
fasialis di daerah tulang temporal 
menyebabkan peningkatan diameter nervus
fasialis  terjadi kompresi dari saraf tersebut
pada saat melalui tulang temporal  kanalis
facialis tulang temporal berbentuk seperti
corong yang menyempit  iskemik  gangguan
konduksi  impuls yg dihantarkan dapat
mengalami gangguan  kelumpuhan facialis
LMN.
Gambaran klinis
Gejala kelumpuhan perifer ini
tergantung dari lokalisasi
kerusakan.
a. Kerusakan setinggi
foramen stilomastoideus
b. Lesi setinggi diantara
khorda tympani dengan
n.stapedeus
c. setinggi diantara
n.stapedeus dengan
ganglion genikulatum
d. . Lesi setinggi ganglion
genikulatum
e. . Lesi di porus akustikus
internus
Diagnosa
• Diagnosis Bell’s palsy dapat ditegakkan dengan melakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisis.
• Pada pemeriksaan nervus kranialis akan didapatkan adanya
parese dari nervus fasialis yang menyebabkan bibir mencong,
tidak dapat memejamkan mata dan adanya rasa nyeri pada
telinga.
• Hiperakusis dan augesia juga dapat ditemukan. Harus
dibedakan antara lesi UMN dan LMN. Pada Bell’s palsy lesinya
bersifat LMN.9
Tatalaksana
• Pemberian kortikosteroid (prednisone dengan dosis 40 -60
mg/hari per oral atau 1 mg/kgBB/hari selama 3 hari,
diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian)
• Acyclovir (400 mg selama 10 hari) dapat digunakan dalam
penatalaksanaan Bell’s palsy yang dikombinasikan dengan
prednison
Komplikasi
• Komplikasi yang paling banyak terjadi yaitu disgeusia atau
ageusia, spasme nervus fasialis yang kronik dan kelemahan
saraf parasimpatik yang menyebabkan kelenjar lakrimalis tidak
berfungsi dengan baik sehingga tampak seperti air mata buaya
Prognosis
• Penderita Bell’s palsy dapat sembuh total atau meninggalkan
gejala sisa.
• Faktor resiko yang memperburuk prognosis Bell’s palsy
adalah:9
• (1) Usia di atas 60 tahun
• (2) Paralisis komplit
• (3) Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi
yang lumpuh,
• (4) Nyeri pada bagian belakang telinga dan
• (5) Berkurangnya air mata.
BAB IV
ANALISA KASUS

Dari anamnesis
Seorang perempuan, berusia 38 tahun, datang ke Poli Saraf RSUD H Abdul
Manap Jambi dengan keluhan utama kaku pada wajah kiri
±2 hari yang lalu pada malam hari sebelum tidur pasien merasakan kaku
pada wajah sebelah kiri. ±1 hari yang lalu Pagi hari setelah bangun tidur
pasien mengeluhkan kaku nya semakin berat, wajah pasien terlihat miring
sebelah, pasien juga mengeluh pada saat menyikikat gigi ia mengalami
kesulitan berkumur karna air keluar dari sudut mulut sebelah kiri, pasien
juga mengalami kesulitan dalam makan dan minum karena makananan dan
minuman sering keluar dari sudut mulut bagian kiri, pasien juga mengaku
bahwa ia tidak bisa menutup mata kiri dengan sempurna, tidak bisa
mengangkat dahi kiri, dan lebar mulut tidak simetris saat tersenyum.
Keluhan penurunan pengecap atau kehilangan pengecap disangkal. Pasien
tidak mengeluhkan Keluhan lain seperti demam (-) merah–merah di kulit (-),
telinga berdengung (-) pusing (-), kelemahan anggota gerak (-). Riwayat
kebiasaan pasien tidur dengan menggunakan kipas angin (+).
lanjutan

Dari teori
a. Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus
Gejala : kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi
• Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat
• Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi
• Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesi
Kelumpuhan ini adalah berupa tipe flaksid, LMN. Pengecapan dan sekresi
air liur masih baik.

Dari hal di atas dapat di simpulkan bawha kerusakannya setinggi foramen


stilomastoideus
lanjutan

Dari pemeriksaan fisik pasien di dapatkan


Status lokalis regio fasialis
1. Wajah asimetris
2. Sudut nasolabial menghilang
3. Kerutan dahi kiri < kanan
4. Lagoftalmus mata kiri 2mm

N VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi Normal Tidak bisa
Menutup mata Normal Tidak bisa
Menyeringai Normal Tidak bisa
Mencucu Normal Tidak bisa
2/3 anterior lidah Normal Normal
lanjutan

Dari teori di dapatkan :


Kelumpuhan nervus fasialis mudah terlihat hanya dengan pemeriksaan fisik
tetapi yang harus diteliti lebih lanjut adalah apakah ada penyebab lain yang
menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis. Pada lesi supranuklear, dimana
lokasi lesi di atas nukleus fasialis di pons, maka lesinya bersifat UMN. Pada
kelainan tersebut, sepertiga atas nervus fasialis normal, sedangkan dua
pertiga di bawahnya mengalami paralisis. Pemeriksaan nervus kranialis
yang lain dalam batas normal

Oleh karena itu dapat di simpulkan bawha : kerusakan pada pasien ini
adalah tipe LMN
lanjutan

Dari terapi pasien di dapatkan :


Non farmakologis
•Latihan otot-otot ekspresi wajah
•Tiap malam sebelum mau tidur, mata sebelah kiri di plester
gunanya melatih mata yang tidak menutup supaya dapat
melindungi mata

farmakologis
•Prednisone 60 mg/ hari selama 3 hari
• asyclovir 400 mg/ hari selama 10 hari
BAB V
KESIMPULAN
Bell’s palsy adalah kelumpuhan atau paralisis
otot wajah akut unilateral, yang disebabkan oleh
disfungsi saraf fasialis (nervus VII) perifer tanpa
diketahui penyebabnya secara pasti (idiopatik).
Etiologi dan patogenesisnya belum jelas, diduga
peran virus yang menyebabkan inflamasi pada
saraf.
- Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat
termasuk pemeriksaan otoneurologik diperlukan
untuk menyingkirkan gangguan-gangguan, yang
awalnya diduga Bell’s palsy.

- Prognosis pada pasien Bell’s palsy umumnya baik


dan sekitar 85% penderita Bell’s palsy akan
sembuh sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
1. Vrabec JT, Coker NJ. Acute Paralysis of the Facial Nerve. In: Bailey BJ,Johnson JT (ed). Head & Neck Surgery-
Otolaryngology. Vol 2. 4th. Lippincott Williams & Williams. Philadelphia. 2006. 2147-8.
2. Maisel RH, Levine SC. Gangguan saraf Fasialis. Dalam : Adams GL, BoiesLR, Higler PA (ed). BOIES Buku Ajar
Penyakit THT. Edisi 6. Penerbit EGC. Jakarta. 1997. 139-52.
3. Dhingra PL. Facial Nerve and its Disorders. In: Disease of Ear Nose and Throat. 4th ed. Elsevier. New Delhi.
2007. 90-5.
4. Schaitkin BM, May M, Podvinec et al. Idiopatic (Bell’s) palsy, Herpes Zoster Cephalicus, and other Facial Nerve
Disorder of Viral Origin. In: May M, Schaitkin BM (ed). The Facial Nerve. 2nd ed. Thieme. New York. 2000. 319-
35.
5. Ballenger JJ. Paralisis Nervus Fasialis. Dalam: Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jilid 2. Edisi
13. Binarupa Aksara. Jakarta.1997. 554-65.
6. Tiemstra JD, Khathate N. Bells’ palsy: diagnosis and management. American Family Physician. 76. 2007. 997-
1002.
7. Ramalingam KK, Sreeraamamoorthy B. Facial nerve paralysis. In: A Short Practise of Otolaryngology. Revised
Reprint Madras. 1990. 125-7.
8. Maqbool M. Otologic Aspect of facial paralysis. In: Textbook of Ear Nose and Throat Diseases. Jaypee
Brothers Medical Publishers. New Delhi. 1993. 148-52.
9. Monnel, K., Zachariah, S., Khoromi, S. 2009. Bell’s Palsy. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/1146903. Accessed Jan 11, 2016.
10. Holland, J. Bell’s Palsy. Brithis Medical Journal. 2008;01;1204.
11. Ropper AH, Brown RH. Bell’s Palsy Disease Of The Cranial Nerve. Adams and Victor’s Principles of Neurology,
8th ed. New York : McGraw Hill, 2005. 1181-1184.
12. Mardjono, M. Sidharta, P. Nervus Fasialis dan Patologinya. Neurologi Klinis Dasar, 5th ed. Jakarta : PT Dian
Rakyat, 2005. 159-163
13. Sjahrir, Hasan. Nervus Fasialis. Medan ;Yandira Agung, 2003.
14. Rohkamm, Reinhard. Facial Nerve Lesions. Color Atlas of Neurology 2nd ed. George Thieme Verlag: German,
2003. 98-99.

Anda mungkin juga menyukai