Anda di halaman 1dari 8

JURNAL KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA : JKKI

VOLUME 07 No. 01 Maret • 2018 Halaman 26-33

Artikel Penelitian

ANALISIS KEBIJAKAN PEMAHIRAN LULUSAN DOKTER MELALUI


PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA (PIDI)
POLICY ANALYSIS ON COMPETENCY ENHACEMENT OF MEDICAL GRADUATE THROUGH
INDONESIA MEDICAL INTERNSHIP PROGRAM (PIDI)
Fitra Sugiharto1, Anhari Achadi2
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
1

2
Departemen Administrasi Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

ABSTRACT lain menyatakan setiap orang mempunyai hak


Background: As the consequence of Competency-Based untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
Curriculum (KBK) implementation, Indonesia Medical aman, bermutu, dan terjangkau dan merupakan
Internship Program (PIDI) has been conducted since 2010 as tanggung jawab Negara atas ketersediaan segala
a continuation of the medical education. In practice, a number bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman,
of pros and cons emerges from the various parties among
efisien, dan terjangkau.
students, education institutions, professional organizations ,
and the general public. Objective: This study aimed to analyze Pelayanan kesehatan yang bermutu tidak
the policy of PIDI Methods: through a retrospective approach. terlepas dari profesionalisme dan kualitas tenaga
Results: The results showed the stage of agenda-setting kesehatan. Dengan demikian, peningkatan
and policy formulation has been relatively well conducted kompetensi tenaga kesehatan menjadi tuntutan
but not optimal in the legitimacy and implementation phases. yang relevan terutama bagi tenaga dokter sebagai
Conclusion: The role of policy actors have not been clearly salah satu ujung tombak dalam pelayanan
delegated with the strong legal protection and details of kesehatan di Indonesia.
functions. Therefore, it is recommended to do a comprehensive Berdasarkan perspektif pembangunan sumber
evaluation of the implementation of PIDI involving the key daya manusia, permasalahan ketenagaan
stakeholders.
dipandang sebagai bagian tidak terpisahkan dari
Keywords: PIDI, Internship, Medical intern, Doctor, Policy
kerangka multi sistem termasuk di dalamnya
sistem kesehatan dan sistem pendidikan nasional.
ABSTRAK Beranjak dari pemikiran tersebut, sejak tahun
Latar Belakang: Program Internsip Dokter Indonesia 2005 secara bertahap semua fakultas kedokteran
(PIDI) diimplementasikan sejak tahun 2010 sebagai di Indonesia telah memberlakukan metode
kelanjutan pendidikan profesi setelah diimplemetasikannya pembelajaran kurikulum berbasis kompetensi
kurikulum berbasis keompetensi (KBK) di Indonesia. Dalam (KBK). Kemudian sebagai hasil pilot project
pelaksanaannya, sejumlah pro-kontra muncul dari berbagai
pihak di antaranya mahasiswa, institusi pendidikan, organisasi pengembangan kurikulum kedokteran dari Health
profesi, dan masyarakat umum. Tujuan: Penelitian ini Workforce and Services (HWS), pada tahun 2010
bertujuan untuk menganalisis kebijakan PIDI Metode: melalui dirintis suatu program pemagangan bagi dokter
pendekatan retrospektif. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
tahapan pengagendaan kebijakan dan formulasi yang
relatif baik namun kurang optimal pada saat legitimasi dan
yang dikenal sebagai Program Internsip Dokter
implementasi kebijakan. Kesimpulan: Peran aktor kebijakan Indonesia (PIDI). Hal ini juga sejalan dengan
terpotret belum terdelegasi dengan payung hukum dan rincian standard World Federation of Medical Education
fungsi yang kuat. Oleh karenanya, direkomendasikan untuk (WFME), suatu badan pendidikan dibawah WHO,
dilakukan evaluasi komprehensif terhadap pelaksanaan PIDI yang menyatakan bahwa pendidikan dokter terdiri
yang melibatkan stakeholder kunci.
dari dua tahap, yaitu tahap pertama disebut
Kata kunci: PIDI, Internsip, Intern, Dokter, Kebijakan
basic medical education yang meluluskan dokter
dan tahap kedua yaitu PGME (post graduate
medical education) yang salah satunya adalah pre
PENGANTAR
registration training atau internsip.
Menurut UUD 1945 pasal 28H, setiap warga
Merujuk kepada UU Nomor 29 tahun
negara berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
2004, untuk memberikan kompetensi dokter
Amanat ini dijabarkan lebih lanjut dalam UU
dilaksanakan pendidikan dan pelatihan kedokteran
Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, antara
sesuai dengan standar pendidikan profesi

26 • Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI, Vol. 07, No. 01 Maret 2018
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI

kedokteran, untuk itu kolegium Dokter dan Dokter dokter melalui program internsip dokter Indonesia
keluarga Indonesia merancang dokter internsip untuk mengetahui bagaimana kebijakan PIDI
Indonesia. Program internsip dirancang sebagai berjalan serta peran dang fungsi aktor-aktor yang
tahapan pendampingan bagi seorang dokter baru terlibat. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
dalam menerapkan keseluruhan keahlian yang digunakan sebagai rekomendasi kebiajakan untuk
telah dicapai pada wahana tertentu selama 12 penyempurnaan kebijakan pemahiran lulusan
bulan. Program diarahkan untuk meningkatkan dokter melalui PIDI.
kemahiran dan penyelarasan antara hasil
pendidikan dengan praktik di lapangan. BAHAN DAN CARA PENELITIAN
Dasar hukum penyelenggaraan program Penelitian ini menggunakan pendekatan
internsip dokter di Indonesia adalah Peraturan kualitatif Dengan pendekatan kualitatif peneliti
Menteri kesehatan Republik Indonesia No.299/ mengharapkan mendapat informasi yang
Menkes/Per/II/2010 tentang Penyelengaraan mendalam serta fakta-fakta yang jelas tentang
Program Internsip dan Penempatan Dokter analisis kebijakan pemahiran lulusan dokter
Pasca Internsip. Konsil Kedokteran Indonesia melalui program internsip dokter Indonesia.
juga menerbitkan Peraturan Konsil Kedokteran Pemilihan informan dalam penelitian ini
Indonesia No. 1/KKI/Per/2010 tentang Registasi menggunakan teknik sampling yang biasa
Dokter Program Internsip. Pada Tahun 2013, digunakan dalam metode penelitian kualitatif
legal aspek pelaksanaan PIDI diperkuat yaitu Nonprobability purposive. Nonprobability
dengan ditetapkannya Undang-Undang No.20 purposive merupakan teknik pengambilan sampel
tentang Pendidikan Kedokteran. Berdasarkan sumber data dengan pertimbangan tertentu.
Undang-undang No.20 Tahun 2013. Internsip (Sugiyono, 2014). Pertimbangan yang digunakan
adalah pemahiran dan pemandirian dokter yang untuk memilih informan dalam penelitian ini adalah
merupakan bagian dari Program penempatan kesesuaian (appropiateness)dan kecukupan
wajib sementara paling lama 1 (satu) tahun. (adequacy), sehingga terpilihlah sebanyak 5 (lima)
Sejak bergulirnya PIDI tahun 2010, seluruh informan dari Badan PPSDMK, Badan Litbangkes,
anggaran pelaksanaan PIDI dibebankan pada Biro Hukum dan Organisasi Kemenkes dan dari
anggaran Pemerintah Pusat melalui APBN Komite Internsip Dokter Indonesia.
Kementerian Kesehatan. Jumlah peserta PIDI Untuk pengumpulan data primer diperoleh
yang meningkat setiap tahunnya sesuai dengan melalui wawancara mendalam. Sedangkan untuk
jumlah lulusan Fakultas Kedokteran membawa data sekunder didapatkan dari buku, peraturan
konsekuensi peningkatan besaran anggaran. perundangan, kajian-kajian, artikel, jurnal publikasi
Anggaran tersebut akan terus meningkat serta referensi lain yang berhubungan dengan
mengingat terus bertambahnya peserta PIDI penelitian yang dilakukan.
sekaligus jumlah pendamping dan perubahan Analisis data dalam penelitian ini dilakukan
besaran nilai bantuan biaya hidup. sejak sebelum memasuki lapangan, selama
Program internsip di Indonesia dalam di lapangan dan setelah selesai di lapangan.
pelaksanaannya menuai kontroversi. Sejumlah Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif,
pihak menilai bahwa proses pendidikan kedokteran yaitu suatu analisis berdasarkan data yang
di Indonesia masih belum menjamin dihasilkannya diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi
lulusan yang mandiri dan siap terjun. Di sisi lain, hipotesis (Sugiyono, 2014). Proses analisis
keberadaan program ini dinilai memberatkan dan data dimulai dari mendeskripsikan karaktersitik
merugikan lulusan dokter yang baru dikarenakan informan, mengkategorisasi data untuk diringkas
perlunya tambahan alokasi waktu, tenaga, dan dalam bentuk matriks sampai pada akhirnya
pikiran untuk menjalani proses PIDI sebelum diperoleh kesimpulan dari data yang dianalisis.
praktek mandiri. Untuk menjaga validitas data dalam penelitian
Hal ini yang mendorong peneliti untuk melakukan ini dilakukan metode triangulasi, yang meliputi
analisis mengenai kebijakan pemahiran lulusan triangulasi metode, sumber dan teori.

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI , Vol. 07, No. 01 Maret 2018 • 27
Fitra Sugiharto, Anhari Achadi: Analisis Kebijakan Pemahiran Lulusan Dokter

HASIL DAN PEMBAHASAN


No Tahap Hasil Penelitian
1 Pengidentifikasian Pada tahap indentifikasi masalah telah berhasil diidentifkasi permaslahan awal terkait perlu dibuatnya kebijakan internsip dokter
masalah yaitu kesadaran Hukum Masyarakat yang meningkat mengenai keselamatan pasien, diberlakukannya UU Praktik Kedokteran dan
diberlakukannya KBK
2 Penyusunan Pada tahap penyusunan agenda didapatkan bahwa lulusan dokter yang telah menggunakan KBK secara kompetensi belum siap
Agenda turun lapangan
3 Formulasi Kebijakan Pada tahap formulasi dilakukan penetapan tujuan dan alternatif-alternatif kebijakan dan dilakukan pembagian peran mengenai tugas
fungsinya, Secara keseluruhan para pemangku kebijakan telah memiliki kesamaan tujuan
4 Legitimasi Kebijakan Pada tahap legitimasi ini muncul pro-kontra, pro dan kontra ini disuarakan dari berbagai kelompok, mahasiswa, orangtua, organisasi
profesi maupun dari institusi pendidikan. Penetapan keputusan akhir stakeholder pada akhirnya dikoordinasikan oleh Kemkes
dibuatkan Permenkes No. 299/2010 Tahun 2010
5 Implementasi Pelaksanaan PIDI mendapat minat yang cukup besar dari pemda dan respon yang positif. Namun di beberapa daerah hal ini tidak
Kebijakan diiringi dengan kesiapan sumber daya yang memadai, baik dari sisi wahana maupun kualitas pendamping.
6 Evaluasi Kebijakan ebagian besar peserta internsip menilai bahwa program internsip bermanfaat untuk peningkatan pemahiran dan rasa percaya
diri. Kendati demikian, beberapa peserta menganggap bahwa program ini tidak perlu karena merasa bahwa ilmu yang diperoleh
selama pendidikan sudah memadai
Evaluasi terhadap pelaksanaan PIDI melahirkan sejumlah masukan terkait permasalahan sumber daya dan manajemen misalnya
wahana dan pendamping, dan besaran bantuan biaya hidup
7 Reformulasi KIDI menyuarakan agar manajemen pelaksanaan diubah menjadi in-house training yang artinya pemahiran dikembalikan ke
Kebijakan institusi pendidik dimana standarisasi kelayakan wahana dan pendamping sudah terjamin. Opsi tersebut dinilai efektif untuk
menyasar tujuan peningkatan mutu sekaligus efisisen dari segi sumber daya
8 Aktor Kebijakan Menunjukkan bahwa aktor yang lebih banyak berperan adalah hal ini adalah Kementerian Kesehatan bersama-sama KIDI
yang meresprentasikan public interest terkait mutu pelayanan dan patient safety
9 Rekomendasi Rekomendasi yang muncul juga beragam yang bersifat usulan perbaikan program hingga terkait keberlangsungan program. Ada
Kebijakan opsi yang muncul untuk mengembalikan manajemen PIDI kepada institusi pendidikan namun adapula yang menyampaikan opsi
agar menghentikan program PIDI sama sekali.

Tabel 1. Hasil Penelitian


Pengidentifikasian Masalah Kebijakan Internsip Dokter Pada proses ini seharusnya inisiasi awal adalah
Dalam proses ini, para pemangku kebijakan organisasi profesi sebagai sebuah“interest group”
telah mengidentifikasikan masalah terkait perlunya dalam rangka peningkatan mutu profesinya.
Kebijakan Pemahiran Lulusan Dokter melalui Dalam hal ini pemerintah sebagai regulator
Program Internsip Dokter Indonesia. Kebijakan merasa perlu untuk melakukan inisiasi kebijakan
Pemahiran Lulusan Dokter melalui Program dengan mengidentifikasi permasalahan yang ada
Internsip Dokter Indonesia lahir dilatarbelakangi kemudian mencari pemecahan permasalahan
isu meningkatnya kesadaran hukum dan dalam betuk kebijakan.
ditetapkannya Undang-Undang tentang praktik Program internsip pada prinsipnya merupakan
Kedokteran serta pemberlakuan Kurikulum bentuk pendidikan pra registrasi yang menjadi
Berbasis Kompetensi (KBK) dalam pendidikan bagian yang tak terpisahkan dalam adaptasi
kedokteran yang bertujuan untuk menghasilkan kurikulum KBK yang ditetapkan oleh World
lulusan dokter Indonesia yang sesuai standar Federation for Medical Education (WFME). Dalam
global. KBK ada dua jenis pendidikan dokter, pendidikan
Pengidentifikasian isu terkadang memang dasar dan pendidikan lanjutan. Pendidikan dasar
merupakan kepentingan dari kelompok atau adalah yang dilaksanakan di FK dan pendidikan
individu. Pada dasarnya pengidentifikasian isu lanjutan itu adalah internship.
kebijakan merupakan hal yang alamiah. Dapat
merupakan sebuah isu yang sengaja dipilih, dapat Penyusunan Agenda Kebijakan Internsip Dokter
pula sebuah isu yang muncul di luar proses yang Penyusunan agenda merupakan kegiatan
normal dari sebuah review dan monitoring, atau membuat masalah publik menjadi masalah
dorongan Pemerintah untuk mengatasi krisis kebijakan. Proses penyusunan agenda
tertentu. Telah menjadi perdebatan bahwa proses kebijakan, menurut Anderson dalam (Lembaga
formulasi kebijakan berbeda-beda bergantung Administrasi Negara, 2002) secara runut terdiri
pada penerimaan elit-elit tertentu dalam mengatasi atas (a) private problems, (b) publics problem, (c)
krisis tertentu atau permintaan program agenda issues, (d) systemic agenda, dan (e) institutional
politik tertentu. (Grindle dan Thomas, 1991). agenda. Proses Penyusunan agenda pelaksanaan

28 • Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI, Vol. 07, No. 01 Maret 2018
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI

PIDI menjadi sebuah kebijakan, didasari sejumlah Unsur yang idealnya ditemukan dalam proses
penilaian dimana permasalahan kompetensi formulasi kebijakan adalah penyusunan strategi
lulusan yang dirasakan bersama baik kalangan dari masing-masing alternatif kebijakan. Setiap
pemerintah maupun profesi (privates problems). alternatif kebijakan, sejak awal perlu dirumuskan
Namun ketika aktivitas utama: pertama, langkah-langkah yang semestinya dilakukan
perancangan tujuan kebijakan dan kedua, strategi apabila alternatif tersebut dipilih menjadi kebijakan
pencapaian tujuan. (Hamdi, 2014). Hal ini belum banyak tergali dalam
Dalam hal perancangan tujuan kebijakan, Para Permenkes Nomor 299 Tahun 2010.
perumus kebijakan telah memiliki kesamaan Proses formulasi kebijakan PIDI ini telah
pemahaman mengenai tujuan PIDI yaitu untuk melibatkan berbagai unsur lintas kementerian,
pemahiran lulusan dalam rangka mengikuti organisasi profesi dan asosiasi pendidikan
standar profesi standar kompetensi dokter dan meliputi Kemenristek Dikti (saat itu bernama
menjaga mutu pelayanan kedokteran. Depdiknas) yang mengawali perubahan
Selanjutnya yang perlu dilakukan dalam kurikulum, Kementerian Kesehatan, kolegium,
formulasi kebijakan adalah identifikasi alternatif- Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Asosiasi Institusi
alternatif kebijakan. Perumusan alternatif Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI), dan
kebijakan pada dasarnya adalah hasil dari kegiatan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).
peramalan (forecasting) mengenai kondisi yang Pada awal proses perumusan kebijakan,
perlu, atau dapat diwujudkan berkaitan dengan terjadi tarik-ulur pendapat mengenai siapa yang
pemecahan masalah kebijakan (Hamdi, 2014). seharusnya menjadi pemegang inti kebijakan
Dalam kebijakan pelaksanaan program intrensip PIDI dan aloaksi penganggarannya. Apakah
yang dituangkan dalam Permenkes Nomor 299 seharusnya berada di bawah urusan pendidikan
tahun 2010 diatur adanya alternatif pelaksanaan (Kemenristek Dikti) ataukan pendayagunaan
internsip dengan 2 (dua) metode yaitu ikatan (Kemenkes). Menteri Kesehatan yang menjabat
dinas dan mandiri. Apabila mengacu pada saat itu akhirnya memutuskan untuk mengambil
konsep tersebut, maka PIDI yang berjalan saat ini alih koordinasi formulasi kebijakan program
merupakan perpaduan keduanya (mix-method) internsip dokter didukung oleh pemangku
akan terjun dalam memberikan pelayanan kepentingan terkait.
kesehatan kepada masyarakat, permasalahan Pertimbangan lain yang meramaikan adalah
kompetensi ini menjadi masalah publik. beban pembiayaan yang menjadi sorotan publik
Pemerintah dan pemangku kepentingan terkait terutama DPR, mengingat besarnya anggaran
melakukan proses Penyusunan agenda kebijakan yang diperlukan untuk kebutuhan penempatan
berdasarkan berbagai pertimbangan yang meliputi dan bantuan biaya hidup. Oleh karenanya,
faktor politik, dan sosial masyarakat Berdasarkan dilakukan harmonisasi berbagai muatan
aspek sosial, program pemahiran merupakan kebijakan dan teknis pelaksanaan di tingkat
sebuah komitmen dalam penyediaan pelayanan internal kementerian maupun lintas kementerian
kesehatan yang bermutu dan memenuhi prinsip seperti kalangan profesi. Terkait hal di atas, Abidin
keamanan pasien (patient safety) sebagai (2012) mengemukakan bahwa proses perumusan
bentuk tanggung jawab penyediaan pelayanan kebijakan memang pada akhirnya bersifat
publik. Dalam UU nomor 29 tahun 2004 dijelaskan kompromistik, yakni rumusan jalan tengah melalui
bahwa Tindakan medis terhadap tubuh manusia proses “tolak-tarik (take and give)”. Dalam keadaan
yang dilakukan bukan oleh dokter atau dokter gigi ini, nilai-nilai yang dipertahankan seringkali hanya
dapat digolongkan sebagai tindak pidana. yang prinsip-prinsip saja terutama di lingkungan
Pertimbangan dari sisi politik terutama dalam pemerintahan yang sifatnya koalisi.
konteks internasional, PIDI menjadi krusial
untuk diimplementasikan. Di satu sisi internsip Legitimasi Kebijakan Internsip Dokter
ditujukan agar lulusan dokter Indonesia dapat Proses legitimasi kebijakan bergantung
diakui secara global. Di sisi lain, dengan adanya dukungan aktor-aktor pembuat kebijakan hingga
standarisasi pendidikan kedokteran sesuai kebijakan ditetapkan menjadi suatu aturan yang
regulasi internasional akan memberikan posisi diakui. Di awal terangkatnya isu pelaksanaan
menguntungkan menghadapi era globalisasi PIDI, melahirkan pro-kontra di masyarakat.
terkait potensi masuknya tenaga kesehatan asing. Penolakan disuarakan dari berbagai kelompok
meliputi mahasiswa, institusi pendidikan,
Formulasi Kebijakan Internsip Dokter organisasi, DPR, bahkan orangtua mahasiswa.
Proses formulasi kebijakan (policy formulation) Kajian Priantono (2013) mengungkapkan bahwa
menurut Kraft & Furlong (dalam Hamdi: 2014) reaksi negatif dari kalangan sejawat bahkan
paling tidak harus memuat dua masyarakat memperlihatkan kurangnya informasi

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI , Vol. 07, No. 01 Maret 2018 • 29
Fitra Sugiharto, Anhari Achadi: Analisis Kebijakan Pemahiran Lulusan Dokter

yang diberikan pemerintah mengenai PIDI. mengawal praktek PIDI di lapangan dengan
Penetapan keputusan akhir mengenai konsep pemantauan secara berjenjang. KIDI pusat
kebijakan yang diambil beserta pemetaan peran memutuskan kelayakan wahana untuk menjadi
dan tanggung jawab stakeholder pada akhirnya lokasi penempatan peserta internsip dengan
dikoordinasikan oleh Kementrian Kesehatan dan bantuan perwakilan (KIDI Provinsi) di daerah.
dibuatkan payung hukumnya melalui Permenkes Sementara penilaian yang sifatnya evaluasi
Nomor 299 Tahun 2010 tentang penyelenggaraan program diserahkan pelaksanaannya kepada
Program Internsip dan Penempatan Pasca Badan Litbang Kesehatan Kemenkes RI terkait
Internsip. Pengkomunikasian kebijakan PIDI ketercapaian tujuan, kendala, besaran kebutuhan
secara hukum dilakukan oleh Kementerian biaya hidup, hingga tinjauan kesinambungan
Kesehatan melalui Biro Hukum dan Organisasi. program.
Sementara peran kunci sosialisasi program Hasil evaluasi Badan Litbang Kesehatan
secara substansi kebijakan dikoordinasikan oleh Kemenkes memperlihatkan temuan yang positif
Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM mengenai pencapaian kemahiran peserta internsip.
Kesehatan melalui KIDI sebagai representasi Secara umum, terjadi peningkatan pengetahuan
stakeholder terkait. peserta internsip mengenai Upaya Kesehatan
Dalam pelaksanaannya, legitimasi kebijakan Masyarakat. Selain itu, penilaian pemahiran
internsip dinilai kurang kuat mengingat pijakan peserta secara observasional menggunakan
regulasinya yang berawal dari Permenkes instrumen DOPS dan MINI CEX menunjukkan
dengan daya jangkau terbatas. Kedepannya, telah terjadi peningkatan pemahiran dalam
untuk lebih menguatkan dari aspek kelembagaan, keterampilan klinis dan diagnosis antara sebelum
tengah dibahas RPP UU Pendidikan Kedokteran dan sesudah menjalani PIDI (Hendarwan, 2015)
yang salah satu muatannya mengatur internsip Evaluasi terhadap pelaksanaan PIDI melahirkan
sehingga posisi hukumnya lebih kuat dari regulasi sejumlah masukan terkait permasalahan sumber
saat ini (Permenkes). daya dan manajemen misalnya kelayakan wahana
dan pendamping, sistem reward, dan besaran
Implementasi Kebijakan Intersip Dokter bantuan biaya hidup.
Dalam proses implementasinya, PIDI mendapat Dari hasil analisis data kualitatif, sebagian besar
minat yang cukup besar dari pemerintah daerah. peserta internsip menilai bahwa program internsip
Akan tetapi, tidak semua ditindaklanjuti dengan bermanfaat untuk peningkatan pemahiran dan
persiapan sumber daya yang memadai, baik rasa percaya diri. Kendati demikian, beberapa
yang sifatnya fasilitas maupun SDM (kualitas peserta menganggap bahwa program ini tidak
pendampingan). Gambaran mengenai kelayakan perlu karena merasa bahwa ilmu yang diperoleh
wahana penempatan dan kesejahteraan dokter selama pendidikan sudah memadai.
internsip memperlihatkan kesenjangan antar
Reformulasi Kebijakan
wahana mengingat kondisi fasilitas pelayanan
kesehatan di Indonesia yang begitu beragam. Temuan dan hasil yang diperoleh dari
Ada wahana yang memberikan akomodasi evaluasi pelaksanaan PIDI menjadi landasan
dan transportasi kepada para peserta adapula para pemangku kepentingan untuk melakukan
yang tidak. Dari segi pelayanan, ada wahana perbaikan bahkan pertimbangan kesinambungan
membatasi peserta hanya sebagai pengamat (sustainability) PIDI. Tercatat sejumlah
(observer) namun adapula wahana yang justru penyesuaian atau reformulasi kebijakan ditetapkan
melimpahkan sebagian besar pelayanan pasien dalam masa pelaksanaan PIDI mulai dari
kepada para dokter internsip. Hal tersebut terjadi perbaikan pedoman hingga peningkatan besaran
dikarenakan dalam pedoman pelaksanaan PIDI Bantuan Biaya Hidup (BHH) dokter internsip.
dinyatakan bahwa pengaturan tata tertib, hak, Sejumlah masukan dan temuan yang hingga
dan kewajiban peserta sebagian diserahkan saat ini belum ditindaklanjuti melalui reformulasi
kepada wahana setempat. Namun sayangnya, kebijakan adalah yang terkait manajemen
tidak ada standarisasi untuk pelaksanaan tersebut pelaksanaan PIDI seperti standarisasi kelayakan
yang memastikan kompetensi yang diharapkan wahana dan kompetensi pendamping. Hal tersebut
dapat tercapai sesuai standar (Priantono, 2013). diakui Kementerian Kesehatan disebabkan
kewenangan yang terbatas sementara
Evaluasi Kebijakan Internsip Dokter stakeholder terkait belum optimal berperan. Oleh
Dalam rangka pemantauan pelaksanaan PIDI karenanya, KIDI menyuarakan agar manajemen
baik dari aspek substansi maupun teknis dibentuk pelaksanaan diubah menjadi in-house training
suatu komite khusus yaitu Komisi Internsip yang artinya pemahiran dikembalikan ke institusi
Dokter Indonesia (KIDI). KIDI bertanggung jawab pendidik dimana standarisasi kelayakan wahana

30 • Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI, Vol. 07, No. 01 Maret 2018
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI

dan pendamping sudah terjamin. Opsi tersebut kalangan institusi pendidik terutama pada awal
dinilai efektif untuk menyasar tujuan peningkatan proses formulasi kebijakan, lebih mengambil
mutu sekaligus efisisen dari segi sumber daya. peran sebagai “group interest”. Mereka menilai
Alternatif di atas sejalan dengan rekomendasi PIDI hanya menjadi hambatan lulusan berkakir
kebijakan yang disusun oleh tim Badan Litbang dan bentuk ketidak percayaan terhadap kualitas
Kesehatan agar PIDI tetap dilaksanakan dengan lulusan dokter.
institus pendidikan sebagai pengelola. Melanjutkan
PIDI dengan melakukan perbaikan manajemen Rekomendasi Kebijakan
secara menyeluruh, tidak menjadi pilihan utama Rekomendasi kebijakan yang bermunculan
dikarenakan setelah 5 tahun PIDI berjalan, untuk menjadi masukan kebijakan PIDI secara
masih banyak wahana yang tidak memenuhi umum berdasarkan evaluasi pelaksanaan PIDI.
persyaratan. Kondisi ini akan membahayakan Sebagian besar menyampaikan kekhatiran
seiring meningkatnya jumlah peserta internsip di terhadap kualitas pendampingan yang dinilai
masa yang akan datang (Hendarwan, 2015) belum merata dan representatif. Pada akhirnya
kondisi tersebut berujung pada efektif tidaknya PIDI
Aktor Kebijakan dalam hal pemahiran lulusan dokter mengingat
Berdasarkan hasil penggalian melalui besarnya sumber daya dan upaya yang telah
wawancara, menunjukkan bahwa aktor yang dikeluarkan untuk menunjang pelaksanaanya.
lebih banyak berperan adalah hal ini adalah Dari dua rekomendasi yang muncul saat
Kementerian Kesehatan bersama-sama KIDI penggalian informasi, keduanya memiliki benang
yang meresprentasikan public interest terkait merah yang sama bahwa kualitas lulusan
mutu pelaynan dan patient safety. Kemenkes seharusnya menjadi kewenangan institusi
berperan sebagai regulator dalam program pendidikan. Terkait dengan isu pendayagunaan
internsip dokter sementara KIDI sebagai komite yang bersifat jangka pendek utamanya di masa
khusus menjalankan peran yang jauh lebih impelementasi JKN yang membutuhkan tenaga
strategis mulai dari perencanaan, penetapan dokter pelayanan primer dengan jumlah besar,
wahana, rekrutmen, pendampingan, pemantauan, memang tidak bisa dielakkan perlunya tahapan
dan pembinaan (Kemenkes, 2010) pemahiran untuk memastikan kualitas pelayanan
Sayangnya, Kemenristek dikti yang kesehatan dan keselamatan pasien. Untuk itu,
diharapkan mengambil posisi yang sama hanya diangkatlah gagasan agar dilakukan proses
banyak terlibat di awal melalui pilot project HWS pemahiran di unit pengguna masing-masing
sebagai cikal bakal pelaksanaan PIDI. Dalam tentunya dengan standarisasi tertentu. Ujung
rangkaian proses selanjutnya, peran Kemenristek rekomendasi ini pada akhirnya memaksa institusi
Dikti dinilai belum optimal. Padahal, dalam pendidikan untuk berkomitmen memberikan
pengimplementasiannya sejumlah kendala yang pendidikan kedokteran yang lebih berkualitas
banyak dimunculkan dalam evaluasi adalah yang bisa jadi di antaranya mengimplementasikan
belum standarnya kompetensi pendamping tahapan pra-registrasi di RS pendidikan atau
yang berada dalam kewenangan pengaturan fasilitas pelayanan kesehatan lain yang lebih
Kemenristek Dikti. Melalui kajian mengenai representatif kualitas pendampingannya.
pelaksanaan PIDI Priantono (2014) kembali
mengingatkan bahwa gagasan PIDI sejatinya KESIMPULAN DAN SARAN
berasal dari kebutuhan untuk meningkatkan Kesimpulan
kompetensi lulusan dokter yang artinya bukan Formulasi kebijakan kebijakan Program Internsip
merupakan tanggung jawab KIDI semata apalagi Dokter Indonesia (PIDI) didasari proses identifikasi
kementerian Kesehatan. Fakultas Kedokteran permasalahan dan penetapan agenda kebijakan
di bawah naungan Kemenristik-Dikti sebagai yang memadai dengan mempertimbangkan aspek
institusi pendidikan bertanggungjawab untuk politik, sosial, dan ekoomi melalui serangkaian
memberikan kompetensi yang dibutuhkan. rapat dan konsolidasi. Proses legitimasi kebijakan
Selain itu, unsur lain seperti profesi juga menghadapi perbedaan pendapat mengenai
masih perlu digali dan dipertegas perannya stakeholder kunci serrta penyusunan rancangan
termasuk Kementerian Dalam Negeri sebagai implementasi kebijakan yang belum komprehensif.
regulator yang membawahi pemerintahan Dalam tahap implementasi, PIDI cukup diminati
daerah. Kebutuhan tersebut muncul untuk oleh pemerintah daerah untuk menjadi lokasi
menciptakan wahana yang kondusif dalam masa penempatan namun tidak diiringi ketersediaan
penugasan dokter internsip melalui dukungan sumber daya (fasilitas maupun kompetensi
sarana, reward, dan jaminan keamanan. pendamping). Evaluasi kebijakan telah dilakukan
Kelompok kemahasiswaan, IDI, dan sebagian dengan cukup memadai bekerjasama dengan

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI , Vol. 07, No. 01 Maret 2018 • 31
Fitra Sugiharto, Anhari Achadi: Analisis Kebijakan Pemahiran Lulusan Dokter

Litbang Kemenkes. Namun, perlu dikuatkan untuk PIDI kepada institusi pendidik) sebagai
pemantauan dan pembinaan rutin. Berangkat masukan terhadap subtansi pengaturan
dari hasil evaluasi, telah dieksekusi sejumlah yang sedang dibahas di RPP pendidikan
reformulasi kebijakan yang terkait kewenangan kedokteran.
Kemenkes seperti kenaikan Bantuan Biaya Hidup. c. Menguatkan koordinasi lintas sektor
Pembuat kebijakan atau aktor yang berperan terutama Kemenristek dikti, institusi
dalam merumuskan kebijakan ini masih pendidikan, organisasi profesi, dan
didominasi oleh Kementerian Kesehatan dan KIDI. pemerintah daerah melalui pembentukan
Kementerian Kesehatan merupakan regulator dan tim khusus dengan pembagian peran/
sebagai “public interest”. Kemenristek dikti yang fungsi, alur, penganggaran, dan payung
diharapkan memiliki posisi sama terkait dengan hukum yang tegas.
domain pendidikan belum optimal peranannya
d. Dalam melakukan formulasi kebijakan,
bersama-sama. Begitu juga dengan Kemendagri
sebaiknya melakukan penajaman pemetaan
yang memiliki kewenangan mendorong
stakeholder terutama yang berada di
pemerintah daerah dalam hal penempatan.
luar domain kewenangan Kemenkes
Kelompok kemahasiswaan, IDI, dan sebagian
dan mendorong keterlibatannya dalam
kalangan institusi pendidik terutama pada awal
keseluruhan proses formulasi.
proses formulasi kebijakan, lebih mengambil
peran sebagai “group interest”. 2. Bagi Organisasi Profesi Kesehatan
Rekomendasi kebijakan yang diajukan adalah a. Meningkatkan peran organisasi profesi
program PIDI perlu untuk tetap dilaksanakan dalam membantu sosialisasi dan
dengan perbaikan yang mendasar dalam hal pemahaman mengenai PIDI untuk
pembagian peran dan rancangan implementasi mendorong akseptibilas PIDI
dengan payung hukum dan uraian kerja yang b. Memberikan masukan dan evaluasi terkait
jelas serta menuangkannya dalam draft RPP pelaksanaan PIDI dari perspektif profesi
terkait internsip yang saat ini tengah disusun. dan pembinaan dokter pendamping di
Oleh karenanya perlu ada pertemuan evaluasi daerah
skala besar yang melibatkan semua stakeholder
untuk menjembatani permasalahan pelaksanaan
program internsip termasuk DPR, anggota REFERENSI
profesi, institusi pendidikan untuk menyepakati 1. Abidin, Said Zainal. 2012. Kebijakan Publik.
Jakarta: Salemba Humanika
pembagian peran lintas kementerian/sektor yang 2. Badan Penelitian dan Pengembangan
lebih berimbang antara Kementerian Kesehatan, Kesehatan RI (2011) Hasil Riset Fasilitas
Kemenristek Dikti, Kementerian Dalam Negeri, Kesehatan 2011, Jakarta:Badan Penelitian
dan Organisasi Profesi. dan Pengembangan Kesehatan RI.
3. Grindle, Merilee dan Thomas, John,
Saran W. (1991) Public Choice and Policy
1. Bagi Kementerian Kesehatan Change, The Political Economic Reform in
Developing Countries , Maryland: The John
a. Kemenkes melakukan evaluasi 5 tahun Hopkins University Press.
pelaksanaan internsip berdasarkan 4. Hamdi Muchlis (2014). Kebijakan Publik:
hasil-hasil dengan melibatkan semua Proses, Analisis dan Partisipasi. Bogor:
pemangku kebijakan termasuk Kemenristek Ghalia Indonesia
Dikti, Kemendagri, dan Institusi Pendidikan 5. Hasibuan, M. (2003) Manajemen Sumber
untuk mendapatkan gambaran pelaksanaan Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara
PIDI yang komprehensif. Evaluasi dapat 6. Indonesia, K.K. (2010) Peraturan Konsil
dilakukan melalui kajian khusus atau Kedokteran Indonesia Nomor 1 tahun 2010
seminar hasil evalusi dan kajian yang tentang Registrasi Dokter Program Internsip
selama ini sudah ada baik yang dilakukan 7. Kementerian Kesehatan RI (2014). Profil
Kesehatan Indonesia, Jakarta: Kemenkes
Kemenkes, KIDI, organisasi profesi, RI
maupun institusi pendidikan. 8. Kemenkes RI. (2010). Peraturan
b. Melakukan pertemuan pendalaman dengan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
mengundang lintas Kementerian, kalangan Nomor 299/Menkes/PER/II/2010tentang
profesi, asosiasi institusi pendidikan, dan Penyelenggaran Program Internsip dan
stakeholder terkait untuk membahas opsi Penempatan Dokter Pasca Internsip.
– opsi kebijakan yang terkait regulasi 9. Kementerian Kesehatan (2013). Laporan
Assesment Program Internsip Dokter
implementasi PIDI ke depan (misalnya Indonesia tahun 2013. Tidak dipublikasi
mengenai pengembalian pengelolaan

32 • Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI, Vol. 07, No. 01 Maret 2018
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI

10. Kementerian Kesehatan (2015). Laporan 12. Notoadmodjo, S. (2012). Metodologi


Assesment Program Internsip Dokter Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka
Indonesia tahun 2015. Tidak dipublikasi Cipta.
11. Kurniati, A. dan Efendi, F. (2012) Kajian 13. Priantono, D.(2013). Pelaksanaan Internsip
SDM Kesehatan di Indonesia. Jakarta: di Indonesia. Journal Kedokteran Indonesia
Salemba Medika Vol 01 Nomor 03

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI , Vol. 07, No. 01 Maret 2018 • 33

Anda mungkin juga menyukai