Anda di halaman 1dari 14

JURNAL HUMANTECH

JURNAL ILMIAH MULTI DISIPLIN INDONESIA


VOL 1 NO 9 JULI 2022
E-ISSN : 2809-1612, P-ISSN : 2809-1620

ANALISIS PERKEMBANGAN FASILITAS KESEHATAN TINGKAT


PERTAMA DAN FASILITAS KESEHATAN RUJUKAN TINGKAT
LANJUTAN PADA TAHUN 2022
Alwi Safriadi Lubis1, Dinda Sabrina2, Netha Gloria Br Ginting3, Shofiah Amini
Hutajulu4,Fitriani Pramita Gurning5
Univeristas Islam Negeri Sumatera Utara
alwiafriadilbs05@gmail.com, dindasabrina1902@gamil.com , nethagloria02@gmail.com ,
shofiahamini@gmail.com,fitrianigurning@uinsu.ac.id
Info Artikel :
Diterima : 2 Juli 2022 Disetujui : 9 Juli 2022 Dipublikasikan : 13 Juli 2022
ABSTRAK
Adanya sistem jaminan kesehatan nasional yang menerapkan adanya sistem rujukan
berjenjang mengharuskan peserta BPJS untuk mendatangi puskesmas sebagai Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) sebelum berobat ke rumah sakit. Sistem rujukan
Kata Kunci : berjenjang dilakukan sebagai upaya penguatan pelayanan primer untuk penyelenggaraan
BPJS kendali mutu dan biaya atau biasa dikenal dengan sistem managed care. Salahsatu
Kesehatan,
strateginya yaitu melakukan kerjasama dengan berbagai fasilitas kesehatan sebagai strategi
Database
Riset, pengendalian mutu dan biaya. Penelitian ini bertujuan untuk menganaisis perkembangan
Dataset fasilitas kesehatan tingkat pertama dan rujukan Pendekatan kualitatif dilakukan untuk
kohort, big mengembangkan data base riset yang bersumber dari data yang dimiliki oleh BPJS
data Kesehatan dan Kementerian Kesehatan RI. Pengumpulan data dilakukan dengan
analytics. pendekatan literature review, diskusi kelompok terarah dan identifikasi data yang dimiliki
BPJS Kesehatan serta Kemenkes. Hasil dari penelitian ini yaitu ada tiga aspek penting yang
perlu diperhatikan dalam pengembangan database penelitian, yaitu konsep big data
analytics, keterwakilan sampel penelitian database dan pengelolaan data yang baik.
ABSTRACT
The existence of a national health insurance system that implements a tiered referral system
requires BPJS participants to visit the puskesmas as a First Level Health Facility (FKTP)
before going to the hospital. The tiered referral system is carried out as an effort to
Keywords : strengthen primary services for the implementation of quality and cost control or commonly
BPJS
known as the managed care system. One of the strategies is to collaborate with various
Health,
Research health facilities as a quality and cost control strategy. This study aims to analyze the
Database, development of first-level health facilities and referrals. A qualitative approach was carried
Dataset out to develop a research data base sourced from data held by BPJS Kesehatan and the
cohort, big Indonesian Ministry of Health. Data collection was carried out using a literature review
data analytic. approach, focus group discussions and identification of data held by BPJS Health and the
Ministry of Health. The results of this study are that there are three important aspects that
need to be considered in the development of research databases, namely the concept of big
data analytics, representativeness of the database research sample and good data
management..

PENDAHULUAN
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu kebijakan untuk
mendukung pelaksanaan program pembangunan sosial di Indonesia. Hal ini sesuai
dengan amanat UUD 1945, dimana negara hadir melalui perlindungan sosial untuk
1235
HUMANTECH : JURNAL ILMIAH MULTIDISPLIN INDONESIA
VOL 1 NO 9 JULI 2022
E-ISSN : 2809-1612, P-ISSN : 2809-1620

mewujudkan keadilan sosial. Salah satu faktor penentu keberhasilan program JKN adalah
aspek partisipasi masyarakat.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau, dalam pasal 30 ayat (1)
menyatakan fasilitas pelayanan kesehatan menurut jenis pelayanannya terdiri dari
Pelayanan Kesehatan Perseorangan dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat, ayat (2)
fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan terdiri dari pelayanan kesehatan tingkat pertama,
tingkat dua dan tingkat ketiga. Upaya-upaya kesehatan, dalam hal ini upaya kesehatan
perseorangan, diselenggarakan melalui upaya-upaya peningkatan, pencegahan,
pengobatan, pemulihan dan paliatif yang ditujukan pada perseorangan, dilaksanakan
secara menyeluruh, terpadu, berkesinambungan, dan di dukung sistem rujukan yang
berfungsi secara mantap.
Pembangunan fasilitas kesehatan perlu mendapat perhatian khusus baik dari
pemerintah maupun masyarakat dikarenakan pembangunan fasilitas merupakan upaya
untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat. Permasalahan utama Indonesia saat ini
antara lain masih tingginya disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar
kawasan, dan antara perkotaan dan perdesaan. Secara umum status kesehatan penduduk
dengan tingkat sosial tinggi di kawasan barat Indonesia dan dikawasan perkotaan
cenderung lebih baik, namun sebaliknya status kesehatan penduduk sosial ekonomi
rendah dikawasan timur Indonesia dan daerah pedesaan tertinggal.
Pemerintah Indonesia telah berbagai upaya dilakukan untuk memberikan
kemudahan kepada masyarakat bawah pada tahun 2008 lahir Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas), pervelensi di totalkan jumlah Puskesmas di Indonesia sampai
dengan Desember 2020 adalah 10.205 puskesmas, yang terdiri dari 4.119 Puskesmas
rawat inap dan 6.086 Puskesmas non rawat inap. Jumlah ini meningkat dibandingkan
tahun 2019 yaitu sebanyak 10.134, dengan jumlah Puskesmas rawat inap sebanyak 4.048
puskesmas dan Puskesmas non rawat inap 6.086 sebanyak puskesmas, prevelensi jumlah
klinik pratama Pada tahun 2020, terdapat 11.347 klinik di Indonesia baik dimiliki oleh
pemerintah maupun masyarakat, terdiri atas 10.238 klinik pratama dan 1.109 klinik
utama, sedangkan prevelensi prakitik mandiri dokter umum Pada tahun 2020, terdapat
4.704 praktik mandiri dokter umum dan 1.158 praktik mandiri dokter gigi yang
bekerjasama dengan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan. Provinsi
yang memiliki jumlah Dokter Praktik Mandiri dan Dokter Gigi Praktik Mandiri yang
bekerjasama dengan BPJS paling banyak adalah Provinsi Jawa Tengah, yaitu 1.059 orang
praktik mandiri dokter dan 303 praktik mandiri dokter gigi.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat target yang sangat optimis terkait


kepesertaan, target ini mempengaruhi secara langsung kualitas dari program JKN, salah
satunya adalah kondisi defisit yang saat ini terjadi. Perlu dilakukan kaligrasi ulang
terhadap target Universal Health Coverage di Indonesia. Beberapa hambatan yang terjadi
antara lain perbedaan pemahaman program, masalah kelembagaan dan pendanaan,
inkonsitensi peserta dan data.
Adanya sistem jaminan kesehatan nasional yang menerapkan adanya sistem
rujukan berjenjang mengharuskan peserta BPJS untuk mendatangi puskesmas sebagai
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) sebelum berobat ke rumah sakit. Sistem
rujukan berjenjang dilakukan sebagai upaya penguatan pelayanan primer untuk
penyelenggaraan kendali mutu dan biaya atau biasa dikenal dengan sistem managed care.
1236
HUMANTECH : JURNAL ILMIAH MULTIDISPLIN INDONESIA
VOL 1 NO 9 JULI 2022
E-ISSN : 2809-1612, P-ISSN : 2809-1620

Salahsatu strateginya yaitu melakukan kerjasama dengan berbagai fasilitas kesehatan


sebagai strategi pengendalian mutu dan biaya.
Menurut peraturan BPJS syarat pasien dirujuk apabila puskesmas tidak dapat
memberi pelayanan sesuai kebutuhan pasien karena adanya keterbatasan fasilitas,
pelayanan, ketenagaan serta apabila diagnosis penyakit diluar 144 diagnosis yang dapat
ditangani puskesmas. Standar jumlah rujukan pasien di FKTP berdasarkan ketetapan
BPJS yaitu tidak lebih dari 15% dari total kunjungan pasien BPJS setiap bulannya.1 Hal
ini dilakukan untuk menghindari peningkatatan biaya pelayanan kesehatan yang harus
ditanggung BPJS di FKRTL.

METODE PENELITIAN
Pendekatan kualitatif dilakukan untuk mengembangkan data base riset yang
bersumber dari data yang dimiliki oleh BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan RI.
Pengumpulan data dilakukan dengan pendekatan literature review,diskusi kelompok
terarah dan identifikasi data yang dimiliki BPJS Kesehatan serta Kemenkes RI. Literatur
review dengan katakunci “research database” dan “health insuran ceclaim” atau “national
health insurance”, dilakukan dengan bantuan google scholar dan PubMed. Artikel yang
menunjukkan tersedianya database riset yang bersumber dari klaim asuransi kesehatan
dikumpulkan untuk melihat pola pengembangan database riset yang bersumber dari data
jaminan kesehatan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
1. Pusat Kesehatan Masyarakat
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 tentang Puskesmas
menyebutkan bahwa Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan
tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah
kerjanya.
Total jumlah Puskesmas di Indonesia sampai dengan Desember 2020 adalah
10.205 puskesmas, yang terdiri dari 4.119 Puskesmas rawat inap dan 6.086 Puskesmas
non rawat inap. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2019 yaitu sebanyak 10.134,
dengan jumlah Puskesmas rawat inap sebanyak 4.048 puskesmas dan Puskesmas non
rawat inap 6.086 sebanyak puskesmas.

10.300
10.200 10.203
10.100 10.134
10.000 9.993
9.900 9.825
9.800 9.767
9.700
9.600
9.500
Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020
Grafik 1 Jumlah Puskesmas di Indonesia
Sumber: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2021

1237
HUMANTECH : JURNAL ILMIAH MULTIDISPLIN INDONESIA
VOL 1 NO 9 JULI 2022
E-ISSN : 2809-1612, P-ISSN : 2809-1620

Perkembangan jumlah puskesmas sejak tahun 2016, jumlah Puskesmas semakin


meningkat, dari 9.767 unit menjadi 10.230 Puskesmas pada tahun 2020. Peningkatan
jumlah Puskesmas tersebut menggambarkan upaya pemerintah dalam pemenuhan akses
terhadap pelayanan kesehatan primer. Pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan primer
dapat dilihat secara umum dari rasio Puskesmas terhadap kecamatan.

Ind 1,4
onesi 7,
aDKI 2 2
Jakar ,
ta
1
aliMalukuK 1,8
alimantanTi 1,8
mur 1,7
JawaBarat 1,6
B 1,6
antenDI 1,5
YogyakartaKal 1,5
imantan 1,5
SelatanSumate 1,5
raBaratJawa 1,5
TengahKalima 1,5
ntan
TengahNusa 1,5
Tenggara 1,5
BaratSulawesi 1,4
Selatan 1,4
J 1,4
ambiJawa 1,4
TimurSuma 1,4
tera 1,4
SelatanKali 1,4
mantan 1,4
BaratSulaw 1,3
esiBarat 1,3
Ben 1,3
gk 1,0
1,2
ulu 0,8
La
mp 0,7
0 1 3 4 5 6 7 8
Grafik 2 Rasio Puskesmas Perkecamatan
Sumber: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2021; Kementerian Dalam Negeri,
2020

Rasio Puskesmas per kecamatan tersebut dapat menggambarkan kondisi


aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan primer. Selain ketersediaan
minimal 1 Puskesmas di setiap kecamatan, aksesibilitas masyarakat dipengaruhi oleh
berbagai faktor di antaranya kondisi geografis, luas wilayah, ketersediaan sarana dan
prasarana dasar, sosial ekonomi dan kemajuan suatu daerah. Sebagai contoh, provinsi
dengan rasio terendah di provinsi Papua Barat. Hal ini menggambarkan bahwa akses
masyarakat di provinsi tersebut terhadap fasilitas pelayanan kesehatan primer masih
belum ideal. Rasio di bawah 1 menunjukkan bahwa belum semua kecamatan memiliki
puskesmas dan adanya kondisi geografis yang sulit dan rata-rata tingkat sosial ekonomi
masyarakat yang rendah di daerah tersebut menunjukkan bahwa akses terhadap pelayanan
kesehatan masih perlu ditingkatkan lagi.

2. Klinik Pratama
Klinik berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014 tentang
Klinik, klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medik dan/ atau spesialistik. Pada
tahun 2020, terdapat 11.347 klinik di Indonesia baik dimiliki oleh pemerintah maupun
masyarakat, terdiri atas 10.238 klinik pratama dan 1.109 klinik utama. Provinsi dengan
1238
HUMANTECH : JURNAL ILMIAH MULTIDISPLIN INDONESIA
VOL 1 NO 9 JULI 2022
E-ISSN : 2809-1612, P-ISSN : 2809-1620

jumlah klinik paling banyak adalah Provinsi Sumatera Utara, yaitu 1.565 klinik yang
terdiri atas 1.491 klinik pratama dan 74 klinik utama. Sedangkan provinsi dengan jumlah
klinik paling sedikit adalah Provinsi Sulawesi Barat, yaitu 2 klinik pratama dan tidak
memiliki klinik utama.

3. Praktik Mandiri Tenaga Kesehatan


Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan
dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Dokter Umum dan
Dokter Gigi yang menjalankan praktik kedokteran wajib memiliki SIP (Surat Izin
Praktik) yang diberikan dinas kesehatan kabupaten/kota dan Surat Tanda Registrasi
(STR) yang diberikan oleh Konsil Kedokteran Indonesia kepada Dokter dan Dokter Gigi
yang memenuhi persyaratan.
Pada tahun 2020, terdapat 4.704 praktik mandiri dokter umum dan 1.158 praktik
mandiri dokter gigi yang bekerjasama dengan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial) Kesehatan. Provinsi yang memiliki jumlah Dokter Praktik Mandiri dan Dokter
Gigi Praktik Mandiri yang bekerjasama dengan BPJS paling banyak adalah Provinsi Jawa
Tengah, yaitu 1.059 orang praktik mandiri dokter dan 303 praktik mandiri dokter gigi.

Jawa 1.05
Tengah 66 9
Jawa 46
Timur 2
Jawa
28 5
22
Barat
B
160 7
aliSumatera 7
SelatanSulawesi 15
SelatanSulawesi 5
UtaraKalimanta 137
nSelatan 122
Lamp 116
ungSumatera 113
UtaraKalimant 104
anTimur 104
D.I. 91
YogyakartaSumat 87
eraBaratNusaTen 84
ggaraBarat 78
NusaTenggaraTimur 75
Bengkulu 70
R 69
iauKalimanta 67
nBarat 59
Ja
m 56
bi 40
A 29
c 29
e 28
h 27
Kalimantan 27
TengahSulawes 27
i Tenggara 18
Pa 15
puaSulawesi
TengahKalimantan
0 40 60 80 1.00 1.20
0 0 0 0 0
Grafik 3 Jumlah Praktik Mandiri Dokter Umum Yang Bekerjasamadengan Bpjs
Kesehatan Menurut Provinsi Di Indonesiatahun 2020
Sumber: Ditjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2021 (Data BPJS
Kesehatan)

1239
HUMANTECH : JURNAL ILMIAH MULTIDISPLIN INDONESIA
VOL 1 NO 9 JULI 2022
E-ISSN : 2809-1612, P-ISSN : 2809-1620

Jawa 30
TengahJ 21 3
awaTimu 87
r 7 2
B 2
aliSulawesiSe 4 63
latan 2
Jawa 4
BaratKalimantan
TimurSumatera 0
SelatanKalimant 34
an 33
SelatanSumatera 32
Barat 29
D.I. 27
Yogyakarta 19
SulawesiUta 17
ra 16
NusaTenggaraTimur 13
R 13
iauJam 12
biBeng 10
kulu 10
Sulawesi
TenggaraKali
mantan
BaratSulawesi
Tengah
Pap
uaNusaTenggaraB
arat
Maluku
UtaraGorontalo
KalimantanTeng
ah
Lampu
ngSumateraU
0 100 150 200 250 300 350

Grafik 4 Jumlah Praktik Mandiri Dokter Gigi Yang Bekerjasamadengan Bpjs


Kesehatan Menurut Provinsi Di Indonesiatahun 2020
Sumber: Ditjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2021 (Data BPJS
Kesehatan per Maret 2021)

Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL)


1. Rumah Sakit
Sebagai upaya dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat selain
dilakukan upaya promotif dan preventif, diperlukan juga upaya kuratif dan rehabilitatif.
Upaya kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif dapat diperoleh melalui rumah
sakit yang juga berfungsi sebagai penyedia pelayanan kesehatan rujukan.
1) Jenis Rumah Sakit
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2020 tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, pengelompokan rumah sakit berdasarkan
penyelenggaraan, yaitu rumah sakit pemerintah pusat, rumah sakit pemerintah daerah,
dan rumah sakit swasta. Rumah sakit yang didirikan pemerintah pusat dan pemerintah
daerah harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari Instansi yang bertugas di bidang
kesehatan, atau Instansi tertentu dengan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan
Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan rumah sakit yang didirikan oleh swasta harus berbentuk badan hukum
yang bersifat nirlaba dan dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau
persero yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan.
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikanRumah
Sakit umum dan Rumah Sakit khusus.Rumah sakit di Indonesia dari tahun 2016-2020
1240
HUMANTECH : JURNAL ILMIAH MULTIDISPLIN INDONESIA
VOL 1 NO 9 JULI 2022
E-ISSN : 2809-1612, P-ISSN : 2809-1620

mengalami peningkatan sebesar 12,86%. Pada tahun 2016 jumlah rumah sakit sebanyak
2.601 meningkat menjadi 2.985 pada tahun 2020. Jumlah rumah sakit di Indonesia sampai
dengan tahun 2019 terdiri dari 2.344 Rumah Sakit Umum (RSU) dan 533 Rumah Sakit
Khusus (RSK). Perkembangan jumlah rumah sakit umum dan rumah sakit khusus dalam
lima tahun terakhir dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

3500

3000

533 536
2500 578 544
556
2000

1500
2449
2045 2198 2269 2344
1000

500

0
2016 2017 2018 2019 2020
RSUmum RSKhusus

Grafik 5 Perkembangan Jumlah Rumah Sakit Umum Dan Rumah Sakit Khusus
Di Indonesia Tahun 2016– 2020
Sumber: Ditjen Pelayanan Kesehatan, Kemenkes RI, 2021

Tabel 1 Perkembangan Jumlah Rumah Sakit Umum Berdasarkan


Penyelenggaraan Di Indonesiatahun 2016– 2020
No Penyelenggara 2016 2017 2018 2019 2020

PEMERINTAH
1 KementerianKesehatan 14 14 15 18 19
2 TNI/POLRI 161 164 158 159 160
3 KementerianLaindanBUMN 67 62 55 51 52
Total 242 240 228 228 231
PEMERINTAHDAERAH
1 PemerintahProvinsi 75 87 91 92 97
2 PemerintahKabupaten/Kota 564 585 614 640 676
Total 639 672 705 732 773
SWASTA 1.16 1.28 1.33 1.384 1.44
4 6 6 5
TotalKeseluruhan 2.04 2.19 2.26 2.344 2.44
5 8 9 9
Sumber: Ditjen Pelayanan Kesehatan, Kemenkes RI,2021

1241
HUMANTECH : JURNAL ILMIAH MULTIDISPLIN INDONESIA
VOL 1 NO 9 JULI 2022
E-ISSN : 2809-1612, P-ISSN : 2809-1620

RS Umum terdiri dari 6 jenis RS berdasarkan penyelenggaranya diantaranya 3


jenis oleh pemerintah pusat (Kemenkes, TNI/POLRI, K/L, dan BUMN), 2 jenis oleh
pemerintah daerah (Provinsi, Kabupaten/ Kota) dan RS Umum milik swasta.

2) Tipe Rumah Sakit


Rumah sakit dikelompokkan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan,
menjadi Kelas A, Kelas B, Kelas C, dan Kelas D. Jumlah rumah sakit (RS) di Indonesia
menurut kelas terbanyak yaitu tipe C (1.550 RS) sebesar 51,9%, kemudian kelas D dan
D Pratama (877 RS) sebesar 29,4%, kelas B (436 RS) sebesar 14,6%, dan kelas A (60
RS) sebesar 2,0%, sedangkan selebihnya sebesar 2,1% merupakan RS yang belum
ditetapkan kelas (62 RS).

Belum
Ditetapkan Kelas
Kelas2,1 A
% 2,0%

KelasB
KelasDdan 14,6%
Kelas
DPratama2
9,4%
Kelas
C
51,9%

Gambar 1 Jumlah Rumah Sakit Menurut Kelas Tahun 2020


Sumber: Ditjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, 2021

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340/MENKES/PER/III/2010


tentang Klasifikasi Rumah Sakit, Pasal 3 mengatakan bahwa Rumah Sakit harus
mempunyai kemampuan pelayanan sekurang-kurangnya pelayanan medik umum, gawat
darurat, pelayanan keperawatan, rawat jalan, rawat inap, operasi/bedah, pelayanan medik
spesialis dasar, penunjang medik, farmasi, gizi, sterilisasi, rekam medik, pelayanan
administrasi dan manajemen, penyuluhan kesehatan masyarakat, pemulasaran jenazah,
laundry, dan ambulance, pemeliharaan sarana rumah sakit, serta pengolahan limbah.

3) Rasio Tempat Tidur


Rumah SakitDalam standar WHO, standar terpenuhi atau tidaknya kebutuhan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan rujukan dan perorangan di suatu wilayah dapat
dilihat dari rasio tempat tidur terhadap 1.000 penduduk. Standar WHO adalah 1 tempat
tidur untuk 1.000 penduduk.
Rasio tempat tidur di rumah sakit di Indonesia sejak tahun 2015 hingga 2020
yaitu lebih dari 1 per 1.000 penduduk. Sehingga, Jumlah tempat tidur di Indonesia sudah
tercukupi menurut WHO.

1242
HUMANTECH : JURNAL ILMIAH MULTIDISPLIN INDONESIA
VOL 1 NO 9 JULI 2022
E-ISSN : 2809-1612, P-ISSN : 2809-1620

Secara nasional, rasio jumlah tempat tidur terhadap 1.000 penduduk di Indonesia
pada tahun 2020 telah mencapai standar minimal dari WHO. Meskipun demikian, terdapa
3 provinsi yang rasio tempat tidurnya belum memenuhi standar WHO, yaitu Provinsi
Nusa Tenggara Barat (0,9) dan Nusa Tenggara Timur (0,9).
Indone 1,
siaDKI 3,
JakartaSulawes 4 2,
i UtaraPapua 2, 1
BaratKalimanta 2, 3 7
nTimur 0
Goront 1,9
aloSulawesiSe 1,9
latan
B 1,9
aliDIYogya 1,71,9
karta 1,7
A 1,7
cehMalukuSu 1,7
matera 1,6
UtaraKepulaua 1,6
n 1,5
RiauKalimanta 1,5
n 1,5
UtaraSulawesi 1,5
TengahSumate 1,4
raBarat 1,4
Bengk 1,3
uluKalimantan 1,3
SelatanKep. 1,3
Bangka
BelitungKalimanta 1,3
nTengah 1,3
JawaTengah 1,2
Pap 1,2
uaJawaT 1,2
imur 1,1
Ja 1,1
mbiSulawesi 1,1
TenggaraMaluk 1,0
u 0,9
UtaraSumateraS
elatan 0,9
R
0,0 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5
0
Grafik 6 Rasio Tempat Tidur Rumah Sakit Per 1.000 Penduduk Di Indonesia
Menurut Provinsi Tahun 2020
Sumber: Ditjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, 2021

4) Akreditasi Rumah Sakit


Dalam RPJMN 2020-2024, salah satu sasaran yang ingin dicapai adalah
pemerataan pelayanan kesehatan melalui peningkatan akses dan mutu pelayanan
kesehatan, baik pada fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan
tingkat lanjutan. Indikator sasaran strategis yang ingin dicapai adalah 100% RS
terakreditasi pada tahun 2024.Pada tahun 2020, tercatat 2.985 rumah sakit di Indonesia,
terdiri dari 2.449 rumah sakit umum dan 536 rumah sakit khusus. Sebanyak 1.058 rumah
sakit adalah milik pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, TNI/POLRI dan sebanyak
1.927 rumah sakit milik swasta. Sebanyak 2.484 RS (83,2%) telah terakreditasi dengan
distribusi 908 RS pemerintah (36,6%) dan 1.576 RS swasta (63,4%).
Berdasarkan tingkat akreditasi maka tingkat akreditasi perdana 26%, dasar 8,4%,
madya 15,5%, utama 13,4%, paripurna 36,5%, dan hanya akreditasi internasional JCI
sebanyak 0,2%. Persentase RS terakreditasi tertinggi adalah Provinsi Aceh sebesar
92,86% danterendah di Provinsi Papua sebesar 68,09%. Capaian rumah sakit yang
terakreditasi pada tahun 2020 dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

1243
HUMANTECH : JURNAL ILMIAH MULTIDISPLIN INDONESIA
VOL 1 NO 9 JULI 2022
E-ISSN : 2809-1612, P-ISSN : 2809-1620

Grafik 7 Capaian rumah sakit yang terakreditasi pada tahun 2020

Fasilitas Kesehatan Penunjang


1. Laboratorium Kesehatan
Laboratorium kesehatan merupakan salah satu sarana penunjang dalam
pelaksanaan upaya pelayanan kesahatan. Laboratorium kesehatan diperlukan untuk
memeriksa, menganalisa, menguraikan, dan mengidentifikasi bahan dalam penentuan
jenis penyakit, penyebab penyakit, dan kondisi kesehatan tertentu.
Jumlah laboratorium kesehatan terbanyak dimiliki oleh swasta, yaitu sebanyak
1.275 laboratorium yang sudah terakreditasi 174. Kepemilikan laboratorium kesehatan
terbanyak ke dua yaitu laboratorium pemerintah kabupaten/kota, yakni sebanyak 228
laboratorium, sudah terakreditasi sebanyak 137. Kepemilikan laboratorium kesehatan
terbanyak ke tiga yaitu laboratorium milik pemerintah provinsi, yakni sebanyak 28
laboratorium. Laboratorium kesehatan yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan, dan
menjadi pengampu dari laboratorium Kesehatan yang tersebar di Indonesia berdasarkan
pembagian wilayah yaitu 4 laboratorium berupa Balai Besar Laboratorium.

JawaBarat 31
D 2
KI 2 2
15 8
Jaka 6 2
rtaJa 5 43
wa 04
Tim 3
urJa 7
waT 3
enga 5
h 3
Nusa
Tenggara 3
TimurSum 32
atera 30
UtaraKalim 29
antan 28
SelatanSu 26
materaBara 25
t 20
Bengkulu 20
19
aliKalimanta 15
n 14
0 14 10 15 20 25 30 35
0 0 0 0 0 0
Grafik 8 Jumlah Laboratorium Kesehatan Menurut Provinsi Tahun 2020
Sumber:Ditjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, 2021
1244
HUMANTECH : JURNAL ILMIAH MULTIDISPLIN INDONESIA
VOL 1 NO 9 JULI 2022
E-ISSN : 2809-1612, P-ISSN : 2809-1620

2. Unit Transfusi Darah


Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2011 dan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 83 Tahun 2014, Unit Transfusi Darah (UTD) adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pendonor darah, penyediaan darah, dan
pendistribusian darah.
Pada tahun 2020, terdapat 460 UTD di Indonesia yang diselenggarakan hanya
oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan Palang Merah Indonesia (PMI).Pada tahun
2020, provinsi dengan total jumlah UTD paling banyak yaitu Provinsi Jawa Timur (39
UTD) sedangkan provinsi dengan total jumlah UTD paling sedikit yaitu Provinsi
Kalimantan Utara (4 UTD). Provinsi yang paling banyak memiliki UTD yang
diselenggarakan oleh pemerintah/pemerintah daerah adalah Provinsi Sumatera Utara (21
UTD), sedangkan provinsi yang paling banyak memiliki UTD yang diselenggarakan oleh
PMI adalah Provinsi Jawa Timur (37 UTD). Terdapat 2 provinsi yang tidak memiliki
UTD yang diselenggarakan oleh pemerintah/pemerintah daerah, yaitu Provinsi Bali dan
Banten, sedangkan UTD yang diselenggarakan oleh PMI dimiliki oleh semua provinsi di
Indonesia minimal 1 UTD, yaitu Provinsi Maluku Utara, Jambi, dan Maluku.

Jawa 3
TimurJawa 3 9
TengahSuma 2
tera 26 7
UtaraSulawe 26 9
siSelatan 2
JawaBarat
A 11 2
cehNusa 78
Tenggara 13 16
TimurSumatera 13
BaratSumateraSe 13
latan 13
Pap
uaKalimantan 1
SelatanKaliman 2
tanTengah 11
KalimantanBarat 11
R 11
iau 11
Mal 11
uku 10
Sulawesi 10
TenggaraSula
wesi
TengahKalim
antanTimur
Lam
pungPa
puaBara
t
B
aliMaluku
UtaraSula
wesiUtara
Bengkulu
0 5 1 1 2 2 3 3 4 4
0 5 0 5 0 5 0 5
Grafik 9 Jumlah Unit Transfusi Darah Menurut Provinsi Di Indonesia Tahun
2020
Sumber: Ditjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, 2021

3. Sarana Kefarmasian Dan Alat Kesehatan


Cakupan sarana produksi bidang kefarmasian dan alat kesehatan menggambarkan
tingkat ketersediaan sarana pelayanan kesehatan yang melakukan upaya produksi di
bidang kefarmasian dan alat kesehatan. Sarana produksi di bidang kefarmasian dan alat
kesehatan antara lain Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional (IOT), Usaha Kecil Obat

1245
HUMANTECH : JURNAL ILMIAH MULTIDISPLIN INDONESIA
VOL 1 NO 9 JULI 2022
E-ISSN : 2809-1612, P-ISSN : 2809-1620

Tradisional/Usaha Mikro Obat Tradisional (UKOT/UMOT), Produksi Alat Kesehatan


(Alkes) dan Produksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), dan Industri
Kosmetika.
Jika ditelaah, sarana produksi dan distribusi di Indonesia masih menunjukkan
adanya ketimpangan dalam hal persebaran jumlah. Sebagian besar sarana produksi
maupun distribusi berlokasi di Pulau Sumatera dan Jawa sebesar 94,5% sarana produksi
dan 76% sarana distribusi. Ketersediaan ini terkait dengan sumber daya yang dimiliki dan
kebutuhan pada wilayah setempat. Kondisi ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan
dalam kebijakan untuk mengembangkan jumlah sarana produksi dan distribusi
kefarmasian dan alat kesehatan di wilayah Indonesia lainnya, sehingga terjadi pemerataan
jumlah sarana tersebut di seluruh Indonesia.
Selain itu, hal ini bertujuan untuk membuka akses keterjangkauan masyarakat
terhadap sarana kesehatan di bidang kefarmasian dan alat kesehatan.
Pada tahun 2020 terdapat 4.095 sarana produksi kefarmasian dan alat kesehatan
di Indonesia. Provinsi dengan jumlah sarana produksi terbanyak adalah Jawa Barat, yaitu
sebanyak 1.148 sarana. Hal ini dapat disebabkan karena Jawa Barat memiliki populasi
yang besar dan wilayah yang luas. Namun, terdapat 7 provinsi yang tidak memiliki sarana
produksi kefarmasian dan alat kesehatan.
2.500

2.000
1.94
9
1.500

599 738
500
435
230 144
- ProduksiAlat
Industri IOT/IEBA PKR Industri
Farmasi UKOT/UM Kesehatan T Kosmetik
OT a
Grafik 10 Jumlah Sarana Produksi Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Di Indonesia
Tahun 2020
Sumber: Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kemenkes RI, 2021

Sarana distribusi kefarmasian dan alat kesehatan yang dipantau jumlahnya oleh
Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan antara lain Pedagang Besar Farmasi
(PBF), Apotek, Toko Obat, dan Penyalur Alat Kesehatan (PAK). Jumlah sarana distribusi
kefarmasian dan alat kesehatan di Indonesia pada tahun 2020 sebesar 45.775 sarana.
Provinsi dengan jumlah sarana distribusi terbanyak adalah Jawa Barat, yaitu sebanyak
7.319 sarana.
35.000 30.199
30.000

25.000
9.752
20.000
10.000 3.533
2.291
-
PedagangBesarFarmasi( Apotek TokoObatPenyalurAlatKesehatan
PBF) (PAK)
Grafik 11 Jumlah Sarana Distribusi Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Di
Indonesia Tahun 2020
Sumber: Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kemenkes RI, 2021
1246
HUMANTECH : JURNAL ILMIAH MULTIDISPLIN INDONESIA
VOL 1 NO 9 JULI 2022
E-ISSN : 2809-1612, P-ISSN : 2809-1620

KESIMPULAN
Tujuan utama dari asuransi kesehatan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
semua pihak yang tertanggung. Kelompok yang teridentifikasi lebih sedikit
memanfaatkan asuransi berpotensi lebih rentan terhadap konsekuensi penyakit. Temuan
ini dapat membantu pengembangan intervensi program untuk lebih meningkatkan
pemanfaatan efektivitas JKN. Pengembangan intervensi kebijakan seperti pendidikan dan
sosialisasi, seperti diperlukan untuk meningkatkan pemanfaatan asuransi terhadap
tersebut. Permasalahan sumber daya yang muncul di antaranya itu disvaritas yang tinggi
dalam jumlah dan ke dan sebaran tenaga kesehatan, Khususnya rasio dokter dengan
peserta JKN yang menunjukkan dalam proses penempatan tenaga kesehatan kurang
memperhatikan jumlah penduduk. rasio dokter dengan peserta yang tinggi berdampak
pada waktu pelayanan yang semakin singkat selain jumlah dan sebar tenaga kesehatan,
kualitas sumber daya juga masih sangat tidak Merata. Upaya peningkatan kapasitas
sumber daya aparatur telah dilakukan menggunakan dan kapitalisasi, namun hasilnya
masih belum maksimal terutama pada Puskesmas dengan dana kapitasi kecil.

DAFTAR PUSTAKA
Salim, D. L. F. (2020). Aksesibilitas Pembiayaan Kesehatan Dalam Program Jaminan
Kesehatan Nasional. Lex Et Societatis, 8(4).

Sanjaya, G. Y., Hanifah, N., Prakosa, H. K., & Lazuardi, L. (2016). Integrasi Sistem
Informasi: Akses Informasi Sumber Daya Fasilitas Kesehatan dalam Pelayanan
Rujukan. SISFO Vol 6 No 1, 6.

Indrianingrum, I., & Handayani, O. W. K. (2017). Input Sistem Rujukan Badan


Penyelanggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) Kabupaten Jepara. Public Health Perspective Journal, 2(2).

Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2020. Jakarta : Kementerian


Kesehatan RI. 2021

BPJS Kesehatan. Laporan Pengelolaan Program 2020 & Laporan Keuangan Tahun 2020
(Auditan).

Salim, D. L. F. (2020). Aksesibilitas Pembiayaan Kesehatan Dalam Program Jaminan


Kesehatan Nasional. Lex Et Societatis, 8(4).

Sanjaya, G. Y., Hanifah, N., Prakosa, H. K., & Lazuardi, L. (2016). Integrasi Sistem
Informasi: Akses Informasi Sumber Daya Fasilitas Kesehatan dalam Pelayanan
Rujukan. SISFO Vol 6 No 1, 6.

Indrianingrum, I., & Handayani, O. W. K. (2017). Input Sistem Rujukan Badan


Penyelanggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) Kabupaten Jepara. Public Health Perspective Journal, 2(2).

Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2020. Jakarta : Kementerian


Kesehatan RI. 2021

1247
HUMANTECH : JURNAL ILMIAH MULTIDISPLIN INDONESIA
VOL 1 NO 9 JULI 2022
E-ISSN : 2809-1612, P-ISSN : 2809-1620

BPJS Kesehatan. Laporan Pengelolaan Program 2020 & Laporan Keuangan Tahun 2020
(Auditan).

Ratnasari, D. 2017. Analisis Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang Bagi Peserta JKN
di Puskesmas X Kota Surabaya Analysis of The Implementation of Tiered Referral
System for Participant of National Health Security at Primary Health Center X of
Surabaya. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, 5(2), 145–154.

Notoatmodjo.2003.Ilmu Kesehatan Masyarakat.Jakarta : PT Ramika Cipta.

DJSN. (2012). Peta Jalan JKN 2012-2019

1248

Anda mungkin juga menyukai