Anda di halaman 1dari 27

Mata Kuliah Keperawatan Komunitas :

Konsep Pembangunan
Kesehatan di Indonesia
Dipresentasikan oleh Kslompok 9
Inilah Anggota Kami Lia

Zuhriyana N Aldi Syahputra Dhea Dela P Alfigo F P T Riska Alya A


1032191051 1032191003 1032191012 1032191005 1032191054
Pendahuluan
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya
adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang
produktif secara sosial dan ekonomis.
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar
utama yaitu paradigma sehat, penguatan pelayanan
kesehatan dan jaminan kesehatan nasional. Pilar
paradigma sehat di lakukan dengan strategi
pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan,
penguatan promotif preventif dan pemberdayaan
masyarakat. Pilar penguatan pelayanan kesehatan
dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan
kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan peningkatan
mutu pelayanan kesehatan, menggunakan pendekatan
continuum of care dan intervensi berbasis risiko
kesehatan. Sementara itu pilar jaminan kesehatan
nasional dilakukan dengan strategi perluasan sasaran
dan benefit serta kendali mutu dan kendali biaya.
Strategi dan Program Pembangunan
Kesehatan di Indonesia
Strategi pembangunan kesehatan 2015-2019 meliputi (Kemenkes 2015) :
1. Akselerasi pemenuhan akses pelayanan kesehatan ibu, anak, remaja, dan lanjut usia
yang berkualitas.
2. Mempercepat perbaikan gizi masyarakat.
3. Meningkatkan pengensalian penyakit dan penyehatan lingkungan.
4. Meningjatkan akses pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas.
5. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan rujukan yang berkualitas.
6. Meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, dan kualitas farmasi dann
alat kesehatan.
7. Meningkatkan pengawasan obat dan makanan.
8. Meningkatkan ketersediaan, penyebaran dan mutu sumber daya manusia kesehatan.
9. Meningkatkan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.
10. Menguatkan managemen, penilaian pengembangan dan system informasi.
11. Memantapkan pelayanan system jaminan social nasional bidang kesehatan.
12. Mengembangkan dan meningkatkan efektifitas pembiayaan kesehatan.
Jamkesmas
Pendahuluan
Asuransi kesehatan di Indonesia telah melewati beberapa evolusi.
Dimulai dengan Dana Sehat pada tahun 1969, Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) pada tahun 1992,
dan Kartu Sehat tahun 1994. Setelah itu disusul oleh Jaring
Pengaman Sosial (JPS) yang diperkenalkan untuk memitigasi
dampak Krisis Keuangan Asia pada tahun 1997-1998. Kemudian,
Pemerintah Indonesia memprakarsai Asuransi Kesehatan Untuk
Masyarakat Miskin (Askeskin) tahun 2005-2007, dan akhirnya
diganti dengan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) 1
tahun 2008 (Vidyatama et Al. 2014).
Jamkesmas adalah bantuan sosial untuk kesehatan yang disediakan
bagi masyarakat miskin dan mereka yang tidak mampu membayar
biaya kesehatan.

Kementerian Kesehatan ditunjuk untuk melaksanakan ini program


mulai tahun 2008 sampai awal tahun 2014. Saat ini, program BPJS
(Badan Jaminan Sosial) menggantikan Jamkesmas dengan cakupan
yang lebih luas, yaitu tidak hanya untuk masyarakat miskin. Namun,
pelajaran dari pelaksanaan Jamkesmas tetap ada relevan dan
berharga untuk analisis kebijakan.
(Pemerintah Indonesia) telah menetapkan ambisi untuk memiliki
setiap warga Negara ditanggung oleh asuransi. Pemerintah
Indonesia memprakarsai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) pada tahun 2014. Ini adalah bagian dari implementasi
Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional 2004 no. 40 dan
UU Badan Jaminan Sosial 2011 no. 24. Hukum diperkenalkan
sebagai tanggapan pembatasan yang kaku dalam pertanggungan
asuransi yang hanya bisa menjangkau orang-orang dengan status
pekerjaan formal. Asuransi tersebut antara lain Aspen, Askes,
Jamsostek dan Asabri. Oleh karena itu, tujuan akhir dari BPJS
adalah untuk memperluas cakupan dan meningkatkan pelayanan
kepada penerima
Metode
Makalah ini menggunakan IFLS-East 2012 (Sikoki et al. 2013),
yang merupakan survei pertama yang khusus meliputi provinsi
timur Indonesia yang belum pernah disurvei oleh 4 IFL
sebelumnya. Ini mencakup informasi di tingkat individu, rumah
tangga dan masyarakat. Di sana tujuh provinsi yang disurvei:
Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara,
Papua, Papua Barat, dan Sulawesi Tenggara. Selain itu, data IFLS-
East melibatkan 99 desa yang terdiri dari 3.159 dan 2.547 kepala
keluarga. Dalam rumah tangga ini, 10.887 individu diwawancarai
(Satriawan et al. 2014).
Metode
Penelitian ini menggunakan beberapa variabel dependen,
antara lain variabel rawat jalan untuk total, pusat kesehatan
masyarakat dan pelayanan kesehatan swasta.

Dampak studi ini adalah untuk mendapatkan kelompok


kontrafaktual di data. Setiap rumah tangga perlu mendapatkan
perbandingan kecocokan dengan rumah tangga lain dengan
karakteristik yang sama sebelum mendapatkan program.
Kedua, alokasi Jamkesmas adalah berdasarkan kelayakan
yang ditentukan oleh Kementerian Kesehatan Indonesia, dan
tentunya itu tidak dipilih secara acak
Dasar Hukum Jamkesmas
Pelaksanaan program Jamkesmas dilaksanakan sebagai
amanah Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa
”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan." Selain itu berdasarkan Pasal 34
ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia dinyatakan bahwa "Negara bertanggung
jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan
dan fasilitas pelayanan umum yang layak."
Tujuan Umum Jamkesmas

Tujuan Umum

Program Jamkesmas bertujuan meningkatkan akses


dan mutu pelayanan kesehatan yang dapat diakses dan
bermutu sehingga tercapai derajat kesehatan yang
optimal secara efektif dan efisien bagi seluruh peserta
jamkesmas.
Tujuan Khusus Jamkesmas
1. Memberikan kemudahan dan akses pelayanan kesehatan kepada
peserta di seluruh jaringan PPK (Penyedia Pelayanan Kesehatan)
Jamkesmas (Puseksmas serta jaringannya, dan rumah sakit).
2. Mendorong peningkatan pelayanan kesehatan yang terstandar
bagi peserta, tidak berlebihan, sehingga terkendali mutu dan
biayanya.
3. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan
dapat dipertanggung jawabkan (akuntabel).
4. Meningkatkan jumlah peserta (masyarakat tidak mampu) yang
dicakup agar mendapat pelayanan kesehatan di jaringan PPK
Jamkesmas.
5. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kesehatan
masyarakat miskin.
Pelayanan Yang Tidak
Dijamin Jamkesmas
1. Pelayanan yang tidak sesuai prosedur dan ketentuan.
2. Bahan, alat dan tindakan yang bertujuan untuk kosmetika.
3. General check up.
4. Gigi tiruan.
5. Pengobatan alternatif (antara lain akupunktur, pengobatan tradisional) dan
pengobatan lain yang belum terbukti secara ilmiah.
6. Rangkaian pemeriksaan, pengobatan dan tindakan dalam upaya mendapat
keturunan, termasuk bayi tabung dan pengobatan impotensi
pengobatanimpotensi.
7. Pelayanan kesehatan pada masa tanggap darurat bencana alam, kecuali
memang yang bersangkutan sebagai peserta Jamkesmash. Pelayanan kesehatan
yang diberikan pada kegiatan bakti sosial, baik dalam gedung maupun luar
gedung.
Kajian Kebijakan Penyelenggara
Jamiman Kesehatan Nasional di Era
Otonomi Daerah
Tahun 2019 bukan hanya tahun politik yang ramai dengan pemilu
serentak pertama kalinya untuk memilih presiden dan anggota
legislatif, namun juga penanda 21 tahun era Reformasi sekaligus 20
tahun pelaksanaan otonomi daerah. Salah satu isu penting yang masih
berpolemik adalah terkait penyelenggaraan jaminan kesehatan untuk
seluruh rakyat Indonesia. Keberadaan Undang-Undang tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial dan Undang-Undang tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional adalah beberapa landasan kebijakan yang
turut mewarnai dinamika penyelenggaraan jaminan kesehatan di
Indonesia.
Dinamika hubungan pemerintah pusat dan daerah, peraturan
perundanganundangan tentang jaminan kesehatan dan pelayanan kesehatan yang
berbeda namun saling terkait dan melengkapi, peran beragam aktor dalam
menyediakan jaminan kesehatan, tantangan pembiayaan jaminan kesehatan, serta
inisiatif pemerintah daerah adalah beberapa topik menarik untuk bahan refleksi
tata kelola pemerintahan kita, khususnya di isu kesehatan.
Dinamika Tata Kelola Jaminan Kesehatan
Dalam Konteks Era Otonomi Daerah
pemerintahan dalam hal kesehatan, diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan
berdasarkan Undang-Undang Kesehatan (Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan). Sementara, urusan jaminan kesehatan yang tidak lain merupakan bagian dari
urusan jaminan sosial, diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan berdasarkan UU SJSN, dan
UU BPJS. Terkait dengan hal itu, sebagaimana dikatakan diatas, jauh sebelum jaminan
kesehatan diselenggarakan secara tunggal melalui program JKN oleh BPJS, pemerintah
daerah juga turut pernah mengambil peran dalam menyelenggarakan urusan tersebut.
Melalui Pasal 22 huruf h UU No. 32 Tahun 2004, ‚Dalam menyelenggarakan otonomi,
daerah mempunyai kewajiban: mengembangkan sistem jaminan sosial‛, daerah
mengembangkan program jaminan kesehatan sebagai sub-sistem jaminan sosial, yang
kemudian populer disebut Jamkesda. Hal ini juga diperkuat dengan putusan Mahkamah
Konstitusi No. 007/PUU-III/2005 yang menguji konstitusionalitas badan penyelenggara
jaminan sosial sebagaimana disebut dalam Pasal 5 ayat (2), (3), dan (4) UU SJSN.
Dinamika Tata Kelola Jaminan Kesehatan
Dalam Konteks Era Otonomi Daerah
Dalam putusan itu, Mahkamah Konstitusi membatalkan pasal tersebut karena
bertentangan dengan UUD dan menutup peluang daerah untuk mengembangkan sistem
jaminan sosial dan membentuk badan penyelenggaraan jaminan sosial lokal. Salah satu
contoh penyelenggaraan di tingkat lokal adalah Jamkesda. Program Jamkesda dirancang
untuk menjadi pelengkap program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang
saat itu diselenggarakan oleh pemerintah pusat, jauh sebelum isu JKN dicetuskan.

Sasarannya diperuntukkan untuk populasi masyarakat miskin dan yang hampir miskin di
Indonesia, yaitu penduduk yang tidak tertanggung dalam program jaminan kesehatan
lainnya (seperti Askes dan Jaminan kesehatan swasta), yang di tahun 2012 menanggung
sekitar 76,4 juta penduduk indonesia. Sebelumnya, program ini bernama
Jaminan/Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin), dan dikelola oleh Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT. Askes (Perkumpulan Inisiatif, 2012).
Dinamika Tata Kelola Jaminan Kesehatan
Dalam Konteks Era Otonomi Daerah

Dalam pelaksanaannya, pemerintah daerah, terutama pemerintah kabupaten/kota telah


menunjukkan batas tertentu terkait tanggung jawab mereka terhadap program Jamkesda
yang akan diberikan bagi masyarakat miskin yang tidak tertanggung oleh program
Jamkesmas. Terdapat dua jenis respon pemerintah dalam menentukan batas tersebut.
Pertama, pemerintah daerah hanya menganggarkan sejumlah dana untuk subsidi
kesehatan bagi penyedia kesehatan. Kedua, pemerintah daerah mengambil tindakan yang
lebih progresif dengan mengembangkan program jaminan layanan kesehatan lokal.
Kewenangan dan Inisiatif Pemerintah Daerah dalam
Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan sebelum Rezim
JKN
Secara umum, menurut Perkumpulan Insiatif (2012), setidaknya terdapat tiga model atau
metode dalam menentukan sasaran penerima manfaat yang dilakukan daerah. Pertama, metode
sepeti manfaat jaminan kesehatan dapat diakses oleh masyarakat miskin dengan menunjukkan
dokumen Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), yang dikeluarkan oleh kepala desa dan
disahkan oleh pejabat yang ditugaskan dari Dinas Kesehatan Kabupaten. Skema penargetan ini
disebut dengan means testing method.

Penggunaan metode penentuan sasaran menggunakan means testing method memiliki pro dan
kontra. Metode penargetan ini mudah untuk dipraktikkan oleh pemerintah daerah. Metode ini
juga menimbulkan sejumlah masalah. Pertama, metode ini rentan disalahgunakan. SKTM dapat
diajukan oleh orang-orang yang sebenarnya tidak sesuai dengan kriteria karena buruknya
pengawasan proses pengajuan SKTM. Penggunaan SKTM ini juga menambah beban masyarakat
miskin karena mereka diwajibkan untuk mengajukan permohonan SKTM setiap kali mereka
membutuhkan layanan kesehatan.
Kewenangan dan Inisiatif Pemerintah Daerah dalam
Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan sebelum Rezim
JKN

Metode penentuan sasaran kedua adalah sebagaimana yang digunakan oleh Kabupaten Kendal
dan Kabupaten Kulonprogo. Di kedua wilayah tersebut, program Jamkesda menargetkan
masyarakat miskin yang tidak tercakup dalam program Jamkesmas. Mereka yang ingin
mengakses manfaat Jamkesda akan diminta menunjukkan kartu keanggotaan Jamkesda. Oleh
karena itu, keanggotaan program Jamkesda harus ditentukan dari awal. Di Kabupaten Kendal
misalnya, Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Bupati
pada daftar penerima manfaat Jamkesda, yang diperbarui setiap tahun. Dinas ini juga
membentuk tim untuk melakukan verifikasi keanggotaan dan validasi untuk memastikan bahwa
program tersebut tepat sasaran. Skema penentuan sasaran ini disebut dengan proxy means test.
Kewenangan dan Inisiatif Pemerintah Daerah dalam
Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan sebelum Rezim
JKN

Metode penentuan sasaran yang ketiga, adalah sebagaimana yang digunakan oleh Kota
Makassar, Kota Balikpapan, Kota Palembang, dengan skema jaminan kesehatan semesta yang
disebut dengan metode broad targeting. Program ini menargetkan semua penduduk kota, tanpa
membedakannya dari status sosial dan ekonomi. Untuk mengakses manfaat program, penduduk
hanya menunjukkan bukti kependudukan (KTP dan Kartu Keluarga). Di Balikpapan, kartu
Jamkesda (JPK Gakin, Jamkesda Informal dan kartu JPK-PNS) juga digunakan bersama KTP
untuk mengidentifikasi penerima manfaat program Jamkesda.
Jamkesmas merupakan program bantuan sosial
untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin
dan tidak mampu, program ini dapat
diselenggarakan secara nasional agar terjadi
subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan
kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat

Kesimpulan
miskin. Sedangkan jamkesda merupakan program
bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi
masyarakat miskin dan tidak mampu di suatu
daerah, program ini dilaksanakan secara nasional,
namun pelaksanaannya hanya bisa dilakukan di
daerah yang berlaku saja. Fasilitas yang diberikan
sama, hanya berbeda dari ketentuan berlakunya
dan juga penanggung jawab dananya.
R. Hapsara Habib Rachmat.
Pembangunan Kesehatan Di Indonesia:

Referensi
Prinsip Dasar, Kebijakan, Perencanaan
01
dan Kajian Masa Depannya. Kementerian
Kesehatan RI. Jakarta Pusat. Indonesia.
Terima kasih!
Ada pertanyaan untuk kami?

Anda mungkin juga menyukai