Anda di halaman 1dari 13

1

ANALISIS KESIAPAN DINAS KESEHATAN DALAM IMPLEMENTASI


KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
DI KABUPATEN DELI SERDANG

PROPOSAL
TESIS

Oleh

ALFI SYAHRI
19.15.002/IKM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA
DELI TUA
2021
TOPIK PENELIATAN

“Kesiapan Dinas Kesehatan Dalam Implementasi


Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional”

1.1. Latar Belakang

Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang menganut prinsip negara

kesejahteraan (walfare state), telah mencantumkan dalam pembukaan Undang-

Undang Dasar (UUD) 1945 bahwa pemerintah Indonesia melindungi segenap

warganya untuk memajukan kesejahteraan umum. Pernyataan ini diperkuat pada

pasal 28H perubahan kedua UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak

hidup sejahtera lahir dan batin serta berhak atas jaminan sosial, dan ini diatur dalam

UU No. 36/2009 tentang kesehatan.

Model jaminan sosial di Indonesia disahkan dengan dikeluarkannya Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UUSJSN).

Dalam undang-undang tersebut tercantum bahwa model jaminan sosial yang dianut di

Indonesia adalah model asuransi sosial termasuk asuransi kesehatan. Diharapkan

dengan adanya asuransi kesehatan, maka setiap penduduk Indonesia mendapat akses

terhadap pelayanan kesehatan yang dikenal dengan istilah cakupan semesta (universal

coverage).

Untuk mewujudkan komitmen di atas, pemerintah bertanggung jawab atas

pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN) bagi kesehatan perorangan.


Sesuai Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 menetapkan Jaminan Sosial

Nasional akan diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS),

yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Secara operasional,

pelaksanaan JKN dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden,

antara lain: Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan

Iuran (PBI); Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan; dan

Peta Jalan JKN (Roadmap JKN).

JKN ini diselenggarakan dengan adanya kerjasama antara BPJS sebagai badan

penyelenggara JKN dengan fasilitas kesehatan sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan

(PPK). Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan

untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif,

preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah

daerah, dan/atau masyarakat. Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan

kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik (primer) meliputi pelayanan

rawat jalan dan rawat inap, yang dilakukan oleh fasilitas pelayanan kesehatan tingkat

pertamayaitu puskesmas, praktek dokter, dan lain-lain. Jenis fasilitas kesehatan

tingkat pertama/Prime sepertipuskesmasberfungsi sebagai gate keeper yaitu

merupakan PPK yang melakukan kontak pertama dengan individu, keluarga dan

masyarakat sebagai proses awal pelayanan kesehatan. Puskesmas mempunyai peran

ganda sebagai gate keeper yaitu sebagai tempat upaya kesehatan perorangan dan

masyarakat. Artinya pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di puskesmas bersifat

komprehensif yaitu preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. Oleh karena itu,
peran puskesmas dalam mendukung JKN dan akhirnya meningkatkan derajat

kesehatan sangat strategis. Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan adalah

upaya pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik

yang meliputi rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan rawat inap

di ruang perawatan khusus, yang dilakukan oleh dan fasilitas kesehatan rujukan yaitu

klinik utama atau yang setara, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus.

JKN merupakan suatu kebijakan publik bidang kesehatan yang dibuat oleh

pemerintah untuk mendukung universal coverage, dan suatu kebijakan publik harus

diimplementasikan. Kebijakan publik merupakan tindakan nyata, bukan sekedar apa

yang ingin dilakukan (Widodo, 2001). Implementasi kebijakan publik sebagai salah

satu aktivitas dalam proses kebijakan publik, sering bertentangan dengan yang

diharapkan, bahkan menjadikan produk kebijakan itu sebagai batu sandungan bagi

pembuat kebijakan itu sendiri.

Hasil penelitian tentang implementasi asuransi kesehatan di Ghana, Afrika

oleh Witter dan Garsong tahun 2009 menunjukkan bahwa Program JKN Ghana

(Ghana’s National Health Insurance Scheme/NHIS) sangat bergantung pada dana

pajak yaitu 70-75% dari pendapatan. Pemegang kartu meningkat dari 7% dari

populasi pada tahun 2005 menjadi 45% pada tahun 2008. Namun hanya sekitar

sepertiga berkontribusi pada finansial. Hal ini mengakibatkan timbulnya masalah

keberlanjutan (sustainability). Selain itu NHIS menawarkan paket manfaat luas tanpa

pra bayar, dan juga menghadapi kenaikan biaya yang terkait dengan sistem

pembayaran baru dan pemanfaatan pertumbuhan keanggotaan. Fitur-fitur ini


mengakibatkan tertekannya program pertumbuhan dan kegagalan membayar klaim

fasilitas yang luar biasa pada tahun 2008 (Witter dan Garsong, 2009).

Implementasi kebijakan asuransi kesehatan di Belanda dilakukan dengan tiga

gelombang yaitu gelombang pertama “Menuju universal coverage” (1940-1970)

dimana hanya 1,5% dari populasi yang tidak memiliki asuransi kesehatan dan ini

merupakan progam asuransi kesehatan nasional wajib dengan premium income

terkait, meliputi perawatan jangka panjang, perawatan untuk mental dan cacat fisik

dan rawat inap selama lebih dari satu tahun. Namun pada akhir tahun 1960-an

pemerintah Belanda menjadi khawatir tentang pertumbuhan yang tidak terkendali

yaitu pertama, meningkatnya pengeluaran perawatan kesehatan dapat membahayakan

tujuan akses universal terhadap pelayanan dasar. Kedua, pemerintah takut biaya

perawatan kesehatan meningkat yang akan mengakibatkan biaya tenaga kerja lebih

tinggi, yang akan meningkatkan pengangguran dan perugikan perekonomian. Hal

inilah yang mendorong pemerintah Belanda beralih ke gelombang kedua yaitu

“penahanan biaya oleh pemerintah (1970-2000) dimana adanya pemotongan biaya

yang cukup besar terhadap honor dokter spesialis. Hal ini mengakibatkan pembagian

biaya selalu menjadi kontroversi sehingga pemerintah Belanda mulai tahun 2000

mengganti sistem ke gelombang ketiga: “efisiensi melalui pengelolaan kompetisi

(Van dan Schut, 2008).

Implementasi kebijakan kesehatan di Indonesia masih terdapat beberapa

masalah seperti hasil riset yang dilakukan oleh Adiputra, Haselman dan Hamsinah di

Kabupaten Sinjai mengenai Program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dimana


masyarakat belum sepenuhnya memahami secara detail dan mendalam terkait

kebijakan persyaratan untuk mendapatkan program Jamkesda, juga didapati bahwa

jumlah aparat pelayanan yang kurang diperparah dengan rendahnya kualitas

pelayanan yang ada, disamping itu kurangnya sarana dan prasarana pendukung

pelayanan (Adiputra dkk, 2013).

Hal senada diungkapkan oleh Purwitayana lewat riset yang dilakukan tentang

Faktor-faktor Determinan yang Memengaruhi Implementasi Program Jaminan

Kesehatan Bali Mandara (JKBM) di RSUD Wangaya Denpasar, ditemukan adanya

kesalahan aparat dalam penyampaian diagnosa dan syarat administrasi pasien yang

belum lengkap untuk klaim program JKBM dan juga fasilitas yang tidak mencukupi

seperti kurangnya fasilitas kamar tidur di ruang perawatan pasien dan kurang

optimalnya komputerisasi di bagian loket ruangan administrasi (Purwitayana, 2013).

Implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) di

Kabupaten Bone, yang diteliti oleh Suparman, Haselman dan Hamsinah, ditemukan

bahwa empat aspek dalam implementasi Jamkesmas yaitu kepersertaan, akses,

mekanisme pelayanan dan pendanaan belum optimal baik yang dilakukan di

Puskesmas-Puskesmas, rumah sakit maupun Dinas Kesehatan (Suparman dkk, 2013).

Hasil Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) di Sumatera Utara tahun 2018

didapatkan bahwa 1) Input dan proses upaya kesehatan di Puskesmas antara lain

fasilitas, Sumber Daya Manusia (SDM), alat kesehatan, organisasi dan manajemen,

pelayanan kesehatan yang berjalan, fungsi serta Indikator Mutu Esensial puskesmas

tahun 2010 ditemukan masih banyak berada dibawah standar yang telah ditentukan
dalam Buku Pedoman puskesmas dan kebijakan Kementerian Kesehatan lainnya; 2)

Dilihat dari input dan proses yang menunjang tiga fungsi puskesmas, maka input dan

proses yang mendukung keberhasilan fungsi puskesmas sebagai pusat pemberdayaan

masyarakat di bidang kesehatan dan fungsi puskesmas sebagai pusat pembangunan

berwawasan kesehatan masih jauh dari harapan; 3) Dari sudut program wajib upaya

kesehatan puskesmas, maka input dan proses program wajib kesehatan ibu dan anak,

terutama program Pelayanan Obstetri Neonatus Emergency Dasar (PONED), masih

jauh dibandingkan standar minimal yang harus dipenuhi; dan 4) Terdapat disparitas

input dan proses upaya kesehatan puskesmas yang cukup tajam berdasarkan geografi,

kota/desa dan regional (Rifaskes, 2011).

Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang sebagai salah satu pelaku

pembangunan kesehatan di Sumatera Utara turut berkomitmen untuk menyukseskan

penyelenggaraan JKN, namun hingga saat ini belum ada regulasi seperti Peraturan

daerah atau Bupati untuk mendukung komitmen pemerintah dalam penyelenggaraan

JKN tersebut.

Jika dilihat dari kunjungan rawat jalan puskesmas yang ada di Kabupaten Deli

Serdang, terjadi peningkatan dari tahun 2017 yaitu 423.667 jiwa, tahun 2018 menjadi

554.824 jiwa dan tahun 2019 meningkat lagi menjadi 753.597 jiwa.Demikian juga

dengan data pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin yang cukup banyak yaitu

pada tahun 2017 sebanyak 246.425 jiwa, tahun 2018 sejumlah 213.788 jiwa dan

tahun 2019 sebanyak 235.389 jiwa (Profil Kesehatan Kabupaten Deli Serdang Tahun

2017 sampai 2019). Hal ini menunjukkan minat masyarakat yang cukup tinggi untuk
menggunakan fasilitas puskesmas. Jika dikaitkan dengan penyelenggaraann JKN,

bahwa kunjungan masyarakat terhadap puskesmas bisa jadi semakin meningkat. Oleh

karena itu tentunya puskesmas harus berbenah untuk mengantisipasi antusias

masyarakat agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang memadai.

Hasil observasi pendahuluan oleh peneliti di beberapa Puskesmas yang ada di

Kabupaten Deli Serdang, terlihat kondisi yang ada saat ini terkait dalam

penyelenggraan JKN yaitu ditemukan belum adanya satu Puskesmaspun yang

memiliki komputer yang tersambung dengan internet, peralatan kesehatan yang

belum optimal untuk mendukung pelayanan terhadap 114 jenis penyakit yang

ditangani oleh puskesmas sebagai PPK-1, demikian juga dengan dental unit dengan

kondisi rusak ringan bahkan ada yang rusak berat. Ditambah lagi, dari beberapa

puskesmas yang diobservasi, hanya 1 puskesmas yang memiliki alat laboratorium

yang memadai.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui sejauh mana

kesiapan Dinas Kesehatan Dalam Implementasi Kebijakan JKN di Kabupten Deli

Serdang.

1.2. Permasalahan

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana Kesiapan

Dinas Kesehatan Dalam Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di

Kabupaten Deli Serdang

1.3. Tujuan Penelitian


Mengetahui gambaran Kesiapan Dinas Kesehatan Dalam Implementasi

Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di Kabupaten Deli Serdang

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan

Kabupaten Deli Serdang dalam mempersiapkan implementasi Kebijakan

Jaminan Kesehatan Nasional sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam

perbaikan penyelenggaraannya

1.4.2. Diharapkan hasil penelitian ini bisa memperkaya pembahasan kebijakan

kesehatan dan dapat digunakan sebagai tambahan referensi mengenai

kebijakan kesehatan

1.5. Landasan Teori

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan Puskesmas terhadap

implementasi kebijakan JKN di Kabupaten Deli Serdang. Untuk menganalisa faktor-

faktor yang memengaruhi implementasi kebijakan dari segi kepatuhan para

implementer dalam menjalankan kebijakan ini peneliti memilih menggunakan model

Edwards dengan 4 faktor yang memengaruhi proses implementasi teori ini lebih

mudah untuk tersebut yaitu: 1) komunikasi; 2) sumber daya; 3) disposisi dan 4)

struktur birokrasi dengan pertimbangan teori ini lebih mudah untuk diterapkan dalam

penelitian ini.
Untuk melihat keberhasian implementasi dari perspektif kelompok sasaran

(out put) maka peneliti melengkapi dengan pertanyaan yang terdiri dari pengadaan

layanan dan sistem informasi (WHO 2011).

1.6. Kerangka Pikir

Gambaran:
Pengadaan
1. Komunikasi layanan
2. Sumber daya Kesehatan
3. Disposisi Program JKN
4. Struktur Birokrasi

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir penelitian difokuskan untuk melihat gambaran komunikasi,

sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi dalam penyiapan penyelenggaran JKN

yang akan menentukan kondisi pengadaan layanan kesehatan program JKN.

1.7. Hipotesa

Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat Faktor-Faktor yang

mempengaruhi Kesiapan Dinas Kesehatan Dalam Implementasi Kebijakan Jaminan

Kesehatan Nasional di Kabupaten Deli Serdang.


METODE PENELITIAN

2.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendeskripsikan,

mengkaji data dan gambaran yang lebih lengkap mengenai kesiapan Dinas Kesehatan

dalam implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kabupaten Deli

Serdang.

2.2. Populasi dan Sample Penelitian

Informan penelitian di tingkat kabupaten adalah Badan Penyelenggara

Jaminan Kesehatan (BPJS) dan Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dalam hal ini

Sekretaris Daerah, Kepala Dinas Kesehatan, dan Kepala Bidang yang mengurus

tentang JKN yaitu Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan.

Informan selanjutnya adalah Kepala Puskesmas dan atau penanggung jawab

penyelenggaraan JKN sebagai unit pelaksana tehnis penyelenggaraan JKN di tingkat

kecamatan, dimana metode pengambilan sampel pada kelompok ini menggunakan

teknik purposive sampling.

Untuk melihat proses implementasi pada sasaran, diambil informan dari

masyarakat yang datang berkunjung untuk menggunakan fasilitas pelayanan

kesehatan di Puskesmas.
2.3. Metode Pengumpulan Data

2.3.1. Data Primer

Metode pengumpulan data primer dalam penelitian ini antara lain observasi

yaitu melalui pengamatan langsung di lapangan atau objek yang diteliti atas kodisi riil

yang terjadi dan wawancara langsung kepada Pemerintah Kabupaten Deli Serdang

dalam hal ini Sekretaris Daerah, Kepala Dinas Kesehatan, dan Kepala Bidang yang

mengurus tentang JKN yaitu Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan, Kepala Puskesmas

dan atau penanggung jawab JKN Puskesmas dan masyarakat dengan menggunakan

checklist dan pedoman wawancara.

2.3.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Buku Profil Kesehatan Kabupaten Deli Serdang

tahun 2019 sampai tahun 2020, draf profil kesehatan Kabupaten Deli Serdang tahun

2021 dan laporan hasil-hasil pembangunan kesehatan di Kabupaten Deli Serdang

tahun 2020.

2.4. Metode Pengolahan Data

Data yang terkumpul dari hasil wawancara mendalam selanjutnya dibuat

dalam bentuk transkrip. Transkrip kemudian disederhanakan dalam bentuk matriks,

matriks ini kemudian dicari kata kunci. Selanjutnya dilakukan validasi data dengan

crosscheck menggunakan triangulasi data yaitu melakukan crosscheck data, observasi


dan telaah dokumen. Kemudian dilakukan triangulasi sumber yaitu crosscheck

dengan informan lain dengan melibatkan teman sejawat yang tidak ikut dalam

penelitian ini untuk telaah validitas data.

2.5. Metode Analisis Data

Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan konsep

Spradley. Data dianalisa pertama kali dengan analisis domain, kemudian analisis

taksonomi, analisis kompensial dan analisis tema. Untuk menemukan

domaindigunakan analisis hubungan semantik antar kategori (semantic relationship).

Selanjutnya dilakukan triangulasi untuk meningkatkan validitas data dengan

melakukan triangulasi sumber yaitu crosscheck dengan sumber lain. Selain itu

dilakukan triangulasi metode dengan pengumpulan data wawancara mendalam

kepada informan dan telaah kebijakan.

Anda mungkin juga menyukai