Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

NASIONAL (JKN)

M. Rifki Rido
203515516088

Prodi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Nasional

Abstrak
Pelayanan publik merupakan pelayanan yang wajib diselenggarakan negara untuk
pemenuhan kebutuhan dasar atau hak-hak dasar warga negara. Salah satu bidang pelayanan
publik adalah bidang kesehatan. Kesehatan merupakan kebutuhan manusia yang utama dan
menjadi prioritas yang mendasar bagi kehidupan. Dilandasi Undang-Undang No.24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), pemerintah melaksanakan langkah bagi
terselenggaranya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mulai tahun 2014 demi terciptanya jaminan
kesehatan semesta. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pelaksanaan program
JKN dan apa saja yang menjadi kendala-kendala serta dampak positif dan negatif dalam
pelaksanaan program tersebut. Metode penelitian menggunakan studi kepustakaan dengan data
yang dihasilkan dari bacaan jurnal ilmiah, buku-buku referensi dan bahan-bahan publikasi yang
berkaitan dengan program JKN.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dalam mekanisme pendaftaran dan alur
penggunaan BPJS Kesehatan masyarakat masih mengalami kendala karena proses pendaftaran
yang rumit. Respon pengguna program JKN, informan mengeluhkan tentang lamanya antrian,
masalah informasi, administrasi yang membingungkan, dan masalah dalam hal pelayanan.
Dampak positif yang dirasakan para pengguna JKN, yaitu: biaya pengobatan terjamin,
mempunyai asuransi, dan iuran bulanan terjangkau. Sedangkan dampak negatif yang dirasakan
adalah tentang lamanya daftar tunggu rawat inap di rumah sakit, adanya keterbatasan obat, dan
harus mengikuti aturan rujukan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah masih terdapat beberapa kendala dalam
pelaksanaan program JKN di Kota Semarang. Saran dalam penelitian ini adalah lebih
menyederhanakan aturan dan alur dalam pelaksanaan program JKN dan perlunya peningkatan
fasilitas dan pelayanan kesehatan yang merata.
Kata Kunci : Pelaksanaan Program JKN, Kekurangan dan Kelebihan Program JKN

1. Pendahuluan
Pelayanan publik merupakan pelayanan yang wajib diselenggarakan negara untuk
pemenuhan kebutuhan dasar atau hak-hak dasar warga negara. Pelayanan publik harus diberikan
pada setiap warga negara baik yang kaya maupun yang miskin, yang berada di daerah maju
maupun yang berada di daerah terbelakang. Seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, membangun kepercayaan masyarakat atas
pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang
harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang
peningkatan pelayanan publik (UU Nomor 25 Tahun 2009). Salah satu bidang pelayanan publik
adalah bidang kesehatan. Kesehatan merupakan kebutuhan manusia yang utama dan menjadi
prioritas yang mendasar bagi kehidupan. Pemerintah sebagai yang bertanggung jawab atas
pemeliharaan kesehatan mempunyai kewajiban dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
seluruh rakyat dan penyediaan sarana pelayanan kesehatan demi meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.
Kesehatan sangat berkaitan dengan kondisi ekonomi. Hubungan kesehatan dan ekonomi
secara tepat telah dirumuskan oleh Gunnar Myrdal dalam Sulastomo (2007:270): “People are
sick because they are poor. They became poorer because they are sick. And they become sicker
because they are poorer.” Gunnar Myrdal berpendapat bahwa orang sakit karena mereka miskin,
jadi pada dasarnya kondisi ekonomi yang baik akan menciptakan kondisi kesehatan yang baik.
Namun sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk akan menyulitkan individu masyarakat untuk
memperbaiki kesehatan mereka. Dengan kondisi ekonomi yang buruk akan mengakibatkan
individu masyarakat kesulitan untuk memperoleh akses kesehatan yang memadai karena biaya
kesehatan yang kian mahal.
Menurut Todaro & Smith (2006:70), sebagian besar fasilitas kesehatan di negara-negara
berkembang terpusat di daerah perkotaan yang hanya dihuni oleh 25% penduduk. Sementara itu,
mayoritas penduduk yang tinggal di pedesaan dan pedalaman terpaksa harus ekstra hati-hati
hidupnya mengingat kurangnya fasilitas serta pelayanan kesehatan. Berdasarkan Undang-
Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28 H ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan (UUD 1945 pasal 28 H). Demi mewujudkan
hal tersebut, pemerintah harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang merata, adil dan
terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Kebijakan di bidang kesehatan dan pelaksanaannya
akan sangat dipengaruhi oleh pertimbangan ekonomi secara makro, sebaliknya derajat kesehatan
suatu penduduk akan berpengaruh pula terhadap perkembangan dan pembangunan ekonomi.
Oleh sebab itu, program kesehatan hendaknya dipandang sebagai suatu bagian dari strategi yang
menyeluruh untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk (Purwitayana, 2013:1).
Usia Harapan Hidup (UHH) merupakan salah satu indikator yang menggambarkan status
kesehatan masyarakat. Berdasarkan hasil capaian sasaran Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, tingkat UHH terus mengalami peningkatan dari 70,7
tahun pada tahun 2009 menjadi 70,9 tahun pada tahun 2010 dan 71,1 tahun pada tahun 2011 dan
tahun 2012, namun target UHH 72 tahun pada tahun 2014 belum bisa terpenuhi karena UHH
pada tahun 2014 adalah 71,2 tahun (BAPPENAS, 2015). Sedangkan dalam RPJMN 2015-2019,
sasaran pembangunan kesehatan meliputi: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan
anak; (2) meningkatnya pengendalian penyakit; (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan; (4)
meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan
kualitas pengelolaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Kesehatan; (5) terpenuhinya
kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin; (6) meningkatnya responsivitas sistem kesehatan.
Dilandasi Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS), pemerintah melaksanakan langkah bagi terselenggaranya Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) mulai tahun 2014 demi tercapainya jaminan kesehatan semesta. Dengan
diselenggarakannya satu sistem jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk pada tahun 2014,
maka berbagai jenis jaminan kesehatan akan melebur ke dalam JKN. Program JKN ini
diselenggarakan melalui BPJS Kesehatan yang sudah beroperasi sejak 1 Januari 2014 (UU
Nomor 24 tahun 2011) Kepesertaan jaminan kesehatan dari berbagai program yang kini sudah
berjalan, diperkirakan mencapai 156,79 juta jiwa pada Desember 2015. Sementara jumlah
penduduk Indonesia menurut Sensus Penduduk tahun 2015 mencapai 254,9 juta jiwa. Dengan
demikian untuk kondisi tahun 2015 diperkirakan ada sekitar 98,1 juta jiwa yang belum memiliki
jaminan kesehatan. Bila dibandingkan dengan tahun 2014, jumlah peserta BPJS Kesehatan
meningkat sebesar 17,51% yaitu dari 133,42 juta jiwa pada tahun 2014 menjadi 156,79 juta jiwa
pada tahun 2015. Dengan adanya program JKN ini diharapkan seluruh penduduk yang pada
tahun 2019 diperkirakan sebanyak 257,5 juta jiwa sudah tercakup menjadi peserta jaminan
kesehatan yang dikelola oleh BPJS Kesehatan (Kementrian Kesehatan RI, 2015).
Kebijakan pemerintah ini sebenarnya sangat bermanfaat bagi masyarakat Indonesia.
Kemajuan JKN akan sangat bergantung pada kepercayaan publik terhadap kinerja BPJS. Namun
baru beberapa bulan berjalan, keberadaannya sudah diragukan masyarakat Hal tersebut dapat
mempersulit jalannya BPJS Kesehatan untuk berusaha memberikan jaminan kesehatan kepada
seluruh lapisan masyarakat, sehingga dibutuhkan banyak pihak untuk mendukung
keberlangsungan BPJS Kesehatan ini, seperti: Pemerintah Daerah, partisipasi peserta jaminan
kesehatan, ketersediaan tenaga kesehatan, dan lain sebagainya. Persoalan lain yang muncul
dalam implementasi program JKN adalah kesiapan sarana dan prasarana kesehatan yang ada di
tiap kabupaten/kota di Indonesia, baik dari segi finansial, sumber daya manusia, sistem rujukan,
alat kesehatan, penunjang kesehatan, dan obat-obatan. Penelitian yang dilakukan oleh Gezwar,
R., Nurhayani., dan Balqis (2014) mengenai kesiapan stakeholder dalam pelaksanaan JKN di
Kabupaten Gowa menunjukkan bahwa belum adanya kesiapan untuk aspek fasilitas kesehatan
dikarenakan alat kesehatan masih kurang, aspek regulasi juga belum terlihat kesiapannya
dikarenakan belum adanya petunjuk teknis mengenai jaminan kesehatan. Sosialisasi belum
optimal sehingga masih banyak masyarakat belum memahami tentang program JKN.
Dalam rangka mendukung program JKN, di seluruh Indonesia terdapat 9.500 puskesmas
sebagai tempat pelayanan kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, dan 873
diantaranya berada di Jawa Tengah. Jumlah penduduk Jawa Tengah periode Desember 2014
adalah sebanyak 35,8 juta jiwa dengan cakupan kesehatan 19,2 juta jiwa atau 53,6% dan fasilitas
kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan sebanyak 2.312 unit
(Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2015).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui permasalahan terkait
penyelenggaraan program JKN. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan diangkat judul:
“Analisis Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)”.

2. Metode Penelitian
Studi Pustaka : Dalam penelitian ini, penulis mencari data atau informasi dengan
membaca jurnal ilmiah dan bahan-bahan publikasi di media sosial.

3. Hasil dan Pembahasan

Gambaran implementasi Program JKN berdasarkan variabel akseptabilitas


Gambaran outcome implementasi program JKN berdasarkan variabel akseptabilitas dapat
diketahui bahwasanya pengembangan kebijakan mengenai JKN tidak dapat dilakukan karena
semua prosedur dan pembiayaan sudah diatur sedemikian rupa oleh pembuat kebijakan, sehingga
pihak pemberi layanan hanya bisa menjalankan segala prosedur sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Namun hal itu tidak menjadi penghalang dalam
pelaksanaannya, karena pihak pemberi pelayanan mampu memenuhi segala prosedur yang telah
ditetapkan. Biaya yang dibayarkan BPJS kepada Puskesmaspun juga telah dipatok jumlah dan
peruntukannya. Misalnya untuk biaya promosi kesehatan, biaya obat-obatan, dan lain
sebagainya. Puskesmas hanya bertugas menjalankan dan memanfaatkan uang yang sudah
diberikan dengan sebaik-baiknya.

Gambaran Implementasi Program JKN berdasarkan variabel adopsi


Berdasarkan variabel adopsi sejauh ini Puskesmas selalu menyesuaikan semua prosedur
pelayanan terkait JKN dengan peraturan yang ada, karena memang tidak boleh menyimpang dari
kebijakan yang telah ditentukan. Dan bila ada rencana untuk menyesuaikan apabila ada
perubahan regulasi atau kebijakan dari BPJS, pihak Puskesmas hanya bisa menyesuaikan sesuai
kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Namun tidak ada rencana sebelumnya untuk itu,
karena Puskesmas tidak bisa memprediksi perubahan tentang kebijakan BPJS.

Gambaran Implementasi Program JKN berdasarkan Variabel Ketepatan


Berdasarkan ketepatannya, program JKN telah sesuai dengan tujuan penyelenggaraan
JKN yang terdapat dalam UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 19 ayat 2 yakni menjamin peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan
dasar kesehatan. Tujuan program JKN yaitu agar semua penduduk terlindungi dalam sistem
asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.
Salah satu contoh program Puskesmas yang telah dilakukan yaitu CHN yang bertujuan untuk
mengunjungi rumah terhadap populasi yang rentan dan belum terakses oleh Puskesmas. Sasaran
kunjungan rumah oleh Puskesmas diantaranya penderita kanker stadium akhir, pasien gangguan
jiwa dan pasien yang kurang disiplin dalam menjalani pengobatan seperti penderita TB yang
tidak rutin ke Puskesmas (Jamkes Indonesia, 2017).

Gambaran Implementasi Program JKN berdasarkan Variabel Kelayakan


Terkait outcome implementasi variabel kelayakan program JKN masih kurang begitu
baik, tepatnya pada sistem pembiayaan dan pembayaran. Hal ini disebabkan karena lebih
banyaknya jumlah pengunjung daripada jumlah kepesertaan BPJS. Puskesmas Wiyung sudah
berupaya semaksimal mungkin untuk mengatur dan memanfaatkan dengan baik biaya kebutuhan
pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah. Namun terkadang biaya kebutuhan pelayanan yang
diberikan oleh Pemerintah kurang sesuai seperti penyediaan obat-obatan karena jumlah
pengunjung yang melonjak. Selain itu pemesanan obat dilakukan menggunakan E-Katalog yang
dirasa menjadi salah satu penghambat, karena terkadang terjadi keterlambatan pengiriman obat-
obatan.

Gambaran Implementasi Program JKN berdasarkan Variabel Kepatuhan


Dalam menjalankan Program JKN, Puskesmas telah menjalankan sesuai dengan kebijakan yang
diberikan oleh Pemerintah. Puskesmas mengatur biaya pelayanan yang didapat sedemikian rupa
agar cukup sesuai yang dibutuhkan untuk melaksakan program JKN. Meskipun pada
kenyataannya jumlah biaya yang diberikan tersebut tidak sesuai misal pada biaya pengadaan
obatobatan. Namun, Puskesmas Wiyung tetap melaksanakan sesuai dengan kebijakan. Adapun
biaya pelayanan dibagi menjadi 60% untuk jasa pelayanan, 40% untuk promosi kesehatan,
laboratorium, obat-obatan dan ATK.

Gambaran Implementasi Program JKN berdasarkan Variabel Kepesertaan BPJS


Terkait kepesertaan BPJS, tidak semua pengunjung telah menjadi peserta BPJS. Pasalnya sistem
administrasi dianggap terlalu rumit untuk dipahami dengan mudah oleh masyarakat. Dalam hal
ini perlunya sosialisasi atau pemberian informasi pada masyarakat tentang kepesertaan BPJS
oleh pihak BPJS. Sosialisasi yang sudah dilakukan pun hendaknya dilakukan pada beberapa
kondisi dan waktu lain agar masyarakat perlahan dapat mengerti. Pemberian informasi ini juga
perlu dijelaskan dengan cara yang mudah dimengerti oleh masyarakat.

Gambaran Implementasi Program JKN berdasarkan Variabel Fasilitas Kesehatan


Kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Pusat mengenai Program JKN di Fasilitas
Kesehatan berbeda dengan kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah. Kebijakan
Pemerintah Pusat didapatkan kurang spesifik, seperti mengenai biaya yang diberikan untuk
program JKN ini tidak terperinci kegunaannya. Maka dari itu Pemerintah Daerah membuat
kebijakan lebih rinci untuk Fasilitas Kesehatan yang ada di daerahnya. Kebijakan seperti ini
dirasa tidak merata karena kebijakan satu daerah dengan daerah lainnya relatif berbeda. Tetapi
dibalik itu Pemerintah Pusat memberikan amanah pada Pemerintah Daerah agar dapat mengolah
anggaran Program JKN sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing dengan sebaik-baiknya.
Pemerintah daerah membuat kebijakan JKN di Fasilitas Kesehatan melihat dari beberapa aspek
seperti jumlah penduduk, luas wilayah dan lain sebagainya. Beberapa kebijakan Pemerintah
Daerah juga dirasa terlalu rumit, sehingga tidak sedikit masyarakat bingung dan enggan untuk
mengikuti kepesertaan BPJS, contohnya yaitu yang diberlakukan di Kota Surabaya.

Tenaga Kesehatan Program JKN


Tenaga kesehatan di Puskesmas Sindar Raya tergolong masih kurang dari segi kuantitas.
Kondisi ini terjadi karena kurangnya dokter umum dan dokter gigi di Puskesmas Sindar Raya.
Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun sendiri menyadari bahwa belum meratanya penyebaran
dokter umum dan dokter gigi di puskesmaspuskesmas di Kabupaten Simalungun. Tidak
tersedianya dokter gigi di Puskesmas Sindar Raya merupakan salah satu masalah yang dihadapi,
karena pelayanan gigi merupakan salah satu bentuk pelayanan yang tersedia dalam program
JKN. Kondisi ini dapat menghambat pelaksanaan program JKN di puskesmas karena akan
berpengaruh kepada tidak maksimalnya pelayanan kesehatan di Puskesmas Sindar Raya.
Ketersediaan jumlah tenaga kesehatan juga dilihat secara kualitas, tidak adanya perbedaan dalam
pelayanan kesehatan sebelum JKN membuat tenaga kesehatan tidak memerlukan spesifikasi
khusus yang lebih kompleks dalam memberikan pelayanan kesehatan di tingkat puskesmas.
Permasalahan tenaga kesehatan secara kualitas terlihat dari ketidakmampuan tenaga
kesehatan di puskesmas dalam mengirimkan laporan secara tepat waktu. Permasalahan lain yang
muncul adalah pada pelayanan pendukung yang bersifat administratif. Permasalahan ini muncul
karena kurang intensifnya pengarahan sistem pelaporan ke tingkat puskesmas serta masih
kurangnya sarana dan prasarana pendukung. Berkaitan dengan kualitas tenaga kesehatan intinya
adalah proses pengarahan dan sosialisasi yang seharusnya lebih diintensifkan kepada petugas
puskesmas. Kemudian penentuan pelaksana juga haruslah orang yang tepat dan konsisten agar
keberlanjutan proses sosialisasi juga tetap terjaga. Selain itu hal yang juga penting diperhatikan
adalah sosialisasi kepada masyarakat umum mengenai mekanisme pelaksanaan JKN.

Sarana Kesehatan Program JKN


Sarana adalah seluruh bahan, peralatan serta fasilitas yang digunakan dalam pelaksanaan
suatu program. Dalam mendukung pelaksanaan program JKN di puskesmas saranayang
dibutuhkan adalah ruangan, obatyang lengkap dan media penyuluhan/sosialisasi JKN. Di
Puskesmas Sindar Raya, ruangan untuk laboratorium masih belum tersedia, hal ini sangat
mengganggu pelaksanaan pelayanan kesehatan di Puskesmas Sindar Raya. Dari hasil penelitian,
kepala puskesmas menyatakan bahwa hal ini sudah diajukan tinggal menunggu hasil dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Simalungun kapan akan dibangun di Puskesmas Sindar Raya tersebut.
Pemerintah daerah seharusnya merencanakan kebutuhan fasilitas ini jauh sebelum penerapan
JKN sehingga pelaksanaannya akan bisa lebih maksimal. Perencanaan sektor kesehatan
dipengaruhi oleh adanya prioritas sektor lain non sektor kesehatan sehingga mengurangi alokasi
pembiayaan untuk sektor kesehatan khususnya yang dapat mendukung pelayanan kesehatan
dalam program JKN. Berdasarkan hasil penelitian masalah lain yang muncul dalam sarana dan
prasarana ini adalah ketersediaan obat juga masih belum lengkap. Dari yang dituturkan oleh
apoteker bahwa obat-obatan yang ada di puskesmas masih kurang sehingga terkadang pasien
harus membeli sendiri obat di luar puskesmas.
Satu lagi masalah yang timbul dalam sarana kesehatan yakni Puskesmas Sindar Raya
masih kekurangan sarana pendukung umum yaitu komputer dan jaringan internet. Sarana ini
merupakan sarana pendukung umum yang dibutuhkan dalam pelaporan pelayanan kesehatan
kepada BPJS setiap harinya. Kekurangan sarana pendukung ini juga berdampak terhadap
pelaporan online setiap harinya.

Proses Program JKN


Pelaksanaan pelayanan kesehatan pada masing-masing upaya kesehatan di Puskesmas
Sindar Raya telah memiliki Plan of Action (POA) pada setiap awal tahun. Selain itu kegiatan
promotif seperti penyuluhan kesehatan, dilaksanakan tidak selalu sesuai dengan program yang
dipegang oleh masing-masing tenaga kesehatan di Puskesmas Sindar Raya. Pada saat terjadwal
harus turun ke lapangan untuk menyuluh masyarakat, tenaga kesehatan program manapun yang
sedang tidak terlalu sibuk di puskesmas diharuskan turun ke lapangan. Puskesmas Sindar Raya
selalu mengupayakan agar kegiatan-kegiatan yang telah disusun dalam POA dapat dilaksanakan
sesuai rencana. Ada beberapa kendala yang dihadapi tenaga kesehatan di Puskesmas Sindar Raya
dalam melaksanakan UKM, yaitu jadwal yang tertera di POA terkadang bertepatan dengan
kegiatan yang diadakan Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun di mana tenaga kesehatan
puskesmas diharapkan hadir, sehingga pelaksanaan kegiatan harus diundur.
Selain itu, yang menjadi kendala dalam pelaksanaan upaya kesehatan masyarakat bagi
tenaga kesehatan adalah daerah yang hendak dituju cukup jauh dan sulit dijangkau. Akses
kendaraan yang sulit untuk sampai ke tempat tinggal masyarakat guna mengadakan kegiatan
posyandu dan penyuluhan. Seringnya pasien yang tidak terdaftar peserta JKN di Puskesmas
Sindar Raya berkunjung untuk berobat di Puskesmas Sindar Raya juga menjadi kendala bagi
tenaga kesehatan. Hal ini menandakan bahwa masyarakat tidak terlalu paham dengan aturan
JKN. Bisa juga berarti sosialisasi mengenai JKN yang masih kurang.

Output Program JKN


Penyelenggaraan upaya kesehatan diutamakan pada upaya pencegahan dan peningkatan
kesehatan tanpa mengabaikan upaya pengobatan dan pemulihan kesehatan. Penyelenggaraan
upaya keseh atan dilakukan dengan prinsip kemitraan antara pemerintah, masyarakat dan swasta.
Menghadapi tantangan dan tuntutan pembangunan kesehatan, perlu dilakukan reorientasi upaya
kesehatan yaitu berorientasi pada desentralisasi, globalisasi, perubahan epidemiologi dan
menghadapi keadaan bencana. Pelayanan kesehatan yang telah dilakukan oleh tenaga kesehatan
di Puskesmas Sindar Raya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di
Sindar Raya tidak terlalu berbeda dengan sebelum berlakunya JKN, antara lain adalah
meningkatkan pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), imunisasi, pemantauan gizi buruk di
posyandu, peningkatan pengetahuan ibu hamil, kader kesehatan dan sosialisasi keluarga sadar
gizi. Untuk kegiatan penyuluhan selalu dibuat laporan untuk dilaporkan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten Simalungun.
Berdasarkan keluaran yang diinginkan yakni meningkatnya pemanfaatan pelayanan
kesehatan di Puskesmas Sindar Raya, maka Puskesmas Sindar Raya harus mampu memberikan
pelayanan yang maksimal sehingga masyarakat mau memanfaatkan pelayanan kesehatan di
Puskesmas Sindar Raya. Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun harus segera
memenuhi kekurangan jumlah dokter umum dan dokter gigi di Puskesmas Sindar Raya, karena
hal ini yang banyak dikeluhkan oleh masyarakat yang ingin memanfaatkan pelayanan kesehatan
di puskesmas. Satu lagi keluaran yang diinginkan yakni tercovernya masyarakat Sindar Raya
dalam JKN maka menurut penuturan Kepala Puskesmas Sindar Raya sudah 85% masyarakat
Sindar Raya yang terdaftar dalam JKN. Jumlah ini sudah terbilang sangat memuaskan karena
hanya sebagian kecil lagi masyarakat yang belum tercover. Hal ini akan terus diusahakan oleh
Puskesmas Sindar Raya sehingga seluruh masyarakat Sindar Raya tercover dalam JKN sehingga
masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang maksimal tanpa terbebani masalah biaya.

4. Kesimpulan
Regulasi kebijakan JKN pada pelayanan kesehatan primer di Puskesmas Wiyung, dari
pelaksanaan pelayanan baik yang PBI maupun non PBI telah dilaksanakan sesuai dengan
pedoman, sesuai dengan faskes tingkat primer. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan JKN pada pelayanan kesehatan primer di Puskesmas Wiyung yang meliputi faktor
internal, eksternal dan lingkungan. Faktor internal meliputi kelayakan sistem pembiayaan dan
pembayaran masih kurang. Faktor eksternal yaitu BPJS kurang memberi sosialisasi kepada
masyarakat yang akan menjadi peserta baru. Faktor lingkungan yaitu koordinasi antara pihak
Puskesmas dengan Rumah Sakit masih sangat kurang. Implementasi Program JKN berdasarkan
aspek akseptabilitas: pengembangan kebijakan JKN tidak dapat dilakukan karena semua
prosedur dan pembiayaan sudah diatur sedemikian rupa oleh pembuat kebijakan. Kemudian
aspek adopsi: Puskesmas Wiyung selalu menyesuaikan semua prosedur pelayanan terkait JKN
dengan peraturan yang ada, karena memang tidak boleh menyimpang dari kebijakan yang telah
ditentukan. Aspek ketepatan: program JKN di Puskesmas Wiyung telah sesuai dengan tujuan
penyelenggaraan JKN yang terdapat dalam UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 19 ayat 2. Aspek
kelayakan: program JKN di Puskesmas Wiyung masih kurang begitu baik, tepatnya pada sistem
pembiayaan dan pembayaran. Aspek kepatuhan: Puskesmas Wiyung menjalankan Program JKN
sesuai dengan kebijakan yang diberikan oleh Pemerintah. Terkait kepesertaan BPJS, tidak semua
pengunjung Puskesmas Wiyung telah menjadi peserta BPJS. Pasalnya sistem administrasi
dianggap terlalu rumit untuk dipahami dengan mudah oleh masyarakat. Pemerintah Daerah juga
perlu memperhatikan beberapa aspek seperti jumlah penduduk, luas wilayah dan lain sebagainya
dalam membuat kebijakan JKN di Fasilitas Kesehatan. Beberapa kebijakan dirasa terlalu rumit,
sehingga tidak sedikit masyarakat bingung dan enggan untuk mengikuti kepesertaan BPJS.

5. Daftar Pustaka

Gezwar, R., Nurhayani, dan Balqis. 2014. “Kesiapan Stakeholder dalam Pelaksanaan Program
Jaminan Kesehatan Nasional di Kabupaten Gowa”. Jurnal Ekonomi. Vol 2 No.4. Februari
2014
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan
Purwitayana, Dewa Putu. 2013. “Faktor-faktor Determinan yang Mempengaruhi Implementasi
Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara di RSUD Wangaya Denpasar”. Jurnal
Kebijakan dan Manajemen Publik. Vol.1 No.1, Januari 2012
Sarwono, Yuli Eko dan Bagio Mudakir. 2011. “Analisis Permintaan Masyarakat akan Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Kota Semarang” Jurnal Ekonomi 2011
Sulastomo. 2007. Manajemen Kesehatan. Jakarta : Gramedia
Todaro, Machael dan Stephen Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi. Jakarta : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai