kesehatan
2. pembiayaan kesehatan sosial
3. jkn/bpjs
4. penyalahgunaan jkn/bpjs
5. hukum pidana & perdata
Kesehatan termasuk salah satu hal dasar yang dibutuhkan manusia. Sering disebutkan
bahwa “kesehatan bukan hal segala-galanya, namun tanpa kesehatan segala-galanya
tidak ada makna”. Berdasarkan konstitusi World Health Organization (WHO)
menyatakan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia. Hak atas kesehatan
merupakan bagian dari hak dasar setiap individu, dan menjadi kebutuhan dasar setiap
individu yang tidak dapat berkurang dalam kondisi apapun. Dengan seperti itu,
penting bagi kita untuk memperhatikan dengan cermat mengenai bentuk nyata dari
hak atas standar kesehatan tertinggi yang dapat dijangkau 1. Hak untuk hidup yang
cukup dan sejahtera terhadap diri sendiri serta keluarganya ialah hak asasi manusia
yang diterima secara luas oleh semua negara. Hal ini terdapat di dalam Undang-
Untuk mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran strategis Kementerian Kesehatan
melalui komitmen untuk melakukan transformasi kesehatan dalam 6 pilar
transformasi penopang kesehatan Indonesia yaitu:
Penyusunan pedoman ini diperlukan agar pelaksanaan kegiatan yang tercantum dalam
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dekonsentrasi berjalan tertib, taat hukum,
transparan, efektif, efisien, baik dari segi pencapaian kinerja, keuangan, maupun
manfaatnya bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Ketentuan mengenai
rincian kegiatan penggunaan dana dekonsentrasi masing-masing program ditetapkan
dalam petunjuk teknis tersendiri oleh penanggung jawab program di lingkungan
Kementerian Kesehatan.
Kesehatan termasuk salah satu hal dasar yang dibutuhkan manusia. Sering disebutkan
bahwa “kesehatan bukan hal segala-galanya, namun tanpa kesehatan segala-galanya
tidak ada makna”. Berdasarkan konstitusi World Health Organization (WHO)
menyatakan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia. Hak atas kesehatan
merupakan bagian dari hak dasar setiap individu, dan menjadi kebutuhan dasar setiap
individu yang tidak dapat berkurang dalam kondisi apapun. Dengan seperti itu,
penting bagi kita untuk memperhatikan dengan cermat mengenai bentuk nyata dari
hak atas standar kesehatan tertinggi yang dapat dijangkau 1. Hak untuk hidup yang
cukup dan sejahtera terhadap diri sendiri serta keluarganya ialah hak asasi manusia
yang diterima secara luas oleh semua negara. Hal ini terdapat di dalam Undang-
Hidup sehat menjadi kebutuhan hidup (health need) yang memiliki sifat objektif
sehingga tiap – tiap individu mampu menaikkan status kesehatannya. Namun di sisi
yang berbeda, kesehatan termasuk tuntutan (health demand) yang mempunyai sifat
subjektif yaitu tercukupi atau tidaknya tuntutan kesehatan setiap individu, rumah
tangga dalam lingkup masyarakat tidak mutlak bisa tercapai dari tiap usaha
Masing – masing individu memiliki risiko untuk terjadinya sakit dan perlu biaya yang
lumayan besar untuk berobat. Terlebih lagi, jika penyakit yang dideritanya merupakan
penyakit yang tergolong berat, sehingga semakin besar biaya yang dibutuhkan 5. Hal
ini menimbulkan kekhawatiran terhadap kelangsungan dukungan ekonomi
masyarakat yang ditimbulkan dari keadaan yang tidak pasti (uncertainty condition)
mereka untuk perawatan di bidang kesehatan 9. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) tahun 2019 menyatakan bahwa 62,67% dari jumlah biaya kesehatan berasal
(Health consumer)11.
Terdapat enam pola pembiayaan kesehatan yang diterapkan, yaitu pembiayaan dari
pemerintah secara langsung (direct government financing), pembiayaan dari asuransi
kesehatan (health insurance), pembiayaan dari masyarakat (community financing),
pembiayaan dari saku pasien (out of pocket), pembiayaan dari organisasi
pemerintahan dan kerjasama dari luar (governmental organization and external
harapan pengeluaran kesehatan dari saku pribadi akan lebih rendah 12,13. Hal tersebut
terbukti dengan data tren pembiayaan program JKN dari tahun 2014 - 2018 dimana
quality) dan pemerataan akses kesehatan (equitable access to health care) 14. Maka
dari itu, pembaruan kebijakan kesehatan pada suatu negara sebaiknya memberikan
berfokus pada kebijakan pembiayaan kesehatan agar menjamin terselenggaranya
pemerataan (equity), kecukupan (adequacy), efektifitas (effectiveness), dan efisiensi
Biaya Kesehatan ialah besarnya dana yang harus di sediakan untuk menyelenggarakan
dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan,
keluarga, kelompok dan masyarakat. (Azrul Azwar: 1996). Sistem pembiayaan
kesehatan didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengatur tentang besarnya alokasi
dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan
berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan
masyarakat. (Helda :2011). Sedangkan, Subsistem Pembiayaan Kesehatan adalah
tatanan yang menghimpun berbagai upaya penggalian, pengalokasian dan
pembelanjaan sumber daya keuangan secara terpadu dan saling mendukung untuk
memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan kesehatan guna meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. (Ana Faiza : 2013). Dari
beberapa pendapat mengenai Pembiayaan Kesehatan diatas, terlihat bahwa biaya
kesehatan dapat ditinjau dari beberapa sudut, yaitu :
1. PenyediaPelayananKesehatan
Kesehatan dari sudut penyedia pelayanan adalah persoalan utama pemerintah
dan atau pun pihak swasta, yakni pihak-pihak yang akan menyelenggarakan
upaya kesehatan.
2. PemakaiJasaPelayanan
Yang dimakasud biaya kesehatan dari sudut pemakai jalan pelayanan (Health
Consumer) adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat
memanfaatkan jasa pelayanan. Berbeda dengan pengertian pertama,maka
biaya kesehatan di sini menjadi persoalan utama para pemakai jasa pelayanan.
Dalam batas-batas tertentu, pemerintah juga turut mempersoalkannya, yakni
dalam rangka terjaminnya pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat yang membutuhkannya.
Dari batasan biaya kesehatan yang seperti ini segera dipahami bahwa
lebih menunjuk pada dana yang harus disediakan untuk dapat memanfaatkan upaya
kesehatan. Sesuai dengan terdapatnya perbedaan pengertian yang seperti ini, tentu
mudah diperkirakan bahwa besarnya dana yang dihitung sebagai biaya kesehatan
tidaklah sama antara pemakai jasa pelayanan dengan penyedia pelayanan kesehatan.
Besarnya dana bagi penyedia pelayanan lebih menunjuk pada seluruh biaya investasi
(investment cost) serta seluruh biaya operasional (operational cost) yang harus
disediakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Sedangkan besarnnya dana
bagi pemakai jasa pelayanan lebih menunjuk pada jumlah uang yang harus
dikeluarkan (out of pocket) untuk dapat memanfaatkan suatu upaya kesehatan.
Secara umum disebutkan apabila total dana yang dikeluarkan oleh seluruh pemakai
jasa pelayanan, dan karena itu merupakan pemasukan bagi penyedia pelayan
kesehatan (income) adalah lebih besar daripada yang dikeluarkan oleh penyedia
pelayanan kesehatan (expenses), maka berarti penyelenggaraan upaya kesehatan
tersebut mengalami keuntungan (profit). Tetapi apabila sebaliknya, maka berarti
penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut mengalami kerugian (loss).
Perhitungan total biaya kesehatan satu negara sangat tergantung dari besarnya dana
yang dikeluarkan oleh kedua belah pihak tersebut. Hanya saja, karena pada umumnya
pihak penyedia pelayanan kesehatan terutama yang diselenggrakan oleh pihak swasta
tidak ingin mengalami kerugian, dan karena itu setiap pengeluaran telah
diperhitungkan terhadap jasa pelayanan yang akan diselenggarakan, maka
perhitungan total biaya kesehatan akhirnya lebih banyak didasarkan pada jumlah dana
yang dikeluarkan oleh para pemakai jasa pelayanan kesehatan saja.
Disamping itu, karena di setiap negara selalu ditemukan peranan pemerintah, maka
dalam memperhitungkan jumlah dana yang beredar di sektor pemerintah. Tetapi
karena pada upaya kesehatan pemerintah selalu ditemukanadanya subsidi, maka cara
perhitungan yang dipergunakan tidaklah sama. Total biaya kesehatan dari sektor
pemerintah tidak dihitung dari besarnya dana yang dikeluarkan oleh para pemakai
jasa, dan karena itu merupakan pendapatan (income) pemerintah, melainkan dari
besarnya dana yang dikeluarkan oleh pemerintah (expenses) untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan.
Dari uraian ini menjadi jelaslah untuk dapat menghitung besarnya total biaya
kesehatan yang berlaku di suatu negara, ada dua pedoman yang dipakai. Pertama,
besarnya dana yang dikeluarkan oleh para pemakai jasa pelayananuntuk sektor
swasta. Kedua, besarnya dana yang dikeluarkan oleh para pemakai jasa pelayanan
kesehatan untuk sektor pemerintah. Total biaya kesehatan adalah hasil dari
penjumlahan dari kedua pengeluaran tersebut.
Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2 sistem yaitu: 1.
FeeforService(OutofPocket)
Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran berdasarkan layanan,
dimana pencari layanan kesehatan berobat lalu membayar kepada pemberi pelayanan
kesehatan (PPK). PPK (dokter atau rumah sakit) mendapatkan pendapatan
berdasarkan atas pelayanan yang diberikan, semakin banyak yang dilayani, semakin
banyak pula pendapatan yang diterima.
Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung pada sistem
pembiayaan kesehatan secara Fee for Service ini. Dari laporan World Health
Organization di tahun 2006 sebagian besar (70%) masyarakat Indonesia masih
bergantung pada sistem Fee for Service dan hanya 8,4% yang dapat mengikuti sistem
Health Insurance (WHO, 2009). Kelemahan sistem Fee for Service adalah terbukanya
peluang bagi pihak pemberi pelayanan kesehatan (PPK) untuk memanfaatkan
hubungan Agency Relationship ,dimana PPK mendapat imbalan berupa uang jasa
medik untuk pelayanan yang diberikannya kepada pasien yang besar-kecilnya
ditentukandari negosiasi. Semakin banyak jumlah pasien yang ditangani, semakin
besar pula imbalan yang akan didapat dari jasa medik yang ditagihkan ke pasien.
Dengan demikian, secara tidak langsung PPK didorong untuk meningkatkan volume
pelayanannya pada pasien untuk mendapatkan imbalan jasa yang lebih banyak.
2. HealthInsurance
Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga atau
pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat.Sistem health
insurance ini dapat berupa system kapitasi dan system Diagnose Related Group (DRG
system).
Sistem kedua yaitu DRG (Diagnose Related Group) tidak berbeda jauhdengan system
kapitasi di atas. Pada system ini, pembayaran dilakukan dengan melihat diagnosis
penyakit yang dialami pasien. PPK telah mendapat dana dalam penanganan pasien
dengan diagnosis tertentu dengan jumlah dana yang berbeda pula tiap diagnosis
penyakit. Jumlah dana yang diberikanini, jika dapat dioptimalkan penggunaannya
demi kesehatan pasien, sisa danaakan menjadi pemasukan bagi PPK.
peserta asuransi dimana peserta dengan resiko penyakit tinggi dan atau kemampuan
bayar rendah tidaklah menjadi target anggota asuransi. Untuk mencapai terjadinya
pemerataan, dapat dilakukan universal coverage yang bersifat wajib dimana penduduk
yang mempunyai resiko kesehatan rendah akan membantu mereka yang beresiko
tinggi dan penduduk yang mempunyai kemampuan membayar lebih akan membantu
mereka yang lemah dalam pembayaran. Hal inilah yang masih menjadi pekerjaan
rumah bagi sistem kesehatan Indonesia. Contoh health insurance yang di berada
dibawah naungan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial diantaranya :
1. Askes
2. Jamkesmas
3. ASBRI
4. Taspen
5. Jamsostek
6. Danlainsebagainya.
1. Bersumberdarianggaranpemerintah
a. Pemerintahan pusat dan dana dekonsentrasi, dana program kompensasi BBM dan
ABT
5
2. Pemerintah provinsi melalui skema dana provinsi (PAD ditambah
danadesentralisasi DAU provinsi dan DAK provinsi)
3. Pemerintah kabupaten atau kota melalui skema dana kabupaten ataukota (PAD
ditambah dana desentralisasi DAU kabupaten atau kota danDAK kabupaten
atau kota)
4. Keuntunganbadanusahamilikdaerah
5. Penjualanasetdanobligasidaerah
6. Hutang pemerintah daerah
2. Bersumberdarianggaranmasyarakat
Dapat berasal dari individual ataupun perusahaan. Sistem ini mengharapkan agar
masyarakat (swasta) berperan aktif secara mandiri dalam penyelenggaraan maupun
pemanfaatannya. Hal ini memberikan dampak adanya pelayanan- pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh pihak swasta, dengan fasilitas dan penggunaan alat-
alat berteknologi tinggi disertai peningkatan biaya pemanfaatan atau penggunaannya
oleh pihak pemakai jasa layanan kesehatan tersebut. Contohnya CSR (Corporate
Social Reponsibility) dan pengeluaran rumah tangga baik yang dibayarkan tunai atau
melalui sistem asuransi. Dana yang bersumber dari swasta antara lain :
a. Perusahaanswasta
b. Lembagaswadayamasyarakat c. Dana kemanusiaan (charity)
3. Bantuanbiayadaridalamdanluarnegeri
4. Gabungananggaranpemerintahdanmasyarakat
Sistem ini banyak diadopsi oleh negara-negara di dunia karena dapat mengakomodasi
kelemahan-kelemahan yang timbul pada sumber pembiayaan kesehatan sebelumnya.
Tingginya biaya kesehatan yangdibutuhkan sebagian
6
Suatu biaya kesehatan yang baik haruslah memenuhi beberapa syarat pokok yakni
1. Jumlah
Syarat utama dari biaya kesehatan haruslah tersedia dalam jumlah yang cukup. Yang
dimaksud cukup adalah dapat membiayai penyelenggaraan semua upaya kesehatan
yang dibutuhkan serta tidak menyulitkan masyarakat yang ingin memanfaatkannya.
2. Penyebaran
Berupa penyebaran dana yang harus sesuai dengan kebutuhan. Jika dana yang tersedia
tidak dapat dialokasikan dengan baik, niscaya akan menyulitkan penyelenggaraan
setiap upaya kesehatan.
3. Pemanfaatan
Sekalipun jumlah dan penyebaran dana baik, tetapi jika pemanfaatannya tidak
mendapat pengaturan yang optimal, niscaya akan banyak menimbulkan masalah, yang
jika berkelanjutan akan menyulitkan masyarakat yang membutuhkan pelayanan
kesehatan.
1. PeningkatanEfektifitas
2. PeningkatanEfisiensi
a. Standarminimalpelayanan.
Tujuannya adalah menghindari pemborosan. Pada dasarnya ada dua macam standar
minimal yang sering dipergunakan yakni:
o Standar minimal sarana, misalnya standar minimal rumah sakitdan standar minimal
laboratorium.
o Standar minimal tindakan, misalnya tata cara pengobatan dan perawatan penderita,
dan daftar obat-obat esensial.
Dengan adanya standard minimal pelayanan ini, bukan saja pemborosan dapat
dihindari dan dengan demikian akan ditingkatkan efisiensinya, tetapi juga sekaligus
dapat pula dipakai sebagai pedoman dalam menilai mutu pelayanan.
b. Kerjasama.
1. Penggaliandana
a. Penggalian dana untuk Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM). Sumber dana untuk
UKM terutama berasal dari pemerintah baik pusat maupun daerah, melalui pajak
umum, pajak khusus, bantuan dan pinjaman serta berbagai sumber lainnya. Sumber
dana lain untuk upaya kesehatan masyarakat adalah swasta serta masyarakat. Sumber
dari swasta dihimpun dengan menerapkan prinsip public-private patnership yang
didukung dengan pemberian insentif, misalnya keringanan pajak untuksetiap dana
yang disumbangkan. Sumber dana dari masyarakat dihimpun secara aktif oleh
masyarakat sendiri guna membiayai upaya kesehatan masyarakat, misalnya dalam
bentuk dana sehat atau dilakukan secara pasif yakni menambahkan aspek kesehatan
dalam
masing-masing individu dalam satu kesatuan keluarga. Bagi masyarakat rentan dan
keluarga miskin, sumber dananya berasal dari pemerintah melalui mekanisme jaminan
pemeliharaan kesehatan wajib.
2. Pengalokasiandana
1. Alokasi dana dari pemerintah yakni alokasi dana yang berasal dari pemerintah
untuk UKM dan UKP dilakukan melalui penyusunan anggaran pendapatan
dan belanja baik pusat maupun daerah sekurang- kurangnya 5% dari PDB atau
15% dari total anggaran pendapatan dan belanja setiap tahunnya.
2. Alokasi dana dari masyarakat yakni alokasi dana dari masyarakat untuk UKM
dilaksanakan berdasarkan asas gotong royong sesuai dengankemampuan.
Sedangkan untuk UKP dilakukan melalui kepesertaandalam program jaminan
pemeliharaan kesehatan wajib dan atausukarela.
3. Pembelanjaan
Pengeritian tarif tidaklah sama dengan harga. Sekalipun keduanya merujuk pada
besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh konsumen, tetapi pengertian tarif ternyata
lebih terkait pada besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh jasa
pelayanan, sedangkan pengertian harga lebih terkait pada besarnya biaya yang harus
dikeluarkan untuk memperoleh barang. Oleh masyarakat pemakai jasa pelayanan
kesehatan, tarif diartikan sama dengan seluruh biaya yang
Namun, terlepas dari adanya perbedaan pengertian tersebut, peranan tarif dalam
pelayanan kesehatan memang amat penting. Untuk dapat menjamin kesinambungan
pelayanan, setiap sarana kesehatan harus dapat menetapkan besarnya tarif yang dapat
menjamin total pendapatan yang lebih besar dari total pengeluaran.
Sesungguhnya pada saat ini sebagai akibat dari mulai berkurangnya pihak- pihak yang
mau menyumbang dana pada pelayanan kesehatan (misal Rumah Sakit), maka sumber
keuangan utama kebanyakan sarana kesehatan hanyalah dari pendapatan saja. Untuk
ini jelas bahwa kecermatan menentukan tarif memegang peran yang amat penting.
Apabila tarif tersebut terlalu rendah,dapat menyebabkan total pendapatan (income)
yang rendah pula, yang apabila ternyata juga lebih rendah dari total pengeluaran
(expenses), pasti akan menimbulkan kesulitan keuangan.
Untuk dapat menetapkan tarif pelayanan yang dapat menjamin total pendapatanyang
tidak lebih rendah dari total pengeluaran, banyak factor yang perludiperhitungkan.
Faktor-faktor yang dimaksud untuk suatu sarana pelayanan,secara umum dapat
dibedakan atas empat macam:
1. Biayainvestasi
Untuk suatu rumah sakit, biaya investasi (investment cost) yang terpenting
10
2. Biayakegiatanrutin
Untuk suatu sarana kesehatan, biaya kegiatan rutin (operational cost) yang
dimaksudkan di sini mencakup semua biaya yang dibutuhkan untuk
menyelenggarakan berbagai kegiatan. Jika ditinjau dari kepentingan pemakai jasa
pelayanan, maka biaya kegiatan rutin ini dapat dibedakan atas dua macam:
hanya pada tindakan yang dilakukan, tetapi juga pada peralatan yang dipergunakan.
Demikianlah jika pelayanan kesehatan tersebut memerlukan tindakan yang lebih sulit
serta peralatan yang lebih canggih, maka tarif yang ditetapkan untuk jenis pelayanan
kesehatan tersebut umumnya lebih tinggi. Dalam membicarakan biaya pelayanan
kesehatan ini, perlulah diperhatikan adanya peranan pengetahuan, sikap dan perilaku
penyelenggara dan pemakai jasa pelayanan kesehatan. Jika pengetahuan, sikap dan
perilaku tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan atau
“berlebihan‟ pasti akan mendorong pemakaian pelayanan yang berlebihan pula, yang
dampak akhirnya akanmeningkatkan total tarif yang dibayarkan ke Rumah Sakit.
dan peralatan, pemasangan rekening listrik dan air dan lain sebagainya yangseperti
ini. Secara umum disebutkan jika biaya kegiatan tidak langsung ini tinggi, misalnya
karena pengelolaan yang tidak efisien, pasti akan berpengaruh terhadap tingginya tarif
pelayanan.
3. Biayarencanapengembangan
Untuk suatu sarana kesehatan, biaya rencana pengembangan yang
dimaksudkan disini mencakup hal yang amat luas sekali. Mulai dari rencana perluasan
bangunan, penambahan peralatan, penambahan jumlah dan peningkatan pengetahuan
serta ke trampilan karyawan dan ataupun penambahan jenis pelayanan. Untuk sarana
keseh
11
atan yang tidak mencari keuntungan, besarnya biaya pengembangan ini lazimnya
sama dengansemua kelebihan hasil usaha.
4. Besarnyatargetkeuntungan
Tergantung dari filosofi yang dianut oleh pemilik sarana kesehatan besarnya
target keuntungan yang diharapkan tersebut amat bervariasi sekali. Tetapi betapapun
bervariasinya presentase keuntungan tersebut, seyogyanya keuntungan suatu sarana
kesehatan tidak boleh sama dengan keuntungan berbagai kegiatan usaha lainnya.
Upaya Pengendalian
Dari uraian tentang ke empat faktor yang harus diperhitungkan dalam menetapkan
tarif pelayanan yang seperti ini, segeralah mudah dipahami bahwa besarnya tarif
pelayanan tersebut sangat dipengaruhi serta bersifat sensitif terhadap besarnya biaya
infestasi, biaya rutin, biaya rencana pembangunan serta target perolehan keuntungan.
Jika biaya untuk ke empat faktor ini tinggi maka tarif pelayanan pasti akan tinggi
pula. Untuk mencegah tingginya tarif pelayanan kesehatan tersebut, maka biayauntuk
keempat factor ini haruslah dapat dikendalikan. Bertitik tolak dari berbagai kegiatan
yang dapat diakuakan pada program pengendalian biaya kesehatan, maka hal yang
dapat dilakukan pada program pengendalian tarif pelayanan. Secara sederhana dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. BiayaInvestasi
Untuk mencegah biaya investasi yang terlalu besar dan jangka
2. BiayaKegiatanRutin
Untuk mencegah biaya kegiatan rutin yang terlau tinggi, terutama yang
12
suatu badan yang bersifat netral yang di Amerika Serikat disebut sebagai profession al
standard review organization.
3. Biayarencanapengembangan
Untuk mencegah biaya rencana pengembangan yang berlebihan, mekanisme
4. Keuntungan
Untuk mencegah tingginya perhitungan target keuntungan, yang terutama
Istilah korupsi tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, yang banyak diartikan
penyelewengan dana negara oleh aparat negara itu sendiri. Berbeda dengan Fraud
yang belum familiar ditelinga masyarakat Indonesia. Istilah Fraud digunakan juga
sektor kesehatan untuk menggambarkan bahwa perbuatan curang di sektor kesehatan
mencakup ketiga bentuk ini.
pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi
kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial
engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan
atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing.
menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini
merupakan jenis yang terbanyak terjadi di negara- negara berkembang yang
penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik
sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak
dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan
(simbiosis mutualisme). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/
konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak
sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion).
a) PenyebabFrauddiKesehatan
Secara umum, menurut Cressey (1973), terdapat 3 faktor yang pasti muncul
bersamaan ketika seseorang melakukan Fraud. Pertama adalah tekanan yang
merupakan faktor yang memotivasi seseorang melakukan tindak kriminal Fraud.
Kedua adalah kesempatan yaitu situasi yang memungkinkan tindakan kriminal
dilakukan. Ketiga adalah rasionalisasi, yaitu pembenaran atas tindakan kriminal yang
dilakukan. Dalam banyak kasus, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Shahriari
(2001), Fraud dalam layanan kesehatan terjadi karena:
. (2) Adanya ketidakseimbangan antara sistem layanan kesehatan dan beban layanan
kesehatan
berbagai pihak melakukan upaya “penyelamatan diri” untuk bertahan hidup selama
berpartisipasi dalam program JKN. Dokter maupun rumah sakit dapat melakukan
coping strategy sebagai langkah untuk menutupi kekurangan mereka atau paling tidak
memang bertujuan mencari keuntungan meskipun dari sesuatu yang illegal (Van
Lerberghe et al., 2002). Mekanisme koping ini hadir ketika sistem pengawasan lemah
dan tidak mampu menutupi peluang oknum untuk melakukan Fraud. Oknum tentu
akan terus menerus melakukan kecurangan ini sepanjang mereka masih bisa
menikmati keuntungan dengan kesempatan yang selalu terbuka untuk melakukan
kecurangan.(Ferrinho et al., 2004)
. Rumah sakit diberikan saran oleh BPJS untuk menyediakan divisi anti
fraud yang dapat membantu pihak BPJS mengontrol proses asuransi kesehatan
BPJS, namun divisi anti fraud bekerja untuk rumah sakit bukan untuk BPJS.
. - Pihak rumah sakit memungut uang kepada pasien BPJS karena uang
pengganti dari BPJS kurang, sehingga pihak rumahsakit memungutnya untuk
membayar kekurangan pasien.
yang sebenarnya.
diperpanjang di institusi pelayanan kesehatan agar mendapat tariff yang lebih tinggi.
penagihan pasien pada tarif untuk mendapat ganti tariff yang lebih tinggi.
12. Cancelled servicesPenagihan pada pembayaran padahal telah membatalkan
b) DampakFrauddiLayananKesehatan
Banyak aktor yang dapat terlibat dalam terjadinya Fraud layanan kesehatan. Di
Indonesia, aktor-aktor potensial Fraud yang disebut dalam Permenkes No. 36 tahun
2015, adalah peserta, petugas BPJS Kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan,
dan/atau penyedia obat dan alat kesehatan.
Hall (2001), menyatakan fraud ditunjukkan pada penyajian fakta yang salah dilakukan
oleh satu pihak ke pihak lain yang bertujuan untuk membohongi dan mempengaruhi
pihak lain untuk bergantung pada fakta tersebut, fakta yang akan merugikannya dan
berdasarkan pada peraturan yang berlaku.
Tujuan utama pencegahan fraud adalah menghapus sebab- sebab terjadinya fraud.
Menurut Amrizal (2004:3) fraud sering terjadi karena :
. d) Manajemen yang bekerja fraud, tidak efisien dan atau tidak efektif serta tidak
mematuhi pada hukum dan peraturan yang berlaku
. Tidak seperti pada buku-teks tentang proses manajemen dan klinis di pelayanan.
Penanganan Korupsi Pada Lingkup Kesehatan Pencegahan
c) BeberapaisuKasusFrauddiBidangKesehatan
. Dalam Laporan Tahunan ICW Tahun 2012 juga dijelaskan kecurangan yang
dilakukan Ratu Atut muncul dalam APBD Provinsi Banten Tahun Anggaran
2012 melalui pengadaan sarana dan
. Total Belanja Barang, Jasa dan Modal TA 2012 sebesar Rp 240,814 miliar
Realisasi anggaran tersebut digunakan untuk mengadakan sarana dan
prasarana RS Rujukan, meningkatan pelayanan kesehatan RS dan
Laboratorium Daerah dengan realisasi Rp 147,893 miliar dan diantaranya
beruapa pengadaan alat-alat kedokteran dengan realisasi Rp 126,876 miliar.
Dalam penggunaan anggaran tersebut, terjadi kerugian negara senilai Rp
48,779 miliar yang berasal dari penggelembungan harga, pengadaan barang
yang tidak sesuai spesifikasi, serta tidak adanya barang ketika dilakukan
pemeriksaan (Bongkar Perkara Korupsi Alat Kesehatan Provinsi Banten dan
Kota Tangerang Selatan).
. Tidak hanya itu Fraud juga terjadi antara Perusahaan Farmasi dengan dokter.
Berdasarkan data yang dimiliki Tempo, sekitar 131 miliar rupiah dibayarkan
PT. Interbat sejak 2013 hingga 2015 kepada dokter. Tujuannya diduga agar
dokter meresepkan obat - obatan produksi Interbat.
. a. Marketing fee atau imbalan yang bersifat transaksional dan terkait dengan
pemasaran suatu produk
. Gratifikasi yang terkait pelayanan barang dan jasa, pelayanan publik dan lainnya
. Sponsorship yang terkait pemasaran dan penelitian suatu produk. Sedangkan,
gratifikasi yang tidak dianggap suap diatur
dalam Pasal 5 yaitu, pemberian secara resmi dari aparatur kementerian sebagai wakil
resmi instansi dalam suatu kegiatan dinas sebagai bentuk penghargaan, atas
keikutsertaan kontribusi dalam kegiatan tersebut. Misalnya, pemberian berupa cindera
mata dalam kegiatan resmi, Kedinasan seperti rapat, seminar, workshop, konferensi,
pelatihan atau kegiatan lain sejenis. Kemudian, kompensasi yang diterima terkait
kegitaan kedinasan, seperti honorarium, transportasi, akomodasi dan pembiayaan
sebagaimana diatur pada standar biaya yang berlaku instansi pemberi, sepanjang tidak
ada pembiayaan ganda, nilai tak wajar, tidak terdapat konflik kepentingan, tidak
melanggar ketentuan yang berlaku di instansi penerima.
Dari empat uraian di atas terlihat bahwa sudah banyak aturan yang mengatur bahwa
dokter dilarang menerima pemberian dalam bentuk apa pun dari pihak lain yang dapat
mempengaruhi profesionalitasnya dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
pasien.
a. Tekanan (pressure).
Tekanan adalah motivasi yang ingin dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang
tetapi dibatasi oleh ketidakmampuan untuk mencapainya. Kondisi tersebut membuat
seseorang melakukan tindakan curang. Tekanan tersebut dapat berasal dari masalah
keuangan, kebiasaan buruk yang dimilki seseorang, dan tekanan pihak eksternal.
b. Peluang (opportunity).
tersebut didukung dengan adanya kondisi yang aman bagi pelaku fraud untuk
melakukan kecurangan. Peluang dapat timbul karena adanya kelemahan dari sistem
pendeteksian kecurangan, ketidakmampuan untuk menilai kualitas dari suatu
kinerja/barang, kegagalan dalam menciptakan kondisi disiplin, ketidaktahuan, serta
minimnya akses untuk memperoleh informasi yang terpercaya (Mansor, 2015).
c. Rasionalisasi (rationalization).
Rasionalisasi adalah prosses untuk meyakinkan diri bahwa apa yang dilakukan oleh
diri sendiri adalah sebuah tindakan yang benar, namun tindakan kecurangan tersebut
sebenarnya salah. Pada tahun 2004, Wolfe dan Hermanson mempublikasikan model
baru dalam mendeteksi kecurangan yang disebut dengan Fraud Diamond Model.
Fraud diamond (Wolfe dan Hermanson, 2004) merupakan sebuah bentuk
penyempurnaan dari teori segitiga kecurangan (Triangle Fraud Theory) yang
dikemukakan oleh Cressey (1950) dan Albrecht (2012). Wolfe dan Hermanson (2004)
berpendapat bahwa disamping elemen Triangle Fraud yaitu tekanan (pressure),
peluang (opportunity), dan rasionalisasi (rationalization), masih ada elemen lain yang
harus dimasukkan untuk mendeteksi dan mencegah tindak kecurangan sehingga perlu
ditambahkan elemen keempat yaitu kemampuan (capability) (Wolfe & Hermanson,
2004).
a. Positioning
Salah satu faktor yang membuat pelaku fraud memiliki kemampuan untuk melakukan
tindakan kecurangan adalah fungsi atau posisi yang mereka miliki dalam sebuah
organisasi. Wolfe dan Hermanon (2004) mengatakan bahwa posisi dan kekuasaan
yang dimiliki seseorang bisa memudahkan dan menyempurnakan aksi pelaku
kecurangan. Lebih jauh lagi mereka menjelaskan bahwa hasil dari penelitian yang
mereka lakukan menunjukkan bahwa kecurangan yang terjadi dalam perusahaan,
hampir 70% dilakukan oleh CEO mereka. Wolfe dan Hermanon juga menjelaskan
bahwa banyak organisasi yang tidak mengatur dan menerapkan dengan baik sistem
pengawasan kepada CEO atau pimpinan mereka untuk mengawasi capability yang
mereka miliki untuk mempengaruhi dan melakukan kecurangan.
Pelaku fraud biasanya adalah seseorang yang mengerti dan memahami tentang
kelemahan yang ada dalam sistem pengawasan. Mereka lalu menggunakan fungsi,
posisi, dan otorisasi yang ia miliki untuk mendapatkan keuntungan dengan berbagai
cara. Kemampuan, pengalaman, dan kreativitas seseorang bila dikombinasikan
dengan situasi sistem pengawasan yang lemah menjadi penyebab terbesar terjadinya
kecurangan akhirakhir ini. Pengetahuan yang dimiliki pelaku, digunakan untuk
mempengaruhi orang lain untuk memberikan akses ke dalam sistem yang ada.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh The Asociation of Certified Fraud
Examiner (2013), 51% dari tindak kecurangan di Amerika dilakukan oleh seseorang
yang berpendidikan minimal pasca sarjana. Selain itu, 48% pelaku kecurangan berusia
lebih dari 40 tahun yang menandakan bahwa orang tersebut sudah memiliki
pengetahuan yang cukup mengenai system yang ada.
Sanksi Pidana
Ada dua adagium terkait pidana dan pemidanaan (pemberian sanksi pidana). Adagium
pertama berbunyi ―Poena ad paucos, metus ad omnes perveriat‖ dan adagium kedua
berbunyi ̳ Non alio Modo puniatur aliquis, quam secundum quod se habet
condemnation" Adagium pertama berarti: biarkanlah hukuman dijatuhkan kepada
beberapa orang agar memberi contoh kepada orang lain. Adagium ini memiliki
kedalaman makna yang berfungsi sebagai prevensi umum agar orang lain tidak
berbuat jahat. Adagium kedua berarti: seseorang tidak dapat dihukum dengan
hukuman yang tidak sesuai dengan perbuatannya. Adagium ini lebih pada aspek
retributif dalam pemidanaan agar sanksi pidana yang dijatuhkan sepadan dengan
perbuatan pidana yang dilakukan. Pidana pada hakikatnya adalah suatu kerugian
berupa penderitaan yang sengaja diberikan oleh negara terhadap individu yang
melakukan pelanggaran terhadap hukum. Kendatipun demikian, pemidanaan juga
adalah suatu pendidikan moral terhadap pelaku yang telah melakukan kejahatan
dengan maksud agar tidak lagi mengulang perbuatannya. Pidana Pokok terdiri dari
pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda dan pidana tutupan. Urut-
urutan pidana pokok tersebut berdasarkan tingkatan berat ringannya sanksi pidana
3
yang dijatuhkan.
2
Esmi Warassih,” Pranata Hukum sebuah Telaah Sosiologis”, Semarang;Penerbit
3
Pustaka Magister,2016 Eddy O.S. Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana edisi
revisi” , Yogyakarta, Cahaya Atma Pustaka, 2016, halaman 451-453
15
berbagai kelemahan dan keterbatasan, yang menurut Barda Nawawi Arief dapat
diidentifikasi sebagai berikut:
. Dilihat secara dogmatis/idealis, sanksi pidana merupakan jenis sanksi yang paling
tajam/keras ( oleh karena itu juga sering disebut sebagai ―ultimum
remedium/obat pamungkas)
. Hukum pidana hanya merupakan bagian kecil (sub sistem) dari sarana kontrol
social yang tidak mungkin mengatasi masalah kejahatan sebagai masalah
kemanusiaan yang sangat kompleks (sebagai masalah sosio ekonomis, sosio
filosofis, sosiopolitik, sosio kultural dan sebagainya).
c. Kasus
vii. Efektifitas pidana masih bergantung pada banyak faktor dan oleh karena itu masih
4
sering dipermasalahkan.