HUKUM KEDOKTERAN
Nur Hajriya Brahmi
PENGANTAR (2)
Dokter jangan jadi bulan-bulanan oknum hukum
karena tidak tahu hukum
Jangan menghindari hukum, tetapi juga tidak
perlu menjadi ahli hukum
Hukum Kedokteran sangat luas meliputi
KUHPidana, KUHPerdata, UU No 36/2009, UU
lain yang berkaitan dengan Kedokteran dan
Kesehatan (Kefarmasian, Alkes, Bahan, dll), PP
terkait, Ketentuan/Keputusan Menkes
/Dirjen /Badan POM, dll.
Persamaannya :
Berisi aturan, petunjuk,
keharusan dan larangan
Ada yang
tertulis maupun yang tidak tertulis
Terjadinya
Kepentingan
Tujuan
Ciri-ciri
ETIKA
KEDOKTERAN
HUKUM
KEDOKTERAN
Tradisi yang
diwariskan dari
generasi ke generasi
Kelompok profesi
Menjaga/memelihara
martabat dan
kehormatan
Lebih bersifat statis,
fleksibel dan
himbauan
Melindungi
masyarakat
Lebih bersifat
dinamis dan rigid
Sanksi
Sanksi moral
Sanksi psikologis
Sanksi sosial
Sanksi spiritual
(Sanksi dijatuhkan
oleh Kelompok
Profesi -> MKEK)
Prosedur
Pelanggaran
Diajukan kepada
Kelompok Profesi
Kewajiban pasien :
dan
jujur tentang penyakitnya
Menaati anjuran/instruksi dokter
Menaati ketentuan-ketentuan
Rumah
Sakit dan beberapa kewajiban lain
Memberi imbalan/jasa
KUHAPidana (1)
Pengertian (1)
Penyidik Pejabat Polri/PNS untuk penyidikan
(Mencari/mengumpulkan bukti tindak pidana)
Penyelidik Pejabat Polri utk penyelidikan
(Menemukan peristiwa sebagai tindak pidana
=> Dapat/tidak dilakukan penyidikan)
Jaksa wewenang Penuntut Umum,
melaksanakan Ketetapan Hakim
Penuntutan Tindakan untuk melimpahkan ke
Pengadilan.
KUHAPidana (2)
Pengertian (2)
Hakim Mengadili
Pra Peradilan Wewenang Pengadilan Negeri untuk
=> Sah/tidak
penangkapan
=> Sah/tidak
penghentian penyidikan
=> Permintaan ganti
rugi/rehabilitasi
Putusan Pengadilan Vonis
Upaya hukum Upaya tersangka/terdakwa/
terhukum untuk menggunakan haknya minta keadilan
(banding, kasasi, peninjauan kembali, grasi, menuntut
balik, didampingi Penasihat Hukum/Pembela, dll)
KUHAPidana (3)
Pengertian (3)
Penasehat Hukum Mendampingi
tersangka/terdakwa/terhukum melakukan
tindakan upaya hukum
Tersangka Diduga Pelaku tindak pidana
Terdakwa Sedang diselidiki/diadili
Terhukum/terpidana Sudah dijatuhi vonis
Keputusan dengan kekuatan hukum tetap ->
Vonis yang sudah diterima oleh semua pihak
atau yang sudah diupayakan maksimal.
maksimal
KUHAPidana (4)
Pasal 20 s/d 31 (terutama 21)
KUHAPidana (5)
Untuk memberi bukti bahwa minimal telah terjadi
penyakit/luka derajat II dikeluarkan suatu Visum et
Repertum Sementara (VRS) yang menerangkan tentang
penyakit atau luka yang diderita korban serta
penyebabnya dan bahwa korban masih dlm perawatan,
derajat luka blm dpt ditentukan, karena perawatan belum
selesai dan blm dpt diambil kesimpulan
Tidak termasuk KUHP pasal
352 ayat 1
=> Menahan si pelaku tanpa adanya suatu VRS dan
hanya karena korban masih dirawat di rumah sakit
tidak dapat dibenarkan secara yuridis.
KUHAPidana (6)
Pasal 133 ayat 1 :
KUHAPidana (7)
Pasal 133 ayat 2 :
Ada dua jenis pemeriksaan mayat :
=> Pemeriksaan mayat (pemeriksaan luar saja),
dengan ini tidak mungkin ditentukan sebab
kematian
=> Pemeriksaan bedah mayat (pemeriksaan luar
dan dalam), menentukan sebab kematian dan
menjawab apakah perbuatan si tertuduh
merupakan satu-satunya penyebab kematian
ataukah pada si korban juga terdapat penyakit
atau kelainan (bawaan) yang mempermudah
atau mempercepat kematiannya.
KUHPidana (1)
KUHPidana (2)
KUHPidana (3)
Pelanggaran susila
Pasal 284 -> Penyerangan seksual
Pasal 286 -> Bersetubuh dengan wanita yang pingsan
(diluar perkawinan)
Pasal 287 -> Bersetubuh dengan wanita dibawah umur
(diluar perkawinan)
Pasal 290 -> Perbuatan cabul dengan seseorang yang
pingsan dan belum cukup umur
Pasal 291 -> Jika perbuatan dalam pasal 286-290
mengakibatkan luka berat atau kematian
Pasal 294 -> Perbuatan cabul dengan anak atau
bawahannya yang belum dewasa (Termasuk yang
dilakukan dokter)
KUHPidana (4)
Pengguguran
KUHPidana (5)
Pasal 304 -> Sengaja membiarkan orang yang
perlu ditolong
Pasal 322 -> Membuka rahasia
Pasal 338 -> Sengaja merampas nyawa orang
lain
Pasal 340 -> Sengaja merampas nyawa dengan
rencana
Pasal 341 -> Ibu yang merampas nyawa anaknya
pada waktu melahirkan
KUHPidana (6)
Penganiayaan Penyakit/luka
Pasal 351 ayat 1 Penyakit/luka sedang
(derajat II)
Pasal 351 ayat 2 Penyakit/luka berat
(derajat III)
Pasal 351 ayat 3 Penyakit/luka yang
menyebabkan kematian (derajat IV)
Pasal 352 ayat 1 Penyakit/luka ringan
(derajat I)
KUHPidana (7)
Jika orang luka dibawa ke rumah sakit, maka
terdapat kemungkinan sebagai berikut :
KUHPidana
Tidak dirawat/
Ps 90 (II)
tidak perlu
istirahat (I)
ORANG
HIDUP
Dirawat
Hidup
KUHPidana
Selesai
perawatan
Ps 90 (III)
Mati (IV)
KUHPidana (8)
Pasal 359 -> Karena kelalaiannya menyebabkan
orang lain mati (Ini sebenarnya untuk
pelanggaran lalu lintas)
Pasal 360 -> Karena kelalaiannya menyebabkan
orang lain luka berat (Ini juga untuk
pelanggaran lalu lintas)
Pasal 361 -> Kejahatan yang menyebabkan
mati/luka karena menjalankan suatu jabatan
KUHPidana (9)
KUHPidana (10)
KUHPerdata
Pasal 1365 -> Kewajiban memberi ganti rugi
kepada orang lain yang mengalami kerugian
karena perbuatan melanggar hukum
Pasal 1366 -> Setiap orang bertanggung jawab
tidak saja untuk kerugian yang disebabkan
karena perbuatannya, tetapi juga untuk
kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang
hati-hatinya.
Pasal 1370 dan 1371 -> Mempertimbangkan
kedudukan, kemampuan dan keadaan kedua
belah pihak.
UU No 36/2009
TENTANG KESEHATAN
Pengantar
UU No 36 tahun 2009 merupakan produk hukum
(semacam Health Act) dan sekaligus sebagai
guidelines tentang sistem kesehatan di negara
kita yang menggantikan UU No 23 tahun 1992
dan berbagai UU terdahulu yang berkaitan
dengan kesehatan
Sebagai salah satu hukum pidana berisikan
materi hukum serta sanksinya yang dapat
melengkapi KUHPidana yang sudah ada
UU No 36/2009
Pengantar (2)
UU No 36/2009
Pengantar (3)
Selain itu UU ini juga memiliki aspek lain yaitu :
-> Pasal 21, 22,
23, 24, 25, 26, 27, 28 dan 29 tentang
hukum administrasi.
-> Pasal 178, 179, 180 dan 181 tentang Pembinaan.
-> Pasal 182, 183, 184, 185, 186, 187 dan 188
tentang
Pengawasan.
-> Pasal 175, 176 dan 177 tentang Badan
Pertimbangan Kesehatan.
UU No 36/2009
Umum
UU No 36/2009
Umum
Umum (2)
Hal-hal pokok :
Asas dan tujuan (Bab II)
Hak dan kewajiban (Bab III)
Tanggung jawab Pemerintah (Bab IV)
Sumberdaya di bidang kesehatan (Bab V)
Upaya kesehatan (Bab VI)
Kesehatan Kelompok Rentan (Bab VII)
Gizi (Bab VIII)
Kesehatan Jiwa (Bab IX)
Penyakit Menular dan Tidak Menular (Bab X)
Kesehatan Lingkungan (Bab XI)
Kesehatan Kerja (Bab XII)
Umum (2)
Umum (2)
Validitas ketentuan hukum :
1 UU tidak berlaku lagi yaitu UU No 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan
PP untuk UU No 23 Tahun 1992 yang tidak
bertentangan masih berlaku
PP diterbitkan satu tahun setelah diundangkan
UU No 36/2009
Bab I Pasal 1 Ketentuan Umum
Pengertian
UU No 36/2009
Bab IV Tanggung Jawab Pemerintah
Pasal 14 Pelayanan Publik.
Pasal 15-17 Ketersediaan Lingkungan,
Sumber Daya dan Akses.
Pasal 18 Peran Masyarakat.
Pasal 19 Upaya Kesehatan.
Pasal 20 Jaminan Kesehatan.
UU No 36/2009
Bab V Sumber Daya di Bidang Kesehatan :
Pasal 21-29 Tenaga Kesehatan.
Pasal 30-35 Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
Pasal 36-41 Perbekalan kesehatan.
Pasal 42-45 Teknologi dan Produk
Teknologi.
UU No 36/2009
Bab VI Upaya Kesehatan
UU No 36/2009
BAB VII
KESEHATAN IBU, BAYI, ANAK,
REMAJA, LANJUT USIA, DAN PENYANDANG CACAT
UU No 36/2009
BAB VIII
GIZI
Pasal 141-143 Gizi.
BAB IX
KESEHATAN JIWA
Pasal 144-151 Kesehatan Jiwa.
UU No 36/2009
BAB X
PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR
Pasal 152-157 Penyakit Menular.
Pasal 158-161 Penyakit Tidak Menular.
BAB XI
KESEHATAN LINGKUNGAN
Pasal 162-163 Kesehatan Lingkungan.
UU No 36/2009
BAB XII
KESEHATAN KERJA
Pasal 164-166 Kesehatan Kerja.
BAB XIII
PENGELOLAAN KESEHATAN
Pasal 167 Pengelolaan Kesehatan.
UU No 36/2009
BAB XIV
INFORMASI KESEHATAN
Pasal 168-169 Informasi Kesehatan.
BAB XV
PEMBIAYAAN KESEHATAN
Pasal 170-173 Pembiayaan Kesehatan.
UU No 36/2009
BAB XVI
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 174 Peran Serta Masyarakat.
BAB XVII
BADAN PERTIMBANGAN KESEHATAN
Pasal 175-177 Badan Pertimbangan Kesehatan BPKN
dan BPKD).
UU No 36/2009
BAB XVI
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 174 Peran Serta Masyarakat.
BAB XVII
BADAN PERTIMBANGAN KESEHATAN
Pasal 175-177 Badan Pertimbangan Kesehatan (BPKN
dan BPKD).
UU No 36/2009
BAB XVIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 178-181 Pembinaan.
Pasal 182-188 Pengawasan.
BAB XIX
PENYIDIKAN
Pasal 189 Penyidikan.
UU No 36/2009
BAB XX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 190 Fasilitas Pelayanan Kesehatan tidak
memberikan Pertolongan Pertama.
Pasal 191 Praktik Pelayanan Kedsehatan Tradisional
tanpa izin yang mengakibatkan kerugian.
Pasal 192 Memperjualbelikan organ atau jaringan
tubuh.
Pasal 193 Melakukan bedah plastik untuk mengubah
identitas.
UU No 36/2009
BAB XX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 194 Melakukan Aborsi.
Pasal 195 Memperjualbelikan darah.
Pasal 196 Sediaan Farmasi yang tidak memenuhi
Standar Keamanan.
Pasal 197 Sediaan Farmasi yang tidak memiliki izin
edar.
Pasal 198 Praktik Kefarmasian tanpa memiliki
keahlian dan kewenangan.
UU No 36/2009
BAB XX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 199 Tentang Rokok.
Pasal 200 Menghalangi Program Pemberian Air Susu
Ibu Eksklusif.
Pasal 201 tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196,
Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200
dilakukan oleh korporasi.
UU No 36/2009
BAB XXI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 202-203 Ketentuan Peralihan.
BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 204-205 Ketentuan Penutup.
RUANG LINGKUP
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Ketentuan Umum.
Azas dan Tujuan.
Konsil Kedokteran.
Standar Pendidikan Profesi Dokter.
Pendidikan dan Pelatihan.
Registrasi dokter.
Penyelenggaran Praktik Kedokteran.
Disiplin dokter.
Pembinaan dan Pengawasan.
PENGATURAN PRAKTIK
KEDOKTERAN
Setiap dokter yang melakukan praktik :
Wajib memiliki SIP.
SIP diterbitkan oleh Dinas Kesehatan.
SIP diberikan maksimum untuk 3 tempat praktik.
Satu SIP untuk satu tempat.
Untuk memperoleh SIP harus :
1. Memiliki Surat Tanda Registrasi (STR).
2. Mempunyai tempat praktik.
3. Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi.
SIP berlaku sepanjang :
1. STR masih berlaku.
2. Tempat praktik masih sesuai.
HAK DOKTER
1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang
melaksanakan tugas sesuai standar profesi
dan standar prosedur operasional.
2. Memberikan pelayanan medis menurut standar
profesi dan standar prosedur operasional.
3. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur
dari pasien atau keluarganya.
4. Menerima imbalan jasa.
KEWAJIBAN DOKTER
1.
2.
3.
4.
5.
HAK PASIEN
1. Mendapatkan penjelasan secara
lengkap tentang tindakan medis.
2. Meminta pendapat dokter lain.
3. Mendapatkan pelayanan sesuai
dengan kebutuhan medis.
4. Menolak tindakan medis.
5. Mendapatkan isi rekam medis.
KEWAJIBAN PASIEN
1. Memberikan informasi lengkap dan
jujur tentang masalah kesehatan.
2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter.
3. Mematuhi ketentuan yang berlaku di
sarana pelayanan kesehatan.
4. Memberikan imbalan jasa atas
pelayanan yang diterima.
DISIPLIN DOKTER
Untuk menegakkan disiplin dokter
dalam menyelenggarakan praktik
kedokteran dibentuk Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia (disingkat MKDKI).
MKDKI (1)
1. Merupakan lembaga otonomi KKI.
2. Dalam menjalankan tugasnya bersifat
independen.
3. Bertanggung jawab kepada KKI.
4. Berkedudukan di ibu kota negara RI.
5. Dapat mengusulkan kepada KKI untuk
membentuk MKDK daerah.
6. Keanggotaanya terdiri dari 3 dokter, 3
dokter gigi dan 3 sarjana hukum.
MKDKI (2)
7. Keanggotaannya ditetapkan oleh Menteri
atas saran organisasi profesi.
8. Masa bhakti lima tahun.
9. Tugas :
a. Menerima pengaduan, memeriksa dan
memutuskan kasus pelanggaran disiplin
dokter.
b. Menyusun pedoman dan tata cara
penanganan kasus pelanggaran disiplin
dokter.
PENGADUAN (1)
Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya
dirugikan atas tindakan dokter dalam menjalankan
praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis
kepada Ketua MKDKI.
MKDKI memeriksa dan memberikan keputusan terhadap
pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter.
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran
etika, MKDKI meneruskan pengaduan kepada
organisasi profesi.
PENGADUAN (2)
Keputusan MKDKI mengikat dokter, dokter gigi dan KKI.
Keputusan dapat berupa :
1. Dinyatakan tidak bersalah, atau
2. Pemberian sanksi disiplin.
Sanksi disiplin dapat berupa :
1. Pemberian peringatan tertulis.
2. Rekomendasi pencabutan STR atau SIP, dan
atau
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau
pelatihan.
PENGADUAN (3)
TANTANGAN UNTUK
ORGANISASI PROFESI
Proaktif dan memberikan masukan terhadap :
Pembentukan KKI.
Membuat 6 Peraturan KKI.
Membuat 8 Peraturan Menteri.
Membuat Standar :
1. Pendidikan profesi.
2. Kompetensi dokter.
3. Pelayanan kedokteran.
4. Profesi.
5. Prosedur Operasional.
UU No 35/2009
TENTANG NARKOTIKA
Narkotika
Zat/obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman (sintetis/
semisintetis) yang dapat menyebabkan :
=> Penurunan/perubahan kesadaran
=> Hilangnya rasa
=> Mengurangi/menghilangkan rasa nyeri
=> Dapat menimbulkan ketergantungan
Dibedakan kedalam Gol I, II, III.
UU No 35/2009
TENTANG NARKOTIKA
Prekursor Narkotika
NARKOTIKA (2)
Gol I (ada 65 jenis) Hanya untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan
dan dilarang untuk kepentingan lain.
Gol II (ada 86 jenis) dan III (ada 14 jenis)
Yang berupa bahan baku dapat diedarkan tanpa
wajib daftar pada Kemkes.
NARKOTIKA (2)
Tujuan UU :
NARKOTIKA (3)
Kandungan isi : 17 bab, 155 pasal, 2 lampiran.
Ruang lingkup : Umum, Dasar-Asas-Tujuan,
Pengadaan, Impor/Ekspor, Peredaran, Label
dan Publikasi, Prekursor Narkotika, Pengobatan
dan Rehabilitasi, Pembinaan dan Pengawasan,
Pencegahan dan Pemberantasan, PenyidikanPenuntutan-Pemeriksaan di Sidang Pengadilan,
Peran serta masyarakat, Penghargaan,
Ketentuan Pidana, Ketentuan Peralihan,
Ketentuan Penutup.
Lampiran : I dan II.
NARKOTIKA (4)
Gol I :
Papaver somniferum L (kecuali bijinya)
Opium mentah
Opium masak
Tanaman koka (Erythroxylaceae)
Daun koka
Kokain mentah
Kokaina (Metil-ester-l-bensoil-ekgonina)
Tanaman ganja dan derivatnya
NARKOTIKA (4)
Gol I :
Asetorfina dan derivatnya
Fentanyl dan derivatnya
Desmorfina
Etorfina
Heroina (diasetil morfina)
MPPP (metil-fenil-piperidinol-propionat)
Ketobemidona
PEPAP
NARKOTIKA (4)
Gol I :
Brolamfetamin (DOB)
DET
DMA
DMHP
DMT
DOET
ETISIKLIDINA
ETRIPTAMINA
KATINONA
NARKOTIKA (4)
Gol I :
LSD-25
MDMA
Meskalina
METKATINONA
4- metilaminoreks
MMDA
LISERGIDA
NARKOTIKA (4)
Gol I :
psilosina, psilotsin
PSILOSIBINA
ROLISIKLIDINA
PHP,PCPY
STP, DOM
TENAMFETAMINA
MDA
TENOSIKLIDINA
PMA
NARKOTIKA (4)
Gol I :
TCP
TMA
AMFETAMINA
DEKSAMFETAMINA
metilfenetilamina
FENETILINA
FENMETRAZINA
NARKOTIKA (4)
Gol I :
FENSIKLIDINA
LEVAMFETAMINA
Levometamfetamina
MEKLOKUALON
METAMFETAMINA
METAKUALON
ZIPEPPROL
piperazinetano
Campuran atau sediaan opium obat dengan
bahan lain bukan narkotika
NARKOTIKA (5)
Gol II :
Morfina dan derivatnya
Ekgonina
Furetidin
Fentanil
Metadona
Metopon
Opium
Petidina
Garam-garam tersebut diatas.
NARKOTIKA (6)
Gol III :
Kodeina
Derivat kodeina
Campuran Opium dan
bahan lain
Campuran
narkotika lain dan bahan
lain
Etil-morfina
Dihidrokodeina.
UU No 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika
Sejak 12 Oktober 2009, UU No 22 Tahun 1997
tentang Narkotika dan Lampiran mengenai jenis
Psikotropika Golongan I dan Golongan II
sebagaimana tercantum dalam Lampiran UU No
5 Tahun 1997 tentang Psikotropika yang telah
dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I
menurut UU ini, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
UU baru ini terdiri dari 155 pasal.
UU No 5/1997
TENTANG PSIKOTROPIKA
Psikotropika zat/obat alamiah/sintetis bukan
narkotika, berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada SSP yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku, berpotensi mengakibatkan sindroma
ketergantungan
Penggunaan : hanya untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan
terbatas (Gol I barang terlarang dan dilarang
diproduksi).
PSIKOTROPIKA (2)
Tujuan UU : Menjamin ketersediaan untuk
pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan,
mencegah penyalah-gunaan, memberantas
peredaran gelap
Kandungan : 16 bab, 74 pasal
Ruang lingkup : Umum, Tujuan, Produksi,
Peredaran, Ekspor-Impor, Label dan Iklan,
Kebutuhan, Penggunaan ,Pemantauan,
Pembinaan/Pengawasan, Pemusnahan,
Penyelidikan, Ketentuan Pidana.
PSIKOTROPIKA (3)
Gol I :
Etisiklidina (PCE)
Psilosibina
PSIKOTROPIKA (4)
Gol II :
Amfetamin dan derivatnya (Met--, Lev--)
Fenetilin
Fenmetrazin
Fensiklidin
Sekobarbital, Amobarbital, dll.
Gol III :
Flunitazepam
Norpseudoefedrin
Pentobarbital
Siklobarbital.
PSIKOTROPIKA (5)
Gol IV :
Allobarbital dan --tal lain
Alprazolam dan --lam lain
Bromazepam, Diazepam dan
--pam
lain
Etil amfetamin
Klordiazepoksida
Meprobamat
UU NO 8 TAHUN 1999
MEDICAL JURISPRUDENCE
MEDICAL JURISPRUDENCE
Medical jurisprudence: The branch of the
law that deals with the application of law to
medicine or, conversely, the application of
medical science to legal problems. Medical
jurisprudence may be involved in cases
concerning genetic relationships (eg,
paternity testing) or injury or death resulting
from violence.
MEDICAL JURISPRUDENCE
Medical Jurisprudence, also called Legal Medicine,
science that deals with the relation and application
of medical facts to legal problems. Medical
persons giving legal evidence may appear before
courts of law, administrative tribunals, inquests,
licensing agencies, boards of inquiry or
certification, or other investigative bodies.
MEDICAL JURISPRUDENCE
Kasus baru yang belum ada dasar
hukumnya dalam UU atau Ketentuan lain
Biasanya Hakim memutuskan berdasarkan
hati nuraninya dengan mempertimbangkan
bukti-bukti kedokteran di Pengadilan.
Keputusan Hakim ini menjadi Medical
Jurisprudence untuk boleh diterapkan bagi
kasus-kasus lain yang serupa yang akan
muncul di kemudian hari.
MEDICAL JURISPRUDENCE
Karen Ann Quinlan (March 29, 1954 June 11,
1985) was an important person in the history of the
right to die controversy in the United States.
When she was 21, Quinlan became unconscious
after coming home from a party. She had consumed
diazepam, dextropropoxyphene, and alcohol. After
she collapsed and stopped breathing twice for 15
minutes or more, the paramedics arrived and took
Karen Ann to the hospital,
where she lapsed into a persistent vegetative state.
MEDICAL JURISPRUDENCE
After she was kept alive on a ventilator for several
months without improvement, her parents requested
the hospital discontinue active care and allow her to
die. The hospital refused, and the subsequent legal
battles made newspaper headlines and set
significant precedents. The tribunal eventually ruled
in her parents' favor.
Although Quinlan was removed from mechanical
ventilation during 1976, she lived on in a persistent
vegetative state for almost a decade until her death
from pneumonia in 1985.
Referensi :
1.
2.
3.
4.
KUHAPidana.
KUHPidana.
KUHPerdata.
UU No 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan.
5. UU No 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.