TESIS
OLEH
ITA PURNAMASARI
157032128
PENDAHULUAN
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
yang berkepentingan, baik untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang
ditentukan dalam perjanjian. Adanya kenyataan bahwa setiap hari manusia selalu
dihadapkan pada resiko jatuh sakit atau kecelakaan dan harus di rawat di rumah sakit.
Sementara biaya berobat ke rumah sakit semakin lama semakin mahal sehingga
2014).
Januari 2014. JKN ini adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta
kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar
iuran atau iurannya di bayar oleh pemerintah. Program ini diselenggarakan oleh
dalam mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Tidak sedikit warga Indonesia yang
sakit merasa kesulitan untuk berobat, terlebih bagi masyarakat miskin yang
mempunyai penyakit berat dan kronis, program JKN ini seperti menjadi dewa
penolong bagi mereka. Banyak bukti yang disampaikan oleh masyarakat tentang
manfaat program JKN bagi mereka. Meskipun demikian, tidak sedikit pula keluhan-
keluhan yang datang dari masyarakat terkait dengan pelaksanaan program JKN ini.
2015).
JKN adalah penyedia fasilitas kesehatan, baik fasilitas kesehatan tingkat pertama
maupun tingkat lanjutan atau rumah sakit. Pada fasilitas kesehatan tingkat pertama,
yaitu puskesmas dan klinik keluarga, dampak yang langsung dirasakan adalah
menjalankan sistem rujukan berjenjang. Pada fasilitas kesehatan tingkat lanjut atau
rumah sakit, perbedaan yang paling terasa terletak pada sistem pembayaran klaim.
sedangkan dalam era JKN sistem pembayaran klaim berdasarkan sistem paket
Seperti halnya system pembayaran klaim berdasarkan system paket atau yang
efisiensi dan kualitas layanan kesehatan, karena anggaran atau klaim tarif casemix
yang diberikan tidak mencukupi untuk pegalokasian atau pengeluaran rumah sakit.
Contohnya saja untuk penyakit ulkus diabetikum yang memerlukan perawatan khusus
yang lama dan rawatan yang panjang, sehingga membutuhkan anggaran yang besar
untuk menutupi biaya pengobatannya pada faskes tingkat lanjutan (Mohamad, 2012).
berupa tarif Indonesian Case Based Group (INA CBG’s). Tarif paket INA CBG’s
(2016) tujuan klaim INA CBG’s agar dapat kendali mutu dan kendali biaya, serta
INA CBG’s, baik rumah sakit maupun pihak pembayar tidak lagi merinci tagihan
menyampaikan diagnosis keluar pasien dan kode DRG (Disease Related Group).
(Jauharin, 2014).
implementasi kebijakan JKN di RSU Kota Tangerang Selatan yang sudah berjalan
dengan baik terlihat dari adanya komitmen atau kebijakan rumah sakit untuk
Implementasi Program Jamkesda di Rumah Sakit PMI Bogor masih belum berjalan
pengajuan klaim tagihan, tidak sesuainya nilai tarif INA CBG’s dengan nilai tarif
rumah sakit, serta kurangnya komitmen rumah sakit dalam melaksanakan program.
Rumah Sakit Islam Malahayati adalah salah satu Rumah Sakit Umum Swasta
kelas C yang bergerak dalam bidang pelayanan medis atau kesehatan masyarakat
yang sudah menjadi provider BPJS sejak 1 januari 2014 hingga sampai dengan
sekarang dengan maksud dan tujuan untuk membantu pemerintah serta melayani
rohani maupun sosial. Rumah Sakit Islam Malahayati berkembang menjadi rumah
sakit swasta yang berada di lingkungan Yayasan Rumah Sakit Islam Malahayati dan
studi awal yang peneliti lakukan pada bulan Desember 2016 di Rumah Sakit Islam
INACBG’s belum berjalan secara efektif. Hal ini disebabkan karena sarana dan
prasarana masih kurang, masih adanya miss komunikasi antara petugas BPJS Internal
rumah sakit dengan petugas lainnya, kurangnya komitmen/kerja sama petugas dalam
dari 6 rekam medis pasien pulang terlambat diserahkan oleh perawat/kepala ruangan
ke petugas BPJS dan rekam medis sering dalam keadaan tidak lengkap, sehingga
membutuhkan waktu yang lebih lama lagi dalam melakukan proses klaim, karena
dapat menambah daftar klaim susulan. Contoh lainnya seperti petugas admisi sering
menerima pasien BPJS rawat inap kiriman dari dokter spesialis dengan berkas yang
tidak lengkap dan tidak sesuai prosedur, dimana kelengkapan berkas dapat
memengaruhi proses klaim, biaya atau besaran klaim/tarif sampai dengan gagal klaim
yang berdampak pada biaya operasional rumah sakit, dan akibat lain dari masalah
tersebut dapat terjadi perdebatan dan kesalahpahaman antara pasien dan keluarga
dengan petugas BPJS dan petugas rumah sakit yang berdampak pada mutu dan citra
rumah sakit.
Hal ini sejalan dengan penelitian Malonda (2015) yang mengatakan bahwa
dengan tarif INA CBG’s atau yang dibayarkan BPJS Kesehatan, kejanggalan
yang benar diperlukan kerjasama yang baik antar petugas terutama dokter.
Kelengkapan rekam medis yang di tulis oleh dokter akan sangat membantu koder
dalam memberikan kode diagnosis dan tindakan atau prosedur yang tepat (Kemenkes,
prosedur medis di dalam formulir resume medis akan memengaruhi tarif klaim INA
CBG’s yang dapat menegndalikan biaya. Proses pengkodean klaim INA CBG’s di
RSUD Kota Yogyakarta yang hanya menggunakan fotokopi resume tersebut ternyata
Malahayati Medan didapat juga bahwa jumlah tim yang berhubungan langsung dalam
proses pengklaiman INA CBG’s adalah 7 tim, diantaranya tim Casemix BPJS
pelaksana 176 orang, Farmasi 8 orang, Penunjang Medis (Lab 13 orang dan
Radiologi 4 orang, Gizi 3 orang) dengan total keseluruhan 302 orang. Jumlah tempat
tidur 112 tempat tidur. Total kasus pasien BPJS rawat inap tiga tahun terakhir antara
lain : tahun 2014 yaitu 4915 kasus, tahun 2015 yaitu 4734 kasus, tahun 2016 (Januari-
Juli) yaitu 2872 kasus. Total kasus pasien BPJS rawat jalan tahun 2014 yaitu 5339
kasus, tahun 2015 yaitu 9816 kasus, tahun 2016 (Januari-Juli) yaitu 6932 kasus. Total
klaim JKN tarif INA CBG’s rawat inap tahun 2014 adalah 30,647,920,553,00, rawat
jalan adalah 2,077,714,697,00. Total selisih kerugian rawat inap tahun 2014 adalah
5,541,981,149,00, dan rawat jalan adalah 140,036,685,00. Total klaim JKN tarif INA
CBG’s rawat inap tahun 2015 adalah 28,717,649,900,00, rawat jalan adalah
4,581,049,316,00, dan rawat jalan adalah 124,145,476,00 (Tim BPJS Internal RS).
terhadap besaran tarif yang tercantum dalam paket INA CBG’s, tarif rill rumah sakit
lebih besar dari pada tarif INACBG’s, misalnya besaran tarif paket INA CBG’s untuk
diagnosis penyakit anemia ditetapkan Rp 1,5 juta, biaya rill rumah sakit adalah RP 3
juta (Jauharin, 2014). Hal ini sejalan dengan penelitian (Mawaddah, 2015) yang
mengatakan bahwa biaya tarif INACBG’s masih di bawah biaya rill rumah sakit.
Tentang Klaim INCBG’s di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan Tahun 2016”.
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah
membayar iuran atau iurannya di bayar oleh pemerintah (Perpres No 12 tahun 2013).
Implementasi JKN dengan system INA CBG’s merupakan salah satu instrument
penting dalam pengajuan dan pembayaran klaim pelayanan kesehatan pada faskes
tingkat lanjutan, dimana system INA CBG’s menjadi pilihan pada program JKN
karena dapat mengendalikan mutu dan biaya kesehatan, serta dapat mempermudah
komunikasi, sumber daya, disposisi dan birokrasi (Subarsono, 2009). Rumah Sakit
Islam Malahayati Medan merupakan rumah sakit provider BPJS semenjak 1 Januari
terutama masalah terkait klaim INA CBG’s seperti adanya miss komunikasi yang
mengakibatkan banyaknya klaim susulan yang berdampak pada pendapatan dan biaya
operasional rumah sakit, sumber daya yang masih kurang, SOP (birokrasi) yang tidak
klaim yang dapat merugikan rumah sakit seperti diketahui selisih kerugian rawat inap
tahun 2014 yaitu 5,541,981,149, seliisih kerugian rawat jalan yaitu 140,036,685,
selisih kerugian rawat inap tahun 2015 yaitu 4,581,049,316 dan selisih kerugian rawat
jalan yaitu 124,145,476 dimana selisih kerugian tersebut dapat memengaruhi biaya
2. Apakah ada pengaruh komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi
dengan Implementasi Kebijakan JKN tentang klaim INA CBG’s di Rumah Sakit
terhadap Implementasi Kebijakan JKN tentang klaim INA CBG’s di Rumah Sakit
1. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit terutama dan pihak-pihak
2. Sebagai tambahan bahan referensi dan perbandingan bagi penelitian lanjutan yang
TINJAUAN PUSTAKA
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah
membayar iuran atau iurannya di bayar oleh pemerintah seperti yang dinyatakan oleh
Perpres No 12 (2013).
perawatan maupun obat yang dibutuhkan selama sakit. Biaya pengobatan pasien JKN
mengacu pada sistem INA CBG’s yaitu biaya yang dibayarkan sudah satu paket
dengan obat-obatan berdasarkan diagnosa pasien. Dengan itu paserta JKN tidak perlu
khawatir untuk berobat bahkan bisa mengobati penyakit berat sekalipun. Contoh sakit
jantung, pasang ring yang tidak ada batasan platform, semua akan ditanggung oleh
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas dua jenis, yaitu manfaat
medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat nonmedis meliputi akomodasi dan
ambulans. Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan
dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Manfaat Jaminan
10
rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.
Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh
risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.
Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif, masih ada
Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup
bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam
SJSN prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang
kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi,
dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan
SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian,
melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat
2. Prinsip Nirlaba
adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan
Republik Indonesia.
Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu
sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya
c. Prinsip Dana Amanat. Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana
2.1.3 Kepesertaan
1. Peserta adalah setiap orang yang telah membayar iuran (bukan penerima bantuan
iuran) atau iurannya di bayar oleh pemerintah (penerima bantuan iuran) seperti
yang dinyatakan oleh (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 20 ayat 1).
2. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin dan orang tidak
undangan.
b. Anggota TNI
c. Anggota Polri
d. Pejabat Negara
f. Pegawai Swasta
g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima
upah.
a. Investor
b. Pemberi Kerja
c. Penerima Pensiun
d. Veteran
e. Perintis Kemerdekaan
f. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang
b. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
e. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun.
a. Istri atau suami yang sah dari peserta dan melaporkan data kepesertaannya kepada
BPJS kesehatan dengan menunjukkan identitas peserta pada saat pindah domisili
b. Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari peserta, dengan
kriteria: tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan
sendiri dan belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun yang masih
1. WNI di Luar Negeri. Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar
BPJS
terdekat/setempat.
dapat mendaftarkan diri sebagai peserta kepada BPJS Kesehatan, bukan pekerja
dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan keluarganya sebagai Peserta
5. Hak dan kewajiban Peserta. Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS
Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berkewajiban untuk
dengan menunjukkan identitas Peserta pada saat pindah domisili dan atau pindah
kerja.
status kepesertaan akan hilang bila Peserta tidak membayar Iuran atau meninggal
dunia, ketentuan lebih lanjut terhadap hal tersebut di atas, akan diatur oleh
Peraturan BPJS.
secara bertahap, yaitu tahap pertama mulai 1 Januari 2014, kepesertaannya paling
sedikit meliputi: PBI Jaminan Kesehatan; Anggota TNI/PNS di lingkungan
kesehatan Jamsostek dan anggota keluarganya (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 20
ayat 1).
Menurut Carl Friedrich kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada
tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu
sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta baik secara individu
diketahui dampak atau tujuan yang diinginkan. Pada akhirnya dampak dari
implementasi mempunyai makna telah ada perubahan yang bisa diukur dalam
masalah yang luas yang dikaitkan dengan program, undang-undang publik. Fungsi
dari Implementasi kebijakan itu sendiri adalah untuk membentuk suatu hubungan
kebijakan tersebut pasti berhasil dalam implementasinya. Ada banyak variabel yang
a. Komunikasi
mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran
distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas, tidak
disosialisasikan atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran,
b. Sumber daya
dan konsisten, tetapi bila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan,
implementasi tidak akan berjalan dengan efektif. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya
tinggal di atas kertas dan menjadi dokumen saja. Sumberdaya tersebut dapat
c. Disposisi
seperti kejujuran, komitmen, kerjasama tim, respon dan sifat demokratis. Apabila
implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan
kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika
implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan,
d. Struktur Birokrasi
pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek
struktur yang paling penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi
yang standar (standart operating procedure) atau SOP. Dengan menggunakan SOP,
para pelaksana dapat memanfaatkan waktu yang tersedia. SOP menjadi pedoman bagi
pembayaran kepada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan adalah dengan INA CBG’s
sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013. Untuk
tarif yang berlaku pada 1 Januari 2014, telah dilakukan penyesuaian dari tarif INA
CBG’S Jamkesmas dan telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan
Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera. Program ini menjadi prioritas
Sosial Nasional. UU SJSN No 40 tahun 2004 menetapkan asuransi sosial dan ekuitas
besaran pendapatan, manfaat JKN sesuai dengan kebutuhan medis, serta tata kelola
oleh mereka yang bertanggung jawab dalam bidang kesehatan, untuk dapat
Sejumlah pendapat menyatakan bahwa sektor kesehatan sama dengan spons yang
dapat menyerap banyak sumber daya nasional untuk membiayai banyak tenaga
biomedis atau produksi dan penjualan obat-obatan atau dengan menjamin adanya
populasi yang sehat yang produktif secara ekonomi. Sebagian masyarakat selalu
klinik ataupun apotik, begitu juga dengan profesi kesehatan. Karena pengambilan
(Thabrany, 2014).
2015)
1. Faktor Situasional
Keadaan ini merupakan kondisi yang tidak permanen atau khusus yang dapat
berdampak pada kebijakan. Faktor ini bersifat satu kejadian atau terlalu lama menjadi
perhatian publik.
2. Faktor Struktural
a. Sistem politik yaitu mencakup keterbukaan sistem dan kesempatan bagi warga
b. Bidang ekonomi dan dasar untuk tenaga kerja (contohnya banyak tenaga yang
terlatih pada satu daerah, tapi pekerjaan sedikit, maka negara dapat
d. Kekayaan suatu negara akan berpengaruh kuat terhadap jenis layanan kesehatan.
3. Faktor Budaya
kelompok tertentu memiliki informasi yang tidak sama tentang hak-hak mereka,
beberapa negara para wanita tidak dapat mudah mengunjungi fasilitas kesehatan
4. Faktor Internasional
terkait dengan pembiayaan kesehatan dari program JKN yang disebut dengan klaim
INA CBG’s. Klaim INA CBG’s adalah metode pembayaran prospektif yang
kesehatan meliputi semua fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan berupa fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan rujukan
pasal 2) :
a. Administrasi pelayanan
subspesialis
c. Tindakan medis spesialistik baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi
medis
f. Rehabilitasi medis
g. Pelayanan darah
h. Pelayanan kedokteran forensik klinik
terutama dalam hal pencairan klaim yang masih terlambat, nilai tarif pelayanan yang
berbeda dengan paket INA CBG’s, teknologi informasi yang belum maksimal, serta
mencukupi, teralokasi secara adil, merata dan termanfaatkan secara berhasil guna dan
berdaya guna, baik yang memberi pelayanan kesehatan maupun yang menerima
Groups (INA DRGs). Aplikasi INA CBG’s menggantikan fungsi dari aplikasi INA
DRG yang saat itu digunakan pada tahun 2008 untuk mengelola pembiayaan.
Pelaksanaan JKN dengan sistem INA CBG’s merupakan salah satu instrumen penting
dalam pengajuan dan pembayaran klaim pembayaran pelayanan kesehatan yang telah
dilaksanakan oleh FKRTL yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka
konsep implementasi INA CBG’s dalam program JKN (Permenkes No 76, 2016).
Sistem INA CBG’s terdiri dari beberapa komponen yang saling terkait satu
sama lain. Komponen yang berhubungan langsung dengan output pelayanan adalah
clinical pathway, coding dan teknologi informasi, sedangkan secara terpisah terdapat
komponen kosting yang secara tidak langsung memengaruhi proses penyusunan tarif
INA CBG’s untuk setiap kelompok kasus pada pembiayan kesehatan (Permenkes No
76, 2016).
atas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta, yang bertujuan untuk
efisiensi dengan tidak memberikan reward terhadap provider yang melakukan over
Terdapat dua metode pembayaran rumah sakit yang digunakan yaitu metode
retrospektif adalah metode pembayaran yang dilakukan atas layanan kesehatan yang
diberikan kepada pasien berdasar pada setiap aktifitas layanan yang diberikan,
semakin banyak layanan kesehatan yang diberikan semakin besar biaya yang harus
dibayarkan. Contoh pola pembayaran retrospektif adalah Fee For Services (FFS).
diberikan. Contoh pembayaran prospektif adalah global budget, perdiem, kapitasi dan
Klaim INA CBG’s adalah klaim yang dilakukan dengan metode pembayaran
Contoh pembayaran prospektif adalah global budget, Perdiem, kapitasi dan case
based payment. Tidak ada satupun sistem pembiayaan yang sempurna, setiap sistem
use
based payment) dan sudah diterapkan sejak Tahun 2008 sebagai metode pembayaran
pengelompokan diagnosis dan prosedur dengan mengacu pada ciri klinis yang
saat ini banyak digunakan sebagai dasar sistem pembayaran kesehatan di negara maju
pembayaran kepada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan adalah dengan INA CBG’s
sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013. Untuk
tarif yang berlaku pada 1 Januari 2014, telah dilakukan penyesuaian dari tarif INA
CBG’s Jamkesmas dan telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan
Jaminan Kesehatan.
2.3.3. Dokumen - Dokumen Yang Digunakan Untuk Proses Klaim
Formulir atau dokumen Rekam Medis yang digunakan untuk Klaim BPJS
antara lain :
b. Surat Rujukan
e. Kuitansi Pembayaran
g. Fotocopy KTP
bukti diagnosis yang menyebutkan atau tertera nama dokter yang menangani,
masing unit terhadap setiap kegiatan pelayanan yang diberikan kepada pasien.
signifikan, dimana terdapat selisih tarif negatif yang berakibat pada kerugian bagi
rumah sakit. Tarif klaim INA CBG’s berdasarkan Formulir Resume Medis pasien
yang tidak lengkap untuk diagnosis dan prosedur medis yang telah dibandingkan
antara tarif riil yang dikeluarkan Rumah Sakit dengan Tarif INA CBG’s
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan 27,5% atau Rp.171.322.363,00 dari data tarif
riil yang dikeluarkan oleh rumah sakit dibandingkan dengan tariff klaim INA CBG’s.
Total tarif riil yang dikeluarkan rumah sakit menunjukkan angka yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tarif klaim INA CBG’s, yaitu sebesar Rp. 624.304.363,00,
petugas verifikator BPJS. Petugas menyiapkan dokumen klaim yang telah dilakukan
grouper sesuai paket INA CBG’s oleh petugas Klaim. Proses administrasi klaim
yang diberikan kepada pasien sesuai tarif rumah sakit kepada verifikator BPJS.
c. Dokumen yang sudah di cek oleh petugas verifikasi untuk layak diklaimkan akan
e. Rumah Sakit mengajukan klaim ke BPJS yang sudah lengkap dengan tanda
2. Rumah sakit tidak memahami kode dan biaya sebenarnya dari setiap diagnosis
penyakit.
yang masuk dalam kategori minimal 10 besar di rumah sakitnya sehingga biaya
4. Dokter terutama dokter spesialis malas mengisi rekam medis dengan baik,
sehingga diagnosa baik primer maupun sekunder tidak tertuliskan dengan baik.
dengan baik sesuai dengan ketentuan UU rumah sakit dan akreditasi rumah sakit
keselamatan pasien,
cost.
Kemudian untuk menghindari kerugian hal yang dapat dilakukan oleh rumah
1. Sistem coding.
Dokter dan Koder mempunyai peran yang penting dalam penerapan sistem
kode INA CBG’s, karena diagnosa dan prosedur atau tindakan yang telah dituliskan
oleh dokter selanjutnya diberi kode yang sesuai berdasarkan pada ICD-10 & ICD 9-
CM oleh coder. Kesalahan dalam pemberian kode diagnosa dan prosedur akan
Peran dokter disini adalah menegakkan dan menuliskan diagnosis primer dan
sekunder (bila ada) sesuai dengan ICD 10. Menulis seluruh prosedur atau tindakan
yang telah dilaksanakan sesuai dengan ICD–9CM. Dan kemudian membuat resume
medis pasien secara lengkap dan jelas selama pasien dirawat di rumah sakit.
Karenanya ketersediaan rekam medis dan resume medis yang baik menjadi sangat
penting. Peran coder selanjutnya melakukan kodifikasi dari diagnosis dan prosedur
atau tindakan yang diisi oleh dokter yang merawat pasien sesuai dengan ICD 10
untuk diagnosa dan ICD 9 CM untuk prosedur atau tindakan. Pada keadaan adanya
diagnosis utama atau sekunder tidak mengikuti aturan ICD yang benar maka rumah
b. Jika tidak mungkin gunakan peraturan reseleksi pada ICD (volume 2 MB1 s/d
MB5)
Diagnosa utama atau diagnosa primer adalah diagnosa akhir yang dipilih
dokter pada hari terakhir perawatan dengan kriteria paling banyak menggunakan
sumber daya atau hari rawatan paling lama (LOS paling lama). Diagnosa sekunder
adalah diagnosa selain diagnosa utama yang muncul atau sudah ada sebelum dan
selama dirawat di rumah sakit. Diagnosa sekunder terdiri dari diagnosa penyerta
adalah diagnosa sekunder atau diagnosa penyerta & diagnosa penyulit ini sering
lupa/ tidak tertulis sehingga akan menyebabkan klaim menjadi lebih kecil.
primer dan sekunder ini terutama jika dokter tidak menuliskannya dengan lengkap,
maka perlu di bentuk tim verifikator internal bisa dari dokter umum atau perawat
tertuliskan.
pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang
terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit Firmanda (2005).
Untuk keberhasilan pelaksanaan Clinical Pathway komitmen dokter
merupakan hal sangat penting, karena Clinical Pathway akan menjadi acuan untuk
pengendalian mutu. Hal ini sesuai dengan tujuan dari penyusunan Clinical
Pathway yaitu untuk membuat standarisasi pemeriksaan dan perawatan pasien yang
memiliki pola tertentu, dan data dari Clinical Pathway selanjutnya akan menjadi
masukan bagi perhitungan pembiayaan INA CBG’s agar terjadi kendali mutu dan
b. Memanfaatkan data yang ada di lapangan rumah sakit dan kondisi setempat yaitu
data laporan morbiditas pasien yang dibuat setiap rumah sakit berdasarkan buku
petunjuk pengisian, pengolahan dan penyajian data rumah sakit dan sensus harian
untuk penetapan topik clinical pathway yang akan dibuat dan lama hari rawat.
standar prosedur operasional dan daftar standar formularium yang telah ada di
rumah sakit.
tinggi, Risiko tinggi, dan Kasus tunggal. Rumah sakit hendaknya memiliki minimal
10 Clinical pathway untuk kasus terbanyak atau 10 besar penyakit di rumah sakitnya
Sistem Costing. Tujuan dari costing adalah tercapainya efisiensi di rumah sakit
melalui pengendalian biaya (cost containtment). Hal-hal yang perlu disiapkan dalam
2. Clinical Pathway,
3. Dan penyusunan Kebijakan RS yang terkait dengan: Obat & alkes, Pemeriksaan
Untuk itu menurut Aljunid, rumah sakit perlu membentuk tim costing yang
harapan pendapatan total akan lebih besar daripada biaya yang telah dikeluarkan.
Beberapa hal yang terjadi di rumah sakit terkait dengan pelaksanaan JKN selama ini
rujukan kembali. Selama masa pengurusan rujukan biaya pasien selama 1-2
4. Alat Medik Habis Pakai (AMHP) menggunakan kualitas yang lebih rendah.
adanya moral hazard dalam tingkatan yang rendah, dan penurunan dari kualitas
yang diberikan. Dari teori tersebut dapat disimpulkan bahwa program JKN dengan
system INA CBG’s jangan dijadikan sebagai suatu ancaman, melainkan sebuah
peluang bagi rumah sakit untuk meningkatkan pendapatannya. Rumah sakit akan
mampu bertahan hidup jika mempersiapkan diri dengan baik asalkan mampu menjaga
standar mutu dan standar biaya, selanjutnya rumah sakit perlu memperhatikan
bagaimana ketiga pilar yang telah di sebutkan yaitu sistem coding, clinical pathway
dan sistem costing bisa dilaksanakan dengan baik yang tentunya perlu di dukung
dengan kebijakan yang tepat terkait obat, alkes dan pelayanan lainnya untuk
tercapainya efisiensi, karenanya kerugian yang terjadi bisa di hindari (Pribadi, 2016).
2.4. Landasan Teori
satu instrument penting dalam pengajuan dan pembayaran klaim pelayanan kesehatan
pada faskes tingkat lanjutan, dimana system INA CBG’s menjadi pilihan pada
program JKN karena dapat mengendalikan mutu dan biaya kesehatan, serta dapat
a. Komunikasi
mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran
distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas, tidak
disosialisasikan atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran,
b. Sumberdaya
dan konsisten, tetapi bila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan,
implementasi tidak akan berjalan dengan efektif. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya
tinggal di atas kertas dan menjadi dokumen saja. Sumberdaya tersebut dapat
seperti kejujuran, komitmen, kepatuhan, kerjasama tim, respon dan sifat demokratis.
Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan
kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika
implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan,
d. Struktur Birokrasi
satu dari aspek struktur yang paling penting dari setiap organisasi adalah adanya
prosedur operasi yang standar (standart operating procedures atau SOP). Dengan
menggunakan SOP, para pelaksana dapat memanfaatkan waktu yang tersedia. SOP
Komunikasi
Sumber
Daya Implementasi
Kebijakan
Disposisi
Stuktur Birokrasi
Komunikasi
1. Sistem Coding
2. Clinical Pathway
Disposisi 3. Sitem Costing
Struktur Birokrasi
2.6. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh komunikasi, sumber daya,
disposisi dan struktur birokrasi dengan implementasi kebijakan JKN tentang klaim
INA CBG’s.
BAB 3
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat analitik, penelitian
yang diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi dengan pendekatan
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas yang terkait dalam
melakukan proses klaim INA CBG’s di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan yang
berjumlah 302 orang, yang terdiri dari petugas admisi 10 orang, farmasi 8 orang, tim
casemix 10 orang, dokter umum 15 orang, dokter spesialis 63 orang, perawat UGD 14
orang, perawat ruang rawat inap 108 orang, perawat/bidan ruang persalinan 10 orang,
perawat kamar bedah dan RR (recoveri room) 21 orang, perawat ruang HD 9 orang,
petugas poliklinik 14 orang, penunjang medis (lab 13 orang, radiologi 4 orang, gizi 3
orang).
40
3.3.2. Sampel
langsung dengan pelaksanaan proses klaim INA CBG’s di rumah sakit yang telah di
acak dengan menggunakan undian. Adapun rumus untuk menghitung jumlah sampel
dalam penelitian ini peneliti menggunakan rumus Slovin dalam Ridwan, 2005 yaitu :
N
𝑛=
1 + Nd2
Di mana :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
302
𝑛=
1 + 302(0,1)2
302
𝑛=
1 + 302(0.01)
302
𝑛= = 75
4,02
Jumlah Besar
No Ruang/Unit Perhitungan
Populasi Sampel
1 Admisi 10 10/302 x 75 2
2 Farmasi 8 8/302 x 75 2
3 UGD 14 14/302 x 75 4
4 Ruang Rawat Inap 108 108/302 x 75 27
5 VK/Ruang Persalinan 10 10/302 x 75 2
6 Kamar Bedah 17 17/302 x 75 4
Tabel 3.1 (Lanjutan)
Jumlah Besar
No Ruang/Unit Perhitungan
Populasi Sampel
7 Ruang Pemulihan 4 4/302 x 75 1
8 Hemodialisa 9 9/302 x 75 2
9 Poliklinik 14 14/302 x 75 4
10 Laboratorium 13 13/302 x 75 3
11 Radiologi 4 4/302 x 75 1
12 Gizi 3 3/302 x 75 1
13 Casemix 10 10/302 x 75 2
14 Dokter Umum 15 15/302 x 75 4
15 Dokter Spesialis 63 63/302 x 75 16
Total 302 302/302 x 75 75
Dari hasil perhitungan tersebut maka jumlah sampel yang di ambil adalah
disposisi, struktur birokrasi) dan pelaksanaan klaim INA CBG’s (sistem coding,
medis dan berkas-berkas yang menyangkut tentang klaim INA CBG’s. Peniliti juga
variabel dengan skor total masing-masing variabel menggunakan uji stastik Cronbach
Alpha. Untuk mengetahui item yang valid dan tidak valid, dilihat nilai korelasi dan
dibandingkan dengan nilai Tabel Corelasi Product Moment untuk alpha 0,05 yaitu
0,361. Item yang dikatakan valid jika koefisien korelasi > 0,36. Sementara itu uji
reliabilitas menggunakan koefisien Cronbach’s Alpha, apabila nilai Alpha Cronbac >
0,6 dikatakan reliabel (Sunyoto dan Setiawan, 2013). Uji coba instrument penelitian
sebanyak 30 orang responsden, hasil uji dapat dilihat pada Tabel 3.2 :
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Komunikasi, Sumber
Daya, Disposisi dan Struktur Birokrasi
pertanyaan valid karena r hitung > r Tabel pada α=0,05. Hasil pengujian terhadap
Hasil uji validitas dan reliabilitas variabel implementasi kebijkan JKN tentang
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Implementasi Kebijakan
JKN tentang Klaim INA CBG’s
Corrected Item
No Cronbach’s
Variabel Total Ket Ket
Pertanyaan Alpha
Correlation
1 0,815 Valid 0,854 Reliabel
Implementasi
2 0,814 Valid 0,779 Reliabel
Kebijakan
3 0,713 Valid 0,816 Reliabel
JKN tentang
4 0,657 Valid 0,807 Reliabel
Klaim INA
5 0,659 Valid 0,810 Reliabel
CBG’s
6 0,818 Valid 0,853 Reliabel
Berdasarkan Tabel 3.3 terlihat hasil uji validitas menunjukkan semua
pertanyaan valid karena r hitung > r Tabel pada α=0,05. Hasil pengujian terhadap
disimpulkan item pertanyaan tentang implementasi kebijakan JKN tentang klaim INA
3.5.1. Variabel
kebijakan JKN tentang klaim INA CBG’s. Sementara variabel independen yaitu
INA CBG’s di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan, yang di tinjau dari
d. Sistem coding (proses pelaksanaan sistem coding oleh tim casemix berdasarkan
diagnosa)
f. Sistem Costing (pelaksanaan sistem costing yang dilihat dari kemampuan dan
JKN yang disampaikan oleh pihak manajer yang terkait kepada petugas lainnya
secara detail dan jelas terkait dengan pelaksanaan kebijakan JKN tentang klaim INA
CBG’s di rumah sakit. Adapun indikator dari variabel komunikasi adalah sosialisasi
3. Sumber Daya
tentang klaim INA CBG’s yang meliputi sumber daya manusia (jumlah SDM,
endoscopy dan lain-lain) dan infrastruktur rumah sakit seperti Sistem Informasi
Rumah Sakit (SIRS/EZCO) yang dapat mendukung pelaksanaan proses klaim INA
CBG’s. Adapun indikator dari variabel sumber daya adalah kecukupan dan efektivitas
4. Disposisi
petugas rumah sakit dalam menjalankan berbagai aturann atau kebijakan JKN
terutama kebijakan tentang klaim INA CBG’s di rumah sakit. Adapun indikator dari
5. Struktur Birokrasi
Adapun indikator dari variabel struktur birokrasi adalah struktur organisasi rumah
skala likert, setiap pilihan jawaban pada pertanyaan positif diberikan nilai sebagai
berikut : (a) nilai 4; (b) nilai 3; (c) nilai 2; (d) nilai 1. Pada pertanyaan negatif setiap
pilihan jawaban diberikan nilai sebagai berikut : (a) nilai 1; (b) nilai 2; (c) nilai 3; (d)
nilai 4, dimana skor terendah pada masing-masing variabel adalah 7, dan skor
tertinggi adalah 28. Menurut Pratomo dan Sudarti (1966), kategori baik apabila skor
>75% (21-28) kategori cukup 40-75% (11-20) dan kategori kurang apabila <40%
dengan tiga indikator yaitu sistem coding, clinical pathway dan sistem costing dengan
menggunakan skala Likert. Skor terendah adalah 6, dan skor tertinggi adalah 24,
Setiap pilihan jawaban diberikan nilai dengan ketentuan sebagai berikut: (a) nilai 3;
(b) nilai 2; (c) nilai 1. Pada pertanyaan negatif setiap pilihan jawaban diberikan nilai
sebagai berikut : (a) nilai 1; (b) nilai 2; (c) nilai 3; (d) nilai 4 Menurut Pratomo dan
Sudarti (1966), kategori Efektif apabila skor >75% (18-24), kategori cukup Efektif
40-75% (11-17) dan kategori tidak efektif apabila <40% (7-10) dari jumlah nilai
tertinggi variabel.
Bobot Nilai
Bobot Nilai
Variabel 1 Variabel = 7
Variabel = Indikator
Pertanyaan
Independen
Komunikasi :
1. Sangat (Baik/Jelas), Selalu 4 28
2. Baik, Jelas, Sering 3 21
3. Tidak (Baik/Jelas), Jarang 2 14
4. Sangat Tidak (Baik/Jelas), 1 7
Tidak Pernah
Sumber Daya :
1. Sangat
(Mencukupi/Memadai/Setuj 4 28
u/Perlu/Terampil/Baik
2. Mencukupi/Memadai/Setuju
/Perlu/Terampil/Baik 3 21
3. Tidak
(Mencukupi/Memadai/Setuj 2 14
u/Perlu/Terampil/Baik
4. Sangat Tidak
(Mencukupi/Memadai/Setuj 1 7
u/Perlu/Terampil/Baik
Disposisi :
1. Sangat
(Mendukung/Baik/Setuju/Pa 4 28
tuh), Selalu
2. (Mendukung/Baik/Setuju/Pa 3 21
tuh), Sering
3. Tidak 2 14
(Mendukung/Baik/Setuju/Pa
tuh), Selalu
4. Sangat Tidak 1 7
(Mendukung/Baik/Setuju/Pa
tuh), Selalu
Tabel 3.4 (Lanjutan)
Bobot Nilai
Bobot Nilai
Variabel 1 Variabel = 7
Variabel = Indikator
Pertanyaan
Struktur Birokrasi :
1. Sangat
(Setuju/Membantu/Sesuai) 4 28
Semua Tersedia, Selalu
2. Setuju/Membantu/SesuaiT 3 21
ersedia, Sering
3. Tidak 2 14
(Setuju/Membantu/Sesuai),
Sebahagian, Jarang
4. Sangat Tidak 1 7
(Setuju/Membantu/Sesuai)
Tidak Pernah (Tersedia)
Dependen :
Pelaksanaan Klaim INA
CBG’S
1. Selalu, Sangat Baik, Sudah 4 24
(Memiliki/Berjalan dengan
sangat Baik)
2. Sering, Baik, Ragu-Ragu, 3 18
Berjalan dengan Baik)
3. Jarang-Jarang, Tidak Baik, 2 12
Tidak Tahu, Tidak Berjalan
dengan Baik)
4. Tidak Pernah, Sangat Tidak 1 6
Baik, Tidak Memiliki,
Berjalan Sangat Tidak Baik
Metode analisa pada penelitian ini menggunakan analisis statistik uji regresi
linier berganda, namun sebelum peneliti melakukan uji statistik uji regresi linier
tabulasi silang antar variabel penelitian serta melakukan uji asumsi (eksistensi,
HASIL PENELITIAN
Rumah Sakit Islam Malahayati adalah Rumah Sakit Umum Swasta yang
bergerak dalam bidang pelayanan medis atau kesehatan masyarakat, dengan maksud
dan tujuannya adalah untuk membantu pemerintah serta melayani masyarakat dalam
Rumah Sakit ini berkembang menjadi Rumah Sakit Umum Swasta yang berada di
lingkungan Yayasan Rumah sakit Islam Malahayati dan berada di bawah pimpinan
direktur RSIM.
kamar Bedah yang dianggap sebagai awal dibangunnya Rumah Sakit Islam
Malahayati, bertepatan dengan Tahun Baru Hijriah 1 Muharam 1395 H (14 Januari
1975) Rumah Sakit ini diresmikan oleh Gubernur Sumatera Utara yang pada waktu
itu dijabat oleh Alm. Bapak Marah Halim dengan nama RS. Islam Malahayati.
Nama Malahayati dipilih setelah melalui seleksi yang ketat dalam rapat
pengurus. Malahayati adalah nama seorang laksamana wanita Aceh yang melawan
kaitannya dengan pentingnya arti sebuah kesehatan bagi manusia. Bila ditinjau dari
bahasa Arab, kata Malahayati sesungguhya rangkaian dua kata, yaitu Maal yang
berarti harta atau kekayaan dan Hayaati yang berarti hidupku. Jadi Malahayati adalah
sikap dan prilaku pelayanan medis maupun non medis secara Islami serta kepuasan
pasien. Dalam langkah dan geraknya Rumah sakit Islam Malahayati berpedoman
mendatang dan visi selalu berpijak pada kondisi, potensi, tantangan dan hambatan
yang ada. Sehubungan dengan analisis dan pendalaman tersebut, maka ditetapkanlah
Misi adalah sesuatu yang harus dilaksanakan, agar tujuan organisasi dapat
terlaksana dan berhasil dengan baik. Dengan persyaratan misi tersebut diharapkan
diperoleh di masa mendatang. Dari gambaran tersebut maka ditetapkan misi RS Islam
berikut :
YAYASAN
RS. ISLAM MALAHAYATI
DEWAN
PENGAWAS
DIREKTUR
SEKSI SEKSI SUB. BAGIAN SUB. BAGIAN SDM SUB. BAGIAN SUB. BAGIAN SUB BAGIAN SUB BAGIAN SUB BAGIAN
KEPERAWATAN PENUNJANG RUMAH & HUKUM DAN VERIFIKASI & ANGGARAN & MARKETING PENGADAAN
MEDIS TANGGA PENGEMBANGAN HUMAS AKUNTANSI MOBILISASI DAN LOGISTIK
DAPERLENGKAP DANA
AN
Adapun sumber daya manusia yang ada di RS. Islam Malahayati ada
1. Medis
2. Keperawatan
3. Non Keperawatan
4. Non Kesehatan
Berikut ini bagan dari sumber daya manusia di Rumah Sakit Islam Malahayati :
84
110
Medis
Keperawatan
Non Keperawatan
Non Kesehatan
60
184
110
Dari diagram di atas dapat di lihat bahwa sumber daya manusia di Rumah
sakit Islam Malahayati terdiri dari tenaga medis yang berjumlah 84 orang, tenaga
kelamin, umur, unit/ruangan, pendidikan, jabatan, masa kerja dan dapat di lihat di
bawah ini :
Karakteristik Responden f %
Jenis Kelamin
Laki-Laki 26 34,7
Perempuan 49 65,3
Umur
20 - 25 Tahun 16 21,3
26 - 35 Tahun 36 48,0
36 - 45 Tahun 11 14,7
46 - 55 Tahun 8 10,7
56 - 65 Tahun 3 4,0
>65 Tahun 1 1,3
Unit Ruangan
Admisi 2 2,7
Farmasi 2 2,7
UGD 7 9,3
Rawat Inap 36 48,0
Kamar Bersalin 5 6,7
Kamar Bedah 4 5,3
Ruang Pemulihan 1 1,3
Hemodialisa 2 2,7
Poliklinik 9 12,0
Tabel 4.1 (Lanjutan)
Karakteristik Responden f %
Laboratorium 3 4,0
Radiologi 1 1,3
Gizi 1 1,3
Casemix 2 2,7
Pendidikan
SMA/SMK/SPK/MA 7 9,3
Diploma 39 52,0
Sarjana/Profesi 13 17,3
Magister/Spesialis 16 21,3
Jabatan
Staf/Bidan/Perawat Pelaksana 38 50,7
Chief/Penanggung Jawab Shift 10 13,3
Kepala Unit/Ruangan 7 9,3
Dokter Umum 4 5,3
Dokter Spesialis 16 21,3
Masa Kerja
1 - <6 Tahun 36 48,0
6 - <9 Tahun 5 6,6
9 - <12 Tahun 8 10,7
12 - <15 Tahun 11 14,7
15 - <18 Tahun 5 6,6
18 - <21 Tahun 2 2,7
21 - <24 Tahun 5 6,7
>24 Tahun 3 4,0
adalah unit rawat inap sebanyak 36 orang (48%), mayoritas pendidikan responden
orang yang meliputi komunikasi, sumber daya, disposisi, struktur birokrasi dan
4.3.1 Komunikasi
Rumah Sakit Islam Malahayati sudah terlaksana dengan cukup baik, sementara itu
dengan peraturan/kebijakan klaim INA CBG’s juga sudah terlaksana dengan cukup
baik.
Kategori
No Komunikasi Baik Cukup Kurang Total
n % n % n % N %
1 Sosialisasi tentang klaim 21 28,0 40 53,3 14 18,7 75 100
INA CBG’s
2 Kejelasan Informasi 21 28,0 36 48,0 18 24,0 75 100
tentang peraturan /kebijkan
yang terkait dengan klaim
INA CBG’s
Hal ini sejalan dengan hasil wawancara peneliti dengan coordinator casemix
Hasil pengukuran komunikasi petugas rumah sakit yang terkait dengan klaim
INA CBG’s kemudian dikategorikan dan diperoleh hasil bahwa mayoritas responden
No Komunikasi f %
1. Baik 21 28,0
2. Cukup 43 57,3
3. Kurang 11 14,7
Jumlah 75 100,0
diketahui bahwa kecukupan dan efektifitas sumber daya yang mendukung proses
klaim INA CBG’s mayoritas pada kategori cukup sebanyak 52 responden (69,3%),
ketrampilan/kehandalan sumber daya (petugas yang terkait dengan proses klaim INA
CBG’s) mayoritas juga pada kategori cukup sebanyak 51 responden (68,0%), dan
Kategori
No Sumber Daya Baik Cukup Kurang Total
n % n % n % N %
1 Kecukupan dan efektifitas 18 24,0 52 69,3 5 6,7 75 100
sumber daya
2 ketrampilan/kehandalan 17 22,7 51 68,0 7 9,3 75 100
sumber daya
Hal ini sejalan dengan hasil wawancara peneliti dengan Kasubag SDM & P
Rumah Sakit Islam Malahayati didapat bahwa jumlah SDM sudah mencukupi, sarana
prasarana juga sudah cukup baik, walaupun masih banyak yang harus di tingkatkan
lagi seperti jaringan internet yang sering terganggu dan mati mendadak, alat-alat
bahwa mayoritas responden mengatakan sumber daya Rumah Sakit Islam Malahayati
Medan sudah cukup baik sebanyak 42 responden (56,0%) dan dapat di lihat pada
tabel 4.5 :
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kategori Sumber Daya Petugas yang Terkait
dengan Klaim INA CBG’s di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan
No Sumber Daya f %
1. Baik 24 32,0
2. Cukup 42 56,0
3. Kurang 9 12,0
Jumlah 75 100,0
4.3.3 Disposisi
diketahui bahwa pihak rumah sakit yang mendukung progam klaim INA CBG’s
mayoritas pada kategori cukup sebanyak 60 orang (80,0%), sementara itu komitmen,
kerja sama dan kepatuhan petugas tentang pelaksanaan klaim IN ACBG’s juga pada
kategori cukup sebanyak 56 orang (74,7%) dan dapat di lihat pada tabel 4.6 :
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Indiaktor Disposisi Petugas yang Terkait dengan
Klaim INA CBG’s di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan
Kategori
No Disposisi Baik Cukup Kurang Total
n % n % n % N %
1 Dukungan 12 16,0 60 80,0 3 4,0 75 100
2 Komitmen, kerja sama 14 18,7 56 74,7 5 6,7 75 100
dan kepatuhan
casemix di Rumah Sakit Islam Malahayati didapat bahwa dalam pelaksanaan klaim
INA CBG’s masih terdapat kendala-kendala seperti dokter spesialis yang kurang
mematuhi peraturan, misalnya dalam megisi resume medis sering tidak lengkap,
pasien sudah lama pulang tapi rekam medisnya tidak di isi, dalam meresep obat-
obatan sebagian dokter ada yang meresep obat di luar DPHO, perawat memulangkan
rekam medis kepada casemix dalam keadaan tidak lengkap, hasil pemeriksaan juga
tidak dilampirkan.
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Kategori Disposisi Petugas yang Terkait dengan
Klaim INA CBG’s di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan
No Disposisi f %
1. Baik 32 42,7
2. Cukup 38 50,7
3. Kurang 5 6,7
Jumlah 75 100,0
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan kepala keperawatan dan
sekretaris komite medik didapat bahwa tingkat kepatuhan atau komitmen petugas
dalam mengimplementasi klaim INA CBG’s harus didukung oleh fakor financial atau
kesejahteraan karyawan, seperti rumah sakit harus menjalankan sistem remun yang
lebih baik terutama dalam pemberian jasa medis dan pemberian reward kepada
petugas yang berprestasi agar karyawan-karyawan lebih bersemangat dalam
menjalankan implementasi klaim INA CBG’s.
4.3.4 Struktur Birokrasi
mayoritas pada kategori cukup sebanyak 57 orang (76,0%), dan pelaksanaan SOP
mayoritas juga pada kategori cukup sebanyak 51 orang (68,0%) dan dapat di lihat
Kategori
No Strutur Birokrasi Baik Cukup Kurang Total
n % n % n % N %
1 Struktur organisasi 12 16,0 61 81,3 2 2,7 75 100
rumah sakit
2 Ketersediaan SOP 9 12,0 57 76,0 9 12,0 75 100
3 Pelaksanaan SOP 12 16,0 51 68,0 12 16,0 75 100
Sementara itu berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Kasubag SDM &
SOP pada hampir setiap butir-butir tindakan atau pekerjaan yang akan dilakukan.
INA CBG’s dan peningkatan pelayanan kesehatan atau mutu pelayanan rumah sakit
yang akan mempengaruhi tingkat BOR yang dapat meningkatkan potensi pendapatan
rumah sakit. Dalam hal ini struktur birokrasi yang dimaksud lebih berfokus kepada
birokrasi di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan sudah cukup baik sebanyak 53
No Struktur Birokrasi f %
1. Baik 13 17,3
2. Cukup 53 70,7
3. Kurang 9 12,0
Jumlah 75 100,0
bahwa pelaksanaan sistem coding di Rumah Sakit Islam Malahayati mayoritas pada
pada kategori cukup sebanyak 48 orang (64,0%), dan pelaksanaan sistem costing
mayoritas juga pada kategori cukup sebanyak 51 orang (68,0) dan dapat di lihat pada
tabel 4.10 :
Implementasi Kategori
No Kebijakan Klaim Baik Cukup Kurang Total
INA CBG’s n % n % n % N %
1. Sitem coding 11 14,6 60 80,0 4 5,4 75 100
2. Clinical pathway 19 25,3 48 64,0 8 10,7 75 100
3. Sistem costing 19 25,3 51 68,0 5 6,7 75 100
Hal ini sejalan dengan hasil wawancara peneliti dengan koordinator casemix
di Rumah Sakit Islam Malahayati didapat bahwa pelaksanaan sistem coding dan
costing sudah cukup baik, sementara itu clinical pathway yang tersedia di rumah sakit
hanya satu clinical pathway yaitu SC, namun rumah sakit pernah membuat beberapa
clinical pathway, dan baru satu clinical pathway yang terlaksana dengan cukup baik.
Meskipun demikian dalam pelaksanaan klaim INA CBG’s rumah sakit masih saja
mengalami kendala-kendala lain seperti dokter DPJP menulis diagnose tidak lengkap
dan tulisan susah dibaca, hasil-hasil penunjang tidak dilampirkan, sehingga dapat
Medan sudah terlaksana cukup efektif sebanyak 36 orang (48,0%), namun walaupun
demikian masih ada hal-hal yang harus di perbaiki, seperti alur klaim yang kurang
tertib sampai ke proses klaim yang sering terlambat sampai ke resiko gagal klaim
yang dapat memengaruhi biaya operasional rumah sakit. Adapun hasil penelitian
No Struktur Birokrasi f %
1. Efektif 27 36,0
2. Cukup Efektif 36 48,0
3. Kurang Efektif 12 16,0
Jumlah 75 100,0
struktur birokrasi) dengan implementasi kebijakan JKN tentang klaim INa CBG’s di
statistik diperoleh nilai p value < α (0,000 < 0,05), sehingga ada hubungan antara
kebijakan JKN; Dari 24 responden dengan sumber daya yang baik, 12 orang
nilai p value < α (0,000 < 0,05), sehingga ada hubungan antara sumber daya
JKN; dan sebanyak 5 orang dengan disposisi yang kurang baik, 4 orang (80,0%)
statistik diperoleh nilai p value < α (0,001< 0,05), sehingga ada hubungan antara
kebijakan JKN dengan baik; dan sebanyak 9 orang dengan birokrasi yang kurang
dengan baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value < α (0,000 < 0,05),
angka yang valid, maka persamaan yang dihasilkan harus memenuhi asumsi-asumsi
yang dipersyaratkan uji regresi linier berganda. Adapun hasil-hasil ujinya sebagai
berikut :
Hasil uji tersebut (lihat lampiran halaman 138) menunjukkan angka residul
dengan mean 0,000 dan standar deviasi 0,579, dengan demikian asumsi
eksistensi terpenuhi.
2. Asumsi Independensi
Durbin Watson. Hasil uji Coeffisien Durbin Watson (lihat lampiran pada
3. Asumsi Linieritas
Untuk mengetahui asumsi linier dapat diketahui dari uji ANOVA, dari hasil uji
tersebut (lihat lampiran pada halaman 136 ) didapat nilai ANOVA <0,001, berarti
4. Asumsi Homoscedascity
Dari hasil plot (lihat lampiran pada halaman 142) terlihat tebaran titik mempunyai
pola yang sama antara titik-titik di atas dan di bawah garis diagonal 0, dengan
5. Asumsi Normalitas
bebas, dapat diketahui dari normal P-P Plot residual dan grafik histogram, hasil
uji tersebut (lihat lampiran pada halaman 139) terbukti bahwa bentuk berdistribusi
6. Diagnostik Multicollinearity
Dari hasil uji asumsi diagnostik multicollinearity (lihat lampiran pada halaman
137) didapat nilai VIF (varian inflation factor) tidak lebih dari 10, dengan
independen.
Dari hasil uji asumsi dan uji kolinearitas ternyata semua terpenuhi sehingga
sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi dengan implementasi kebijakan JKN
tentang klaim INA CBG’s di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan Tahun 2016
analisis multivariate.
kebijakan JKN tentang klaim INA CBG’s dilakukan dengan metode stepwise dengan
nilai signifikansi masing-masing variabel p < 0,05, namun secara parsial variabel
paling dominan memengaruhi implementasi kebijkan JKN tentang klaim INA CBG’s
di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan adalah variabel sumber daya dengan nilai B
= 0,398 dan komunikasi dengan nilai B = 0,352 dengan syarat variabel lain di anggap
constan, artinya setiap penambahan satu poin pada variabel sumber daya maka dapat
meningkatkan pelaksanaan klaim INA CBG’s sebesar 35,2%, dan setiap ada
0,206 berturut-turut adalah konstanta X1, X2, X3, dan X4, sehingga apabila
variabel bebas X1, X2, X3, dan X4 sama dengan nol maka nilai Y adalah 0,426.
INA CBG’s. Hal ini menunjukkan bahwa naiknya varaibel komunikasi akan
komunikasi sebesar satu persen, maka akan manaikkan variabel implementasi klaim
INA CBG’s sebesar 0,352 persen, dengan asumsi bahwa variabel sumber daya (X2),
disposisi (X3), dan struktur birokrasi (X4) tetap pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Nilai koefesien variabel sumber daya (X2) sebesar 0,398, berarti bahwa
klaim INA CBG’s. Hal ini menunjukkan bahwa naiknya varaibel sumber daya akan
sumber daya sebesar satu persen, maka akan manaikkan variabel implementasi klaim
INA CBG’s sebesar 0,398 persen, dengan asumsi bahwa variabel komunikasi (X1),
disposisi (X3), dan struktur birokrasi (X4) tetap pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Nilai koefesien variabel disposisi (X3) sebesar 0,152, berarti bahwa variabel
CBG’s. Hal ini menunjukkan bahwa naiknya varaibel disposisi akan menaikkan
implementasi klaim INA CBG’s (Y). Jika terjadi kenaikan variabel disposisi sebesar
satu persen, maka akan manaikkan variabel implementasi klaim INA CBG’s sebesar
0,152 persen, dengan asumsi bahwa variabel komunikasi (X1), sumber daya (X2),
Nilai koefesien variabel struktur birokrasi (X4) sebesar 0,206, berarti bahwa
klaim INA CBG’s. Hal ini menunjukkan bahwa naiknya varaibel struktur birokrasi
akan menaikkan implementasi klaim IN ACBG’s (Y). Jika terjadi kenaikan pada
variabel struktur birokrasi, maka akan manaikkan variabel implementasi klaim INA
CBG’s sebesar 0,206 persen, dengan asumsi bahwa variabel komunikasi (X1),
sumber daya (X2), disposisi (X3) tetap pada tingkat kepercayaan 95 persen.
struktur birokrasi terhadap implementasi kebijakan JKN tentang klaim INA CBG’s di
Rumah Sakit Islam Malahayati Medan dapat di lihat pada tabel 4.13 berikut ini.
Tabel 4.13 Pengaruh Faktor Komunikasi, Sumber daya, Disposisi, dan Struktur
Birokrasi Terhadap Implementasi Kebijakan JKN Tentang Klaim INA CBG’s
di Rumah Sakit Islam Malahayati
variabel implementasi kebijakan JKN tentang klaim INA CBG’s sebesar 26,1%,
sedangkan sisanya dijelaskan oleh varaibel lain. Dari hasil uji statistik (lihat kotak
ANOVA pada lampiran halaman 136) didapatkan p value = <0,001 berarti persamaan
garis regresi secara keseluruhan sudah signifikan. Namun secara parsial variabel
PEMBAHASAN
5.1 Implementasi Kebijakan JKN Tentang Klaim INA CBG’s di Rumah Sakit
Islam Malahayati Tahun 2016
pelaksanaan suatu kebijakan yang telah di buat oleh Pemerintah terkait dengan
pembiayaan kesehatan dari program JKN yang disebut dengan klaim INA CBG’s.
Klaim INA CBG’s adalah metode pembayaran prospektif yang merupakan metode
pembayaran yang dilakukan atas layanan kesehatan yang besarannya sudah diketahui
CBG’s dapat mengendalikan mutu dan biaya. Implementasi kebijakan JKN tentang
klaim INA CBG’s dalam penelitian ini dapat di lihat dari aspek pelaksanaan sistem
Malahayati sudah berjalan dengan cukup baik, namun clinical Pathway masih belum
bisa berjalan denga baik, di karenakan clinical pathway yang terdapat di Rumah Sakit
Islam Malahayati yang berjalan hanya ada satu clinical pathway yaitu clinical
pathway SC (Sectio Caesar) sehingga pelaksanaan klaim INA CBG’s juga belum
bisa terlaksana dengan sempurna. Hal ini juga sejalan dengan hasil wawancara
peneliti dengan manajemen Rumah Sakit Islam Malahayati pada survey awal yang
mengatakan bahwa implementasi kebijakan JKN tentang klaim INA CBG’s belum
sepenuhnya berjalan secara efektif. Dari hasil wawancara peneliti dengan koordinator
casemix juga didapat bahwa pelaksanaan klaim INA CBG’s sudah cukup baik,
Pelaksanaan sistem coding dan costing juga sudah cukup efektif, walaupun masih
koderpun susah membuat codingannya, serta clinical pathway yang tersedia hanya
satu clinical pathway saja sehingga hal tersebut menjadi kendala dalam pelaksanaan
costing.
Menurut Mohammad Aljunid yang di kutip oleh Pribadi, (2016) Rumah sakit
besar penyakit di rumah sakit. Sistem costing yang berjalan di Rumah Sakit Islam
Malahayati sudah berjalan dengan cukup baik. Di mana Tujuan dari costing adalah
(Pribadi, 2016).
pelaksanaan kebijakan JKN tentang klaim INA CBG’s sudah terlaksana dengan
cukup baik, namun walaupun demikian Rumah Sakit Islam Malahayati hendaknya
karena Dokter dan Koder mempunyai peran yang penting dalam penerapan sistem
kode INA CBG’s, karena diagnosa dan prosedur atau tindakan yang telah dituliskan
oleh dokter selanjutnya diberi kode yang sesuai berdasarkan pada ICD-10 & ICD 9-
CM oleh coder.
Kesalahan dalam pemberian kode diagnosa dan prosedur akan memengaruhi
klaim pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pada pelaksanaan Sistem costing rumah
sakit hendaknya dapat meningkatkan lagi ketrampilan dan kehandalan petugas tim
dengan harapan pendapatan total akan lebih besar daripada biaya yang telah
dikeluarkan, selain itu rumah sakit juga hendaknya dapat menyediakan clinical
pathway lebih banyak lagi agar pelaksanaan klaim INA CBG’s dapat terlaksana
karena Clinical Pathway akan menjadi acuan untuk informasi perhitungan unit cost
sehingga hal tersebut dapat mengendali mutu dan biaya rumah sakit lebih optimal
lagi.
Mengacu pada hasil stastik tersebut dapat dijelaskan bahwa semakin baik peran
komunikasi maka semakin baik implementasi kebijakan JKN tentang klaim INA
CBG’s, sebaliknya semakin tidak baik peran komunikasi maka semakin tidak baik
Hal ini sejalan dengan teori Edward III (1980) yang mengatakan bahwa
terhadap implementasi.
dalam bidangnya, termasuk juga terampil dalam berkomunikasi, dibuktikan dari hasil
penelitian tentang sosialisasi tentang klaim INA CBG’s didapat bahwa terlaksana
dengan cukup baik, dan segala informasi tentang peraturan/kebijakan yang terkait
dengan klaim INA CBG’s juga disampaikan dan di terima dengan cukup jelas oleh
petugas, namun hal tersebut masih dapat di optimalkan lagi dengan lebih baik dengan
implementasi kebijakan JKN tentang klaim INA CBG’s dapat terlaksana dengan
mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran
jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka
pedoman bagi petugas Rumah Sakit Islam Malahayati dalam melaksanakan klaim
INA CBG’s agar terlaksana dengan baik. Implementasi kebijakan akan berjalan
efektif bila mereka yang melaksanakan keputusan mengetahui apa yang harus mereka
komunikasi harus dapat ditingkatkan lebih baik lagi dengan mengikuti pelatihan,
seminar dan workshop agar petugas lebih berkompeten dalam menyampaikan dan
menerima suatu informasi yang berkaitan dengan implementasi klaim INA CBG’s.
linier berganda didapatkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara variabel
sumber daya dengan implementasi kebijakan JKN tentang klaim INA CBG’s.
Mengacu pada hasil uji statistik tersebut dapat dijelaskan bahwa semakin menurun
kualitas dan kuantitas sumber daya maka pelaksanaan kebijakan JKN tentang klaim
INA CBG’s semakin tidak baik, sebaliknya semakin meningkat kualitas dan kuantitas
bahwa jumlah SDM sudah mencukupi, hanya saja masih ada sebagian karyawan yang
kurang patuh terhadap peraturan/kebijakan yang sudah dibuat. Sarana prasarana juga
sudah cukup baik, walaupun masih banyak yang harus di tingkatkan lagi seperti
jaringan internet yang sering terganggu dan mati mendadak, alat-alat penunjang
medis seperti endoscopy, CT.Scan belum tersedia di rumah saki (Kasubag SDM & P,
32 tahun).
Hal ini sejalan dengan penelitian Wahyudin dkk, 2016 yang menyatakan
bahwa dimensi sumber daya dengan tingkat signifikasi 0,000 dan standar koefisien
0,208 menggambarkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara kecukupan staf
atau tenaga kesehatan serta ketersediaan fasilitas atau sarana prasarana yang memadai
Adnan, 2016 juga menyatakan bahwa sumber daya berpenguruh positif terhadap
implementasi kebijakan. Ini sesuai dengan teori Edward III (1980) yang menyatakan
bahwa sumberdaya memengaruhi implementasi. Hal ini juga sesuai dengan penelitian
Hardhinawati, (2012) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi
RSUD Wangaya Bali didukung oleh faktor yang paling dominan berpengaruh yaitu
sumber daya.
Rumah Sakit Islam Malahayati memiliki karyawan yang sudah cukup baik,
baik itu skill, ketrampilan dan kemampuan dalam melakukan pekerjaannya termasuk
dalam pelaksananaan klaim INA CBG’s, namun kualitas SDM yang mungkin masih
perlu ditingkatkan lagi, begitu juga denga fasilitas sarana prasarana yang mungkin
masih kurang lengkap seperti alat CT.Scan, endoscopi, PICU, NICU yang belum
tersedia di rumah sakit, sehingga jika ada pasien yang membutuhkan alat tersebut
Implementasi suatu kebijakan atau program perlu didukung oleh sumber daya,
baik sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya. Keberhasilan proses
implementasi suatu kebijakan atau program juga dipengaruhi oleh kemampuan dalam
mengolah dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara optimal. Ketersediaan
dan kemampuan staf adalah indikator sumber daya yang paling penting dalam
implementasi suatu kebijakan atau program salah satunya disebabkan oleh karena staf
jumlah staf dan implementor saja tidak cukup, tetapi diperlukan juga kecukupan staf
dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam
diinginkan oleh kebijakan maupun program itu sendiri. Selain ketersediaan dan
kemampuan staf, ada pula beberapa sumber daya lainnya yang perlu diperhatikan
dalam proses implementasi suatu kebijakan atau program yaitu fasilitas atau sarana
dan prasarana. Fasilitas juga merupakan faktor yang penting dalam indikator
memiliki staf yang mencukupi, mengerti apa yang harus dilakukan dan memiliki
wewenang untuk melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung
berupa sarana dan prasarana maka implementasi suatu kebijakan atau program
secara jelas dan konsisten, tetapi bila implementor kekurangan sumber daya untuk
melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan dengan efektif, tanpa sumber daya,
kebijakan hanya tinggal di atas kertas dan menjadi dokumen saja. Sumber daya
tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni ketrampilan dan kehandalan
daya (staf) sudah memiliki skill atau ketrampilan yang baik, namun jumlah SDM
yang perlu ditambahkan lagi sesuai dengan kebutuhan di lapangan, sedangkan sarana
dan prasarana serta infrastruktur sudah cukup memadai, namun masih perlu
ditingkatkan lagi agar pelaksanaan kebijakan JKN tentang klaim INA CBG’s dapat
signifikan terhadap implementasi kebijkan JKN tentang klaim INA CBG’s. Mengacu
pada hasil stastik tersebut dapat dijelaskan walaupun disposisi berjalan dengan baik
belum tentu implementasi kebijakan JKN tentang klaim INA CBG’s berjalan dengan
baik. Pada penelitian ini bukan berarti variabel disposisi tidak penting dalam
pelaksanaan kebijakan JKN tentang klaim INA CBG’s, namun ada variabel lain yang
lebih dominan berpengaruh pada implementasi kebijakan JKN tentang klaim INA
Hal ini sejalan dengan penelitian Adnan, 2016 yang menyatakan bahwa
sesuai dengan teori Edward, 1980 yang menyatakan bahwa disposisi berpengaruh
Hal ini kemungkinan terjadi karena disposisi berupa dukungan, komitmen dan
kerja sama petugas belum berjalan secara optimal seperti sebagian dokter spesialis
terkait klaim INA CBG’s, sebagian dokter spesialis kurang patuh dalam mengisi
resume medis secara lengkap dengan tulisan yang mudah di baca, sebagian dokter
spesialis merujuk atau mengirim pasiennya ke rumah sakit sering tidak mengikuti
Berdasarkan hasil survey awal penliti juga didapat bahwa di Rumah Sakit
Islam Malahayati pelaksanaan klaim INA CBG’s belum berjalan secara efektif, hal
BPJS dan rekam medis sering dalam keadaan tidak lengkap, sehingga membutuhkan
waktu yang lebih lama lagi dalam melakukan proses klaim, karena rekam medis harus
klaim susulan. Contoh lainnya seperti petugas admisi sering menerima pasien BPJS
rawat inap kiriman dari dokter spesialis dengan berkas yang tidak lengkap dan tidak
sesuai prosedur, dimana kelengkapan berkas dapat memengaruhi proses klaim, biaya
atau besaran klaim/tarif sampai dengan gagal klaim yang berdampak pada biaya
Hal ini juga sejalan dengan hasil wawancara peneliti dengan coordinator
casemix didapat bahwa kepatuhan, komitmen/kerja sama tim sudah cukup baik,
namun tetap harus ditingkatkan lagi agar lebih baik lagi, sehingga tidak ada lagi
dokter spesialis yang megisi resume medis yang tidak lengkap, dokter spesialis tidak
lengkap sehingga pelaksanaan klaim INA CBG’s juga terlaksana dengan lebih baik
lagi.
Berdasarkan hasil observasi dan telaah dokumen yang peneliti lakukan pada
survey awal juga didapat bahwa total klaim JKN tarif INA CBG’s rawat inap tahun
kerugian rawat inap tahun 2014 adalah 5,541,981,149,00, dan rawat jalan adalah
140,036,685,00. Total klaim JKN tarif INA CBG’s rawat inap tahun 2015 adalah
inap tahun 2015 adalah 4,581,049,316,00, dan rawat jalan adalah 124,145,476,00
dan kerja sama petugas belum terlaksana secara optimal di karenakan sistem reward
implementasi JKN tentang klaim INA CBG’s di Rumah Sakit Islam Malahayati
Medan.
seperti dukungan, komitmen, kerjasama tim, respon dan sifat demokratis. Apabila
implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan
kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika
implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan,
maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif Edwards, (1980).
umum disposisi sudah berjalan dengan cukup baik, namun walaupun demikian
disposisi bukan menjadi suatu faktor pendorong pada pelaksanaan kebijakan JKN
tentang klaim INA CBG’s, namun ada faktor lain yang lebih dominan yaitu faktor
linier berganda didapatkan bahwa secara parsial struktur birokrasi tidak berpengaruh
signifikan terhadap implementasi kebijkan JKN tentang klaim INA CBG’s. Mengacu
pada hasil stastik tersebut dapat dijelaskan walaupun struktur birokrasi berjalan
dengan baik belum tentu implementasi kebijakan JKN tentang klaim INA CBG’s
berjalan dengan baik. Pada penelitian ini bukan berarti variabel struktur birokrasi
tidak penting dalam pelaksanaan kebijakan JKN tentang klaim INA CBG’s, namun
ada variabel lain yang lebih dominan berpengaruh pada implementasi kebijakan JKN
casemix didapat bahwa semua SOP sudah tersedia, pelaksanaanya juga cukup baik
walaupun masih ada sebagian petugas yang kurang mengaplikasikan SOP pada
pekerjaannya.
Hal ini tidak sejalan dengan teori Edward, (1980) yang menyatakan bahwa
berbeda dengan penellitian Adnan, 2016 yang menyatakan bahwa struktur birokrasi
Rumah Sakit Islam Malahayati memiliki struktur organisasi yang cukup baik
sesuai kualifikasi, beban kerja dan tanggung jawab, SOP juga tersedia dengan cukup
rapi, serta pelaksanaan SOP juga terlaksana dengan cukup baik, namun walaupun
demikian birokrasi harus dapat ditingkatkan lagi agar lebih baik terutama pada
pelaksanaan SOP seperti bekerja atau memberi pelayanan serta merujuk dan
adanya kerjasama banyak orang, ketika stuktur birokrasi tidak kondusif pada
kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan menyebabkan sumber daya-sumber daya
pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan
secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik dan melakukan setiap
memanfaatkan waktu yang tersedia. SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor
birokrasi sudah berjalan dengan cukup baik, namun walaupun demikian disposisi
bukan menjadi suatu faktor pendorong pada pelaksanaan kebijakan JKN tentang
klaim INA CBG’s, namun ada faktor lain yang lebih dominan yaitu faktor sumber
Hasil penelitian ini berimplikasi bagi rumah sakit karena dengan pelaksanaan
klaim INA CBG’s yang tidak efektif atau buruk maka pendapatan rumah sakit akan
menurun sehingga akan mengalami kerugian yang berdampak pada biaya operasional
rumah sakit dan pelayanan kesehatan. Hal tersebut berimplikasi terhadap peran
dibutuhkan yang terkait dengan pelaksanaan klaim INA CBG’s secara berkala, dan
meningkatkan sarana prasarana lebih baik lagi, serta menjalankan sistem reward bagi
disposisi serta meningkatkan struktur birokrasi agar lebih baik lagi dalam
5.6.2 Implikasi terhadap petugas yang terkait dengan pelaksanaan proses klaim
INA CBG’s di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan
klaim INA CBG’s di Rumah Sakit Islam Malahayati. petugas/karyawan yang terkait
diberikan pelatihan oleh pihak rumah sakit untuk meningkatkan komunikasi atau
sosialisasi tentang peraturan/kebijakan secara baik dan jelas, sehingga tidak terjadi
miss komunikasi, dan pesan atau peraturan yang disampaikan dapat diterima secara
baik dan menyeluruh, selain itu dengan terlaksananya sistem reward bagi petugas
yang berprestasi dan sistem remunerasi maka petugas/karyawan pasti akan lebih
implementasi kebijakan JKN tentang klaim INA CBG’s, dengan demikian maka
klaim IN ACBG’s dapat dilakukan secara tepat waktu setiap bulannya, serta dapat
menghindari gagal klaim yang berakibat terjadinya kerugian bagi rumah sakit yang
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka skema hasil penelitian dapat dilihat pada
implementasi kebijakan JKN tentang klaim INA CBG’s, sehingga pada hasil
2. Keterbatasan waktu dalam penelitian ini membuat peneliti tidak dapat melakukan
6.1 Kesimpulan
bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa komunikasi, sumber daya, disposisi dan
kebijakan JKN tentang klaim INA CBG’s, namun secara parsial hanya variabel
kebijakan JKN tentang klaim INA CBG’s di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan.
6.2 Saran
tetap mempertahankan dan meningkatkan komunikasi yang lebih baik, sumber daya
yang handal dan profesionalisme, komitmen dan kerja sama yang lebih baik serta
1. Komunikasi yaitu dengan cara Rumah Sakit Islam Malahyati memberi atau
2. Sumber Daya yaitu dengan cara Rumah Sakit Islam Malahayati meningkatkan
ketrampilan, kehandalan dan skill staf dan karyawan dengan lebih baik dengan
parasarana yang lebih baik dan lebih memadai lagi di Rumah Sakit Islam
Malahayati Medan.
3. Disposisi yaitu dengan cara Rumah Sakit Islam Malahayati agar meningkatkan
ada di Rumah Sakit Islam Malahayati terutama peraturan yang terkait dengan
kliam INA CBG’s agar agar pelaksanaannya dapat terlaksana dengan baik tanpa
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti banyaknya klaim susulan, gagal
klaim yang dapat merugikan rumah sakit dengan cara memberi reward bagi
4. Struktur birokrasi yaitu dengan cara Rumah Sakit Islam Malahayati agar
kemampuan dan beban kerja lebih baik lagi, serta melakukan monitoring dan
evaluasi terhadap petugas, dan diharapkan kepada seluruh karyawan agar bekerja
sesuai dengan SOP agar output yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. 2014. Info BPJS Kesehatan Media Internal
Resmi BPJS Kesehatan Edisi VIII. Jakarta.
Depkes RI, 2009. Sistem Kesehatan Nasional (Bentuk dan Cara Penyelenggaraan
Pembangunan Kesehatan). Jakarta.
Jauharin, 2014. Faktor Faktor Ynag Mempengaruhi Selisih Tarif Rawat Inap Ina
Cbg’s Dengan Tarif Rumah Sakit Pasien Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) Di RSUD Leuwiliang Periode Januari April 2014. Tesis Pasca
Sarjana Universitas Indonesia. Jakarta.
Kemenkes RI, 2014 Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: Bakti Husada.
Maharani, 2016. Penyakit Terkait Rokok Paling Banyak Sedot Dana BPJS. Diakses 16 maret
2017;
http://health.kompas.com/read/2016/07/30/080000723/Penyakit.Terkait.R
okok.Paling.Banyak.Sedot.Dana.BPJS
Malonda, 2015 Analysis BPJS Filing Claims in Dr Sam Ratulangi Tondano Hospital.
Artikel Penelitian, Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi
Manado, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
Manado
Nurhidayati Retno, 2016. Analisis Perbedaan Tarif Klaim Indonesian Case Base
Groups (InaCbgs) Berdasarkan Kelengkapan Diagnosis Dan Prosedur
Medis Pasien Rawat Bersama Trisemester I Di Rsud Kota Yogyakarta
Tahun 2015. Publikasi Ilmiah Universitas Muhammadiyah surakarta.
Pribadi Firman, 2016. Strategi dalam Mengantisipasi INA CBG’s di Rumah Sakit.
Diakses 28 maret 2017;
http://firmanpribadi.staff.umy.ac.id/strategidalam-mengantisipasi-ina-
cbgs-di-rumah-sakit/
Winarno, Budi, 2012. Kebijakan Publik. Edisi dan Reviis Terbaru, Yogyakarta:
CAPS.
________ 2004. Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional. Jakarta
________ 2010. Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2010 tentang Pelayanan
Kesehatan Nasional. Jakarta
________ 2013. Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
Jakarta
________ 2013. Peraturan Presiden No. 111 tahun 2013 tentang perubahan Atas
Peraturan Persiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
Jakarta.