Anda di halaman 1dari 192

UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN TERHADAP


KEPATUHAN PENERAPAN KEWASPADAAN UNIVERSAL/
KEWASPADAAN STANDAR OLEH PERAWAT DAN BIDAN
DI RAWAT INAP RS BUDHI ASIH JAKARTA
TAHUN 2015

TESIS

Oleh
ADITYA TOGA SUMONDANG SARAGIH
NPM 1306352055

PROGRAM STUDI KAJIAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JULI 2015
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang

dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Aditya Toga Sumondang Saragih

NPM : 1306352055

TandaTangan :

Tanggal : 8 Juli 2015

ii
Universitas Indonesia
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :


Nama : Aditya Toga Sumondang Saragih
NPM : 1306352055
Program Studi : Kajian Administrasi Rumah Sakit
Departemen : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK)

Fakultas : Kesehatan Masyarakat


Tahun Akademik : 2014/2015
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan tesis
saya yang berjudul :

Hubungan Budaya Keselamatan Pasien terhadap Kepatuhan Penerapan Kewaspadaan

Universal/Kewaspadaan Standar oleh Perawat dan Bidan

di Rawat Inap RS Budhi Asih Jakarta

Tahun 2015

Apabila suatu saat terbukti saya melakukan plagiat maka saya akan menerima
sanksi yang telah ditetapkan.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Depok, 8 Juli 2015

( Aditya Toga Sumondang Saragih )

iii
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh :


Nama : Aditya Toga Sumondang Saragih
NPM : 1306352055
Program Studi : Kajian Administrasi Rumah Sakit
Judul Tesis : Hubungan Budaya Keselamatan Pasien terhadap
Kepatuhan Penerapan Kewaspadaan
Universal/Kewaspadaan Standar oleh Perawat dan
Bidan di Rawat Inap RS Budhi Asih Jakarta Tahun
2015

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Magister Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr. drg. Wachyu Sulistiadi,MARS. (............................)

Penguji Dalam : Puput Oktamianti, S.KM. MM. (............................)

Penguji Dalam : Dr. Dra. Dumilah Ayunigtyas, MARS. (............................)

Penguji Luar : dr. M. Ihsan Ramdani, MARS, AAAK (............................)

Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 8 Juli 2015

iv
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan
karunia-Nya tesis dengan judul “ Hubungan budaya keselamatan pasien
terhadap kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan universal/standar oleh
perawat dan bidan di ruang rawat inap RS Budhi Asih Jakarta” dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Administrasi Rumah
Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Banyak kesulitan yang dihadapi penulis dalam penyusunan tesis ini, namun
dengan dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, hambatan tersebut
dapat teratasi. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. drg. Wachyu Sulistiadi, MARS sebagai Pembimbing Akademik yang


dengan penuh kesabaran dan telah memberikan waktu, dukungan,
bimbingan dan arahan selama pembuatan tesis ini serta selalu memaklumi
segala kekurangan yang ada pada mahasiswi bimbingannya.
2. dr. Agustin Kusumayanti, MSc, PhD selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
3. Dr. Dra. Dumilah Ayunigtyas, MARS selaku Ketua Program Studi KARS
dan tim penguji yang selalu memberikan dukungan dan arahan positif.
4. Puput Oktamianti, S.KM, MM dan dr. Ihsan Ramdani, MARS, AAAK
selaku tim penguji yang telah memberikan masukan dan saran yang
bermanfaat bagi tesis ini.
5. Para dosen pengajar KARS FKM UI yang telah memberikan ilmu,
wawasannya selama penulis menjalani pendidikan, serta staf administrasi
dan staf akademik yang selalu membantu selama proses perkuliahan.
6. dr. IB Nyoman Banjar, MKM selaku Direktur RS Budhi Asih yang telah
memberikan izin pada penulis untuk melakukan penelitian ini, serta para
informan yang telah memberikan informasi dan bantuan selama proses
penelitian.

v
Universitas Indonesia
7. Terima kasih juga kepada Bu Betty Gultom dan keluarga yang telah sangat
membantu kelancaran pengumpulan data di rawat inap RS Budhi Asih
8. Kedua orang tua saya drs. Wokman Saragih, Msi dan Netty Suryani yang
telah memberikan dukungan secara moral dan finasial, dukungan
semangat dan doa sehingga membuat anaknya yang mulai lelah menjadi
semangat.
9. Kedua adik saya Debrian Ruhut Saragih dan Gracia Anggitharia Saragih
yang membantu kakaknya menyelesaikan tesis ini
10. Sdri Angeline Maranatha dan keluarga Sihombing- Hutagalung yang terus
menerus mendorong dan memberikan semangat dan doa kepada penulis
dalam menyelesaikan tesis ini
11. Seluruh staf akademik dan administrasi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia atas segala bantuannya selama masa pendidikan
12. Rekan-rekan seperjuangan program studi Kajian Administrasi Rumah
Sakit 2013 yang telah memberikan dukungan, semangat dan kerjasamanya
sepanjang masa perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan
tesis ini. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Jakarta, Juni 2015

Penulis

Aditya Toga Sumondang Saragih

vi
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawahini:

Nama : Aditya Toga Sumondang Saragih


NPM : 1306452055
Program Studi : Kajian Administrasi Rumah Sakit
Departemen : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK)
Fakultas : Kesehatan Masyarakat
Jenis karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

HUBUNGAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN TERHADAP


KEPATUHAN PENERAPAN KEWASPADAAN UNIVERSAL/
STANDAR OLEH PERAWAT DAN BIDAN DI RAWAT INAP
RS BUDHI ASIH JAKARTA
TAHUN 2015

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat
dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 8 Juli 2015
Yang menyatakan

(Aditya Toga Sumondang Saragih)

vii
Universitas Indonesia
ABSTRAK

Nama : Aditya Toga Sumondang Saragih


Program Studi : Kajian Administrasi Rumah Sakit
Judul : Hubungan Budaya Keselamatan Pasien terhadap Kepatuhan
Penerapan Kewaspadaan Universal/Kewaspadaan Standar oleh
Perawat dan Bidan di Rawat Inap RS Budhi Asih Jakarta Tahun
2015

Tesis ini membahas hubungan budaya keselamatan pasien terhadap kepatuhan


penerapan kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di
rawat inap RS Budhi Asih Jakarta Tahun 2015. Penelitian ini adalah penelitian
deskriptif analitis untuk melihat hubungan antara budaya keterbukaan, budaya
keadilan, budaya pelaporan, budaya belajar dan budaya informasi dengan
kepatuhan akan penerapan kewaspadaan universal/standar menggunakan desain
potong lintang dengan self administered questionnaire. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kepatuhan akan penerapan kewaspadaan universal oleh
perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih sudah baik. Ditemukan adanya
hubungan antara budaya keterbukaan dan budaya pelaporan dengan kepatuhan
akan penerapan kewaspadaan universal/standar. Manajemen rumah sakit harus
mengintegrasikan unsur keselamatan petugas dan pasien dalam setiap kebijakan
dan menciptakan iklim yang mendukung keterbukaan dan pelaporan insiden yang
terjadi sebagai masukan bagi kemajuan rumah sakit di masa mendatang.

Kata kunci : budaya keselamatan pasien, kewaspadaan universal

viii
Universitas Indonesia
ABSTRACT

Name : Aditya Toga Sumondang Saragih


Study Program : Hospital Administration
Title : Relationship between Patient Safety Culture and Compliance in
Implementation of Universal Precautions/Standard Precautions by
Nurses and Midwives at Inpatient unit in Budhi Asih Hospital
Jakarta 2015

This thesis describes relationship between Patient Safety Culture and compliance in
implementation of Universal Precautions/Standard Precautions by Nurses and Midwives
at inpatient unit in Budhi Asih Hospital Jakarta 2015. The study was a descriptive
analytical research on the relationship between open culture, just culture, reporting
culture, learning culture and information culture with the compliance in implementation
of universal precaution /standards precautions using cross sectional study design with
self administered questionnaires. The results showed that compliance to the
implementation of universal precautions by nurses and midwives in Budhi Asih Hospital
inpatient is good. Found an association between open culture and reporting culture with
compliance in the implementation of universal precautions or standards precautions.
Hospital management must integrate patient and officers safety aspects in every policy
and create a favorable climate of openness and reporting incidents that occurred as input
for the improvement of the hospital safety culture in the future.

Keywords: Patient Safety Culture, Universal Precautions

ix
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS............................. ii
SURAT PENYATAAN TIDAK PLAGIAT..................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................ iv
KATA PENGANTAR........................................................................ v
LEMBAR PERNYATAAN PESETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS............ vii
ABSTRAK........................................................................................... vii
ABSTRACT.......................................................................................... ix
DAFTAR ISI....................................................................................... x
DAFTAR TABEL............................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................... xviii
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Masalah............................................................ 1
1.2 Rumusan masalah..................................................................... 7
1.3 Pertanyaan penelitian................................................................ 8
1.4 Tujuan penelitian...................................................................... 9
1.5 Manfaat penelitian.................................................................... 10
1.6 Ruang lingkup penelitian.......................................................... 10

2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumah Sakit………………….................................................. 12
2.2 Konsep Budaya………………................................................. 13
2.3 Konsep Keselamatan………………......................................... 13
2.4 Konsep Keselamatan Pasien..................................................... 14
2.4.1 Definisi Keselamatan Pasien .......................................... 14
2.4.2 Tujuan dan Kebijakan Keselamatan Pasien di rumah 14
sakit…………………………………………………………..
2.4.3 Sistem dan Standar Keselamatan Pasien di Rumah 16
Sakit..........................................................................................
2.5 Budaya Keselamaatan Pasien………....................................... 25
2.5.1 Definisi Budaya Keselamatan Pasien............................. 25
2.5.2 Dimensi Budaya Keselamatan Pasien............................. 26
2.5.3 Pengukuran Budaya Keselamatan Pasien....................... 31
2.5.4 Manfaat Membangun Budaya keselamatan Pasien......... 32

2.6 Kewaspadaan Universal/Kewaspadaan Standar 35


(Universal/standart precautions)………………......................
2.6.1 Definisi........................................................................... 35
2.6.2 Komponen Kewaspadaan Universal/Kewaspadaan 36
Standar......................................................................................
2.6.3 Kepatuhan dalam Kewaspadaan 46
Universal/Kewaspadaan Standar..............................................

x
Universitas Indonesia
3 GAMBARAN UMUM RS. BUDHI ASIH JAKATA
3.1 Sejarah RS Budhi Asih Jakarta…………………………….... 48
3.2 Profil, Moto dan Logo RS Budhi Asih Jakarta ........................ 50
3.3 Visi, misi, Tujuan, Falsafah, Nilai dasar…………................... 52
3.4 Struktur Organisasi dan Uraian Tugas……………….............. 53
3.5 Ketenagaan………………………............................................ 75
3.6 Fasilitas ………………………................................................ 79
3.7 Pelayanan…………………………………………………….. 81

4 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP PENELITIAN,


HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
4.1 Kerangka teori ………………….............................................. 82
4.2 Kerangka konsep penelitian………………………………….. 88
4.3 Hipotesis penelitian…….......................................................... 88
4.4 Definisi Operasional…………………………………………. 90

5 METODE PENELITIAN
5.1 Jenis penelitian.......................................................................... 95
5.2 Lokasi dan waktu penelitian..................................................... 95
5.3 Populasi dan Sampel Penelitian................................................ 95
5.4 Tenaga Pengamat dan Instrumen Penelitian............................. 97
5.5 Teknik Pengumpulan Data………………………………….... 99
5.6 Pengolahan Data…………………………............................... 99
5.7 Analisis data…………………………………………….......... 100
5.7.1 Analisis Data Univariat.................................................... 100
5.7.2 Analisis Data Bivariat...................................................... 101
5.8 Etika Penelitian…………………………................................. 102

6 HASIL PENELITIAN
6.1 Proses penelitian....................................................................... 103
6.2 Penyajian Hasil Penelitian Budaya Keselamatan 103
Pasien…………………………………………........................
6.2.1 Karakteristik Responden.................................................. 104
6.2.2 Dimensi budaya keselamatan pasien…........................... 105
6.2.2.1 Budaya keterbukaan............................................ 106
6.2.2.2 Budaya Keadilan………………………………. 112
6.2.2.3 Budaya Pelaporan............................................... 115
6.2.2.4 Budaya Belajar.................................................... 118
6.2.2.5 Budaya Informasi................................................ 121
6.3 Kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan 124
universal/kewaspadaan standar…….........................................
6.4 Analisis hubungan budaya keselamatan pasien dengan 126
kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan
universal/standar………………...............................................

7 PEMBAHASAN
7.1 Gambaran kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan 129
universal/standar.......................................................................
7.2 Hubungan budaya keterbukaan terhadap kepatuhan dalam 132
penerapan kewaspadaan universal/standar...............................
7.3 Hubungan budaya keadilan terhadap kepatuhan dalam 134

xi
Universitas Indonesia
penerapan kewaspadaan universal/standar...............................
7.4 Hubungan budaya pelaporan terhadap kepatuhan dalam 136
penerapan kewaspadaan universal/standar ..............................
7.5 Hubungan budaya belajar terhadap kepatuhan dalam 137
penerapan kewaspadaan universal/standar ..............................
7.6 Hubungan budaya informasi terhadap kepatuhan dalam 140
penerapan kewaspadaan universal/standar ..............................
7.7 Keterbatasan Penelitian……..................................................... 141

8 KESIMPULAN DAN SARAN


8.1 Kesimpulan............................................................................... 143
8.2 Saran......................................................................................... 143
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 143

xii
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL

hal
Tabel 3.1 Rekapitulasi Tenaga Medis di RS Budhi Asih Jakarta……… 76
Tabel 3.2 Rekapitulasi Tenaga Non Medis di RS Budhi Asih Jakarta… 77

Tabel 3.3 Rekapitulasi Tenaga Paramedis Keperawatan di RS Budhi 78


Asih Jakarta……………………………………………………
Tabel 3.4 Rekapitulasi Tenaga Non keperawatan di RS Budhi Asih 78
Jakarta…………………………………………………………
Tabel 3.5 Rekapitulasi Jumlah Tempat Tidur di RS Budhi Asih Jakarta.. 81
Tabel 4.1 Definisi Operasional Penelitian………………………………. 90
Tabel 5.1 Pengambilan sampel berdasarkan lantai 5 sampai Lantai 9 di 97
rawat Inap RS Budhi Asih Jakarta Tahun 2015……………….
Tabel 5.2 Penilaian butir pernyataan dengan skala Likert………………. 98
Tabel 6.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden…………………. 104
Tabel 6.2 Dimensi keterbukaan komunikasi dalam budaya keterbukaan.. 106
Tabel 6.3 Dimensi kerjasama dalam unit dalam budaya keterbukaan…... 107
Tabel 6.4 Dimensi kerjasama antar unit dalam budaya keterbukaan……. 108
Tabel 6.5 Dimensi persepsi keseluruhan tentang keselamatan pasien 109
dalam budaya keterbukaan…………………………………….
Tabel 6.6 Dimensi dukungan manajemen terhadap upaya keselamatan 110
pasien dalam budaya keterbukaan…………………………….
Tabel 6.7 Budaya keterbukaan dalam budaya keselamatan pasien……... 111
Tabel 6.8 Dimensi staffing dalam budaya keadilan……………………... 112
Tabel 6.9 Dimensi respon non punitive dalam budaya keadilan………... 109
Tabel 6.10 Budaya keadilan dalam budaya keselamatan pasien…………. 114
Tabel 6.11 Dimensi frekuensi pelaporan kejadian dalam budaya 115
pelaporan………………………………………………………
Tabel 6.12 Jumlah kejadian yang dilaporkan dalam 12 bulan terakhir 116
berkaitan dengan posisi di rumah sakit…..…............................
Tabel 6.13 Jumlah kejadian yang dilaporkan dalam 12 bulan terakhir 117
berkaitan dengan jam kerja dalam seminggu………………….
Tabel 6.14 Dimensi pembelajaran organisasi dan perbaikan berkelanjutan 118
dalam budaya belajar………………………………………….
Tabel 6.15 Dimensi harapan staf terhadap tindakan supervisor/manajer 119
dalam promosi keselamatan pasien dalam budaya belajar……
Tabel 6.16 Budaya belajar dalam budaya keselamatan pasien…………… 120
Tabel 6.17 Dimensi umpan balik dan komunikasi tentang keselamatan 121
pasien dalam budaya informasi………………………………..
Tabel 6.18 Dimensi serah terima dan transisi dalam budaya informasi….. 122
Tabel 6.19 Budaya informasi dalam budaya keselamatan pasien………… 123
Tabel 6.20 Hasil analisis univariat variabel kepatuhan dalam penerapan 124

xiii
Universitas Indonesia
kewaspadaan universal/standar………………………………..
Tabel 6.21 Kepatuhan terhadap penerapan kewaspadaan 125
universal/standar oleh perawat dan bidan……………………..
Tabel 6.22 Hasil analisis bivariat budaya keselamatan pasien dan 127
kepatuhan penerapan kewaspadaan universal/standar………...

xiv
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR

halaman
Gambar 2.1 Pendekatan sistematik keselamatan pasien………….. 34
Gambar 3.1 Logo RSUD Budhi Asih…………………….............. 52
Gambar 3.2 Struktur Organisasi RSUD Budhi Asih Jakarta……... 54
Gambar 4.1 Budaya Keselamatan Pasien dengan lima sub budaya 82
Gambar 4.2 Kerangka Teori Budaya Keselamatan Pasien……….. 85
Gambar 4.3 Budaya Keselamatan pasien berdasarkan dimensi 86
AHRQ dan penggolongan Carthey&Clarke………….
Gambar 4.4 Model Determinan Perilaku Kepatuhan……………... 87
Gambar 4.5 Kerangka Konsep Penelitian………………………… 88

xv
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner budaya keselamatan pasien dan Kewaspadaan


universal (Universal Precautions)
Lampiran 2 Hasil kuesioner kepatuhan dalam kewaspadaan
universal/standar oleh perawat dan bidan di RS Budhi Asih
Jakarta 2015
Lampiran 3 Hasil Analisis SPSS terhadap budaya keselamatan pasien di
RS Budhi Asih

xvi
Universitas Indonesia
ABSTRAK

Nama : Aditya Toga Sumondang Saragih


Program Studi : Kajian Administrasi Rumah Sakit
Judul : Hubungan Budaya Keselamatan Pasien terhadap Kepatuhan
Penerapan Kewaspadaan Universal/Kewaspadaan Standar oleh
Perawat dan Bidan di Rawat Inap RS Budhi Asih Jakarta Tahun
2015

Tesis ini membahas hubungan budaya keselamatan pasien terhadap kepatuhan


penerapan kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di
rawat inap RS Budhi Asih Jakarta Tahun 2015. Penelitian ini adalah penelitian
deskriptif analitis untuk melihat hubungan antara budaya keterbukaan, budaya
keadilan, budaya pelaporan, budaya belajar dan budaya informasi dengan
kepatuhan akan penerapan kewaspadaan universal/standar menggunakan desain
potong lintang dengan self administered questionnaire. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kepatuhan akan penerapan kewaspadaan universal oleh
perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih sudah baik. Ditemukan adanya
hubungan antara budaya keterbukaan dan budaya pelaporan dengan kepatuhan
akan penerapan kewaspadaan universal/standar. Manajemen rumah sakit harus
mengintegrasikan unsur keselamatan petugas dan pasien dalam setiap kebijakan
dan menciptakan iklim yang mendukung keterbukaan dan pelaporan insiden yang
terjadi sebagai masukan bagi kemajuan rumah sakit di masa mendatang.

Kata kunci : Budaya keselamatan pasien, Kewaspadaan universal, Kepatuhan


ABSTRACT

Name : Aditya Toga Sumondang Saragih


Study Program : Hospital Administration
Title : Relationship between Patient Safety Culture and Compliance in
Implementation of Universal Precautions/Standard Precautions by
Nurses and Midwives at Inpatient unit in Budhi Asih Hospital
Jakarta 2015

This thesis describes relationship between Patient Safety Culture and compliance in
implementation of Universal Precautions/Standard Precautions by Nurses and Midwives
at inpatient unit in Budhi Asih Hospital Jakarta 2015. The study was a descriptive
analytical research on the relationship between open culture, just culture, reporting
culture, learning culture and information culture with the compliance in implementation
of universal precaution /standards precautions using cross sectional study design with
self administered questionnaires. The results showed that compliance to the
implementation of universal precautions by nurses and midwives in Budhi Asih Hospital
inpatient is good. Found an association between open culture and reporting culture with
compliance in the implementation of universal precautions or standards precautions.
Hospital management must integrate patient and officers safety aspects in every policy
and create a favorable climate of openness and reporting incidents that occurred as input
for the improvement of the hospital safety culture in the future.

Keywords: Patient Safety Culture, Universal Precaution, Compliance


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Upaya meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan di rumah sakit sudah


merupakan suatu isu global. Perkembangan teknologi yang kompleks dan
tuntutan masyarakat yang sangat tinggi akan pelayanan yang berkualitas dan
aman merupakan tantangan bagi rumah sakit untuk terus menjaga mutu
pelayanan dan keselamatan pasien dengan memperhatikan keselamatan
petugas kesehatan yang melayani pasien. Keselamatan pasien merupakan
prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu mutu
dan citra rumah sakit.

Sejak 2400 tahun yang lalu Hipocrates telah mengeluarkan fatwa ”Primum,
Non Nocere” (First, Do No Harm). Fatwa ini mengamanatkan tentang
keselamatan pasien yang harus diutamakan. Dari fatwa ini tersirat bahwa
keselamatan pasien bukan hal yang baru dalam dunia pengobatan, karena pada
hakekatnya tindakan keselamatan pasien itu sudah menyatu dengan proses
pengobatan itu sendiri (Depkes, 2006)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan


Pasal 5 Ayat (2), bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau . Keputusan Menteri
nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah
Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima
di rumah sakit yang jauh dari kesalahan medis dan memberikan keselamatan
bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia (PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak
semua pemangku kepentingan di rumah sakit untuk lebih memperhatian
keselamatan pasien di rumah sakit.

1 Universitas Indonesia
2

Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis


obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf rumah sakit
yang cukup besar merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan
medis. Menurut Institute of Medicine (2000), kesalahan medis (medical error)
didefinisikan sebagai suatu kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan
untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (kesalahan tindakan) atau
perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (kesalahan perencanaan).
Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini dapat berpotensi
mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa near miss atau adverse Event
(Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).

Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat
melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi
cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya pasien terima
suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu
obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan
membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringatan (suatu obat dengan
overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotumnya).

Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu


kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien
karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission), dan bukan karena “underlying disease” atau
kondisi pasien.

Pada tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika Serikat dalam TO ERR IS


HUMAN, Building a Safer Health System melaporkan bahwa dalam pelayanan
pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD/Adverse Event). Dalam menindaklanjuti penemuan ini pada
tahun 2004, WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program
bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di
rumah sakit. Di Indonesia, laporan insiden keselamatan pasien berdasarkan
provinsi pada tahun 2007 dilaporkan provinsi DKI Jakarta menempati urutan

Universitas Indonesia
3

tertinggi yaitu 37,9% diantara delapan provinsi lainnya (Jawa Tengah 15,9%,
D.I.Yogyakarta 13,8%, Jawa Timur 11,7%, Sumatra Selatan 6,9%, Jawa Barat
2,8%, Bali 1,4%, Aceh 1,07% dan Sulawesi Selatan 0,7%) (KKP-RS, 2008).
Data tentang KTD diatas menurut Depkes RI (2006) belum terlalu mewakili
KTD yang sebenarnya di Indonesia. Data statistik nasional mengenai KTD di
Indonesia belum ada namun berdasarkan penelitian-penelitian yang ada dan
kasus-kasus yang terjadi, jumlah KTD dapat diperkirakan relatif tinggi.

Untuk meningkatkan mutu pelayanan keselamatan pasien di tingkat unit maka


harus dilakukan upaya perubahan budaya keselamatan pasien. Hughes (2008)
menyatakan bahwa langkah awal untuk memperbaiki pelayanan yang
berkualitas adalah keselamatan sedangkan kunci dari pelayanan yang bermutu
dan aman adalah membangun budaya keselamatan pasien. Jadi pengembangan
mutu di rumah sakit telah mengarah pada upaya peningkatan mutu yang
berorientasi pada keselamatan.

Jika suatu organisasi mengadopsi budaya keselamatan pasien sebagai nilai


keselamatan berarti setiap individu dalam organisasi tersebut bertanggung
jawab dalam memberikan pelayanan secara aman. Nilai ini dapat menjadi
perekat individu, dikomunikasikan dan diajarkan dari dan ke setiap individu
menjadi aturan yang ditaati serta dapat membentuk kebiasaan dan perilaku
individu dalam organisasi (Cahyono, 2008).

Misi rumah sakit Budhi Asih sangat vital untuk mampu memberikan
pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien sehingga mengharuskan
rumah sakit untuk berusaha mengurangi kesalahan medis sebagai bagian dari
penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka dikembangkan sistem
keselamatan pasien (patient safety) yang dirancang mampu menjawab
permasalahan yang ada. Sasaran keselamatan pasien di rumah sakit Budhi
Asih terdiri atas enam sasaran utama yaitu ketepatan identifikasi pasien,
komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai,
kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi, pengurangan resiko
infeksi terkait pelayanan kesehatan, dan pengurangan resiko pasien jatuh.

Universitas Indonesia
4

Maksud dari sasaran keselamatan pasien adalah mendorong peningkatan


spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran ini menyoroti area yang
bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menguraikan tentang solusi atas
konsensus berbasis bukti dan keahlian terhadap permasalahan ini. Mutu dan
keselamatan pasien seharusnya sudah tertanam dalam kegiatan stafan sehari
hari dari tenaga kesehatan profesional dan staf lainnya.

Perawat merupakan petugas kesehatan yang memiliki risiko lebih tinggi


terhadap bahaya keselamatan pasien dibandingkan petugas kesehatan yang
lainnya (Foley, 2004). Perawat bekerja dalam lingkungan pelayanan kesehatan
yang kompleks, pelayanan cepat dan menggunakan teknologi yang tinggi
(Sedlak, 2004). Data kejadian luka tusuk RSUD Dr. Sadjito tahun 2006-2011
menyatakan bahwa tenaga perawat menempati urutan pertama yang
mengalami kejadian luka tusuk jarum dibandingkan tenaga kesehatan yang
lainnya (Dewi SC, 2011)

Perawat terpapar oleh berbagai macam risiko bahaya dalam menjalankan


stafannya. Menurut Foley (2004) ancaman bahaya terhadap keselamatan
perawat dibagi menjadi lima kelompok yaitu risiko paparan agen infeksius
biologi, risiko bahan kimia, risiko yang berasal dari lingkungan atau mekanis,
risiko fisik dan risiko psikososial. Risiko terhadap paparan agen infeksius
terjadi pada saat perawat berinteraksi dengan pasien berpenyakit menular
(communicable disease) seperti Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)
dan tuberculosis (TBC), infeksi melalui darah seperti Hepatitis B, Hepatitis C
dan Human Immunodeficiency virus (HIV) dan risiko infeksi dari jarum
suntik (needlestick injury). Paparan bahan kimia dapat berasal dari bahan
sterilisasi, desinfektan maupun agen kemoterapi. Risiko mekanik dapat terjadi
dalam proses mengangkat maupun memindahkan pasien karena prosedur yang
tidak benar. Lingkungan fisik yang dapat menyebabkan trauma seperti panas
maupun dingin, kebisingan dan paparan radiasi. Risiko psikososial berkaitan
dengan tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap perawat oleh pasien.

Universitas Indonesia
5

Lingkungan kerja perawat yang penuh stressor dapat menyebabkan penyakit


maupun cidera pada perawat (Trinkoff, et.al., 2007). Jam kerja perawat yang
panjang dapat menimbulkan kelelahan, menurunkan produktivitas dan
meningkatkan risiko terjadinya kesalahan yang dapat membahayakan pasien
(Gottlieb, 2003). Penelitian Trinkoff (2007) didapatkan hasil jam kerja
perawat yang panjang berhubungan dengan kejadian cidera muskuloskeletal
dan cidera karena tertusuk jarum. Penelitian Prawitasari (2009) didapatkan
hasil terdapat hubungan antara beban kerja perawat pelaksana dengan
keselamatan pasien. Hal ini berhubungan dengan tuntutan terhadap jaminan
keselamatan seiring dengan tuntutan masyarakat terhadap mutu dan kualitas
pelayanan kesehatan. Keselamatan merupakan langkah kritis pertama untuk
memperbaiki kualitas pelayanan (Cahyono, 2008) berkaitan dengan mutu dan
citra rumah sakit dan merupakan komponen penting dan vital dalam asuhan
keperawatan yang berkualitas (Ballard, 2003).

Keselamatan harus mendapat perhatian yang serius dalam pelayanan


kesehatan di rumah sakit. Keselamatan ini tidak hanya menyangkut
keselamatan pasien namun juga keselamatan bagi petugas kesehatan (Dewi,
2011). Penelitian Anugrahini (2010) didapatkan hasil hubungan yang
bermakna antara faktor organisasi (kepemimpinan dan struktur organisasi)
terhadap kepatuhan perawat dalam menerapkan pedoman keselamatan pasien
di RSAB Harapan Kita. Keselamatan adalah masalah kultur, kerja sama tim,
kompetensi, keterbukaan dan kejujuran, komunikasi, ketaatan terhadap standar
dan teknologi (Cahyono, 2008).

Tingginya infeksi nosokomial yang terjadi sangat dipengaruhi oleh perilaku


tenaga kesehatan didalam rumah sakit (Notoatmodjo, 2007). Infeksi umumnya
dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan seperti penularan infeksi
diantara pasien melalui tangan dokter dan perawat, dan terinfeksi saluran
kemih terkait kateter, blood stream infection, pneumonia yang dihubungkan
dengan ventilasi mekanis. Pokok eliminasi infeksi ini maupun infeksi lainnya
adalah perilaku tenaga kesehatan yang tidak melakukan cuci tangan dengan
tepat (Resfi, 2013).

Universitas Indonesia
6

Kewaspadaan standar diterapkan di RS Budhi Asih dengan tujuan untuk


mengendalikan infeksi secara konsisten serta mencegah penularan bagi
petugas kesehatan dan pasien. Dengan diterapkannya budaya keselamatan
pasien yang positif diharapkan kepatuhan penerapan kewaspadaan
universal/standar semakin baik. Powell (2004) menyatakan bahwa budaya
keselamatan merupakan faktor yang dominan dalam keberhasilan upaya
keselamatan. Keselamatan sebagai bagian dari mutu pelayanan kesehatan
dapat dilihat sebagai sebuah sistem yang terdiri atas komponen struktur,
proses dan hasil. Struktur meliputi infrastuktur fisik, organisasi (struktur dan
budaya), manajemen, sumberdaya manusia, penjadwalan dan ketersediaan
peralatan. Komponen proses meliputi kepatuhan pada protokol, proses
pelayanan, prosedur tindakan, pengendalian serta pedoman. Keselamatan
pasien dan perawat merupakan hasil dari komponen struktur dan proses
(Runciman et al, 2010).

Keselamatan juga dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi


dalam sistem kesehatan. faktor yang mempengaruhi meliputi faktor
karakteristik individu petugas kesehatan, sifat dasar stafan, lingkungan fisik,
faktor penyatuan sistem dan manusia (human-system interfaces), faktor
organisasi atau lingkungan sosial dan faktor manajemen. Faktor karakteristik
individu petugas kesehatan meliputi keterampilan, pengetahuan dan
pengalaman kerja. Faktor manajemen meliputi ketenagaan, struktur organisasi,
penjadwalan, ketersediaan sumber daya dan komitmen terhadap kualitas
(Hendriksen, et.al., 2008). Penelitian oleh Sahara A (2011) menyatakan ada
hubungan bermakna antara faktor organisasi yaitu safety climate, pelatihan
dan ketersediaan APD dengan kepatuhan penerapan kewaspadaan
universal/kewaspadaan standar sedangkan faktor individu yang terdiri dari
pengetahuan transmisi HIV, HBV, HCV, persepsi risiko, risk taking
personality, eficacy of prevention dan safety performace feedback tidak
menunjukkan hasil yang bermakna. Tidak ditemukan juga hubungan faktor
stafan yaitu hambatan penerapan kewaspadaan universal/standar dan beban
kerja dengan kepatuhan perawat dan bidan dalam penerapan kewaspadaan
universal/kewaspadaan standar.

Universitas Indonesia
7

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka adalah sangat penting untuk


mengetahui gambaran kepatuhan perawat dan bidan dalam penerapan
kewaspadaan universal/standar dalam kaitannya dengan budaya keselamatan
pasien di rawat inap RSUD Budhi Asih Jakarta. Kurangnya kepatuhan
penerapan kewaspadaan universal/ standar dapat disebabkan beberapa faktor
antara lain lemahnya beberapa bagian dari dimensi budaya keselamatan
pasien, seperti masalah komunikasi antar staf, masalah proses serah terima
pasien, kurangnya supervisi ataupun masalah dalam hal pengaturan staf.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Perawat dan bidan sebagai petugas kesehatan yang memberikan pelayanan


memiliki frekuensi dan peluang yang tinggi untuk terinfeksi. RSUD Budhi
Asih telah menerapkan kebijakan kewaspadaan standar/universal pada petugas
kesehatan selama menjalakan praktik klinisnya. Namun kepatuhan penerapan
kewaspadaan standar/universal masih perlu ditingkatkan salah satunya dengan
penerapan budaya keselamatan pasien bagi perawat dan bidan di rawat inap
RSUD Budhi Asih. Budaya keselamatan pasien yang positif diharapkan dapat
berpengaruh pada kepatuhan pada kewaspadaan standar/universal yang baik
pula bagi tenaga kesehatan khususnya perawat di rawat inap. Perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan penerapan
budaya keselamatan pasien terhadap kewaspadaan standar/universal bagi
perawat di rawat inap RSUD Budhi Asih.
Kebijakan yang diambil dalam rumah sakit diupayakan memperhatikan
budaya keselamatan pasien diharapkan sebagai kunci peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan melalui pelaksanaan kewaspadaan universal bagi perawat
dan bidan di rawat inap RSUD Budhi Asih.

Universitas Indonesia
8

1.3. PERTANYAAN PENELITIAN

Pertanyaan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana gambaran kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan


universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS
Budhi Asih Jakarta?

2. Bagaimana hubungan budaya keterbukaan terhadap kepatuhan dalam


penerapan kewaspadaan universal/keaspadaan standar oleh perawat dan
bidan di rawat inap RS Budhi Asih Jakarta?

3. Bagaimana hubungan budaya keadilan terhadap kepatuhan dalam


penerapan kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan
bidan di rawat inap RS Budhi Asih Jakarta?

4. Bagaimana hubungan budaya pelaporan terhadap kepatuhan penerapan


kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di
rawat inap RS Budhi Asih Jakarta?

5. Bagaimana hubungan budaya belajar terhadap kepatuhan penerapan


kewaspadaan universal/keaspadaan standar oleh perawat dan bidan di
rawat inap RS Budhi Asih Jakarta?

6. Bagaimana hubungan budaya informasi terhadap penerapan


kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di
rawat inap RS Budhi Asih Jakarta?

Universitas Indonesia
9

1.4. TUJUAN PENELITIAN

1.4.1 Tujuan Umum


Diketahuinya hubungan budaya keselamatan pasien terhadap kepatuhan
terhadap penerapan kewaspadaan universal/standar bagi perawat dan bidan
di rawat inap RSUD Budhi Asih.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan


universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS
Budhi Asih Jakarta.

2. Diketahuinya hubungan budaya keterbukaan terhadap kepatuhan dalam


penerapan kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan
bidan di ruang rawat inap RS Budhi Asih Jakarta.

3. Diketahuinya hubungan budaya keadilan terhadap kepatuhan dalam


penerapan kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan
bidan di ruang rawat inap RS Budhi Asih Jakarta.

4. Diketahuinya hubungan budaya pelaporan terhadap kepatuhan dalam


penerapan kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan
bidan di ruang rawat inap RS Budhi Asih Jakarta.

5. Diketahuinya hubungan budaya belajar terhadap kepatuhan dalam


penerapan kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan
bidan di ruang rawat inap RS Budhi Asih Jakarta.

6. Diketahuinya hubungan budaya informasi terhadap kepatuhan dalam


penerapan kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan
bidan di ruang rawat inap RS Budhi Asih Jakarta.

Universitas Indonesia
10

1.5. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi RS Budhi Asih

Dengan diketahuinya hubungan antara budaya keselamatan pasien


terhadap kepatuhan penerapan kewaspadaan universal/standar oleh
perawat dan bidan di rawat inap maka dapat dilakukan intervensi untuk
meningkatkan kepatuhan sehingga dapat terlaksana menurut kebijakan dan
prosedur.

2. Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan pengalaman mengenai hubungan antara budaya


keselamatan pasien terhadap kepatuhan kewaspadaan universal/standar
bagi perawat dan bidan di rawat inap RS.

3. Bagi Pembaca

Dapat menjadi referensi bacaan sehingga menambah wawasan ilmu


pengetahuan di bidang kesehatan masyarakat, khususnya mengenai
hubungan budaya keselamatan pasien terhadap kewaspadaan
universal/standar bagi perawat dan bidan di rawat inap RS.

1.6. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan


budaya keselamatan pasien terhadap kepatuhan penerapan kewaspadaan
universal/standar bagi perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih.
Penelitian ini dilakukan untuk mengoptimalkan kepatuhan kewaspadaan
universal/standar bagi perawat di rawat inap sebagai tenaga kesehatan
yang memiliki frekuensi dan peluang tinggi untuk terinfeksi. Salah satunya
adalah dengan mengetahui hubungannya dengan budaya keselamatan

Universitas Indonesia
11

pasien oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih. Objek
penelitiannya adalah perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih.

Variabel yang diteliti terdiri dari variabel independen yaitu budaya


keselamatan pasien yang memiliki lima sub-budaya yaitu budaya
keterbukaan, budaya keadilan, budaya pelaporan, budaya belajar dan
budaya informasi serta variabel dependen yaitu kepatuhan penerapan
kewaspadaan universal/standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS
Budhi Asih. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2015 di RS Budhi
Asih. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan
rancangan cross sectional.

Universitas Indonesia
12

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. RUMAH SAKIT

Definisi hospital menurut WHO Expert Committee on Organization of


Medical Care “the hospital is an integral part of a social and medical
organization, the function of which is to provide for the population
complete health care, both curative and preventive, and whose out-
patient service reach out to the family in its home environment; the
hospital is also a centre for the training of health worker and for bio-
social research” (WHO, 1963). Jadi menurut WHO, rumah sakit
adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan
dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif),
penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif)
kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi
tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.
Menurut undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit dalam pasal 1 disebutkan bahwa rumah sakit
adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Dalam pasal 13
undang-undang tentang Rumah Sakit ini disebutkan bahwa setiap
tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai
dengan standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar
prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak
pasien dan mengutamakan keselamatan pasien. Lebih dalam lagi
mengenai keselamatan pasien dalam UU tentang RS No 44 tahun 2009
menyebutkan bahwa Rumah Sakit wajib menerapkan standar
keselamatan pasien.

12 Universitas Indonesia
13

2.2 KONSEP BUDAYA

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu


buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari
kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Istilah ini dapat
diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga
kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.Budaya
secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti
mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang (Poespowardojo,
1993).
Menurut Koentjaraningrat (2002), budaya adalah keseluruhan sistem
gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar .
Setiap organisasi memiliki definisi yang berbeda-beda mengenai
budaya organisasi. Menurut Robbins (1999) budaya dalam organisasi
adalah sistem nilai bersama dalam suatu organisasi yang menentukan
tingkat bagaimana para karyawan melakukan kegiatan untuk mencapai
tujuan organisasi. Budaya juga didefinisikan sebagai suatu nilai-nilai
yang mempedomani sumber daya manusia dalam menghadapi
permasalahan eksternal dan usaha memahami nilai-nilai yang ada serta
mengerti bagaimana mereka harus bertindak dan bertingkah laku
(Sunarto,2003).

2.3. KONSEP KESELAMATAN (Safety)

Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk


rumah sakit. Ada lima isu penting terkait dengan keselamatan di rumah
sakit yaitu: keselamatan pasien (patient safety), keselamatan staf atau
petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit
yang dapat berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas,

Universitas Indonesia
14

keselamatan lingkungan yang berdampak pada pencemaran lingkungan


dan keselamatan bisnis rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan
hidup rumah sakit.

2.4. KONSEP KESELAMATAN PASIEN (Patient Safety)

2.4.1 Definisi Keselamatan Pasien


Loytin (2010) mengatakan “patient safety is a discipline in the health
care sector that applies safety science methods toward the goal of
achieving a trustworthy system of health care delivery” Menurut Loytin
(2010) keselamatan pasien adalah suatu disiplin di sektor industri
kesehatan yang berusaha menerapkan metode sains untuk mencapai
tujuan menciptakan sistem pelayanan kesehatan yang terpercaya.
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi
penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan,
analisis, kemampuan belajar dari insiden serta tindak lanjut jalan keluar
untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan
dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan
yang seharusnya.

2.4.2 Tujuan dan Kebijakan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit

Tujuan dari keselamatan pasien di rumah sakit adalah terciptanya


budaya keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatnya
akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya
kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit dan terlaksananya
program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian tidak diharapkan (Depkes RI,2006).

Universitas Indonesia
15

Kebijakan keselamatan pasien di rumah sakit antara lain:


a. Rumah Sakit wajib melaksanakan sistim keselamatan pasien.
b. Rumah Sakit wajib melaksanakan 7 langkah menuju keselamatan
pasien.
c. Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.
d. Evaluasi pelaksanaan keselamatan pasien akan dilakukan melalui
program akreditasi rumah sakit (Depkes, 2006).

2.4.3 Kesalahan Medis

Menurut Institute of Medicine (2000), kesalahan medis atau medical


error didefinisikan sebagai suatu kegagalan tindakan medis yang telah
direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan
(kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai
suatu tujuan (kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam
proses asuhan medis ini dapat berpotensi mengakibatkan cedera pada
pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak
Diharapkan/KTD).

Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat
melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai
pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan
(misalnya pasien menerima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak
timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal
akan diberikan, tetapi staf lain segera mengetahui dan membatal
sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis
lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotumnya).

Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan


suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan
pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil

Universitas Indonesia
16

tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena


“underlying disease” atau kondisi pasien.

2.4.4 Sistem dan Standar Keselamatan Pasien di Rumah Sakit

Sistem keselamatan pasien rumah sakit antara lain meliputi


1. Pelaporan insiden, laporan bersifat anonim dan rahasia.
2. Analisa, belajar, riset masalah dan pengembangan taksonomi.
3.Pengembangan dan penerapan solusi serta monitoring/evaluasi.
4. Penetapan panduan, pedoman, SOP, standar indikator
keselamatan pasien berdasarkan pengetahuan dan riset.
5. Keterlibatan serta pemberdayaan pasien dan keluarganya.

Standar keselamatan pasien menurut Depkes (2008) yaitu

Standar I. Hak pasien


Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk
kemungkinan terjadinya kejadian tak diharapkan.
Kriteria:
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat
rencana pelayanan.
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan
penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan
keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan
dan prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan KTD

Standar II. Mendidik pasien dan keluarga.


Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang
kewajiban dan tanggung pasien dalam asuhan pasien. Keselamatan
pasien dalam pemberian pelayanan dapat di tingkatkan dengan

Universitas Indonesia
17

keterlibatan pasien yang merupakan patner dalam proses


pelayanan. Karena itu di rumah sakit harus ada sistem dan
mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban
dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

Kriteria:
a. Memberi informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak
dimengerti.
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit.
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

Standar III. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.


Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.

Kriteria:
a. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari
saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan,
tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah
sakit.
b. Terdapat koordinasi pelayanan yang di sesuaikan dengan
kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara
berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan
transaksi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
c. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan
komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan
keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan
kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.

Universitas Indonesia
18

d. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi


kesehatan sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa
hambatan, aman dan efektif.

Standar IV :
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses
yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis secara intensif , dan melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.

Kriteria:
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perencanaan yang
baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan
pasien petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik
bisnis yang sehat dan faktor-faktor lain yang berpotensi resiko bagi
pasien sesuai dengan ” langkah menuju keselamatan pasien rumah
sakit”
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
antara lain yang terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi,
menejemen resiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait
dengan semua KTD/KNC, dan secara proaktif melakukan evaluasi
suatu proses kasus resiko tinggi.
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan
informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang
di perlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.

Standar V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan


pasien.
1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program
keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui
penerapan ”7 langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit”.

Universitas Indonesia
19

2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk


identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau
mengurangi KTD/KNC.
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan
koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan
keputusan tentang keselamatan pasien.
4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji dan meningkatkan kinerja rumah rakit serta
meningkatkan keselamatan pasien.
5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya
dalam meningkatkan kinerja Rumah Sakit dan keselamatan pasien.

Kriteria:
a. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program
keselamatan pasien.
b. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan
dan program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis kejadian
yang memerlukan perhatian, mulai dari KNC (Near miss) sampai
dengan KTD (Adverse event).
c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam
program keselamatan pasien.
d. Tersedia prosedur ”cepat tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko
pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jalas
untuk keperluan analisis.
e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan
jelas tentang analisis akar masalah (RCA) kejadian pada saat
program keselamatan pasien mulai di laksanakan.

Universitas Indonesia
20

f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden atau


kegiatan proaktif untuk memperkecil resiko, termasuk mekanisme
untuk mendukung staf dalam kaitan dengan kejadian.
g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela
antar unit dan antar pengelola pelayanan di dalam Rumah Sakit
dengan pendekatan antar disiplin.
h. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang di butuhkan
dalam kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan
keselamatan Pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan
sumber daya tersebut.
i. Tersedia sasaran terukur dan pengumpulan informasi
menggunakan kriteria obyektif untuk mengevaluasi efektifitas
perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk
rencana tindak lanjut dan implementasinya.

Standar VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien.


1. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi
untuk setiap jabatan mencakup keterkaiatan jabatan dengan
keselamatan pasien secara jelas.
2. Rumah sakit menyelenggarakan program pendidikan dan
pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara
kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam
pelayanan pasien.

Kriteria:
a. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan
dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik tentang
keselamatan paien sesuai dangan tugasnya masing- masing.
b. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan
pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi
pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.

Universitas Indonesia
21

c. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang


kerjasama kelompok guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaburatif dalam rangka melayani pasien.

Standar VII.
Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien.
1. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen
informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan
informasi internal dan eksternal
2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

Kriteria:
a. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain
proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang
hal- hal terkait dengan keselamatan pasien.
b. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala
komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.

Langkah penerapan program keselamatan pasien menurut Depkes


(2008) antara lain

1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien.


2. Membangun komitmen dan fokus yang jelas tentang
keselamatan pasien.
3. Membangun sistem dan proses managemen resiko serta
melakukan identifikasi dan assessmen terhadap potensial masalah.
4. Membangun sistim pelaporan.
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien.
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
dengan melakukan analisis akar masalah.

Universitas Indonesia
22

7. Mencegah cedera melalui implementasi sistim keselamatan


pasien dengan menggunakan informasi yang ada.

Pengkajian pada keselamatan pasien secara garis besar dibagi atas:


struktur, lingkungan, peralatan dan teknologi, proses, orang dan
budaya (Depkes, 2008)

a. Struktur
1. Kebijakan dan prosedur organisasi: terdapat kebijakan dan
prosedur tetap yang telah dibuat dengan mempertimbangkan
keselamatan pasien.
2. Fasilitas : fasilitas dibangun untuk meningkatkan keamanan.
3. Persediaan : hal – hal yang dibutuhkan sudah tersedia seperti
persediaan di ruang emergensi

b. Lingkungan
1. Pencahayaan dan permukaan berkontribusi terhadap pasien jatuh
atau cedera.
2. Temperatur : pengkondisian temperatur dibutuhkan dibeberapa
ruangan seperti ruang operasi.
3. Kebisingan : lingkungan yang bising dapat menjadi distraksi saat
perawat sedang memberikan pengobatan dan tidak terdengarnya
sinyal alarm dari perubahan kondisi pasien.
4. Ergonomik dan fungsional : ergonomi berpengaruh terhadap
penampilan seperti teknik memindahkan pasien, jika terjadi
kesalahan dapat menimbulkan pasien jatuh atau cedera. Selain itu
penempatan material di ruangan apakah sudah disesuaikan dengan
fungsinya seperti pengaturan tempat tidur, jenis, penempatan alat
yang memperhatikan keselamatan pasien.

Universitas Indonesia
23

c. Peralatan dan teknologi


1. Fungsional : perawat harus mengidentifikasi penggunaan alat
dan desain dari alat. perkembangan kecanggihan alat sangat cepat
sehingga diperlukan pelatihan untuk mengoperasikan alat secara
tepat dan benar.
2. Keamanan : alat – alat yang digunakan juga harus didesain
penggunaannya dapat meningkatkan keselamatan pasien.

d. Proses
1. Desain kerja: desain proses yang tidak dilandasi riset yang
adekuat dan kurangnya penjelasan dapat berdampak terhadap tidak
konsisten perlakuan pada setiap orang hal ini akan berdampak
terhadap kesalahan. Untuk mencegah hal tersebut harus dilakukan
research based practice yang diimplementasikan.
2. Karakteristik risiko tinggi: melakukan tindakan keperawatan
yang terus – menerus saat praktek akan menimbulkan kelemahan,
dan penurunan daya ingat hal ini dapat menjadi risiko tinggi
terjadinya kesalahan atau lupa oleh karena itu perlu dibuat suatu
sistem pengingat untuk mengurangi kesalahan.
3. Waktu : waktu sangat berdampak pada keselamatan pasien hal
ini lebih mudah tergambar ada pasien yang memerlukan resusitasi,
yang dilanjutkan oleh beberapa tindakan seperti pemberian obat
dan cairan, intubasi dan defibrilasi dan pada pasien – pasien
emergency oleh karena itu pada saat – saat tertentu waktu dapat
menentukan apakah pasien selamat atau tidak.
4. Perubahan jadwal dinas perawat juga berdampak terhadap
keselamatan pasien karena perawat sering tidak siap untuk
melakukan aktivitas secara baik dan menyeluruh.
5. Waktu juga sangat berpengaruh pada saat pasien harus dilakukan
tindakan diagnostik atau ketepatan pengaturan pemberian obat
seperti pada pemberian antibiotik atau trombolitik, keterlambatan
akan mempengaruhi terhadapap diagnosis dan pengobatan.

Universitas Indonesia
24

6. Efisiensi: keterlambatan diagnosis atau pengobatan akan


memperpanjang waktu perawatan tentunya akan meningkatkan
pembiayaan yang harus di tanggung oleh pasien.

e. Orang
1. Sikap dan motivasi: sikap dan motivasi sangat berdampak
kepada kinerja seseorang. Sikap dan motivasi yang negatif akan
menimbulkan kesalahan-kesalahan
2. Kesehatan fisik: kelelahan, sakit dan kurang tidur akan
berdampak kepada kinerja dengan menurunnya kewaspadaan dan
waktu bereaksi seseorang
3. Kesehatan mental dan emosional: hal ini berpengaruh terhadap
perhatian akan kebutuhan dan masalah pasien. tanpa perhatian yang
penuh akan terjadi kesalahan – kesalahan dalam bertindak
4. Faktor interaksi manusia dengan teknologi dan lingkungan:
bidan memerlukan pendidikan atau pelatihan saat dihadapkan
kepada penggunaan alat – alat kesehatan dengan teknologi baru dan
perawatan penyakit – penyakit yang sebelumnya belum tren seperti
perawatan flu burung.
5. Faktor kognitif, komunikasi dan interpretasi : kognitif sangat
berpengaruh terhadap pemahaman kenapa terjadinya kesalahan
(error). Kognitif seseorang sangat berpengaruh terhadap
bagaimana cara membuat keputusan, pemecahan masalah baru
mengkomunikasikan hal – hal yang baru.

f. Budaya
1. Faktor budaya sangat bepengaruh besar terhadap pemahaman
kesalahan dan keselamatan pasien.
2. Filosofi tentang keamanan; keselamatan pasien tergantung
kepada filosofi dan nilai yang dibuat oleh para pimpinanan
pelayanan kesehatan.

Universitas Indonesia
25

3. Jalur komunikasi: jalur komunikasi perlu dibuat sehingga ketika


terjadi kesalahan dapat segera terlaporkan kepada pimpinan (siapa
yang berhak melapor dan siapa yang menerima laporan).
4. Budaya melaporkan, terkadang untuk melaporkan suatu
kesalahan mendapat hambatan karena terbentuknya budaya
blaming. Budaya menyalahkan (blaming) merupakan fenomena
yang universal. Budaya tersebut harus dikikis dengan membuat
protap jalur komunikasi yang jelas.
5. Staff – kelebihan beban kerja, jam dan kebijakan personal.
Faktor lainnya yang penting adalah sistem kepemimpinan dan
budaya dalam merencanakan staf, membuat kebijakan dan
mengantur personal termasuk jam kerja, beban kerja, manajemen
kelelahan, stress dan sakit

2.5 BUDAYA KESELAMATAN PASIEN

2.5.1 Definisi Budaya Keselamatan Pasien

Komite IOM (Institute of Medicine) mendesak organisasi rumah sakit


untuk menciptakan lingkungan dimana budaya keselamatan menjadi
tujuan organisasi dan prioritas utama. Menurut laporan IOM (2000)
dalam “to err is human report”, organisasi kesehatan harus
membangun budaya selamat dimana lingkungan kerja dan proses di
dalamnya fokus pada peningkatan reliabilitas dan keselamatan pasien.
(Leape LL 2002) mengatakan organisasi rumah sakit memulai proses
untuk meningkatkan budaya keselamatan pasien dengen fokus pada
budaya keselamatan di rumah sakit.
The safety culture of an organization is the product of individual and
group values, attitudes, perceptions, competencies, and patterns of
behavior that determine the commitment to, and the style and
proficiency of, an organization’s health and safety management.

Universitas Indonesia
26

Budaya keselamatan pasien adalah hasil dari nilai, persepsi, kompetensi


dan pola tingkah laku dari individu dan kelompok yang mempengaruhi
komitmen, gaya dan kedewasaan dari manajemen kesehatan dan
keselamatan suatu organisasi. Organisasi dengan budaya keselamatan
pasien yang positif ditandai dengan komunikasi yang dibangun atas
saling percaya, persepsi bersama akan pentingnya keselamatan dan
keyakinan akan pentingnya tindakan pencegahan. (ACSN 1993)

Pengertian budaya keselamatan pasien menurut Weaver et al, (2013).


adalah sebagai sikap, nilai, keyakinan, persepsi, norma, kompetensi dan
prosedur terkait keselamatan pasien. Budaya keselamatan pasien
membentuk persepsi dokter dan staf mengenai perilaku yang normal
terkait keselamatan pasien di wilayah kerja mereka.

Menurut Schein (2004) budaya keselamatan pasien yaitu nilai-nilai


(values) yang dianut bersama antar anggota organisasi tentang apa yang
penting, keyakinan (beliefs) tentang bagaimana melakukan sesuatu di
dalam organisasi dan interaksi nilai dan keyakinan tersebut dengan unit
kerja dan struktur serta sistem organisasi, yang secara bersama-sama
menghasilkan norma perilaku dalam organisasi.

Menurut Kirk et,al, (2007) budaya keselamatan pasien yang positif


mempunyai aspek-aspek sebagai berikut :
a. Komunikasi berdasarkan kepercayaan dan keterbukaan yang
sifatnya mutual
b. Persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan
c. Keyakinan dalam ketepatan dari ukuran-ukuran pencegahan
keselamatan
d. Pembelajaran organisasi
e. Komitmen pimpinan dan tanggungjawab eksekutif
f. Pendekatan tanpa menyalahkan (no blame) dan tanpa
hukuman (non punitive) terhadap pelaporan dan analisis insiden

Universitas Indonesia
27

2.5.2 Dimensi Budaya Keselamatan Pasien


Menurut Sammer (2010), budaya keselamatan pasien memiliki tujuh
sub-budaya yaitu
1) Kepemimpinan (leadership)
Pemimpin memahami bahwa pelayanan kesehatan berisiko tinggi
sehingga dapat dapat mengarahkan visi dan misi, kompetensi staf,
keuangan dan sumber daya manusia pada prioritas keselamatan
pasien
2) Kerjasama (Teamwork)
Semangat kolega, kolaborasi dan bahu membahu dari eksekutif, staf
dan professional di dalam organisasi yang terjalin secara terbuka,
aman, saling hormat dan fleksibel.

3) Berbasis bukti (Evidence based)


Pelayanan kepada pasien dilakukan berdasarkan bukti (evidence
based). Standarisasi untuk mengurangi variasi yang terjadi. Desain
alur proses yang aman dan terjamin.
4) Komunikasi (communication)
5) Pembelajaran (Learning)
6) Keadilan (just)
7) Berorientasi pasien (Patient centered)

Berdasarkan Association of Operating Room Nurse (AORN, 2006)


budaya keselamatan pasien memiliki lima sub-budaya yaitu
1) Pelaporan (reporting)
Budaya pelaporan adalah budaya dimana setiap anggota dapat
melaporkan kejadian error atau near miss. Budaya pelaporan dapat
dinilai dengan tipe kesalahan yang dilaporkan oleh staf. Semakin
matang budaya keselamatan maka semakin meningkat pengambilan
risiko berkaitan dengan kesalahan yang dilaporkan. Pada budaya
pelaporan yang baik setiap kejadian yang dilaporkan menjamin

Universitas Indonesia
28

semua staf dalam organisasi untuk belajar dari pengalaman. Strategi


yang dapat dilakukan adalah

1. fokus pada kejadian yang terjadi dan near miss

2. gunakan sistem dokumentasi yang mudah digunakan

3. mengembangkan sistem pelaporan yang berfokus pada uraian


cerita dan berbagi pengetahuan

4. berfokus pada kasus individu yang memberikan kesempatan


pembelajaran

5. memberikan umpan balik kepada staf pada semua isu yang


dilaporkan

6. mengembangkan satuan pencapaian yang jela misalkan


peningkatan jumlah laporan

7. memprioritaskan penerapan solusi berdasarkan topik yang


ditemukan di lapangan dan risiko potensial yang ditemukan

8. menggunakan proses yang mendorong peningkatan kualitas


(Plan, DO, Check, Act)

2) Fleksibilitas (flexible)
Budaya fleksibel adalah budaya yang cepat tanggap untuk
menghadapi perubahan yang terjadi di pelayanan kesehatan.
Strategi yang dapat dilakukan adalah

1. identifikasi model pengembangan program yang berfokus


pada siklus perubahan cepat

2. mengembangkan proses yang mendukung berbagi


kepemimpinan

3. lingkungan yang saling menghormati, kolaborasi, dan saling


percaya antara pemimpin dan semua anggota tim

Universitas Indonesia
29

3) Keadilan (just)
Budaya keadilan adalah budaya yang memberikan lingkungan
saling percaya antara semua anggota tim dan mendorong untuk
memberikan data keamanan dan memiliki kesadaran terhadap
perilaku yang dapat atau tidak dapat diterima.

4) Pembelajaran (learning)
Budaya pembelajaran adalah budaya yang mampu dan siap untuk
mendapatkan pengetahuan dari pengalaman dan data serta ada
kemauan untuk menerapkan perubahan mayor yang ditunjukkan
sistem informasi keamanan. Budaya pembelajaran adalah pelaporan
dan belajar dari kejadian atau insiden dan near miss.

Strategi yang dapat dilakukan

1. menumbuhkan kesempatan pembelajaran melalui komunikasi


terbuka

2. mengembangkan kemampuan untuk beradaptasi terhadap


perubahan pelayanan kesehatan dan bersikap reseptif terhadap
perubahan

3. staf terdepan dilibatkan dalam menggunakan inisiatif untuk


mengatasi situasi atau masalah unik yang terjadi di lapangan

4. performa individu dihubungkan dengan performa tim

5) Kewaspadaan (wary)
Budaya kewaspadaan adalah budaya dimana semua anggota
senantiasa waspada terhadap kejadian tidak terduga. Menjadi
waspada adalah kombinasi antara pemberitahuan dan sadar bahwa
dalam tiap kejadian sebuah kejadian tidak terduga dapat terjadi.
Budaya pelaporan, pembelajaran dan fleksibel dapat mendukung
budaya kewaspadaan yang baik.

Universitas Indonesia
30

Menurut Carthey&Clarke (2010) dalam Puspitasari (2015)


organisasi kesehatan akan memiliki budaya keselamatan pasien
yang positif, jika memiliki dimensi budaya sebagai berikut:

1. Budaya keterbukaan (open culture)


Budaya ini menggambarkan semua staf RS merasa nyaman
berdiskusi tentang insiden yang terjadi ataupun topik tentang
keselamatan pasien dengan teman satu tim ataupun dengan
manajernya. Staf merasa yakin bahwa fokus utama adalah
keterbukaan sebagai media pembelajaran dan bukan untuk mencari
kesalahan ataupun menghukum. Komunikasi terbuka dapat juga
diwujudkan pada saat serah terima pasien, briefing staf maupun
morning report.

2. Budaya keadilan (just culture)


Merupakan budaya membawa atmosfer “trust” sehingga anggota
bersedia dan memilki motivasi untuk memberikan data dan
informasi serta melibatkan pasien dan keluarganya secara adil
dalam setiap pengambilan keputusan terapi. Perawat dan pasien
diperlakukan secara adil saat terjadi insiden dan tidak berfokus
untuk mencari kesalahan individu tetapi lebih mempelajari secara
sistem yang mengakibatkan terjadinya kesalahan. Lingkungan
terbuka dan adil akan membantu staf membuat pelaporan secara
jujur mengenai kejadian yang terjadi dan menjadikan insiden
sebagai pelajaran dalam upaya meningkatkan keselamatan pasien.

3. Budaya pelaporan (reporting culture)


Budaya dimana staf siap untuk melaporkan insiden atau near miss,
sehingga dapat dinilai jenis kesalahan dan dapat diketahui kesalahan
yang biasa dilakukan oleh staf serta dapat diambil tindakan sebagai
bahan pembelajaran organisasi. Organisasi belajar dari pengalaman

Universitas Indonesia
31

sebelumnya dan mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi


faktor risiko terjadinya insiden sehingga dapat mengurangi atau
mencegah insiden yang akan terjadi.

4. Budaya belajar (learning culture)


Setiap lini dari organisasi baik sharp end (yang bersentuhan
langsung dengan pelayanan) maupun blunt end (manajemen)
menggunakan insiden yang terjadi sebagai proses belajar.
Organisasi berkomitmen untuk mempelajari insiden yang telah
terjadi, mengkomunikasikan kepada staf dan senantiasa
mengingatkan staf.

5. Budaya informasi (informed culture)


Organisasi mampu belajar dari pengalaman masa lalu sehingga
memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi dan menghindari
insiden yang akan terjadi karena telah belajar dan terinformasi
dengan jelas dari insiden yang sudah pernah terjadi, misalnya dari
pelaporan kejadian dan investigasi.

Peneliti tertarik untuk mengambil dimensi budaya keselamatan


pasien menurut penggolongan Carthey&Clarke (2010) karena sudah
pernah diterapkan dalam penelitian sebelumnya di salah satu rumah
sakit swasta di Jakarta yaitu dalam penelitian Puspitasari (2015)
sehingga dijadikan salah satu referensi dalam penelitian ini.

2.5.3 Pengukuran Budaya Keselamatan Pasien

Pengukuran budaya keselamatan pasien dapat dilakukan


berdasarkan dimensi yang mendasari ataupun berdasarkan tingkat
maturitas dari organisasi dalam menerapkan budaya keselamatan
pasien. Beberapa organisasi mengembangkan standard pengukuran
dengan masing-masing instrumennya, antara lain AHRQ, Stanford

Universitas Indonesia
32

dan MaPSaF (Manchester Patient Safety Assesment Framework).


Namun, sejauh ini kuesioner HSOPSC dari AHRQ yang paling
banyak direkomendasikan untuk mengukur budaya keselamatan
pasien karena telah terjamin validitas dan reliabilitasnya secara
internasional (AHRQ, 2011). Pengukuran budaya keselamatan
pasien yang dikembangkan oleh AHRQ melalui 12 dimensi AHRQ.

Pengukuran budaya keselamatan paien dapat digunakan oleh


organisasi kesehatan sebagai alat untuk
 meningkatkan kesadaran karyawan tentang keselamatan pasien,
 mendiagnosis dan menilai tingkat budaya keselamatan pasien
saat ini, mengidentifikasi kekuatan dan area-area yang
memerlukan penguatan budaya keselamatan pasien.
 Menilai trend budaya keselamatan pasien dari waktu ke waktu
 Mengevaluasi dampak budaya dari upaya keselamatan pasien
dan intervensi yang dilakukan
 Melakukan perbandingan internal dan eksternal.

2.5.4 Manfaat Membangun Budaya Keselamatan Pasien

Upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan keselamatan pasien di


tingkat unit maka harus dilakukan upaya perubahan budaya
keselamatan pasien. Hughes (2008) menyatakan bahwa langkah
awal untuk memperbaiki pelayanan yang berkualitas adalah
keselamatan sedangkan kunci dari pelayanan yang bermutu dan
aman adalah membangun budaya keselamatan pasien. Jadi
pengembangan mutu di rumah sakit telah mengarah pada upaya
peningkatan mutu yang berorientasi pada keselamatan.

Dalam lingkup keselamatan pasien, pengetahuan SDM kesehatan


merupakan hal yang berhubungan dengan komitmen yang

Universitas Indonesia
33

diperlukan dalam upaya untuk membangun budaya keselamatan


pasien (Cahyono, 2008). Komitmen yang timbul sebagai hasil dari
pengetahuan yang dimiliki oleh SDM akan membawa perilaku
positif yang mendukung budaya keselamatan pasien.

Budaya keselamatan pasien merupakan pondasi keselamatan


pasien. Perubahan budaya keselamatan pasien dari blaming culture
menjadi safety culture merupakan kata kunci dalam meningkatkan
mutu dan keselamatan paien. Fleming (2006) menyatakan bahwa
salah satu strategi untuk mengembangkan budaya keselamaan
adalah dengan melibatkan staf dalam perencanaan dan
pengembangan budaya keselamatan. Menurut terori perubahan
individu, kelompok atau organisasi akan mengalami perubahan
atau tidak bergantung dari dua faktor yaitu faktor kekuatan tekanan
(driving force) dan faktor keengganan (resistance). Perubahan baru
akan terjadi jika kekuatan tekanan melebihi kekuatan keengganan

Jika suatu organisasi mengadopsi budaya keselamatan pasien


sebagai nilai keselamatan berarti setiap individu dalam organisasi
tersebut bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan secara
aman. Nilai ini dapat menjadi perekat individu, dikomunikasikan
dan diajarkan dari dan ke setiap individu menjadi aturan yang
ditaati serta dapat membentuk kebiasaan dan perilaku individu
dalam organisasi (Cahyono, 2008).

Terwujudnya pelayanan kesehatan yang bermutu dan aman


bergantung pada kokohnya fondasi budaya keselamatan yang ada
dalam suatu organisasi. Kerangka yang digunakan dalam
implementasi program keselamatan pasien adalah melalui upaya
untuk membangun budaya keselamatan pasien (culture of safety).

Universitas Indonesia
34

Menurut Yates (2006) dalam Yulia (2010), kerangka ini disokong


oleh tiga pilar yang disebut sebagai pondasi dan pilar perawatan
pasien secara aman.

Gambar 2.1 Pendekatan sistematik keselamatan pasien.


Sumber : Yulia S, 2010.

Akselerasi penerapan program keselamatan pasien dapat dicapai melalui


penerapan kebijakan global mengenai tujuh langkah keselamatan pasien
(Depkes, 2006) dan sembilan langkah solusi keselamatan pasien (WHO,
2007). Budaya keselamatan pasien yang kuat akan menurunkan angka
kesalahan medis. Misi yang diharapkan dalam membangun budaya
keselamatan pasien adalah terciptanya total safety culture
(Ayudyawardani, 2012). Dalam budaya ini
1. setiap orang merasa bertanggung-jawab terhadap keselamatan
pasien dan menerapkannya sebagai dasar kegiatan sehari-hari
2. orang-orang lebih dari sekedar melaporkan kejadian tidak
diinginkan dan kejadian nyaris cidera namun juga turun tangan
untuk memperbaikinya

Universitas Indonesia
35

3. praktek keselamatan paien didukung secara berkala dengan umpan


balik yang bermanfaat dari stakeholder dan manajer
4. orang-orang terus memperhatikan keselamatan baik bagi diri
sendiri maupun orang lain
5. keselamatan tidak lagi dianggap sebagai prioritas yang dengan
mudah bergeser berdasarkan situasi, namun dianggap sebagai nilai
yang menghubungkan setiap prioritas

2.6 Kewaspadaan Universal/Kewaspadaan Standar (Universal


Precautions)

2.6.1 Definisi Kewaspadaan Universal/ Kewaspadaan Standar

Menurut CDC (2007), kewaspadaan universal atau kewaspadaan standar


(universal/standart precautions) merupakan seperangkat pedoman
direkomendasikan untuk diterapkan dalam setiap praktik kerja untuk
melindungi petugas kesehatan dari pajanan penyakit infeksi yang menular
lewat darah (blood-borne pathogen). Pedoman tersebut meliputi
kebersihan tangan, pemakaian APD, pengelolaan benda tajam dan lain-
lain.

Pada tahun 1985-88, Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
mengeluarkan Universal Precautions (Kewaspadaan Universal). Di dalam
kewaspadaan universal, petugas kesehatan diharuskan untuk
memperlakukan setiap pasien dengan asumsi bahwa pasien berpotensi
menularkan/ tertular penyakit infeksi. Selanjutnya pada tahun 1996, CDC
merekomendasikan Kewaspadaan Universal untuk digantikan sebutannya
menjadi Standard Precautions (Kewaspadaan Standar) yang
menggabungkan Universal Precautions dan Body Substance Isolation.
Akan tetapi walaupun CDC sekarang menggunakan istilah Standard
Precautions untuk mendeskripsikan tindakan perlindungan terhadap
pajanan pada petugas kesehatan dan pasien, istilah Universal Precautions

Universitas Indonesia
36

masih digunakan secara luas di kalangan petugas klinis (Efstatshio, et.al.,


2011).

2.6.2 Komponen Kewaspadaan Universal/Kewaspadaan Standar

Kewaspadaan standar diterapkan di pelayanan kesehatan dengan tujuan


untuk mengendalikan infeksi secara konsisten serta mencegah penularan
bagi petugas kesehatan dan pasien. Kebijakan universal precautions
merupakan pedoman yang ditetapkan oleh Centers for Diseases Control
(CDC) untuk mencegah penyebaran dari berbagai penyakit yang dapat
ditularkan di lingkungan rumah sakit maupun sarana pelayanan kesehatan
lainnya. Pemakaian universal precaution diwajibkan untuk seluruh staf
yang mempunyai risiko untuk terkontaminasi atau terpajan.

Unsur kewaspadaan universal adalah

1. cuci tangan

2. sarung tangan

3. masker, pelindung mata dan wajah

4. gaun / apron

5. peralatan perawatan pasien

6. pengendalian lingkungan

7. linen

8. penanganan limbah

9. kesehatan karyawan dan darah yang terinfeksi pathogen

Universitas Indonesia
37

2.6.2.1 Kebersihan Tangan

Cuci tangan harus dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah


melakukan tindakan perawatan. Tangan harus dicuci sebelum dan sesudah
memakai sarung tangan. (Depkes, 2003)

Keharusan cuci tangan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. melakukan cuci tangan dengan menggunakan sabun biasa pada


cuci tangan rutin/sosial
b. melakukan cuci tangan dengan menggunakan antiseptik berbahan
dasar chlorhexidin 2% dengan air mengalir (bebas kuman) pada
cuci tangan prosedural
c. pada kondisi tertentu cuci tangan dapat dilakukan dengan
menggunakan handsrubs berbahan dasar chlorhexidin 0,5% atau
alkohol dan gliseryl
d. cuci tangan bedah dengan menggunakan bahan dasar chlorhexidin
4% dengan air mengalir steril
e. cuci tangan dilakukan pada
 setelah tiba di rumah sakit dan sebelum meninggalkan
rumah sakit
 sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
 sebelum dan sesudah melakukan tindakan
 sebelum dan sesudah meninggalkan kamar mandi/WC
 setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, eksresi dan
peralatan yang terkontaminasi walaupun menggunakan
sarung tangan
 segera setelah melepas sarung tangan
 jika kontak di antara satu pasien dengan pasien lainnya
 di antara prosedur yang berbeda pada pasien yang sama

Universitas Indonesia
38

2.6.2.2 Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lender
petugas dari risiko pajanan darah, semua cairan tubuh, secret, eksreta, kulit
yang tidak utuh dan selaput lendir pasien (Depkes, 2003).

Jenis-jenis alat pelindung diri

1. Sarung tangan
Berikut beberapa alasan mengenakan sarung tangan sebagai alat
pelindung diri adalah:
 Mengurangi kemungkinan staf kontak dengan organisme
infeksi yang menginfeksi pasien.
 Mengurangi kemungkinan staf memindahkan flora endogen
mereka sendiri ke pasien.
 Mengurangi kemungkinan staf menjadi tempat kolonisasi
sementara mikroorganisme yang dapat dipindahkan pada
pasien lain.

Penggunaan sarung tangan harus segera dipakai apabila:


 Akan terjadi kontak tangan pemeriksa dengan darah, cairan
tubuh, selaput lendir, atau kulit yang terluka.
 Akan melakukan tindakan medik invasif (pemasangan alat-
alat vaskular seperti intravena perifer).
 Akan membersihkan sampah terkontaminasi atau
memegang permukaan yang terkontaminasi.

Sarung tangan mencegah penularan kuman patogen melalui cara


kontak langsung maupun tidak langsung. Ada 3 jenis sarung
tangan, yaitu :
 Sarung tangan bedah, dipakai sewaktu melakukan tindakan
invasif atau pembedahan.

Universitas Indonesia
39

 Sarung tangan pemeriksaan, dipakai untuk melindungi


petugas kesehatan sewaktu melakukan pemeriksaan atau
stafan rutin.
 Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses
peralatan menangani bahan-bahan terkontaminasi dan
sewaktu membersihkan permukaan yang terkontaminasi.

Hal-hal yang perlu dilakukan dan tidak boleh dilakukan dalam


pemakaian sarung tangan :
 Pakailah ukuran yang sesuai.
 Gantilah sarung tangan secara berkala pada tindakan yang
memerlukan waktu lama.
 Potonglah kuku cukup pendek untuk mengurangi risiko
robek atau berlubang.
 Tariklah sarung tangan sampai meliputi tangan baju (jika
pakai baju operasi).
 Pakailah cairan pelembab untuk mencegah kulit dari
kekeringan atau berkerut.
 Jangan pakai cairan atau krim berbasis minyak, karena akan
merusak sarung tangan.
 Jangan pakai cairan pelembab yang terlalu wangi karena
dapat merangsang kulit dan menyebabkan iritasi.
 Jangan simpan sarung tangan di tempat dengan suhu terlalu
panas atau terlalu dingin.

Langkah-langkah atau prosedur dalam penggunaan sarung tangan :


 Siapkan kemasan sarung tangan steril yang sesuai.
 Lakukan cuci tangan dengan seksama.
 Buka pembungkus bagian paling luar dari kemasan sarung
tangan. Pisahkan dan lepaskan sisi-sisinya.
 Pegang bagian dalam kemasan dan letakkan pada
permukaan yang bersih datar tepat di atas tinggi siku. Buka

Universitas Indonesia
40

kemasan, jaga supaya sarung tangan tetap di atas


permukaan bagian dalam pembungkus.
 Jika sarung tangan tidak dibedak, ambil pak bedak dan
pakai tipis-tipis pada tangan diatas wastafel atau keranjang
sampah.
 Identifikasi sarung tangan kanan dan kiri. Kenakan sarung
tangan dominan terlebih dahulu.
 Dengan ibu jari dan telunjuk serta jari tengah dari tangan
non dominan, pegang tepi dari manset sarung tangan untuk
tangan dominan sentuh hanya permukaan bagian dalam
sarung tangan.
 Pakai sarung tangan pada tangan dominan, biarkan manset
dan pastikan manset tidak bertumpuk di pergelangan
tangan. Pastikan ibu dan jari lainnya berada pada tempat
yang tepat.
 Dengan tangan yang dominan yang bersarung tangan
selipkan jari di dalam manset sarung tangan kedua.
 Kenakan sarung tangan kedua pada tangan nondominan.
Jangan biarkan jari tangan dan ibu jari tangan dominan
yang bersarung tangan menyentuh setiap bagian tangan non
dominan yang dibuka. Jaga supaya ibu jari tangan dominan
terabduksi kebelakang.
 Setelah sarung tangan kedua dikenakan tautkan kedua
tangan.

Cara yang dilakukan didalam melepaskan sarung tangan yang telah


dipakai :
 Pegang bagian luar dari satu manset dengan tangan yang
bersarung tangan hindari menyentuh pergelangan tangan.
 Lepaskan sarung tangan, balikan menjadi bagian dalam
keluar. Buang ke pembuangan.

Universitas Indonesia
41

 Dengan jari yang telah lepas tersebut ambil bagian dalam


dari sarung tangan yang masih dikenakan lepaskan sarung
tangan bagian dalam keluar. Buang di tempat pembuangan.

2. Pelindung wajah/masker/kacamata
Masker harus dikenakan bila diperkirakan ada percikan atau
semprotan dari darah atau cairan tubuh ke wajah. Selain itu,
masker menghindarkan perawat menghirup mikroorganisme dari
saluran pernapasan pasien dan mencegah penularan kuman patogen
dari saluran pernapasan perawat ke pasien. Masker yang dipakai
dengan tepat terpasang pas nyaman di atas mulut dan hidung
sehingga kuman patogen dan cairan tubuh tidak dapat memasuki
atau keluar dari sela-selanya.
Langkah-langkah penggunaan masker :
 Ambil bagian atas masker (biasanya sepanjang tepi tersebut
ada stip motal yang tipis).
 Pegang masker pada 2 tali atau ikatan bagian atas belakang
kepala dengan tali melewati atas telinga.
 Ikatkan dua tali bagian bawah masker sampai ke bawah
dagu.
 Dengan lembut jepitkan pita motal bagian atas pada batang
hidung.

3. Pelindung kepala
Tujuan pemakaian penutup kepala adalah mencegah jatuhnya
mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas kea
lat-alat steril dan juga sebaliknya melindungi kepala dan rambut
petugas dari percikan bahan-bahan pasien (Depkes, 2003)

Universitas Indonesia
42

4. Gaun pelindung (Baju kerja/celemek)


Gaun atau baju pelindung atau jubah atau celemek, merupakan
salah satu jenis pakaian kerja. Pakaian kerja dapat berupa seragam
kerja, gaun bedah, jas laboratorium dan celemek.

Tujuan pemakaian gaun pelindung adalah untuk melindungi


petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau
cairan tubuh lain yang dapat mencemari baju atau seragam. Jenis
gaun pelindung tersebut ada berbagai macam bila dipandang dari
berbagai macam aspeknya, seperti gaun pelindung tidak kedap air
dan gaun pelindung kedap air, gaun pelindung steril dan non steril.
Gaun pelindung steril dipakai oleh ahli bedah dan para asistennya
pada saat melakukan pembedahan sedang gaun pelindung non-
steril dipakai di berbagai unit yang berisiko tinggi, misalnya
pengunjung kamar bersalin, ruang pulih di kamar bedah, ruang
rawat intensif (ICU), rawat darurat dan kamar bayi.

Gaun pelindung dapat dibuat dari bahan yang dapat dicuci dan
dapat dipakai ulang (kain), tetapi dapat juga terbuat dari bahan
kertas kedap air yang hanya dapat dipakai sekali saja (disposable).
Gaun pelindung sekali pakai ini biasanya dipakai dalam kamar
bedah, karena lebih banyak terpajan cairan tubuh yang dapat
menyebabkan infeksi.

Gaun pelindung kedap air dapat pula dibuat dari bahan yang dapat
dicuci melalui proses dekontaminasi dan dapat dipakai ulang.
Seperti misalnya plastik. Biasanya dipakai sebagai pelapis di
bagian dalam gaun pelindung steril tidak kedap air, untuk
mencegah tembusnya cairan tubuh kepada pemakai atau untuk
keperluan lain, seperti misalnya pada saat membersihkan luka,
melakukan irigasi, melakukan tindakan drainase, menuangkan
cairan terkontaminasi ke dalam lubang pembuangan WC atau

Universitas Indonesia
43

toilet, mengganti pembalut, menangani pasien dengan pendarahan


masif, melakukan tindakan bedah termasuk otopsi, perawatan gigi,
dan sebagainya. Sebaiknya setiap kali bertugas, tenaga kesehatan
selalu memakai pakaian kerja yang bersih, termasuk gaun
pelindung atau celemek. Gaun pelindung harus segera diganti bila
terkena kotoran, darah atau cairan tubuh.

Tata cara penggunaan gaun pelindung :


 Lepaskan jam tangan anda dan letakkan di sisi yang bersih
dari handuk kerja yang terbuka.
 Cuci tangan anda.
 Gaun dapat dipakai sendiri oleh pemakai atau dipakaikan
oleh orang lain.
 Kenakan gaun pelindung dengan memasukkan kedua
lengan ke dalam lengan baju.
 Selipkan jari-jari anda di bawah dalam tali leher baju dan
tarik tali-tali tersebut ke belakang. Ikat tali leher tersebut
dengan simpul yang sederhana.
 Raihlah bagian belakang dan tarik sisi gaun sehingga
seragam anda tertutup seluruhnya. Ikat tali pinggang
dengan simpul sederhana.
5. Sepatu pelindung
Tujuan pemakaian sepatu pelindung adalah untuk melindungi kaki
petugas dari tumpahan/percikan darah atau cairan tubuh lainnya
dan mencegah kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan
alat kesehatan. Sepatu khusus sebaiknya terbuat dari bahan yang
mudah dicuci dan tahan tusukan.

2.6.2.3 Linen

Linen harus diperhatikan cara penanganan, transportasi dan pemrosesan


linen yang telah dipakai. Cegah pajanan pada kulit dan membran mukosa

Universitas Indonesia
44

serta kontaminasi pada pakaian dan cegah penyebaran pathogen ke pasien


lain dan lingkungan (WHO, 2008). Pada akhir tindakan dengan
mengunakan sarung tangan, ambil linen/ kain penutup lapangan operasi,
masukkan hati-hati ke dalam container atau kantung plastik. Kemudian
diikat untuk dikirim ke tempat pencucian. Bila kain/linen tercemar, beri
larutan klorin 0,5% pada bagian yang terpapar arah/cairan plastik, diikat
dan diberi label bahan menular, kirim ke tempat pencucian (Depkes,
2003).

2.6.2.4 Pengelolaan Alat Kesehatan

Pengelolaan alat kesehatan dapat mencegah penyebaran infeksi melalui


alat kesehatan atau menjamin alat tersebut selalu dalam kondisi steril dan
siap pakai. Peralatan yang ternoda oleh darah, cairan tubuh, sekret, dan
ekskreta harus diperlakukan sedemikian rupa sehingga pajanan pada kulit
dan membran mukosa, kontaminasi pakaian, dan penyebaran patogen ke
pasien lain atau lingkungan dapat dicegah.

Dekontaminasi adalah menghilangkan mikroorganisme patogen dan


kotoran dari suatu benda sehingga aman untuk pengelolaan selanjutnya
dan dilakukan sebagai langkah pertama bagi pengelolaan alat kesehatan
habis pakai. Dekontaminasi bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi
melalui alat kesehatan atau suatu permukaan benda, misalnya HIV,
hepatitis dan kotoran lain yang tidak tampak, sehingga dapat melindungi
petugas maupun pasien. Dekontaminasi dilakukan dengan menggunakan
bahan desinfektan, yaitu suatu bahan atau larutan kimia yang digunakan
untuk membunuh mikroorganisme pada benda mati, dan tidak digunakan
untuk kulit dan jaringan mukosa. Desinfektan yang biasa dipergunakan di
negara berkembang seperti Indonesia adalah larutan klorin 0,5% atau
0,05% sesuai dengan intensitas cemaran dan jenis alat atau permukaan
yang akan didekontaminasi.

Universitas Indonesia
45

Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan seluruh


mikroorganisme dari alat kesehatan termasuk endospora bakteri. Sterilisasi
biasanya dilaksanakan di rumah sakit baik secara fisik maupun secara
kimiawi. Cara dan zat yang sering digunakan untuk sterilisasi di rumah
sakit adalah uap panas bertekanan, pemanasan kering, gas etilin oksida, zat
kimia cair. Sterilisasi adalah proses pengelolaan suatu alat atau bahan
dengan tujuan mematikan semua mikroorganisme termasuk endospora.
Sterilisasi adalah cara yang paling aman dan paling efektif untuk
pengelolaan alat kesehatan yang berhubungan langsung dengan darah atau
jaringan di bawah kulit yang secara normal bersifat steril.

Sterilisasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara fisik dan kimiawi.
Sterilasi secara fisik yaitu dengan pemanasan, radiasi, dan filtrasi
sedangkan sterilisasi secara kimiawi adalah dengan menggunakan bahan
kimia dengan cara merendam (misalnya dalam larutan glutardehid) dan
menguapi dengan gas kimia (diantaranya dengan gas etilin oksida).

2.6.2.5 Pencegahan luka tusukan jarum dan benda tajam lainnya

Benda tajam sangat berisiko untuk menyebabkan perlukaan sehingga


meningkatkan terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah.
Penularan penyakit infeksi tersebut sebagian besar disebabkan kecelakaan
yang dapat dicegah yaitu tertusuk jarum suntik dan perlukaan oleh alat
tajam lainnya (Depkes, 2003). Kecelakaan yang sering terjadi pada
prosedur penyuntikan adalah pada saat petugas berusaha memasukkan
kembali jarum suntik bekas pakai ke dalam tutupnya (recapping). Oleh
karena itu sangat tidak dianjurkan untuk menutup kembali jarum suntik
tersebut melainkan langsung saja dibuang ke tempat penampungan
sementara tanpa menyentuh atau memanipulasi bagian tajamnya seperti
dibengkokkan, dipatahkan atau ditutup kembali. Jika jarum terpaksa
ditutup kembali, gunakanlah cara menutup jarum dengan satu tangan (one
hand scoop) untuk mencegah jari tertusuk jarum (Depkes, 2003).

Universitas Indonesia
46

2.6.2.6 Pengelolaan Limbah

Pengelolaan limbah yang aman yaitu Perlakukan limbah yang


terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekret, dan ekskresi sebagai limbah
infeksius, tamping dalam kantong kedap air (warna kuning) dan ikat rapat
kantong yang sudah 2/3 penuh. Jaringan manusia dan limbah laboratorium
yang secara langsung berhubungan dengan pemrosesan spesimen harus
juga diperlakukan sebagai limbah infeksius. Buang alat sekali pakai
dengan benar.

2.6.3 Kepatuhan dalam Kewaspadaan Universal/Kewaspadaan


Standar

Berdasarkan penelitian oleh Mehta (2010), kepatuhan pada penerapan


kewaspadaan standar di antara petugas kesehatan untuk menghindari
paparan organisme masih rendah. Hal ini didukung juga oleh Putri A
(2010) dalam penelitian di suatu rumah sakit pemerintah di Padang bahwa
penerapan prinsip-prinsip kewaspadaan universal masih respondah pada
57,1% responden. Faktor-faktor yang berkontribusi pada rendahnya
kepatuhan tersebut adalah karena kurangnya pengetahuam, kurangnya
waktu, kelupaan, kurangnya ketrampilan, ketidaknyamanan, iritasi kulit
dan kurangnya pelatihan. Di Indonesia, rendahnya kepatuhan dalam
penerapan kewaspadaan standar disebabkan karena keterbatasan fasilitas
dalam pengendalian infeksi misalnya fasilitas cuci tangan dan kontainer
untuk pembuangan benda tajam (Duerink, et.al.2006).

Kepatuhan terhadap kewaspadaan standar/universal terkait dengan


perilaku kesehatan. Menurut Dejoy, David M (1996) dalam Sahara A
(2011) kepatuhan kewaspadaan universal dapat dilihat dari tiga level yaitu
individu/staf, tugas dan dinamika staf dan konteks organisasi. Tingkat
pertama menggambarkan kesehatan staf dengan karakteristik personal dan
pengalaman kerjanya. Tingkat kedua menggambarkan tugas staf dan
dinamika dimana tuntutan petugas kesehatan untuk merawat pasien

Universitas Indonesia
47

bersaing dengan keselamatan pribadinya. Tingkat ketiga menggambarkan


konteks organisasi dimana organisasi mempunyai budaya keselamatan dan
dukungan pimpinan untuk mendukung penerapan kewaspadaan standar.

Menurut Sahara (2011) dalam penelitiannya faktor individu kurang


berpengaruh dibandingkan dengan faktor organisasi (budaya keselamatan
pasien) dalam pelaksanaan kewaspadaan universal/standar di RS. Faktor
organisasi yaitu persepsi budaya keselamatan pasien yang positif
berdampak pada peningkatan kepatuhan penerapan kewaspadaan
universal/standar pada tenaga kesehatan yang bertugas di rumah sakit.

Universitas Indonesia
48

BAB III
GAMBARAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
JAKARTA

3.1 Sejarah Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih

Pada tahun 1946 Balai Pengobatan Panti Karya Harapan dikelola oleh
Jawatan Sosial Kota Praja yaitu untuk melayani warga miskin, terlantar
dan gelandangan dengan pimpinan Dr. Gofred sedangkan pada tahun 1957
Balai Pengobatan Karya Harapan ini dipimpin oleh dr. Tan Tjong Day.
Seiring berjalannya waktu Balai Pengobatan Karya Harapan berkembang
sehingga pada tahun 1962 semasa Moelyadi menjabat sebagai Menteri
Sosial Balai Pengobatan Karya Harapan dijadikan Rumah Sakit yang
bernama Rumah Sakit Sosial Budhi Asih. Pada saat itu maih di bawah
pengelolaan Dinas Sosial DKI Jakarta yang berkapasitas 60 tempat tidur.

Di tahun 1981 Rumah Sakit Sosial Budhi Asih dilalihkan dibawah


pengelolaan Dinas Kesehatan DKI Jakarta berdasarkan SK Gubernur DKI
No. 63/1981 dengan kapasitas sudah mencapai 100 TT (tempat tidur).
Pada tahun tersebut status rumah sakit pun berubah menjadi RUmah Sakit
Umum Daerah Budhi Asih. Meskipun sudah datang menerima dan
melayani masyarakat lua, namun tetap mempunyai ciri-ciri social seperti
melayani masyarakat miskin terutama bagi gelandangan dan pengemis.
Ciri social ini tetap dipertahankan dan merupakan label khusus bagi
Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih yaitu sebagai rumah sakit rujukan
bagi gelandangan dan pengemis. Pada tahun 1989 ditetapkan susunan
Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih melalui SK Gubernur No.
44/1989.

Pada tahun 1990 status Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih berubah
menjadi tipe C dengan kapasitas 143 TT (tempat tidur). Sebagai Rumah
Sakit milik Pemerintah Daerah DKI Jakarta, anggaran operasional dan
investasi sepenuhnya bersumber dari APBD DKI Jakarta dengan

Universitas Indonesia
48
49

diterbitkannya Perda DKI Jakarta Nomor 10 tahun 1997 yang menetapkan


bahwa RSUD Budhi Asih menjadi unit Swadana Daerah. Untuk
meningkatkan pembenahan diri dan peningkatan pelayanan di segala
bidang. Pada tahun 2001 Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih berhasil
mendapatkan sertifikat penuh untuk 5 pelayanan dasar tanpa syarat.

Saat ini Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih bertekad untuk menjadi
rumah sakit unggulan di Jakarta pada tahun 2010. Untuk mewujudkan hal
itu maka Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih melakukan perluasan
areal gedung yang dimulai pada tahun 2003 sampai dengan Januari 2006
dengan tetap melaksanakan misi mulianya. Sehingga mulai tahun 2006
Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih menempati gedung baru dengan
267 tempat tidur.

Anggaran dana yang digunakan untuk perluasan areal gedung berasal dari
Pemerintah DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Gubernur Propinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Nomor 29 tahun 2006 tentang Pola Pengelolaan
Keuangan Khusus Ibukota Jakarta. Seiring dengan adanya otonomi di
berbagai bidang yang termasuk di dalamnya otonomi di bidang kesehatan,
membuat manajemen di rumah sakit ini diberikan kewenangan untuk
mengelola keuangan secara penuh.

Hal ini didasarkan pada Peraturan Gubernur Propinsi Daerah Khusus


Ibukota Jakarta tanggal 28 Desember 2006 Nomor 2092 tahun 2006
tentang penetapan Rumah Sakit Umum Budhi Asih sebagai Unit Kerja
Dinas Kesehatan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang
menetapkan Pola Pengelolaan Keuangan badan Layanan Umum Daerah
(BLUD) secara penuh. Berdasarkan SK Menkes tanggal 10 April 2007 No.
434/Menkes/SK/IV/2007, menetapkan bahwa Rumah Sakit Umum Daerah
Budhi Asih milik Pemerintah Daerah DKI Jakarta statusnya berubah dari
tipe rumah sakit kela C menjadi rumah sakit kela B Non-pendidikan . Di
samping itu berdasarkan SK Menkes tanggal 15 Juni 2007 No.
YM.02.04.3.2.3384 menetapkan Memberikan Izin Penyelenggara Rumah
Sakit Umum Daerah dengan nama “ Rumah Sakit Umum Daerah Budhi

Universitas Indonesia
50

Asih”, yang beralamat di Jalan Dewi Sartika Cawang III/ 200- 1360 Kodya
Jakarta Timur, Propinsi DKI Jakarta.

Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 73 Tahun 2009 tentang Struktur


Organisasi Tata Kerja RSUD Budhi Asih ditetapkan Organisasi dan Tata
kerja Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih Propinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta. RSUD Budhi Asih menempati satu gedung rumah sakit
yang terdiri atas 12 lantai yang berlokasi di jalan Dewi Sartika Cawang
III/200, dengan luas tanah 6.381 M2 dan luas bangunan 21.977.26 M2.
Fasilitas yang tersedia 20 line telepon dan 6 line hunting, listrik PLN 2.500
KVA dan Genset 1250 KVA. RSUD Budhi Asih diresmikan secara
keseluruhan pada tanggal 12 Juli 2006 oleh Gubernur DKI Jakarta.
Berdasarkan aspek geografis, lokasi RSUD Budhi Asih sangat
menguntungkan karena berada di pusat pengembangan wilayah Jakarta
Timur.

3.2 Profil, Moto dan Logo Rumah Sakit Umum Daerah RSUD Budhi Asih

3.2.1 Profil RSUD Budhi Asih

1. Nama : Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih

2. Kelas Rumah Sakit : B Non Pendidikan

3. Kedudukan : UPT Dinas Kesehatan DKI Jakarta

4. Alamat : Jalan Dewi Sartika Cawang III/200

5. Kecamatan : Cawang

6. Kabupaten : Jakarta Timur

7. Propinsi : DKI Jakarta

8. Telepon : 8090282

9. Fax : 8009157, 8007348

Universitas Indonesia
51

10. Email : budhiasih@cbn.net.id

11. Luas tanah : 6.381 m2

12. Luas Bangunan : 21.977,26 m2 ( 12 lantai + helipet )

13. Listrik : 1250 KVA + Genset

14. Air Bersih : Kapasitas 1.500 liter air panas

Kapasitas 2.500 liter air dingin

15. Pengolahan Limbah cair : Kapasitas 1.000 liter air

16. Telepon : 11 Hunting

17. Ambulance : 4 unit

18. Ambulans Jenazah: 1 unit

19. Perpustakaan

20. ATM

21. Koperasi dan Kantin

3.2.2 Motto RSUD Budhi Asih

Motto Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih adalah “ CARE For All “
yaitu merupakan moto dari setiap individu yang bekerja di Rumah Sakit
Umum Daerah Budhi Asih baik dokter, perawat, tenaga administrasi,
kemampuan tenaga lainnya dalam memberikan pelayanan dengan
professional tanpa membedakan kepada pengunjung dan lapisan
masyarakat di seluruh etnis dan pribadi yang ada di kota metropolitan ini.
Makna dari motto tersebut sangant mendalam yaitu setiap individu dalam
memberikan pelayanan di RSUD Budhi Asih harus berkompeten
(competencies), tepat (accurate), dapat dipercaya/dihandalkan dan
mendengarkan (Reliable and Responsive), Empati (Empathy) dan untuk
semua lapisan masyarakat (For All).

Universitas Indonesia
52

3.2.3 Logo RSUD Budhi Asih

Gambar 3.1 Logo RSUD Budhi Asih

3.3 Visi, Misi, Tujuan, Falsafah, Nilai Dasar RSUD Budhi Asih

3.3.1 Visi:

“PELAYANAN YANG BERKUALITAS DAN MEMUASKAN BAGI SEMUA


DALAM RANGKA MENUJU JAKARTA SEHAT TAHUN 2017”

3.3.2 Misi

1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna dan responsif.

2. Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia yang ber-empati.

3. Berkomitmen untuk menciptakan Kualitas kerja yang baik.

4. Menjadi tempat pendidikan, pelatihan dan penelitian bagi tenaga


kesehatan.

3.3.3 Tujuan

1. Meningkatkan derajat kesehatan seluruh lapisan masyarakat DKI


Jakarta dan sekitarnya

2. Memberikan Pelayanan prima dan mampu menghasilan kinerja financial


yang mandiri, didukung oleh kedalaman hubungan dengan seluruh
pelanggan dan sumber daya manusia yang inovatif dan komitmen tinggi.

Universitas Indonesia
53

3.3.4 Falsafah

“Health for All” yaitu memberikan pelayanan kesehatan kepada semua


lapisan masyarakat disertai dengan kekeluargaan sehingga paien merasa
puas dan senang dengan pelayanan yang diberikan.

3.3.5 Nilai Dasar :

1. Mengenal dan melayani pelanggan melampaui harapan mereka

2. Disiplin yang didukung tinggi dengan saling menghargai

3. Komitmen tinggi berlandaskan kebersamaan ownership

3.4 Struktur Organisasi dan Uraian Tugas Rumah Sakit Umum Daerah
Budhi Asih

Berdasarkan SK Menkes pada tanggal 10 April 2007 No 434/ Menkes/ SK/ IV/
2007 yang menetapkan bahwa RSUD Budhi Asih milik Pemerintah Daerah DKI
Jakarta statusnya berubah dari rumah sakit kelas C menjadi rumah sakit kelas B
Non Pendidikan, maka stuktur organisasinya pun mengikuti struktur organisasi
rumah sakit kelas B Non Pendidikan.

Universitas Indonesia
54

Gambar 3.2 Susunan organisasi RSUD Budhi Asih sebagai berikut

Sumber : berdasarkan Pergub No.219 tahun 2014

a. Direktur

b. Wakil Direktur Keuangan dan Umum terdiri dari :

1. Bagian Umum dan Pemasaran

2. Bagian Sumber Daya Manusia; dan

3. Bagian Keuangan dan Perencanaan

Universitas Indonesia
55

c. Wakil Direktur Pelayanan, terdiri dari:

1. Bidang Pelayanan Medis

2. Bidang Pelayanan Penunjang Medis; dan

3. Bidang Pelayanan Keperawatan

d. SPI;

e. Komite Medik;

f. Komite Keperawatan;

g. Komite Mutu; dan

h. Kelompok Jabatan Fungsional.

Adapun uraian tugas dari masing-masing bagian antara lain:

1. Direktur :

mempunyai tugas antara lain :

a. memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi


RSUD Budhi Asih;

b. mengoordinasikan pelaksanaan tugas Wakil Direktur, SPI, Komite


Medik, Komite Keperawatan dan Komite Mutu;

c. melaksanakan kerja sama dan koordinasi dengan SKPD/UKPD


dan/atau instansi pemerintah/swasta dalam rangka peningkatan
pelayanan RSUD Budhi Asih

d. memonitor dan menilai kinerja Wakil Direktur;

e. mengembangkan inovasi pelayanan kesehatan dan manajemen di


RSUD Budhi Asih; dan

Universitas Indonesia
56

f. melaporkan dan mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan


tugas dan fungsi RSUD Budhi Asih kepada Gubernur melalui
Sekretaris Daerah

2. Wakil Direktur Keuangan dan Umum

Wakil Direktur Keuangan dan Umum merupakan unsur staf RSUD Budhi
Asih dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan, sumber daya manusia dan
barang/aset serta pelaksanaan kegiatan pemasaran, perencanaan,
ketatausahaan dan kerumahtanggaan. Wakil Direktur Keuangan dan
Umum berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur.
Wakil Direktur Keuangan dan Umum mempunyai tugas memimpin
pengelolaan keuangan, sumber daya manusia dan barang/aset, serta
pelaksanaan kegiatan pemasaran, perencanaan, ketatausahaan dan
kerumahtanggaan.

Untuk melaksanakan tugasnya, Wakil Direktur Keuangan dan Umum


mempunyai fungsi:

a. penyusunan bahan rencana strategis, rencana kerja dan anggaran


dan rencana bisnis anggaran Wakil Direktur Keuangan dan Umum

b. pelaksanaan rencana strategis, dokumen pelaksanaan anggaran


dan rencana bisnis anggaran Wakil Direktur Keuangan dan Umum

c. pengoordinasian penyusunan rencana strategis, rencana kerja dan


anggaran, dan rencana bisnis anggaran RSUD Budhi Asih

d. Penyusunan petunjuk teknis standar operasional prosedur


pengelolaan keuangan, sumber daya manusia dan barang/aset, serta
pelaksanaan kegiatan pemasaran, perencanaan, ketatausahaan dan
kerumahtanggaan;

e. fasilitasi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan tenaga


kesehatan dan/atau tenaga lain

Universitas Indonesia
57

f. pelaksanaan monitoring, pengendalian dan evaluasi dokumen


pelaksanaan anggaran dan rencana bisnis anggaran RSUD Budhi
Asih;

g. pelaksanaan pengelolaan keuangan, kepegawaian dan


barang/aset;

h. pelaksanaan kegiatan kerumah tanggaan dan ketatausahaan;

i. penyelenggaraan pemasaran;

j. pelaksanaan pengadaan, perawatan, pemeliharaan dan


penatausahaan perlengkapan/peralatan/inventaris kantor/alat
kesehatan;

k. pelaksanaan publikasi kegiatan dan pengaturan acara RSUD


Budhi Asih;

l. pelaksanaan monitoring dan penilaian kinerja bagian di bawah


Wakil Direktur Keuangan dan Umum;

m.pengambil keputusan pada lingkup bidang tugasnya yang


dilimpahkan/didelegasikan oleh Direktur;

n. penyusunan laporan keuangan (realisasi anggaran, neraca, arus


kas, catatan atas laporan keuangan) RSUD Budhi Asih; dan

o. pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan


fungsi Wakil Direktur Keuangan dan Umum

2.1 Bagian Umum dan pemasaran

Bagian Umum dan pemasaran merupakan Satuan Kerja Wakil Direktur


Keuangan dan Umum dalam pengelolaan barang/aset serta pelaksanaan
kegiatan pemasaran, ketatausahaan dan kerumahtanggaan. Bagian Umum
dan Pemasaran dipimpin oleh seorang Kepala Bagian yang berkedudukan
dibawah dan bertanggung jawab kepada Wakil Direktur Keuangan dan
Umum.

Universitas Indonesia
58

Bagian Umum dan Pemasaran mempunyai tugas:

a. menyusun bahan rencana strategis, rencana kerja dan anggaran,


dan rencana bisnis anggaran Bagian Umum dan Pemasaran

b. melaksanakan rencana strategis, dokumen pelaksanaan anggaran


dan rencana bisnis anggaran bagian Umum dan Pemasaran

c. menyusun bahan petunjuk teknis standar operasional prosedur


pelaksanaan barang/aset serta pelaksanaan kegiatan pemasaran,
ketatausahaan dan kerumah tanggaan

d. menghimpun, menganalisis, mengajukan kebutuhan


perlengkapan/peralatan/inventaris kantor/alat kesehatan;

e. memproses pengadaan, menerima, menyimpan dan


mendistribusikan serta mencatat perlengkapan/peralatan/inventaris
kantor/alat kesehatan;

f. melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan perawatan


perlengkapan/peralatan/inventaris kantor/alat kesehatan termasuk
bangunan gedung

g. menyampaikan pencatatan pengadaan, penyimpanan,


pendistribusian, pemeliharaan dan perawatan
perlengkapan/peralatan/inventaris kantor/alat kesehatan kepada
Bagian Keuangan dan Perencanaan untuk dibukukan;

h. melaksanakan kegiatan publikasi dan pemasaran pelayanan


RSUD Budhi Asih

i. melaksanakan pelayanan data dan informasi rumah sakit (front


office);

j. melaksanakan penjajakan kerja sama pelayanan dengan institusi


pengguna jasa pelayanan kesehatan;

Universitas Indonesia
59

k. melaksanakan kegiatan surat menyurat dan kearsipan antara lain


penerimaan, pencatatan, pentaklikan, penomoran, stempel,
pendistribusian dan pengiriman surat serta penyimpanan,
penelusuran dan pemeliharaan arsip;

l. melaksanakan kegiatan proses pembangunan bangunan gedung


RSUD Budhi Asih

m, mengelola ruang rapat/ruang pertemuan dan perpustakaan


elektronik/non elektronik RSUD Budhi Asih

n. melaksanakan kegiatan pemeliharaan kebersihan, keindahan,


keamanan dan ketertiban RSUD Budhi Asih;

o. melaksanakan upacara dan pengaturan acara RSUD Budhi Asih;

p. melaksanakan koordinasi penghapusan barang;

q. menyiapkan bahan perumusan dan penyusunan peraturan RSUD


Budhi Asih yang terkait dengan tugas Bagian Umum dan
Pemasaran;

r. menyusun bahan pelaksanaan kerjasama dengan pihak lain,


berkoordinasi dengan bidang dan bagian;

s. menyusun bahan kebijakan teknis pelayanan RSUD Budhi Asih


yang berkaitan dengan tugas dan fungsi bagian Umum dan
Pemasaran;

t. memonitor dan menilai kinerja pegawai di bawah Bagian Umum


dan Pemasaran;

u. mengambil keputusan pada lingkup bidang tugasnya yang


dilimpahkan/didelegasikan oleh Direktur; dan

v. melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas


dan fungsi Bagian Umum dan Pemasaran.

Universitas Indonesia
60

2.2 Bagian Sumber Daya Manusia

Bagian Sumber Daya Manusia merupakan Satuan Kerja Wakil Direktur


Keuangan dan Umum dalam pengelolaan sumber daya manusia. Bagian
Sumber Daya Manusia dipimpin oleh seorang Kepala Bagian yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Wakil Direktur
Keuangan dan Umum.

Bagian Sumber Daya Manusia mempunyai tugas :

a. menyusun bahan rencana strategis, rencana kerja dan anggaran,


dan rencana bisnis anggaran Bagian Sumber Daya Manusia;

b. melaksanakan anggaran, dan Manusia; rencana strategis,


dokumen pelaksanaan rencana bisnis anggaran Bagian Sumber
Daya

c. menyusun rancangan peraturan pengelolaan sumber daya


manusia;

d. melaksanakan perencanaan kebutuhan, penempatan, mutasi,


pengembangan, pendidikan dan pelatihan pegawai;

e. melaksanakan monitoring, pembinaan, pengendalian,


pengembangan dan pelaporan kinerja dan disiplin pegawai;

f. melaksanakan pengurusan hak, kesejahteraan, penghargaan,


kenaikan pangkat, cuti dan pensiun pegawai;

g. menyiapkan pemindahan jabatan; dan memproses administrasi


pengangkatan, dan pemberhentian pegawai dalam dan dari jabatan

h. menghimpun, mengolah, menyajikan dan memelihara data,


informasi dan dokumen kepegawaian;

i. melaksanakan konseling pegawai terhadap Non Pegawai Negeri


Sipil RSUD Budhi Asih;

Universitas Indonesia
61

j. memfasilitasi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga


kesehatan dan/atau tenaga lainnya di RSUD Budhi Asih;

k. memfasilitasi penyelesaian permasalahan hukum di RSUD


Budhi Asih;

I. mengoordinasikan penyusunan formula remunerasi;

m. memonitor dan menilai kinerja pegawai di bawah Bagian


Sumber Daya Manusia;

n. mengambil keputusan pada lingkup bidang tugasnya yang


dilimpahkan/delegasikan oleh Direktur; dan

o. melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas


dan fungsi Bagian Sumber Daya Manusia.

2.3 Bagian Keuangan dan Perencanaan

Bagian Keuangan dan Perencanaan merupakan Satuan Kerja Wakil


Direktur Keuangan dan Umum dalam pengelolaan keuangan dan
pelaksanaan tugas perencanaan. Bagian Keuangan dan Perencanaan
dipimpin oleh seorang Kepala Bagian yang berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada Wakil Direktur Keuangan dan Umum.

Bagian Keuangan dan Perencanaan mempunyai tugas :


a. menyusun bahan rencana strategis, rencana kerja dan anggaran
dan rencana bisnis anggaran Bagian Keuangan dan Perencanaan;
b. melaksanakan rencana strategis, dokumen pelaksanaan anggaran
dan rencana bisnis anggaran Bagian Keuangan dan Perencanaan;
c. menghimpun bahan dan menyusun rencana strategis, rencana
kerja dan anggaran, dan rencana bisnis anggaran RSUD Budhi
Asih;
d. menyusun bahan petunjuk teknis standar operasional prosedur
pengelolaan keuangan dan pelaksanaan kegiatan perencanaan;

Universitas Indonesia
62

e. melaksanakan monitoring, pengendalian dan evaluasi


pelaksanaan rencana strategis, dokumen pelaksanaan anggaran
serta rencana bisnis anggaran RSUD Budhi Asih;
f. melaksanakan penatausahaan keuangan RSUD Budhi Asih;
g. menghimpun bahan dan menyusun laporan keuangan (realisiasi
anggaran, neraca, arus kas, catatan atas laporan keuangan) RSUD
Budhi Asih;
h. menghimpun dan menyusun bahan pertanggungjawaban
pengelolaan keuangan RSUD Budhi Asih;
i. melakukan analisis dan evaluasi nilai dan manfaat aset RSUD
Budhi Asih;
j. mencatat, membukukan dan menyusun akuntansi keuangan
RSUD Budhi Asih;
k. melaksanakan mobilisasi penerimaan keuangan;
I. melaksanakan pengelolaan kas, utang dan piutang RSUD Budhi
Asih;
m. menerima, meneliti dan memproses pengajuan Surat
Perrnintaan Pembayaran dan Surat Perintah Membayar;
n. melaksanakan sistem informasi manajemen dan keuangan
RSUD Budhi Asih;
o. melaksanakan pembayaran pengeluaran;
p. menerima, meneliti/menguji kelengkapan tagihan belanja;
q. mengoordinasikan penghitungan unit cost dan usulan tarif setiap
pelayanan;
r. memberikan bimbingan dan konsultasi teknis penyusunan
rencana kerja dan anggaran kepada satuan kerja RSUD Budhi
Asih;
s. memonitor dan menilai kinerja Pegawai di bawah Bagian
Keuangan dan Perencanaan;
t. menghimpun bahan dan menyusun laporan kegiatan, kinerja dan
akuntabilitas RSUD Budhi Asih;

Universitas Indonesia
63

u. mengambil keputusan pada lingkup bidang tugasnya yang


dilimpahkan/delegasikan oleh Direktur; dan
v. melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas
dan fungsi Bagian Keuangan dan Perencanaan.

3. Wakil Direktur Pelayanan

Wakil Direktur Pelayanan merupakan unsur Iini RSUD Budhi Asih dalam
pelaksanaan pelayanan medis, penunjang medis dan keperawatan. Wakil
Direktur Pelayanan berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada Direktur. Wakil Direktur Pelayanan mempunyai tugas memimpin
dan mengoordinasikan pelayanan medis, penunjang medis dan
keperawatan. Untuk melaksanakan tugas nya Wakil Direktur Pelayanan
menyelenggarakan fungsi:
a. penyusunan bahan rencana strategis, rencana kerja dan anggaran,
dan rencana bisnis anggaran Wakil Direktur Pelayanan;
b. melaksanakan rencana anggaran, dan rencana Pelayanan;
c. pelaksanaan pelayanan medis;
d. pelaksanaan pelayanan penunjang medis;
e. pelaksanaan pelayanan asuhan keperawatan;
f. pelaksanaan pelayanan rujukan dan ambulans;
g. pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan;
h. pelaksanaan urusan rekam medis;
i. pelaksanaan pelayanan kegawatdaruratan;
j. pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja;
k. pelaksanaan kesehatan lingkungan rumah sakit;
I. pelaksanaan pelayanan pemulasaraan jenazah;
m. pelaksanaan keselamatan pasien;
n. fasilitasi penelitian dan pengembangan pelayanan kesehatan;
o. penyusunan dan pelaksanaan standar pelayanan;
p. penyusunan dan pelaksanaan standar operasional prosedur
pelayanan medis, penunjang medis dan keperawatan;

Universitas Indonesia
64

q. penyusunan dan peralatan/inventaris keperawatan; pengendalian


kebutuhan perlengkapan pelayanan medis, penunjang medis dan
r. memonitor dan menilai kinerja Kepala Bagian di bawah Wakil
Direktur Pelayanan;
s. pengambil keputusan pada lingkup bidang tugasnya yang
dilimpahkan/delegasikan oleh Direktur; dan
t. pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi
Wakil Direktur Pelayanan.

3.1 Bidang Pelayanan Medis

Bidang Pelayanan Medis merupakan Satuan Kerja Wakil Direktur


Pelayanan dalam pengembangan, pengendalian dan pengoordinasian
pelaksanaan pelayanan medis. Bidang Pelayanan Medis dipimpin oleh
seorang Kepala Bidang yang berkedudukan di bawah dan bertanggung
jawab kepada Wakil Direktur Pelayanan.

Bidang Pelayanan Medis mempunyai tugas :


a. menyusun bahan rencana strategis, rencana kerja dan anggaran,
dan rencana bisnis anggaran Bidang Pelayanan Medis;
b. melaksanakan rencana strategis, dokumen pelaksanaan
anggaran, dan rencana bisnis anggaran Bidang Pelayanan Medis;
c. mengoordinasikan, monitoring, evaluasi, pengawasan dan
pengendalian serta pembinaan peiaksanaan kegiatan pelayanan
medis, pelayanan kegawatdaruratan dan rujukan;
d. menyusun dan menyediakan kebutuhan perlengkapan/peralatan/
inventaris pelayanan medis/kegawatdaruratan/rujukan;
e. mengembangkan kegiatan pelayanan medis, pelayanan
kegawatdaruratan dan rujukan;
f. menyusun standar pelayanan medis, standar operasional
prosedur, monitoring, evaluasi, pengawasan dan pembinaan

Universitas Indonesia
65

kegiatan pelayanan medis, pelayanan kegawatdaruratan dan


rujukan;
g. mengoordinasikan penyelenggaraan keselamatan pasien;
h. mengoordinasikan penyelenggaraan perawatan penyakit infeksi;
i. meiaksanakan koordinasi pelayanan ambulans;
j. fasilitasi kegiatan penelitian dan pengembangan peiayanan
kesehatan;
k. menyusun rencana pengembangan tenaga medis dan
mengoordinasikan pelaksanaannya;
I. melaksanakan penyuiuhan kesehatan rumah sakit;
m. mengoordinasikan dengan Komite Medik/Kelompok Jabatan
Fungsionai untuk penyeragaman alur/standar/pedoman/instruksi
kerja dalam input dan proses pelayanan medik pada pasien;
n. memonitor dan menilai kinerja pegawai di bawah Bidang
Pelayanan Medis;
o. mengambil keputusan pada lingkup bidang tugasnya yang
dilimpahkan/didelegasikan oleh Direktur; dan
p. melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas
dan fungsi Bidang Pelayanan Medis.

3.2 Bidang Pelayanan Penunjang Medis

Bidang Pelayanan Penunjang Medis merupakan Satuan Kerja Wakil


Direktur Pelayanan dalam pengembangan, pengendalian dan
pengoordinasian pelaksanaan pelayanan penunjang medis. Bidang
Pelayanan Penunjang Medis dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Wakil Direktur
Pelayanan.

Bidang Pelayanan Penunjang Medis mempunyai tugas :


a. menyusun bahan rencana strategis, rencana kerja dan anggaran
dan rencana bisnis anggaran Bidang Pelayanan Penunjang Medis;

Universitas Indonesia
66

b. melaksanakan rencana strategis, dokumen pelaksanaan anggaran


dan rencana
bisnis anggaran Bidang Pelayanan Penunjang Medis
c. mengoordinasikan, monitoring, evaluasi, pengawasan dan
pengendalian serta pembinaan pelaksanaan kegiatan pelayanan
penunjang medis;
d. menyusun dan menyediakan perlengkapan/peralatan/inventaris
pelayanan penunjang medis;
e. mengembangkan kegiatan pelayanan penunjang medis;
f. menyusun standar pelay2nan penunjang medis, standar
operasional prosedur, monitoring, evaluasi, pengawasan dan
pembinaan kegiatan pelayanan penunjang medis;
g. menyelenggarakan urusan rekam medis;
h. menyelenggarakan pelayanan gizi, laboratorium, kefarmasian,
radiodiagnostik, rehabilitasi medik dan pemulasaraan jenazah serta
pelayanan penunjang medis lainnya;
i. menyusun rencana pengembangan tenaga penunjang medis dan
mengoordinasikan pelaksanaannya;
j. menyelenggarakan kesehatan dan keselamatan kerja, laundry dan
sanitasi lingkungan rumah sakit;
k. memonitor dan menilai kinerja pegawai di bawah Bidang
Pelayanan Penunjang Medis;
I. mengambil keputusan pada lingkup bidang tugasnya yang
dilimpahkan/didelegasikan oleh Direktur; dan
m. melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas
dan fungsi Bidang Pelayanan Penunjang Medis.

3.3 Bidang Pelayanan Keperawatan

Bidang Pelayanan Keperawatan merupakan Satuan Kerja Wakil Direktur


Pelayanan dalam pengembangan, pengendalian dan pengoordinasian
pelaksanaan pelayanan keperawatan. Bidang Pelayanan Keperawatan

Universitas Indonesia
67

dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berkedudukan di bawah dan


bertanggung jawab kepada Wakil Direktur Pelayanan.

Bidang Pelayanan Keperawatan mempunyai tugas :


a. menyusun bahan rencana strategis, rencana kerja dan anggaran,
dan rencana bisnis anggaran Bidang Pelayanan Keperawatan;
b. melaksanakan rencana strategis, dokumen pelaksanaan
anggaran, dan rencana bisnis anggaran Bidang Pelayanan
Keperawatan;
c. mengoordinasikan, monitoring, evaluasi, pengawasan, dan
pembinaan pelaksanaan kegiatan pelayanan keperawatan;
d. menyusun dan menyediakan kebutuhan perlengkapan/peralatan/
inventaris keperawatan;
e. mengembangkan kegiatan pelayanan keperawatan;
f. menyusun standar pelayanan keperawatan, standar operasional
prosedur, monitoring, evaluasi, pengawasan dan pembinaan
kegiatan pelayanan keperawatan;
g. menyusun rencana pengembangan tenaga keperawatan dan
mengoordinasikan pelaksanaannya:
h. mengoordinasikan dengan Komite Keperawatan untuk
menyusun Alur/Pedoman/lnstruksi Kerja dalam Bidang
Keperawatan pada pasien;
i. memonitor dan menilai kinerja pegawai di bawah Bidang
Pelayanan Keperawatan;
j. mengambil keputusan pada lingkup bidang tugasnya yang
dilimpahkan/ delegasikan oleh Direktur; dan
k. melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas
dan fungsi Bidang Pelayanan Keperawatan.

Universitas Indonesia
68

4. SPI
SPI mempunyai tugas
a. menyusun petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan pengawas
internal:
b. menyusun jadwal pelaksanaan pengawasan internal;
c. melaksanakan kegiatan pengawasan internal;
d. mengolah dan melaporkan hasil pengawasan internal;
e. merekomendasikan tindak lanjut terhadap temuan hasil
pengawasan internal kepada Direktur;
f. memonitor pelaksanaan tindak lanjut hasil pengawasan internal;
g. melaksanakan koordinasi dan fasilitasi dengan pemeriksa
eksternal dan aparat pemeriksa internal pemerintah; dan
h. melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas
kepada Direktur.

SPI dipimpin oleh seorang Kepala SPI yang diangkat dan diberhentikan
oleh Direktur dari Pegawai Negeri Sipil RSUD Budhi Asih yang
memenuhi persyaratan. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab,
SPI berkoordinasi dengan Wakil Direktur sesuai dengan substansi
pengawasan yang dilaksanakan. SPI dalam melaksanakan tugasnya tidak
dapat dipengaruhi oleh Wakil Direktur, Ketua Komite Medik, Kepala
Bidang, Kepala Bagian dan/atau pihak manapun di RSUD Budhi Asih

Susunan SPI, terdiri dari :


a. 1 (satu) orang Kepala merangkap anggota;
b. 1 (satu) orang Sekretaris merangkap anggota;
c. paling banyak 3 (tiga) orang anggota; dan
d. sekretariat paling banyak 3 (tiga) orang.

Universitas Indonesia
69

Untuk dapat diangkat sebagai Kepala dan Sekretarls SPI, sekurang


kurangnya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Pegawai Negeri Sipil;


b. berprofesi sebagai tenaga kesehatan atau pegawai non kesehatan;
c. memiliki dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas;
d. memiliki nilai keteladanan dan dihormati aleh pegawai rumah sakit;
e. tidak pernah melanggar etika profesi atau peraturan kepegawaian;
f. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
g. memiliki pendidikan minimal strata satu; dan
h. memiliki integritas.
Kepala, Sekretaris, dan Anggata SPI diangkat aleh Direktur untuk masa
tugas (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali hanya untuk satu masa tugas
berikutnya.

5. Komite Medik

Komite Medik adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tata kelola
klinis agar staf medis di rumah sakit terjaga profesionalismenya melalui
mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi medis dan pemeliharaan
etika dan disiplin profesi medis, bertanggung jawab kepada Direktur.
Komite Medik merupakan organisasi fungsional yang dibentuk oleh
Direktur. Komite medik mempunyai tugas meningkatkan profesionalisme
staf medis dengan cara :
a. melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan melakukan
pelayanan medis;
b. memelihara mutu profesi staf medis; dan
c. menjaga disiplin, etika dan perlaku staf medis.

Universitas Indonesia
70

Komite Medik menyelenggarakan fungsi;


a. bidang kredensial ;
1. penyusunan dan pengkompilasian daftar kewenangan klinis
sesuai dengan masukan dari kelompok staf medis berdasarkan
norma keprofesian yang berlaku;
2. penyelenggaraan pemeriksaan dan pengkajian kompetensi,
kesehatan fisik dan mental, perilaku, dan etika profesi;
3. evaluasi data pendidikan profesional kedokteran/kedokteran gigi
berkelanjutan;
4. pelaksanaan wawancara .terhadap pemohon kewenangan klinis;
5. penilaian dan keputusan kewenangan klinis yang adekuat;
6. pelaporan hasil penilaian kredensial dan penyampaian
rekomendasi kewenangan klinis pada Komite Medik;
7. pelaksanaan proses kredensial pada saat berakhirnya masa
berlaku surat penugasan klinis dan adanya permintaan dari Komite
Medik;
8. pemberian rekomendasi kewenangan klinis dan penerbitan surat
penugasan klinis; dan
9. sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan manajemen rumah sakit,
Direktur sewaktu-waktu dapat menugaskan Komite Medik untuk
melakukan proses kredensial kepada staf medis fungsional yang
diperintahkan oleh Direktur sesuai kebutuhan pelayanan dan
manajemen rumah sakit

b. bidang mutu profesi staf medis :


1. pelaksanaan audit medis;
2. pemberian rekomendasi perterr.uan ilmiah internal dalam rangka
pendidikan berkelanjutan bagi staf medis;
3. pemberian rekomendasi kegiatan eksternal dalam rangka
pendidikan berkelanjutan bagi staf medis rumah sakit tersebut; dan
4. pemberian rekomendasi proses pendampingan (proctoring) bagi
staf medis yang membutuhkan.

Universitas Indonesia
71

c. bidang disiplin, etika dan perilaku staf medis :


1. pembinaan elika dan disiplin profesi kedokteran;
2. pemeriksaan staf medis yang diduga melakukan pelanggaran
disiplin;
3. pemberian rekomendasi pendisiplinan pelaku profesional di
rumah sakit; dan
4. pemberian nasihat/pertimbangan dalam pengambilan keputusan
etis pada asuhan medis pasien.

Susunan organisasi Komite Medik sekurang-kurangnya terdiri dari ketua,


sekretaris; dan subkomite. Pembentukan Komite Medik di RSUD Budhi
Asih ditetapkan oleh Direktur.

6. Komite Keperawatan

Komite Keperawatan adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tata


kelola klinis agar staf keperawatan dan kebidanan di rumah sakit terjaga
profesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu
profesi tenaga keperawatan, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi
perawat dan bidan, bertanggung jawab kepada Direktur. Komite
Keperawatan merupakan organisasi fungsional yang dibentuk oleh
Direktur.

Komite Keperawatan mempunyai tugas meningkatkan profesionalisme


staf keperawatan dengan cara:
a. melakukan kredensial bagi seluruh staf keperawatan yang akan
melakukan pelayanan keperawatan dan kebidanan;
b. memelihara mutu profesi staf keperawatan; dan
c. menjaga disiplin, etika dan perilaku profesi perawat dan bidan.

Universitas Indonesia
72

Komite Keperawatan menyelenggarakan fungsi:


a. bidang kredensial :
1. penyusunan daftar rincian Kewenangan Klinis dan Buku Putih;
2. verifikasi persyaratan kredensial;
3. pemberian rekamendasi Kewenangan Klinis tenaga keperawatan;
4. pemberian rekamendasi pemulihan Kewenangan Klinis; dan
5. pelaksanaan Kredensial ulang secara berkala sesuai waktu yang
ditetapkan;
6. pelaparan seluruh proses Kredensial kepada Ketua Komite
Keperawatan untuk diteruskan kepada Direktur;
7. sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan manajemen rumah sakit,
Direktur sewaktu-waktu dapat menugaskan Komite Keperawatan
untuk melakukan proses kredensial kepada staf keperawatan
fungsional yang diperintahkan oleh Direktur sesual kebutuhan
pelayanan dan manajemen rumah sakit.

b. bidang mutu profesi staf medis :


1. penyusunan data dasar profil tenaga keperawatan sesuai area
praktik;
2. pemberian rekomendasi perencanaan pengembangan
professional berkelanjutan tenaga keperawatan;
3. pelaksanaan audit keperawatan dan kebidanan; dan
4. pelaksanaan fasllitasi proses pendampingan sesuai kebutuhan.

c. bidang disiplin, etika dan perilaku staf medis:


1. pelaksanaan sosialisasi kode etik profesi tenaga keperawatan;
2. pembinaan etik dan disiplin prafesi tenaga keperawatan;
3. pemberian rekomendasi penyelesaian masalah pelanggaran
disiplin dan masalah etlk dalam kehldupan profesi dan
pelayanan asuhan keperawatan dan kebidanan;
4. pemberian rekomendasi pencabutan Kewenangan Klinis; dan

Universitas Indonesia
73

5. pemberian pertimbangan dalam mengambil keputusan dalam


asuhan keperawatan dan kebidanan.

Susunan organisasi Komite Keperawatan sekurang kurangnya, terdiri dari


ketua, sekretaris; dan subkomite. Pembentukan Komite Keperawatan dl
RSUD Budhi Asih ditetapkan oleh Direktur.

7. Komite Mutu

Komite Mutu adalah perangkat rumah sakit untuk mengembangkan mutu


pelayanan RSUD Budhi Asih. Komite Mutu merupakan organisasi
fungsianal yang dibentuk oleh Direktur. Komite Mutu mempunyai tugas
mengembangkan mutu pelayanan RSUD Budhi Asih.

Untuk melaksanakan tugas, Komite Mutu menyelenggarakan fungsi :


1. mengoordinasikan penyusunan standar mutu pelayanan RSUD
Budhi Asih;
2. mengajukan usulan standar mutu pelayanan RSUD Budhi Asih
kepada Direktur;
3. mensosialisaikan standar mutu pelayanan RSUD Budhi Asih
kepada tenaga medis dan non medis;
4. memonitor pelaksanaan standar mutu pelayanan RSUD Budhi
Asih;
5. mengevaluasi standar mutu pelayanan RSUD Budhi Asih; dan
6. melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan
tugasnya kepada Direktur.

Susunan organisasi Komite Mutu terdiri dari :


a. 1 (satu) orang Ketua merangkap anggota;
b. 1 (satu) orang Sekretaris merangkap anggota; dan
c. 3 (tiga) orang anggota.

Universitas Indonesia
74

Anggota Komite Mutu terdiri dari penanggung Jawab Mutu di jajaran


Bidang Pelayanan Medis, penanggung Jawab Mutu di jajaran Bagian
Sumber Daya Manusia; dan penanggung Jawab Mutu di jajaran Bagian
Umum dan Pemasaran.
Penanggung Jawab Mutu bukan merupakan jabatan struktural, akan
tetapi sebagai jabatan fungsional. Pegawai Rumah Sakit yang dapat
diangkat dalam Komite Mutu sekurang-kurangnya memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a. Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja RSUD Budhi Asih;
b. pendidikan formal minimal Strata Satu/Sarjana;
c. mempunyai kompetensi di bidang manajemen mutu;
d. loyal terhadap manajemen RSUD Budhi Asih;
e. mempunyai perilaku yang dapat dijadikan contoh;
f. bersifat teliti dan visioner; dan
g. usia minimal 35 (tiga puluh lima) tahun.
Pembentukan Komite Mutu di RSUD Budhi Asih ditetapkan oleh
Direktur.

8. Kelompok Jabatan Fungsional


RSUD Budhi Asih mempunyai Kelompok Jabatan Fungsional. Setiap
pejabat fungsional melaksanakan tugas pada Satuan Pelaksana/
Instalasi/Satuan Pelayanan yang dalam pelaksanaan tugasnya
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawah kepada Kepala Bidang/
Kepala Bagian melalui Kepala Satuan Pelaksana/Kepala Instalasi/ Kepala
Satuan Pelayanan.

Universitas Indonesia
75

3.5 Ketenagaan RSUD Budhi Asih

Pegawai pada RSUD Budhi Asih merupakan pegawai Aparatur Sipil


Negara terdiri dari pegawai Negeri Sipil; dan Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja. RSUD Budhi Asih sebagai SKPD yang menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK BLUD) dapat
mempunyai pegawai Non Aparatur Sipil Negara. Pegawai Non Aparatur
Sipil Negara merupakan pegawai Non Aparatur Sipil Negara RSUD Budhi
Asih. Pengelolaan kepegawaian dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan di bidang Ketenagakerjaan pada
SKPD/UKPD yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD).

Tenaga Kerja di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih yang tercatat
pada data Unit Kepegawaian RSUD Budhi Asih adalah 575 orang yang
terdiri dari 255 orang PNS, 18 orang CPNS, 24 orang PTT, 168 orang Non
PNS, 10 orang Non Organik, 37 orang kontrak 1 th ke 2, 13 orang kontrak
1 tahun, 5 orang kontrak 3 bulan, 2 orang kontrak KLB, 26 orang kontrak
percobaan selama 3 bulan. Pengangkatan tenaga kerja Non PNS
dimungkinkan berdasarkan Perda No. 10 tahun 1997, Direktur Rumah
Sakit dapat mengangkat tenaga Non PNS sesuai kebutuhan Rumah Sakit.
Selain itu Direktur juga memiliki wewenang untuk melakukan
pengangkatan pegawai menjadi PNS dimana pengangkatan itu disesuaikan
dengan kebutuhan rumah sakit. Dalam merekrut karyawannya baik PNS
maupun yang berasal dari instansi lain maupun Non PNS, RSUD Budhi
Asih memiliki sistem tersendiri. Hal ini dilakukan untuk memenuhi
standar kualita kepegawaian serta dapat bersama-sama mencapai visi, misi
dan tujuan awal rumah sakit.

Universitas Indonesia
76

Daftar Rekapitulasi Pegawai Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih

a. Tenaga Medis

Tabel 3.1 Rekapitulasi Tenaga Medis di RS Budhi Asih Jakarta

No Jenis Tenaga Jumlah


1 Dokter Umum+Mkes 0
2 Dokter Umum + MARS 2
3 Dokter Umum + Msc 0
4 Dokter Umum 16
5 Dokter Spes+Magister 3
6 Dokter Spes Gizi Klinik 1
7 Dokter Spes Patologi Klinik 1
8 Dokter Spes Kebidanan 3
9 Dokter Spes Bedah 3
10 Dokter Spes Penyakit Dalam 4
11 Dokter Spes Anak 5
12 Dokter Spes Mata 3
13 Dokter Spes THT 2
14 Dokter Spes Paru 2
15 Dokter Spes Kulit&Kelamin 2
16 Dokter Spes Jantung&Pembuluh 1
17 Dokter Spes Anestesi 3
18 Dokter Spes Syaraf 2
19 Dokter Spes Bedah Saraf 1
20 Dokter Spes Bedah Orthopedi 1
21 Dokter Spes Radiologi 1
22 Dokter Spes Rehab Medik 1
23 Dokter gigi+MARS 1
24 Dokter gigi+MPH 0
25 Dokter Gigi+Mkes 1
26 Dokter gigi 0
subtotal 60

Tenaga medis yang bekerja di RS Budhi Asih Jakarta berjumlah 60 orang


dengan sebagian besar adalah dokter umum dengan magister, dokter
umum, dokter gigi dan dokter spesialis.

Universitas Indonesia
77

b. Tenaga Non Medis

Tabel 3.2 Rekapitulasi Tenaga Non Medis di RS Budhi Asih Jakarta

No Jenis Tenaga Jumlah


1 S2 SKM+MARS 1
2 S2 Kebijakan Publik 2
3 S1 Administrasi/sosial 9
4 S1 Hukum Perdata 2
5 S1 Pendidikan 1
6 S1 Ekonomi Manajemen 5
7 S1 Manajemen Informatika 3
8 S1 Kebijakan Fiskal 1
9 S1 Akuntansi 2
10 D3 Akuntansi 8
11 D3 Keuangan & Perbankan 8
12 D3 informatika/tek komputer 6
13 D3 perumahsakitan 16
14 D3 Keselamatan & Kes kerja 1
15 D3 Adm Perkantoran & Sekretaris 2
16 D3 perhotelan 2
17 D1 komputer akuntansi 1
18 D1 sekretaris 0
19 D1 perhotelan 2
20 D1 Manaj informatika 2
21 D1 adm RS 0
22 SMU+ Pekarya kesehatan 11
23 SMU 49
24 SMEA 5
25 STM 15
26 SMP 18
27 SD 10
28 Non ijazah 4
Subtotal 181

Tenaga non medis yang bekerja di RS Budhi Asih Jakarta berjumlah 181
orang diantaranya berlatar belakang pendidikan magister sampai sekolah
dasar dan non ijazah.

Universitas Indonesia
78

c. Tenaga Paramedis Keperawatan

Tabel 3.3 Rekapitulasi Tenaga Paramedis Keperawatan di RS Budhi Asih

No Jenis Tenaga Jumlah


1 S1 Keperawatan 3
2 DIV Keperawatan 3
3 D3 Keperawatan 180
4 SPK 8
5 D3 Anestesi 4
6 DIV Kebidanan 1
7 D3 Kebidanan 21
8 D1 kebidanan 2
9 SPRG 1
Subtotal 223

Tenaga paramedis keperawatan yang bekerja di RS Budhi Asih Jakarta


berjumlah 223 orang yang meliputi S1 Keperawatan 3 orang, DIV
keperawatan 3 orang, D3 Keperawatan 180 orang, SPK 8 orang, D3 anestesi
4 orang, D3 Kebidanan 21 orang, D1 kebidanan 2 orang dan SPRG 1 orang.

d. Tenaga Paramedis Non Keperawatan

Tabel 3.4 Rekapitulasi Tenaga Non Keperawatan di RS Budhi Asih

No Jenis Tenaga Jumlah


1 S2 farmasi Klinik 2
2 S2 Apoteker 2
3 S1 Kesehatan Masyarakat 6
4 S1 Sanitarian/Kesling 1
5 S1 Gizi 1
6 S1 Teknik Kimia 1
7 D3 Rekam Medis 7
8 D3 Refraksionis 2
9 D3 Radiologi 7
10 D3 Analis Kesehatan 14
11 D3 Fisioterapi 4
12 D3 Farmasi 6
13 D3 Teknik Elektro medis 3
14 D3 Gizi 6
15 D3 Tekniker Gizi 1
16 D3 Kesehatan Gigi 1
17 SAA/SMF 26
18 SMAK 7
19 SPAG 2
20 SMK Boga/SMKK 11
Total 110

Universitas Indonesia
79

Selain jumlah SDM di atas RSUD Budhi Asih masih mempunyai SDM
yang berstatus sebagai bantuan/ tenaga harian lepas sebanyak 17 orang
yang direkrut dalam rangka untuk kelancaran pelayanan rumah sakit pada
saat terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) dan untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan saat ini.

3.6 Fasilitas Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih

Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih senantiasa memberikan


pelayanan kesehatan secara prima dan professional untuk memuaskan
pelanggannya. RSUD Budhi Asih terus berupaya mengembangkan
kualitas pelayanan untuk menyenangkan pelanggan dengan melengkapi
failitas yang dibutuhkan.

a. Fasilitas yang tersedia di RSUD Budhi Asih

1. Luas tanah : 6.381 m2

2. Luas Bangunan : 21.977,26 m2 ( 12 lantai + helipet )

3. Listrik : 1250 KVA + Genset

4. Air Bersih : Kapasitas 1.500 liter air panas

Kapasitas 2.500 liter air dingin

5. Pengolahan Limbah cair : Kapasitas 1.000 liter air

6. Telepon : 11 Hunting

7. Ambulance : 4 unit

8. Ambulans Jenazah: 1 unit

9. Perpustakaan : 1 unit

10. Anjungan Tunai Mandiri (ATM) : 1 unit

11. Koperasi, Optik dan Kantin : 1 unit

Universitas Indonesia
80

b. Fasilitas bangunan RSUD Budhi Asih

1. Lantai 1 digunakan untuk : Bagian informasi, Instalasi Farmasi, Kantin,


Instalasi Gawat Darurat, bagian Admisi, Front Office, Kair Rawat Inap,
Pembayaran UGD, Instalasi Radiologi/ Rontgen, Kamar Jenazah, Ruang
observasi, ATM

2. Lantai 2 digunakan untuk : Poliklinik (bedah umum, anak, bedah


orthopedic, kulit dan kelamin, gizi, gigi dan mulut, EEG dan EMG),
Ruang THT, Ruang bedah urologi, Ruang pos pin Polio, Ruang
Rehabilitasi Medik/Fisioterapi,laboratorium Neurologi

3. Lantai 3 digunakan untuk : intensive care unit (ICU), instalasi


laboratorium, Ruang kepala instalai laboratorium, Ruang pengambilan
darah, Ruang mikrobiologi, Instalasi kamar operasi

4. Lantai 4 digunakan untuk : ruang medical check up, instalasi CSSD,


unit hemodialisa, kamar bersalin, Perinatologi, Ruang Inhalasi, Ruang
Ozon, Ruang Perinatologi, Ruang EKG, Ruang endoskopi, Ruang USG,
Ruang Radiologi, Ruang cuci foto

5. Lantai 5 digunakan untuk : diklat, Apotek, Instalasi pihak ke -3, rawat


inap barat, rawat inap bagian timur

6. Lantai 6 digunakan untuk ; Rawat inap bagian barat, rawat inap bagian
Timur

7. Lantai 7 digunakan untuk : rawat inap bagian barat, aula

8. Lantai 8 digunakan untuk : rawat inap bagian barat, mushola

9. Lantai 9 digunakan untuk : Rawat inap KLB

10. Lantai 10 digunakan untuk : Ruang Direktur, Ruang Wakil Direkur,


Ruang sekretariat, ruang auditorium, ruang rapat

Universitas Indonesia
81

3.7 Pelayanan RSUD Budhi Asih

1. Pelayanan Medik

 Pelayanan 24 jam Unit Gawat Darurat, Unit radiologi, Unit lanboratorium,


kamar operasi dan ambulans
 Pelayanan Poliklinik Spesialis : Kebidanan, Anak, Mata, Jantung,
Rehabilitasi medic, Kulit dan Kelamin, bedah, penyakit dalam, THT,
syarat, orthodontic, paru
 Pelayanan poliklinik spesialis : bedah urologi, bedah orthopedic, bedah
saraf

2. Rawat Inap

Tabel 3.5 Rekapitulasi Jumlah Tempat Tidur di RS Budhi Asih Jakarta

Nama Tempat Tidur


Jumlah
Ruang Barat Timur
Lantai V 43 34 77
Lantai VI 47 27 74
Lantai VII 23 23
Lantai VIII 10 10
Lantai IX 36 36
Perinatologi 14
HCU/NICU 7
Total 241

RSUD Budhi Asih memiliki 241 tempat tidur mulai lantai V sampai lantai IX
yang terdiri dari sisi barat dan timur yang digunakan sebagai ruang rawat inap.
Lantai V berjumlah 77 tempat tidur, lantai VI berjumlah 74 tempat tidur, lantai
VII berjumlah 23 tempat tidur, lantai VIII berjumlah 36 tempat tidur. Selain itu
memiliki fasilitas perinatologi 14 tempat tidur dan HCU/ICU berjumlah 7 tempat
tidur.

Universitas Indonesia
82

BAB IV
KERANGKA KONSEP, KERANGKA TEORI,
HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

4.1 Kerangka Teori

Keselamatan pasien terkait dengan standar kualitas layanan di rumah sakit


dan erat kaitannya dengan akreditasi. Keselamatan pasien dapat dilihat dari
segi manajemen mutu dan risiko. Pengelolaan keselamatan paien
menggunakan perspektif kualitas yaitu; klinis, fungsi, biaya dan kepuasan
untuk mencapai target keselamatan pasien sebagai outcome kegiatannya.
Manajemen untuk mencapai keselamatan pasien merupakan infinity cycle
(siklus yang berkesinambungan) dimulai dari mengidentifikasi risiko,
asesmen, monitoring, kontrol risiko, evaluasi, adaptasi terhadap
perubahan.

Berdasarkan literatur dari Association of Operating Room Nurse (AORN)


budaya keselamatan pasien terdiri dari lima sub-budaya yaitu budaya
pelaporan (reporting), budaya fleksibilitas (flexible), budaya keadilan
(just), budaya pembelajaran (learning) dan budaya kewaspadaan (wary).

Gambar 4.1 Budaya keselamatan pasien dengan lima sub budaya.

Sumber : AORN (2006)

82 Universitas Indonesia
83

Budaya pelaporan adalah budaya dimana setiap anggota dapat melaporkan


kejadian error atau near miss. Budaya pelaporan dapat dinilai dengan tipe
error yang dilaporkan oleh staf. Semakin matur budaya keselamatan,
semakin meningkat pengambilan risiko berkaitan dengan error yang
dilaporkan. Pada budaya pelaporan yang baik setiap kejadian yang
dilaporkan menjamin semua staf dalam organisasi untuk belajar dari
pengalaman.

Strategi yang dapat dilakukan adalah

1. fokus pada kejadian yang terjadi dan near miss

2. gunakan sistem dokumentasi yang mudah digunakan

3. mengembangkan sistem pelaporan yang berfokus pada uraian


cerita dan berbagi pengetahuan

4. berfokus pada kasus individu yang memberikan kesempatan


pembelajaran

5. memberikan umpan balik kepada staf pada semua isu yang


dilaporkan

6. mengembangkan satuan pencapaian yang jelas misalkan


peningkatan jumlah laporan

7. memprioritaskan penerapan solusi berdasarkan topic yang


ditemukan di lapangan dan risiko potensial yang ditemukan

8. menggunakan proses yang mendorong peningkatan kualitas


(Plan, DO, Check, Act)

Budaya fleksibel adalah budaya yang cepat tanggap untuk menghadapi


perubahan yang terjadi di pelayanan kesehatan. Strategi yang dapat
dilakukan adalah

1. identifikasi model pengembangan program yang berfokus pada


siklus perubahan cepat

Universitas Indonesia
84

2. mengembangkan proses yang mendukung berbagi


kepemimpinan

3. lingkungan yang saling menghormati, kolaborasi, dan saling


percaya antara pemimpin dan semua anggota tim

Budaya pembelajaran adalah budaya yang mampu dan siap untuk


mendapatkan pengetahuan dari pengalaman dan data serta ada kemauan
untuk menerapkan perubahan mayor yang ditunjukkan sistem informasi
keamanan. Budaya pembelajaran adalah pelaporan dan belajar dari
kejadian atau insiden dan near miss.

Strategi yang dapat dilakukan

1. menumbuhkan kesempatan pembelajaran melalui komunikasi


terbuka

2. mengembangkan kemampuan untuk beradaptasi terhadap


perubahan pelayanan kesehatan dan bersikap reseptif terhadap
perubahan

3. staf terdepan dilibatkan dalam menggunakan inisiatif untuk


mengatasi situasi atau masalah unik yang terjadi di lapangan

4. performa individu dihubungkan dengan performa tim

Budaya kewaspadaan adalah budaya dimana semua anggota senantiasa


waspada terhadap kejadian tidak terduga. Menjadi waspada adalah
kombinasi antara pemberitahuan dan sadar bahwa dalam tiap kejadian
sebuah kejadian tidak terduga dapat terjadi. Budaya pelaporan,
pembelajaran dan fleksibel dapat mendukung budaya kewaspadaan yang
baik.

Budaya keadilan adalah budaya yang memberikan lingkungan saling


percaya antara semua anggota tim dan mendorong untuk memberikan data
keamanan dan memiliki kesadaran terhadap perilaku yang dapat atau tidak
dapat diterima.

Universitas Indonesia
85

Hubungan sebab akibat antara budaya organisasi dan performa telah


menjadi fokus dalam penelitian mengenai organisasi dan literatur
manajemen. Misalnya produktivitas yang tinggi dan return on investment
berkaitan dengan tipe budaya organisasi tertentu. Performa yang tinggi
dihubungkan dengan budaya yang kuat dan dengan nilai-nilai yang
bersama dianut oleh tim (shared value) seperti partisipasi dalam
tim.Budaya mempengaruhi performa dengan mendorong motivasi tim,
membangun komitmen tim atau memfasilitasi pembelajaran organisasi
(Schein, 1992)

PERFORMA ORGANISASI

BUDAYA KESELAMATAN PASIEN

BUDAYA BUDAYA BUDAYA BUDAYA BUDAYA


KETERBUKAAN KEADILAN PELAPORAN BELAJAR INFORMASI

Gambar 4.2 Kerangka Teori Budaya Keselamatan Pasien


Sumber : Carthey&Clarke 2010

Dari penelitian oleh Puspitasari (2015) diajukan pendekatan budaya keselamatan


pasien dengan berdasarkan literatur dari dimensi budaya keselamatan pasien
menurut Carthey&Clarke (2010) yang terdiri dari penggolongan budaya
menurut budaya keterbukaan (open culture), budaya keadilan (just culture),
budaya pelaporan (reporting culture), budaya belajar (learning culture) dan
budaya informasi (informed culture) serta dimensi Keselamatan Pasien dari
AHRQ yang terdiri dari 12 dimensi yang paling banyak direkomendasikan untuk

Universitas Indonesia
86

mengukur budaya keselamatan pasien karena telah terjamin validitas dan


reliabilitasnya secara internasional (AHRQ, 2012).

BUDAYA KESELAMATAN PASIEN

BUDAYA BUDAYA BUDAYA BUDAYA BUDAYA


KETERBUKAAN KEADILAN PELAPORAN BELAJAR INFORMASI
1. Keterbukaan
1. Staffing 1. Frekuensi 1. Pembelajaran 1. Umpan balik
komunikasi
pelaporan organisasi dan dankomunikasi
2. Respon non- kejadian perbaikan terhadap
2. Kerjasama dalam
punitive berkelanjutan kesalahan
unit
terhadap 2. Jumlah
kesalahan kejadian yang 2.Harapan Staf 2. Serah terima
3. Kerjasama antar
unit dilaporkan dalam terhadap sikap dari transisi
12 bulan terakhir dan tindakan
4.Persepsi supervisor/mana
keseluruahan jer dalam
tentang KP mendorong KP

5. Dukungan
manajemen terhadap
upaya KP

Gambar 4.3 Budaya Keselamatan Pasien, modifikasi Puspitasari (2015)


berdasarkan dimensi AHRQ dan penggolongan Carthey&Clarke
Sumber : Puspitasari (2015)

Kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan kewaspadaan universal mengacu pada


model PRECEDE oleh Laurence Green (1980) dan dimodifikasi oleh Dejoy
(1996) yaitu untuk aplikasi perilaku melindungi diri sendiri di tempat kerja
(McGovern, et.al.,2000).

Universitas Indonesia
87

Personal traits (Sosiodemografi,


sikap, kepercayaan, nilai,
pengetahuan dan pendidikan)

Work-related Faktor Organisasi


requirements (Pelatihan, peer
(Pengalaman, Corresponding or review, dukungan
ketrampilan, Conflicting demands administrative, safety
cognitive demands, climate)
beban kerja, work
stress)

KEPATUHAN

Gambar 4.4 Model Determinan Perilaku Kepatuhan.


Sumber: McGovern, et.al.,2000

Sahara A, 2011 melakukan penelitian serupa terhadap faktor-faktor yang


berhubungan dengan kepatuhan perawat dan bidan dalam penerapan kewaspadaan
universal/kewaspadaan standar di RS Palang Merah Indonesia Bogor yaitu faktor
individu, faktor stafan dan faktor organisasi. Penelitian oleh Sahara A (2011)
menyatakan ada hubungan bermakna antara faktor organisasi safety climate,
pelatihan dan ketersediaan APD dengan kepatuhan penerapan Kewaspadaan
Universal/Kewaspadaan Standar sedangkan faktor individu dan faktor stafan tidak
menunjukkan hasil yang bermakna. Budaya keselamatan dalam organisasi
merupakan faktor yang penting. Powell (2004) menyatakan bahwa budaya
keselamatan merupakan faktor yang dominan dalam keberhasilan upaya
keselamatan di RS.

Universitas Indonesia
88

4.2 KERANGKA KONSEP

Variabel Independent Variabel Dependent

BUDAYA Budaya Keterbukaan Kepatuhan dalam


KESELAMAT Penerapan
AN PASIEN Budaya Keadilan Kewaspadaan Standar/
DI RAWAT Universal di Ruang
INAP RS. Budaya Pelaporan Rawat Inap RS Budhi
BUDHI ASIH Asih
Budaya Belajar
(Puspitasari, (modifikasi Sahara,
2011)
2015) Budaya Informasi

Gambar 4.5 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep yang diajukan berdasarkan penelitian Puspitasari (2015)


yang mengadopsi pendekatan budaya keselamatan menurut 12 dimensi
keselamatan pasien dari AHRQ dan penggolongan budaya Carthey&Clarke
(2010). Hubungan budaya keselamatan pasien dengan kewaspadaan
universal/standar berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Sahara A (2011)
bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap penerapan kewaspadaan
universal/standar adalah faktor budaya keselamatan pasien (organisasi)
dibandingkan faktor individu.

4.3 Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara budaya


keselamatan pasien yaitu budaya keterbukaan, budaya keadilan, budaya
pelaporan, budaya belajar dan budaya informasi dengan kepatuhan
terhadap kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan
bidan di rawat inap RSUD Budhi Asih Jakarta. Hipotesis pada penelitian
ini adalah sebagai berikut:

Universitas Indonesia
89

o Hipotesis 1: Tidak ada hubungan yang bermakna antara budaya


keterbukaan dengan kepatuhan dalam penerapan Kewaspadaan
Universal/Kewaspadaan Standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS
Budhi Asih Jakarta
o Hipotesis 2: Tidak ada hubungan yang bermakna antara budaya keadilan
dengan kepatuhan dalam penerapan Kewaspadaan Universal/Kewaspadaan
Standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih Jakarta
o Hipotesis 3: Tidak ada hubungan yang bermakna antara budaya pelaporan
terhadap kepatuhan dalam penerapan Kewaspadaan
Universal/Kewaspadaan Standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS
Budhi Asih Jakarta
o Hipotesis 4: Tidak ada hubungan yang bermakna antara budaya belajar
dengan kepatuhan dalam penerapan Kewaspadaan Universal/Kewaspadaan
Standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih Jakarta
o Hipotesis 5: Tidak ada hubungan yang bermakna antara budaya informasi
dengan kepatuhan dalam penerapan Kewaspadaan Universal/Kewaspadaan
Standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih Jakarta

Universitas Indonesia
90

4.4 DEFINISI OPERASIONAL PENELITIAN


Tabel 4.1 Definisi Operasional Penelitian
Nama variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Kepatuhan dalam Penerapan Perilaku perawat dan bidan dalam Kuesioner kepatuhan Rentang nilai Ordinal
Kewaspadaan melindungi dirinya dan pasien dari penerapan kewaspadaaan antara 11-55
universal/kewaspadaan standar penyakit yang ditularkan melalui darah universal/ standar menurut
(KU/KS) atau cairan tubuh lainnya dengan Sahara A (2011) yang 0, tidak patuh bila
melalukan tindakan-tindakan khusus diolah dari skala < mean,
sesuai dengan pedoman kewaspadaan
psikometrik Gershon,
universal/kewaspadaan standar 1, patuh bila >
et.al (1995) dan DeJoy,
mean
et.al (1995).
Jumlah pertanyaan terdiri
dari 11 pertanyaan.
variabel kepatuhan diukur
dengan perhitungan 5-poin
skala likert

BUDAYA KESELAMATAN PASIEN

Budaya Keterbukaan Gabungan dimensi keterbukaan Kuesioner budaya Tinggi, jika total Ordinal
komunikasi, kerjasama dalam unit, keterbukaan dalam budaya persepsi positif 75%
kerjasama antara unit, persepsi keselamatan pasien menurut
Rendah, jika total
keseluruhan tentang keselamatan pasien Puspitasari (2015) yang
persepsi positif <
dan dukungan manajemen terhadap diolah dari kuesioner AHRQ
75%
keselamatan pasien. (2007) dan penggolongan
budaya menurut

Universitas Indonesia
(Sambungan) 91

Cartey&Clarke (2010)

Keterbukaan Komunikasi Perawat dan bidan bebas berbicara bila


melihat sesuatu yang dapat berdampak
negatif pada pasien dan merasa bebas
bertanya kepada mereka yang memiliki
otoritas lebih tinggi

Kerjasama dalam unit Perawat dan bidan saling mendukung,


saling menghargai dan bekerja sebagai
sebuah tim

Kerjasama antar unit Unit-unit di RS bekerjasama dan


berkoordinai satu sama lain untuk
menghasilkan pelayanan yang terbaik
bagi pasien

Persepsi keseluruhan tentang Persepsi perawat dan bidan terhadap


keselamatan prosedur dan sistem dalam mencegah
terjadinya kesalahan dan mengurangi
masalah KP

Dukungan manajemen terhadap Manajemen RS menyediakan iklim kerja


keselamatan pasien yang mempromosikan keselamatan
pasien dan menunjukkan bahwa
keselamatan pasien adalah prioritas
utama

Budaya Keadilan Gabungan dimensi staffing dan respon Kuesioner budaya keadilan Tinggi, jika total Ordinal
non punitive terhadap kesalahan dalam budaya keselamatan persepsi positif 75%
Universitas Indonesia
(Sambungan)
92

pasien menurut Puspitasari


Rendah, jika total
(2015) yang diolah dari
persepsi positif <
kuesioner AHRQ (2007) dan
75%
penggolongan budaya
menurut Cartey&Clarke
(2010)

Staffing Terdapat perawat dan bidan dalam


jumlah yang cukup untuk menangani
beban kerja dan jumlah jam kerja yang
sesuai untuk menyediakan pelayanan
terbaik bagi pasien

Respons non punitive terhadap Perawat dan bidan merasa bahwa


kesalahan kesalahan dan laporan kejadian tidak
dipakai untuk menyalahkan mereka dan
tidak dicatat dalam dokumen pribadi
mereka

Budaya Pelaporan Setiap anggota dapat melaporkan Kuesioner budaya pelaporan Tinggi, jika total Ordinal
kejadian error atau near miss, dalam budaya keselamatan persepsi positif 75%
ditunjukkan oleh frekuensi pelaporan pasien menurut Puspitasari
Rendah, jika total
kejadian dan kejadian yang dilaporkan (2015) yang diolah dari
persepsi positif <
oleh staf dalam 12 bulan terakhir kuesioner AHRQ (2007) dan
75%
penggolongan budaya
menurut Cartey&Clarke
(2010)

Frekuensi pelaporan kejadian Tipe kesalahan yang dilaporkan : 1)

Universitas Indonesia
(Sambungan) 93

kesalahan ditemukan dan dikoreksi


sebelum mempengaruhi pasien 2)
kesalahan tanpa potensi mencederai
pasien 3) kesalahan yang dapat
mencederai pasien namun tidak terjadi
cedera
Kejadian yang dilaporkan Persepsi perawat dan bidan pernah
dalam 12 bulan terakhir melaporkan kejadian dalam 12 bulan
terakhir

Budaya Belajar Gabungan dimensi pembelajaran Kuesioner budaya pelaporan Tinggi, jika total Ordinal
organisasi dan perbaikan berkelanjutan dalam budaya keselamatan persepsi positif 75%
dengan harapan staf terhadap sikap dan pasien menurut Puspitasari
Rendah, jika total
tindakan supervisor/manajer dalam (2015) yang diolah dari
persepsi positif <
mendorong keselamatan pasien (KP) kuesioner AHRQ (2007) dan
75%
penggolongan budaya
menurut Cartey&Clarke
(2010)

Pembelajaran Organisasi dan Terdapat budaya belajar dimana


perbaikan berkelanjutan kesalahan membawa perubahan positif
dan dilakukan evaluai terhadap
efektivitas perubahan

Harapan staf terhadap sikap dan Sikap positif atau negatif dari
tindakan supervisor/manajer supervisor/manajer terhadap upaya KP
dalam mendorong KP
Budaya Informasi Gabungan dari dimensi umpan balik dan Kuesioner budaya pelaporan Ordinal
Tinggi, jika total
komunikasi tentang insiden keselamatan dalam budaya keselamatan

Universitas Indonesia
(Sambungan)
94

pasien serta serah terima dan transisi pasien menurut Puspitasari persepsi positif 75%
oleh staf (2015) yang diolah dari
Rendah, jika total
kuesioner AHRQ (2007) dan
persepsi positif <
penggolongan budaya 75%
menurut Cartey&Clarke
(2010)

Umpan balik dan komunikasi Perawat dan bidan diinformasikan


tentang insidens keselamatan tentang kesalahan yang terjadi, diberikan
pasien umpan balik tentang implementai
perubahan dan mendiskusikan cara untuk
pencegahan kesalahan

Serah terima dan transisi Informasi penting tentang asuhan pasien


disampaikan pada saat pasien antar satu
unit ke unit lain dan atau selama
pergantian shift

Universitas Indonesia
95

BAB 5

METODOLOGI PENELITIAN

5.1 Jenis Penelitian

Penelitian merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif


analitis. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode studi persepsi
melalui kuesioner kepada perawat untuk mengetahui budaya keselamatan pasien
dan penerapan kewaspadaan universal/standar di RS Budhi Asih Jakarta.
Kuesioner dibagikan kepada perawat di ruang rawat inap RS Budhi Asih selama
pada bulan Juni 2015. Hasil akhir kuesioner dianalisis berdasarkan analisis
kuantitatif dengan skala pengukuran likert. Dari kegiatan ini, hasilnya disajikan
dalam bentuk matriks dan tabel.

5.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Unit Rawat Inap Rumah sakit Budhi Asih, Jakarta
Timur yaitu Lantai V sampai Lantai IX bagian timur dan barat. Penelitian ini
dilakukan terhadap perawat dan bidan di rawat inap mulai jam 08.00 sampai
jam 16.00 selama 4 hari pada tanggal 22 sampai 25 Juni 2015.

5.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat dan bidan di rawat inap RSUD
Budhi Asih sebanyak 223 orang. Sampel pada penelitian adalah perawat dan
bidan secara simple random sampling di rawat inap RS Budhi Asih. Kriteria
inklusi adalah perawat dan bidan di rawat inap yang bersedia menjadi
responden yang dibuktikan dengan mengisi surat kesediaan menjadi responden,
yang sedang memberikan asuhan kepada pasien saat penelitian dilakukan dan
minimal berstatus karyawan kontrak. Kriteria eksklusi adalah perawat dan bidan

95 Universitas Indonesia
96

yang sedang menjalani cuti panjang (cuti melahirkan), yang sedang menjalani
pendidikan di luar rs dan yang sedang menjalani masa percobaan.

Besar sampel penelitian dihitung menggunakan rumus proporsi binomunal


(binomunal proportions) Lemeshow (1990). Dengan jumlah populasi yang
diketahui (N), maka besar sampel dapat dihitung sebagai berikut:

Keterangan:

n = jumlah sampel minimal yang diperlukan

N = jumlah populasi

Z1-α/2 = derajat kepercayaan 90% (1,96)

d = derajat akurasi presisi yang diinginkan = 10%

p = estimasi proporsi yang patuh terhadap penerapan Kewaspadaan


Universal/Kewaspadaan standar. Berdasarkan penelitian oleh Sahara A (2011)
nilai p = 0,524.

Berdasarkan perhitungan dengan rumus diatas didapatkan jumlah sampel


sebanyak 69 sampel. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini
adalah simple random sampling yaitu responden perawat dan bidan diambil
secara acak di ruang rawat inap dari lantai 5 sampai lantai 9 di RS Budhi Asih
Jakarta.

Universitas Indonesia
97

Tabel 5.1 Pengambilan sampel berdasarkan lantai 5 sampai Lantai 9 di rawat


Inap RS Budhi Asih Jakarta Tahun 2015

Lantai Timur Barat Total Sampel diambil


5 8 8 16
6 9 8 17
7 4 5 9
8 5 5 10
9 8 9 17
Total
34 35 69
Sampel

Total sampel yang diambil berjumlah 69 sampel secara simple random


sampling dimana didapatkan jumlah responden per lantai, timur dan barat
seperti tampak dalam Tabel 5.1.

5.4 Tenaga Pengamat dan Instrumen Penelitian

Tenaga pengamat adalah peneliti sendiri dibantu oleh 1 orang yang membantu
dalam pengumpulan data kuesioner. Untuk menyamakan persepsi, peneliti telah
mengadakan diskusi bersama pengumpul data. Adapun instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Formulir pengamatan dengan Kuesioner

2. Alat tulis

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah

1. Formulir kuesioner budaya keselamatan pasien yang dikembangkan oleh


Puspitasari (2015) yaitu kuesioner standar Agency for Healthcare Research
and Quality (AHRQ) yang terdiri atas 12 dimensi yang digolongkan

Universitas Indonesia
98

berdasarkan pembagian budaya menurut Cartey& Clarke (2010) meliputi


budaya keterbukaan, budaya keadilan, budaya pelaporan, budaya belajar dan
budaya informasi. Instrumen ini telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas
sebelumnya melalui penelitian Puspitasari, 2005 mengenai budaya
keselamatan pasien. Kuesioner ini menggunakan skala likert untuk 5 pilihan
jawaban mulai dari “sangat tidak setuju” menjadi “sangat setuju” atau mulai
dari “tidak pernah” sampai “selalu” dengan skala 1 sampai 5.

2. Formulir kuesioner untuk meneliti kepatuhan dalam penerapan


kewaspadaan Universal/Kewaspadaan standar menggunakan kuesioner yang
telah diuji validitas dan reliabilitasnya dalam penelitian Sahara A, 2011 yang
diadaptasi dari skala psikometrik Gershon, et.al (1995) dan DeJoy, et.al
(1995) dalam Sahara (2011), alasannya karena kuesioner ini telah banyak
digunakan untuk meneliti kepatuhan terhadap kewaspadaan
Universal/Kewaspadaan Standar. Kuesioner ini menggunakan skala likert
untuk 5 pilihan jawaban mulai dari “tidak pernah” sampai “selalu” dengan
skala 1 sampai 5.

Tabel 5.2 Penilaian butir pernyataan dengan skala likert

Alternatif jawaban Skala Alternatif jawaban Skala

Sangat Setuju 5 Selalu 5

Setuju 4 Sering 4

Netral 3 Kadang-kadang 3

Tidak Setuju 2 Jarang 2

Sangat Tidak Setuju 1 Tidak Pernah 1

Universitas Indonesia
99

5.5 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data yang digunakan merupakan data primer dan data
sekunder. Data primer dalam penelitian ini berupa data kuesioner menggunakan
studi potong lintang yaitu pengamatan sesaat dan berkala pada responden
melalui kuesioner. Dalam pengumpulan data primer ini, peneliti dibantu oleh
dua orang teman dalam menyebarkan kuesioner ke ruangan-ruangan yaitu lantai
5 sampai dengan lantai 9 ruangan rawat inap RS Budhi Asih Jakarta. Data
sekunder melalui telaah dokumen yaitu penelusuran profil rumah sakit, struktur
organisasi, visi dan misi serta kebijakan mengenai keselamatan pasien.

Penyebaran kuesioner bersifat self-administered questionnaire. Artinya,


kuesioner setelah dibagikan ke perawat tidak ditungu pengisiannya pada saat itu
juga. Kuesioner diambil setelah adanya kesepakatan waktu pengambilan.

5.6 Pengolahan Data

Tahapan dalam pengolahan data yang akan dilakukan:

1. Penyuntingan Data

Penyuntingan data dilakukan setiap hari untuk menghindari kemungkinan


terjadi kesalahan.

2. Pengelompokan Data

Data dibedakan berdasarkan sumber informasi yaitu kuesioner. Data-data ini


dikelompokkan berdasarkan informan dan diberikan tanggal, waktu dan
tempat dilakukannya kuesioner.

Universitas Indonesia
100

2. Input Data

Hasil kuesioner dimasukkan dalam lembar pencatatan yang akan


dipindahkan ke dalam komputer setiap hari. Demikian juga data akan
dituliskan kembali oleh peneliti dalam bentuk matriks dan tabel.

5.7 Analisis Data

Setelah semua data kuesioner terkumpul, dilakukan rekapitulasi data mencakup


gambaran karakteristik subjek penelitian yaitu perawat, lama bekerja, persepsi
akan budaya keselamatan pasien di Ruang rawat inap bedah RS Budhi Asih.
Data yang terkumpul selanjutnya diolah dalam software SPSS 17 dan Excel
2007 untuk melihat hubungan antara variabel independen dan variabel
dependent yang selanjutnya diambil kesimpulan dan saran.

5.7.1 Analisis Data Univariat

Analisis univariat dilakukan pada masing-masing variabel sesuai dengan jenis


datanya. Jenis data pada variabel dependen adalah kategorik karena analisis
univariat yang dilakukan adalah dengan menghitung distribusi proporsi
kepatuhan perawat dan bidan dalam penerapan Kewaspadaan
Universal/Kewaspadaan Standar. Begitu juga dengan variabel independen
dimana jenis datanya adalah kategorik sehingga analisis univariat yang
dilakukan adalah dengan menghitung proporsi budaya keterbukaan
(keterbukaan komunikasi, kerjasama dalam unit, kerjasama antar unit, persepsi
keseluruhan tentang keselamatan pasien dan dukungan manajemen terhadap
upaya keselamatan pasien), budaya keadilan (staffing, respon non-punitive
terhadap kesalahan), budaya pelaporan (frekuensi pelaporan kejadian, jumlah
kejadian yang dilaporkan dalam 12 bulan terakhir), budaya belajar
(pembelajaran organisasi dan perbaikan berkelanjutan, harapan staf terhadap

Universitas Indonesia
101

sikap dan tindakan supervisor/manajer dalam promosi keselamatan pasien) dan


budaya informasi (umpan balik dan komunikasi tentang insiden keselamatan
pasien, serah terima transisi).

5.7.2 Analisis Data Bivariat

Analisis bivariat untuk melihat ada tidaknya hubungan antara variabel


independen antara lain budaya keterbukaan (keterbukaan komunikasi,
kerjasama dalam unit, kerjasama antar unit, persepsi keseluruhan tentang
keselamatan pasien dan dukungan manajemen terhadap upaya keselamatan
pasien), budaya keadilan (staffing, respon non-punitive terhadap kesalahan),
budaya pelaporan (frekuensi pelaporan kejadian), budaya belajar (pembelajaran
organisasi dan perbaikan berkelanjutan, harapan staf terhadap sikap dan
tindakan supervisor/manajer dalam promosi keselamatan pasien) dan budaya
informasi (umpan balik dan komunikasi tentang insiden keselamatan pasien,
serah terima transisi) dengan variabel dependen (kepatuhan perawat dan bidan
dalam penerapan kewaspadaan universal di RS Budhi Asih Jakarta). Pemilihan
uji statistik untuk penelitian ini adalah dengan menggunakan uji chi square dan
fisher exact dimana variabel dependen dan independen adalah kategorik.
Selanjutnya dilakukan pengujian statistik dengan membandingkan nilai p
dengan nilai α (α = 0,05).
Ketentuan yang berlaku adalah:
- Bila nilai p < nilai α, maka keputusannya hipotesis ditolak, artinya ada
hubungan yang bermakna antara kelompok data satu dengan kelompok
data yang lain
- Bila nilai p > nilai α, maka keputusannya hipotesis gagal ditolak,
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara kelompok data satu
dengan kelompok data yang lain.

Universitas Indonesia
102

5.8 Etika Penelitian

Untuk memenuhi etika penelitian, peneliti mengajukan surat permohonan


pengambilan data kepada direktur utama RSUD Budhi Asih, Dinas Kesehatan
DKI Jakarta dan Walikota Jakarta Timur. Sebelum pengisian kuesioner
responden diberikan informed consent. Seluruh data disimpan secara rahasia
dan hanya bisa diakses oleh peneliti.

Universitas Indonesia
103

BAB 6
HASIL PENELITIAN

6.1 Proses Penelitian

Penelitian mengenai budaya keselamatan pasien dan kepatuhan dalam penerapan


kewaspadaan Universal/Standar oleh perawat dan bidan dilakukan pada bulan 22-25
Juni 2015 di ruang rawat inap lantai 5 s.d. lantai 9 RSUD Budhi Asih Jakarta.
Pengumpulan data dilakukan dengen penyebaran self administered questionnaires
kepada perawat dan bidan dengan jumlah kuesioner yang dikumpulkan sebanyak 69
kuesioner.

6.2 Penyajian Hasil Penelitian Budaya Keselamatan Pasien

Hasil penelitian ini diuraikan dengan menampilkan karakteristik responden, analisis


univariat, kemudian dilanjutkan dengan analisis bivariat.

6.2.1 Karakteristik Responden

Karakteristik dari responden pada penelitian ini terdiri dari jenis kelamin, usia,
pendidikan, lama bekerja di RS, jumlah jam kerja/minggu. Dalam penelitian ini
responden yang eligible terdiri dari 69 responden dengan distribusi frekuensi
karakteristik ditampilkan dalam Tabel 6.1

103
Universitas Indonesia
104

Tabel 6.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di RSUD Budhi Asih Jakarta
Tahun 2015

Variabel N %

Jenis Kelamin

Pria 16 23,2

Wanita 53 76,8

Usia

<30 tahun 34 49,3

30-49 tahun 33 47,8

>50 tahun 2 2,9

Pendidikan

SPK/SLTA 1 1,4

Diploma 32 46,4

S1 36 52,2

Lama kerja di RS

<10 tahun 41 59,4

11-20 tahun 16 23,2

>20 tahun 12 17,4

Jam kerja seminggu

<40 jam 6 8,6

40-59 jam 50 72,5

>60 jam 13 18,8

Universitas Indonesia
105

6.2.2 Dimensi budaya keselamatan pasien

Dalam penelitian ini budaya keselamatan pasien dibentuk oleh penggolongan budaya
keselamatan pasien menurut Cartey&Clarke (2010) yaitu budaya keterbukaan,
budaya keadilan, budaya pelaporan, budaya belajar dan budaya informasi dan
dimensi keselamatan pasien dari AHRQ yang meliputi 12 dimensi yang telah
digunakan secara internasional sehingga terjamin validitas dan reliabilitasnya.

Budaya keterbukaan tampak dalam dimensi keterbukaan komunikasi, kerjasama


dalam unit, kerjasama antar unit, persepsi keseluruhan tentang keselamatan pasien
dan dukungan manajemen terhadap upaya keselamatan pasien. Budaya keadilaan
tampak dalam dimensi staffing dan respon non-punitive terhadap kesalahan. Budaya
pelaporan tampak dalam dimensi frekuensi pelaporan kejadian dan jumlah kejadian
yang dilaporkan dalam 12 bulan terakhir. Budaya belajar tampak dalam dimensi
pembelajaran organisasi dan perbaikan berkelanjutan, harapan staf terhadap sikap dan
tindakan supervisor/manajer dalam promosi keselamatan pasien. Budaya informasi
tampak dalam dimensi umpan balik dan komunikasi tentang insiden keselamatan
pasien dan serah terima transisi.

Rata-rata persepsi positif dihitung berdasarkan rata-rata jawaban setuju dan sangat
setuju dari responden. Dimensi budaya dengan rata-rata persepsi positif > 75 %
dikatakan tinggi sedangkan dimensi dengan rata-rata persepsi positif < 75% dikatakan
rendah.

Universitas Indonesia
106

6.2.2.1 Budaya Keterbukaan

1. Dimensi keterbukaan komunikasi dalam budaya keterbukaan

Tabel 6.2. Dimensi keterbukaan komunikasi dalam budaya keterbukaan oleh perawat
dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih Tahun 2015

Kode Pernyataan %Setuju/Sangat %Netral %Tidak


Kuesioner Setuju Setuju/Sangat
Tidak Setuju
C2 Karyawan di unit 71% 7,2% 21,7%
kami bebas berbicara
jika melihat sesuatu
yang dapat berdampak
negatif pada
perawatan pasien
C4 Karyawan merasa 95,7% 1,4% 2,9%
bebas menanyakan
keputusan/ tindakan
yang diambil oleh
kepala unit dalam
hubungannya dengan
keselamatan pasien
C6 Karyawan di unit 92,7% 2,9% 4,3%
kami tidak takut
bertanya jika terjadi
sesuatu yang tidak
benar
Rata-rata persepsi 86,7%
positif

Dimensi keterbukaan komunikasi dalam budaya keterbukaan oleh perawat dan bidan
di rawat Inap RS Budhi Asih tergolong tinggi. Rata-rata persepsi positif dalam
dimensi ini adalah 87%. Pernyataan yang mendukung tingginya keterbukaan
komunikasi adalah karyawan bebas menanyakan keputusan yang diambil kepala unit
(96%) dan tidak takut bertanya jika terjadi sesuatu yang tidak benar (93%). Terdapat
22% responden yang mengatakan tidak setuju atau sangat tidak setuju dengan
pernyataan karyawan di unit kami bebas berbicara jika melihat sesuatu yang dapat
berdampak negatif pada perawatan pasien.

Universitas Indonesia
107

2. Dimensi kerjasama dalam unit dalam budaya keterbukaan

Tabel 6.3 Dimensi kerjasama dalam unit dalam budaya keterbukaan oleh perawat dan
bidan di rawat inap RS Budhi Asih Tahun 2015

Kode Pernyataan %Setuju/Sangat %Netral %Tidak


Kuesioner Setuju Setuju/Sangat
Tidak Setuju
A1 Setiap orang saling 94,2% 2,9% 2,9%
membantu satu sama lain
di unit kami
A3 Jika di unit kami ada 97,1% 2,9% 0%
stafan yang harus
diselesaikan dalam waktu
cepat, maka staf di unit
kami bekerja bersama-
sama sebagai tim untuk
menyelesaikan stafan
tersebut
A4 Di unit kami orang-orang 88,4% 8,7% 2,8%
saling menghargai satu
sama lain
A11 Jika unit kami sedang 63,7% 18,8% 17,3%
sibuk maka unit lain akan
membantu
Rata-rata persepsi 85,9%
positif

Sebanyak 86% perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih memberi persepsi
positif pada dimensi kerjasama dalam unit dalam budaya keterbukaan sehingga
dimensi ini tergolong tinggi.
Pernyataan yang mendukung tingginya dimensi kerjasama dalam unit adalah jika di
unit ada stafan yang harus diselesaikan maka staf bekerja bersama-sama sebagai tim
untuk menyelesaikannya, hampir seluruh responden menyatakan setuju dan sangat
setuju (97%) dan netral (3%) dan tidak ada responden yang menyatakan tidak setuju
atau sangat tidak setuju. Sebanyak 17% responden menyatakan tidak setuju atau
sangat tidak setuju dengan pernyataan jika unit kami sedang sibuk maka unit lain

Universitas Indonesia
108

akan membantu dibandingkan 64% responden menyatakan setuju dan sangat setuju.
Pernyataan bahwa setiap orang saling membantu satu sama lain di unit kami,
didukung oleh lebih dari 94% responden sedangkan yang tidak setuju atau sangat
tidak setuju sebanyak 3%.

3. Dimensi kerjasama antar unit dalam budaya keterbukaan

Tabel 6.4 Dimensi kerjasama antar unit dalam budaya keterbukaan oleh perawat dan
bidan di rawat inap RS Budhi Asih Tahun 2015

Kode Pernyataan %Setuju/Sangat %Netral %Tidak


Kuesioner Setuju Setuju/Sangat
Tidak Setuju
F2 Unit satu dengan unit 79,7% 18,8% 1,4%
lainnya berkoordinasi
dengan baik di RS kami
F6 Saya merasa senang 71% 24,6% 4,3%
bekerja dengan staf yang
berasal dari unit lain
dalam RS ini
F10 Terdapat kerjasama yang 92,7% 4,3% 2,8%
baik antar unit dalam RS
untuk memberikan
pelayanan yang terbaik
bagi pasien
Rata-rata persepsi 81,1%
positif

Dimensi kerjasama antar unit dalam budaya keterbukaan oleh perawat dan bidan di
rawat Inap RS Budhi Asih tergolong tinggi. Rata-rata persepsi positif dalam dimensi
ini adalah 81%. Pernyataan yang mendukung tingginya kerjasama antar unit adalah
terdapat kerjasama yang baik antar unit dalam rumah sakit untuk memberikan
pelayanan yang terbaik (93%) dan tidak takut bertanya jika terjadi sesuatu yang tidak
benar (93%), diikuti dengan pernyataan adanya koordinasi yang baik antar unit (80%)
dan staf merasa senang bekerja dengan staf dari unit lain (71%). Hanya 4% responden

Universitas Indonesia
109

menyatakan tidak setuju atau sangat tidak setuju dengan pernyataan saya merasa
senang bekerja dengan staf yang berasal dari unit lain dalam RS ini.

4. Dimensi persepsi keseluruhan tentang keselamatan pasien dalam budaya


keterbukaan

Tabel 6.5 Dimensi persepsi keseluruhan tentang keselamatan pasien dalam budaya
keterbukaan oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih Tahun 2015

Kode Pernyataan %Setuju/Sangat %Netral %Tidak


Setuju Setuju/Sangat
Tidak Setuju
A10 Kesalahan serius yang terjadi 66,6% 13% 20,3%
di unit ini merupakan suatu
ketidaksengajaan
A15 Kami tidak pernah 95,7% 2,9% 1,4%
mengorbankan keselamatan
pasien untuk menyelesaikan
stafan yang lebih banyak
A17 Di unit kami jarang terjadi 76,8% 8,7% 14,4%
masalah yang berhubungan
dengan keselamatan pasien
A18 Prosedur dan sistem di unit 79,7% 15,9% 4,3%
kami sudah baik dalam
mencegah insiden/error
Rata-rata persepsi positif 79,7%

Sebanyak 80% perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih memberi persepsi
positif pada dimensi kerjasama dalam unit dalam budaya keterbukaan sehingga
dimensi ini tergolong tinggi.
Pernyataan yang mendukung tingginya dimensi persepsi keseluruhan tentang
keselamatan pasien adalah staf tidak pernah mengorbankan keselamatan pasien
untuk menyelesaikan stafan (96%). Namun terdapat 20% responden yang tidak setuju
atau sangat tidak setuju dengan pernyataan kesalahan serius yang terjadi di unit ini
merupakan suatu ketidaksengajaan dan 14 % responden yang tidak setuju dan sangat
tidak setuju dengan pernyataan di unit kami jarang terjadi masalah yang berhubungan

Universitas Indonesia
110

dengan keselamatan pasien. Hanya 4% responden yang tidak setuju dan sangat tidak
setuju dengan pernyataan prosedur dan sistem di unit kami sudah baik dalam
mencegah insiden/error.

5. Dimensi dukungan manajemen terhadap upaya keselamatan pasien dalam budaya


keterbukaan

Tabel 6.6 Dimensi dukungan manajemen terhadap upaya keselamatan pasien dalam
budaya keterbukaan oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih Tahun 2015

Kode Pernyataan %Setuju/Sangat %Netral %Tidak


Kuesioner Setuju Setuju/Sangat
Tidak Setuju
F1 Manajemen RS membuat 78,2% 17,4% 4,3%
suasana kerja yang
mendukung upaya
keselamatan pasien
F8 Tindakan manajemen RS 95,6% 4,3% 0%
menunjukkan bahwa
keselamatan pasien adalah
prioritas utama
F9 Manajemen RS tertarik 91,3% 8,7% 0%
pada keselamatan pasien
tidak hanya setelah
peristiwa buruk (Kejadian
Tidak Diinginkan) terjadi
Rata-rata persepsi 88,4%
positif

Dimensi dukungan manajemen terhadap upaya keselamatan pasien dalam budaya


keterbukaan oleh perawat dan bidan di rawat Inap RS Budhi Asih tergolong tinggi.
Rata-rata persepsi positif dalam dimensi ini adalah 88%. Pernyataan yang mendukung
tingginya persepsi dukungan manajemen terhadap upaya keselamatan pasien adalah
tindakan manajemen RS menunjukkan bahwa keselamatan pasien adalah prioritas
utama (96%) dan manajemen RS tertarik pada keselamatan pasien tidak hanya setelah
kejadian tidak diinginkan (KTD) terjadi (91%). Tidak ada responden yang tidak
setuju dan sangat tidak setuju (0%) dengan kedua pernyataan ini. Hanya 4%

Universitas Indonesia
111

responden yang tidak setuju atau sangat tidak setuju dengan pernyataan manajemen
RS membuat suasana kerja yang mendukung upaya keselamatan pasien.

Tabel 6.7 Budaya keterbukaan dalam budaya keselamatan pasien oleh perawat dan
bidan di rawat inap RS Budhi Asih tahun 2015

Dimensi
Keterbukaan Kerjasama Kerjasama Persepsi Dukungan
komunikasi dalam unit antar unit keseluruhan manajemen
tentang terhadap
keselamatan upaya
pasien keselamatan
pasien
Budaya
86,7% 85,9% 81,1% 79,7% 88,4% 84,4%
Keterbukaan

Budaya keterbukaan dalam budaya keselamatan pasien yang meliputi dimensi


keterbukaan komunikasi, kerjasama dalam unit, kerjasama antar unit, persepsi
keseluruhan tentang keselamatan pasien dan dukungan manajemen terhadap upaya
keselamatan pasien oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih tahun 2015
tergolong tinggi. Tingginya budaya keterbukaan ini didukung oleh lima dimensi yang
rata-rata persepsi positif > 75%.

Universitas Indonesia
112

6.2.2.2 Budaya Keadilan

1. Dimensi Staffing dalam budaya keadilan

Tabel 6.8 Dimensi Staffing oleh perawat dan bidan dalam budaya keadilan di rawat
inap RS Budhi Asih Tahun 2015

Kode Pernyataan %Setuju/Sangat %Netral %Tidak


Kuesioner Setuju Setuju/Sangat
Tidak Setuju
A2 Kami merasa kekurangan 79,7% 4,3% 15,9%
staf untuk menangani
beban kerja
A5 Staf di unit kami tidak 46,4% 15,9% 37,7%
pernah bekerja lembur
untuk melayani pasien
A7 Di unit kami tidak ada 20,3% 14,5% 65,2%
tenaga honorer untuk
kegiatan keselamatan
pasien
A14 Kami bekerja dalam 91,3% 7,2% 1,4%
keadaan waspada dan
berusaha berbuat banyak
dengan cepat
Rata-rata persepsi 59,43%
positif

Responden yaitu perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih memberi persepsi
positif 59% pada dimensi staffing dalam budaya keadilan sehingga dimensi ini
tergolong rendah (rata-rata persepsi positif <75%). Sebanyak 46% responden setuju
dan sangat setuju dengan pernyataan di unit kami tidak pernah bekerja lembur untuk
melayani pasien dan sebanyak 38% menyatakan tidak setuju atau sangat tidak setuju
dengan pernyataan tersebut. Lebih dari 65% responden menyatakan tidak setuju dan
sangat tidak setuju dengan pernyataan di unit kami tidak ada tenaga honorer untuk
kegiatan keselamatan pasien. Sebagian besar responden (80%) responden menyatakan
kami merasa kekurangan staf untuk menangani beban kerja dan responden yang tidak

Universitas Indonesia
113

setuju atau sangat tidak setuju dengan pernyataan ini sebanyak 16%. Mayoritas
responden 91% setuju dan sangat setuju dengan pernyataan kami bekerja dalam
keadaan waspada dan berusaha berbuat banyak dengan cepat.

2. Dimensi respon non-punitive terhadap kesalahan dalam budaya keadilan

Tabel 6.9 Dimensi respon non-punitive terhadap kesalahan dalam budaya keadilan
oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih tahun 2015

Kode Pernyataan %Setuju/Sangat %Netral %Tidak


Kuesioner Setuju Setuju/Sangat
Tidak Setuju
A8 Karyawan di unit kami 66,6% 14,5% 18,8%
merasa bahwa kesalahan
yang mereka lakukan tidak
digunakan untuk
menyalahkan mereka
A12 Ketika insiden keselamatan 79,7% 7,2% 13%
pasien dilaporkan yang
dicatat/dibicarakan adalah
masalahnya bukan
pelakunya
A16 Karyawan tidak merasa 52,5% 29% 18,8%
khawatir bahwa kesalahan
yang dibuatnya akan
dicatat/mempengaruhi
penilaian kinerja mereka
Rata-rata persepsi positif 66,3%

Sebanyak 66% perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih memberi persepsi
positif pada dimensi respons non punitive terhadap kesalahan dalam budaya keadilan
sehingga dimensi ini tergolong kategori rendah. Terdapat 19% responden menjawab
tidak setuju atau sangat tidak setuju untuk pernyataan bahwa kesalahan yang
dilakukan tidak untuk menyalahkan mereka dibandingkan dengan 67% yang
menjawab setuju atau sangat tidak setuju dan 15% responden menjawab netral.
Sebanyak 19% responden menyatakan khawatir bahwa kesalahan yang dibuatnya
akan dicatat atau mempengaruhi penilaian kinerja dibandingkan dengan 53%

Universitas Indonesia
114

responden menyatakan tidak khawatir dan 28% menjawab netral. Untuk pernyataan
ketika insiden keselamatan pasien dilaporkan yang dicatat/dibicarakan adalah
masalahnya bukan pelakunya, sebanyak 80% responden menyataan setuju dan sangat
setuju, 13% menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju dan 7% memilih netral.

Tabel 6.10 Budaya keadilan dalam budaya keselamatan pasien oleh perawat dan
bidan di rawat inap RS Budhi Asih tahun 2015

Dimensi
Staffing Respon non-punitive
terhadap kesalahan
Budaya Keadilan 59,4% 66,3% 62,9%

Budaya keadilan dalam budaya keselamatan pasien yang meliputi dimensi staffing
dan respon non punitive terhadap kesalahan oleh perawat dan bidan di rawat inap RS
Budhi Asih tahun 2015 tergolong rendah. Rendahnya budaya keadilan ini dinyatakan
oleh dimensi yang rata-rata persepsi positif < 75%.

Universitas Indonesia
115

6.2.2.3 Budaya Pelaporan

1. Dimensi frekuensi pelaporan kejadian dalam budaya pelaporan

Tabel 6.11 Dimensi frekuensi pelaporan kejadian dalam budaya pelaporan oleh
perawat dan bidan dalam budaya keadilan di rawat inap RS Budhi Asih tahun 2015

Kode Pernyataan %Sering/Selalu %Kadang- %Tidak


Kuesioner kadang Pernah/Jarang
D1 Di unit kerja saya pernah 17,3% 14,5% 68,1%
terjadi suatu kesalahan
ditemukan dan diperbaiki
sehingga pasien tidak
terpapar (Kejadian
Nyaris Cedera)
D2 Di unit saya pernah 14,4% 10,1% 75,3%
terjadi suatu kondisi
yang berpotensi
mencederai pasien tetapi
belum terjadi insiden
(Kejadian Potensial
Cedera)
D3 Di unit saya pernah 15,9% 11,6% 72,5%
terjadi suatu kesalahan
dimana pasien terpapar
insiden namun tidak
terjadi cedera (Kejadian
Tidak Cedera)
Rata-rata persepsi 15,9%
positif

Dimensi frekuensi pelaporan kejadian dalam budaya pelaporan oleh perawat dan
bidan di rawat Inap RS Budhi Asih tergolong rendah. Rata-rata persepsi positif dalam
dimensi ini adalah 16%. Sebanyak 75% responden menyatakan pernah terjadi kondisi
yang berpotensi mencederai pasien (kejadian potensial cedera), 73% menyatakan
pernah terjadi kondisi pasien terpapar insiden namun tidak cedera dan 68%
menyatakan adanya kesalahan ditemukan namun diperbaiki sehingga pasien tidak
cedera (kejadian nyaris cedera) yang jarang atau tidak pernah dilaporkan. Responden

Universitas Indonesia
116

yang menyatakan kadang-kadang melaporkan insiden nyaris cedera sebanyak 15%,


insiden potensial cedera sebanyak 10% dan insiden tidak cedera sebanyak 12%.
Sebanyak 18% responden menyatakan selalu atau sering melaporkan kejadian nyaris
cedera. Kejadian potensial cedera dilaporkan oleh 14% responden dan kejadian tidak
cedera dilaporkan oleh 16% responden.

Tabel 6.12 Jumlah Kejadian yang Dilaporkan oleh perawat dan bidan dalam 12 Bulan
Terakhir di rawat inap RS Budhi Asih Tahun 2015 berkaitan dengan posisi di RS

Jumlah Laporan Total


0 lap 1-2 lap 3-5 lap
Posisi di Perawat pelaksana 22 21 10 53
rs Bidan pelaksana 2 1 1 4
Kepala ruangan 10 0 0 10
Lainnya 1 1 0 2
Total 35 23 11 69

Berdasarkan Tabel 6.12 dari 69 responden terdapat 21 perawat pelaksana yang


melaporkan 1-2 kejadian dan 10 perawat pelaksana yang melaporkan 3-5 kejadian
atau 58,4% yang pernah melaporkan kejadian. Dari 4 bidan pelaksana yang mengikuti
responden terdapat 2 orang yang pernah melaporkan kejadian atau 50% yang pernah
melaporkan kejadian. Dari 10 responden yang berposisi kepala ruangan, tidak ada
yang pernah melaporkan kejadian.

Universitas Indonesia
117

Tabel 6.13 Jumlah Kejadian yang Dilaporkan oleh perawat dan bidan dalam 12 Bulan
Terakhir di rawat inap RS Budhi Asih Tahun 2015 berkaitan dengan jam kerja dalam
seminggu di RS

Jumlah Laporan Total


0 lap 1-2 lap 3-5 lap
Jam_kerja_seminggu <40 jam 4 1 1 6

40-59 jam 25 18 7 50
60-79 jam 6 4 3 13
Total 35 23 11 69

Berdasarkan Tabel 6.13 dari 69 responden dibagi berdasarkan jam kerja seminggu <
40 jam, 40-59 jam dan 60-79 jam. Terdapat 2 responden dengan jam kerja < 40 jam
yang melaporkan kejadian atau 33% responden dengan jam kerja < 40 jam pernah
melaporkan kejadian. Pada jam kerja 40-59 jam terdapat 25 orang yang pernah
melaporkan (50% responden pada jam kerja 40-59 jam) dengan 36% sebanyak 1-2
laporan dan 14 % sebanyak 3-5 laporan kejadian. Pada jam kerja 60-79 jam terdapat
54% pernah melaporkan kejadian.

Budaya pelaporan yang digambarkan dalam dimensi frekuensi pelaporan kejadian


dalam budaya pelaporan oleh perawat dan bidan di rawat Inap RS Budhi Asih
tergolong rendah yaitu rata-rata persepsi positif 15,9%. Hal ini didukung dari hanya
49% responden yang pernah melaporkan kejadian dalam 12 bulan terakhir.

Universitas Indonesia
118

6.2.2.4 Budaya Belajar


1. Dimensi pembelajaran organisasi dan perbaikan berkelanjutan dalam budaya
belajar

Tabel 6.14 Dimensi pembelajaran organisasi dan perbaikan berkelanjutan dalam


budaya belajar oleh perawat dan bidan dalam budaya keadilan di rawat inap RS
Budhi Asih Tahun 2015

Kode Pernyataan %Setuju/Sangat %Netral %Tidak


Kuesioner Setuju Setuju/Sangat
Tidak Setuju
A6 Kami aktif melakukan 94,2% 2,9% 2,9%
kegiatan untuk
meningkatkan
keselamatan pasien
A9 Di unit kami kesalahan 94,2% 5,8% 0%
yang terjadi digunakan
untuk membuat
perubahan yang positif
A13 Setelah kami melakukan 92,7% 5,8% 1,4%
perubahan untuk
meningkatkan
keselamatan pasien kami
melakukan evaluasi
terhadap
keefektivitasannya
Rata-rata persepsi 93,7%
positif

Sebanyak 94% perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih memberi persepsi
positif pada dimensi kerjasama dalam unit dalam budaya belajar sehingga dimensi ini
tergolong tinggi. Pernyataan yang mendukung tingginya dimensi pembelajaran
organisasi dan perbaikan berkelanjutan dalam budaya belajar adalah di unit kami
kesalahan yang terjadi digunakan untuk membuat perubahan yang positif, dimana
responden yang setuju atau sangat setuju (94%), netral (6%) dan tidak ada responden
yang menjawab tidak setuju atau sangat tidak setuju. Sebagian besar responden 94%

Universitas Indonesia
119

menyatakan setuju dan sangat setuju dengan pernyataan kami aktif melakukan
kegiatan untuk meningkatkan keselamatan pasien dengan hanya 3% responden yang
menyatakan tidak setuju atau sangat tidak setuju dan netral. Pernyataan setelah kami
melakukan perubahan untuk meningkatkan keselamatan pasien kami melakukan
evaluasi terhadap keefektivitasannya mendapat jawaban setuju dan sangat setuju oleh
93% responden, 6% responden menyatakan netral dan hanya 1% yang tidak setuju
atau sangat tidak setuju.

2. Dimensi harapan staf terhadap sikap dan tindakan supervisor/manajer dalam


promosi keselamatan pasien dalam budaya belajar

Tabel 6.15 Dimensi Harapan Staf terhadap Tindakan Supervisor/Manajer dalam


Promosi Keselamatan Pasien dalam budaya belajar oleh perawat dan bidan dalam
budaya keadilan di rawat inap RS Budhi Asih tahun 2015

Kode Pernyataan %Setuju/Sangat %Netral %Tidak


Kuesioner Setuju Setuju/Sangat
Tidak Setuju
B1 Kepala unit saya member 76,8% 20,3% 2,9%
pujian ketika dia melihat
stafan diselesaikan sesuai
dengan prosedur
keselamatan pasien
B2 Kepala unit saya dengan 84,1% 13% 2,9%
serius mempertimbangkan
masukan staf untuk
meningkatkan
keselamatan pasien
Rata-rata persepsi 80,5%
positif

Dimensi harapan staf terhadap sikap dan tindakan supervisor/manajer dalam promosi
keselamatan pasien dalam budaya belajar tergolong tingi. Rata-rata persepsi positif
dalam dimensi ini adalah 81%. Sebanyak 84% responden menyatakan setuju dan
sangat setuju dengan pernyataan kepala unit saya dengan serius mempertimbangkan

Universitas Indonesia
120

masukan staf untuk meningkatkan keselamatan pasien. Hanya 3% menyatakan tidak


setuju dan sangat tidak setuju dengan pernyataan ini, diikuti 13% responden
menyatakan netral. Responden menyatakan setuju dan sangat setuju dengan
pernyataan kepala unit saya member pujian ketika dia melihat stafan diselesaikan
sesuai dengan prosedur keselamatan pasien sebanyak 77% responden, 20% responden
menjawab netral dan 3% responden menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju.

Tabel 6.16 Budaya belajar dalam budaya keselamatan pasien oleh perawat dan bidan
di rawat inap RS Budhi Asih tahun 2015

Dimensi
Pembelajaran organisasi Harapan staf terhadap sikap dan
dan perbaikan tindakan supervisor/manajer
berkelanjutan dalam promosi keselamatan
pasien
Budaya Belajar 93,7% 80,5% 87,1%

Budaya belajar dalam budaya keselamatan pasien yang meliputi dimensi


pembelajaran organisasi dan perbaikan berkelanjutan serta harapan staf terhadap
sikap dan tindakan supervisor/manajer dalam promosi keselamatan pasien oleh
perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih tahun 2015 tergolong tinggi.
Tingginya budaya belajar ini dinyatakan oleh dimensi yang rata-rata persepsi positif
> 75%.

Universitas Indonesia
121

6.2.2.5 Budaya Informasi

1. Dimensi umpan balik dan komunikasi tentang keselamatan pasien dalam budaya
informasi

Tabel 6.17 Dimensi Umpan Balik dan Komunikasi tentang Keselamatan Pasien
dalam budaya informasi oleh perawat dan bidan dalam budaya keadilan di rawat inap
RS Budhi Asih tahun 2015

Kode Pernyataan %Setuju/Sangat %Netral %Tidak


Kuesioner Setuju Setuju/Sangat
Tidak Setuju
C1 Kami selalu mendapat 84% 14,5% 1,4%
umpan/evaluasi terhadap
perubahan di tempat kerja
berdasarkan laporan
kejadian
C3 Karyawan di unit kami 94,2% 5,8% 0%
mendapat informasi
(diberitahu) mengenai
insiden yang terjadi di unit
kami
C5 Unit kami mendiskusikan 92,7% 1.4% 18,8%
cara-cara mencegah agar
insiden tidak terulang
kembali
Rata-rata persepsi 90,3%
positif

Sebanyak 90% perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih memberi persepsi
positif pada dimensi kerjasama dalam unit dalam budaya informasi sehingga dimensi
ini tergolong tinggi. Pernyataan yang mendukung tingginya dimensi umpan balik dan
komunikasi tentang keselamatan pasien dalam budaya informasi adalah karyawan di
unit kami mendapat informasi mengenai insiden yang terjadi di unit (94%), adanya
diskusi mengenai cara mencegah agar insiden tidak terulang kembali (93%) dan

Universitas Indonesia
122

pernyataan kami selalu mendapat umpan/evaluasi terhadap perubahan di tempat kerja


berdasarkan laporan kejadian (84%). Terdapat 19% responden yang tidak setuju atau
sangat tidak setuju dengan pernyataan unit kami mendiskusikan cara-cara mencegah
agar insiden tidak terulang kembali.

2. Dimensi serah terima dan transisi dalam budaya informasi

Tabel 6.18 Dimensi serah terima dan transisi dalam budaya informasi oleh perawat
dan bidan dalam budaya keadilan di rawat inap RS Budhi Asih tahun 2015

Kode Pernyataan %Setuju/Sangat %Netral %Tidak


Kuesioner Setuju Setuju/Sangat
Tidak Setuju
F3 Bila terjadi pemindahan 65,2% 18,8% 15,9%
pasien dari unit yang
lain tidak pernah timbul
masalah
F5 Informasi yang penting 85,5% 8,7% 5,7%
mengenai perawatan
pasien jarang hilang saat
pergantian shift
F7 Masalah jarang timbul 55% 33,3% 11,5%
dalam pertukaran
informasi antar unit di
RS ini
F11 Pergantian shift tidak 82,6% 10,1% 7,2%
menimbulkan masalah
bagi pasien di RS ini
Rata-rata persepsi 72,1%
positif

Dimensi serah terima dan transisi dalam budaya informasi tergolong rendah. Rata-
rata persepsi positif dalam dimensi ini adalah 72%. Sebanyak 86% responden
menyatakan setuju dan sangat setuju dengan pernyataan informasi yang penting
mengenai perawatan pasien jarang hilang saat pergantian shift. 83% responden setuju
dan sangat setuju dengan pernyataan pergantian shift tidak menimbulkan masalah

Universitas Indonesia
123

bagi pasien di RS ini. Sebanyak 16% responden menyatakan tidak setuju atau sangat
tidak setuju dengan pernyataan bila terjadi pemindahan pasien dari unit yang lain
tidak pernah timbul masalah dibandingkan 65% responden menyatakan setuju dan
sangat setuju dan 19% responden menyatakan netral. Pernyataan bahwa masalah
jarang timbul dalam pertukaran informasi antar unit di RS ini didukung oleh 55%
responden sedangkan yang tidak setuju atau sangat tidak setuju sebanyak 12% dan
responden menyatakan netral sebanyak 33%.

Tabel 6.19 Budaya informasi dalam budaya keselamatan pasien oleh perawat dan
bidan di rawat inap RS Budhi Asih tahun 2015

Dimensi
Umpan balik dan Serah terima dan transisi
komunikasi tentang
keselamatan pasien
Budaya Belajar 90,3% 72,1% 81,2%

Budaya informasi dalam budaya keselamatan pasien yang meliputi dimensi umpan
balik dan komunikasi tentang keselamatan pasien serta serah terima dan transisi oleh
perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih tahun 2015 tergolong tinggi.
Tingginya budaya belajar ini dinyatakan oleh dimensi yang rata-rata persepsi positif
> 75%.

Universitas Indonesia
124

6.3 Kepatuhan dalam Penerapan Kewaspadaan Universal/Kewaspadaan


Standar

Analisis univariat kepatuhan perawat dan bidan dalam penerapan kewaspadaan


universal/standar ditampilkan dalam Tabel 6.17

Tabel 6.20 Hasil analisis Univariat Variabel Kepatuhan dalam Penerapan


Kewaspadaan Universal/Standar di RSUD Budhi Asih Tahun 2015

Variabel Mean Median Skewness Min Max n %

Kepatuhan terhadap 46,4 46 -0.0844 32 55


Penerapan Kewaspadaan
Universal/Standar

Tidak Patuh (<Nilai Mean) 30 43,5

Patuh (> Nilai Mean) 39 56,5

Sebagian besar perawat dan bidan sudah patuh dalam penerapan Kewaspadaan
Universal/Standar. Hal ini ditunjukkan dari proporsi responden yang patuh yaitu
sebanyak 39 (56,5%) (Lihat Tabel 6.3). Mayoritas pegawai patuh (jawaban sering dan
selalu) terhadap membuang peralatan/benda tajam ke dalam container benda tajam
(98,6%), mencuci tangan setelah melepaskan sarung tangan (98,6%), memakai sarung
tangan disposable (94,2%), memakai masker (81,1%), membuang sampah infeksius
ke dalam plastic infeksius (95,6%), menghapus spills dengan desinfektan (85,5%),
tidak makan dan minum (92,7%)dan hati-hati menggunakan scapel atau benda tajam
lainnya (92,8%). Akan tetapi sebagian perawat dan bidan tidak recapping jarum
suntik (57,9%), patuh pemakaian google (33,3%) dan memakai kain
pelindung/celemek hanya 49,2% (Lihat Tabel 6.18)

Universitas Indonesia
125

Tabel 6.21 Kepatuhan terhadap Penerapan Kewaspadaan Universal/Standar oleh


Perawat dan Bidan di Rawat Inap RSUD Budhi Asih Jakarta Tahun 2015

No URAIAN Selalu Sering Total

N % N % %

1 Saya membuang 59 85,5 9 13 98,6


peralatan/benda tajam ke dalam
kontainer benda tajam

2 Saya mencuci tangan setelah 55 79,7 13 18,8 98,6


melepaskan sarung tangan sekali
pakai

3 Saya memakai kain 23 33,3 11 15,9 49,2


pelindung/celemek yang anti
tembus darah dan cairan tubuh
setiap kali ada kemungkinan
baju saya terkotori oleh aktivitas
stafan

4 Saya memakai sarung tangan 54 78,3 11 15,9 94,2


sekali pakai setiap ada
kemungkinan terkena darah dan
cairan tubuh lainnya

5 Saya memakai google setiap kali 9 13 14 20,3 33,3


ada kemungkinan terkena
cipratan cairan mata ke mata
saya

6 Saya memakai masker sekali 31 44,9 25 36,2 81,1


pakai setiap kali ada
kemungkinan terkena cipratan
cairan ke mulut saya

7 Saya membuang semua benda 49 71 17 24,6 95,6


yang mungkin terkontaminasi ke
dalam plastik khusus untuk
sampah biomedis

8 Saya menghapus dengan 40 58 19 27,5 85,5


desinfektan semua cairan yang
keluar dari tubuh pasien

Universitas Indonesia
126

(Sambungan)

9 Saya tidak makan atau minum 49 71 15 21,7 92,7


ketika sedang bekerja di area
yang berpotensi terkontamintasi
darah atau cairan tubuh lainnya

10 Saya berhati-hati ketika 52 75,4 12 17,4 92,8


menggunakan pisau bedah atau
benda tajam lainnya

11 Jika terdapat container benda 23 33,3 17 24,6 57,9


tajam saya tidak menutup
kembali (recapping) jarum
suntik yang terkontamintasi
dengan darah

6.4 Analisis hubungan budaya keselamatan pasien dengan kepatuhan dalam


penerapan kewaspadaan universal/standar oleh perawat dan bidan

Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi-square dan uji fisher exact
untuk melihat apakah ada hubungan antara budaya keterbukaan, budaya keadilan,
budaya pelaporan, budaya belajar dan budaya informasi terhadap kepatuhan dalam
penerapan kewaspadaan universal/standar oleh perawat dan bidan di rawat inap
RSUD Budhi Asih Jakarta tahun 2015.

Universitas Indonesia
127

Tabel 6.22 Hasil analisis bivariat budaya keselamatan pasien dan kepatuhan dalam
penerapan kewaspadaan universal di RSUD Budhi Asih tahun 2015

Kepatuhan Penerapan Kewaspadaan


Universal/Standar di rawat inap
Variabel Tidak Patuh Patuh Total P value
N % N % N %
Budaya
Keterbukaan
Rendah 9 13 3 4,4 12 17,4 0,015
Tinggi 21 30,4 36 52,2 57 82,6

Budaya Keadilan

Rendah 25 36,2 36 52,2 61 88,4 0,281


Tinggi 5 7,3 3 4,3 8 11,6

Budaya
Pelaporan
Rendah 23 33,3 39 56,5 62 89,8 0,002
Tinggi 7 10,1 0 0 7 10,1

Budaya Belajar
Rendah 6 8,7 4 5,8 10 14,5 0,312
Tinggi 24 34,8 35 50,7 59 85,5

Budaya Informasi

Rendah 10 14,5 15 21,7 25 36,2 0,660


Tinggi 20 29 24 34,8 44 63,8

Dari analisis data bivariat menggunakan uji chi square dan uji fisher exact didapatkan
nilai budaya keterbukaan (p=0,015) dan budaya pelaporan (p=0,002) yaitu p <0,05

Universitas Indonesia
128

sehingga ditemukan adanya hubungan antara budaya keterbukaan dan budaya


pelaporan dengan kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan universal/kewaspadaan
standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih Jakarta. Berdasarkan
hasil uji di atas, didapatkan nilai budaya keadilan (p=0,281), budaya belajar
(p=0,312) dan budaya informasi (p=0,666) memiliki nilai p > 0,05 artinya tidak
ditemukan hubungan yang bermakna antara variabel-variabel tersebut dengan
kepatuhan akan kewaspadaan universal/standar oleh perawat dan bidan di rawat inap
RS Budhi Asih Jakarta.

Universitas Indonesia
129

BAB 7
PEMBAHASAN

7.1. Gambaran kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan


universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS
Budhi Asih Jakarta

Secara umum, kepatuhan perawat dan bidan dalam penerapan kewaspadaan


universal/kewaspadaan standar di rawat inap RS Budhi Asih Jakarta sudah
baik. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 56,5% responden sudah
menerapkan kewaspadaan universal/standar dengan baik. Sebagian besar
perawat dan bidan patuh dalam melakukan tindakan-tindakan yang
melindungi dirinya dari kemungkinan terinfeksi penyakit yang ditularkan
lewat darah dan cairan tubuh lainnya.

Jika dilihat dari masing-masing komponen kepatuhan terhadap penerapan


kewaspadaan universal/standar maka diperoleh responden yang patuh
terhadap membuang peralatan/benda tajam ke dalam container benda tajam
(98,6%), mencuci tangan setelah melepaskan sarung tangan (98,6%),
memakai sarung tangan disposable (94,2%), memakai masker (81,1%),
membuang sampah infeksius ke dalam plastik infeksius (95,6%), menghapus
spills dengan desinfektan (85,5%), tidak makan dan minum (92,7%)dan hati-
hati menggunakan scapel atau benda tajam lainnya (92,8%), tidak recapping
jarum suntik (57,9%), patuh pemakaian google (33,3%) dan memakai kain
pelindung/celemek (49,2%). Dari hasil tersebut ditemukan ada komponen
yang masih kurang patuh yaitu tidak recapping jarum suntik, pemakaian
google dan memakai pelindung atau celemek.

Rendahnya kepatuhan pemakaian google karena google digunakan petugas


yang melaksanakan atau membantu melaksanakan tindakan berisiko tinggi
terpajan lama oleh darah dan cairan tubuh lainnya, yang digunakan bila perlu

129 Universitas Indonesia


5
130

(Depkes, 2003). Oleh sebab itu, terdapat kemungkinan tidak semua perawat
dan bidan menggunakan google setiap kali melakukan tindakan keperawatan,
tergantung ruang rawat tempat perawat dan bidan bekerja. Ruangan-ruangan
yang berisiko tinggi untuk terkena cipratan darah adalah kamar operasi, IGD
dan Kamar Bersalin (VK).

Rendahnya pemakaian baju pelindung/celemek pada perawat dan bidan di


rawat inap kemungkinan bergantung pada ruangan dan tindakan-tindakan
medis di ruangan yang jarang bersinggungan dengan darah atau cairan tubuh.
Baju pelindung/celemek tidak rutin dipakai oleh perawat dan bidan dan akan
dipakai pada saat menangani kasus yang berisiko tertular cairan infeksius.

Komponen lain yang masih rendah yaitu recapping jarum suntik. Berdasarkan
tabel 6.18 sebagian besar perawat dan bidan masih menutup kembali jarum
suntuk walaupun terdapat container benda tajam. Menurut peneliti ada
beberapa penyebab rendahnya kepatuhan responden terhadap pernyataan tidak
menutup kembali jarum suntik. Pertama, sebagian petugas kesehatan
diantaranya perawat dan bidan sudah diberikan pelatihan mengenai recapping
dengan teknik satu tangan (one hand scoop) sehingga sering tetap menutup
jarum suntik. Kedua, di RS Budhi Asih tidak semua ruangan tersedia
kontainer benda tajam, hanya ada pada ruangan tertentu saja sehingga petugas
kesehatan diperbolehkan melakukan recapping tetapi dengan menggunakan
teknik satu tangan. Kondisi dan situasi seperti ini yang mempengaruhi
rendahnya jawaban responden pada pernyataan ini. Menurut
Duerink,et.al.(2006) rendahnya kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan
standar di Indonesia disebabkan oleh keterbatasan fasilitas dalam
pengendalian infeksi. Di banyak rumah sakit di Indonesia, kontainer untuk
pembungan benda tajam sering tidak tersedia. Hal yang sama terkadang
terjadi di rawat inap namun perawat dan bidan di RS Budhi Asih Jakarta
menggunakan recapping dengan teknik satu tangan sehingga membuat
perawat dan bidan aman dalam melakukan injeksi. Menurut pendapat peneliti,

Universitas Indonesia
131

tidak recapping jarum adalah pilihan utama untuk mengurangi hazard


terhadap perlukaan akibat tertusuk jarum suntik. Guideline dari CDC (2007)
yang merekomendasikan penerapan kewaspadaan standar, khususnya
mengenai komponen jarum suntik dan benda tajam, “do not recap, bend,
break or hand manipulate used needles; if recapping is required, use a one
handed scoop technique only.” Rekomendasi ini sejalan dengan pedoman
kewaspadaan universal (Depkes, 2003) yang menjelaskan bahwa sangat tidak
dianjurkan untuk menutup kembali jarum suntik tersebut, melainkan langsung
saja dibuang ke penampungan sementara tanpa menyentuh atau memanipulasi
bagian tajamnya seperti dibelokkan, dipatahkan atau ditutup kembali. Jika
jarum terpaksa ditutup kembali (recapping) maka gunakan cara penutupan
jarum dengan satu tangan (one handed scoop) untuk mencegah jari tertusuk
jarum.

Di RS Budhi Asih Jakarta pedoman yang terkait sudah mengikuti pedoman ini
yaitu penanganan jarum suntik secara hati-hati yaitu tidak menutup kembali
jarum suntik dan buang jarum pada tempat khusus. Namun terkadang tempat
pembuangan khusus benda tajam kurang atau sulit dijangkau sehingga
prosedur tersebut sering belum diterapkan oleh perawat dan bidan saat
melakukan injeksi. Untuk mendukung upaya safe injection oleh petugas
kesehatan, sebaiknya RS Budhi Asih menyediakan tempat khusus
pembuangan benda tajam di tempat yang mudah terjangkau perawat dan bidan
sehingga penerapan prosedurnya optimal.

7.2. Hubungan budaya keterbukaan terhadap kepatuhan dalam


penerapan kewaspadaan universal/keaspadaan standar oleh perawat dan
bidan di rawat inap RS Budhi Asih Jakarta

Keterbukaan berarti perawat dan bidan merasa nyaman berdiskusi tentang


adanya kejadian dan isu tentang keselamatan pasien dengan teman satu tim

Universitas Indonesia
132

atau dengan manajer. Fokus dari keterbukaan merupakan media pembelajaran


dan bukan untuk mencari kesalahan perawat (NPSA, 2004; Reiling, 2006).
Keterbukaan merupakan salah satu komponen dari budaya keselamatan
pasien. Dalam hasil penelitian didapatkan adanya hubungan yang bermakna
antara budaya keterbukaan dengan kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan
universal/standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih
(p=0,015) dimana nilai p<0,05. Hasil ini menunjukkan tingginya budaya
keterbukaan berhubungan dengan makin baiknya kepatuhan dalam penerapan
kewaspadaan universal/standar oleh perawat dan bidan.

Sebagian besar responden menyatakan persepsi positif pada dimensi


keterbukaan komunikasi (87% responden). Pernyataan yang mendukung
antara lain karyawan bebas menanyakan keputusan yang diambil kepala unit
dan tidak takut bertanya jika terjadi sesuatu yang tidak benar. Hal ini dapat
menjadi kekuatan dalam budaya keselamatan pasien di rawat inap RS Budhi
Asih. Namun terdapat 22% responden yang merasa tidak bebas berbicara jika
melihat sesuatu yang dapat berdampak negatif pada perawatan pasien.
Menurut peneliti hal ini berkaitan dengan masih adanya ketakutan akan
disalahkan akan insiden yang terjadi. Persepsi positif pada kerjasama dalam
unit dalam budaya keterbukaan sehingga dimensi ini tergolong tinggi dimana
hamper seluruh responden setuju dan sangat setuju hal ini menunjukkan
bahwa staf bekerja bersama-sama sebagai satu tim yang utuh dimana ada
persepsi yang sama (shared perception) akan pentingnya kerjasama supaya
hasil yang diharapkan tercapai. Namun ada 17% responden menyatakan tidak
setuju dengan jika unit kami sedang sibuk maka unit lain akan membantu. Hal
ini kemungkinan berkaitan dengan beban kesibukan di tiap unit yang sudah
tinggi sehingga sulit untuk membantu unit lain, terutama dalam unit
perawatan. Namun dalam penilaian budaya keterbukaan ini tampak bahwa
responden menyatakan senang bekerja sama dengan staf dari unit lain dan ada
koordinasi yang baik antar unit. Responden sangat berkomitmen dan memiliki

Universitas Indonesia
133

motivasi yang tinggi hasil ini ditunjukkan dengan mayoritas responden tidak
mengorbankan keselamatan pasien untuk menyelesaikan pekerjaan. Motivasi
ini didukung oleh persepsi positif responden akan dukungan manajemen
terhadap upaya keselamatan pasien yang tergolong tinggi. Persepsi tingginya
dukungan manajemen ditandai dengan manajemen RS menunjukkan bahwa
keselamatan pasien adalah prioritas utama dan tidak hanya setelah kejadian
tidak diinginkan (KTD) terjadi . Dalam dimensi persepsi keseluruhan tentang
keselamatan pasien terdapat sekitar 20% responden yang tidak setuju atau
sangat tidak setuju dengan pernyataan kesalahan serius yang terjadi di unit ini
merupakan suatu ketidaksengajaan. Hal ini menurut peneliti dapat berarti dua
hal. Pertama, responden mengerti penerapan kewaspadaan universal/standar
sebagai pedoman namun di saat-saat tertentu seperti ketika beban kerja
meningkat, pedoman ini dihiraukan walaupun tahu hal itu salah. Hal yang
mendukung ini seperti dalam penelitian Sedlak (2004) bahwa stress dapat
secara langsung mempengaruhi kesakitan dengan merubah pola perilaku
individu (Sedlak, 2004 dalam Sahara, 2011). Di jam-jam sibuk atau banyak
pekerjaan dapat terjadi hal-hal yang sengaja dibiarkan. Kedua, ada responden
yang kurang mengerti maksud pernyataan di dalam kuesioner.

Keterbukaan komunikasi sangat berperan dalam menurunkan insiden


keselamatan pasien dan sikap keterbukaan komunikasi dapat meningkatkan
kualitas sumber daya manusia untuk berani melaporkan setiap insiden
keselamatan pasien atau petugas sehingga dapat dijadikan sebagai sumber
informasi dalam proses belajar untuk memperbaiki mutu pelayanan rumah
sakit. Morning report digunakan untuk berbagi informasi seputar isu
keselamatan pasien dan perawat atau bidan dapat secara bebas bertanya
seputar keselamatan pasien yang potensial terjadi dalam kegiatan sehari-hari
(Nurmalia, 2012 dalam Puspitasari, 2015).

Universitas Indonesia
134

7.3. Hubungan budaya keadilan terhadap kepatuhan dalam penerapan


kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di
rawat inap RS Budhi Asih Jakarta

Budaya keadilan berfokus pada respon tidak menghukum terhadap kesalahan


dan melihat suatu kejadian dari dua sisi. Selain melihat akuntabilitas perawat,
juga memperhatikan kesalahan dari sistem (Sammer et. al., 2009). Fokus pada
kesalahan yang diperbuat perawat dan bidan akan mempengaruhi kinerja
perawat dan bidan karena mempunyai dampak pada psikologis (Yahya, 2006).
Fokus pada kesalahan sistem akan lebih efektif dibandingkan fokus pada
kesalahan yang diperbuat karena kesalahan medis sangat jarang disebabkan
oleh faktor kesalahan manusia secara tunggal (Reason, 2003). Dalam hasil
penelitian didapatkan tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara
budaya keadilan dengan kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan
universal/standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih
(p=0,281) dimana nilai p>0,05. Hasil ini menunjukkan tingginya rendahnya
budaya keadilan tidak berhubungan dengan kepatuhan dalam penerapan
kewaspadaan universal/standar oleh perawat dan bidan. Budaya keadilan ini
berkaitan erat dengan staffing yaitu tersedia staf dalam jumlah cukup untuk
menangani beban kerja dan jumlah jam kerja yang sesuai. Dejoy (1995) dalam
Sahara (2011) menyatakan salah satu faktor pekerjaan yaitu beban kerja tidak
dapat memprediksi kepatuhan. Penelitian yang lain seperti dalam Nurmalia
(2013) dikatakan beban kerja yang tinggi menyebabkan stress yang dapat
mempengaruhi perilaku patuh. Selanjutnya dalam penelitian ini dikatakan
bahwa peningkatan dimensi keadilan ini tidak terlepas dari kontribusi
manajemen yang efektif. Manajemen dapat menciptakan lingkungan yang
kondusif sehingga staf dapat bekerja dengan baik dan tidak takut untuk
membuat pelaporan yang mempengaruhi penilaian manajemen.

Responden yaitu perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih memberi
persepsi positif 59% pada dimensi staffing dalam budaya keadilan sehingga

Universitas Indonesia
135

dimensi ini tergolong rendah. Sebanyak 38% responden menyatakan unit


kami pernah bekerja lembur untuk melayani pasien dan lebih dari 65%
responden menyatakan ada tenaga honorer untuk kegiatan keselamatan pasien.
Sebagian besar responden menyatakan merasa kekurangan staf untuk
menangani beban kerja. Namun mayoritas responden bekerja dalam keadaan
waspada dan berusaha berbuat banyak dengan cepat. Dari data penelitian
karakteristik perawat dan bidan mayoritas memiliki jam kerja 40-59 jam
seminggu (50%) diikuti lebih dari 60 jam (13%) dan < 40 jam seminggu (6%).
Hal ini menunjukkan beban kerja staf di rawat inap cukup tinggi sehingga hal
ini perlu diwaspadai sebagai risiko keselamatan bagi petugas dan pasien.
Beban kerja sebagai pemicu stress di lingkungan kerja dan dapat
mempengaruhi kesakitan dan kesehatan. Faktor beban kerja ini dapat
menyebabkan dampak yang merugikan termasuk perilaku. Stress dapat secara
langsung mempengaruhi kesakitan dengan cara merubah pola perilaku
individu (Sedlak, 2004 dalam Sahara, 2011). Berdasarkan teori ini maka
beban kerja yang tinggi dapat memicu stress diantara perawat dan bidan
sehingga berperilaku tidak patuh terhadap kewaspadaan universal/standar.
Pendapat yang sama dalam Sahara (2011) bahwa kondisi beban kerja yang
tinggi dapat membuat perawat lebih sulit untuk mengikuti peraturan dan
pedoman sehingga mengurangi kualitas dan keamanan dalam memberikan
keperawatan pada pasien. Dalam pernyataan di unit kami tidak ada tenaga
honorer untuk kegiatan keselamatan pasien terdapat 65,2% responden
menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju, artinya responden memiliki
persepsi adanya tenaga honorer dapat memenuhi budaya keadilan. Menurut
peneliti hal ini berkaitan dengan responden merasa sangat terbantu dengan
tenaga honorer sehingga dapat tetap memberikan waktu yang cukup
pelayanan kepada semua pasien dan tidak terburu-buru. Hal ini diperkuat
dengan hanya 46,4% responden yang menyatakan bahwa staf di unit tidak
pernah lembur dalam melayani pasien.

Universitas Indonesia
136

Dalam dimensi respons non punitive terhadap kesalahan dalam budaya


keadilan terdapat 19% responden menjawab tidak setuju atau sangat tidak
setuju untuk pernyataan bahwa kesalahan yang dilakukan tidak untuk
menyalahkan mereka dan menyatakan khawatir bahwa kesalahan yang
dibuatnya akan dicatat atau mempengaruhi penilaian kinerja. Namun untuk
pernyataan ketika insiden keselamatan pasien dilaporkan yang
dicatat/dibicarakan adalah masalahnya bukan pelakunya, sebanyak 80%
responden menyataan setuju. Hal ini sama dengan penelitian sebelumnya
dalam Puspitasari, 2015 bahwa perlunya pendekatan tanpa menyalahkan (no
blame) dan tanpa hukuman (non punitive) terhadap pelaporan dan analisis
insiden. Menurut Hikmah (2008) menyatakan bahwa perawat merasa
kesalahan akan membawa dampak negatif sehingga kesalahan yang ada tidak
dilaporkan. National Patient Safety Agency (2004) menyatakan bahwa respon
tidak menghukum akan meningkatkan pelaporan.

7.4. Hubungan budaya pelaporan terhadap kepatuhan penerapan


kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di
rawat inap RS Budhi Asih Jakarta

Pelaporan merupakan unsur penting dari keselamatan pasien. Informasi yang


adekuat akan dijadikan sebagai proses pembelajaran untuk meningkatkan
keselamatan pasien (Jeff, Law&Baker, 2007). Pelaporan yang adekuat akan
memberikan manfaat antara lain: keterlibatan staf pada manajemen risiko dan
kesadaran staf akan meningkat, organisasi akan merespon keluhan dari pasien
secara lebih cepat dan efektif, mencegah pengeluaran rumah sakit yang
berlebih karena keluhan pasien berkurang, kejadian dapat dicegah dan biaya
perkara. Dalam hasil penelitian didapatkan ditemukan hubungan yang
bermakna antara budaya pelaporan dengan kepatuhan dalam penerapan
kewaspadaan universal/standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS

Universitas Indonesia
137

Budhi Asih (p=0,002) dimana nilai p<0,05. Hasil ini menunjukkan tingginya
rendahnya budaya pelaporan berhubungan dengan kepatuhan dalam
penerapan kewaspadaan universal/standar oleh perawat dan bidan.

Dimensi frekuensi pelaporan kejadian dalam budaya pelaporan oleh perawat


dan bidan di rawat Inap RS Budhi Asih tergolong rendah yaitu hanya 16%
responden yang pernah melaporkan insiden. Sebanyak besar responden
menyatakan pernah terjadi kondisi yang berpotensi mencederai pasien
(kejadian potensial cedera), kondisi pasien terpapar insiden namun tidak
cedera dan kesalahan ditemukan namun diperbaiki sehingga pasien tidak
cedera (kejadian nyaris cedera) namun jarang atau tidak pernah dilaporkan.

Budaya pelaporan dapat dinilai dengan tipe kesalahan yang dilaporkan oleh
staf. Semakin matang budaya keselamatan maka semakin meningkat
pengambilan risiko berkaitan dengan kesalahan yang dilaporkan. Pada budaya
pelaporan yang baik setiap kejadian yang dilaporkan menjamin semua staf
dalam organisasi untuk belajar dari pengalaman. Hal ini berarti staf siap
untuk melaporkan insiden atau near miss, sehingga dapat dinilai jenis error
dan dapat diketahui kesalahan yang biasa dilakukan oleh staf serta dapat
diambil tindakan sebagai bahan pembelajaran organisasi. Organisasi belajar
dari pengalaman sebelumnya dan mempunyai kemampuan untuk
mengidentifikasi faktor risiko terjadinya insiden sehingga dapat mengurangi
atau mencegah insiden yang akan terjadi. Perawat yang merasa aman bahwa
akan diperlakukan secara adil dan tidak mendapat hukuman karena laporan
tersebut akan mendorong untuk budaya keselamatan pasien. Dari catatan
dalam kuesioner di penelitian ini responden mengatakan perlu dukungan dari
atasan dan fasilitasi agar budaya keselamatan pasien meningkat juga bila ada
masalah di unit maka didiskusikan bersama dan diharapkan tidak terjadi lagi
dengan dicari pemecahannya. Hambatan dalam pembuatan laporan harus
dikikis habis antara lain: perasaan takut disalahkan, bingung bentuk

Universitas Indonesia
138

pelaporan, kurang menyadari keuntungan pelaporan (Bird, 2005; Jeffs,


Law&Baker, 2007).

7.5. Hubungan budaya belajar terhadap kepatuhan penerapan


kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di
rawat inap RS Budhi Asih Jakarta

Budaya pembelajaran terbentuk ketika individu belajar dari kesalahan dan


mampu meningkatkan kemampuan sebagai bagian dari sistem. Pembelajaran
dimulai ketika pemimpin menjadi role model bagi perawat tidak hanya pada
budaya yang kurang melainkan juga budaya yang baik (Sammer et al,
2009;Reiling, 2006). Kejadian yang berhubungan dengan keselamatan pasien
merupakan proses belajar untuk lebih menjadi baik. Perawat merupakan
bagian dari budaya keselamatan pasien mampu belajar dari laporan kejadian
keselamatan pasien baik itu kejadian tidak diinginkan dan kejadian nyaris
cedera (Jeffs, Law&Baker, 2007). Dalam hasil penelitian didapatkan tidak
ditemukan hubungan yang bermakna antara budaya belajar dengan kepatuhan
dalam penerapan kewaspadaan universal/standar oleh perawat dan bidan di
rawat inap RS Budhi Asih (p=0,312) dimana nilai p>0,05. Hasil ini
menunjukkan tingginya rendahnya budaya belajar tidak berhubungan dengan
kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan universal/standar oleh perawat dan
bidan. Namun sebanyak besar responden memberi persepsi positif pada
dimensi kerjasama dalam unit dalam budaya belajar antara lain di unit kami
kesalahan yang terjadi digunakan untuk membuat perubahan yang positif,
aktif melakukan kegiatan untuk meningkatkan keselamatan pasien, kami
melakukan perubahan untuk meningkatkan keselamatan pasien kami
melakukan evaluasi terhadap keefektivitasannya. Dimensi harapan staf
terhadap sikap dan tindakan supervisor/manajer dalam promosi keselamatan
pasien dalam budaya belajar tergolong tinggi. Sebagian besar responden
menyatakan setuju dan sangat setuju dengan pernyataan kepala unit saya
dengan serius mempertimbangkan masukan staf untuk meningkatkan

Universitas Indonesia
139

keselamatan pasien, kepala unit saya memberi pujian ketika dia melihat stafan
diselesaikan sesuai dengan prosedur keselamatan pasien.

Hal penelitian ini berbeda dengan penelitian oleh Nurmalia (2013) bahwa
penerapan budaya keselamatan pasien akan meningkatkan dimensi
pembelajaran. Selanjutnya dalam penelitian ini dikatakan bahwa peningkatan
dimensi pembelajaran ini berkaitan dengan feedback dan dukungan dari
organisasi serta rekan satu tim di rumah sakit. Teori yang kemungkinan
menjelaskan hal ini adalah konsep health belief model dimana kemungkinan
individu melakukan pencegahan bergantung secara langsung pada hasil dari
dua keyakinan yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived
threat of injury or illness) dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian
(benefits and cost). Penilaian pertama adalah ancaman yang dirasakan
mengacu pada sejauh mana individu berpikir bahwa penyakit atau kesakitan
betul-betul merupakan ancaman kepada dirinya. Dalam hal ini individu
belajar dari ancaman yang dirasakan meningkat maka perilaku pencegahan
akan meningkat. Menurut Henderson dalam Sahara (2011) staf yang merasa
dirinya berada pada risiko terinfeksi lebih mungkin untuk mematuhi pedoman
kewaspadaan universal/standar yaitu risiko yang dirasakan dianggap penting
karena mempunyai potensi mempengaruhi niat seseorang untuk mencari tahu
mengenai informasi kewaspadaan dan akhirnya belajar dan patuh terhadap
kewaspadaan tersebut.

Pembelajaran dilakukan untuk mengambil nilai dari kesalahan yang terjadi


sehingga dapat mencegah terjadinya kesalahan berulang (Reiling, 2006).
Pembelajaran efektif untuk mencegah proses yang tidak aman dan mencegah
kesalahan. Evaluasi dari proses belajar meingkatkan kesempatkan untuk
berbagi ilmu yang didapat serta meningkatkan proses belajar (Sammer et al,
2009; Flemming, 2006).

Universitas Indonesia
140

Budaya keselamatan pasien yang terdiri dari beberapa dimensi tidak dapat
berdiri sendiri melainkan dimensi yang satu dengan yang lain saling
mempengaruhi (Jeffs, Law&Baker, 2007). Penerapan budaya keselamatan
pasien dikatakan berhasil apabila semua elemen yang ada di dalam rumah
sakit menerapkan budaya keselamatan pasien dalam kegiatannya sehari-hari
(Hudson, 1999; Reiling, 2006) oleh karena itu diperlukan adanya budaya
belajar. Karakteristik dari responden pada penelitian ini yaitu sebagian besar
responden adalah wanita (53%) berusia muda (<49 tahun) dengan pendidikan
minimal diploma dan bekerja di rumah sakit tidak lama (<15 tahun). Hal ini
dapat merupakan potensi bagi rumah sakit untuk meningkatkan budaya
keselamatan pasien dengan sumber daya manusia yang lebih terbuka terhadap
perubahan dan terus belajar.

7.6. Hubungan budaya informasi terhadap penerapan kewaspadaan


universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS
Budhi Asih Jakarta

Budaya informasi yang baik adalah ketika organisasi mampu belajar dari
pengalaman masa lalu sehingga memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi
dan menghindari insiden yang akan terjadi karena telah terinformasi dengan
jelas dari insiden yang sudah pernah terjadi, misalnya dari pelaporan kejadian
dan investigasi. Berdasarkan hasil analisis uji chi square tidak ditemukan
hubungan antara budaya informasi dengan kepatuhan dalam penerapan
kewaspadaan universal atau kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di
RS Budhi Asih Jakarta (nilai p=0,660). Artinya budaya informasi yang tinggi
tidak berkaitan dengan semakin patuhnya responden akan penerapan
kewaspadaan universal/standar. Namun sebagian besar responden memberi
persepsi positif pada dimensi kerjasama dalam unit dalam budaya informasi.
Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya responden yang setuju atau sangat
setuju dengan pernyataan kami mendapat informasi mengenai insiden yang
terjadi di unit, adanya diskusi mengenai cara mencegah agar insiden tidak

Universitas Indonesia
141

terulang kembali dan kami selalu mendapat umpan/evaluasi terhadap


perubahan di tempat kerja berdasarkan laporan kejadian. Terdapat 19%
responden yang tidak setuju atau sangat tidak setuju dengan pernyataan unit
kami mendiskusikan cara-cara mencegah agar insiden tidak terulang kembali.

Berdasarkan Institute of Medicine (2000) dikatakan bahwa untuk membangun


keselamatan pasien harus ada lingkungan atau budaya yang memungkinkan
staf untuk berbagi informasi mengenai masalah-masalah keselamatan pasien
kemudian melakukan tindakan untuk perbaikan. Pada hasil penelitian ini tidak
ditemukan hubungan peneliti berpendapat bahwa staf sudah memiliki persepsi
yang baik mengenai diskusi dan informasi insiden yang terjadi di unit namun
belum adanya kepatuhan karena belum seluruhnya ada tindak lanjut atau cara-
cara pencegahan di antaranya pemberian pelatihan, sarana prasarana yang
memadai. Hal ini didukung dari pernyataan responden bahwa sarana
prasarana perlu lebih diperhatikan terutama ketika pasien penuh. Hal ini juga
berkaitan dengan dimensi serah terima dan transisi yaitu pertukaran informasi
antar unit atau petugas yang perlu ditingkatkan antara lain menerapkan sistem
SBAR (situation-background-assessment-recommendation) dalam
memberikan informasi yang efektif antar petugas. Komunikasi terbuka dapat
diterapkan saat mengkomunikasikan kepada perawat unit lain tentang risiko
terjadinya insiden yang melibatkan perawat/bidan dan pasien saat serah terima
dan transisi (Puspitasari, 2015)

7.7 Keterbatasan Penelitian

Pada saat pengumpulan data, kuesioner yang disebar bersifat self administered
questionnaire. Hal ini dikarenakan peneliti tidak dapat melakukan
pendampingan pada saat pengisian kuesioner oleh responden karena alasan
kesibukan responden sehingga terdapat beberapa kuesioner yang tidak diisi
lengkap oleh responden dan terdapat pula kuesioner yang hilang sehingga

Universitas Indonesia
142

terdapat 69 kuesioner yang eligible. Jumlah tersebut telah memenuhi syarat


dari batas sampel minimal penelitian yaitu 65 responden.

Kelemahan lain dari self administered questionnaire adalah terdapat


kemungkinan sebagian responden kurang memahami maksud setiap
pertanyaan atau responden memang tidak mengerti pertanyaan tersebut
sehingga mempengaruhi jawaban responden.

Kuesioner yang dipakai merupakan kuesioner dari AHRQ yang diadopsi ke


konteks Indonesia perlu penyesuaian dengan budaya dan nilai setempat
sehingga dapat berbeda dengan di lapangan. Terdapat juga penggunaan
beberapa istilah yang mungkin lazim di luar negeri namun belum familiar di
Indonesia.

Universitas Indonesia
143

BAB 8
KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahsan, dapat disimpulkan penelitian ini
adalah sebagai berikut:

1. Mayoritas perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih Jakarta 2015 sudah
patuh dalam penerapan kewaspadaan Universal/Standar

Hal ini ditunjukkan dari proporsi responden yang patuh (56,5%) dibandingkan
yang tidak patuh (43,5%). Pernyataan pegawai patuh antara lain membuang
peralatan/benda tajam ke dalam container benda tajam (98,6%), mencuci
tangan setelah melepaskan sarung tangan (98,6%), memakai sarung tangan
disposable (94,2%), memakai masker (81,1%), membuang sampah infeksius
ke dalam plastic infeksius (95,6%), menghapus spills dengan desinfektan
(85,5%), tidak makan dan minum (92,7%) dan hati-hati menggunakan scapel
atau benda tajam lainnya (92,8%). Akan tetapi kepatuhan perawat dan bidan
akan tidak recapping jarum suntik (57,9%), patuh pemakaian google (33,3%)
dan memakai kain pelindung/celemek hanya 49,2%.

2. Dari hasil penelitian ditemukan adanya hubungan bermakna antara budaya


keterbukaan (p =0,015) dan budaya pelaporan (p=0,002) dengan kepatuhan
akan penerapan kewaspadaan universal/standar oleh perawat dan bidan di
rawat inap RSUD Budhi Asih Jakarta 2015.
Sedangkan budaya keadilan (p=0,281), budaya belajar (p=312) dan budaya
informasi (p=0,660) tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara
variabel-variabel tersebut dengan kepatuhan akan kewaspadaan
universal/standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RSUD Budhi Asih
Jakarta.

143
138
Universitas Indonesia
144

3. Dalam budaya keselamatan pasien di RS Budhi Asih Jakarta memiliki


dimensi kategori tinggi yaitu keterbukaan komunikasi, kerjasama dalam unit,
kerjasama antar unit, persepsi keseluruhan tentang keselamatan pasien,
dukungan manajemen terhadap upaya keselamatan pasien, pembelajaran
organisasi dan perbaikan berkelanjutan, harapan staf terhadap sikap dan
tindakan supervisor/manajer dalam promosi keselamatan pasien, umpan balik
dan komunikasi tentang keselamatan pasien

4. Dimensi yang memerlukan perhatian karena masuk kategori rendah adalah


dimensi staffing, respons non punitive terhadap kesalahan dan frekuensi
pelaporan kejadian juga serah terima dan transisi

5. Dalam literatur diketahui budaya keselamatan pasien berpengaruh terhadap


kepatuhan perawat dan bidan dalam penerapan kewaspadaan
universal/kewaspadaan standar di RS

8.2. Saran

Setelah melakukan analisis hasil penelitian ini, penulis menyarankan beberapa hal
antara lain:

Untuk manajemen RS Budhi Asih Jakarta

1. Komitmen terhadap keselamatan pasien harus diintegrasikan dalam setiap


kebijakan manajemen yang diawali dengan memasukkan unsur
keselamatan pasien dan petugas kesehatan dalam visi dan misi RS Budhi
Asih Jakarta yang selanjutnya ditanamkan ke dalam visi dan misi tiap unit

2. Menunjukkan komitmen manajemen akan fokus pada program keselamatan


pasien di semua level dan membekali diri dengan selalu up date ilmu

Universitas Indonesia
145

keselamatan pasien dengan mengikuti pelatihan KPRS yang diadakan


PERSI

3. Menciptakan iklim keselamatan yang mendukung upaya keselamatan


pasien di RS Budhi Asih Jakarta antara lain dengan no blaming culture
memandang insiden yang ada sebagai bagian dari kesalahan sistem, bukan
individu dan keterbukaan dalam melibatkan staf untuk pemecahan masalah

4. Mengoptimalkan dan menghidupkan kembali media komunikasi dan


pembelajaran yang sudah ada seperti morning report, pertemuan rutin
bulanan dengan medis maupun karyawan untuk menjaga keterbukaan
komunikasi tetap berjalan yang berdampak positif dalam peningkatan
budaya keselamatan pasien

5. Menyusun alur pelaporan insiden keselamatan pasien dan sosialisasi ke


semua unit supaya insiden dapat terdokumentasi dengan baik dengan
analisa dan feedback yang mengidentifikasi akar penyebab bukan
memojokkan pelaku serta memberikan penghargaan pada staf yang
menjalankan program keselamatan pasien.

6. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang bekelanjutan untuk


meningkatkan dan memelihara kompetensi staf sehingga meminimalisir
kecenderungan perlaku yang tidak aman petugas sehingga memicu insiden
yang tidak diharapkan

Untuk perawat dan bidan

1. Meningkatkan budaya keterbukaan dengan komunikasi yang terbuka di


dalam maupun antar unit dalam organisasi melalui diskusi yang berfokus
pada kejadian dan near miss. Pelapor kejadian diberikan penghargaan atau
tetap dijaga kerahasiaannya (anonym)

Universitas Indonesia
146

2. Meningkatkan pelaporan insiden keselamatan pasien tanpa rasa takut


sehingga akan timbul pembelajaran dan umpan balik untuk mencegah
insiden di masa yang akan datang yaitu dengan melibatkan staf dalam
pemecahan masalah dan pemberian pelatihan khusus keselamatan pasien

Untuk penelitian berikutnya

1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal untuk penelitian
selanjutnya yaitu pengukuran kepatuhan terhadap penerapan kewaspadaan
universal/standard dan budaya keselamatan pasien di RS Budhi Asih
Jakarta

2. Perlu dilakukan penelitian mengenai hambatan dalam kerjasama antar unit


dalam organisasi

3. Perlunya dilakukan penelitian lanjutan mengenai aspek-aspek lain yang


mempengaruhi kepatuhan akan penerapan kewaspadaan
universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di RS Budhi Asih
Jakarta

Universitas Indonesia
147

DAFTAR PUSTAKA

ACSN Health and Safety Commission. (1993). Organising for Safety, ACSN Study
Group on Human Factors Third Report, London, HMSO.

Aditama, T.Y. (2002). Manajemen administrai rumah sakit. (Edisi 2). Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia.

Agency for healthcare research 2 and Quality (AHRQ) Rockville, MD. (2011).
Organizational Culture Distinguishes Top Performing Hospitals in Patient Outcome
from Heart Attack: Research Activities, June 2011, No. 370.
http://www.ahrq.gov/news/newsletters/researchactivities/jun11

Agency for healthcare research and Quality (AHRQ) Rockville, MD. (2012). Survey
on Patient Safety Culture, http://www.ahrq.gov/professionals/quality-
patientsafety/patientsafetyculture/index.html

Anugrahini, C. (2010). Hubungan faktor individu dan organisasi dengan kepatuhan


perawat dalam menerapkan pedoman patient safety di RSAB Harapan Kita.
Jakarta:FIK UI. Tesis tidak dipublikasikan.

Association of operating room nurses. (2006). AORN Gudance Statement:creating a


patient safety culture. AORN Journal.

Atlas S, et.al. (2012). Shifting patient safety into high gear. Crico journal

Ayudyawardani SD. (2012). Pengembangan model budaya keselamatan pasien yang


sesuai di rumah sakit ibu anak tumbuh kembang Cimanggis Tahun 2012. Jakarta:
KARS UI.

Ballard, K.A. (2003). Patient safety: a shared responsibilities. Online Journal of


Issues in Nursing. Vol 8 No. 3

Bates, D.W. et.al. (1995). Incidence of adverse drug events and potential adverse
drug events, The Journal of American Medical Association, 274 (1) 29-34.
http://jama.ama-assn.org/cgi/reprint/274/1/29

Universitas Indonesia
148

Bird, D. (2005). Patient safety: improving incident reporting. Journal of nursing


standar. 20(14-16).43

Buetow S, Davis R, Callaghan K, Dovey S. (2013). What attributes of patients affect


their involvement in safety? A key opinion leaders perspective. BMJ Open.

Cahyono, B. (2008). Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktik


kedokteran. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Carthey J, Clarke, J. (2010). Implementing Human factors in Health care, How to


Guide. http://www.patientsafetyfirst.nhs.uk.

CDC (2007). Guideline for isolation precautions: preventing transmission of


infectious agents in healthcare setting.

Center for advancing healh. (2010). A new definition of patient engagement : what is
engagement and why is it important? Journal of center for advancing health.

Dejoy, David M. (1996). Theoritical Models of Health Beahvior and Workplace self
protective behavior. Journal of safety research, 27 (2):61-71.

Depkes (2003). Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal. Jakarta: Depkes RI.

Depkes (2006). Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety).
Bakti Husada.

Depkes (2008). Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit (Edisi 2). Jakarta:
The Author.

Dewi SC. (2011). Hubungan fungsi manajemen kepala ruang dan karakteristik
perawat dengan penerapan keselamatan pasien dan perawat di IRNA I RSUP DR.
Sardjito Yogyakarta. Jakarta: FIK UI.

Duerink O, Hadi U, Lestari ES, Roeshadi D, Wahyono H, Nagelkerke N, Meulen R,


Broek, P. (2006). A tool to assess knowledge, attitude and behavior of Indonesian
healthcare workers with respect to infection control. AMRIN Study Group.

Universitas Indonesia
149

Efstathiou, et.al. (2011). Factors influencing nurses compliance with standart


precautions in order to avoid occupational exposure to microorganism. BMC
Nursing, 10(1):1-12.

Fleming, M (2006). Patient safety culture measurement and improvement: a "how to"
guide. Health Care Quarter, 8(1), 14-19. http://www.chsrf.ca

Flynn, E.(2004). Crossing the quality chasm: a new system for 21th century, USA:
National Academies Press. htp://cart.nap.edu/cart/pdfaccess.cgi?&record_id=10027
Foley, M. (2004). Caring for those who care. A tribute to nurses and their safety.
Online Jourbal of Issues in Nursing. Vol 9 No. 3.

Gershon, Robyn R.M, et.al. (1995). Compliance with universal precautions among
health care workers at three regional hospital. AJIC Am J Infect Control, 23:225-
236.

Gottlieb, S. 2003. Patient are at risk because of nurses'long hours, says report.
http://www.bmj.com

Green, Laurance, W.et.al.(1980). Health Education Planning: A diagnostic approach,


California: Mayfield Publisher.

Henriksen, K., Dayton, E., Keyes, M.A., Carayon, P., Hughes, P., (2008)
Understanding adverse event: a human factors framework. Dalam Hughes R.G (Ed).
Patient safety and quality: an evidence based handbook for nurses. Rockville: US
Department of Health and Human Services.

Hikmah,S. (2008). Persepsi staf mengenai patient safety di IRD RSUP Fatmawati.
Skripsi. Jakarta: FKM-UI

Hughes, R.G (2008). Patient safety and quality: an evidence-based handbook for
nurses. Rockville MD: Agency for Healthcare Research and Quality Publications.
http://www.ahrq.gov/QUAL/nursehdbk/

Institute of Medicine. (2000). To err is human: building a safer health system. USA.

Jeffs, L., Law, M., & Baker, G. R (2007). Creating reporting & learning cultures in
health-care organizations. The Canadian Nurse, 103(3), 16.

Keputusan Menteri nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di


Rumah Sakit

Universitas Indonesia
150

Kirk, S., Parker, D., Claridge, T., Esmail, A., & Marshall, M (2007). Patient Safety
Culture in Primary Care : Developing a Theoritical Framework for Practical Use.
Journal of Quality Safety Health Care. 16 th edition. p 313-320.

Koentjaraningrat. (2002). Pengantar ilmu anthropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Kohn LT Corrigan, D. (2000). To err is human : Building a safer health system.


Washington DC, National Academy Press.

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS). (2008). Pedoman Pelaporan


Insiden Keselamatan Pasien. Edisi 2 : Jakarta.
Leape LL, B. D., Bates DW (2002). "What practice will most improve safety?
Evidence based meet patient safety." Journal of American Medical Association
288(4): 501-507.

Longtin, et.al. (2010). Patient participation : current knowledge and applicability to


patient safety. Mayo clinic proceedings

McDonald K, Bryce C, Graber M. (2013). The Patient is in : patient involvement


strategies for diagnostic error mitigation. BMJ quality and safety.

McGovern,et.al. (2000). Factors affecting universal precautions compliance. Journal


of business and psychology, 15 (1):149-161.

McGuckin M, Waterman R, and Shubin A. (2006). Consumer attitude about health


care- Acquired Infection and hand hygiene. American Journal of medical quality.

Mehta, A. et.al. (2010). Intervention to reduce needlestick injuries at a tertiary care


centre. Indian Journal of Microbiology. 1(28):17-20.

Myers, S., et.al. (2010). Safety concern of hospital based new to practice registered
nurses and their preceptor. The journal of continuing education in nursing, 41(4).

National Patient Safety Agency (NPSA). (2004). Seven step to patient safety: the full
reference guide. London: National Patient Safety Agency

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

Universitas Indonesia
151

Nurmalia D, Handiyani H, Pujasari, H. (2013).Pengaruh program mentoring terhadap


penerapan budaya keselamatan pasien. Jurnal Managemen Keperawatan.

Peraturan Gubernur Nomor 214 tahun 2014

Poespowardojo. (1993). Strategi kebudayaan: suatu pendekatan filosofis. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama.

Potter, P.A, Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume 2. Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk. Jakarta:
EGC.

Powell, S. 2004. Patient safety: Its not just carefulness, it is a culture.


http://www.nursingcenter.com/

Prawitasari, S. (2009).Hubungan beban kerja perawat pelaksanan dengan keselamatan


pasien di RS Husada Jakarta. Jakarta: FIK UI. Tesis tidak dipublikasikan.

Prochaska JO and Prochaska JM. Behavior change. Jones and Barlett learning

Pronovost PJ, Goeschel CA, Marsteller JA, Sexton JB, Pham JC, Berenholtz SM.
(2009). Framework for patient safety research and improvement. Circulation.

Puspitasari M. (2015). Merumuskan learning organization melalui analisis budaya


keselamatan pasien dan budaya organisasi di RS Masmitra. Jakarta: FKM UI.

Putri A (2010). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan penerapan prinsip


kewaspadaan universal (universal precaution) oleh perawat di instalasi gawat darurat
RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2010. Padang: FIK Andalas.

Reason, J (2000). Human error: models and management. Journal BMJ, 320.

Reason, J. & Hobbs, A (2003). Managing maintenance error: A practical guide.


Hampshire : Ashgate Publising Company.

Reiling, J.G (2006). Creating a culture of patient safety through innovative hospital
design. Journal Advanced in Patient Safety, 2(20), 1-15.

Universitas Indonesia
152

Resfi YN, Siti Rahmalia HD, Jumaini. (2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku perawat terhadap upaya pencegahan infeksi luka post operasi pada pasien
bedah ekstremitas bawah. Riau : FIK Universitas Riau.

Rosyada, SD. (2014). Gambaran budaya keselamatan pasien pada perawat unit rawat.
Jakarta: FKIK UIN

Runciman, W.B., Baker, G.S., Michel, P., Dovey, S., Lilford, R.J., Jensen, N., et.al.
(2010). Tracing the foundation of conceptual framework for patient safety ontology.
Qual Saf health Care 2010;19.

Sahara A. (2011). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan perawat dan


bidan dalam penerapan kewaspadaan universal/kewaspadaan standar di Rumah Sakit
Palang Merah Indonesia Bogor Tahun 2011. Jakarta: FKM UI.

Sammer Cristine, L. K., Sigh Karan, Mains Douglas (2009). "What is Patient Safety
Culture? A review of the Literature." Journal of Nursing Scholarship. 42(2): 156.

Schein, E (2004). Organizational culture and Leadership. 3rd ed. Jossey-Bass.

Sedlak, C. (2004). Overview and summary nurse safety: Have we addressed the risk?
Online Journal of Issues in Nursing. Vol 9. No.3.

Setiowati D. (2010). Hubungan kepemimpinan efektif head nurse dengan penerapan


budaya keselamatan pasien oleh perawat pelaksana di RSUPN Dr.
Ciptomangunkusumo Jakarta. Jakarta : FIK UI.

Sunarto (2003). Teori Organisasi. Yogyakarta: Amus&Mahendro Total Design

The National Patient Safety Agency. 2004. Seven steps to patient safety: the full
reference guides. http://www.nrls.npsa.nhs.uk

Trinkoff, A.M., Brown, J.M., Caruso, Lipscomb, J.A., Johantgen, M., Nelson, A.L.,
et.al. (2007). Personal safety for nurses. http://www.ahrq.gov

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

Universitas Indonesia
153

Ward,et.al. (2011). Patient involvement in patient safety: protocol for developing an


intervention using patient reports of organizational safety and patient incident
reporting. BMC Health Services Research. 11:130

World Health Organization (2007). The nine patient safety solutions. Geneva.

World Health Organization (2009). Conceptual framework for the international


classification of patient safety. Geneva.

World Health Organization. (1963). Expert comitee on health statistic. Geneva.

Yahya, A. (2006). Konsep dan program patient safety. Disampaikan pada konvensi
nasional mutu rumah samit ke VI. Bandung.

Yates, et.al (2006). Sentara Norfolk General Hospital : Accelerating Improvement by


Focusing on Building a culture of safety. Joint commision journal on quality and
safety, 30 (10)

Yulia S. (2010). Pengaruh pelatihan keselamatan pasien terhadap pemahaman


perawat pelaksana mengenai penerapan keselamatan pasien di RS Tugu Ibu Depok.
Jakarta : FIK UI

Universitas Indonesia
LAMPIRAN 1

PERSETUJUAN SEBAGAI RESPONDEN

Setelah membaca dan mendengar penjelasan tentang penelitian ini, saya memahami
bahwa keikutsertaan saya sebagai responden penelitian bermanfaat untuk
meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit ini. Saya memahami bahwa peneliti
menjunjung tinggi hak-hak saya sebagai responden dan saya menyadari bahwa
penelitian ini tidak berdampak negatif bagi saya.

Dengan menandatangani surat persetujuan ini, saya secara sukarela bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini.

Nama responden :………………………………………

Jenis kelamin : Pria/Wanita

Umur (pada saat ulang tahun terakhir):………………………………………

Jakarta,
……………………….

( )
KUESIONER BUDAYA KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT

 Mohon kesediaan Saudara mengikuti survei ini. Kuesioner ini dilakukan untuk
mengetahui persepsi Saudara tentang keselamatan pasien, kesalahan medis dan
pelaporan kejadian di rumah sakit Saudara.

 Jawaban Saudara diperlukan hanya untuk kepentingan ilmiah dan tidak akan
mempengaruhi kondite Saudara. Oleh karena itu kami mengharapkan Saudara dapat
mengisi kuesioner ini dengan jujur sesuai dengan keadaan/suasana di unit tempat
Saudara bertugas di RS.Budhi Asih.

Daftar Istilah

“Keselamatan Pasien” didefinisikan sebagai penghindaran dan pencegahan cedera pada


pasien dan pencegahan kejadian yang tidak diharapkan yang merupakan hasil dari suatu
proses dalam pelayanan kesehatan.

“Keselamatan Pasien Rumah Sakit” adalah suatu sistem dimana RS membuat asuhan
pasien lebih aman. Yang meliputi *assesmen risiko, *identifikasi & pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, *pelaporan&analisis insiden, *kemampuan belajar dari
insiden& tindak lanjutnya serta *implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.

“Insiden Keselamatan Pasien (IKP)” adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat
mengakibatkan/berpotensi mengakibatkan harm (penyakit,cedera,cacat, kematian dll) yang
tidak seharusnya terjadi.

1.“Kondisi Potensial Cedera-KPC” (situasi atau kondisi yang perlu dilaporkan) : suatu
situasi / kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cidera, tetapi belum terjadi
insiden. contoh: - IGD yang sangat sibuk tetapi jumlah personil selalu kurang/understaffed -
penempatan defibrilato di UGD ternyata diketahui bahwa alat tersebut rusak, walaupun
belum diperlukan.

2."Kejadian Nyaris Cedera-KNC" : terjadinya insiden yang belum sampai terpapar/ terkena
pasien contoh: - unit transfusi darah sudah terpasang pada pasien yang salah, tetapi
kesalahan tersebut segera diketahui sebelum transfusi dimulai.

3. "Kejadian Tidak Cedera- KTC" : suatu insiden yang sudah erpapar ke pasien tetapi
tidak timbul cedera contoh:- darah transfusi yang salah sudah dialirkan tetapi tidak timbul
gejala inkompatibilitas.

4. "Kejadian Tidak Diharapkan-KTD" : adalah insiden yang mengakibatkan cedera pada


pasien, contoh: transfusi yang salah mengakibatkan pasien meninggal karena reaksi
hemolisis.
Bagian A: Area/Unit Kerja Anda

Dalam kuesioner ini, yang dimaksud dengan "unit" adalah tempat kerja dimana Anda
menggunakan sebagian terbesar waktu kerja Anda atau melakukan sebagian besar pelayanan
klinis di tempat tersebut. Dimana unit kerja utama Anda di rumah sakit ini?

o UGD

o Kamar bersalin

o Kamar Operasi

o Ruang perawatan

o Poliklinik

o lainnya................

Mohon berikan jawaban Anda yang menunjukkan setuju atau tidaknya Anda terhadap
pernyataan berikut

Keterangan: SS = Sangat Setuju S = Setuju N = Netral

TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju

1. BUDAYA KETERBUKAAN

No BUDAYA KETERBUKAAN STS TS N S SS

C2 Karyawan di unit kami bebas berbicara


jika melihat sesuatu yang dapat berdampak
negative pada perawatan pasien

C4 Karyawan merasa bebas menanyakan


keputusan atau tindakan-tindakan yang
diambil oleh kepala unit dalam
hubungannya dengan keselamatan pasien

C6 Karyawan di unit kami tidak takut bertanya


jika terjadi sesuatu yang tidak benar

A1 Setiap orang saling membantu satu sama


lain di unit kami

A3 Jika di unit kami ada stafan yang harus


diselesaikan dalam waktu cepat maka staf
di unit kami bekerja bersama-sama sebagai
tim untuk menyelesaikan stafan tersebut

A4 Di unit kami orang-orang saling


menghargai satu sama lain

A11 Jika unit kami sedang sibuk maka unit lain


akan membantu

F2 Unit satu dengan unit lainnya


berkoordinasi dengan baik di RS kami

F6 Saya merasa senang bekerja dengan staf


yang berasal dari unit lain dalam RS ini

F10 Terdapat kerjasama yang baik antar unit


dalam RS untuk memberikan pelayanan
yang terbaik bagi pasien

A10 Kesalahan serius yang terjadi di unit ini


merupakan suatu KETIDAKSENGAJAAN

A15 Kami TIDAK PERNAH mengorbankan


keselamatan pasien untuk menyelesaikan
stafan yang lebih banyak

A17 DI unit kami JARANG terjadi masalah


yang berhubungan dengan keselamatan
pasien

A18 Prosedur dan sistem di unit kami sudah


baik dalam mencegah insiden/error

F1 Manajemen RS membuat suasana kerja


yang mendukung upaya keselamatan
pasien

F8 Tindakan manajemen RS menunjukkan


bahwa keselamatan pasien adalah prioritas
utama

F9 Manajemen RS tertarik pada keselamatan


pasien TIDAK HANYA setelah peristiwa
buruk (Kejadian Tidak Diinginkan ) terjadi

2. BUDAYA KEADILAN

NO BUDAYA KEADILAN STS TS N S SS

A2 Kami merasa kekurangan staf untuk


menangani beban kerja

A5 Staf di unit kami tidak pernah bekerja


lembur untuk melayani pasien

A7 Di unit kami tidak ada tenaga honorer


untuk kegiatan keselamatan pasien

A14 Kami bekerja dalam keadaan waspada


dan berusaha berbuat banyak dengan
cepat
A8 Karyawan di unit kami merasa bahwa
kesalahan yang mereka lakukan TIDAK
digunakan untuk menyalahkan mereka

A12 Ketika insiden keselamatan pasien


dilaporkan yang dicatat/dibicarakan
adalah masalahnya bukan pelakunya

A16 Karyawan tidak merasa khawatir bahwa


kesalahan yang dibuatknya akan dicatat/
mempengaruhi penilaian kinerja mereka

3. BUDAYA PELAPORAN

NO BUDAYA PELAPORAN TIDAK JARANG KADANG SERING SELALU


PERNAH

D1 Di unit kerja saya PERNAH


TERJADI suatu kesalahan
ditemukan dan diperbaiki sehingga
pasien tidak terpapar (Kejadian
Nyaris Cedera)

D2 Di unit saya PERNAH TERJADI


suatu kondisi yang berpotensi
mencederai pasien tetapi belum
terjadi insiden (Kejadian Potensial
Cedera)

D3 Di unit saya PERNAH TERJADI


suatu kesalahan dimana pasien
terpapar insiden namun tidak terjadi
cedera (Kejadian Tidak Cedera)
4. BUDAYA BELAJAR

NO BUDAYA BELAJAR STS TS N S SS

A6 Kami aktif melakukan kegiatan untuk


meningkatkan keselamatan pasien

A9 Di unit kami kesalahan yang terjadi


digunakan untuk membuat perubahan
positif

A13 Setelah kami melakukan perubahan untuk


meningkatkan keselamatan pasien kami
melakukan evaluasi terhadap
keefektivitasannya

B1 Kepala unit saya member pujian ketika


dia melihat stafan diselesaikan sesuai
dengan prosedur keselamatan pasien

B2 Kepala unit saya dengan serius


mempertimbangkan masukan staf untuk
meningkatkan keselamatan pasien

5. BUDAYA INFORMASI

NO BUDAYA INFORMASI STS TS N S SS

C1 Kami SELALU mendapat umpan


balik/evaluasi terhadap perubahan di
tempat kerja berdasarkan laporan
kejadian

C3 Karyawan di unit kami mendapat


informasi (diberitahu) mengenai insiden
yang terjadi di unit kami

C5 Unit kami mendiskusikan cara-cara


mencegah agar insiden tidak terulang
kembali

F3 Bila terjadi pemindahan pasien dari unit


satu ke unit yang lain tidak pernah timbul
masalah

F5 Informasi yang penting mengenai


perawatan pasien jarang hilang saat
pergantian shift

F7 Masalah jarang timbul dalam pertukaran


informasi antar unit di RS ini

F11 Pergantian shift tidak menimbulkan


masalah bagi pasien di RS ini

Bagian B: Tingkat Keselamatan Pasien

Mohon berikan penilaian Anda tentang keselamatan pasien di unit kerja Anda

o A Sempurna

o B Sangat Baik

o C Dapat diterima

o D. Buruk

o E. Gagal
Bagian C: Jumlah kejadian yang Dilaporkan

Dalam 12 bulan terakhir, berapa banyak laporan kejadian yang Anda/unit Anda tuliskan dan
laporkan

a. Tidak ada laporan kejadian d. 6-10 laporan kejadian

b. 1-2 laporan kejadian e. 11-20 laporan kejadian

c. 3-5 laporan kejadian f. 21 atau lebih laporan kejadian

Bagian D: Informasi latar belakang

Laporan ini akan membantu dalam analisis hasil survey

1. Pendidikan terakhir :

a. SPK/SLTA c. S1 e. Lainnya,
sebutkan……….…

b. Diploma d. S2

2. Berapa lama Anda bekerja di RS ini?

a. Kurang dari 1 tahun d. 11-15 tahun

b. 1-5 tahun e. 16-20 tahun

c. 6-10 tahun f. 21 tahun atau lebih

3. Sudah berapa lama Anda bekerja di unit yang sekarang ini?

a. Kurang dari 1 tahun d. 11-15 tahun

b. 1-5 tahun e. 16-20 tahun


c. 6-10 tahun f. 21 tahun atau lebih

4. Berapa jam dalam seminggu Anda bekerja di RS ini?

a. Kurang dari 20 jam per minggu d. 60-79 jam per minggu

b. 20-39 jam per minggu e. 80-99 jam per minggu

c. 40-59 jam per minggu f. 100 jam per minggu atau lebih

5. Apa jabatan/posisi Anda di RS ini?

a. Perawat Pelaksana d. Staf dokter umum

b. Bidan Pelaksana e. Staf dokter spesialis

c. Bidan/Perawat Kepala Ruangan f.Lainnya,


sebutkan……………………….

Bagian E : Kewaspadaan Universal (Universal Precautions)

Berikut ini adalah uraian mengenai penerapan kewaspadaan universal dalam Unit. Pilihlah
salah satu jawaban sesuai kondisi sebenarnya di lapangan.

TIDAK
No URAIAN JARANG KADANG2 SERING SELALU
PERNAH

1 Saya membuang
peralatan/benda tajam ke
dalam container benda tajam

2 Saya mencuci tangan setelah


melepaskan sarung tangan
sekali pakai

3 Saya memakai kain


pelindung/celemek yang anti
tembus darah dan cairan tubuh
setiap kali ada kemungkinan
baju saya terkotori oleh
aktivitas stafan

4 Saya memakai sarung tangan


sekali pakai setiap ada
kemungkinan terkena darah
dan cairan tubuh lainnya

5 Saya memakai google setiap


kali ada kemungkinan terkena
cipratan cairan mata ke mata
saya

6 Saya memakai masker sekali


pakai setiap kali ada
kemungkinan terkena cipratan
cairan ke mulut saya

7 Saya membuang semua benda


yang mungkin terkontaminasi
ke dalam plastic khusus untuk
sampah biomedis

8 Saya menghapus dengan


desinfektan semua cairan yang
keluar dari tubuh pasien

9 Saya tidak makan atau minum


ketika sedang bekerja di area
yang berpotensi
terkontamintasi darah atau
cairan tubuh lainnya

10 Saya berhati-hati ketika


menggunakan pisau bedah
atau benda tajam lainnya

11 Jika terdapat container benda


tajam saya tidak menutup
kembali (recapping) jarum
suntik yang terkontamintasi
dengan darah

Bagian F : komentar Anda

Tulis komentar Anda mengenai budaya keselamatan pasien, dukungan pimpinan, pelaporan
insiden keselamatan pasien dan pelaksanaan kewaspadaan universal (universal precautions)
di rumah sakit Anda:
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………….

TERIMAKASIH ANDA TELAH MENYELESAIKAN SURVEY INI


LAMPIRAN 2

Hasil Kuesioner Kepatuhan terhadap Penerapan Kewaspadaan Universal/Kewaspadaan


Standar oleh Perawat dan Bidan Di RS Budhi Asih Jakarta Tahun 2015

No Nama
Responden e1 e2 e3 e4 e5 e6 e7 e8 e9 e10 e11 Total Max Skor
1 boby 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 55 0
2 erika 4 4 3 3 3 4 4 4 4 5 4 42 55 0
3 ulfa 4 3 4 4 3 4 4 3 4 4 4 41 55 0
4 titis 5 5 3 5 3 5 5 4 5 5 5 50 55 1
5 bagus 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 3 50 55 1
6 nunung 5 5 5 3 4 4 5 5 5 5 3 49 55 1
7 yeni 5 5 3 5 3 5 5 4 5 5 5 50 55 1
8 roby 5 5 5 5 3 4 5 5 5 5 3 50 55 1
9 shanti 5 5 5 3 3 4 4 4 4 4 5 46 55 1
10 roma 5 5 5 3 3 4 4 4 4 4 5 46 55 1
11 imam 5 5 5 5 3 4 5 5 5 5 3 50 55 1
12 Marini 5 5 2 5 1 3 5 5 5 5 5 46 55 1
13 ina 5 5 5 5 1 5 5 5 5 5 1 47 55 1
14 arie 5 5 2 5 3 3 5 5 5 5 1 44 55 0
15 ike 5 5 2 5 3 4 5 5 5 5 4 48 55 1
16 an 5 5 3 5 2 4 5 5 5 5 4 48 55 1
17 menah 5 5 1 5 1 3 5 5 5 5 3 43 55 0
18 dini_w 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 55 0
19 siti_pur 5 5 3 5 2 5 4 4 1 2 1 37 55 0
20 nur_a 5 5 1 5 1 3 5 5 5 5 3 43 55 0
21 erni_s 5 5 1 5 1 3 5 5 5 5 3 43 55 0
22 rosmery 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 1
23 tri_l 5 5 3 5 2 5 5 5 5 5 3 48 55 1
24 dina 5 5 1 5 1 5 4 4 4 4 2 40 55 0
25 nuraini 5 5 2 5 2 5 5 5 5 1 5 45 55 0
26 ana 5 5 3 5 5 5 5 5 5 5 1 49 55 1
27 sri_pang 5 5 3 5 5 5 4 5 1 5 4 47 55 1
28 sanah 5 5 3 5 1 5 5 1 1 5 5 41 55 0
29 lis 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 1
30 andri 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 55 0
31 puji 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 43 55 0
32 hotma 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44 55 0
33 lulu 5 5 3 4 2 4 5 4 4 5 4 45 55 0
34 dina 5 5 2 5 1 5 5 5 5 5 5 48 55 1
35 wulansar 5 5 5 5 3 3 5 5 5 5 5 51 55 1
36 siska 5 5 2 4 2 4 4 3 4 5 4 42 55 0
37 Ge 5 5 1 5 1 5 5 4 5 5 5 46 55 1

No Nama E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9 E10 E11 Total Max Skor


Responden
38 dwap 5 5 3 5 1 3 5 5 5 5 1 43 55 0
39 novi_t 5 5 1 5 1 5 5 4 5 5 5 46 55 1
40 hana_m 5 5 2 5 1 5 5 5 5 4 1 43 55 0
41 santi_ch 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 41 55 0
42 erni 4 4 4 5 3 3 5 4 5 5 1 43 55 0
43 ahmad 5 4 3 5 3 4 5 4 5 5 3 46 55 1
44 mumun 5 5 3 5 1 5 5 5 5 5 3 47 55 1
45 novi_m 5 4 3 5 1 5 5 5 4 3 3 43 55 0
46 dera 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 2 51 55 1
47 yunita 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 2 51 55 1
48 diana 5 5 2 5 4 2 3 2 5 5 5 43 55 0
49 bunga 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 2 51 55 1
50 meuliati 5 5 2 5 4 2 3 2 5 5 5 43 55 0
51 eko 5 4 3 5 3 4 5 4 5 5 3 46 55 1
52 nur_dewi 5 5 2 5 4 2 3 2 5 5 5 43 55 0
53 dewi_y 5 5 3 5 1 5 5 3 5 2 1 40 55 0
54 marice_m 5 5 1 5 1 1 5 5 5 5 1 39 55 0
55 lastiah 5 5 5 5 3 4 5 5 5 5 4 51 55 1
56 cristin 5 5 5 5 3 4 5 5 5 5 4 51 55 1
57 dewi 5 5 5 5 3 4 5 5 5 5 4 51 55 1
58 arif 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 1
59 sukani 5 5 4 5 3 5 5 5 5 5 5 52 55 1
60 waliah 5 5 4 5 1 4 4 3 2 5 1 39 55 0
61 mawawi 4 4 4 4 2 2 4 1 1 4 2 32 55 0
62 rio 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 1
63 talu 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 1
64 rafi 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 1
65 rini 5 5 3 5 4 5 5 5 5 5 5 52 55 1
66 astriani 5 5 5 5 1 5 5 5 5 5 1 47 55 1
67 rida 5 5 5 5 1 5 5 5 5 5 1 47 55 1
68 umronih 5 4 3 5 1 4 4 4 4 4 4 42 55 0
69 dini_w 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 55 55 1
LAMPIRAN 3

A. Budaya keterbukaan

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

budaya keterbukaan * 69 100.0% 0 .0% 69 100.0%


kepatuhan

budaya keterbukaan * kepatuhan Crosstabulation

Count

kepatuhan

tdk patuh patuh Total

budaya keterbukaan rendah 9 3 12

tinggi 21 36 57

Total 30 39 69

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 5.873 1 .015
b
Continuity Correction 4.423 1 .035

Likelihood Ratio 5.956 1 .015

Fisher's Exact Test .024 .018

Linear-by-Linear Association 5.788 1 .016

N of Valid Cases 69

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.22.
Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 5.873a 1 .015


b
Continuity Correction 4.423 1 .035

Likelihood Ratio 5.956 1 .015

Fisher's Exact Test .024 .018

Linear-by-Linear Association 5.788 1 .016

N of Valid Cases 69

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.22.

b. Computed only for a 2x2 table

B. Budaya keadilan

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

budaya keadilan * kepatuhan 69 100.0% 0 .0% 69 100.0%

budaya keadilan * kepatuhan Crosstabulation

Count

kepatuhan

tdk patuh patuh Total

budaya keadilan rendah 25 36 61

tinggi 5 3 8

Total 30 39 69
Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 1.332a 1 .248


b
Continuity Correction .601 1 .438

Likelihood Ratio 1.323 1 .250

Fisher's Exact Test .281 .219

Linear-by-Linear Association 1.313 1 .252

N of Valid Cases 69

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.48.

b. Computed only for a 2x2 table

C. Budaya Pelaporan

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

budaya pelaporan * 69 100.0% 0 .0% 69 100.0%


kepatuhan

budaya pelaporan * kepatuhan Crosstabulation

Count

kepatuhan

tdk patuh patuh Total

budaya pelaporan rendah 23 39 62

tinggi 7 0 7

Total 30 39 69
Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 10.127a 1 .001


b
Continuity Correction 7.729 1 .005

Likelihood Ratio 12.703 1 .000

Fisher's Exact Test .002 .002

Linear-by-Linear Association 9.981 1 .002

N of Valid Cases 69

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.04.

b. Computed only for a 2x2 table

D. Budaya Belajar

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

budaya belajar * kepatuhan 69 100.0% 0 .0% 69 100.0%

budaya belajar * kepatuhan Crosstabulation

Count

kepatuhan

tdk patuh patuh Total

budaya belajar rendah 6 4 10

tinggi 24 35 59

Total 30 39 69
Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 1.299a 1 .254


b
Continuity Correction .632 1 .427

Likelihood Ratio 1.288 1 .256

Fisher's Exact Test .312 .213

Linear-by-Linear Association 1.280 1 .258

N of Valid Cases 69

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.35.

b. Computed only for a 2x2 table

E. Budaya Informasi

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

budaya informasi * kepatuhan 69 100.0% 0 .0% 69 100.0%

budaya informasi * kepatuhan Crosstabulation

Count

kepatuhan

tdk patuh patuh Total

budaya informasi rendah 10 15 25

tinggi 20 24 44

Total 30 39 69
Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .193 1 .660
b
Continuity Correction .035 1 .852

Likelihood Ratio .194 1 .660

Fisher's Exact Test .801 .427

Linear-by-Linear Association .190 1 .663

N of Valid Cases 69

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.87.

b. Computed only for a 2x2 table

Anda mungkin juga menyukai