Anda di halaman 1dari 224

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

ANALISIS RISIKO KINERJA POLI RAWAT JALAN DI


KLINIK PRATAMA BINA HUSADA BAKTI

TESIS

AFRIDAL CASTRO

1704190019

PASCASARJANA
PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN
KEKHUSUSAN MANAJEMEN RISIKO
JAKARTA
AGUSTUS 2019
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

ANALISIS RISIKO KINERJA POLI RAWAT JALAN DI


KLINIK PRATAMA BINA HUSADA BAKTI

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Magister Manajemen

AFRIDAL CASTRO

1704190019

PASCASARJANA
PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN
KEKHUSUSAN MANAJEMEN RISIKO
JAKARTA
AGUSTUS 2019

2
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : AFRIDAL CASTRO

NPM : 1704190019

Tanda Tangan : ……………………..

Tanggal : …….. Agustus 2019

3
HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh:

Nama : AFRIDAL CASTRO

NPM : 1704190019

Program Studi : Magister Manajemen

Judul Tesis : Analisis Risiko Kinerja Poli Rawat Jalan di Klinik

Pratama Bina Husada Bakti

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewa Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Magister Manajemen pada Program Studi Magister Manajemen
Pascasarjana, Universitas Kristen Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr. Poerwaningsih, S.L, S.E., M.STr (………………….)

Pembimbing: DR. Martua E. Tambunan, S.E., Ak., Msi., CA (….....…………….)

Penguji : ………………………… (…….….………….)

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : ….. Agustus 2019

4
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan hikmat serta

kekuatan kepada Penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini sebagai salah

satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan masa studinya dan

memperoleh gelar Magister Manajemen Universitas Kristen Indonesia. Judul yang

dipilih oleh Penulis adalah “Analisis Risiko Kinerja Poli Rawat Jalan di Klinik

Pratama Bina Husada Bakti”. Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat

diselesaikan karena Dosen Pembimbing Penulis yang memberikan dukungan,

nasihat dan petunjuk baik berupa saran maupun bahan referensi yang menunjang

topik penelitian yang dikaji. Untuk itu, Penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Kepada orang tua yang selalu memberikan doa, motivasi serta perhatian dari

awal membuat penulisan tesis sampai dengan selesai.

2. Dr. Dhaniswara K. Harjono, SH., M.H., MBA selaku Rektor Universitas

Kristen Indonesia.

3. Dr. Poerwaningsih S. Legowo, SE., M.Str selaku ketua Program Studi

Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia, dan selaku

dosen pembimbing pertama saya yang dengan penuh kesabaran selalu

memberi motivasi, semangat, pikiran, ide dan nilai nilai integritas dalam

membimbing penulis.

4. DR. Martua E. Tambunan, S.E., Ak., Msi., CA selaku dosen pembimbing

kedua saya yang dengan penuh kesabaran selalu memberi motivasi, semangat,

pikiran, ide dan nilai nilai integritas dalam membimbing penulis.

5
5. Ir. T. Sunaryo, MA, Ph.D, selaku dosen Magister Manajemen Pascasarjana

Universitas Kristen Indonesia yang sangat baik, yang telah memotivasi,

memberikan bantuan dan dukungan, sumbangan pikiran dan moral kepada

penulis dalam penulisan dalam penulisan tesis ini.

6. Seluruh dosen Magister Manajemen Universitas Kristen Indonesia yang telah

mengajar dan membagikan ilmu kepada Penulis, serta Penulis juga ingin

mengucapkan kepada para staff sekretariat yang telah membantu Penulis

dalam urusan administrasi maupun teknis.

7. Kepada teman-teman seperjuangan semasa kuliah yang memberi dukungan

kepada Penulis.

8. Semua pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh Penulis

yang telah mendukung dan membantu Penulis dalam menyelesaikan proposal

tesis.

Penulis menyadari bahwa proposal tesis ini masih jauh dari sempurna

dalam penyusunan dan masih banyak kekurangan baik dalam bentuk penyajian

maupun perangkaian kata demi kata. Maka dengan kerendahan hati, Penulis

mengharapkan adanya saran dan kritik yang sifatnya membangun dari berbagai

pihak. Penulis juga berharap semoga proposal tesis ini dapat bermanfaat bagi

masyarakat untuk kedepannya.

Jakarta, Agustus 2019

Afridal Castro

6
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH

Sebagai civitas akademik Universitas Kristen Indonesia, saya yang bertanda

tangan di bawah ini:

Nama : AFRIDAL CASTRO

NPM : 1704190019

Program Studi : Magister Manajemen

Pascasarjana : Universitas Kristen Indonesia

Jenis Karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Kristen Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Analisis Risiko Kinerja Poli Rawat Jalan di Klinik Pratama Bina Husada
Bakti
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif ini Universitas Kristen Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat dan mempublikasikan karya ilmiah saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai Penulis/Pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : … Agustus 2019
Yang menyatakan

(AFRIDAL CASTRO)

7
ABSTRAK

Nama : AFRIDAL CASTRO


Program Studi : Magister Manajemen
Judul : Analisis Risiko Kinerja Poli Rawat Jalan di Klinik Pratama
Bina Husada Bakti

Pasien yang berobat ke Klinik Pratama Bina Husada Bakti rata rata lamanya waktu
tunggu kurang lebih 95 menit dari datang berobat sampai pulang berobat tanpa
melakukan rujukan ke laboratorium atau ke radiologi. Hal itu termasuk waktu
yang lama dalam pasien menunggu antrian dan tidak sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 129 tahun 2008 Tentang Standart
Pelayanan Minimal Rumah Sakit yang mengatur bahwa standart pelayanan
minimal rawat jalan yang harus dilaksanakan rumah sakit atau fasilitas kesehatan
lainnya antara lain jam buka pelayanan dimulai dari 08.00 sampai dengan 13.00
kecuali hari Jum’at dimulai dari pukul 08.00 sampai dengan 11.00, Kategori jarak
antara waktu tunggu dan waktu periksa yang diperkirakan bisa memuaskan atau
kurang memuaskan pasien antara lain yaitu saat pasien datang mulai dari
mendaftar ke loket, antri dan menunggu panggilan ke poli umum untuk
dianamnesis dan diperiksa oleh dokter, perawat atau bidan lebih dari 90 menit
(kategori lama), 30 – 60 menit (kategori sedang) dan ≤ 30 menit (kategori cepat).
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Identifikasi proses bisnis kinerja poli
rawat jalan dengan melihat lamanya menunggu pasien di Klinik Pratama Bina
Husada Bakti adalah hingga 80 menit untuk pasien lama, sedangkan pada pasien
baru waktu tunggunya 65 menit. Kategori risiko yang terdapat pada Klinik
Pratama Bina Husada Bakti adalah risiko proses internal akibat kegagalan proses
atau prosedur (procedure risk) ada sekitar 10 (sepuluh) risiko; risiko manusia
(human error) ada sekitar 4 (empat) risiko; dan risiko sistem akibat penggunaan
teknologi dan sistem (technology and system risk) ada sekitar 2 (dua) risiko.
Mitigasinya adalah pada pendaftaran pasien menggunakan sistem online, melalui
sms ke nomor whatsapp yang disediakan oleh Klinik Pratama Bina Husada
Bakti,atau melalui melalui Anjungan Pendaftaran Mandiri (APM) yang merupakan
inovasi layanan system on line berbasis teknologi dan Informasi (IT). Selain
daripada itu, penambahan dokter yang bertugas menjadi 2 (dua) dokter umum
dalam 1 (satu) shift.

Kata Kunci: Risiko Operasional, Poli, Klinik Pratama Bina Husada Bakti.

8
ABSTRAK

Name : AFRIDAL CASTRO


Study Program : Magister Manajemen
Title : Risk Analysis of Outpatient Poly Performance at Pratama Bina
Husada Bakti Clinic

Patients who seek treatment at the Pratama Bina Husada Bakti Clinic have an
average waiting time of approximately 95 minutes from coming to treatment until
going home for treatment without making a referral to a laboratory or to radiology.
That includes a long time in patients waiting in line and does not comply with the
Decree of the Minister of Health of the Republic of Indonesia No. 129 of 2008
concerning Hospital Minimum Service Standards which regulates that minimum
outpatient service standards that must be carried out by hospitals or other health
facilities include opening hours of services starting from 8:00 to 13:00 except
Friday starting from 8:00 until 11:00, The category of distance between waiting
time and check time that is expected to be satisfactory or unsatisfactory for
patients, among others, is when patients come from registering to the counter,
queuing and waiting for a call to the general poly to be planted and examined by a
doctor, nurse or midwife for more than 90 minutes ( old category), 30-60 minutes
(medium category) and ≤ 30 minutes (fast category). The results showed that the
identification of outpatient poly business performance processes by looking at the
length of waiting for patients at the Pratama Bina Husada Bakti Clinic was up to
80 minutes for old patients, whereas in new patients the waiting time was 65
minutes. The risk categories contained in the Pratama Bina Husada Bakti Clinic
are internal process risks due to failure of the process or procedure there are about
10 (ten) risks; human risk (human error) there are about 4 (four) risks; and system
risk due to technology and system risk there are about 2 (two) risks. Mitigation is
on patient registration using an online system, via sms to whatsapp numbers
provided by the Bina Husada Bakti Primary Clinic, or through the Mandiri
Registration Platform (APM) which is an innovation service system based on
technology and information (IT). Besides that, the addition of doctors on duty
becomes 2 (two) general practitioners in 1 (one) shift.

Keyword: Operational Risk, Poli, Bina Husada Bakti Pratama Clinic.

9
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv

KATA PENGANTAR ................................................................................... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .............. vii

ABSTRAK ...................................................................................................... viii

ABSTRACK ..................................................................................................... ix

DAFTAR ISI ................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1


B. Rumusan Masalah............................................................. 5
C. Tujuan Penelitian .............................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ........................................................... 6

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka ............................................................... 8


1. Teori Antrian (Queueing Theory).................................. 8
2. Manajemen Risiko Operasional .................................... 14
3. Teori Pendaftaran.......................................................... 35
4. Teori Rekam Medik ...................................................... 37

10
5. Poli Umum .................................................................... 39
6. Apotek .......................................................................... 39
7. Penelitian Terdahulu .................................................... 43

BAB III METODE PENELITIAN

A. Tujuan Metodologi Penelitian ........................................... 45


B. Obyek Penelitian .............................................................. 45
C. Menampilkan Proses Poli Rawat Jalan di Klinik
Pratama
Bina Husada Bakti ............................................................ 47
D. Identifikasi Risiko ............................................................ 48
E. Mengukur Risiko ............................................................................................ 49

F. Operasionalisasi Variabel ................................................. 51


G. Analisis Risiko ................................................................. 56

BAB IV ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI

A. Proses Poli Rawat Jalan di Klinik Pratama Bina


Husada Bakti ..................................................................... 62
B. Profil Responden ............................................................... 65
C. Identifikasi Risiko ............................................................ 68
D. Pengukuran Risiko ........................................................... 70
E. Analisis Risiko ................................................................. 82
F. Evaluasi Risiko ................................................................. 85
G. Penentuan Respon Terhadap Risiko ................................. 112
H. Resume Hasil Risiko ........................................................ 115

11
BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................ 118


B. Saran .................................................................................. 122

DAFTAR PUSTAKA

12
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Single - Channel, Single - Phase System ......................... 12

Gambar 2.2. Single – Channel, Multiphase System ............................ 13

Gambar 2.3. Multichannel, Single – Phase System .............................. 13

Gambar 2.4. Multichannel, Multiphase System ................................... 14

Gambar 2.6. Pendekatan Pengukuran Risiko Operasional................... 32

Gambar 3.1. Proses Poli Rawat Jalan di Klinik Pratama Bina Husada

Bakti ..................................................................................................... 48

Gambar 3.2. Pengelompokan Hasil (Ukuran) Risiko .......................... 51

Gambar 3.3. Pengelompokan Kriteria Risiko ..................................... 58

Gambar 4.1. Skema Antrian Pasien di Unit Pendaftaran Pasien ........ 92

Gambar 4.2. Skema Antrian Pasien di Unit Poli ................................. 108

13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional (SJSN), telah mengatur penyelenggaraan SJSN harus

memperhatikan asas, tujuan dan prinsip yang diamanahkan dalam undang-

undang tersebut. Pasal 19 Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 Tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menyebutkan, salah satu jaminan

sosial yang diamanahkan adalah jaminan kesehatan, yang harus

diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan

prinsip ekuitas. Pasal 22 Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menyebutkan, manfaat jaminan kesehatan

bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup

pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Pasal 24 Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional (SJSN) menyebutkan, besarnya pembayaran kepada fasilitas

kesehatan untuk setiap wilayah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan asosiasi fasilitas kesehatan di

wilayah tersebut. Undang-Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial, Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1)

menyebutkan bahwa BPJS Kesehatan berfungsi untuk menyelenggarakan

14
jaminan kesehatan. Pasal 11 butir d menyebutkan, membuat kesepakatan

dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan

yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah. Selain itu

dalam Pasal 11 butir d menyebutkan, BPJS berwenang membuat atau

menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan. Salah satu fasilitas

kesehatan adalah klinik.

Penyelenggaraan klinik di Indonesia telah diatur dalam Peraturan

Menteri Kesehatan (PMK) No. 28 tahun 2011 tentang Klinik. Definisi Klinik

adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau

spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan

dipimpin oleh seorang tenaga medis sebuah klinik harus menentukan

pelayanan yang akan disediakan, karena bisa terbatas pada pelayanan medis

dasar, atau pelayanan spesialistik, atau keduanya. Keputusan ini akan

mempengaruhi strata sebuah klinik yang diselenggarakan.

Terdapat dua strata penyelenggaraan klinik yaitu:

1. Klinik Pratama dan

2. Klinik Utama.

Klinik Pratama adalah strata klinik yang terbatas menyelenggarakan

pelayanan medis dasar. Klinik Utama adalah strata klinik yang dapat

menyelenggarakan pelayanan medis spesialistik saja, atau juga sekaligus

menyelenggarakan pelayanan medis dasar. Penyelenggaraan klinik harus

15
memperhatikan beberapa persyaratan meliputi: 1) Syarat Lokasi; 2) Syarat

Bangunan dan Ruangan; 3) Sarana dan Prasarana; 4) Peralatan; 5)

Ketenagaan. Klinik Pratama melayani pelayanan medis dasar baik kepada

pasien umum maupun BPJS. Namun demikian, akibat adanya kebijakan BPJS

bagi masyarakat, maka menyebabkan antrian pasien yang panjang. Hal

tersebut sebagaimana terjadi di klinik maupun rumah sakit di Indonesia.

Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung meminta maaf soal

membludaknya antrean pendaftaran pasien rujukan BPJS. Seperti diketahui,

pada Rabu (15/8/2018) pagi, antrean pendaftaran pasien rujukan yang

menggunakan BPJS membludak hingga baru bisa dilayani oleh petugas pada

siang harinya. Hal yang sama juga terjadi pada RSUD AM Parikesit

Tenggarong.

Per 1 Agustus 2018, RSUD AM Parikesit Tenggarong memberlakukan

tambahan jam pelayanan rawat jalan spesialistik di luar jam kerja efektif

rumah sakit. Untuk tahap awal terdapat 10 layanan poliklinik yang buka

hingga malam hari dan di hari sabtu. Jika sebelumnya poliklinik melayani

pasien hanya di hari Senin hingga Jumat sejak pukul 08.00 pagi hingga 14.30

sore maka kini pelayanan di buka hingga pukul 19.00 malam. Sementara di

hari Sabtu, pelayanan buka selama dua jam sejak jam 09.00 hingga jam 11.00

pagi.

Direktur RSUD AM Parikesit dr Martina Yulianti, Sp.PD FINASIM-

MARS kepada RRI menyatakan kebijakan ini merupakan salah satu terobosan

16
RS Parikesit untuk memberikan layanan prima kepada masyarakat. Kehadiran

poliklinik sore juga bertujuan mengurangi antrean yang menumpuk pada pagi

hari. Antrian panjang pasien BPJS juga dialami oleh Klinik Pratama Bina

Husada Bakti.

Klinik Pratama Bina Husada Bakti merupakan klinik pratama yang

berlokasi di Jalan Raya Penggilingan No 12 Cakung. Klinik ini berdiri di

bawah PT Mitra Saudara dan sudah berdiri 15 tahun yang lalu. Klinik pratama

Bina Husada Bakti diselenggarakan untuk memberikan pelayanan kesehatan

untuk masyarakat umum. Klinik BHB menyediakan pelayanan pelayanan

gawat darurat, rawat jalan, laboratorium, Apotik dan Medical Check Up.

Klinik Pratama Bina Husada Bakti merupakan fasilitas kesehatan

tingkat pertama yang juga memberikaan pelayanan kepada pasien dengan

BPJS Kesehatan. Selama kurun waktu 5 tahun terakhir, klinik pratama Bina

Husada Bakti (BHB) mengalami perkembangan yang pesat, sehingga

menyebabkan antrian pasien hingga keluar klinik.

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, ternyata pasien yang berobat

ke Klinik Pratama Bina Husada Bakti rata rata lamanya waktu tunggu kurang

lebih 95 menit dari datang berobat sampai pulang berobat tanpa melakukan

rujukan ke laboratorium atau ke radiologi. Hal itu termasuk waktu yang lama

dalam pasien menunggu antrian dan tidak sesuai dengan Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 129 tahun 2008 Tentang Standart

Pelayanan Minimal Rumah Sakit yang mengatur bahwa standart pelayanan

minimal rawat jalan yang harus dilaksanakan rumah sakit atau fasilitas

17
kesehatan lainnya antara lain jam buka pelayanan dimulai dari 08.00 sampai

dengan 13.00 kecuali hari Jum’at dimulai dari pukul 08.00 sampai dengan

11.00, Kategori jarak antara waktu tunggu dan waktu periksa yang

diperkirakan bisa memuaskan atau kurang memuaskan pasien antara lain yaitu

saat pasien datang mulai dari mendaftar ke loket, antri dan menunggu

panggilan ke poli umum untuk dianamnesis dan diperiksa oleh dokter,

perawat atau bidan lebih dari 90 menit (kategori lama), 30 – 60 menit

(kategori sedang) dan ≤ 30 menit (kategori cepat).

Adanya antrian pasien yang panjang tentunya membuat citra klinik

menjadi buruk, baik secara internal, yaitu petugas klinik, maupun secara

eksternal, yaitu masyarakat dan pasien itu sendiri, sehingga pasien umum

selain BPJS menjadi berkurang kunjungannya. Berdasarkan latar belakang

tersebut, maka Penulis akan mengkaji lebih mendalam dalam bentuk

penelitian dengan judul ANALISIS RISIKO KINERJA POLI RAWAT

JALAN DI KLINIK PRATAMA BINA HUSADA BAKTI.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian

ini adalah:

1. Bagaimana identifikasi proses bisnis kinerja poli rawat jalan dengan

melihat lamanya menunggu pasien menurut peraturan pemerintah?

18
2. Bagaimana identifikasi proses bisnis kinerja poli rawat jalan dengan

melihat lamanya menunggu pasien di Klinik Pratama Bina Husada Bakti?

3. Bagaimana mengukur peluang dan dampak kinerja poli rawat jalan dengan

melihat lamanya menunggu pasien di Klinik Pratama Bina Husada Bakti?

4. Bagaimana tindakan manajemen risiko (mitigasi) kinerja poli rawat jalan

dengan melihat lamanya menunggu pasien di Klinik Pratama Bina Husada

Bakti?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengidentifikasi kinerja poli rawat jalan dengan melihat lamanya

menunggu pasien menurut peraturan pemerintah.

2. Untuk mengidentifikasi kinerja poli rawat jalan dengan melihat lamanya

menunggu pasien di Klinik Pratama Bina Husada Bakti.

3. Untuk mengetahui mengukur peluang dan dampak kinerja poli rawat jalan

dengan melihat lamanya menunggu pasien di Klinik Pratama Bina Husada

Bakti.

4. Untuk melakukan tindakan manajemen risiko (mitigasi) dan kelanjutan

kinerja poli rawat jalan dengan melihat lamanya menunggu pasien di

Klinik Pratama Bina Husada Bakti.

19
D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Untuk memberikan kontribusi pemikiran pengembangan ilmu manajemen

risiko operasional tentang kinerja poli rawat jalan dengan melihat lamanya

menunggu pasien menurut peraturan pemerintah.

2. Untuk memberikan masukan berharga bagi klinik-klinik di Indonesia

terkait dengan upaya mengurangi lamanya menunggu pasien pada poli

rawat jalan di Klinik.

20
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Teori Antrian (Queueing Theory)

a. Pengertian Teori Antrian

Semua jenis bisnis terutama bisnis jasa menginginkan pelanggan

untuk menunggu di beberapa titik proses layanan (Dickson et al., 2005).

Walaupun kepuasan menunggu tergantung pada karakteristik pelanggan

dan perbedaan lokasi (Hwang and Lambert, 2009), namun kebanyakan

pelanggan tidak ingin berada dalam situasi waktu tunggu yang lama

(Kontz, 2012). Antrian (waiting line) adalah satu atau lebih customers

atau klien yang menunggu dalam suatu sistem untuk mendapatkan

pelayanan (Krajewski et al., 2013). Menurut Siagian (1987), antrian

adalah suatu garis tunggu dari pelanggan yang memerlukan layanan dari

satu atau lebih fasilitas pelayanan.

Teori antrian (queuing theory) adalah ilmu pengetahuan tentang

bentuk antrian yang merupakan sebuah bagian penting operasi dan juga

alat-alat yang sangat berharga bagi manajer operasi untuk menentukan

strategi (Heizer & Render, 2011). Teori antrian memiliki tujuan untuk

mendesain sistem antrian yang dapat dibuat oleh organisasi untuk

21
bekerja secara optimal berdasarkan beberapa kriteria, salah satunya

untuk memaksimumkan keuntungan dengan meminimumkan biaya

(Prawirosentono, 2007).

b. Karakteristik Sistem Antrian

Terdapat tiga karakteristik dalam sistem antrian menurut Heizer &

Render (2011), yaitu karakteristik kedatangan, karakteristik antrian, dan

karakteristik pelayanan:

1) Karakteristik Kedatangan

a) Ukuran atau populasi kedatangan tidak terbatas (unlimited/infinite)

ketika terdapat materi atau orang-orang yang jumlahnya tidak

terbatas dapat datang dan meminta pelayanan atau terbatas

(limited/finite) dimana hanya ada pengguna pelayanan yang

potensial dengan jumlah terbatas.

b) Perilaku Kedatangan Perilaku kedatangan menggambarkan

perilaku pelanggan yang sabar menunggu dalam antrian hingga

mereka dilayani dan tidak berpindah garis antrian atau menolak

dan membelot dari antrian.

c) Pola Kedatangan Pola kedatangan pelanggan untuk mengantri

pada setiap unit waktu dapat diperkirakan oleh sebuah distribusi

peluang yang disebut distribusi poisson. Distribusi poisson berarti

kedatangan satu pelanggan dengan pelanggan lainnya tidak saling

22
berhubungan dan jarak waktu antar kedatangan satu dengan yang

lainnya hampir sama.

2) Karakteristik Antrian

Aturan antrian adalah peraturan pelanggan yang mana dalam

barisan yang akan menerima pelayanan. Sebagian besar model

menggunakan aturan First-In, First-Out (FIFO) atau disebut juga

First-In, First-Served (FIFS), yaitu pelayanan dimana yang lebih

dahulu masuk lebih dahulu keluar atau dilayani. Namun ada pula

Last-In, Firstout (LIFO), yaitu pelayanan dimana yang terakhir

masuk, maka lebih dahulu akan dilayani.

Prority Service (PS), yaitu prioritas pelayanan diberikan

kepada yang memiliki prioritas lebih tinggi dibandingkan dengan

yang mempunyai prioritas yang lebih rendah, meskipun telah lebih

dahulu tiba, sedangkan Service in Random Order (SRO), yaitu

pelayanan dimana panggilan berdasarkan pada peluang secara acak,

tidak masalah dengan yang datang lebih awal. General Service

Diciplint (GD), yaitu pelayanan yang mempunyai aturan dan tata

tertib yang berlaku umum dan ditaati bersama.

3) Karakteristik Pelayanan

a) Desain Sistem Antrian

Desain sistem pelayanan terdiri dari empat jenis, yaitu

Single-channel queuing system (sistem antrian jalur tunggal), yaitu

23
sebuah sistem pelayanan yang memiliki satu jalur dan satu titik

pelayanan. Multiple-channel queuing system (sistem antrian jalur

berganda), yaitu sistem pelayanan yang memiliki satu jalur dengan

beberapa titik pelayanan. Single-phase system (sistem satu tahap),

yaitu sistem dimana pelanggan menerima dari hanya satu titik

pelayanan dan kemudian pergi meninggalkan sistem. Multiphase

system (sistem tahapan berganda), yaitu sistem dimana pelanggan

menerima jasa dari beberapa titik pelayanan sebelum

meninggalkan sistem.

b) Distribusi Waktu Pelayanan

Distribusi waktu pelayanan menggambarkan waktu yang

dibutuhkan untuk melayani pelanggan. Waktu pelayanan dapat

diperkirakan menggunakan distribusi peluang Eksponensial.

Distribusi Eksponensial adalah distribusi yang menggambarkan

tingkat waktu pelayanan yang stasioner dan independen.

c. Mengukur Kinerja Antrian

Ukuran kinerja sebuah sistem antrian menurut Heizer & Render

(2011):

1) Waktu rata-rata yang dihabiskan pelanggan dalam antrian

2) Waktu rata-rata yang dihabiskan pelanggan dalam sistem

3) Jumlah pelanggan rata-rata dalam antrian

4) Jumlah pelanggan rata-rata dalam sistem

24
5) Probabilitas fasilitas pelayanan akan kosong

6) Faktor utilisasi server.

d. Fasilitas Pelayanan

Fasilitas pelayanan adalah cara untuk mementukan apakah antrian

tersebut memiliki jalur pelayanan yang tunggal atau berganda. Menurut

Heizer dan Render (2004) fasilitas pelayanan dapat digolongkan

menjadi seperti berikut:

1) Single - Channel, Single - Phase System

Single channel berarti hanya ada satu jalur yang memasuki sistem

pelayanan atau ada satu fasilitas pelayanan. Single phase berarti

hanya ada satu fasilitas pelayanan. Contohnya adalah sebuah kantor

pos yang hanya mempunyai satu loket pelayananan dengan jalur satu

antrian, supermarket yang hanya memiliki satu kasir sebagai tempat

pembayaran, dan lain-lain. single - channel, single - phase system

akan dijelaskan pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.1. Single - Channel, Single - Phase System

Sumber: Heizer dan Render.

25
2) Single – Channel, Multiphase System

Sistem antrian jalur tunggal dengan tahapan berganda ini atau

menunjukkan ada dua atau lebih pelayanan yang dilaksanakan secara

berurutan. Sebagai contoh adalah pencucian mobil, tukang cat mobil,

dan sebagainya. Single – channel, multiphase system akan dijelaskan

pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.2. Single – Channel, Multiphase System

Sumber: Heizer dan Render.

3) Multichannel, Single – Phase System

Sistem multichannel, single – phase system terjadi di mana ada dua

atau lebih fasilitas pelayanan dialiri oleh antrian tunggal. Contohnya

adalah antrian pada sebuah bank dengan beberapa teller, pembelian

tiket atau karcis yang dilayani oleh beberapa loket, pembayaran

dengan beberapa kasir, dan lain-lain. Multichannel, single – phase

system akan dijelaskan pada gambar di bawah ini.

26
Gambar 2.3. Multichannel, Single – Phase System

Sumber: Heizer dan Render.

4) Multichannel, Multiphase System

Sistem multichannel, multiphase system ini menunjukkan bahwa

setiap sistem mempunyai beberapa fasilitas pelayanan pada setiap

tahap sehingga terdapat lebih dari satu pelanggan yang dapat dilayani

pada waktu bersamaan. Contoh pada model ini adalah pada

pelayanan yang diberikan kepada pasien di rumah sakit dimulai dari

pendaftaran, diagnose, tindakan medis, sampai pembayaran,

registrasi ulang mahasiswa baru pada sebuah universitas, dan lain-

lain. Multichannel, multiphase system akan dijelaskan pada gambar

di bawah ini.

27
Gambar 2.4. Multichannel, Multiphase System

Sumber: Heizer dan Render.

2. Manajemen Risiko Operasional

Semua jenis usaha tidak dapat mengabaikan risiko operasional.

Risiko yang sehari-hari akan memengaruhi pelanggan sebuah perusahaan

adalah risiko operasional. Risiko operasional sangat perlu untuk

diperhatikan karena risiko ini memengaruhi semua kegiatan usaha. Risiko

operasional merupakan suatu hal yang inheren dalam pelaksanaan suatu

proses atau aktivitas operasional. Berbagai bentuk risiko operasional,

seperti kecurangan, telah dikelola secara aktif oleh perusahaan melalui

teknologi, pengendalian, dan sistem keamanan yang digunakan perusahaan.

Selama dua dekade terakhir, manajemen risiko operasional yang

tidak tepat telah menyebabkan kerugian pada perusahaan yang besarnya

sama atau bahkan lebih besar daripada kerugian yang ditimbulkan risiko

kredit atau risiko pasar. Berbagai kejadian di masa lain, seperti kegagalan

pengendalian di Barings tahun 1995, kejadian Virus Melissa di tahun 1999,

28
kasus risiko manusia di UBS Warburg Tokyo tahun 2001, kasus risiko

sistem di Bank of Scotland tahun 2000, kasus terorisme 11 September 2001

yang menyerang World Trade Centre di New York USA dan National

Websminster Bank tahun 1993 di London, permasalahan Y2k tahun 2000,

kasus pembobolan Bank B cabang Pondok Indah, dan kebakaran di Bank T

tahun 2009 merupakan contoh kasus-kasus risiko operasional yang pernah

terjadi, tidak saja di Indonesia tetapi juga di dunia.

a. Pengertian Risiko Operasional

Risiko operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan/ atau

tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan

sistem, dan/ atau adanya kejadian kejadian eksternal yang

mempengaruhi operasional perusahaan. Risiko operasional dapat

bersumber dan sumber daya manusia, proses internal, sistem dan

infrastruktur, serta kejadian eksternal.

Sumber-sumber risiko tersebut dapat menyebabkan kejadian-

kejadian yang berdampak negatif pada operasional perusahaan, sehingga

kemunculan dari jenis-jenis kejadian risiko operasional merupakan salah

satu ukuran keberhasilan atau kegagalan manajemen risiko operasional.

Jenis-jenis kejadian risiko operasional dapat digolongkan menjadi

beberapa kejadian, seperti kecurangan internal, kecurangan eksternal,

praktik ketenagakerjaan dan keselamatan lingkungan kerja, nasabah,

produk dan praktik bisnis, kerusakan aset fisik, gangguan aktivitas

29
bisnis dan kegagalan sistem, serta kesalahan proses dan eksekusi,

termasuk kecurangan yang timbul akibat aktivitas pencucian uang dan

pendanaan terorisme.

Gambar 2.5. Sumber Risiko Operasional

Sumber: Djohanputro (2008).

b. Tujuan Utama Manajemen Risiko Operasional

Tujuan utama manajemen risiko operasional ke depan

adalah untuk meminimalkan kemungkinan dampak negatif

dan tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia,

kegagalan sistem, dan/atau kejadian-kejadian eksternal.

Terdapat beberapa faktor yang berpotensi

mempengaruhi risiko operasional yang sering terjadi di

30
perusahaan. Tantangan mengukur dan mengelola risiko

operasional adalah untuk mengidentifikasi kejadian mana

yang merupakan risiko kredit pasar, risiko kredit, atau

risiko lain. Pada waktu suatu kejadian terjadi, menetapkan

penyebab yang pasti sering kali tidak mudah. Hal ini

dikenal sebagai boundary event karena kejadian itu secara

potensial dapat terjadi secara lintas batas antara berbagai

jenis risiko.

N
Risio Indikator Keterangan
o
1 Karakteristik Skala usaha dan Tingginya kompleksitas
dan struktur bisnis dan tingkat
kompleksitas organisasi perusahaan keragaman produk
bisnis Kompleksitas proses perusahaan akan
bisnis menimbulkan kerumitan
dan keragaman dan variasi proses kerja,
produk/jasa baik secara manual
Corporate action dan maupun automasi,
pengembangan bisnis sehingga berpotensi
baru menimbulkan terjadinya
Pengalihdayaan gangguan/ kerugian
operasional.
2 Sumber daya Penerapan manajemen Manajemen sumber daya
manusia sumber daya manusia manusia yang tidak efektif
Kegagalan karena dapat mengakibatkan
faktor manusia potensi timbulnya
gangguan/kerugian
operasional perusahaan.

3 Teknologi Kompleksitas teknologi Teknologi


informasi dan informasi informasi
infrastruktur Perubahan sistem TI yang sudah
pendukung Kerentanan sistem TI tidak
terhadap ancaman dan memadai dan
serangan TI atau
Maturity sistem TI pengelolaan

31
Kegagalan sistem TI yang tidak
Keandalan infrastruktur
efektif dan
Pendukung efisien dapat
menyebabkan
timbulnya
kerugian
perusahaan.
4 Ke Kecuranga Penilaian
cu n internal kecurangan
ra Kecuranga dilakukan
ng n eksternal terhadap
an frekuensi/per
wujudan
kecurangan
yang telah
terjadi pada
periode
penilaian
sebelumnya,
termasuk
potensi
kecurangan
yang dapat
timbul dan
kelemahan
pada aspek
bisnis, SDM,
teknologi
informasi, dan
kejadian
eksternal.
5 Ke Frekuensi Kejadian
jad dan eksternal itu,
ian perwujudan misalnya
ek kejadian terorisme,
ste eksternal krimininalitas,
rn yang pandemik
al berdampak dan bencana
terhadap alam lokasi,
kegiatan dan kondisi
operasional geografis
perusahaan perusahaan.
Tabel 2.1. Manajemen Risiko Operasional

Sumber: Djohanputro (2008).

32
c. Kategori Risiko Operasional

Manajemen risiko operasional merupakan sesuatu

yang strategis dalam manajemen risiko perusahaan ke

depan. Hampir semua risiko yang terjadi disebabkan oleh

kegagalan mengelola risiko operasional. Badan Sertifikasi

Manajemen Risiko (BSMR) mengelompokkan beberapa

kategori risiko operasional, yaitu risiko proses internal,

risiko manusia, risiko sistem, risiko eksternal, dan risiko

hukum. Risiko proses internal adalah risiko yang terkait

dengan kegagalan proses atau prosedur yang terdapat pada

suatu perusahaan.

Risiko manusia adalah risiko yang terkait dengan

karyawan suatu perusahaan. Risiko sistem adalah risiko

yang terkait dengan penggunaan teknologi dan sistem.

Risiko eksternal adalah risiko yang terkait dengan kejadian

yang berada di luar kendali perusahaan secara langsung.

Risiko ini adalah kejadian low frequency high impact yang

dapat menyebabkan kerugian yang tidak diperkirakan.

Misalnya, terkait terorisme yang belakangan semakin

sering terjadi tidak saja di dunia termasuk di Indonesia.

Risiko hukum timbul dari adanya ketidakpastian

karena dilakukannya suatu tindakan hukum atau

33
ketidakpastian dalam penerapan atau interprestasi suatu

perjanjian, peraturan, atau ketentuan. Dari semua kejadian

risiko operasional, peningkatan dampak kejadian risiko

operasional semakin dirasakan akibat automasi,

pengendalian yang lemah, pencucian uang, praktik

manajemen yang buruk, kecurangan internal,

ketergantungan pada teknologi, masalah keamanan sistem,

pengalihdayaan, terorisme, bencana alam, pencurian

eksternal, globalisasi, dan litigasi.

Contoh Kejadian
No Risiko
Risiko

1 Risiko Kelalaian

proses marketing

internal Pengendalian

akibat tidak memadai

kegagalan Kesalahan

proses atau pemasaran produk

prosedur Pencucian uang

Kesalahan

transaksi

Dokumentasi

34
tidak memadai,

tidak lengkap

2 Risiko Terlalu

manusia bergantung pada

karyawan tertentu

Kecurangan

internal

Pelatihan

karyawan tidak

bermutu

Tingginya tingkat

perputaran

karyawan

Sengketa pekerja

Praktik

manajemeri yang

buruk

3 Risiko Kesalahan input

sistem data

akibat Kesalahan

penggunaan pemrograman

teknologi Problem

dan system keamanan sistem

35
dan teknologi

4 Risiko Bencana alam,

Eksternal tsunami

Kebakaran

Terorisme

Listrik PLN mati

Kecurangan

eksternal

Tabel 2.2. Kategori Risiko Operasional

Sumber: Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR).

d. Penerapan Manajemen Risiko Operasional

Kewajiban penerapan manajemen risiko operasional di

Indonesia baru diterapkan untuk industri perbankan dan

lembaga jasa keuangan nonbank. Namun, perusahaan ada

baiknya memerhatikan penerapan manajemen risiko

operasional tersebut.

1) Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi

a) Kewenangan dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris

dan Direksi

36
Dewan komisaris dan direksi bertanggung

jawab mengembangkan budaya organisasi yang sadar

terhadap risiko operasional dan menumbuhkan

komitmen dalam mengelola risiko operasional sesuai

dengan strategi bisnis perusahaan. Direksi perusahaan

juga harus menciptakan kultur pengungkapan secara

objektif atas risiko operasional pada seluruh elemen

organisasi, sehingga risiko operasional dapat

diidentifikasi dengan cepat dan dimitigasi dengan

tepat.

Direksi juga berwenang menetapkan kebijakan

penghargaan, termasuk remunerasi, dan hukuman

yang efektif dan terintegrasi dalam sistem penilaian

kinerja untuk mendukung pelaksanaan manajemen

risiko yang optimal. Dewan komisaris berwewenang

dan berkewajiban memastikan bahwa kebijakan

remunerasi perusahaan sesuai dengan strategi

manajemen risiko perusahaan.

b) Sumber Daya Manusia

37
Setiap perusahaan harus memiliki kode etik

yang diberlakukan kepada seluruh pegawai pada

setiap jenjang organisasi. Selanjutnya perusahaan

harus menerapkan sanksi secara konsisten kepada

pejabat dan pegawai yang terbukti melakukan

penyimpangan dan pelanggaran.

c) Organisasi Manajemen Risiko Operasional

Manajemen unit bisnis atau unit pendukung

merupakan penanggung risiko (risk owner) yang

bertanggung jawab terhadap proses manajemen risiko

untuk risiko operasional sehari-hari serta melaporkan

permasalahan dan risiko operasional secara spesifik

dalam unitnya sesuai jenjang pelaporan yang berlaku.

Dalam satuan kerja manajemen risiko,

perusahaan dapat membentuk unit independen atau

menunjuk pejabat yang bertanggung jawab

melaksanakan fungsi manajemen risiko untuk risiko

operasional secara menyeluruh. Unit atau pejabat ini

bertugas untuk membantu direksi dalam mengelola

risiko operasional serta memastikan kebijakan

manajemen risiko untuk risiko operasional berjalan

pada seluruh tingkat orgarisasi, yang meliputi:

38
(1) Membantu direksi dalam menyusun kebijakan

manajemen risiko untuk risiko operasional secara

menyeluruh.

(2) Mendesain dan menerapkan perangkat untuk

menilai risiko operasional dan pelaporan.

(3) Melakukan koordinasi aktivitas manajemen

risiko untuk risiko operasional pada seluruh

lintas unit kerja.

(4) Menyusun laporan profil risiko operasional yang

akan disampaikan kepada direktur utama atau

direktur yang ditugaskan secara khusus dan

komite manajemen risiko.

(5) Melakukan pendampingan kepada unit bisnis

mengenai isu manajemen risiko untuk risiko

operasional dan pelatihan manajemen risiko

untuk risiko operasional.

Untuk memfasilitasi proses manajemen risiko

operasional dalam unit bisnis atau unit pendukung

dan memastikan konsistensi penerapan kebijakan

manajemen risiko operasional, perusahaan dapat

menunjuk dedicated operational risk officer yang

memiliki jalur pelaporan ganda, yaitu secara langsung

kepada pimpinan unit bisnis atau pendukung serta

39
kepada satuan kerja manajemen risiko. Tanggung

jawab dedicated operational risk officer meliputi

pengembangan indikator risiko spesifik unit bisnis

atau unit pendukung, menentukan batasan eskalasi,

serta menyusun laporan manajemen risiko untuk

risiko operasional.

2) Kebijakan, Prosedur, dan Penetapan Limit

Dalam melaksanakan kebijakan, prosedur, dan

penetapan limit untuk risiko operasional, perusahaan

perlu menerapkan:

a) Strategi manajemen risiko

Strategi manajemen risiko operasional harus

sesuai dengan strategi bisnis secara keseluruhan dan

disusun dengan mempertimbangkan faktor

perkembangan ekonomi dan industri organisasi bank,

termasuk kecukupan SDM dan kondisi keuangan

bank serta diversifikasi portofolio perusahaan.

b) Tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko

Tingkat risiko yang akan diambil merupakan

tingkat dari jenis risiko yang bersedia diambil

perusahaan dalam rangka mencapai sasaran korporasi

40
sebagaimana tercermin dalam strategi dan sasaran

bisnis perusahaan. Toleransi risiko adalah tingkat dari

jenis risiko yang secara maksimum ditetapkan

perusahaan. Tolerasi risiko adalah penjabaran dari

tingkat risiko yang akan diambil.

c) Kebijakan dan prosedur

Perusahaan harus menetapkan kebijakan

manajemen risiko operasional yang harus

diinternalisasikan ke dalam proses bisnis seluruh lini

bisnis dan aktivitas pendukung perusahaan, termasuk

kebijakan risiko operasional yang bersifat unik sesuai

dengan kebutuhan lini bisnis dan aktivitas

pendukung.

Perusahaan harus memiliki prosedur-prosedur

yang merupakan turunan dan kebijakan manajemen

risiko operasional. Prosedur tersebut dapat berupa:

(1) pengendalian umum, yaitu pengendalian

operasional yang bersifat umum pada seluruh lini

bisnis dan aktivitas pendukung perusahaan, misalnya

pemisahan fungsi atau keharusan mengambil cuti;

dan (2) pengendalian spesifik, yaitu pengendalian

operasional yang bersifat spesifik pada masing-

41
masing lini bisnis dan aktivitas pendukung

perusahaan.

Perusahaan harus memiliki Business Continuity

Management (BCM), yaitu proses manajemen

(protokol) terpadu dan menyeluruh untuk memastikan

kelangsungan operasional perusahaan dalam

menjalankan bisnis dan melayani nasabah. Di dalam

BCM, perusahaan wajib memiliki kebijakan yang

setidaknya mencakup: (1) Business Impact Analysis

(BIA), (2) penilaian risiko operasional, (3) strategi

pemulihan yang dijalankan perusahaan untuk tiap-

tiap bentuk gangguan yang teijadi, (4) dokumentasi,

antara lain rencana pemulihan bencana dan rencana

kontingensi, dan (5) pengujian secara berkala urituk

meyakini bahwa pendekatan BCM yang digunakan

dapat dioperasikan dengan efektif pada saat terjadi

gangguan.

d) Limit

Perusahaan harus menetapkan limit risiko

operasional sesuai dengan tingkat risiko yang akan

diambil, toleransi risiko, dan strategi korporasi

keseluruhan serta memerhatikan kemampuan modal

42
perusahaan bisa menyerap eksposur risiko yang

timbul.

3) Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan

Pengendalian Risiko Operasional

a) Identifikasi Risiko Operasional

Perusahaan harus melakukan identifikasi dan

pengukuran terhadap parameter yang memengaruhi

eksposur risiko operasional, antara lain: (1) kegagalan

dan kesalahan sistem, (2) kelemahan sistem

administrasi, (3) kegagalan hubungan dengan

nasabah, (4) kesalahan perhitungan akuntansi, (5)

penundaan dan kesalahan penyelesaian pembayaran,

(6) kecurangan, dan (7) rekayasa akuntansi.

Perusahaan sedapat mungkin mengembangkan

suatu basis data mengenai: (1) jenis dan dampak

kerugian yang ditimbulkan oleh risiko operasional

berdasarkan hasil identifikasi risiko berupa data

kerugian yang kemungkinan terjadinya dapat

diprediksi maupun yang sulit diprediksi, (2)

pelanggaran sistem pengendalian, dan/atau (3) isu-isu

operasional lairinya yang dapat menyebabkan

kerugian di masa yang akan datang.

43
Perusahaan wajib mempertimbangkan berbagai

faktor internal dan eksternal dalam melakukan

identifikasi dan pengukuran risiko operasional, antara

lain: (1) struktur organisasi perusahaan, budaya

risiko, manajemen sumber daya manusia, perubahan

organisasi, dan tingkat perputaran pegawai, (2)

karakteristik nasabah perusahaan, produk dan

aktivitas, kompleksitas kegiatan usaha, dan volume

transaksi, (3) desain dan implementasi dari sistem

dan proses yang digunakan, dan (4) lingkungan

eksternal, tren industri, dan struktur pasar, termasuk

kondisi sosial dan politik

Hasil identifikasi itu selanjutnya dapat

digunakan untuk memperbaiki kualitas alur kerja,

mengurangi kerugian karena kegagalan proses,

mengubah budaya kerja, dan menyediakan sistem

peringatan dini terhadap gangguan suatu sistem.

Hal penting yang diperlukan dalam identifikasi

risiko operasional di sebuah perusahaan adalah ada

kejadian, terdapat penyebab timbulnya kejadian,

terdapat dampak kerugian, baik dalam bentuk

keuangan maupun nonkeuangan, serta dapat

44
dilakukan prediksi terjadinya kejadian di kemudian

hari.

b) Pengukuran Risiko Operasional

Risiko operasional diukur berdasarkan dua

faktor, yaitu risiko yang melekat pada suatu aktivitas

(risiko inheren) dan sistem pengendalian risiko.

Penilaian risiko inheren dilakukan berdasarkan

pengamatan frekuensi dan dampak kejadian risiko.

(1) Frekuensi versus Dampak

Menurut Deitina (2011) kejadian risiko

operasional dapat diklasifikasikan dalam dua

faktor, yaitu frekuensi (seberapa sering kejadian

terjadi) dan dampak (besarnya kerugian yang

diakibatkan kejadian itu). Pengelompokan

kejadian risiko operasional bergantung pada

seberapa sering kejadian terjadi dan seberapa

besar dampaknya.

Ada empat jenis utama kejadian, yaitu:

i. Low frequency/low impact. Perusahaan

mengabaikan kejadian ini karena biaya untuk

45
mengelola dan memonitornya lebih tinggi

daripada kerugian yang akan timbul.

ii. Low frequency/high impact. Kejadian yang

paling menantang bagi perusahaan. Jenis

kejadian ini yang paling sedikit dipahami dan

paling sulit diprediksi. Di samping itu, kejadian

ini dapat menimbulkan dampak kerugian yang

besar, bahkan membuat perusahaan bangkrut.

iii. High frequency/low impact. Kejadian ini

dikelola untuk meningkatkan efisiensi bisnis.

Banyak produk finansial, terutama di

perusahaan ritel, akan memasukkan faktor

risiko ini dalam struktur harganya.

iv. High frequency/high impact. Kejadian tidak

relevan untuk dikelola karena apabila jenis

kejadian ini terjadi, maka perusahaan dengan

cepat akan bangkrut. Selain itu, kerugian tidak

boleh terjadi terus-menerus atau supervisor

akan mengambil tindakan untuk menyelesaikan

praktik bisnis perusahaan yang buruk.

(2) Kerugian yang Diperkirakan versus Kerugian

yang Tidak Diperkirakan

46
Khusus untuk industri jasa keuangan,

regulasi yang berlaku menyatakan bahwa

perusahaan harus memperhitungkan modal risiko

operasional. Pada saat menghitung modal risiko

operasional, perusahaan harus melakukan

perhitungan kerugian yang diperkirakan

(expected loss — EL) dan kerugian yang tidak

diperkirakan (unexpected loss — UL). Kerugian

yang diperkirakan biasanya dalam praktik sudah

dimasukkan dalam struktur penetapan harga

produk.

Itulah sebabnya hal ini sering dikenal

sebagai biaya dalam menjalankan bisnis. Bila

perusahaan dapat menunjukkan ini kepada

supervisor, maka EL tidak dimasukkan lagi

dalam perhitungan modalnya. Banyak

perusahaan menggunakan model statistika dalam

memprediksi EL dengan memakai data historis

dan pengalaman mereka untuk prediksi masa

depan. Biasanya, perhitungan EL memakai mean

(nilai rata-rata) kerugian yang sesungguhnya di

periode tertentu dan memakai kalkulasi ini untuk

prediksi kerugian di masa depan.

47
Kerugian yang tidak diperkirakan

merupakan kerugian yang timbul signifikan di

atas kerugian yang diperkirakan (EL). Biasanya,

dan sisi frekuensinya kejadian ini dikenal sebagai

kejadian low frequency/high impact. Perusahaan

dapat menghitung UL dengan memakai data

internal yang tersedia, data eksternal perusahaan

lain, dari data dan skenario risiko operasional.

Biasanya kalkulasi UL memakai standar deviasi.

Standar deviasi adalah ukuran jarak dari suatu

nilai rata-rata. Angka kerugian UL biasanya

diasumsikan sebagai kerugian dengan standar

deviasi yang termasuk 0,1 persen dari

keseluruhan kerugian yang paling jauh dari rata-

rata.

Metode yang dapat digunakan perusahaan

untuk melakukan identifikasi dan pengukuran

risiko operasional, antara lain:

(a) Risk and Control Self Assesment (RCSA)

Risk and Control Self Assesment

(RCSA) adalah manajemen risiko

operasional untuk mengidentifikasi dan

mengukur risiko operasional yang bersifat

48
kualitatif dan prediktif dengan menggunakan

dimensi dampak dan kemungkinan kejadian.

RCSA dipakai untuk melihat kondisi risiko

perusahaan di masa yang akan datang.

Proses penilaian dengan memakai daftar cek

yang berisi butir pertanyaan tentang evaluasi

tingkat risiko yang mencakup kemungkinan

kejadian, besarnya dampak, dan tingkat

efektivitas pengendalian.

Pengukuran risiko operasional

dilakukan dengan dimensi kemungkinan

kejadian (probabilitas) dan besarnya dampak

kerugian. Perusahaan dapat mendeteksi

kecukupan pengendalian internal untuk

mencegah penyimpangan yang terjadi,

menerapkan pengendalian risiko operasional

yang tepat, dan mengelola risiko operasional

agar tetap dalam batas toleransi.

Menurut BARA (2012), RCSA

umumnya difokuskan pada risiko-risiko

yang memiliki dampak yang besar terhadap

kemampuan dalam menjaga kelangsungan

bisnis dan operasional. Dilihat dari alur kerja

49
dan fokus risiko pendekatan, RCSA terdiri

atas pendekatan bottom up dan top down.

(b) Key Risk Indicator (KRI)

Key Risk Indicator (KRI) dipakai

untuk mengidentifikasi dan menganalisis

risiko sejak dini atas naik turunya indikator

tingkat risiko dalam rangka pengendalian

risiko operasional pada setiap aktivitas

bisnis. Manfaat KRI adalah dapat memantau

dan memprediksi eksposur risiko

operasional, mengidentifikasi perubahan

profil risiko operasional, dan memberikan

masukan kepada audit intern dalam

menyusun perencanaan audit. KRI

menunjukkan peningkatan tingkat risiko atau

penurunan efektivitas pengendalian yang

terlihat dan peningkatan jumlah insiden.

Efektivitas pengelolaan KRI perusahaan

dapat mencatat data KRI secara berkala, baik

harian maupun tahunan.

50
Gambar 2.6. Pendekatan Pengukuran

Risiko Operasional

Sumber: Djohanputro (2008).

(c) Loss Event Database (LED)

Loss Event Database (LED) adalah

alat manajemen risiko operasional yang

dipakai untuk mencatat data kejadian yang

telah terjadi dalam operasional perusahaan.

Tanpa database, perusahaan akan kesulitan

dalam menyusun model pengukuran risiko

kerugian operasional. LED akan sangat

diperlukan untuk memastikan proses

pengendalian internal sudah memadai.

Kejadian kerugian harus didefinisikan

dengan jelas, diidentifikasi, dan rencana

tindak lanjut yang diperlukan harus segera

dibuat. Kerugian harus dicatat dalam

database untuk memudahkan pengelolaan

data kerugian.

c) Pemantauan Risiko Operasional

51
Perusahaan harus melakukan pemantauan risiko

operasional secara berkelanjutan terhadap seluruh

eksposur risiko operasional serta kerugian yang dapat

ditimbulkan oleh aktivitas utama perusahaan, antara

lain dengan cara menerapkan sistem pengendalian

intern dan menyediakan laporan berkala mengenai

kerugian yang ditimbulkan oleh risiko operasional.

Perusahaan harus melakukan tinjauan secara berkala

terhadap faktor-faktor penyebab timbulnya risiko

operasional serta dampak kerugiannya.

d) Pengendalian Risiko Operasional

Pengendalian risiko harus dilakukan secara

konsisten sesuai dengan tingkat risiko yang akan

diambil, hasil identifikasi, dan pengukuran risiko

operasional. Dalam penerapan pengendalian risiko

operasional, perusahaan dapat mengembangkan

program untuk memitigasi risiko operasional, antara

lain pengamanan proses teknologi informasi,

asuransi, dan pengalihdayaan pada sebagian kegiatan

operasional perusahaan.

Dalam hal perusahaan mengembangkan sendiri

pengamanan proses teknologi informasi, perusahaan

52
harus memastikan tingkat keamanan dan

pemprosesan data elektronik juga. Pengendalian

terhadap sistem informasi harus memastikan adanya

penilaian berkala terhadap pengamanan sistem

informasi, yang disertai dengan tindakan korektif

apabila diperlukan, tersedianya prosedur cadangan

dan rencana darurat untuk menjamin berjalannya

kegiatan operasional perusahaan, dan mencegah

terjadinya gangguan yang signifikan, yang diuji

secara berkala.

Perusahaan harus memiliki sistem pendukung

yang mencakup: (1) identifikasi kesalahan secara rill,

pemrosesan dan penyelesaian seluruh transaksi secara

efisien, akurat, dan tepat waktu, dan (2) kerahasiaan,

kebenaran, serta keamanan transaksi. Perusahaan

harus melakukan kaji ulang secara berkala terhadap

prosedur, dokumentasi, sistem pemrosesan data,

rencana kontingensi, dan praktik operasional lainriya

guna mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan

manusia.

e) Sistem Informasi Manajemen Risiko Operasional

53
Sistem informasi manajemen harus dapat

menghasilkan laporan yang lengkap dan akurat dalam

rangka mendeteksi dan mengoreksi penyimpangan

secara tepat waktu. Perusahaan harus memiliki

mekanisme pelaporan terhadap risiko operasional

berikut, yang antara lain harus dapat memberikan

informasi-informasi sesuai kebutuhan pengguna:

(1) Profil risiko operasional dan kerugian yang

disebabkan oleh risiko operasional.

(2) Hasil dari berbagai metode pengukuran risiko

operasional dan tren, dan/atau ringkasan dan

temuan audit internal.

(3) Laporan status dan efektivitas pelaksanaan

rencana tindak dan operasional risk issues.

(4) Laporan penyimpangan prosedur.

(5) Laporan kejadian kecurangan.

(6) Rekomendasi satuan kerja manajemen risiko

untuk risiko operasional, surat pembinaan auditor

eksternal (khususnya, aspek pengendalian

operasional perusahaan), dan surat pembinaan

otoritas.

3. Teori Pendaftaran

54
Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

pengertian pendaftaran adalah proses, cara, perbuatan

mendaftar yaitu pencatatan nama, alamat dsb dalam daftar.

Berdasarkan hal tersebut, maka pendaftaran adalah proses

pencatatan identitas pendaftar ke dalam sebuah media

penyimpanan yang digunakan dalam proses pendaftaran.

Proses pendaftaran pasien adalah awal dari keseluruhan

proses rekaman medis atau disinilah pelayanan pertama kali

yang diterima oleh seorang pasien saat tiba di rumah sakit,

dalam proses pendaftaran inilah pasien mendapat kesan yang

baik ataupun tidak baik dari suatu pelayanan dari rumah sakit.

Oleh karena itu, pada sistem pendaftaran ini petugas harus

bersikap ramah, ramah, sopan, tertib dan bertanggung jawab

agar pasien merasa diperhatikan dan dilayani dengan baik.

Dalam sistem pendaftaran, biasanya pasien diterima

sebagai pasien rawat jalan, rawat inap dan rawat UGD. Pasien

dikatakan menjalani pengobatan rawat jalan apabila kondisi

pasien tidak begitu buruk dan keadaannya masih normal-

normal saja. Pasien dikatakan menjalani pengobatan rawat

inap bila kondisi pasien memerlukan perawatan yang intensif,

sedangkan pasien yang menjalani perawatan UGD apabila

kondisi pasien sudah benar-benar buruk, atau dalam keadaan

55
parah dan tidak sadarkan diri. Untuk pasien UGD biasanya

pasien rujukan dari Puskesmas atau Rumah Sakit yang lain.

Penekanan pelayanan Rawat jalan adalah pada

pengelolaan Poliklinik. Pada modul ini jumlah Poliklinik yang

dapat ditangani fleksibel sesuai dengan kebutuhan Rumah

Sakit. Pelayanan Rawat Jalan meliputi pendaftaran pasien,

transaksi tindakan pasien, kasir penerimaan pembayaran serta

transaksi pemakaian obat/alat kesehatan.

Sistem pendaftaran pasien ini dapat dibedakan menjadi

pendaftaran pasien baru dan pasien lama. Pada pasien baru,

pendaftaran pasien baru akan dilaksanakan dengan mengisi

formulir pendaftaran pasien baru untuk mendapatkan data

sosial pasien yang akan dimasukkan dalam komputer. Setiap

pasien baru akan memperoleh nomor pasien, kemudian pasien

akan diberi kartu berobat yang harus dibawa setiap kali pasien

tersebut datang kembali untuk berobat ke rumah sakit. Pada

pasien lama, pendaftaran pasien lama, dilakukan dengan

mencari berkas Rekam Medik pasien sesuai dengan Nomor

rekam medik yang tercantum dalam kartu berobat.

4. Teori Rekam Medik

Berdasarkan Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor

29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, Rekam Medik

56
adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang

identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan

pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Tujuan

Rekam Medik adalah untuk mentertibkan administrasi dalam

rangka peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit

maupun sarana pelayanan kesehatan lainnya. Tertib rumah

sakit akan tercapai, ketertiban itu merupakan faktor untuk

menentukan mutu pelayanan kesehatan.

Penggunaan Rekam Medik dilihat dari beberapa aspek,

yaitu:

a. Administration (Administrasi)

Suatu berkas Rekam Medik memiliki nilai

administrasi, karena berisi tentang tindakan berdasarkan

wewenang dan tanggung jawab tenaga medis dan

paramedic untuk mencapai tujuan pelayanan kesehatan.

Data dan informasi yang dihasilkan dapat digunakan

manajemen sebagai fungsi guna pengelola berbagai sumber

daya.

b. Legal (Hukum)

Suatu berkas Rekam Medik memiliki nilai hukum,

karena isinya menyangkut jaminan kepastian hukum serta

penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan keadilan.

57
Bahwa Rekam Medik berguna sebagai alat bukti hukum

yang dapat melindungi hukum terhadap pasien, provider,

kesehatan (dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya).

c. Financial (Keuangan)

Dapat digunakan sebagai acuan perhitungan biaya

pasien karena jasa yang diterima pasien dicatat dengan

benar dan lengkap.

d. Research (Penelitian)

Suatu berkas Rekam Medik memiliki nilai guna

penelitian karena isinya adalah informasi untuk aspek

penelitian dan pengembangan ilmu kesehatan. Berbagai

macam penyakit dicatat ke dalam dokumen Rekam Medik

sehingga dapat digunakan untuk kepentingan penelitian.

e. Education (Pendidikan)

Suatu berkas Rekam Medik memiliki nilai

pendidikan karena isinya menyangkut data atau informasi

tentang perkembangan kronologis pelayanan medik yang

diberikan kepada pasien, sehingga dapat digunakan untuk

referensi.

58
f. Docummentation (Dokumentasi)

Digunakan sebagai dokumen yang berisi tentang

sejarah riwayat penyakit.

5. Poli Umum

Poliklinik umum merupakan tempat pelayanan yang

bertugas melakukan pemeriksaan pasien secara umum dengan

melihat indikasi atau gejala-gejala yang di derita oleh pasien.

Poliklinik juga dapat memberikan rujukan rawat jalan dan

rawat inap dengan memberikan surat rujukan untuk

mengajukan rujukan ke rumah sakit, setelah ada data diagnosa

dari poliklinik. Setelah Dokter dari klinik mendiagnosa

penyakit pasien, pasien dirujuk ke rumah sakit yang telah

ditentukan oleh dokter atau perawat dan telah di

rekomendasikan oleh kepala poliklinik.

Adapun tujuan dan tindakan yang dilakukan di poli

umum adalah:

a. Melaksanakan Pemeriksaan Fisik;

b. Melakukan penatalaksanaan tindakan keperawatan;

c. Diagnosa penyakit;

d. Pengobatan;

e. Penyuluhan;

59
f. Memberikan atau melakukan rujukan untuk perawatan

lebih lanjut secara tepat, cepat dan benar;

g. Melaksanakan dan mengelola administrasi.

6. Apotek

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat

dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah

sarjana farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan

sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan

pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027

tahun 2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek,

yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu, tempat

dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan

farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.

Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan

kosmetik. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain

obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan

upaya kesehatan. Dan yang termasuk pekerjaan kefarmasian

adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan

farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan

pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat,

60
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat,

serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009

Tentang Pekerjaan Kefarmasian, tujuan pengaturan pekerjaan

kefarmasian adalah untuk:

a. memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat

dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi

dan jasa kefarmasian;

b. mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan

Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundangan-

undangan; dan

c. memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan

Tenaga Kefarmasian.

Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas

pelayanan kefarmasian berupa:

a. Apotek

b. Instalasi farmasi rumah sakit

c. Puskesmas

d. Klinik

e. Toko obat; atau Praktek bersama

61
Dalam Kepmenkes RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004

tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,

pengolahan suatu apotek meliputi:

a. pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk,

pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.

b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan

perbekalan farmasi lainnya.

c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi: I.

Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi

diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya

maupun kepada masyarakat. II. Pengamatan dan pelaporan

informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau

suatu obat dan perbekalan farmasi lainnya.

Sarana dan prasarana yang harus dimiliki oleh apotek

adalah:

a. Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali

oleh masyarakat.

b. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas

tertulis kata apotek.

c. Apotek harus dengan mudah diakses oleh anggota

masyarakat.

d. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang

terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk

62
lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan

kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan

penyerahan.

e. Masyarakat diberi akses secara langsung dan mudah oleh

apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling.

f. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya, apotek

harus bebas dari hewan pengerat, serangga.

g. Apotek mempunyai suplai listrik yang konstan, terutama

untuk lemari pendingin.

h. Apotek harus memiliki:

1) ruang tunggu yang nyaman bagi pasien

2) tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien,

termasuk penempatan brosur/materi informasi

3) ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang

dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk

menyimpan catatan medikasi pasien

4) ruang racikan dan tempat pencucian alat

i. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak

penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun

rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang

berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan

temperatur yang telah ditetapkan (Menkes RI, 2004;

Ahaditomo, 2004)

63
6. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang antrian terhadap fasilitas pelayanan

telah diteliti oleh penelitian sebelumnya, yaitu:

a. Emmy Sainah Suhartini SM, mahasiswa Jurusan

Matematika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar 2017 dengan judul

penelitian “Model Antrian Untuk Kapasitas Bandara

Internasional Sultan Hasanuddin Makassar”. Adapun fokus

penelitian tersebut adalah model antrian untuk kapasitas

Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar,

khususnya pesawat. Hasil dari penelitian tersebut adalah

model antrian untuk kapasitas Bandara Internasional Sultan

Hasanuddin Makassar adalah model (M/G/C): (GD/∞/∞).

Rata-rata pesawat terbang yang datang adalah 6 pesawat

per jam. Rata-rata pesawat yang dilayani adalah 7 pesawat

per jam. Berdasarkan analisis model antrian untuk kapasitas

bandara yaitu pesawat terbang menunjukkan bahwa sistem

antrian di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin

Makassar sudah cukup baik.

b. Merlia Yustiti, mahasiswa Jurusan Statistika Fakultas Sains

dan Matematika Universitas Diponegoro Semarang 2014

dengan judul penelitian “Analisis Sistem Antrian Pelayanan

Tiket Kereta Api Stasiun Tawang Semarang”. Adapun

64
fokus penelitian tersebut adalah model antrian yang

menggambarkan kondisi untuk mengetahui ukuran kinerja

sistem dan melihat bagaimana pelayanan yang diberikan

oleh bagian pelayanan tiket kereta api yaitu bagian

Customer Service, loket Pemesanan Tiket/ Ubah Jadwal/

Refund, loket Pembatalaan Tiket, dan bagian cetak Tiket

Mandiri (CTM). Hasil dari penelitian tersebut adalah model

antrian di bagian Customer Service dan bagian Cetak Tiket

Mandiri (CTM) adalah (M/M/2):(GD/∞/∞), loket

Pemesanan Tiket/ Ubah Jadwal/ Refund adalah

(M/M/4):(GD/∞/∞), dan loket Pembatalan Tiket adalah

(M/G/1):(GD/∞/∞).

Berdasarkan 2 (dua) penelitian di atas, maka terlihat

jelas persamaan dan perbedaan antara penelitian sebelumnya

dengan penelitian Penulis. Persamaan tersebut adalah

penggunaan teori penelitiannya, yaitu teori antrian sebagai

pisau analisis, sedangkan perbedaannya adalah lokasi

penelitiannya, dimana pada penelitian sebelumnya berlokasi di

Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar dan juga

Kereta Api Stasiun Tawang Semarang, sedangkan lokasi

penelitian Penulis adalah Klinik Pratama Bina Husada Bakti.

65
66
BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini, data yang digunakan adalah data risiko

operasional yang terjadi pada Klinik Pratama Bina Husada Bakti

yang selanjutnya diatasi dengan teori antrian (queueing theory).

Dalam bab ini membahas tentang pendekatan penelitian,

penetapan informan, sumber data dan teknik analisis yang

digunakan dalam penelitian.

A. Tujuan Metodologi Penelitian

Tujuan metode penelitian kualitatif adalah untuk

mengidentifikasi, mengukur dan mengelola risiko kinerja poli

rawat jalan di Klinik Pratama Bina Husada Bakti.

B. Obyek Penelitian

Obyek penelitian adalah hal yang menjadi sasaran

penelitian (Kamus Bahasa Indonersia; 1989: 622). Menurut

Supranto (2000: 21) obyek penelitian adalah himpunan elemen

67
yang dapat berupa orang, organisasi atau barang yang akan

diteliti. Menurut Anto Dayan (1986: 21), obyek penelitian adalah

pokok persoalan yang hendak diteliti untuk mendapatkan data

secara lebih terarah. Adapun obyek penelitian dalam penelitian

ini adalah risiko kinerja poli rawat jalan di Klinik Pratama Bina

Husada Bakti yang berlokasi di Jalan Raya Penggilingan No 12

Cakung.

1. Metode Pengumpulan Data

Data untuk penelitian ini diperoleh dengan cara:

a. Metode Angket (Kuesioner). Kuesioner merupakan

sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari karyawan dan pasien Klinik

Pratama Bina Husada Bakti. Kuesioner merupakan teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi

seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada

responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik

pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan

pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa

diharapkan dari responden (Sugiono: 2011).

b. Wawancara, yakni mendapatkan informasi dengan cara

bertanya langsung kepada karyawan dan pasien Klinik

Pratama Bina Husada Bakti. Wawancara adalah salah satu

68
bagian yang terpenting dari setiap survey. Malalui

wawancara, penelitian memiliki kesempatan untuk

mendapatkan informasi secara jelas dan tepat dengan jalan

bertanya langsung kepada responden.

2. Teknik Penetapan Responden

Teknik sampling yang digunakan adalah quote sampling

yang dilanjutkan dengan convinience sampling, dimana

pengambilan informan sebagai sumber data dari karyawan dan

pasien Klinik Pratama Bina Husada Bakti sebagai responden.

Jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah

32 (tiga puluh dua) responden yang terdiri dari 2 petugas, 2

dokter, 2 perawat, 2 apoteker, dan 24 pasien BPJS baik yang

pasien baru mendaftar maupun pasien lama di Klinik Pratama

Bina Husada Bakti.

3. Teknik Keabsahan Data

Dalam uji keabsahan data pada penelitian ini, peneliti

akan melakukan uji triangulasi. Menurut Sugiyono (2012:

120), triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data

yang bersifat menggabungkan berbagai sumber data yang

telah ada. Pada penelitian ini, peneliti memilih teknik uji

keabsahan data dengan triangulasi sumber. Dalam penelitian

ini, keasahan data akan diuji dengan membandingkan hasil

69
wawancara dari para narasumber di Klinik Pratama Bina

Husada Bakti.

C. Menampilkan Proses Poli Rawat Jalan di Klinik Pratama

Bina Husada Bakti

Proses poli rawat jalan di Klinik Pratama Bina Husada

Bakti, yaitu dari pendaftaran pasien, kemudian setelah pasien

mendaftar, terhadap pasien lama akan menunggu antrian untuk

Rekam Medik, sedangkan terhadap pasien baru dapat segera

menunggu antrian poli. Setelah perawat memberikan Rekam

Medik kepada pasien lama, maka selanjutnya adalah pasien

menunggu antrian poli. Setelah dokter umum memeriksa pasien

di Poli, pasien selanjutnya menebus obat di Apotik.

Adapun bagan proses poli rawat jalan dapat digambarkan

sebagai berikut:

Pendaftaran Pasien Rekam Medis

Apotik Poli

70
Gambar 3.1. Proses Poli Rawat Jalan di Klinik

Pratama Bina Husada Bakti

Sumber: Diolah dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Akreditasi

Klinik.

D. Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko dengan menggunakan proses sistematis

yang terstruktur, secara dalam, luas dan harus mencakup semua

risiko yang berada dalam kendali pada Klinik Pratama Bina

Husada Bakti. Guna memudahkan identifikasi risiko dilakukan

berdasarkan kategori risiko, yakni risiko-risiko yang terjadi pada

fungsi departemen yang terkait yakni pada Loket Pendaftaran

Pasien, Ruang Rekam Medik, Poli, dan Apotik.

Alat identifikasi yang dapat digunakan antara lain

Brainstorming, yakni meminta kepada setiap karyawan dan

pasien Klinik Pratama Bina Husada Bakti yang terkait

menuliskan kembali risiko-risiko yang telah terjadi dan akan

mungkin terjadi pada setiap departemennya dan Risk Breakdown

Structure (RBS) serta kepada karyawan dan pasien Klinik

71
Pratama Bina Husada Bakti diminta mengurutkan dari faktor

yang paling sering terjadi dan dampaknya terbesar ke yang

terkecil. Dokumen utama yang dihasilkan dalam proses ini adalah

nama atau daftar Risiko (Risk Register).

E. Mengukur Risiko

Setiap risiko pada fungsi departemen akan di ukur untuk

mengetahui tingkat kemungkinan terjadinya (likelihood) dan

impact adalah seberapa besar dampak yang ditimbulkan.

Pengukuran risiko terlebih dahulu disepakati konversi ukuran

likelihood dan dampak risiko yang akan digunakan dalam

pengukuran risiko. Likelihood risiko dinyatakan dengan

persentase probabilitas kejadian risiko. Ukuran likelihood

dikonversikan menjadi skala ukuran semi kuantitatif dari 1

sampai dengan 5. Ukuran likelihood sebagai berikut:

Kete

rang
S Ke
an
k ja Probabilitas Kejadian
Dala
o dia (%)
m1
r n
tahu

72
1 Sa Mungkin terjadi hanya Terj

ng pada kondisi tidak normal, adi

at probabilitas ≤ 20 1-

Ce 10

pat kali

2 Ce Mungkin terjadi pada Terj

pat beberapa waktu, adi

probabilitas 20 ≤ X ≤ 40 11-

20

kali

3 La Dapat terjadi pada Terj

ma beberapa waktu, adi

probabilitas 40 ≤ X ≤ 60 21-

30

kali

4 Sa Akan mungkin terjadi pada Terj

ng banyak keadaan, adi

at probabilitas 60 ≤ X ≤ 80 41-

La 50

ma kali

5 Sa Dapat terjadi pada banyak Terj

ng keadaan, probabilitas 80 ≤ adi

at X ≤ 100 > 50

73
La kali

ma

Se

kal

Tabel 3.1. Ukuran Likelihood (Kemungkinan)

Sumber : diolah dari Jurnal JSIKA Vol. 5, No. 7, Tahun 2016

Pada tingkat keseriusan kerugian atau impact dari risiko

terkait tentang tujuan Klinik Pratama Bina Husada Bakti yakni

seberapa besar dampak yang ditimbulkan oleh peristiwa (jika

terjadi) pada sasaran, karena dampak terkait dengan sasaran,

maka besaran dampak harus dinyatakan dengan satuan ukuran

yang sama. Instrumen di ukur dengan menggunakan skala likert

dengan diberi skoring 5 (lima) kategori, yaitu:

Dampak
Skor Dampak Citra
Antrian
Dampak Klinik
Pasien

Skor 1 = Pasien Citra sangat

mengantri baik di
Sangat
tidak lebih lingkungan

74
Baik dari 60 internal

menit karyawan dan

pasien

Skor 2 = Citra baik di

Pasien lingkungan
Baik
mengantri internal

60 menit karyawan dan

pasien

Skor 3 = Citra buruk di


Pasien
lingkungan
Buruk mengantri
internal
lebih dari
karyawan dan
60 menit
pasien

Skor 4 = Citra sangat

Pasien buruk di
Sangat
mengantri lingkungan
Buruk
lebih dari internal

60 menit karyawan dan

pasien

Skor 5 = Citra sangat


Pasien
buruk sekali di
mengantri
Sangat

75
Buruk lebih dari lingkungan

Sekali 60 menit internal

karyawan dan

pasien

Tabel 3.2. Ukuran Dampak

Sumber: diolah dari Jurnal JSIKA Vol. 5, No. 7, Tahun 2016

Maka untuk mengukur dan mengelola risiko yang tak

diinginkan adalah hasil dari perkalian peluang dan dampak dari

potensi kejadian, dengan menggunakan rumus:

dengan:
L=p X D

P =

Peluang

D =

Dampak

Sumber: T. Sunaryo, 2015, Risiko Operasional

76
Gambar 3.2. Pengelompokan Hasil (Ukuran) Risiko

Sumber : diolah dari Jurnal JSIKA Vol. 5, No. 7, Tahun 2016

F. Operasionalisasi Variabel

Operasional variabel penelitian dimaksudkan untuk

mendeskripsikan dan memudahkan dalam penetapan pengukuran

terhadap variabel yang diamati. Menurut Uep dan Sambas (2011:

86) “variabel adalah karakteristik yang akan diobservasi dari

satuan pengamatan”. Muhidin dan Sontani (2011: 93)

menjelaskan bahwa “operasionalisasi variabel merupakan

kegiatan menjabarkan konsep variabel menjadi konsep yang lebih

sederhana, yaitu indikator”.

77
Tabel 3.3

Definisi Variabel dan Indikatornya

D
Var Definisi
a
iab Variabe Indikator Ukuran
t
el l
a

Te Tempat  Sistem  Tingkat sistem O

mp pendafta pendaftaran pasien pendaftaran pasien r

at ran  Pasien BPJS dan  Tingkat pasien d

Pen pasien Umum BPJS dan Umum i

daft yang  Jumlah petugas di  Tingkat jumlah n

ara baik dan pendaftaran pasien petugas di a

n luas  Tempat pendaftaran pasien l


Pasi menentu pendaftaran pasien  Tingkat

en kan kemampuan SDM

lamanya Petugas

menung Pendaftaran

gu

pasien

Rek Kelengk  Ruangan rekam  Tingkat ruangan O

am apan medik yang rekam medik yang r

Me sarana terpisah terpisah d

dik dan  Jumlah SDM di  Tingkat jumlah i

prasaran rekam medik SDM di rekam n

a serta  Sarana dan medik a

profesio prasarana di ruang  Tingkat l

nalisme rekam medik penyusunan arsip

79
SDM  Tempat ruang rekam medik

menentu medik  Tingkat tempat

kan ruangan khusus

lamanya rekam medik

menung

gu

pasien

Poli Profesio  Jumlah dokter di  Tingkat jumlah O

nalisme Klinik dokter di Klinik r

dokter  Kedatangan  Tingkat d

sebagai Dokter kedatangan dokter i

wujud  Jumlah ruangan  Tingkat jumlah n

tanggun poli ruangan poli a

g  Koordinasi antara  Tingkat koordinasi l

80
jawabny dokter dengan antara dokter

a petugas rekam dengan petugas

terhadap medik rekam medik

tugas

dan

kewajiba

nnya

yang

dibeban

kan

kepadan

ya

Ap Profesio  Obat racikan  Tingkat obat O

otik nalisme  Jumlah dan racikan r

81
apoteker kelengkapan obat  Tingkat jumlah d

untuk  Jumlah petugas dan kelengkapan i

melaksa apoteker obat n

nakan  Kemampuan  Tingkat jumlah a

tugas apoteker membaca petugas apoteker l

dan resep dokter  Tingkat

fungsiny kemampuan

a secara apoteker membaca

baik dan resep dokter

benar

Sumber: Klinik Pratama Bina Husada Bakti

82
1. Variabel Waktu Antar Kedatangan

Waktu kedatangan pasien bersifat random, kedatangan

pasien yang satu tidak tergantung pada kedatangan pasien

yang lain. Yang dimaksud sebagai waktu kedatangan adalah

waktu kedatangan dari pasien pada saat masuk dalam antrian.

Waktu kedatangan ini dihitung pada saat pasien mendapat

nomor. Waktu antar kedatangan diperhitungkan dari selang

waktu antar kedatangan pasien yang ke-t dengan yang ke-t+1.

2. Variabel Waktu Pelayanan

Waktu pelayanan tiap pasien adalah independen. Hal ini

disebabkan tiap pasien melakukan pelayanan medis yang

berbeda-beda. Lamanya waktu pelayanan diperoleh dengan

menghitung selisih antara waktu pada saat pasien berada di

klinik dengan waktu pada saat pasien meninggalkan klinik.

Tabulasi data untuk pengambilan data waktu pelayanan

disajikan dalam bentuk sebagai berikut:


Tempat
Rekam S
Pendaftara Poli Apotik
Medik e
n Pasien
N l
M D M D M D M D
o i
e e e e e e e e
. s
n t n t n t n t
i
i i i i i i i i
h
t k t k t k t k

.
4

Tabel 3.4. Waktu Pelayanan

Sumber: diolah dari ojs.unud.ac.id

85
3. Variabel Jumlah Pelayanan

Pelayanan adalah orang yang melayani pasien yang akan

melakukan pelayanan medis di loket-loket transaksi. Jumlah

pelayanan dapat dilihat dari banyaknya loket transaksi yang

digunakan untuk transaksi, seperti Tempat Pendaftaran Pasien,

Rekam Medik, Poli dan Apotik.

G. Analisis Risiko

Tujuan analisis risiko adalah melakukan analisis dampak

dan kemungkinan semua risiko yang dapat menghambat

tercapainya sasaran pada Klinik Pratama Bina Husada Bakti dan

menyediakan data untuk membantu langkah evaluasi dan

memperlakukan risiko. Analisis risiko mencakup pertimbangan

dan mengkombinasikan estimasi terhadap consequence dan

likelihood di dalam konteks untuk mengambil tindakan

pengendalian. Analisis risiko dapat berupa analisis kualitatif,

semi kuantitatif, kuantitatif atau kombinasi diantaranya,

tergantung pada informasi risiko dan data yang tersedia. Analisis

kualitatif dapat digunakan pertama kali untuk mendapatkan

indikasi umum mengenai level risiko. Selanjutnya dilakukan

analisis kuantitatif yang lebih spesifik.


Jenis-jenis analisis risiko tersebut adalah sebagai berikut:

1. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif menggunakan istilah atau skala

deskriptif untuk menggambarkan besaran konsekuensi yang

potensial dan likelihood bahwa konsekuensi akan terjadi.

Analisis kualitatif digunakan sebagai suatu aktivitas

penyaringan awal untuk mengidentifikasi risiko-risiko yang

memerlukan analisis yang lebih rinci hal ini dengan

memberikan kuisioner tahap pertama, yakni meminta setiap

karyawan dan pasien Klinik Pratama Bina Husada Bakti

menuliskan risiko-risiko apa saja yang ada pada antrian di

Klinik Pratama Bina Husada Bakti.

2. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif menggunakan nilai angka (daripada

menggunakan skala deskriptif seperti digunakan dalam

analisis kualitatif dan semi kuantitatif) baik untuk

consequence maupun untuk likelihood, dengan menggunakan

data dari berbagai sumber. Kualitas analisis tergantung pada

akurasi dan kelengkapan nilai numerik yang digunakan.

Consequence dapat diestimasi dengan pembuatan model

outcome dari suatu atau beberapa peristiwa, atau dengan

ekstrapolasi hasil kajian eksperimen atau data masa lalu.

87
Consequence dinyatakan dalam satuan biaya, kriteria

teknik (satuan pengukuran) atau manusia (kematian/cedera)

atau kriteria lainnya. Dalam beberapa kasus, diperlukan lebih

dari satu nilai numerik untuk menentukan konsekuensi pada

waktu, tempat, kelompok atau situasi yang berbeda.

Likelihood biasanya dinyatakan sebagai probabilitas,

frekuensi atau kombinasi antara paparan dan probabilitas.

Prioritas yang digunakan didapatkan dari mengukur

risiko yang tidak diinginkan adalah hasil dari perkalian

peluang dan dampak dari kejadian. Hasil perkalian tersebut

merupakan kriteria risiko. Gambar 3.3. dibawah ini digunakan

sebagai kriteria risiko untuk menentukan batas antara risiko

yang tidak dapat diterima dan dapat diterima.

88
Gambar 3.3. Pengelompokan Kriteria Risiko

Sumber: diolah dari Jurnal JSIKA Vol. 5, No. 7, Tahun 2016

3. Evaluasi Risiko

Evaluasi risiko merupakan pembandingan antara level

risiko yang ditemukan selama proses analisis dengan kriteria

risiko yang ditetapkan sebelumnya. Dalam evaluasi risiko,

level risiko dan kriteria risiko harus diperbandingkan dengan

menggunakan basis yang sama.

89
Hasil dari evaluasi risiko adalah daftar prioritas risiko

untuk tindakan lebih lanjut. Jika risiko-risiko masuk dalam

kategori rendah atau risiko yang dapat diterima, maka risiko-

risiko tersebut diterima dengan sedikit perlakuan lanjutan.

Risiko-risiko yang rendah atau dapat diterima harus

dipantau dan ditelaah secara periodik untuk menjamin bahwa

risiko-risiko tersebut tetap dapat diterima. Langkah evaluasi

memastikan bahwa tidak semua risiko yang teridentifikasi

memerlukan rencana pengendalian lebih lanjut.

Hasil dari analisis risiko akan disampaikan kepada

penanggung jawab tertinggi pengelola risiko di unit kerja

untuk dilakukan validasi. Hasil validasi akan digunakan untuk

menetapkan rencana langkah–langkah sistem pengendalian

untuk menurunkan kemungkinan terjadinya risiko maupun

untuk menurunkan dampak terjadinya risiko. Adapun kriteria

risiko adalah sebagai berikut:

Kategori Penjela
Skor
Level san

Rendah X.Y Tidak diperlukan

tindakan

90
≤4 (Acceptable)

Sedang 4< Disarankan

X.Y. diambil tindakan

≤8 jika tersedia

sumber daya

klinik

(Supplementary

Issue)

Tinggi 8< Diperlukan

X.Y. tindakan untuk

≤ 12 mengelola risiko

(Issue)

Ekstrim 12 < Diperlukan

X.Y. tindakan segera

≤ 25 untuk mengelola

risiko

(Unacceptable)

Tabel 3.5. Pembagian Kategori Risiko

Sumber: diolah dari Jurnal JSIKA Vol. 5, No. 7, Tahun 2016

91
4. Perlakukan Risiko

Risiko-risiko yang telah tersaring pada langkah evaluasi,

selanjutnya dibuat rencana pengendalian lebih lanjut, langkah

ini disebut perlakukan risiko. Langkah perlakukan risiko

meliputi pengidentifikasian opsi untuk menangani risiko,

menaksir opsi tersebut, menyiapkan rencana perlakuan risiko

dan mengimplementasikan rencana perlakuan risiko. Mitigasi

risiko dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pengendalian dan

penanganan.

a. Pengendalian

Pengendalian adalah upaya-upaya untuk merubah

risiko. Pengendalian biasanya merupakan upaya-upaya

yang telah dimiliki dan bersifat rutin untuk mengantisipasi

terjadinya risiko. Contoh pengendalian dapat dalam bentuk

prosedur dan work instruction.

b. Penanganan

Penanganan adalah upaya-upaya yang akan dilakukan

sebagai langkah baru untuk memperlakukan risiko karena

upaya-upaya yang sudah ada belum memadai. Dalam upaya

penanganan, dapat menggunakan teori antrian (queueing

theory). Dalam penelitian ini, oleh karena sistem antrian di

Klinik Pratama Bina Husada Bakti adalah model jalur

92
tunggal, maka untuk menganalisis kinerja sistem antriannya

menggunakan perhitungan model A atau M/M/1. Model

M/M/1 berasumsi bahwa kedatangan pasien tidak terikat

pada kedatangan pasien sebelumnya. Selain itu waktu

pelayanan berdistribusi probabilitas eksponensial negatif.

Rumus antrian untuk model jalur tunggal (M/M/1) adalah

sebagai berikut:

λ = jumlah kedatangan rata-rata per satuan waktu.

μ = jumlah orang dilayani persatuan waktu.

Ls = jumlah pelanggan rata-rata dalam sistem (yang

sedang menunggu untuk dilayani).

Ls = λ / (λ-µ)

1) Jumlah waktu rata-rata yang dihabiskan dalam sistem

(waktu menunggu ditambah waktu pelayanan).

93
BAB IV

ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI

A. Proses Poli Rawat Jalan di Klinik Pratama Bina Husada

Bakti

Klinik Pratama Bina Husada Bakti merupakan klinik

pratama yang berlokasi di Jalan Raya Penggilingan No 12

Cakung. Klinik ini berdiri di bawah PT Mitra Saudara dan sudah

94
berdiri 15 tahun yang lalu. Klinik pratama Bina Husada Bakti

diselenggarakan untuk memberikan pelayanan kesehatan untuk

masyarakat umum. Klinik BHB menyediakan pelayanan

pelayanan gawat darurat, rawat jalan, laboratorium, Apotik dan

Medical Check Up.

Klinik Pratama Bina Husada Bakti merupakan fasilitas

kesehatan tingkat pertama yang juga memberikaan pelayanan

kepada pasien dengan BPJS Kesehatan. Adapun proses poli rawat

jalan di Klinik Pratama Bina Husada Bakti dimulai dari:

1. Pendaftaran Pasien

Pendaftaran pasien adalah awal dari keseluruhan proses

rekaman medis atau disinilah pelayanan pertama kali yang

diterima oleh seorang pasien saat tiba di Klinik Pratama Bina

Husada Bakti. Dalam proses pendaftaran inilah pasien

mendapat kesan yang baik ataupun tidak baik dari suatu

pelayanan dari Klinik Pratama Bina Husada Bakti. Oleh

karena itu, pada sistem pendaftaran ini petugas harus bersikap

ramah, ramah, sopan, tertib dan bertanggung jawab agar

pasien merasa diperhatikan dan dilayani dengan baik.

Petugas pendaftaran pasien di Klinik Pratama Bina

Husada Bakti terdiri dari 2 (dua) orang yang bekerja sejak

pukul 09.00 wib sampai dengan pukul 21.00 wib. Masing

masing 1 orang setiap 6 jam dan ditempatkan di ruangan

95
paling depan setelah pintu masuk klinik. Adapun tugas dan

tanggung jawab dari petugas pendaftaran pasien di Klinik

Pratama Bina Husada Bakti adalah:

a. Melaksanakan penerimaan pasien (baru & lama) secara

langsung;

b. Melakukan pencatatan dan pendaftaran pasien pada buku

register/komputer;

c. Memeriksa kelengkapan persyaratan untuk pasien:

umum,BPJS beserta Asuransi;

d. Melakukan koordinasi dengan seluruh staf pelaksana untuk

menyiapkan berkas Rekam Medik pasien baru/pasien lama;

e. Melakukan pembuatan Kartu Indeks Utama Pasien (KIUP)

pada sistem komputerisasi serta pengendalian penggunaan

nomor Rekam Medik dan identitas pasien;

f. Melaksanakan tugas lain yang diberikan atasan.

2. Rekam Medik

Departemen ini berfungsi sebagai ruang penyimpanan

dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,

tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada

pasien sebagaimana yang diatur dalam Pasal 46 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik

Kedokteran. Petugas Rekam Medik pada Klinik Pratama Bina

Husada Bakti, terdiri dari 2 (dua) orang yang bekerja sejak

96
pukul 09.00 wib sampai dengan pukul 21.00 wib,terbagi

menjadi 2 shift tiap 6 jam. Adapun tugas dan tanggung jawab

dari petugas pendaftaran pasien di Klinik Pratama Bina

Husada Bakti adalah:

a. Menyiapkan bahan kegiatan pengolahan dokumen/berkas

Rekam Medik;

b. Menyusun lembar formulir Rekam Medik yang akan

dimasukkan dalam berkas / dokumen Rekam Medik pasien;

c. Menerima berkas Rekam Medik pasien rawat jalan dan

darurat yang diantar oleh petugas;

d. Mencatat dokumen Rekam Medik pasien rawat jalan dan

darurat yang sudah dikembalikan ke dalam buku register.

e. Melaksanakan pengambilan kembali berkas Rekam Medik

dari rak penyimpanan baik untuk pelayanan pasien;

f. Mensortir berkas Rekam Medik yang akan dikirim sesuai

poliklinik yang dituju;

g. Melaksanakan distribusi berkas Rekam Medik aktif ke

poliklinik.

h. Melaksanakan tugas lain yang diberikan atasan.

3. Poli

Poli merupakan tempat pelayanan dokter umum yang

bertugas melakukan pemeriksaan pasien secara umum dengan

melihat indikasi atau gejala-gejala yang di derita oleh pasien.

97
Dokter umum pada Klinik Pratama Bina Husada Bakti, terdiri

dari 3 (tiga) orang dokter yang bekerja sejak pukul 09.00 wib

sampai dengan pukul 21.00 wib.

4. Apotik

Apotik adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat

dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker pada

Klinik Pratama Bina Husada Bakti, terdiri dari 2 (dua) orang

yang bekerja sejak pukul 09.00 wib sampai dengan pukul

21.00 wib. Adapun tugas dan tanggungjawab apoteker adalah:

a. Melakukan skrining resep yang terdiri dari nama obat,

potensi, dosis, jumlah yang diminta;

b. Meracik obat;

c. Menyerahkan obat kepada pasien;

d. Memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah

dimengerti oleh pasien terkait dengan obat yang

diterimanya;

e. Pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien,

pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.

B. Profil Responden

Pengambilan informan pada setiap departemen dilakukan

dengan mengambil responden sebanyak 8 orang dalam mengisi

kuesioner tentang identifikasi risiko yang ada pada setiap

98
departemen, sehingga dengan total departemen adalah 4, maka

jumlah responden adalah 32. Teknik sampling yang digunakan

adalah convenience sampling, yaitu pasien dan karyawan yang

bersedia secara sukarela mau mengisi kuesioner yang telah

diberikan. Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner, adapun

karakteristik responden dibagi berdasarkan jabatan dan

pendidikan.

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jabatan

Karakteristik responden berdasarkan jabatan yang

terdapat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jabatan

Jabatan Jumlah %

Pasien 24 75%

orang

Petugas 2 orang 6,25%

Pendaftaran

Perawat 2 orang 6,25%

Dokter Umum 2 orang 6,25%

Apoteker 2 orang 6,25%

Total 32 100%

orang

Sumber: Dioleh Sendiri, Tahun 2019.

99
Berdasarkan data pada Tabel 4.1. menjelaskan bahwa

responden berada pada jabatan terbesar, yaitu pada pasien

sebesar 24 responden (75%) dan sisanya oleh petugas

pendaftaran, perawat, dokter umum dan apoteker yang

masing-masing berjumlah 2 responden. Hal ini

menggambarkan bahwa proses poli rawat jalan di Klinik

Pratama Bina Husada Bakti terdapat pada dari kedatangan

pasien hingga menerima obat dari apoteker.

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan

yang terdapat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan

Pendidikan

Tingkat
Jumlah %
Pendidikan

SMA 20 orang 62,5%

D3 3 orang 9,4%

S1 9 orang 28,1%

Total 32 orang 100%

Sumber: Dioleh Sendiri, Tahun 2019.

100
Berdasarkan Tabel 4.2. di atas, karakteristik responden

dari tingkat pendidikan menunjukkan bahwa responden

berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 20

orang (62,5%), responden berpendidikan Diploma (D3)

sebanyak 3 orang (9,4%), dan responden berpendidikan

Sarjana (S1) sebanyak 9 orang (28,1%). Hal ini menunjukkan

bahwa pada umumnya pasien di Klinik Pratama Bina Husada

Bakti adalah pengguna BPJS yang kurang mampu, sehingga

pendidikan yang ditempuh hanya sebatas SMA, sedangkan

untuk karyawan di di Klinik Pratama Bina Husada Bakti

umumnya berpendidikan D3 sampai S1, sehingga karyawan

pada Klinik Pratama Bina Husada Bakti dapat digolongkan

yang berpendidikan dan memiliki pengetahuan yang mumpuni

pada bidangnya masing-masing.

C. Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko adalah suatu proses untuk

mengidentifikasikan peristiwa yang memiliki unsur

ketidakpastian yang secara negatif mempengaruhi pencapaian

sasaran. Peristiwa didefinisikan sebagai suatu kejadian dari

sumber internal maupun eksternal perusahaan yang dapat

mempengaruhi pencapaian sasaran. Hasil penyebaran kuesioner

101
terhadap setiap departemen pada Klinik Pratama Bina Husada

Bakti adalah sebagai berikut:

1. Pendaftaran Pasien

Berdasarkan penyebaran kuesioner dan wawancara

dengan petugas pendaftaran pasien, didapatkan beberapa

risiko yang telah terjadi dan berpotensi terjadi pada bagian

tersebut, yaitu penggunaan sistem manual dalam pendaftaran

pasien di Klinik Pratama Bina Husada Bakti, pendaftaran

masih belum menggunakan system on line ,pendaftaran hanya

dilayani oleh 1 petugas pendaftaran dalam satu shift setiap 6

jam, pendaftaran antrian antara pasien umum dan pasien BPJS

masih di jadikan satu loket, kecepatan petugas pendaftaran

dalam memverifikasi data pasien BPJS.

2. Rekam Medik

Berdasarkan penyebaran kuesioner dan wawancara

dengan petugas Rekam Medik, didapatkan beberapa risiko

yang telah terjadi dan berpotensi terjadi pada bagian tersebut,

yaitu dipisahnya ruangan rekam medic dari pendaftaran,

petugas Rekam Medik yang hanya ada 1 (satu) petugas,

penyusunan arsip Rekam Medik yang masih menggunakan

sistem manual, tidak adanya ruangan khusus yang layak untuk

arsip Rekam Medik.

3. Poli

102
Berdasarkan penyebaran kuesioner dan wawancara

dengan dokter umum, didapatkan beberapa risiko yang telah

terjadi dan berpotensi terjadi pada bagian tersebut, yaitu

dokter yang bertugas hanya 1 dokter dalam 1 hari, kedatangan

dokter yang terlambat, ruangan poli umum hanya ada 1

ruangan,kurangnya koordinasi antara dokter,petugas

pendaftaran dan petugas rekam medik

4. Apotek

Berdasarkan penyebaran kuesioner dan wawancara

dengan apoteker, didapatkan beberapa risiko yang telah terjadi

dan berpotensi terjadi pada bagian tersebut, yaitu lamanya

pembuatan obat racikan,kelengkapan obat serta jumlah obat

yg tersedia di apotek Klinik Bina Husada Bakti,petugas apotek

yang berjumlah 5 orang dengan pembagian tugas yang baik

salah satunya kecepatan menginput data obat dan kemampuan

membaca resep dokter.

D. Pengukuran Risiko

Pengukuran risiko adalah suatu proses untuk mengukur

tingkat likelihood dan dampak terjadinya risiko. Pengukuran

risiko yang dilakukan atas risiko inhern merupakan risiko

sebelum adanya tindakan apapun untuk mengubah likelihood

maupun dampak risiko, yaitu risiko dengan kondisi departemen

103
pada Klinik Pratama Bina Husada Bakti saat dilakukan

wawancara atau pemetaan oleh personal-personal yang ada pada

departemen tersebut.

Pengukuran untuk setiap risiko pada setiap departemen

berbeda dengan departemen lain karena berbeda jenis pekerjaan

dan tanggungjawabnya. Dari data di Tabel 3.1. di Bab III tentang

pengukuran risiko dijelaskan tentang kejadian, probabilitas

kejadian dan berapa kali kejadian dalam 1 tahun. Berdasarkan

data tersebut didapatkan skor peluangnya. Oleh karena itu, hasil

data yang dioleh didapatkan sebagai berikut:

1. Pendaftaran Pasien

Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner dengan

didapatkan hasil identifikasi risiko, maka dapat diberikan

penilaian besarnya risiko yang terjadi pada bagian pendaftaran

pasien berdasarkan hasil focus group discussion terhadap 6

pasien dan 2 petugas pendaftaran pasien, didapatkan nilai

dampak dan peluang terjadinya sebagai berikut:

Tabel 4.3.1. Pengukuran Risiko Pendaftaran pasien di Klinik

Pratama Bina Husada Bakti yang masih belum menggunakan

sistem online

104
Identifikasi
Dampak Peluang
Risiko

Verbal Numeric Verbal Nu

Sangat Sangat

Buruk 5 Lama

Sekali Sekali

Buruk Sangat
4
Sekali Lama

Buruk 3 Lama
Pendaftaran
Baik 2 Cepat
pasien di Sangat Sangat
1
Klinik Baik Cepat

Pratama Bina Deskripsi Jawaban Responden

Husada Bakti Banyak


Peluang Dampak R
yang masih Responden

1 4 4
belum
2 4 4
menggunakan
3 5 5
sistem online
4 4 5

5 4 5

6 3 4

7 4 4

8 4 4

32 35

4 4,38 1

Dampak : Berpotensi pasien mengantri lebih dari 60 menit

105
Tabel 4.3.2. Pengukuran Risiko Antrian pasien ketika antrian

antara pasien BPJS dan umum disatukan

Identifikasi
Dampak Peluang
Risiko

Verbal Numeric Verbal Nume

Sangat Sangat

Buruk 5 Lama 5

Sekali Sekali

Buruk Sangat
Antrian 4 4
Sekali Lama
pasien Buruk 3 Lama 3

ketika Baik 2 Cepat 2

antrian Sangat Sangat


1 1
antara Baik Cepat

pasien Deskripsi Jawaban Responden

BPJS dan Banyak


Peluang Dampak Risi
Responden
umum
1 4 4 16
disatukan
2 4 4 16

3 4 4 16

4 4 5 20

5 4 5 20

6 4 4 16

106
7 4 4 16

8 4 4 16

32 34 136

4 4,25 17

Dampak : Berpotensi pasien mengantri lebih dari 60 menit

Tabel 4.3.3. Pengukuran Risiko Ada 1 (satu) petugas

pendaftaran pasien di Klinik Pratama Bina Husada Bakti

Identifikasi
Dampak Peluang
Risiko

Verbal Numeric Verbal Num

Sangat Sangat
Ada 1
Buruk 5 Lama 5
(satu)
Sekali Sekali
petugas Buruk Sangat
4 4
pendaftaran Sekali Lama

pasien di Buruk 3 Lama 3

Klinik Baik 2 Cepat 2

Pratama Sangat Sangat


1 1
Baik Cepat
Bina
Deskripsi Jawaban Responden
Husada
Banyak
Bakti Peluang Dampak Ris
Responden

1 4 4 1

107
2 4 4 1

3 5 5 2

4 4 5 2

5 4 5 2

6 4 4 1

7 4 4 1

8 4 4 1

33 35 14

4,13 4,38 18,

Dampak : Berpotensi pasien mengantri lebih dari 60 menit

Tabel 4.3.4. Pengukuran Risiko Kecepatan petugas dalam

memverifikasi data pasien BPJS

108
Identifikasi
Dampak Peluang
Risiko

Verbal Numeric Verbal N

Sangat Sangat

Buruk 5 Lama

Sekali Sekali

Buruk Sangat
4
Sekali Lama

Buruk 3 Lama

Baik 2 Cepat

Sangat Sangat
1
Kecepatan Baik Cepat

petugas dalam Deskripsi Jawaban Responden

memverifikasi Banyak
Peluang Dampak R
data pasien Responden

BPJS 1 3 3

2 3 3

3 2 2

4 3 4

5 2 3

6 3 4

7 4 4

8 4 4

24 35

109
3 4,38

Dampak : Berpotensi pasien mengantri lebih dari 60 menit

2. Rekam Medik

Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner dengan

didapatkan hasil identifikasi risiko, maka dapat diberikan

penilaian besarnya risiko yang terjadi pada bagian Rekam

Medik berdasarkan hasil focus group discussion terhadap 2

petugas Rekam Medik dan 6 pasien, didapatkan nilai dampak

dan peluang terjadinya sebagai berikut:

Tabel 4.3.5. Pengukuran Risiko Terpisahnya ruangan rekam

medik terhadap antrian pasien di Klinik Pratama Bina

Husada Bakti

Identifikasi
Dampak Peluang
Risiko

Verbal Numeric Verbal Num


Terpisahnya
Sangat Sangat
ruangan
Buruk 5 Lama
rekam
Sekali Sekali
medik
Buruk Sangat
terhadap 4
Sekali Lama
antrian
Buruk 3 Lama

110
pasien di Baik 2 Cepat

Klinik Sangat Sangat


1
Baik Cepat
Pratama
Deskripsi Jawaban Responden
Bina
Banyak
Husada Peluang Dampak Ris
Responden
Bakti
1 4 4 1

2 4 4 1

3 5 5 2

4 4 5 2

5 4 5 2

6 4 4 1

7 4 4 1

8 4 4 1

33 35 1

4,13 4,38 18

Dampak : Berpotensi pasien mengantri lebih dari 60 menit

111
Tabel 4.3.6. Pengukuran Risiko Hanya ada 1 (satu) petugas

rekam medik di Klinik Pratama Bina Husada Bakti

Identifikasi
Dampak Peluang
Risiko

Verbal Numeric Verbal Nume

Sangat Sangat

Buruk 5 Lama 5

Sekali Sekali

Buruk Sangat
Hanya ada 4 4
Sekali Lama
1 (satu)
Buruk 3 Lama 3
petugas Baik 2 Cepat 2

rekam Sangat Sangat


1 1
medik di Baik Cepat

Klinik Deskripsi Jawaban Responden

Pratama Banyak
Peluang Dampak Risi
Responden
Bina
1 4 4 16
Husada
2 4 4 16
Bakti
3 5 5 25

4 5 5 25

5 5 5 25

6 4 5 20

7 5 5 25

112
8 5 5 25

37 38 177

4,63 4,75 22,1

Dampak : Berpotensi pasien mengantri lebih dari 60 menit

Tabel 4.3.7. Pengukuran Risiko Penyusunan arsip Rekam

Medik yang masih menggunakan sistem manual

Identifikasi
Dampak Peluang
Risiko

Verbal Numeric Verbal Nu

Sangat Sangat

Buruk 5 Lama

Sekali Sekali
Penyusunan
Buruk Sangat
arsip Rekam 4
Sekali Lama
Medik yang
Buruk 3 Lama
masih
Baik 2 Cepat
menggunakan
Sangat Sangat
sistem 1
Baik Cepat
manual
Deskripsi Jawaban Responden

Banyak
Peluang Dampak R
Responden

1 4 4

113
2 4 4

3 5 5

4 5 5

5 4 5

6 4 4

7 4 4

8 4 4

34 35

4.25 4,38 1

Dampak : Berpotensi pasien mengantri lebih dari 60 menit

Tabel 4.3.8. Pengukuran Risiko Tidak adanya ruangan khusus

untuk arsip Rekam Medik

Identifikasi
Dampak Peluang
Risiko

Tidak Verbal Numeric Verbal Nume

Sangat Sangat
adanya
Buruk 5 Lama 5
ruangan
Sekali Sekali
khusus
Buruk Sangat
untuk 4 4
Sekali Lama
arsip
Buruk 3 Lama 3
Rekam
Baik 2 Cepat 2
Medik Sangat 1 Sangat 1

114
Baik Cepat

Deskripsi Jawaban Responden

Banyak
Peluang Dampak Risi
Responden

1 4 4 16

2 4 4 16

3 3 3 9

4 4 4 16

5 4 4 16

6 3 4 12

7 4 4 16

8 4 4 16

30 31 117

3,75 3,88 14,6

Dampak : Berpotensi pasien mengantri lebih dari 60 menit

3. Poli

Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner dengan

didapatkan hasil identifikasi risiko, maka dapat diberikan

penilaian besarnya risiko yang terjadi pada bagian poli

berdasarkan hasil focus group discussion terhadap 2 dokter

umum dan 6 pasien, didapatkan nilai dampak dan peluang

terjadinya sebagai berikut:

115
Tabel 4.3.9. Pengukuran Risiko Dokter yang bertugas hanya

ada 1 dokter umum dalam sehari

Identifikasi
Dampak Peluang
Risiko

Verbal Numeric Verbal Nume

Sangat Sangat

Buruk 5 Lama 5

Sekali Sekali

Buruk Sangat
4 4
Sekali Lama
Dokter
Buruk 3 Lama 3
yang Baik 2 Cepat 2

bertugas Sangat Sangat


1 1
hanya ada Baik Cepat

1 dokter Deskripsi Jawaban Responden

umum Banyak
Peluang Dampak Risi
Responden
dalam
1 4 4 16
sehari
2 4 4 16

3 5 5 25

4 5 5 25

5 4 5 20

6 5 5 25

7 4 5 20

116
8 4 5 20

35 38 167

4,38 4,75 20,8

Dampak : Berpotensi pasien mengantri lebih dari 60 menit

Tabel 4.3.10. Pengukuran Risiko Dokter datang terlambat

Identifikasi
Dampak Peluang
Risiko

Verbal Numeric Verbal Nume

Sangat Sangat

Buruk 5 Lama 5

Sekali Sekali

Buruk Sangat
4 4
Dokter Sekali Lama

datang Buruk 3 Lama 3

terlambat Baik 2 Cepat 2

Sangat Sangat
1 1
Baik Cepat

Deskripsi Jawaban Responden

Banyak
Peluang Dampak Risi
Responden

117
1 5 5 25

2 5 5 25

3 5 5 25

4 4 5 20

5 4 5 20

6 5 5 25

7 5 5 25

8 5 5 25

38 40 190

4,75 5 23,7

Dampak : Berpotensi pasien mengantri lebih dari 60 menit

118
Tabel 4.3.11. Pengukuran Risiko Ruangan poli umum hanya

ada 1 (satu) ruangan

Identifikasi
Dampak Peluang
Risiko

Verbal Numeric Verbal Nume

Sangat Sangat

Buruk 5 Lama 5

Sekali Sekali

Buruk Sangat
4 4
Sekali Lama

Buruk 3 Lama 3
Ruangan Baik 2 Cepat 2

poli Sangat Sangat


1 1
umum Baik Cepat

hanya ada Deskripsi Jawaban Responden

1 (satu) Banyak
Peluang Dampak Risi
Responden
ruangan
1 4 4 16

2 4 4 16

3 5 5 25

4 4 5 20

5 4 5 20

6 4 4 16

7 4 5 20

119
8 5 5 25

34 37 158

4,25 4,63 19,7

Dampak : Berpotensi pasien mengantri lebih dari 60 menit

Tabel 4.3.12. Pengukuran Risiko Koordinasi antara dokter

dengan petugas rekam medik dan petugas pendaftaran

Identifikasi
Dampak Peluang
Risiko

Verbal Numeric Verbal Num

Sangat Sangat

Koordinasi Buruk 5 Lama 5

Sekali Sekali
antara
Buruk Sangat
dokter 4 4
Sekali Lama
dengan
Buruk 3 Lama 3
petugas
Baik 2 Cepat 2
rekam
Sangat Sangat
medik dan 1 1
Baik Cepat
petugas
Deskripsi Jawaban Responden
pendaftaran Banyak
Peluang Dampak Ris
Responden

1 2 2 4

120
2 2 2 4

3 2 2 4

4 2 2 4

5 3 3 9

6 2 2 4

7 3 3 9

8 2 2 4

18 18 4

2,25 2,25 5,2

Dampak : Berpotensi pasien mengantri 60 menit

4. Apotek

Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner dengan

didapatkan hasil identifikasi risiko, maka dapat diberikan

penilaian besarnya risiko yang terjadi pada bagian apotek

berdasarkan hasil focus group discussion terhadap 2 apoteker

dan 6 pasien, didapatkan nilai dampak dan peluang terjadinya

sebagai berikut:

121
Tabel 4.3.13. Pengukuran Risiko Dibuatnya obat racikan di

apotik

Identifikasi
Dampak Peluang
Risiko

Verbal Numeric Verbal Nume

Sangat Sangat

Buruk 5 Lama 5

Sekali Sekali
Dibuatnya
Buruk Sangat
obat 4 4
Sekali Lama
racikan di
Buruk 3 Lama 3
apotik
Baik 2 Cepat 2

Sangat Sangat
1 1
Baik Cepat

Deskripsi Jawaban Responden

122
Banyak
Peluang Dampak Risi
Responden

1 3 3 9

2 4 4 16

3 3 3 9

4 3 3 9

5 3 3 9

6 3 4 12

7 3 3 9

8 3 3 9

25 26 82

3,13 3,25 10,2

Dampak : Berpotensi pasien mengantri lebih dari 60 menit

123
Tabel 4.3.14. Pengukuran Risiko Obat yang disediakan oleh

apotik Klinik Pratama Bina Husada Bakti sudah lengkap dan

banyak

Identifikasi
Dampak Peluang
Risiko

Verbal Numeric Verbal Nume

Sangat Sangat

Buruk 5 Lama 5
Obat yang
Sekali Sekali
disediakan
Buruk Sangat
oleh 4 4
Sekali Lama
apotik Buruk 3 Lama 3

Klinik Baik 2 Cepat 2

Pratama Sangat Sangat


1 1
Bina Baik Cepat

Husada Deskripsi Jawaban Responden

Bakti Banyak
Peluang Dampak Risi
Responden
sudah
1 2 2 4
lengkap
2 2 2 4
dan
3 2 2 4
banyak
4 2 2 4

5 2 2 4

6 2 2 4

124
7 2 2 4

8 2 2 4

16 16 32

2 2 4

Dampak : Berpotensi pasien mengantri 60 menit

Tabel 4.3.15. Pengukuran Risiko Petugas apotik di Klinik

Pratama Bina Husada Bakti yang berjumlah 5 (lima) petugas

Identifikasi
Dampak Peluang
Risiko

Verbal Numeric Verbal Nume


Petugas
Sangat Sangat
apotik di
Buruk 5 Lama 5
Klinik
Sekali Sekali
Pratama
Buruk 4 Sangat 4

125
Bina Sekali Lama

Husada Buruk 3 Lama 3

Bakti yang Baik 2 Cepat 2

Sangat Sangat
berjumlah 1 1
Baik Cepat
5 (lima)
Deskripsi Jawaban Responden
petugas
Banyak
Peluang Dampak Risi
Responden

1 2 2 4

2 2 2 4

3 2 2 4

4 2 2 4

5 2 2 4

6 2 2 4

7 2 2 4

8 2 2 4

16 16 32

2 2 4

Dampak : Berpotensi pasien mengantri 60 menit

126
Tabel 4.3.16. Pengukuran Risiko Apoteker kesulitan membaca

resep dokter

Identifikasi
Dampak Peluang
Risiko

Verbal Numeric Verbal Nume

Sangat Sangat

Buruk 5 Lama 5

Sekali Sekali

Buruk Sangat
4 4
Sekali Lama

Buruk 3 Lama 3
Apoteker
Baik 2 Cepat 2
kesulitan
Sangat Sangat
membaca 1 1
Baik Cepat
resep
Deskripsi Jawaban Responden
dokter
Banyak
Peluang Dampak Risi
Responden

1 3 3 9

2 4 4 16

3 3 4 12

4 4 4 16

5 4 4 16

127
6 4 4 16

7 3 4 12

8 3 4 12

28 31 109

3,5 3,88 13,6

Dampak : Berpotensi pasien mengantri lebih dari 60 menit

E. Analisis Risiko

Analisis risiko digunakan untuk penentuan kriteria risiko

yang terjadi pada departemen masing-masing. Analisis risiko

adalah analisis dampak dan kemungkinan semua risiko yang

dapat menghambat tercapainya sasaran organisasi. Analisis risiko

mencakup pertimbangan dan mengkombinasikan estimasi

terhadap consequence (dampak) dan likelihood di dalam konteks

untuk mengambil tindakan pengendalian.

1. Pendaftaran Pasien

Berdasarkan hasil pengukuran risiko bagian pendaftaran

pasien, didapatkan analisis risiko sebagai berikut:

Tabel 4.4.1. Penentuan Risiko pada Pendaftaran Pasien

Id Dampak X Peluang Terjadi K

ent S S H rit

ifi k k a eri

128
ka o o s a

si r r i Ri

Ri l si

sik D P ko

o a e R

m l i

p u s

a a i

k n k

g o

Pe

nd

aft

ara

n U

pas 1 na
4
ien 7 cc
,
di 4 , ep
3
Kli 5 ta
8
nik 2 bl

Pra e

ta

ma

Bi

na

129
Hu

sad

Ba

kti

ya

ng

ma

sih

bel

um

me

ng

gu

na

ka

sist

em

onl

ine

An 4 U

tria , 1 na
4
n 2 7 cc

pas 5 ep

130
ien ta

ket bl

ika e

ant

ria

ant

ara

pas

ien

BP

JS

da

um

um

dis

atu

ka

Ad 1 U
4 4
a1 8 na
, ,
(sa , cc
3 1
tu) 0 ep
8 3
pet 8 ta

131
ug bl

as e

pe

nd

aft

ara

pas

ien

di

set

iap

shi

ft

di

Kli

nik

Pra

ta

ma

Bi

na

Hu

sad

132
Ba

kti

Ke

ce

pat

an

pet

ug

as

dal U

am 1 na
4
me 3 cc
,
mv 3 , ep
3
eri 1 ta
8
fik 4 bl

asi e

dat

pas

ien

BP

JS

Nil (17,52 + 17 + 18,08 + 13,14) : 4 = 65,74 : 4 =

ai 16,44

133
rat

a-

rat

risi

ko

de

par

te

me

Sumber: Dioleh Sendiri, Tahun 2019.

2. Rekam Medik

Berdasarkan hasil pengukuran risiko bagian Rekam

Medik, didapatkan analisis risiko sebagai berikut:

Tabel 4.4.2. Penentuan Risiko pada Rekam Medik

Id Dampak X Peluang Terjadi Kr

en S S H ite

tifi k k a ria

ka o o s Ri

134
si r r i sik

Ri l o

sik D P

o a e R

m l i

p u s

a a i

k n k

g o

Te

rpi

sa

hn

ya

ru Un
1
an 4 4 ac
8
ga , , ce
,
n 3 1 pt
0
re 8 3 ab
9
ka le

me

di

ter

135
ha

da

ant

ria

pa

sie

di

Kl

ini

Pr

ata

ma

Bi

na

Hu

sa

da

Ba

kti

Ha 4 4 2 Un

ny , , 1 ac

136
a 7 6 , ce

ad 5 3 1 pt

a1 0 ab

(sa le

tu)

pet

ug

as

re

ka

me

di

di

Kl

ini

Pr

ata

ma

Bi

na

Hu

sa

137
da

Ba

kti

Pe

ny

us

un

an

ars

ip

Re

ka Un
1
m 4 4 ac
8
M , . ce
,
edi 3 2 pt
6
k 8 5 ab
2
ya le

ng

ma

sih

me

ng

gu

na

ka

138
n

sis

te

ma

nu

al

Ti

da

ad

an

ya

ru Un
1
an 3 3 ac
4
ga , , ce
,
n 8 7 pt
5
kh 8 5 ab
5
us le

us

un

tu

ars

ip

139
Re

ka

edi

Ni

lai

rat

a-

rat

ris (18,09 + 21,10 + 18,62 + 14,55) : 4 = 72,36 : 4 =

ik 18,09

de

pa

rte

me

Sumber: Dioleh Sendiri, Tahun 2019.

3. Poli

Berdasarkan hasil pengukuran risiko bagian poli,

didapatkan analisis risiko sebagai berikut:

Tabel 4.4.3. Penentuan Risiko pada Poli

140
I Dampak X Peluang Terjadi

d S H
S
e k a
k
n o s
o
ti r i Kri
r
fi l teri

k P a
D
a e R Ris
a
si l i iko
m
R u s
p
is a i
a
ik n k
k
o g o

kt

er
2 Un
y 4 4
0 acc
a , ,
, ept
n 7 3
8 abl
g 5 8
1 e
b

er

tu

141
as

kt

er

al

se

ar

142
i

kt

er

at 2 Un
4
a 3 acc
,
n 5 , ept
7
g 7 abl
5
te 5 e

rl

at

a 1 Un
4 4
n 9 acc
, ,
g , ept
6 2
a 6 abl
3 5
n 8 e

ol

143
i

(s

at

u)

ru

K 2 2 5 Sup

o , , , ple

144
or 2 2 0 me

di 5 5 6 nta

n ry

as Iss

i ue

nt

ar

kt

er

et

as

re

145
k

di

et

as

af

ta

ra

N (20,81 + 23,75 + 19,68 + 5,06) : 4 = 69,3 : 4 =

il 17,33

146
ai

ra

ta

ra

ta

ri

si

ar

te

Sumber: Dioleh Sendiri, Tahun 2019.

4. Apotek

Berdasarkan hasil pengukuran risiko bagian Apotek,

didapatkan analisis risiko sebagai berikut:

Tabel 4.4.4. Penentuan Risiko pada Apotek

I Dampak X Peluang Terjadi Kr

147
d S H ite
S
e k a ria
k
nt o s Ri
o
ifi r i sik
r
k l o

as P
D
i e R
a
R l i
m
is u s
p
ik a i
a
o n k
k
g o

ib

at

n 1
3 3
y 0
, , Iss
a ,
2 1 ue
o 1
5 3
b 7

at

ra

ci

148
a

di

ot

ik

at

di Ac

se ce
2 2 4
di pta

a ble

ol

149
p

ot

ik

li

ni

Pr

at

in

us

kt

su

150
d

le

et
Ac
u
ce
g 2 2 4
pta
as
ble
a

151
ot

ik

di

li

ni

Pr

at

in

us

kt

152
a

er

ju

la

(li

a)

et

as

p 1 Un
3
ot 3 3 ac
,
e , , ce
8
k 5 5 pta
8
er 8 ble

153
es

ul

it

ac

re

se

kt

er

il

ai

ra (10,17 + 4 + 4 + 13,58) : 4 = 31,75 : 4 = 7,94

ta

ra

154
ta

ri

si

ar

te

Sumber: Dioleh Sendiri, Tahun 2019.

F. Evaluasi Risiko

Langkah evaluasi memastikan bahwa tidak semua risiko

yang teridentifikasi memerlukan rencana pengendalian lebih

lanjut. Berdasarkan daftar jenis risiko pada semua departemen di

Klinik Pratama Bina Husada Bakti tersebut didapatkan bahwa

total jenis risiko sebanyak 16 dengan kategori Acceptable sebanyak

2, kategori Issue sebanyak 1, kategori Supplementary Issue sebanyak 1

dan kategori Unacceptable sebanyak 12. Hasil dari analisis risiko

155
akan disampaikan kepada penanggung jawab tertinggi pengelola

risiko di unit kerja untuk dilakukan validasi.

Hasil validasi akan digunakan untuk menetapkan rencana

langkah-langkah sistem pengendalian untuk menurunkan

kemungkinan terjadinya risiko maupun untuk menurunkan

dampak terjadinya risiko pada setiap departemen. Evaluasi yang

dilakukan untuk setiap departemen di Klinik Pratama Bina

Husada Bakti adalah sebagai berikut:

1. Pendaftaran Pasien

Pendaftaran pasien didapatkan 4 risiko yang termasuk

pada kategori Unacceptable yang artinya adalah diperlukan

tindakan segera untuk mengelola risiko. Berdasarkan hasil

analisis risiko yang terdapat pada tabel 4.4.1, maka didapatkan

bahwa proses survey dan observasi di lapangan, yaitu di

Pendaftaran Pasien dengan nilai rata-rata 16,44.

Berdasarkan data di lapangan, diketahui bahwa terdapat

perbedaan waktu tunggu antara pasien baru dengan pasien

lama, yaitu:

Tabel 4.5.1. Perbedaan Waktu Tunggu antara Pasien Baru

dengan Pasien Lama di Pendaftaran Pasien

Pasien Baru Pasien Lama S

M D M D e

e e e e li

156
n t n t s

i i i i i

t k t k h

it
2 4 1 3
1
0 5 5 0
5

ti

Sumber: Klinik Pratama Bina Husada Bakti

Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas Rekam

Medik, maka telah dilakukan evaluasi dari daftar risiko yang

kategori Unacceptable sebagai berikut:

a. Terhadap pendaftaran pasien di Klinik Pratama Bina

Husada Bakti yang masih menggunakan sistem manual,

maka diagramnya adalah sebagai berikut:

Diagram Risiko 4.1. Untuk Tercapainya Pengurangan

Antrian Pasien di Pendaftaran Pasien

157
5 1 1 2 2
5 4,38 17,63
0 5 0 5

4 8 1 1 2

4 2 6 0

3 6 9 1 1
3
2 5

2 4 6 8 1
2
0

1 1 2 3 4 4 5

1 2 3 4 5

Manajemen risiko (mitigasi peluang dan dampak

risiko) bagi Klinik Pratama Bina Husada Bakti.

1) Mitigasi peluang :

Menggunakan sistem online melalui sms ke nomor

whatsapp yang disediakan oleh Klinik Pratama Bina

Husada Bakti atau dapat pula membuat program situs

Klinik Pratama Bina Husada Bakti yang mencangkup

pendaftaran atau melalui Anjungan Pendaftaran Mandiri

158
(APM) yang merupakan inovasi layanan system on line

berbasis teknologi dan Informasi (IT) sehingga calon

pasien ketika datang ke klinik, hanya perlu konfirmasi

kedatangannya saja dan mengambil nomor urut. Selain

daripada itu, Klinik dapat menerapkan sistem yang

digunakan oleh rumah sakit seperti Hospital Information

Systems, (HIS) sebagai upaya untuk manajemen

administrasi dan medis, sehingga dengan menggunakan

sistem tersebut, diharapkan dengan cepat untuk

mengurangi antrian pasien sehingga dapat meningkatkan

kepuasan pasien.

Hal tersebut sebagaimana dalam penelitian yang

dilakukan oleh Aslam Fatkhudin dan Dwi Nur Alifiani

(2017: 56) yang menyatakan bahwa Sistem Informasi

pendaftaran pada Klinik dr.Veri Berbasis Android ini

telah berhasil dibuat dengan menggunakan framework

Ionic dan framework AngularJS sebagai front-end, PHP

sebagai back-end, dan MySQL sebagai database,

sehingga dengan sistem ini dapat dibuat dengan

beberapa fasilitas-fasilitas yang dapat digunakan,

diantaranya untuk mendaftar periksa dan juga ada

pemberitahuan untuk mengetahui nomor antrian serta

dapat menulis keluhan pasien yang akan mendaftar

159
periksa. Oleh karena itu, diperlukan pengadaan alat

komunikasi handphone yang khusus untuk pendaftaran

pasien, dan komputer yang menggunakan framework

Ionic dan framework AngularJS sebagai front-end, PHP

sebagai back-end, dan MySQL sebagai database.

2) Mitigasi dampak:

a) Sosialisasi kepada pasien untuk datang lebih pagi

atau booking jadwal sehari sebelumnya, sehingga

pasien dapat mengetahui perkiraan kedatangan ke

klinik.

b) Memberikan buku bacaan seperti koran dan majalah

untuk media pasien dalam menunggu antrian.

c) Menyediakan makan ringan dan minuman agar

pasien tidak perlu keluar dari klinik untuk membeli

makanan dan minuman.

b. Terhadap antrian pasien ketika antrian antara pasien BPJS

dan umum disatukan, maka diagramnya adalah sebagai

berikut:

Diagram Risiko 4.2. Untuk Tercapainya Pengurangan

Antrian Pasien Antara Pasien Umum dengan Pasien BPJS

160
5 1 1 2 2
5 4,25 17
0 5 0 5

4 8 1 1 2

4 2 6 0

3 6 9 1 1
3
2 5

2 4 6 8 1
2
0

1 1 2 3 4 4 5

1 2 3 4 5

Manajemen risiko (mitigasi peluang dan dampak

risiko) bagi Klinik Pratama Bina Husada Bakti.

1) Mitigasi peluang :

Dipisahnya loket pendaftaran untuk pasien BPJS

dan pasien umum. Namun demikian, loket pendaftaran

untuk pasien umum sifatnya hanyalah situasional.

Artinya loket tersebut hanya dibuka khusus ketika

kedatangan pasien umum yang mendaftar. Hal tersebut

sebagaimana dalam penelitian yang dilakukan oleh Ade

161
Selvia Septiani (2017: 11), bahwa penambahan loket

diperlukan untuk mengurangi waktu tunggu dan antrian

yang panjang. Oleh karena itu, diperlukan pengadaan

meja dan bangku serta loket khusus dengan penanda

tulisan “Loket Khusus Pasien Non BPJS”.

2) Mitigasi dampak :

a) Sosialisasi kepada pasien, khususnya pasien umum,

apabila hendak memeriksa kesehatan di klinik, dapat

memberitahukan kepada petugas pendaftaran sebagai

pasien umum, sehingga dapat diprioritaskan

pelayanannya.

b) Membuat pengumuman dan menyebarkan pamflet

bahwa Klinik Pratama Bina Husada Bakti melayani

dan memprioritaskan pelayanan kepada pasien

umum.

Hal tersebut dikarenakan 90% pasien yang datang ke

Klinik Pratama Bina Husada Bakti adalah pasien kategori

BPJS, sehingga apabila terdapat permasalahan terutama

untuk pasien BPJS yang akan minta surat rujukan atau

adanya melakukan tindakan di klinik, dimana harus

konfirmasi terlebih dahulu ke BPJS pusat bisa ditangani

dengan cepat dan pasien umum termasuk pasien asuransi

dalam pelayanannya tidak perlu menunggu lama, karena

162
terpisah loket pendaftarannya. Pemisahan loket khusus

pasien umum juga berguna dalam upaya meningkatkan

jumlah pasien umum yang berkunjung ke Klinik Pratama

Bina Husada Bakti.

c. Terhadap hanya ada 1 (satu) petugas pendaftaran pasien di

Klinik Pratama Bina Husada Bakti dalam setiap shift, maka

diagramnya adalah sebagai berikut:

Diagram Risiko 4.3. Untuk Tercapainya Pengurangan

Antrian Pasien Terhadap Jumlah Petugas Pendaftaran

5 1 1 2 2
5 4,38 18,13
0 5 0 5

4 8 1 1 2

4 2 6 0

3 6 9 1 1
3
2 5

2 4 6 8 1
2
4,13 0

163
1 1 2 3 4 5

1 2 3 4 5

Manajemen risiko (mitigasi peluang dan dampak

risiko) bagi Klinik Pratama Bina Husada Bakti.

1) Mitigasi peluang :

Penambahan jumlah petugas pendaftaran menjadi 3

(tiga) petugas dalam setiap shift, sehingga dapat

menggunakan sistem multichannel, single – phase

system, di mana ada dua tempat pendaftaran pasien

dialiri oleh antrian pasien BPJS dan satu tempat

pendaftaran pasien umum. Hal tersebut sebagaimana

dalam penelitian yang dilakukan oleh Syarifah

Wihdaniah (2018: 236) yang menyatakan bahwa dengan

menerapkan alternatif perubahan komposisi server

menggunakan Multiple Channel Query System (M/M/s)

dalam memperbaiki sistem antrian di RSUD Haji

Makassar di ketahui bahwa terjadi banyak perubahan

dalam sistem antrian yang mengarah ke peningkatan

efesiensi dan optimalisasi kinerja pelayanan pasien

rawat jalan. Oleh karena itu, klinik dapat membuka

lowongan pekerjaan khusus yang sudah memiliki

pengalaman dalam hal menghadapi antrian pasien

2) Mitigasi dampak :

164
a) Sosialisasi kepada pasien untuk datang lebih pagi atau

booking jadwal sehari sebelumnya, sehingga pasien

dapat mengetahui perkiraan kedatangan ke klinik.

b) Memberikan informasi kepada pasien bahwa klinik

sedang dalam proses perbaikan sistem pendaftaran

dari manual menjadi online.

Adapun terkait dengan mitigasi peluang, dengan

menggunakan skema sistem multichannel, single – phase

system, di mana ada dua tempat pendaftaran pasien dialiri

oleh antrian pasien BPJS dan satu tempat pendaftaran

pasien umum sebagaimana gambar di bawah ini:

Gambar 4.1. Skema Antrian Pasien di Unit Pendaftaran

Pasien

Pendaftaran

Pasien BPJS

Antrian Pendaftaran

Pasien BPJS
Pasien

Pendaftaran

Pasien Umum
d. Terhadap kecepatan petugas dalam memverifikasi data

pasien BPJS, maka diagramnya adalah sebagai berikut:

165
Diagram Risiko 4.4. Untuk Tercapainya Pengurangan

Antrian Pasien Terhadap Kecepatan Petugas Dalam

Memverifikasi Data Pasien BPJS

5 1 1 2 2
5 4,38 10,5
0 5 0 5

4 8 1 1 2

4 2 6 0

3 6 9 1 1
3
2 5

2 4 6 8 1
2
0

1 1 2 3 3 4 5

1 2 3 4 5

Manajemen risiko (mitigasi peluang dan dampak

risiko) bagi Klinik Pratama Bina Husada Bakti.

1) Mitigasi peluang :

Memberikan pelatihan dan sharing knowledge dari

karyawan senior ke karyawan yunior dalam

166
memverifikasi data pasien terutama pasien BPJS, agar

bisa menguasai dan menangani jika ada permasalahan

yang terkait dengan data di BPJS pusat. Oleh karena itu,

klinik perlu untuk membuat buku panduan daftar

penyelesaian permasalahan verifikasi data pasien BPJS

2) Mitigasi dampak:

Petugas pendaftaran membuat data pasien sesuai

dengan abjad dan juga menggunakan sistem

komputerisasi, sehingga verifikasi data dapat lebih

cepat.

2. Rekam Medik

Rekam Medik didapatkan 4 risiko yang termasuk pada

kategori Unacceptable yang artinya adalah diperlukan

tindakan segera untuk mengelola risiko. Berdasarkan hasil

analisis risiko yang terdapat pada tabel 4.4.2, maka didapatkan

bahwa proses survey dan observasi di lapangan, yaitu di

Rekam Medik dengan nilai rata-rata 18,09.

Berdasarkan data di lapangan, diketahui bahwa terdapat

perbedaan waktu tunggu antara pasien baru dengan pasien

lama, yaitu:

Tabel 4.5.2. Perbedaan Waktu Tunggu antara Pasien Baru

dengan Pasien Lama di Rekam Medik

Pasien Baru Pasien Lama S

167
M D M D e

e e e e li

n t n t s

i i i i i

t k t k h

1 3 it
0 0
5 0 3

ti

Sumber: Klinik Pratama Bina Husada Bakti

Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas Rekam

Medik, maka telah dilakukan evaluasi dari daftar risiko yang

kategori Unacceptable sebagai berikut:

168
a. Terhadap terpisahnya ruangan rekam medik terhadap

antrian pasien di Klinik Pratama Bina Husada Bakti, maka

diagramnya adalah sebagai berikut:

Diagram Risiko 4.5. Untuk Tercapainya Pengurangan

Antrian Pasien Atas Terpisahnya Ruangan Rekam Medik

5 1 1 2 2
5 4,38 18,13
0 5 0 5

4 8 1 1 2

4 2 6 0

3 6 9 1 1
3
2 5

2 4 6 8 1
2
0

1 1 2 3 4,13 4 5

1 2 3 4 5

169
Manajemen risiko (mitigasi peluang dan dampak

risiko) bagi Klinik Pratama Bina Husada Bakti.

1) Mitigasi peluang :

Dipisahnya ruangan rekam medik merupakan hal

yang baik, oleh karena sesuai dengan Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269 Tahun 2008,

penyedia sarana kesehatan wajib memiliki ruangan

khusus untuk menyimpan rekam medik. Oleh karena itu,

diperlukan pengadaan ruangan khusus untuk rekam

medik dengan penanda tulisan “Rekam Medik” yang

dilengkapi dengan lemari penyimpanan berkas sesuai

standar Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 269 Tahun 2008 tentang Rekam

Medis.

2) Mitigasi dampak :

a) Sosialisasi kepada pasien bahwa ruangan khusus

untuk rekam medik sedang dibangun.

b) Memberikan buku bacaan seperti koran dan majalah

untuk media pasien dalam menunggu antrian.

c) Menyediakan makan ringan dan minuman agar

pasien tidak perlu keluar dari klinik untuk membeli

makanan dan minuman.

170
b. Terhadap hanya ada 1 (satu) petugas rekam medik di Klinik

Pratama Bina Husada Bakti, maka diagramnya adalah

sebagai berikut:

Diagram Risiko 4.6. Untuk Tercapainya Pengurangan

Antrian Pasien Dengan Penambahan Petugas Rekam

Medik di Klinik Pratama Bina Husada Bakti

5 1 1 2 2
5 4,75 22,13
0 5 0 5

4 8 1 1 2

4 2 6 0

3 6 9 1 1
3
2 5

2 4 6 8 1
2
0

1 1 2 3 4 4,63 5

1 2 3 4 5

Manajemen risiko (mitigasi peluang dan dampak

risiko) bagi Klinik Pratama Bina Husada Bakti.

171
1) Mitigasi peluang :

a) Direkomendasikan untuk penambahan petugas

Rekam Medik menjadi 3 (tiga) dengan masing-

masing petugas memiliki tugas dan tanggung

jawabnya, seperti:

1) Menerima daftar Rekam Medik pasien yang akan

diberikan kepada dokter;

2) Melakukan pencarian terhadap Rekam Medik yang

dibutuhkan dan mengembalikan kembali berkas

Rekam Medik dari rak penyimpanan baik untuk

pelayanan pasien

3) Mencatat dokumen Rekam Medik pasien rawat

jalan dan darurat yang sudah dikembalikan ke

dalam buku register;

4) Mensortir berkas Rekam Medik yang akan dikirim

sesuai poli klinik yang dituju.

Berdasarkan hal tersebut, maka klinik dapat

membuka lowongan pekerjaan yang memiliki

pengalaman di bidang rekam medik dan juga

memberikan pelatihan atau diklat rekam medis atau

manajemen rekam medis dasar kepada seluruh

petugas rekam medik

172
b) Diperlukan juga pelatihan atau diklat tentang rekam

medis manajemen dasar sebagaimana dalam

penelitian yang dilakukan oleh Suhartinah, dkk

(2019: 121) yang menyatakan bahwa secara kualitatif

petugas rekam medis di RSU Pindad Turen belum

pernah mengikuti pelatihan atau diklat rekam medis

atau manajemen rekam medis dasar. Sehingga perlu

dilakukan pelatihan atau diklat tentang rekam medis

manajemen dasar.

2) Mitigasi dampak :

a) Sosialisasi kepada pasien bahwa oleh karena petugas

rekam medik hanya satu, maka pencarian data rekam

medik menjadi lama.

b) Memberikan buku bacaan seperti koran dan majalah

untuk media pasien dalam menunggu antrian.

c) Menyediakan makan ringan dan minuman agar

pasien tidak perlu keluar dari klinik untuk membeli

makanan dan minuman.

c. Penyusunan arsip Rekam Medik yang masih menggunakan

sistem manual, maka diagramnya adalah sebagai berikut:

Diagram Risiko 4.7. Untuk Tercapainya Pengurangan

Antrian Pasien Melalui Penyusunan Rekam Medik

Berbasis Komputer

173
5 1 1 2 2
5 4,38 18,13
0 5 0 5

4 8 1 1 2

4 2 6 0

3 6 9 1 1
3
2 5

2 4 6 8 1
2
0

1 1 2 3 4,25 4 5

1 2 3 4 5

Manajemen risiko (mitigasi peluang dan dampak

risiko) bagi Klinik Pratama Bina Husada Bakti.

1) Mitigasi peluang :

Merekomendasikan dengan menyediakan sarana

dan prasarana berupa komputer dengan program

penyusunan perberkasan arsip sesuai standar yang

ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 269 Tahun 2008, yang memuat:

174
a) Data base pasien dalam komputer atau Kartu Indeks

Utama Pasien;

b) Dokumen Rekam Medik pasien baru dan lama;

c) Rekam Medik yang tersusun dalam rak penyimpanan;

d) Buku ekspedisi distribusi Rekam Medik ke

poliklinik;

e) Pencatatan waktu pengiriman / distribusi Rekam

Medik.

Hal tersebut sebagaimana dalam penelitian yang

dilakukan oleh Novita Nuraini (2015: 153) yang

menyatakan proses data base rekam medik

menggunakan Coding yang dilaksanakan sembari

petugas melaksanakan proses indeksing ke dalam

komputer. Petugas mengkoding menggunakan acuan

software ICD 10 untuk kode diagnosis primer dan

sekunder atau menggunakan daftar ringkasan koding dan

tidak mengkomunikasikan ke dokter bila tulisan

diagnosis tidak jelas. Keakuratan koding masih kurang

dikarenakan tidak menyertakan kode komplikasi

penyakit dan tindakan medis yang diberikan kepada

pasien. Oleh karena itu, klinik perlu melakukan

pengadaan komputer yang menggunakan acuan software

175
ICD 10 untuk kode diagnosis primer dan sekunder, serta

disediakannya meja dan bangku

2) Mitigasi dampak :

a) Sosialisasi kepada pasien bahwa penyusunan rekam

medik dalam proses perubahan dari manual menjadi

komputerisasi.

b) Memberikan buku bacaan seperti koran dan majalah

untuk media pasien dalam menunggu antrian.

c) Menyediakan makan ringan dan minuman agar

pasien tidak perlu keluar dari klinik untuk membeli

makanan dan minuman.

d. Tidak adanya ruangan khusus yang layak untuk arsip

Rekam Medik, maka diagramnya adalah sebagai berikut:

Diagram Risiko 4.8. Untuk Tercapainya Pengurangan

Antrian Pasien Dengan Adanya Ruangan Khusus Yang

Layak Untuk Arsip Rekam Medik

5 1 1 2 2
5
0 5 0 5

4 8 1 1 2
3,88 14,63
4 2 6 0

176
3 6 9 1 1
3
2 5

2 4 6 8 1
2
0

1 1 2 3 3,75 4 5

1 2 3 4 5

Manajemen risiko (mitigasi peluang dan dampak

risiko) bagi Klinik Pratama Bina Husada Bakti.

1) Mitigasi peluang :

Merekomendasikan dengan menyediakan ruangan

khusus untuk Rekam Medik dengan ketentuan ruangan

tersebut adalah sebagai berikut:

a) Untuk suhu udara di ruang penyimpanan Rekam

Medik berkisar antara 18-28 ˚C sedangkan

kelembaban 50 % – 65 %.

b) Menurut Kepmenkes No. 1405 tahun 2012, intensitas

cahaya diruang kerja minimal 100 lux.

c) Ruangan terhindar dari serangan hama, perusak atau

pemakan kertas arsip, antara lain jamur, rayap,

ngengat.

177
d) Alat penyimpanan Rekam Medik yang umum dipakai

adalah rak terbuka (open self file unit), lemari lima

laci (five-drawer file cabinet), dan roll o’pack.

e) Jarak antara dua buah rak untuk lalu lalang, selebar

90 cm. Jika menggunakan lemari lima laci dijejer satu

baris, ruangan lowong didepannya harus 90 cm, jika

diletakkan saling berhadapan harus disediakan ruang

lowong paling tidak 150 cm, untuk memungkinkan

membuka laci-laci tersebut. (Dep.Kes, 1991 : 24).

Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Muhammad Ashim dan Maryani

Setyowati (2016: 5) yang menyatakan bahwa suhu

ruang penyimpanan arsip harus dibangun dan diatur

sebaik mungkin hingga mendukung keawetan arsip

yang diantaranya ruang dilengkapi dengan

penerangan, pengaturan temperatur ruangan dan AC

yang bermanfaat untuk mengendalikan kelembaban

udara yang baik sekitar 50-60% dan temperatur

sekitar 60-75 oF atau 18,8-24,24 oC. Jadi jika suhu

dan kelembabanya tinggi mengakibatkan dokumen

akan cepat rusak. Oleh karena itu, klinik perlu untuk

pengadaan ac, lemari, lampu yang sesuai dengan

standar yang telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri

178
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269 Tahun

2008.

2) Mitigasi dampak :

a) Mengadakan lemari yang berkualitas agar suhu dalam

lemari penyimpanan dapat terjaga, sehingga data

rekam medik terhindar dari serangga seperti rayap.

b) Memberikan buku bacaan seperti koran dan majalah

untuk media pasien dalam menunggu antrian.

c) Menyediakan makan ringan dan minuman agar

pasien tidak perlu keluar dari klinik untuk membeli

makanan dan minuman.

3. Poli

Poli mendapatkan 3 risiko yang Unacceptable yang

artinya adalah diperlukan tindakan segera untuk mengelola

risiko dan 1 risiko Supplementary Issue. Berdasarkan hasil

analisis risiko yang terdapat pada Tabel 4.4.3, maka

didapatkan bahwa proses survey dan observasi di lapangan,

yaitu di Poli dengan nilai rata-rata 17,33.

179
Berdasarkan data di lapangan, diketahui bahwa tidak

terdapat perbedaan waktu tunggu antara pasien baru dengan

pasien lama, yaitu:

Tabel 4.13. Perbedaan Waktu Tunggu antara Pasien Baru

dengan Pasien Lama di Poli

Pasien Baru Pasien Lama S

M D M D e

e e e e li

n t n t s

i i i i i

t k t k h

3 3 3 3 it

0 0 0 0 0

ti

Sumber: Klinik Pratama Bina Husada Bakti

180
Berdasarkan hasil wawancara dengan dokter umum,

maka telah dilakukan evaluasi dari daftar risiko yang kategori

Unacceptable sebagai berikut:

a. Dokter yang bertugas hanya ada 1 dokter umum dalam

sehari, maka diagramnya adalah sebagai berikut:

Diagram Risiko 4.9. Untuk Tercapainya Pengurangan

Antrian Pasien Melalui Penambahan Dokter Umum

5 1 1 2 2
5 4,75 20,88
0 5 0 5

4 8 1 1 2

4 2 6 0

3 6 9 1 1
3
2 5

2 4 6 8 1
2
0

1 1 2 3 4 4,38 5

1 2 3 4 5

181
Manajemen risiko (mitigasi peluang dan dampak

risiko) bagi Klinik Pratama Bina Husada Bakti.

1) Mitigasi peluang :

Direkomendasikan dalam setiap shift, maka dokter

yang bertugas akan di tambah 1 (satu), sehingga dokter

yang bertugas menjadi 2 (dua) dokter umum dalam 1

(satu) shift. Hal tersebut sebagaimana dalam penelitian

yang dilakukan oleh Nunung Nurhasanah, Siti Nurlina

dan Tri Nugroho (2015: 74) yang menyatakan bahwa

Dengan jumlah dokter yang melayani hanya satu orang

dan tingkat kedatangan pasien sebanyak 17 orang

menyebabkan terjadinya penumpukan di ruang tunggu

pasien sebelum mendapatkan pelayanan dari

dokter,sehingga setiap pasien harus menunggu selama

107,18 menit atau selama 1,78 jam. Oleh karena itu,

klinik dapat membuka lowongan pekerjaan untuk dokter

umum.

2) Mitigasi dampak :

a) Sosialisasi kepada pasien bahwa dokter yang bertugas

akan ditambah menjadi 2 (dua) untuk melayani

keseluruhan pasien.

b) Memberikan buku bacaan seperti koran dan majalah

untuk media pasien dalam menunggu antrian.

182
c) Menyediakan makan ringan dan minuman agar

pasien tidak perlu keluar dari klinik untuk membeli

makanan dan minuman.

b. Terhadap Dokter datang terlambat tentunya akan membuat

pasien menunggu lebih lama dan berakibat penumpukan

pasien hingga keluar klinik. Adapun diagramnya adalah

sebagai berikut:

183
Diagram Risiko 4.10. Untuk Tercapainya Pengurangan

Antrian Dengan Kedisiplinan Dokter

55 1 1 2 2
23,75
5
0 5 0 5

4 8 1 1 2

4 2 6 0

3 6 9 1 1
3
2 5

2 4 6 8 1
2
0

1 1 2 3 4 4,75 5

1 2 3 4 5

Manajemen risiko (mitigasi peluang dan dampak

risiko) bagi Klinik Pratama Bina Husada Bakti.

1) Mitigasi peluang :

Adanya kesadaran dari dokter umum untuk datang

lebih awal. Pemberian sanksi berupa teguran secara

tertulis menjadi salah satu upaya agar kesadaran dokter

184
terhadap kedisiplinan profesinya dapat terjaga daftar.

Hal tersebut sebagaimana dalam penelitian yang

dilakukan oleh David, Tita Hariyanti, dan Erika

Widayanti L (2014: 34) yang menyatakan bahwa

keterlambatan waktu kedatangan dokter mempengaruhi

lamanya waktu tunggu pasien, sehingga pasien menjadi

tidak puas atas pelayanannya. Oleh karena itu, klinik

perlu membuat SOP untuk dokter yang harus hadir

minimal 15 menit sebelum praktik dan juga memberikan

sanksi berupa surat peringatan atas ketidakdisiplinan

dokter.

2) Mitigasi dampak :

a) Memberitahukan kepada pasien bahwa dokter

terlambat datang oleh karena terkena kemacaten di

jalan.

b) Memberikan buku bacaan seperti koran dan majalah

untuk media pasien dalam menunggu antrian.

c) Menyediakan makan ringan dan minuman agar

pasien tidak perlu keluar dari klinik untuk membeli

makanan dan minuman.

c. Ruangan poli umum hanya ada 1 (satu) ruangan tentunya

menjadi faktor paling utama terjadinya antrian pasien yang

185
menunggu, sehingga pelayanan poli di Klinik Pratama Bina

Husada Bakti tidak sesuai dengan Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 129 tahun 2008 Tentang

Standart Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Adapun

diagramnya adalah sebagai berikut:

Diagram Risiko 4.11. Untuk Tercapainya Pengurangan

Antrian Pasien Dengan Penambahan Ruang Poli

5 1 1 2 2
5 4,63 19,75
0 5 0 5

4 8 1 1 2

4 2 6 0

3 6 9 1 1
3
2 5

2 4 6 8 1
2
0

1 1 2 3 4,25 4 5

1 2 3 4 5

186
Manajemen risiko (mitigasi peluang dan dampak

risiko) bagi Klinik Pratama Bina Husada Bakti.

1) Mitigasi peluang:

Penambahan jumlah ruang poli umum, sehingga

dapat mengurangi waktu tunggu pasien. Oleh karena itu,

klinik perlu mengadakan ruangan, meja dan bangku

dengan penanda tulisan “Poli II”

2) Mitigasi dampak :

a) Sosialisasi kepada pasien bahwa klinik sedang

membangun ruangan poli kedua.

b) Memberikan buku bacaan seperti koran dan majalah

untuk media pasien dalam menunggu antrian.

c) Menyediakan makan ringan dan minuman agar

pasien tidak perlu keluar dari klinik untuk membeli

makanan dan minuman.

Berdasarkan data lapangan terkait dengan rata-rata

jumlah pasien yang berobat di Klinik Pratama Bina Husada

Bakti adalah sebanyak 200 pasien sehari dengan dokter

yang menangani sebanyak 1 (satu) dokter dengan rata-rata

pasien menunggu untuk diperiksa adalah 30 menit 30 detik,

sedangkan kemampuan seorang dokter memeriksa pasien

adalah sebanyak 100 pasien perhari, sehingga jumlah

dokter yang diharapkan dalam sistem adalah:

187
Ls = λ / (λ-µ)

Ls = 200/200-100

=2

Berdasarkan hal tersebut, maka dibutuhkan 2 (dua)

dokter dengan 2 (dua) ruangan poli, sehingga dapat

menggunakan sistem multichannel, single – phase system,

di mana ada dua Poli dialiri oleh antrian pasien

sebagaimana gambar di bawah ini:

Gambar 4.2. Skema Antrian Pasien di Unit Poli

Poli

Antrian

Pasien
Poli

4. Apotek

Apotek mendapatkan 1 (satu) risiko yang Issue yang

artinya untuk diperlukan suatu tindakan untuk mengelola

risiko dan 1 (satu) Unacceptable yang artinya adalah

diperlukan tindakan segera untuk mengelola risiko..

Berdasarkan hasil analisis risiko yang terdapat pada Tabel

188
4.4.4, maka didapatkan bahwa proses survey dan observasi di

lapangan, yaitu di Apotek dengan nilai rata-rata 7,94.

Berdasarkan data di lapangan, diketahui bahwa terdapat

tidak ada perbedaan waktu tunggu antara pasien baru dengan

pasien lama, yaitu:

Tabel 4.14. Perbedaan Waktu Tunggu antara Pasien Baru

dengan Pasien Lama di Apotek

Pasien Baru Pasien Lama S

M D M D e

e e e e li

n t n t s

i i i i i

t k t k h

e
1 3 1 3
n
5 5 5 5
it

189
e

ti

Sumber: Klinik Pratama Bina Husada Bakti

Berdasarkan hasil wawancara dengan apoteker, maka

telah dilakukan evaluasi dari daftar risiko yang kategori Issue

sebagai berikut:

a. Dibuatnya obat racikan di apotik membutuhkan keahlian

khusus dari seorang apoteker. Adapun diagramnya adalah

sebagai berikut:

Diagram Risiko 4.12. Untuk Tercapainya Pengurangan

Antrian Pasien Terhadap Pembuatan Obat Racikan

5 1 1 2 2
5
0 5 0 5

4 8 1 1 2
3,25 10,25
4 2 6 0

3 6 9 1 1
3
2 5

190
2 4 6 8 1
2
3,13
0

1 1 2 3 4 5

1 2 3 4 5

Manajemen risiko (mitigasi peluang dan dampak

risiko) bagi Klinik Pratama Bina Husada Bakti.

1) Mitigasi peluang :

Direkomendasikan untuk penambahan jumlah

petugas yang khusus untuk meracik obat, sehingga

ketika terdapat beberapa pasien yang membutuhkan obat

racikan, maka dapat segera dilayani oleh petugas

apoteker kedua tanpa perlu menunggu petugas apoteker

pertama selesai meracik obat. Selain daripada itu,

kelengkapan peralatan untuk meracik obat juga sangat

penting, sehingga apabila alat kelengkapan peralatan

meracik obat belum lengkap, maka perlu untuk

memenuhi kelengkapan peralatan meracik obat.

Hal tersebut sebagaimana dalam penelitian yang

dilakukan oleh Dewa Ayu Putu Satrya Dewi dan

Chairun Wiedyaningtyas (2012: 161) yang menyatakan

191
faktor yang mendukung peracikan obat terdiri

perlengkapan personel dan perlengkapan umum dimana

perlengkapan tersebut adalah mortir dan blender serta

alat pembagi dan pengepres puyer. Oleh karena itu,

klinik perlu membuka lowongan pekerjaan apoteker

yang ahli dalam meracik obat.

2) Mitigasi dampak :

a) Memberikan buku bacaan seperti koran dan majalah

untuk media pasien dalam menunggu antrian.

b) Menyediakan makan ringan dan minuman agar

pasien tidak perlu keluar dari klinik untuk membeli

makanan dan minuman.

b. Apoteker kesulitan membaca resep dokter, sehingga

membuat antrian pasien menjadi panjang. Adapun

diagramnya adalah sebagai berikut:

Diagram Risiko 4.13. Untuk Tercapainya Pengurangan

Antrian Pasien Melalui Kemampuan Apoteker Membaca

Resep

192
5 1 1 2 2
5
0 5 0 5

4 8 1 1 2
3,88 13,63
4 2 6 0

3 6 9 1 1
3
2 5

2 4 6 8 1
2
3,5 0

1 1 2 3 4 5

1 2 3 4 5

Manajemen risiko (mitigasi peluang dan dampak

risiko) bagi Klinik Pratama Bina Husada Bakti.

1) Mitigasi peluang :

Direkomendasikan dengan mengadakan pelatihan

untuk membaca resep dokter kepada seluruh petugas

apoteker secara berkala, sehingga risiko-risiko tidak

terbacanya resep dokter menjadi berkurang. Selain

daripada itu, diharapkan adanya koordinasi antara

apoteker dengan dokter ketika terdapat resep dokter

yang tidak terbaca.

193
Hal tersebut sebagaimana dalam penelitian yang

dilakukan oleh Wendi Muh. Fadhli dan Siti Anisah

(2016: 78) yang menyatakan bahwa apoteker harus

melakukan kajian resep setelah menerima resep dari

pasien, jika ada kekeliruaan atau tulisan tidak dapat

terbaca, maka harus mengkonfirmasi pada dokter. Jika

dokter tidak dapat dihubungi maka pelayanan resep

harus ditunda, dan tidak dapat melakukan penafsiran

sendiri. Apabila apoteker telah mengkonfirmasi dan

dokter tetap pada pendiriannya maka dokter wajib

menandatangani resep obat yang dosisnya berlebih

tersebut, artinya tanggungjawab jika terjadi kesalahan

berada pada dokternya. Oleh karena itu, klinik perlu

untuk membuat SOP untuk apoteker terkait dengan

penerimaan resep dokter serta menyediakan sarana

komunikasi seperti HT antara Apoteker dengan Dokter.

2) Mitigasi dampak :

a) Klinik menyediakan sarana komunikasi antar

Apoteker dengan Dokter.

b) Klinik harus sudah memakai sistem manajemen

informasi terintergrasi antar ruangan.

194
c) Klinik mensosialisasi kepada pasien atau masyarakat

kalau klinik dalam proses perbaikan dalam

manajemen sistem informasi klinik.

d) Memberikan buku bacaan seperti koran dan majalah

untuk media pasien dalam menunggu antrian.

e) Menyediakan makan ringan dan minuman agar

pasien tidak perlu keluar dari klinik untuk membeli

makanan dan minuman.

G. Penentuan Respon terhadap Risiko

Risiko-risiko yang telah tersaring pada langkah evaluasi,

selanjutnya dibuat kategori risiko yang terdiri dari:

1. Risiko proses internal akibat kegagalan proses atau prosedur,

yaitu:

a. Antrian pasien ketika antrian antara pasien BPJS dan umum

disatukan;

b. Terpisahnya ruangan rekam medik terhadap antrian pasien

di Klinik Pratama Bina Husada Bakti;

c. Ada 1 (satu) petugas pendaftaran pasien di setiap shift di

Klinik Pratama Bina Husada Bakti;

d. Hanya ada 1 (satu) petugas rekam medik di Klinik Pratama

Bina Husada Bakti;

e. Tidak adanya ruangan khusus untuk arsip Rekam Medik;

195
f. Dokter yang bertugas hanya ada 1 dokter umum dalam

sehari;

g. Ruangan poli umum hanya ada 1 (satu) ruangan;

h. Dibuatnya obat racikan di apotik;

i. Obat yang disediakan oleh apotik Klinik Pratama Bina

Husada Bakti sudah lengkap dan banyak;

j. Petugas apotik di Klinik Pratama Bina Husada Bakti yang

berjumlah 5 (lima) petugas

2. Risiko manusia, yaitu:

a. Kecepatan petugas dalam memverifikasi data pasien BPJS;

b. Dokter datang terlambat;

c. Koordinasi antara dokter dengan petugas rekam medik dan

petugas pendaftaran;

d. Apoteker kesulitan membaca resep dokter.

3. Risiko sistem akibat penggunaan teknologi dan sistem, yaitu:

a. Pendaftaran pasien di Klinik Pratama Bina Husada Bakti

yang masih belum menggunakan sistem online;

b. Penyusunan arsip Rekam Medik yang masih menggunakan

sistem manual;

Berdasarkan hal tersebut, maka dibutuhkan rencana

pengendalian lebih lanjut. Langkah ini disebut penentuan respon

terhadap risiko. Langkah penentuan respon terhadap risiko atau

mitigasi risiko meliputi pengidentifikasian opsi untuk menangani

196
risiko, menaksir opsi tersebut, menyiapkan rencana perlakuan

risiko dan mengimplementasikan rencana perlakuan risiko.

Mitigasi risiko dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu

pengendalian dan penanganan sebagaimana dijelaskan di bawah

ini:

1. Pengendalian

Pengendalian adalah upaya-upaya untuk merubah risiko.

Pengendalian biasanya merupakan upaya-upaya yang telah

dimiliki dan bersifat rutin untuk mengantisipasi terjadinya

risiko. Contohnya adalah membuat standar operasional bagi

petugas pendaftaran, rekam medik dan apotik.

2. Penanganan

Penanganan adalah upaya-upaya yang akan dilakukan

sebagai langkah baru untuk memperlakukan risiko karena

upaya-upaya yang sudah ada belum memadai. Opsi perlakuan

risiko dan mitigasi secara umum meliputi:

a. Menghindari risiko (risk avoidance), berarti tidak

melaksanakan atau meneruskan kegiatan yang

menimbulkan risiko tersebut;

b. Mengurangi risiko (risk reduction), yaitu perlakuan risiko

untuk mengurangi kemungkinan terjadinya atau

mengurangi paparan dampaknya atau mengurangi

keduanya;

197
c. Menerima risiko (risk acceptance), yaitu tidak melakukan

perlakuan apapun terhadap risiko tersebut.

H. Resume Hasil Risiko

198
4.6. Resume Hasil Risiko di Klinik Pratama Bina Husada Bakti

Peluang Skor S
Dampak
Terjadi Risiko k

o
K
r
P r

o A i
U R
K t S n C t
k S a
e e k t i e
Risiko j u S S k S t
n o r t r
U - a r k k o k a
d s r i r o o
i
r o
N n Risiko a -
i i P a a r r a
P r
o i Yang n R
a D D
K e n K e H
t Munc n D a a a
e l P l l a R
/ m m
ul a t
T p p u s
j u a i i
a m a a a i a
a a s n s
h p k k n l
u d n i i i
a g R
n i g e k k
k i
a n o
s
n
i

k
o

1 P 1 Pe 4 S 4 > S S 4 4 4 1 U (
e nd 1 a a a , , 7 n 1
n
af n 6 n n 3 3 , a 7
d
ta g 0 g g 8 8 5 c ,
a
ra a a a 2 c 5
f

t
n t m t t e 2

a si e p

r st L n B B t +
a e a i u u a
n
m m t r r b 1

m a u u l 7
P
an k k e
a

s
ua +

i l

e 2 Pa 4 S 4 > S S 4 4 4 1 U 1
n 8
si 1 a a a , , 7 n

en n 6 n n 2 2 a ,

B g 0 g g 5 5 c 0

200
PJ a a a c 8

S t m t t e

da e p +

n L n B B t

U a i u u a 1

m m t r r b 3

u a u u l ,

m k k e 1

di 4

sa )

tu

ka :

3 H 4 S 4 > S S 4 1 U 4

an 1 a , a a , 8 n

ya n 1 6 n n 4 4 1 , a =

1 g 3 0 g g , , 3 0 c

(s a a a 3 3 8 c 6

at t m t t 8 8 e 5

u) e p ,

pe L n B B t 7

201
tu a i u u a 4

ga m t r r b

s a u u l :

pe k k e

nd 4

af

ta =

ra

n 1

4 K 4 L 3 > S S 4 4 3 1 U 6

ec 1 a a a , , 3 n ,

ep m 6 n n 3 3 , a 4

at a 0 g g 8 8 1 c 4

an a a 4 c

pe m t t e

tu e p

ga n B B t

s i u u a

da t r r b

la u u l

m k k e

202
m

ve

rti

fi

ka

si

da

ta

2 R 1 R 4 S 4 6 B B 4 4 4 1 U (

e ua 1 a , 0 a a , , , 8 n 1

k ng n 1 i i 3 3 1 , a 8

a an g 3 m k k 8 8 3 0 c ,

m R a e 9 c 0

ek t n e 9

M a i p

e m L t t +

d M a a

i ed m b 2

k ik a l 1

203
te e ,

rp 1

is 0

ah

2 H 4 S 4 > S S 4 4 4 2 U +

an 1 a , a a , , , 1 n

ya n 6 6 n n 7 7 6 , a 1

1 g 3 0 g g 5 5 3 1 c 8

(s a a a 0 c ,

at t m t t e 6

u) e p 2

pe L n B B t

tu a i u u a +

ga m t r r b

s a u u l 1

R k k e 4

M ,

3 R 4 S 4 > S S 4 4 4 1 U 5

M 1 a . a a , , . 8 n 5

si n 2 6 n n 3 3 2 , a )

st g 5 0 g g 8 8 5 6 c

204
e a a a 2 c :

m t m t t e

m e p 4

an L n B B t

ua a i u u a =

l m t r r b

a u u l 7

k k e 2

4 Ti 2 S 3 > S S 3 3 3 1 U ,

da 1 a , a a , , , 4 n 3

k n 7 6 n n 8 8 7 , a 6

ad g 5 0 g g 8 8 5 5 c

a a a a 5 c :

ru t m t t e

an e p 4

g L n B B t

kh a i u u a =

us m t r r b

us a u u l 1

R k k e 8

M ,

205
0

3 P 1 H 4 S 4 > B B 4 4 4 2 U (

o an 1 a , u u , , , 0 n 2

l ya n 3 6 r r 7 7 3 , a 0

i 1 g 8 0 u u 5 5 8 8 c ,

(s a k k 1 c 8

at t m e 1

u) e p

do L n t +

kt a i a

er m t b 2

a l 3

e ,

2 D > S 4 > B B 5 5 4 2 U 7

ok 5 a , u u , 3 n 5

te 0 n 7 6 r r 7 , a

r g 5 0 u u 5 7 c +

da a k k 5 c

ta t m e 1

ng e p 9

206
te L n t ,

rl a i a 6

a m t b 8

m a l

ba e +

3 H 4 S 4 > S S 4 4 4 1 U 5

an 1 a , a a , , , 9 n ,

ya n 2 6 n n 6 6 2 , a 0

1 g 5 0 g g 3 3 5 6 c 6

(s a a a 8 c )

at t m t t e

u) e p :

ru L n B B t

an a i u u a 4

g m t r r b

po a u u l =

li k k e

4 K 1 C 2 6 B B 2 2 2 5 S 6

oo 1 e , 0 a a , , , , u 9

rd p 2 i i 2 2 2 0 p ,

207
in a 5 m k k 5 5 5 6 p 3

as t e l

i n e :

do i m

kt t e 4

er n

de t =

ng a

an r 1

pe y 7

tu ,

ga I 3

s s 3

R s

M u

da e

pe

tu

ga

208
pe

nd

af

ta

ra

4 A 1 O 2 L 3 > B B 3 3 3 1 I (

p ba 1 a , u u , , , 0 s 1

o t m 1 6 r r 2 2 1 , s 0

t ra a 3 0 u u 5 5 3 1 u ,

i ci k k 7 e 1

k ka m 7

n e

n +

t 4

2 O 1 C 2 < S S 2 2 2 4 A

ba 1 e a a c +

t p 6 n n c

le a 0 g g e 4

ng t a a p

209
ka m t t t +

p e a

da n B B b 1

n i a a l 3

ba t i i e ,

ny k k 5

ak 8

3 T 1 C 2 6 B B 2 2 2 4 A )

er 1 e 0 a a c

da p i i c :

pa a m k k e

t t e p 4

5 n t

pe i a =

tu t b

ga l 3

s e 1

ap ,

ot 7

ik 5

4 K 4 L 3 > B B 3 3 3 1 U

210
es 1 a , u u , , , 3 n :

ul m 5 6 r r 8 8 5 , a

ita a 0 u u 8 8 5 c 4

n k k 8 c

m m e =

e e p

m n t 7

ba i a ,

ca t b 9

re l 4

se e

do

kt

er

211
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan evaluasi yang dilakukan, maka

didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Identifikasi proses bisnis kinerja poli rawat jalan dengan melihat

lamanya menunggu pasien menurut peraturan pemerintah adalah

saat pasien datang mulai dari mendaftar ke loket, antri dan

menunggu panggilan ke poli umum untuk dianamnesis dan

diperiksa oleh dokter, perawat atau bidan lebih dari 90 menit

(kategori lama), 30 – 60 menit (kategori sedang) dan ≤ 30 menit

(kategori cepat).

2. Identifikasi proses bisnis kinerja poli rawat jalan dengan melihat

lamanya menunggu pasien di Klinik Pratama Bina Husada Bakti

adalah hingga 80 menit untuk pasien lama, sedangkan pada pasien

baru waktu tunggunya 65 menit.

3. Peluang dan dampak kinerja poli rawat jalan dengan melihat

lamanya menunggu pasien di Klinik Pratama Bina Husada Bakti

terdiri dari 4 jenis yang meliputi 16 risiko dari unit yang ada di

Klinik Pratama Bina Husada Bakti, yaitu:

a. Pendaftaran Pasien, risikonya:


1) Pendaftaran pasien masih menggunakan sistem manual;

2) Pasien BPJS dan umum disatukan;

3) Hanya ada 1 (satu) petugas pendaftaran;

4) Kecepatan petugas dalam memverifikasi pasien BPJS

b. Rekam Medik, risikonya:

1) Terpisahnya Rekam Medik;

2) Hanya ada 1 (satu) petugas Rekam Medik

3) Penyusunan Rekam Medik masih menggunan sistem

manual;

4) Tidak adanya ruangan khusus untuk arsip rekam medik.

c. Poli, risikonya:

1) Hanya ada 1 (satu) dokter umum;

2) Dokter datang terlambat;

3) Hanya ada 1 (satu) ruangan Poli;

d. Apotik, risikonya:

1) Pembuatan obat racikan;

2) Apoteker kesulitan membaca resep dokter.

Dampak dari adanya 16 risiko dari unit yang ada di Klinik

Pratama Bina Husada Bakti, yaitu waktu tunggu menjadi lebih

dari 60 menit dan menyebabkan citra sangat buruk di lingkungan

internal karyawan dan pasien.


4. Tindakan manajemen risiko (mitigasi) dan kelanjutan kinerja poli

rawat jalan dengan melihat lamanya menunggu pasien di Klinik

Pratama Bina Husada Bakti adalah:

a. Pendaftaran Pasien, mitigasi peluangnya adalah:

1) Pendaftaran pasien menggunakan sistem online, melalui

sms ke nomor whatsapp yang disediakan oleh Klinik

Pratama Bina Husada Bakti,atau melalui melalui Anjungan

Pendaftaran Mandiri (APM) yang merupakan inovasi

layanan system on line berbasis teknologi dan Informasi

(IT)

2) Penambahan jumlah petugas pendaftaran menjadi 3 (tiga)

petugas, sehingga dapat menggunakan sistem multichannel,

single – phase system;

3) Pemisahan loket untuk pasien BPJS dan pasien umum

termasuk pasien asuransi

4) Penambahan petugas pendaftaran dan mengadakan pelatihan

atau sharing knowledge verifikasi data pasien BPJS.

Adapun mitigasi dampaknya adalah:

1) Sosialisasi kepada pasien untuk datang lebih pagi atau

booking jadwal sehari sebelumnya, sehingga pasien dapat

mengetahui perkiraan kedatangan ke klinik.


2) Memberikan buku bacaan seperti koran dan majalah untuk

media pasien dalam menunggu antrian.

3) Menyediakan makan ringan dan minuman agar pasien tidak

perlu keluar dari klinik untuk membeli makanan dan

minuman.

b. Rekam Medik, mitigasi peluangnya adalah:

1) Penambahan petugas rekam medis menjadi 3 (tiga) petugas

Rekam Medik;

2) Penyusunan Rekam Medik melalui komputerisasi dengan

program penyusunan perberkasan arsip sesuai standar yang

ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 269 Tahun 2008;

3) Penyediaan ruangan khusus untuk rekam medik.

Adapun mitigasi dampaknya adalah:

1) Sosialisasi kepada pasien bahwa penyusunan rekam medik

dalam proses perubahan dari manual menjadi

komputerisasi;

2) Mengadakan lemari yang berkualitas agar suhu dalam

lemari penyimpanan dapat terjaga, sehingga data rekam

medik terhindar dari serangga seperti rayap.

c. Poli, mitigasi peluangnya adalah:


1) Penambahan dokter yang bertugas menjadi 2 (dua) dokter

umum dalam 1 (satu) shift;

2) Pemberian sanksi berupa teguran secara tertulis bagi dokter

yang terlambat datang;

3) Penambahan jumlah ruangan poli menjadi 2 (dua), sehingga

dapat menggunakan sistem multichannel, single – phase

system;

Adapun mitigasi dampaknya adalah:

1) Sosialisasi kepada pasien bahwa klinik sedang membangun

ruangan poli kedua.

d. Apotik, mitigasi peluangnya:

1) Penambahan jumlah petugas apoteker yang khusus untuk

meracik obat;

2) Pelatihan untuk membaca resep dokter kepada seluruh

petugas apoteker secara berkala.

Adapun mitigasi dampaknya adalah:

1) Klinik menyediakan sarana komunikasi antar ruangan

untuk Apoteker dengan Dokter.

2) Klinik harus sudah mulai memakai manajemen informasi

terintergrasi.

3) Klinik mensosialisasikan pada pasien dan masyarakat kalau

adanya perubahan dalam system informasi klinik.


Adapun kategori risiko yang terdapat pada Klinik Pratama Bina

Husada Bakti adalah:

a. Risiko proses internal akibat kegagalan proses atau prosedur

(procedure risk) ada sekitar 10 (sepuluh) risiko.

b. Risiko manusia (human error) ada sekitar 4 (empat) risiko.

c. Risiko sistem akibat penggunaan teknologi dan sistem

(technology and system risk) ada sekitar 2 (dua) risiko.

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah:

1. Perlu dilakukan penilaian kepada setiap divisi/unit yang dilakukan

oleh pasien, sehingga penilaian tersebut menjadi bahan evaluasi

secara berkala terkait dengan kinerja setiap divisi/unit.

2. Risiko-risiko yang kategori unacceptable dan issue wajib segera

diatasi sebagai upaya mengurangi risiko yang akan terus dialami

oleh Klinik Pratama Bina Husada Bakti.

3. Klinik perlu menerapkan sistem yang digunakan oleh rumah sakit

seperti Hospital Information Systems, (HIS) sebagai upaya untuk

manajemen administrasi dan medis, sehingga dengan

menggunakan sistem tersebut, diharapkan dengan cepat untuk

mengurangi antrian pasien sehingga dapat meningkatkan

kepuasan pasien.
4. Diperlukan penelitian selanjutnya mengenai jumlah kerugian

secara finansial akibat risiko-risiko yang telah teridentifikasi

tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Buku:

Ahaditomo. (2004). Standar Kompotensi Farmasis Indonesia, ISFI,

Jakarta.

Dayan, Anto. (1986). Pengantar Metode Statistik Jilid I, LP3ES,

Jakarta.

Deitina, Tita. (2011). Manajemen Operasional Strategi dan Analisis,

Witra Wacana Media. Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. (1989). Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.

Djohanputro, Bramantyo. (2008). Manajemen Risiko Korporat

Terintegrasi. PPM, Jakarta.

Haizer, Jay & Barry Render. (2011). Operation Managements tenth

edition Global edition. Pearson, New Jersey.

J. Supranto, (2000), Statistik (Teori dan Aplikasi), Edisi Keenam,

Erlangga, Jakarta.

Kontz, H., O’ Donnell, C. (2012). Principles of Management : An

Analysis of Managerial Functions, McGraw-Hill. New York.


Krawjewski, Malhotra dan Ritzman. (2013). Operations

Management, Processes and Supply Chain, Prentice Hall.

United States of America.

Muhidin, Sambas A. (2011). Statistika 1 Pengantar Untuk

Penelitian. Karya Adhika Utama, Bandung.

Prawirosentono, Suyadi. (2007). Manajemen Operasi, PT. Bumi

Aksara. Jakarta.

Sontani, Uep Tatang dan Sambas Ali Muhidin. (2011). Desain

Penelitian Kuantitatif. Karya Adhika Utama, Bandung.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan

R&D. Afabeta, Bandung.

T. Sunaryo. (2015). Manajemen Risiko Operasional. Pustaka Setia,

Jakarta.
Jurnal:

Ashim, Muhammad dan Maryani Setyowati, “Tinjauan Aspek

Keamanan dan Kerahasiaan Dokumen Rekam Medis Di Ruang

Filing RSUD Bendan Kota Pekalongan Tahun 2016”, Fakultas

Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro.

David, Tita Hariyanti, Erika Widayanti L, “Hubungan

Keterlambatan Kedatangan Dokter terhadap Kepuasan Pasien

di Instalasi Rawat Jalan”, Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol.

28, Suplemen No. 1, 2014.

Dewi, Dewa Ayu Putu Satrya, Chairun Wiedyaningtyas, “Evaluasi

Struktur Pelayanan Praktek Peracikan Obat Di Puskesmas

Wilayah Kabupaten Badung, Bali”, Majalah Farmaseutik, Vol.

8 No. 2 Tahun 2012.

Fadhli, Wendi Muh. dan Siti Anisah, “Tanggungjawab Hukum

Dokter Dan Apoteker Dalam Pelayanan Resep”, Media

Farmasi Vol. 13 No. 1 Maret 2016 : 61-87.

Fatkhudin, Aslam, Dwi Nur Alifiani, “Sistem Informasi Pendaftaran

Pasien Pada Klinik dr. Veri Kajen Kabupaten Pekalongan


Berbasis Android”, Jurnal Ilmiah Edutic /Vol.4, No.1,

November 2017.

Nuraini, Novita, “Analisis Sistem Penyelenggaraan Rekam Medis di

Instalasi Rekam Medis RS “X” Tangerang Periode April-Mei

2015”, Jurnal ARSI/Juni 2015, Volume 1 Nomor 3.

Nurhasanah, Nunung, Siti Nurlina dan Tri Nugroho, Simulasi

Flexsim Untuk Optimasi Sistem Antrian Poli Umum Rawat

Jalan Rumah Sakit X, Jurnal Ilmiah Teknik Industri (2015),

Vol. 3 No. 2, 69 – 75.

Septiani, Ade Selvia, Putri Asmita Wigati, Eka Yunila Fatmasari,

“Gambaran Sistem Antrian Pasien Dalam Optimasi Pelayanan

di Loket Pendaftaran Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit

Umum Pusat Fatmawati”, Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-

Journal) Volume 5, Nomor 4, Oktober 2017 (ISSN: 2356-

3346).

Suhartinah, dkk, “Analisa Mutu Sistem Penyimpanan Dokumen

Rekam Medis di Rumah Sakit Umum Pindad Turen, Prosiding

Call For Paper SMIKNAS, ISBN 978-602-6363-78-7.


Wihdaniah, Syarifah, Maat Pono, Musran Munizu, “Analisis Kinerja

Sistem Antrian Dalam Mengoptimalkan Pelayanan Pasien

Rawat Jalan di Rsud Haji Makassar”, Jurnal Bisnis,

Manajemen dan Informatika, Vol. 14 No. 3 Februari 2018.

Internet:

https://www.google.com/search?q=antrian+pasien+bpjs+di+klinik+

membludak&oq=ant&aqs=chrome.0.69i59j69i57j0l4.2887j0j7

&sourceid=chrome&ie=UTF-8., diakses pada tanggal 31 Juli

2019.

https://jabar.tribunnews.com/2018/08/16/antrean-pasien-bpjs-

membludak-di-hasan-sadikin-pihak-rshs-minta-maaf., diakses

pada tanggal 31 Juli 2019.

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.

Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan

Kefarmasian.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 129 tahun

2008 Tentang Standart Pelayanan Minimal Rumah Sakit.

Kepmenkes RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 Tentang Standar

Pelayanan Kefarmasian di Apotek.

Anda mungkin juga menyukai