Anda di halaman 1dari 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/366604129

Pembangunan Kesehatan Akibat Tarif INA-CBGs yang Tak Kunjung Naik

Article · December 2022

CITATIONS READS
0 28

1 author:

Dita Fitriana Anggraeni


University of Indonesia
2 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Penulisan Ilmiah View project

Sistem Pembangunan Kesehatan Nasional dan Daerah View project

All content following this page was uploaded by Dita Fitriana Anggraeni on 27 December 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Pembangunan Kesehatan Akibat Tarif INA-CBGs yang Tak Kunjung Naik
Dita Fitriana Anggraeni (2006520361)
Prodi Administrasi Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
Email: dita.fitriana@ui.ac.id
ABSTRAK

Pembangunan nasional meliputi berbagai sektor di mana salah satu sektor yang penting
adalah sektor kesehatan. Pembangunan kesehatan dilakukan untuk dapat mewujudkan kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya sekaligus sebagai upaya pemenuhan hak warga negara
Indonesia. Pembangunan kesehatan meliputi pemberian pelayanan kesehatan yang mana
memiliki korelasi dengan sistem pembiayaan kesehatan. Sistem pembiayaan kesehatan yang saat
ini digunakan di Indonesia adalah sistem INA-CBGs. Namun, sejak tahun 2016, tarif INA-CBGs
yang tak kunjung naik kerap dikeluhkan oleh institusi pelayanan kesehatan. Tulisan ini adalah
sebuah riset berupa review atau telaah artikel dengan pencarian literatur baik internasional
maupun nasional. Penelusuran dilakukan melalui database ScienceDirect, Pubmed, ProQuest,
Google Scholar, dan database kredibel lainnya. Hasil yang disimpulkan adalah tarif INA-CBGs
yang tak kunjung naik memiliki dampak terhadap pemberian layanan kesehatan di institusi
pelayanan kesehatan yang kemudian juga akan berimbas terhadap proses pembangunan
kesehatan.

Keywords: INA-CBGs, pembangunan kesehatan, pembiayaan kesehatan, pelayanan kesehatan

National development includes various sectors. One of the important sectors is health.
Health development is carried out to actualize prolonging life of community as well as an effort
to fulfill the rights of Indonesian citizens. Health development includes the provision of
healthcare services which have correlation with the health financing system. The health
financing system that is used in Indonesia is the INA-CBGs system. However, since 2016,
healthcare institutions have often complained about the non-increasing rates for INA-CBGs. This
paper is a research by reviewing articles by searching both international and national literature.
Articles in this paper used several databases such as ScienceDirect, Pubmed, ProQuest, Google
Scholar, or other credible articles databases. The result is the non-increasing INA-CBGs rates
have an impact on the delivery of health services in healthcare institutions which also have an
impact on the health development process.
Keywords: INA-CBGs, heath development, health financing system, health service

I. PENDAHULUAN

a) Latar Belakang

Pembangunan merupakan sebuah proses yang secara terus menerus dilakukan dan
diupayakan untuk dapat mencapai cita-cita bangsa Indonesia di dalam Pembukaan UUD
1945. Pembangunan nasional merupakan usaha yang dilakukan oleh seluruh sektor untuk
mencapai tujuan bernegara (DPR RI, 2004). Di bidang kesehatan, pembangunan kesehatan
dilakukan dengan beragam upaya untuk dapat mewujudkan kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Di dalam RPJMN 2020-2024, penguatan pembangunan kesehatan salah
satunya dengan penguatan pelayanan kesehatan. Pemberian pelayanan kesehatan diharapkan
dapat adil dan merata dengan penguatan JKN Kesehatan.
Proses pelayanan kesehatan merupakan satu kesatuan dengan sistem pembiayaan
kesehatan. Sistem pembiayaan yang kuat memegang peran vital dalam penyelenggaraan
upaya pelayanan kesehatan dalam rangka pembangunan kesehatan. Dalam upaya
pembangunan kesehatan dan upaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembiayaan
kesehatan, pemerintah Indonesia membentuk suatu sistem pembiayaan kesehatan berbentuk
single payer melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Hal ini bertujuan untuk
melindungi dan memberikan akses kesehatan kepada masyarakat terlepas dari kemampuan
ekonomi mereka untuk membayar pelayanan kesehatan dalam rangka memenuhi hak
kesehatan sebagai salah satu hak asasi manusia yang diatur dalam perundangan sehingga
sudah seharusnya dilindungi oleh pemerintah negara.
Pemberian pelayanan kesehatan oleh rumah sakit di Indonesia sangat dekat dengan isu
diskriminasi pasien BPJS. Diskriminasi pasien BPJS menjadi isu yang umum terjadi dan
marak dibicarakan di berbagai media massa. Sebuah penelitian yang meneliti hubungan
sistem pembiayaan dengan kualitas pelayanan di sebuah puskesmas di Wonogiri, secara
statistik menemukan bahwa pasien dengan membayar langsung (out of pocket) dibandingkan
dengan orang-orang yang membayar menggunakan asuransi. 
Dalam konferensi pers Indonesian Corruption Watch (ICW) pada tahun 2017,
mengungkapkan bahwa sering ditemukan kecurangan dan diskriminasi pada pasien BPJS.
ICW melakukan pemantauan bersama 14 organisasi masyarakat sipil terkait program JKN di
54 fasilitas kesehatan di 14 provinsi. Dari pemantauan tersebut, ditemukan 49 kasus
kecurangan di fasilitas pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, klinik, ataupun puskesmas.
Kecurangan meliputi pemberian layanan kesehatan, tindakan medis, pemberian obat-obatan,
atau penulisan penggunaan alat kesehatan pada dokumen klaim fasilitas pelayanan
kesehatan. 
Di dalam diskusi publik yang membahas evaluasi JKN 2014 dan antisipasi JKN 2015,
para penyedia layanan mengatakan bahwa banyak pengorbanan yang dilakukan penyedia
layanan kesehatan akibat sistem tarif CBG. Menurut penyedia layanan, tarif CBG yang
ditetapkan oleh Kemenkes terlalu rendah yang menyebabkan rumah sakit tidak optimal
dalam memberikan pelayanan rumah sakit. Merujuk pada masalah ini, di tahun 2016 tarif
CBG sempat mengalami sedikit kenaikan. Namun, hingga tahun 2022 tidak terdapat
kenaikan tarif CBG. Padahal, tarif di sektor-sektor publik lain seiring berjalannya waktu terus
meningkat mengikuti laju inflasi. Hal ini menyebabkan banyak rumah sakit cenderung
memilih dan memberikan pelayanan optimal kepada pasien-pasien yang menguntungkan.

b) Tujuan
Tulisan ini dibuat untuk melihat dan menganalisis gambaran pelayanan di rumah
sakit dalam sistem pembiayaan INA-CBGs dan melihat apakah sistem INA-CBGs
memberikan dampak terhadap pemberian pelayanan kesehatan dari fasilitas pelayanan
kesehatan.

c) Metode
Telaah artikel dengan pencarian literatur baik internasional maupun nasional.
Penelusuran dilakukan melalui database ScienceDirect, Pubmed, ProQuest, Google
Scholar, dan database kredibel lainnya.
II. PEMBAHASAN

Menurut Norman dan Thomas, terdapat tiga model pembiayaan pelayanan kesehatan,
yakni pembiayaan berbasis pajak (tax based), pembiayaan berbasis asuransi (insurance based)
yang terdiri dari asuransi kesehatan sosial (social health assurance) dan asuransi kesehatan
komersial (private health insurance), serta pembiayaan swadaya yang terdiri dari out of pocket
dan medical saving account. Model pembiayaan ini dikelompokkan kembali menjadi dua, yakni
pembiayaan berbasis azas solidaritas meliputi tax based dan social health insurance dan
pembiayaan berbasis asas non solidaritas meliputi private health insurance, out of pocket, dan
medical saving account (Norman & Thomas, 2008).
Setiap negara di dunia memiliki model pembiayaan pelayanan kesehatannya
masing-masing sesuai dengan kebutuhan negara tersebut. Indonesia sendiri menganut azas
solidaritas, yakni dengan model social health insurance, sedangkan metode pembayaran rumah
sakit menggunakan pembayaran prospektif, di mana besaran pembayaran sudah diketahui
sebelum pemberian pelayanan kepada pasien. Metode prospektif dipilih karena dianggap mampu
mengendalikan pembiayaan kesehatan, memampukan penyediaan pelayanan kesehatan bermutu
sesuai standar, mengurangi kasus pemberian pelayanan yang berlebihan dan tidak dibutuhkan,
akses yang mudah dalam administrasi klaim, dan mendorong penyedia layanan kesehatan untuk
melakukan cost containment. 
Sejak tahun 2008, dalam rangka mengoptimalkan pelayanan kesehatan oleh BPJS,
pemerintah menyelenggarakan Indonesia Cased Based Groups sebagai pola pembayaran dalam
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Indonesia Cased Based Groups merupakan sebuah metode
pembayaran prospektif casemix. Sistem casemix merupakan pengkategorian diagnosis atau
prosedur yang mengacu tanda klinis yang mirip atau sama serta biaya perawatan yang mirip atau
sama. Awalnya penamaan sistem casemix di Indonesia dikenal dengan INA-DRG (Indonesia
Diagnosis Related Group) yang kemudian berubah menjadi INA-CBGs (Indonesia Case Based
Groups) di 31 September 2010 akibat perubahan grouper dari 3M grouper ke UNU (United
Nation University) grouper. Penggunaan sistem pembayaran Case Based Groups (CBG) atau
Diagnosis Related Groups (DRG) semakin marak digunakan di negara dengan income rendah
dan menengah dalam rangka memperkuat pengaturan strategis di sektor kesehatan (WHO, 2020).
Indonesia Cased Based Groups atau yang biasa disebut dengan INA-CBGs merupakan
pola pembayaran di mana tenaga medis tidak dibayar per pemberian layanan, tetapi BPJS
Kesehatan akan melakukan pembayaran paket per episode pemberian layanan kesehatan. Tarif
INA-CBGs meliputi komponen-komponen sumber daya yang dikeluarkan rumah sakit untuk
memberikan pelayanan medis atau nonmedis yang dimuat dalam bentuk tarif paket. Tarif
INA-CBGs berbeda-beda di setiap rumah sakit, bergantung pada klasifikasi dan wilayah regional
rumah sakit berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK). Penghitungan tarif akan berbasis pada
data koding dan costing rumah sakit. 
Setiap tingkatan pelayanan kesehatan, semakin tinggi tingkatannya tentunya semakin
tinggi juga cost-nya. Di tingkat layanan primer pelayanan bersifat memiliki equity yang besar,
aksesibel bagi semua golongan, dan biaya yang terjangkau. Pada tingkat ini, layanan yang
diberikan adalah semua keluhan kesehatan, promotif, surveilans, dan preventif. Pada tingkat
primer model pembayaran yang digunakan adalah kapitasi dan nonkapitasi. Di tingkat sekunder,
layanan yang diberikan adalah penanganan spesialistik yang memiliki biaya mahal dengan equity
yang rendah. Di tingkat ini metode pembayaran yang digunakan adalah INA-CBGs dan
Non-CBGs. Pada tingkat tersier, layanan yang diberikan, yakni penanganan subspesialistik
dengan equity yang sangat rendah dan biaya yang sangat mahal. Di tingkat tersier digunakan
metode pembayaran INA-CBGs dan Non-CBGs. 
Secara umum, CBGs mempunyai dua strategi dalam menanggapi kekurangan insentif,
yakni penyedia layanan dapat mengurangi input atau layanan yang diberikan per kasus yang
ditangani atau penyedia layanan dapat meningkatkan jumlah kasus untuk meningkatkan
pendapatan. Dengan pengurangan input per kasus yang ditangani, sistem CBG dapat
meningkatkan efisiensi pemberian pelayanan kesehatan, mengurangi dan mencegah pemberian
treatment berlebihan kepada pasien dengan tetap memperhatikan kualitas karena penyedia
layanan kesehatan harus mengurangi input agar tidak defisit (WHO, 2020). 
Namun, dibalik kelebihan dari sistem CBGs, di Indonesia masih terdapat kekurangan
dalam pengimplementasian sistem pembayaran tersebut. Sebagai contoh, masih banyak rumah
sakit yang mengeluhkan terkait keterlambatan klaim BPJS kesehatan yang menyebabkan cash
flow rumah sakit menjadi menurun. Kemudian, banyak rumah sakit yang mengeluhkan tarif
INA-CBGs yang sangat murah sehingga rumah sakit mengalami defisit di beberapa bagian
pelayanan. Bahkan, beberapa rumah sakit swasta memiliki kecenderungan untuk memilih kasus
yang menguntungkan. Jika terdapat kasus yang memerlukan pelayanan rawat lanjutan yang
mahal, RS akan mengirimkan pasien tersebut ke rumah sakit rujukan yang lebih tinggi akibat
dari tarif INA-CBGs yang rendah. Rumah sakit lebih memilih pasien yang membayar sendiri
atau pasien yang menggunakan asuransi swasta yang menggunakan metode fee for service
karena lebih menguntungkan untuk diberikan pelayanan lebih lanjut. Imbasnya, rumah sakit
milik pemerintah yang menjadi rujukan mengalami penumpukan pasien. Hal ini mengakibatkan
seringkali terjadi kasus-kasus diskriminasi pasien BPJS. 
Tarif INA-CBGs seringkali dikeluhkan oleh pihak rumah sakit karena tarifnya yang
rendah dan sejak tahun 2016 tidak mengalami kenaikan. Hal ini berbanding terbalik dengan 
sektor-sektor publik lainnya yang tiap tahunnya mengalami kenaikan karena mengikuti laju
inflasi dan biaya operasional ikut naik terutama di masa pandemi. Faktor pembiayaan dapat
mendorong rumah sakit untuk membatasi penerimaan atau membedakan kualitas pengobatan. 
Beberapa rumah sakit di Indonesia mengeluhkan adanya ketidaksesuaian antara biaya
yang dikeluarkan rumah sakit dengan tarif INA-CBGs yang telah ditetapkan. Sebuah penelitian
yang mencari dampak JKN terhadap efisiensi RS menunjukkan bahwa di tahun 2017, tingkat
efisiensi rumah sakit turun menjadi tidak efisien. Kemudian setelah dilakukan wawancara kepada
stakeholder terkait, ditemukan bahwa hal tersebut diakibatkan terlambatnya klaim BPJS dan tarif
INA CBGs di beberapa layanan tidak sesuai dengan biaya real yang dikeluarkan oleh rumah
sakit (Irwandy dan Sjaaf, 2018).
Hal ini menunjukkan bahwa masih perlunya perbaikan tata kelola dalam rangka
peningkatan kolaborasi dan koordinasi antara pihak rumah sakit dan pemerintah terkait sistem
pembiayaan BPJS, yakni INA-CBGs. Selain itu, melihat adanya perbedaan treatment antara
pasien BPJS akibat sistem pembiayaan yang diselenggarakan, perbaikan dalam implementasi
regulasi juga perlu dilakukan. Sistem pembiayaan yang kurang optimal berdampak langsung
terhadap rumah sakit yang imbasnya terlihat jelas terhadap pemberian layanan kesehatan dari
rumah sakit kepada pasien BPJS. Perlu dilakukan perbaikan-perbaikan sistem pembiayaan
INA-CBGs agar diikuti dengan peningkatan pelayanan kesehatan sehingga dapat memperkuat
upaya dalam pembangunan kesehatan. Selain itu, penggunaan sistem INA-CBGs perlu diikuti
dengan penguatan health technology assessment (HTA) dan kegiatan evaluasi dan monitoring
secara berkala untuk memastikan kualitasnya.

III. KESIMPULAN
Sistem INA-CBGs diimplementasikan dalam rangka pemerataan dan keadilan dalam memenuhi
kesehatan sebagai salah satu hak asasi manusia. Namun, masih terdapat beberapa kekurangan
dari sistem INA-CBGs yang membuat tidak optimalnya pelayanan yang diberikan oleh fasilitas
pelayanan kesehatan kepada pasien BPJS. Beberapa kekurangan tersebut bagi institusi pelayanan
kesehatan antara lain keterlambatan klaim BPJS Kesehatan dan tarif INA-CBGs yang cukup
rendah sehingga biaya real yang dikeluarkan rumah sakit lebih besar daripada tarif INA-CBGs
yang telah ditetapkan. Tidak optimalnya pelayanan yang diberikan menyebabkan tidak
optimalnya pembangunan kesehatan di Indonesia

IV. SARAN

Untuk Pemerintah
1. Perlu pengkajian dan pertimbangan kembali terkait tarif INA-CBGs untuk dinaikkan
karena sejak 2016 hingga 2022 tarif INA-CBGs tidak kunjung naik
2. Meningkatkan pengawasan terhadap institusi pelayanan kesehatan terhadap pemberian
layanan kesehatan
3. Perlu adanya sistem pengawasan yang jelas untuk meningkatkan efektivitas BPJS
4. Meningkatkan koordinasi dengan stakeholder penyedia layanan kesehatan
5. Melakukan penguatan health technology assessment (HTA)

Untuk Institusi Pelayanan Kesehatan

1. Peningkatan kapasitas pengetahuan komponen institusi dalam upaya efisiensi dan


pengelolaan rumah sakit dalam sistem pembayaran INA-CBGs
2. Perubahan manajemen dalam institusi pelayanan kesehatan dalam penyesuaian sistem
INA-CBGs
3. Transparansi regulasi kepada masyarakat peserta BPJS terkait hak-hak pasien terhadap
layanan yang diberikan
DAFTAR PUSTAKA
Artanto, A. 2018. Faktor-Faktor Penyebab Klaim Tertunda BPJS Kesehatan RSUD Dr.
Kanujoso Djatiwibowo Periode Januari-Maret 2016. Jurnal Administrasi Rumah Sakit, 4(2).

Candra, et al., 2020. Laporan Hasil Penelitian Evaluasi Kebijakan JKN di 13 Provinsi
Indonesia. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan.

Indriani, R., 2014. Ini Penyebab Pelayanan BPJS Kurang Memuaskan. suara.com.
Suara.com. Available at:
https://www.suara.com/health/2014/12/18/195223/ini-penyebab-pelayanan-bpjs-kurang-memuas
kan (Accessed: October 23, 2022).

Irwandy and Sjaaf, A.C. (2018) “Dampak Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional
terhadap Efisiensi Rumah Sakit: Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Selatan,” Jurnal MKMI,
14(4).

Kharisma, D.D. (2020) “Healthcare Access Inequity within a Social Health Insurance
Setting: A Risk Faced by Indonesia’s Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Program,” Bappenas
Working Paper, 3(1).

Klein, A. et al. (eds) (2020) Diagnosis-Related Groups: A Question and Answer Guide on
Case-Based Classification and Payment Systems. WHO.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang


Petunjuk Teknis Sistem Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs)

Presiden RI. (2020). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2020
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Jakarta

Purwadi, K. (2019) “Efektivitas Penerapan INA-CBG Di Rumah Sakit (Analisis


Penerapan Permenkes RI No. 76 Tahun 2016 tentang Pedoman Indonesian Case Base Groups
(INA-CBG) Dalam Pelaksanaan JKN di Rumah Sakit Emanuel Banjarnegara),” Jurnal Idea
Hukum, 5(2).

Rokom. 2014. Ina-CBG's Untuk Optimalkan Pelayanan BPJS Kesehatan. Sehat


Negeriku. Available at:
View publication stats

https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20140108/539538/ina-cbgs-untuk-optimalka
n-pelayanan-bpjs-kesehatan/ (Accessed: October 22, 2022). 

Rokom. 2017. Pembiayaan Perkuat Sistem Kesehatan. Sehat Negeriku. Available at:
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20171016/0323403/pembiayaan-perkuat-sistem-
kesehatan/ (Accessed: October 22, 2022).

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan


Nasional

WHO. 2020. Diagnosis-related groups (DRG): A Question & Answer Guide on


case-based classification and Payment Systems, World Health Organization. World Health
Organization. Available at:
https://www.who.int/publications/i/item/WHO-UHC-HGF-Guidance-20.10 (Accessed: October
23, 2022).

Anda mungkin juga menyukai