Disusun oleh:
Universitas Airlangga
Surabaya
2019
A. PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan salah satu anugrah terbesar manusia dan hal yang sangat
penting bagi semua manusia. Jika seseorang sakit, dia tidak akan mampu melaksanakan
berbagai kegiatan dan aktifitasnya. Hal tersebut tentu akan berdampak bagi
kelangsungan hidupnya dan orang lain terutama keluarganya. Kita hidup di negara
Indonesia yang berlandaskan Pancasila. Salah satu sila Pancasila yaitu sila ke 5
berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Keadilan sosial disini salah
satunya adalah keadilan dalam akses kesehatan. Oleh karena itu, pemerintah
Undang No. 24 Tahun 2011, Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS,
yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Dimana Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial adalah peleburan 4 (empat) badan usaha milik negara
menjadi satu badan hukum, 4 (empat) badan usaha yang dimaksud adalah PT TASPEN,
tapi, tapi juga masalah ekonomi dan politik sekaligus.3 Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
Setiap peserta BPJS kesehatan berhak memperoleh manfaat jaminan kesehatan yang
kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai
dengan kebutuhan medis yang diperlukan. Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana
dimaksud terdiri atas manfaat medis dan manfaat non medis. Manfaat medis tidak
terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan. Manfaat non medis meliputi manfaat
dihadapi serta keluhan yang dirasakan oleh peserta antara lain sosialisasi BPJS yang
kurang mengena dan tidak sesuai dengan kondisi masyarakat ditingkat yang paling
bawah. Selain itu, praktek percaloan di Kantor Cabang BPJS dan rumah sakit yang
marak juga menjadi masalah dalam pelaksanaan BPJS kesehatan. BPJS menerapkan
aturan bahwa kartu pengguna BPJS baru bisa aktif sepekan setelah pendaftaran
diterima. Padahal sakit menimpa tanpa terduga dan tak mungkin bisa ditunda.
Masalah lain adalah rujukan lembaga jasa kesehatan yang ditunjuk BPJS
Kesehatan terbatas dan tidak fleksibel. Peserta BPJS hanya boleh memilih satu fasilitas
kesehatan untuk memperoleh rujukan dan tak bisa ke faskes lain meski sama-sama
bekerja sama dengan BPJS. Tentu ini menyulitkan orang yang sering bepergian dan
bekerja di tempat jauh. Rumitnya alur pelayanan BPJS Kesehatan karena menerapkan
alur pelayanan berjenjang juga dikeluhkan oleh peserta BPJS. Sebelum ke rumah sakit,
peserta wajib terlebih dulu ke faskes tingkat pertama, yaitu puskesmas. Selain itu,
banyak peserta BPJS mengeluhkan pembayaran biaya pengobatan yang tak ditanggung
sepenuhnya oleh BPJS. Biaya ambulance ditanggung sendiri oleh pasien pada saat
dokter rumah sakit yang bersifat komersial. Padahal menurut Undang-Undang Nomor
kesehatan harus disesuaikan dengan kebutuhan medis sesuai hasil penilaian teknologi
BPJS hanya dilayani di rumah sakit pemerintah namun kini banyak rumah sakit swasta
Namun baru – baru ini dilansir dari BBC Indonesia, Salah satu rumah sakit
privat atau swasta yaitu Rumah Sakit Yadika Pondok Bambu yang terletak di Jakarta
Timur tidak lagi menerima pasien BPJS, pasien yang berobat menggunakan BPJS satu
per satu ditolak oleh petugas rumah sakit. Rumah Sakit Yadika tercatat tidak melayani
BPJS lagi sejak 2 Januari 2019, hal ini banyak dikeluhkan pasien karena banyak dari
mereka harus menuju rumah sakit yang lebih jauh untuk berobat menggunakan BPJS.
Selain itu kini terjadi pergeseran paradigm dalam sistem BPJS dimana administrasi
dialihkan menggunakan sistem online dari sistem manual, tentu saja hal ini berdampak
baik jika diimbangi dengan sosialisasi dari pihak terkait terhadap masyarakat pengguna
BPJS.
B. PEMBAHASAN
Teori New Public Management adalah sebuah konsep manajemen publik/pemerintahan
baru, yang menerapkan praktik kerja sektor privat ke sektor publik untuk menciptakan
efisiensi dan efektifitas kinerja pemerintah daerah sehingga akan tercipta welfare
society (kesejahteraan masyarakat). Salah satu sumber teoritis penting dari New Public
Management adalah humanisme organisasi. Selama tiga puluh tahun terakhir, teori
administrasi publik telah bergabung dengan di disiplin ilmu lain dalam menunjukkan
pendekatan hirarkis tradisional pada organisasi sosial yang ketat dalam pandangan
mereka tentang perilaku manusia, dan mereka telah bergabung dalam kritik birokrasi
serta mencari pendekatan alternatif untuk manajemen dan organisasi. Secara kolektif,
pendekatan ini telah berusaha untuk organisasi mode publik kurang didominasi oleh
isu-isu kekuasaan dan kontrol serta lebih memperhatikan kebutuhan dan keprihatinan
menerapkan pengetahun dan pengalaman yang diperoleh dari dunia bisnis dan disiplin
lain untuk memperbaiki efektivitas, efisiensi, dan kinerja pelayanan publik pada
birokrasi modern. Ketika muncul pertama kali, NPM hanya meliputi lima doktrin,
yaitu :
out), dan
kegiatannya pada:
pemerintah.
Dalam pelaksanaan manajemen publik sendiri memiliki tujuan tertentu. Adapun tujuan
publik (lebih efektif dan efisien), pegawainya lebih berkeahlian dan lebih
2. Manajemen publik itu bertujuan untuk menjadikan sector public lebih efisien,
Bentuk pemerintah akan berubah seiring akan perubahan kebutuhan masyarakat dan
tantangan yang ada selain dari lingkungan sekitar yang selalu berubah. Mekanisme
sosial akan terus berkembang, oleh sebab itu diperlukan sebuah kepercayaan dalam
memastikan pengiriman barang dan jasa dalam publik yang efisien, pengentasan
kemiskinan, dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Hal ini merujuk pada sebuah
Dunia, IMF, UNDP, ODA, IDA, dsb) serta praktik-praktik terbaik yang diadopsi oleh
pemerintahan yang baik atau good governance, dibutuhkan beberapa karakteristik yang
dianggap penting:
Partisipasi
Aturan hukum
Aturan hukum dalam tata pemerintahan yang baik didasarkan pada keadilan.
Hal ini berarti bahwa setiap orang dalam masyarakat setara di hadapan hukum,
Konsep kesetaraan merupakan kesamaan peluang dan hak untuk setiap orang
dalam suatu komunitas terlepas dari status sosial, jenis kelamin, ras, warna
Transparansi
Arti transparansi yaitu proses, lembaga, dan informasi dapat diakses secara
langsung oleh semua orang dalam suatu masyarakat. Hal tersebut dimaksudkan
Ketanggapan/Responsiveness
Responsif berarti seluruh permintaan dan persyaratan ditangani secara tepat
waktu dan dalam waktu yang telah ditentukan. Segala bentuk keterlambatan
satu pendapat yang diadopsi oleh sebagian besar lainnya, pendapat seluruh
konvergen (penyatuan ide atau bidang yang berbeda untuk menemukan solusi).
Implementasi dari tata kelola yang baik yaitu penekanan efektivitas dan
Akuntabilitas
sistem Good Governance dan berusaha melakukan mensinkornasikan sector public dan
privat dimana hal ini adalah rumah sakit swasta dengan pemerintah. Namun pada
pelaksanaanya pemerintah masih jauh dari Good Governance, dimana terlihat dari
Dilansir dari BBC Indonesia, BPJS Kesehatan mengakhiri kerja sama dengan
65 rumah sakit swasta di berbagai daerah di Indonesia terhitung mulai 1 Januari 2019.
Pemutusan itu dilakukan karena puluhan rumah sakit tersebut belum mendapatkan
sertifikat akreditas. Sementara itu 15 rumah sakit lain putus kerja sama karena tidak
memenuhi syarat rekredensialing atau uji kelayakan ulang. Langkah BPJS untuk
mengakhiri kerja sama dengan puluhan rumah sakit swasta dapat berdampak buruk
pada pelayanan masyarakat yang diterima masyarakat. Hal ini menyebabkan ebih dari
satu juta pasien terancam tidak dapat mengakses layanan BPJS secara maksimal
Banyaknya rumah sakit swasta yang tidak bekerja sama lagi dengan BPJS
dikarenakan kurangnya transparansi antara pemerintah dan pihak privat. Selain itu
pemerintah pengelola BPJS sering melakukan tunggakan pembiayaan pada rumah sakit
sakit juga menjadi penyebab pemutusan kontrak ini, banyak rumah sakit swasta yang
anggaran dalam BPJS. idak seimbangnya antara klaim dari ribuan fasilitas kesehatan
dengan iuran premi yang diterima oleh BPJS Kesehatan sehingga sampai tahun ini
Hal ini dikarenakan perilaku curang beberapa peserta yang hanya mendaftar
dan membayar BPJS kesehatan ketika sedang sakit dan tidak meneruskan membayar
Padahal baiaya yang telah dikeluarkan BPJS Kesehatan untuk penyakit yang
dideritanya belasan bahkan ratusan juta rupiah. Harapan kita masyarakat sadar jika
mereka telah mendaftar sebagai peserta BPJS kesehatan secara rutin membayar iuran
meski sudah sembuh. Semoga pihak BPJS kesehatan dengan pakar - pakar asuransi
meniadakanya. Hal lain yang juga penting dilakukan adalah terus mengampanyekan
perilaku hidup sehat sebagai upaya pencegahan. Perilaku hidup sehat dapat
besarnya iuran bulanan, maka tidak heran jika defisit yang dialami BPJS Kesehatan
semakin lama semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan meningkatnya jumlah peserta
dari tahun ke tahun dan diperburuk dengan tunggakan iuran peserta mandiri,
Dalam laporan 4 tahun pemerintahan Jokowi-JK, diketahui bahwa anggaran
anggaran ini juga diimbangi dengan peningkatan cakupan kepesertaan dan jumlah
fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) serta fasilitas kesehatan rujukan tingkat
Dari segi cakupan kepesertaan memang meningkat, namun dari segi defisit
yang dialami BPJS Kesehatan juga meningkat. Sampai saat ini, kata Umi defisit
mencapai angka Rp 16.5 triliun, di mana pemerintah terus berupaya menekan defisit
Sampai saat ini pemerintah belum mau menaikkan iuran bulanan peserta BPJS
Kesehatan. Dia mengatakan saat ini peserta mandiri kelas I harus membayar Rp 80.000,
kelas II Rp 51.000, dan kelas III Rp 25.500. Padahal, kata Umi, sejak 2015 lalu Dewan
Jaminan Sosial Nasional (DJSN) telah memberikan rekomendasi terkait besarnya iuran
Fakta ini menunjukkan bahwa iuran BPJS yang saat ini belum sesuai dengan
perhitungan iuran minimal yang sudah dihitung DJSN. Untuk kelas II saja memiliki
margin Rp 12.000 dan Rp 7.500 untuk kelas III. Jika selisih ini dikalikan dengan jumlah
peserta, sudah berapa rupiah yang harus dikeluarkan untuk menambal kekurangan
iuran ini
Penggunaan dana cukai rokok yang diandalkan untuk menambal defisit harus
pula diimbangi dengan pelayanan promotif dan preventif. Jumlah orang sakit akan
terus bertambah jika fokus pelayanan kesehatan negara kita hanya pada ranah
Masalah lain BPJS Kesehatan yang belum mencakup Good Governance adalah
fasilitas kesehatan dan obat yang disediakan. Pasien BPJS sering mendapat pelayanan
yang kurang baik dibandingkan dengan pasien non BPJS. Faskes yang ditawarkan
kepada pasien ada dua, yaitu Faskes I dan Faskes II. Pasien hanya diperbolehkan untuk
memilih satu dari tiap-tiap Faskes sesuai dengan wilayah pasien tinggal. Satu Faskes I
Kondisi ini tentu saja merugikan. Sebab kalau Faskes I yang berada di wilayah
pasien tinggal tidak memuaskan, pasien tidak bisa berobat di Faskes I lainnya, kecuali
mengurus kepindahan Faskes. Lokasi Faskes juga dapat menimbulkan masalah baru.
Bayangkan saja jika jarak lokasi Faskes dengan lokasi tempat tinggal pasien sangat
jauh, hal ini tentu saja akan memakan waktu berjam-jam. Akibatnya, pasien bisa
sakit yang dirujuk pihak BPJS Kesehatan. Bila rumah sakit tersebut tidak bekerja sama
dengan BPJS, pasien yang mau berobat akan ditolak. Mau tidak mau pasien harus
berusaha mencari daftar rumah sakit rekanan demi mendapat pelayanan rumah sakit
Kendala lainnya yang paling sering dialami pasien adalah kesulitan untuk
mengajukan rujukan ke rumah sakit. Sistem yang diberlakukan BPJS Kesehatan adalah
sistem rujukan jenjang tertentu. Pasien yang ingin menikmati fasilitas kesehatan dari
rumah sakit harus mendapat surat rujukan terlebih dahulu dari Fasilitas Kesehatan I
(Faskes I), seperti puskesmas, dokter keluarga, dan klinik BPJS. Surat rujukan tersebut
mendapat pengecualian untuk pasien yang sedang dalam kondisi gawat darurat.
Beruntunglah jika Faskes I sedang tidak sibuk melayani sejuta masyarakat. Bila
Faskes I sedang sibuk, pasien yang membutuhkan pertolongan dari pihak rumah sakit
pun bisa saja sekarat karena sudah kelamaan menunggu surat rujukan tersebut.
Dalam hal pergeseran dari BPJS manual ke BPJS online tentunya juga harus
dibarengi dengan sosialisasi dari pihak terkait terhadap masyarakat pengguna BPJS
yang dimana sebagaian besar adalah pihak menengah kebawah. Banyak ditemui
masyarakat yang kurang paham mengenai mekanisme BPJS online. Namun hal ini
telah diimbangi dengan petugas pelayanan BPJS yang bersedia membantu masyarakat
yang belum paham mengenai mekanisme BPJS Online baik dari pihak rumah sakit
Melihat hal tersebut perlu menjadi perhatian pemerintah agar pelaksanaan BPJS
Kesehatan bisa terlaksana dengan baik dan dapat dirasakan oleh seluruh rakyat
Indonesia karena sejatinya BPJS kesehatan merupakan sebuah penyelesaian yang baik
dalam mengatasi masalah kesehatan di Indonesia dan setiap orang mempunyai hak
yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan
1
Abidin. (2016). Pengaruh Kualitas Pelayanan Bpjs Kesehatan Terhadap Kepuasan
2
Novrialdi. (2015). Pelayanan Kesehatan Bagi Pasien Bpjs (Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial) Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Siak Tahun 2016 .
3
Sulastomo. (2007). Manajemen Kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia.
4
Tim Pustaka Yustisia. (2014). Panduan Resmi Memperoleh Jaminan Kesehatan dari
5
Nag, Ninad Shankar. 2018. Government, Governance and Good Governance. Indian
https://doi.org/10.1177/0019556117735448
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46780599