Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HUKUM PERDATA

Dosen Pembimbing : Anak Agung Sagung Laksmi Dewi, SH. MH


Oleh : I Putu Arya Wiguna Artana
NPM : 1710122091
Prodi : llmu Hukum

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WARMADEWA DENPASAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada dasarnya kehidupan antara seseorang itu didasarkan pada adanya suatu

“hubungan”, baik hubungan atas suatu kebendaan atau hubungan yang lain.

Adakalanya hubungan antara seseorang atau badan hukum itu tidak berjalan mulus

seperti yang diharapkan, sehingga seringkali menimbulkan permasalahan hukum.

Sebagai contoh sebagai akibat terjadinya hubungan pinjam meminjam saja seringkali

menimbulkan permasalahan hukum. Atau contoh lain dalam hal terjadinya putusnya

perkawinan seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Hal tersebut termasuk

dalam masalah hukum perdata.

Hukum perdata di Indonesia adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah

dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan

pemberlakuaanya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban


disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya. Salah satu bidang hukum yang mengatur hak

dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara obyek hukum.

Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum

publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta

kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan

pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan

(hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga

negara sehari- hari.


Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda,

khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-

undang Hukum Perdata (dikenal KUHPerdata.) yang berlaku di Indonesia tidak lain

adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan

BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah

jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih

bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda

sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa

penyesuaian.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian hukum perdata?

2. Apa saja sumber-sumber hukum perdata?

3. Apa saja asas-asas hukum perdata?

4. Bagaimana Sistematika hukum perdata di Indonesia?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum Perdata


Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Djojodiguno

sebagai terjemahan dari bahasa Belanda yaitu burgerlijkrecht Wetboek (B.W) pada

masa pendudukan Jepang. Di samping istilah itu, sinonim hukum perdata

adalah civielrecht dan privatrecht.

Para ahli memberikan batasan hukum perdata, seperti berikut. Van Dunne

mengartikan hukum perdata, khususnya pada abad ke -19 adalah, “Suatu peraturan

yang mengatur tentang hal-hal yang sangat esensial bagi kebebasan individu, seperti

orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan. Sedangkan hukum

publik memberikan jaminan yang minimal bagi kehidupan pribadi” (Kansil, 1993:210)

Pendapat lain yaitu Vollmar, dia mengartikan hukum perdata adalah, “Aturan-

aturan atau norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya

memberikan perlindungan pada kepentingan perseorangan dalam perbandingan yang


tepat antara kepentingan yang satu dengna kepentingan yang lain dari orang-orang

dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan

hubungan lalu lintas”(Kansil, 1993:210)

Hukum perdata merupakan salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan

kewajiban yang dimiliki subjek hukum. Subjek adalah pelaku. Subjek hukum ada dua,

yaitu manusia dan badan hukum (PT, firma, yayasan, dan sebagainya). Hukum perdata

ada karena kehidupan seseorang didasarkan pada adanya suatu “hubungan”, baik

hubungan berdasarkan kebendaan atau hubungan yang lain. Manusia. Hukum perdata
bertujuan untuk mengatur hubungan di antara penduduk atau warga Negara sehari-hari,

seperti kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, waris, harta benda,

kegiatan usaha, dan tindakan bersifat perdata lainnya. Karena hukum perdata

“rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara

orang yang satu dan orang lain dengan menitikberatkan pada kepentingan

perseoranagn “. Hukum perdata merupakan ketentuan yang mengatur dan membatasi

tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingannya serta membatasi kehidupan

manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingannya.

Hukum perdata juga disebut hukum privat atau hukum sipil (Civil Law).

Hukum privat adalah hukum yang baik materi maupun prosesnya didasarkan kepada

kepentingan pribadi-pribadi. Misalnya ketika terjadi transaksi jual beli rumah, kedua

belah pihak berhak untuk menentukan metode pembayaran, apakah kontan atau kredit.

Jual beli ini merupakan urusan pribadi sehingga institusi public seperti polisi atau jaksa

tidak berhak untuk ikut campur dalam prosesnya. Jadi, ketika ditemukan masalah

perdata dan polisi atau jaksa turut campur dalam kasus tersebut (dengan membawa baju

institusinya), maka tindakan aparat tersebut patut dicurigai. Namun ketika terjadi

penipuan, misalnya rumah dijual bukan hak milik si Penjual, maka kasus ini bisa
dilaporkan ke polisi.

Hukum perdata menentukan, bahwa didalam perhubungan antar mereka, orang

harus meundukan diri kepada apa saja dan norma-norma apa saja yang harus mereka

indahkan. Dalam hal ini hukum perdata memberikan wewenang-wewenang di satu

pihak dan di lain pihak iamembebankan kewajiban-kewajiban, yang pemenuhannya

dan justru ini adalah inti aturan hukum, jika perlu dapat dipaksakan dengan bantuan

penguasa.(Vollmar, 1996:2)
Pengertian hukum perdata material adalah menerangkan perbuatan-perbuatan

apa yang dapat dihukum serta hukuman-hukuman apa yang dapat dijatuhkan. Hukum

materil menentukan isi sesuatu perjanjian, sesuatu perhubungan atau sesuatu

perbuatan. Dalam pengertian hukum materil perhatian ditujukan kepada isi

peraturan.(Abdulkadi, 2014:13)

Pengertian hukum perdata formal adalah menunjukkan cara mempertahankan

atau menjalankan peraturan-peraturan itu dan dalam perselisihan maka hukum formil

itu menunjukkan cara menyelesaikan di muka hakim. Hukum formil disebut pula

hukum Acaara. Dalam pengertian hukum formil perhatian ditujukan kepada cara

mempertahankan/ melaksanakan isi peraturan. (Abdulkadi, 2014:13)

2.2 Sumber Hukum Perdata


Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang

mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar

mengakibatkan timbulnya sanksi yang tegas dan nyata. Sumber hukum perdata adalah

asal mula hukum perdata atau tempat dimana hukum perdata di temukan.(Siti, 2007:9)
Volamar membagi sumber hukum perdata menjadi empat macam. Yaitu

KUHperdata ,traktat, yurisprudensi, dan kebiasaan. Dari keempat sumber tersebut

dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu sumber hukum perdata tertulis dan tidak tertulis.

Yang dimaksud dengan sumber hukum perdata tertulis yaitu tempat ditemukannya

kaidah-kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya kaidah

hukum perdata tertulis terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan

yurisprudensi. Sumber hukum perdata tidak tertulis adalah tempat ditemukannya


kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tidak tertulis. Seperti terdapat dalam

hukum kebiasaan. (Vollmar, 1996:13) Yang menjadi sumber perdata tertulis yaitu:

1. AB (algemene bepalingen van Wetgeving) ketentuan umum permerintah

Hindia Belanda

2. KUHPerdata (BW)

3. KUH dagang

4. UU No 1 Tahun 1974

5. UU No 5 Tahun 1960 Tentang Agraria.

2.3 Asas-asas Hukum Perdata


Beberapa asas yang terkandung dalam KUHPerdata yang sangat penting dalam

Hukum Perdata adalah(Kansil, 1993:41):

1. Asas Kebebasan Berkontrak. Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap

orang dapat mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam

undang-undang, maupun yang belum diatur dalam undang-undang (lihat Pasal

1338 KUHPdt).

2. Asas Konsensualisme. Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal


1320 ayat (1) KUHPdt. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat

sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak.

Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya

tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan

kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan

pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.


3. Asas Kepercayaan. Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap

orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang

diadakan diantara mereka dibelakang hari.

4. Asas Kekuatan Mengikat. Asas kekuatan mengikat ini adalah asas yang

menyatakan bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para pihak yang

mengikatkan diri pada perjanjian tersebut dan sifatnya hanya mengikat

5. Asas Persamaan hukum. Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa

subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan

kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara

satu sama lainnya, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan

ras.

6. Asas Keseimbangan. Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua

belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai

kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut

pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula

kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik

7. Asas Kepastian Hukum. Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas
pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat

perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak

ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak,

sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan

intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.

8. Asas Moral. Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan

sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat

prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu
seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan

mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan

perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang

bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada

kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya.

9. Asas Perlindungan. Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara

debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat

perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang

lemah.Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam

menentukan dan membuat suatu kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum

sehari-hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keseluruhan asas diatas

merupakan hal penting dan mutlak harus diperhatikan bagi pembuat

kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai

dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak.

10. Asas Kepatutan. Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPdt. Asas ini

berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh

kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya


11. Asas Kepribadian (Personality). Asas kepribadian merupakan asas yang

menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak

hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal

1315 dan Pasal 1340 KUHPdt

12. Asas Itikad Baik (Good Faith). Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338

ayat (3) KUHPdt yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad

baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan
debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau

keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak

2.4 Sistematika Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia


Menurut Undang-Undang sebagaimana termuat dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata terdiri atas 4 buku (Kansil, 1993:44), yaitu:

- Buku I, yang berjudul Perihal Orang (Van Personen), yang memuat

Hukum Perorangan dan Hukum Kekeluargaan;

- Biku II, yang berjudul Perihal Benda (Van Zaken), yang memuat

Hukum Benda dan Hukum Waris;

- Buku III, yang berjudul perihal perikatan (Van Verbintennissen), yang

memuat Hukum Harta Kekayaan yang berkenan dengan hak-hak dan

kewajiban yang berlaku bagi-orang-orang atau pihak tertentu;

- Buku IV, yang berjudul perihal pembuktian dan kadauiawarsa (Van

Bewijs en Berjaring), yang memuat perihal alat-alat pembuktian dan

akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.

Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum, Hukum Perdata (yang termuat

dalam KUHPer) terdapat 4 bagian, yaitu:

- Hukum Perorangan (Personenrecht) yang memuat antara lain:

a. Peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek hukum,

b. Peraturan-peraturan tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak dan

bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu.

- Hukum Keluarga (Familierecht) yang memuat antara lain:


a. Perkawinan beserta hubungan dalam hukum harta kekayaan antara

suami/istri

b. Hubungan antara orangtua dan anak-anaknya (kekuasaan orangtua-

ouderlijke macht),

c. Perwalian (voogdij),

d. Pengampunan (curalele).

- Hukum Harta Kekayaan (Vermogensrecht), yang mengatur tentang

hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilaikan dengan uang.

Hukum Harta Kekayaan meliputi;

a. Hak mutlak, yaitu hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang;

b. Hal perorangan, yaitu hak-hak yang hanya berlak terhadap seorang

atau suatu pihak tertentu saja.

- Hukum Waris (Erfrecht), yang mengatur tentang benda atau harta

kekayaan seseorang jika meninggal dunia (mengatur akibat-akibat dari

hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang).


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar individu dalam

pergaulan masyarakat. Jadi, hukum perdata adalah hukum pokok yang mengatur

kepentingan-kepentingan perorangan. Dalam peradilan hukum perdata diutamakan

perdamaian karena hukum perdata itu tidak hanya difungsikan untuk menghukum

seseorang, tetapi juga sebagai alat untuk mendapatkan keadilan dan perdamaian.
DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadi, M. (2014). Hukum Perdata Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.


Kansil, C. S. . (1993). Pengantar Ilmu Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Siti, S. (2007). Pengantar Tata Hukum Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama.
Vollmar. (1996). Pengantar Studi Hukum Perdata Jilid I. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

Anda mungkin juga menyukai