Anda di halaman 1dari 4

1.

Job Hopping
Job -hopping adalah kecenderungan untuk bermigrasi dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain
didorong oleh berbagai motivasi hal ini mengacu perilaku karyawan yang sering berganti
perusahaan, bukan berganti pekerjaan. Istilah job hopping digunakan untuk
menggambarkan situasi ketika seseorang sering berpindah kerja job hopper adalah sebutan
bagi Generasi millennials pun sering dikategorikan sebagai para job hopper. Gaji
merupakan alasan pertama para karyawan melakukan job-hopping, kebutuhan hidup yang
semakin tinggi menjadi pertimbangan utama. Bisa dikatakan bahwa para job hopper adalah
money oriented, mereka melihat kesempatan dan mengambilnya. Bagi para job hopper,
kesempatan tak akan datang dua kali. Para karyawan yang melakukan job hopping juga
karena mereka berfikir bahwa dengan berpindah perusahaan mereka bisa mendapatkan
jenjang karir yang lebih baik. Mereka ingin hasil kerja mereka lebih dihargai oleh
perusahaan. (Steenackers & Guerry, 2016)

2. Mempertahankan Karyawan Unggulan


Permintaan akan karyawan yang terampil dan unggulan akan selalu ada . Menurut Roger
E.Herman, kekurangan tenaga kerja terampil bisa mencapai sepuluh juta pada akhir dekade
ini. Perusahaan berupaya keras untuk muncul sebagai merek yang berkelanjutan dan
inklusif. Organisasi telah memahami pentingnya retensi karyawan terbaik mereka. Banyak
perusahaan bereksperimen dengan karyawan mereka dengan memperlakukan mereka
sebagai pelanggan mereka dan membangun hubungan yang kuat dengan mereka untuk
mempertahankan mereka. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa karyawan juga
mengikuti siklus hidup dan aspirasi mereka berbeda pada tahap yang berbeda, sehingga
memahami harapan mereka dan memenuhi mereka akan membuat mereka
mempertahankan karyawan mereka. Memiliki SDM yang unggulan akan menjadi nilai
kompetitif tersendiri bagi perusahaan diantara para pesaingnya(Singh, 2019)
3. Peran Pemimpin Wanita dalam Fleksibilitas strategis pada praktik SDM yang inovatif
Perusahaan yang menekankan fleksibilitas strategis bergantung pada praktik SDM untuk
mencapai keunggulan kompetitif. Temuan ini sangat penting bagi perusahaan yang
menekankan fleksibilitas strategis dalam organisasi mereka. Mengingat bahwa di dunia
saat ini yang semakin meningkat ketidakpastian, fleksibilitas hampir menjadi keharusan
bagi perusahaan untuk mempertahankan dan mempertahankan keunggulan kompetitif
mereka. praktisi harus lebih menekankan pada pengembangan praktik SDM inovatif untuk
tetap kompetitif dalam lingkungan bisnis yang berubah dengan cepat. Kedua, sesuai
dengan upaya dalam literatur strategi yang menunjukkan efek karakteristik individu CEO
dalam hal demografi dan kepribadian pada hasil organisasi. CEO perempuan menawarkan
beberapa wawasan bagi dewan direksi untuk memilih CEO yang cocok dengan strategi
organisasi mereka. Perusahaan yang mengejar fleksibilitas strategis harus merasa lebih
percaya diri ketika menunjuk CEO wanita, karena hasil kami menunjukkan bahwa
kepemimpinan wanita dapat meningkatkan dampak positif dari fleksibilitas strategis pada
kinerja perusahaan. (Xiu et al., 2017)
4. Menempatkan Orang yang tepat pada posisi yang tepat
Sumber Daya Manusia dianggap sebagai sumber pertumbuhan penting bagi organisasi,
untuk pemanfaatan sumber daya manusia yang terbaik adalah penting untuk
menyelaraskan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dimiliki oleh karyawan
dengan peran yang ditugaskan dalam organisasi. Kesesuaian penempatan SDM merupakan
anteseden penting dari kinerja. Kinerja karyawan yang tinggi memainkan faktor penting
dalam menentukan kinerja organisasi. Secara logis, semakin baik 'cocok' karyawan dengan
pekerjaannya, semakin sedikit penyesuaian yang harus dia lakukan. (Farooqui &
Nagendra, 2014)
5. Mengelola Emosi Karyawan
Jenis emosi karyawan tidaklah selalu sama derajadnya. Misalnya amarah yang meledak
asalkan beralasan ternyata dapat memotivasi manajer untuk melakukan evaluasi diri
mengapa hal itu terjadi di kalangan karyawan. Apalagi kalau kemarahan karyawan terjadi
karena faktor kelalaian manajer dalam memenuhi janjinya kepada karyawan.(Modekurti-
Mahato et al., 2014) Untuk mengelola emosi diri karyawannya, manajer sebaiknya
melakukan langkah-langkah berikut ini:
a) Melakukan evaluasi mengapa emosi itu terjadi dan apa akibat-akibat yang mengkin
muncul.
b) Manajer hendaknya memahami mengapa sampai terjadi emosi yang meledak di
kalangan karyawan. Manajer hendaknya berespon untuk berempati kepada
karyawan. Dengan demikian manajer akan mencoba mengendalikan diri.
Hendaknya manajer memerhatikan masukan-masukan dari bawahannya.
c) Secara bertahap manajer perlu melakukan perbaikan dalam hal cara berpikir,
mengendalikan perasaan, cara berinteraksi dengan orang lain dan memiliki
kegigihan untuk mengembangkan kinerja terbaiknya. Dengan kata lain hindari
segala tindakan yang dapat memici emosi karyawannya.
6. Keragaman Tenaga Kerja
Keragaman tenaga kerja berarti persamaan dan perbedaan di antara karyawan dalam hal
usia, latar belakang budaya, kemampuan fisik dan cacat, ras, agama, jenis kelamin, dan
orientasi seksual. Tidak ada dua manusia yang sama. Orang berbeda tidak hanya dalam
gender, budaya, ras, karakteristik sosial dan psikologis tetapi juga dalam perspektif dan
prasangka mereka. Keragaman membuat tenaga kerja menjadi heterogen. Dalam skenario
saat ini, mempekerjakan tenaga kerja yang terdiversifikasi merupakan kebutuhan bagi
setiap organisasi tetapi untuk mengelola tenaga kerja yang beragam seperti itu juga
merupakan tantangan besar bagi manajemen. Keragaman tenaga kerja adalah kekuatan
bagi organisasi mana pun, tetapi orang-orang masih tetap berpegang pada pandangan
mereka terkait kasta, agama, dan lain-lain sehingga menganggap keragaman sebagai
masalah, tetapi jika dikelola dengan baik, dapat meningkatkan produktivitas.(Saxena,
2014)
7. Regulasi Pemerintah terhadap Ketenagakerjaan
Mengikuti perubahan undang-undang ketenagakerjaan adalah perjuangan bagi pemilik
bisnis. Banyak yang memilih untuk mengabaikan hukum ketenagakerjaan, percaya mereka
tidak berlaku untuk bisnis mereka. Tetapi melakukan itu bisa berarti audit, tuntutan hukum,
dan mungkin bahkan kehancuran perusahaan .Tidak peduli seberapa besar atau kecil bisnis
, penting untuk memastikan perusahaan mematuhi undang-undang ketenagakerjaan. Ada
peraturan tentang segala hal mulai dari praktik perekrutan, hingga pembayaran upah,
hingga keselamatan di tempat kerja. (Rupidara & Darby, 2015)

DAFTAR PUSTAKA
Farooqui, M. S., & Nagendra, A. (2014). The Impact of Person Organization Fit on Job Satisfaction
and Performance of the Employees. Economics and Finance, 11(14), 122–129.
https://doi.org/10.1016/s2212-5671(14)00182-8
Modekurti-Mahato, M., Kumar, P., & Raju, P. G. (2014). Impact of Emotional Labor on
Organizational Role Stress – A Study in the Services Sector in India. Economics and Finance,
11(14), 110–121. https://doi.org/10.1016/s2212-5671(14)00181-6
Rupidara, N. S., & Darby, R. L. (2015). Institutional Influences On Hrm In The Asian Business
Environment: The Case Of Indonesia. Journal of Asia Business Studies, 1(1), 1–37.
Saxena, A. (2014). Workforce Diversity: A Key to Improve Productivity. Economics and Finance,
11(14), 76–85. https://doi.org/10.1016/s2212-5671(14)00178-6
Singh, D. (2019). A Literature Review on Employee Retention with Focus on Recent Trends.
International Journal of Scientific Research in Science, Engineering and Technology, (May),
425–431. https://doi.org/10.32628/ijsrst195463
Steenackers, K., & Guerry, M. A. (2016). Determinants of job-hopping: an empirical study in
Belgium. International Journal of Manpower, 37(3), 494–510. https://doi.org/10.1108/IJM-
09-2014-0184
Xiu, L., Liang, X., Chen, Z., & Xu, W. (2017). Strategic flexibility, innovative HR practices, and
firm performance: A moderated mediation model. Personnel Review, 46(7), 1335–1357.
https://doi.org/10.1108/PR-09-2016-0252

Anda mungkin juga menyukai