Anda di halaman 1dari 15

Penggunaan filsafat Etika Pemerintahan dalam implementasi Pelayanan Kesehatan

Untuk mencapai Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik

Nama: Aprilio Try Yudo Husodo

Npm: 41183506220014

Pendahuluan

• Latar Belakang

Pelayanan kesehatan adalah serangkaian layanan yang diberikan kepada orang untuk
menjaga, memulihkan, atau meningkatkan kesehatan mereka, mulai dari pencegahan
penyakit, diagnosis, pengobatan, hingga perawatan jangka panjang. Layanan ini dapat
diberikan oleh berbagai pihak, seperti rumah sakit, pusat kesehatan, dokter, perawat, ahli
terapi, dan tenaga medis lainnya. Tujuannya adalah untuk mendukung kesehatan mental,
emosional, dan fisik seseorang serta masyarakat secara keseluruhan.

Kehidupan setiap orang sangat bergantung pada pelayanan kesehatan. Namun,


fakta yang terjadi seringkali menunjukkan ketidakmerataan dalam kualitas layanan
kesehatan bagi masyarakat dan bagaimana mereka dapat diakses. Konsep aksiologi, yang
mempelajari norma, nilai, dan tujuan dasar manusia, memberikan fondasi filosofis yang
berguna untuk membuat kebijakan publik, terutama dalam bidang kesehatan.

Dalam konteks pelayanan kesehatan, Etika Pemerintahan menekankan pentingnya


menghormati martabat manusia, menjamin distribusi pelayanan yang adil, prinsip etika
profesi, dan kesetaraan akses bagi semua orang. Masalah seperti keterbatasan akses ke
layanan, kesenjangan kesehatan antar kelompok sosial, dan pelanggaran etika dalam praktik
kesehatan adalah masalah yang membutuhkan pemikiran filosofis yang mendalam.

Dalam paparan ini, akan dibahas bagaimana prinsip-prinsip Etika Pemerintahan dapat
diterapkan dalam kebijakan publik yang berfokus pada nilai-nilai moral dan etika dengan fokus
pada pelayanan kesehatan. Dengan menguraikan fenomena, masalah, dan komplikasi yang
ada dalam sistem pelayanan kesehatan, akan dibahas bagaimana pendekatan aksiologis
dapat menjadi landasan yang kokoh untuk meningkatkan kualitas, aksesibilitas, dan keadilan
dalam pelayanan.

• Rumusan Masalah
Peningkatan kesehatan adalah bagian penting dari pembangunan nasional. Tujuan
pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, keinginan, dan kemampuan
setiap orang untuk hidup sehat agar semua orang memiliki derajat kesehatan masyarakat
yang optimal. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat penting untuk meningkatkan
kualitas dan daya saing sumber daya manusia Indonesia. Tujuan pembangunan kesehatan di
Indonesia adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dilakukan
berbagai program kesehatan secara menyeluruh, berjenjang, dan terpadu untuk mencapai
tujuan pembangunan kesehatan nasional. Pusat Kesehatan Masyarakat berfungsi sebagai
pusat pengendalian dasar kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2014
mengatur penyelenggaraan Puskesmas. Peranan Etika dalam menjalankan Birokrasi
khususnya dalam konteks Pelayanan Kesehatan supaya Terjalin hubungan yang baik antara
Perawat dan Yang dirawat. Peningkatan kualitas SDM dan juga peningkatan Fasilitas tentu
akan terjalin agar tercapai Good Governance di sektor pelayanan Kesehatan.

• Kajian Teori

Konsep implementasi kebijakan publik

Sangat penting untuk menerapkan kebijakan publik. Kebijakan publik hanya akan
menjadi "macan kertas" jika tidak diterapkan. Oleh karena itu, agar kebijakan publik dapat
memenuhi harapan, implementasinya harus dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai
elemen. Dengan kata lain, implementasi kebijakan publik merupakan bagian penting dari
mencapai tujuan suatu kebijakan publik; namun, ini tidak berarti bahwa implementasi
kebijakan publik terpisah dari tahapan formulasi. Menurut Fadillah Putra (2001), tatanan
kebijakan publik makro dan mikro sangat memengaruhi keberhasilan kebijakan publik.
Dengan kata lain, formulasi kebijakan publik makro diatur oleh undang-undang yang berlaku,
Kebijakan publik operasional dan kelompok sasaran lingkungan akan memengaruhi
keberhasilan pelaksanaannya,

Oleh karena itu, pelaksanaan kebijakan publik tidak hanya mencakup penerapan
kebijakan melalui mekanisme birokratis, tetapi juga bagaimana kelompok sasaran menerima,
memahami, dan mendukungnya. Ini adalah bagian dari proses politik. Untuk mencapai
harapan, implementasi kebijakan publik harus mempertimbangkan berbagai jaringan
kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang memengaruhi perilaku semua pihak yang terlibat.
Implementasi kebijakan publik dipandang dari sudut pandang birokratis sebagai proses yang
cenderung mekanistis, linier, dan mengikuti berbagai prosedur. Padahal, penerapan kebijakan
publik tidak selalu linier atau mekanis. Proses negosiasi, tawar-menawar, dan kampanye
untuk mencapai kesepakatan lebih banyak menentukan seberapa efektif penerapan kebijakan
publik. Meskipun demikian, kemampuan lembaga pelaksana masih diperlukan untuk
mengendalikan berbagai kepentingan tersebut.

Pada kenyataannya, implementasi kebijakan publik tidak selalu sejalan dengan


rencana yang telah dibuat pada tahap perencanaan kebijakan publik, atau antara kenyataan
dan visi. Hampir selalu ada perbedaan antara apa yang ingin dicapai dan apa yang telah
dicapai. Distorsi ini dapat disebabkan oleh sejumlah variabel. Misalnya, sumber dana minimal
yang dibutuhkan mungkin tidak tersedia, sementara pelaksanaan kebijakan publik tidak dapat
ditunda. Selain itu, kualitas pelaksana yang tidak memenuhi standar minimum. Karena itu,
Grindle (1980) menyebutkan tiga (tiga) tantangan utama yang sering terjadi dalam
pelaksanaan kebijakan publik. Mereka adalah sebagai berikut:
(1) tidak adanya kerja sama vertikal antara atasan dan bawahan

(2) hubungan kerja horisontal yang tidak sinergis

(3) masalah penolakan terhadap perubahan, baik dari publik maupun dari birokrasi sendiri.

Pelaksana kebijakan publik harus memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
kondisi yang berkembang jika mereka ingin mengatasi tantangan ini. Berbeda dengan
membuat kebijakan publik yang membutuhkan rasionalitas dalam membuat keputusan,
keberhasilan pelaksanaan kebijakan publik kadangkala memerlukan lebih dari hanya
rasionalitas; pelaksana juga harus memiliki kemampuan untuk memahami dan menangani
persepsi yang berkembang di masyarakat di mana kebijakan publik akan diterapkan.

Oleh karena itu, implementasi kebijakan publik memerlukan kedua pendekatan—


topdown dan bottom-up sekaligus. Pendekatan top-down terutama berfokus pada
ketersediaan unit pelaksana (birokrasi), standar pelaksanaan, kewenangan, koordinasi, dll.
Sementara pendekatan bottom-up menekankan pada strategi yang digunakan oleh pelaksana
untuk menentukan tujuan kebijakan publik. Pendekatan ini memberikan dasar untuk
memahami kebijakan publik secara keseluruhan.

Pembahasan

Konsep Etika Pemerintahan dalam Konteks Pelayanan Kesehatan:

Konsep "etika pemerintahan" mengacu pada cara pemerintah membuat, mengelola,


dan menyampaikan keputusan yang adil, efisien, dan transparan. Dalam hal pelayanan
kesehatan, etika pemerintahan sangat penting karena sebagai institusi yang bertanggung
jawab, pemerintah harus memastikan bahwa layanan kesehatan yang diberikan adalah
seimbang, efisien, dan memenuhi kebutuhan masyarakat.

Keadilan dalam Pendistribusian Layanan Kesehatan Konsep keadilan juga terkait


dengan penerapan aksiologi. Sumber daya kesehatan, termasuk tenaga medis, fasilitas
kesehatan, dan akses ke obat-obatan, telah menjadi masalah besar. Sehingga pelayanan
kesehatan dapat diakses tidak hanya bagi mereka yang mampu secara finansial tetapi juga
bagi mereka yang kurang mampu, kebijakan yang dibuat harus mempertimbangkan prinsip
keadilan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan Untuk


mengevaluasi keberhasilan implementasi, George C. Edwards III mengusulkan beberapa
model implementasi, termasuk komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi,
dalam Agustino (2006) 18. Ada kemungkinan bahwa variabel-variabel tersebut berhubungan
satu sama lain dan tidak selalu berdiri sendiri. Faktor-faktor ini dapat dijelaskan sebagai
berikut:

a) Komunikasi: Untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan kebijakan, pelaksana harus


mengetahui apa yang harus dilakukan untuk melaksanakannya. Selain itu, kelompok
sasaran kebijakan juga harus diinformasikan tentang tujuan dan tujuan kebijakan. Ini
sangat penting untuk menghindari perlawanan dari kelompok sasaran.
b) Sumber Daya: Keberhasilan implementasi kebijakan tergantung pada sumber daya
yang dimiliki oleh implementor. Tanpa sumber daya, implementasi kebijakan tidak akan
berjalan secara efektif. Sumber daya untuk mendukung implementasi kebijakan dapat
berupa sumber daya manusia, yaitu kemampuan implementor, dan sumber daya
finansial.
c) Disposisi: Karakter dan sifat implementator dibahas di sini, seperti komitmen,
kejujuran, dan demokrasi, antara lain. Karakter yang dimiliki oleh 19 implementor
sangat penting untuk implementasi kebijakan.
d) Struktur Birokrasi: Birokrasi adalah struktur organisasi yang bertanggung jawab untuk
menerapkan kebijakan dan memiliki dampak yang signifikan terhadap
pelaksanaannya. Untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, diperlukan
prosedur oprasional standar, juga dikenal sebagai prosedur oprasional standar, yang
digunakan oleh setiap implementor kebijakan.

Konteks implementasi mencakup:

1. Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan,


2. Jenis manfaat yang akan dihasilkan,

3. Derajat perubahan yang diinginkan,

4. Kedudukan pembuat kebijakan,


5. Siapa yang melaksanakan program, dan
6. Sumber daya yang diberikan.

Sementara itu, konteks kebijakan mencakup:

1. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat,

2. Karakteristik lembaga dan penguasa,

3. Kepatuhan dan daya tangkap pelaksana.

Etika Profesi dalam Pelayanan Kesehatan,

Etika profesi medis sangat penting dalam aksiologi. Kepercayaan dan integritas dalam
pelayanan kesehatan memerlukan penghormatan terhadap prinsip moral seperti kejujuran,
kerahasiaan, dan kompetensi profesional. Sangat penting untuk menerapkan prinsip-prinsip
aksiologi dalam praktik kesehatan karena sering terjadi pelanggaran etika dalam pelayanan
kesehatan, seperti penyalahgunaan informasi pasien atau tindakan medis yang tidak etis.

Secara teoritis, memuaskan masyarakat adalah tujuan pelayanan publik. Untuk


mencapai kepuasan ini, diperlukan kualitas pelayanan prima yang ditunjukkan oleh:

1. Transparansi, yang berarti pelayanan yang terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh
semua pihak yang membutuhkan.
2. Akuntabilitas, yang berarti pelayanan yang bias dipertanggungjawabkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
3. Pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima
pelayanan dengan mempertahankan prinsip efisiensi dan efektivitas disebut sebagai
kondisional.

4. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dengan mempertimbangkan kebutuhan, aspirasi,
dan harapan masyarakat.
5. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi berdasarkan ras,
agama, suku, atau golongan sosial.
6. Keseimbangan hak dan kewajiban adalah jenis pelayanan yang mempertimbangkan
aspek keadilan antara yang memberikan dan yang menerima layanan publik.

Pelanggaran etika dalam praktik kesehatan dapat merujuk pada berbagai situasi di mana
standar moral yang seharusnya menjadi pedoman bagi tenaga medis atau sistem kesehatan
dilanggar atau tidak diindahkan dengan benar. Pelanggaran etika ini termasuk:

1. Pelanggaran Kerahasiaan Pasien: Ini terjadi ketika informasi pribadi dan medis pasien
diungkapkan tanpa persetujuan pasien atau tanpa alasan yang jelas dan sah. Misalnya,
seorang dokter atau perawat dapat mengungkapkan informasi medis sensitif kepada pihak
lain yang tidak berwenang untuk menerimanya.

2. Penyalahgunaan Keyakinan Pasien Salah satu contoh pelanggaran ini adalah


penyalahgunaan posisi pasien atau kepercayaan pasien kepada tenaga medis. Mengambil
keuntungan dari informasi pasien, misalnya, untuk kepentingan institusional atau pribadi

3. Tidak Memberikan Informasi yang Lengkap kepada Pasien: Jika pasien tidak diberikan
informasi yang cukup atau jelas tentang diagnosis, prosedur medis, atau pilihan perawatan
yang tersedia, hal ini akan menyulitkan pasien untuk membuat keputusan yang informasi dan
didasarkan pada pemahaman yang memadai.

4. Praktik Medis yang Tidak Sesuai dengan Standar: Ini adalah ketika tenaga medis
melakukan prosedur atau perawatan yang tidak sesuai dengan standar medis yang diakui
secara umum, karena alasan seperti kelalaian atau keengganan.

5. Konflik Kepentingan: Jika ada konflik antara kepentingan institusional atau finansial
dengan kepentingan terbaik pasien, pelanggaran etika juga dapat terjadi. Contohnya, dokter
yang meresepkan obat tertentu karena mendapat insentif dari perusahaan farmasi daripada
karena obat tersebut adalah yang terbaik bagi pasien

6. Diskriminasi Kesehatan: Diskriminasi berdasarkan ras, gender, orientasi seksual, atau


latar belakang sosial ekonomi juga merupakan pelanggaran etika.

Pelanggaran etika dalam praktik kesehatan dapat merusak hubungan antara tenaga medis
dan pasien serta melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem kesehatan secara
keseluruhan. Penting untuk memastikan bahwa setiap tindakan dalam praktik kesehatan
didasarkan pada prinsip-prinsip etika yang kuat untuk menjaga integritas profesi kesehatan
dan memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi kepada pasien.
Kesetaraan Akses terhadap Layanan Kesehatan:

Gejala yang menunjukkan masalah aksesibilitas dan kesetaraan layanan kesehatan


termasuk perbedaan antara daerah perkotaan dan pedesaan dalam hal kesehatan, kurangnya
pendidikan kesehatan di kalangan masyarakat tertentu, dan ketidakmampuan ekonomi untuk
mendapatkan perawatan kesehatan yang layak. Dengan meningkatkan akses ke pendidikan
kesehatan, memperluas jangkauan layanan kesehatan primer, dan membangun sistem yang
lebih inklusif, kebijakan publik yang didorong oleh prinsip aksiologi harus berusaha mengatasi
perbedaan ini.

Kesetaraan akses terhadap layanan kesehatan merujuk pada upaya memastikan bahwa
setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
berkualitas, tanpa terkecuali. Prinsip ini menekankan bahwa setiap orang memiliki hak yang
sama untuk mendapatkan perawatan kesehatan yang mereka butuhkan, tanpa memandang
latar belakang sosial, ekonomi, atau faktor lainnya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesetaraan Akses Terhadap Layanan Kesehatan:


1.Ekonomi: Jika seseorang memiliki cukup uang, mereka mungkin memiliki akses yang lebih
mudah ke layanan kesehatan yang lebih baik, sementara mereka yang kurang mampu sering
menghadapi masalah.

2. Geografis: Lokasi dapat memengaruhi akses terhadap layanan kesehatan. Daerah


pedesaan atau terpencil mungkin memiliki akses terbatas terhadap layanan kesehatan dan
tenaga medis dibandingkan dengan daerah perkotaan yang lebih murah

3. Sosial dan Budaya: Perbedaan dalam budaya, bahasa, dan norma sosial dapat
menghalangi akses ke layanan kesehatan. Misalnya, stigma terhadap kondisi medis tertentu
atau ketidakmampuan untuk berkomunikasi dengan tenaga medis dalam bahasa tertentu
dapat mencegah seseorang untuk mendapatkan perawatan.

Untuk Menjamin Kesetaraan Akses Kebijakan Kesehatan:

1. Pengadaan Sumber Daya yang Merata:

Kebijakan kesehatan harus memastikan bahwa tenaga medis, fasilitas medis, dan
obatobatan tersedia secara merata di berbagai wilayah, sehingga setiap orang memiliki
akses yang sama.

2. Program Asuransi Kesehatan Universal:


Biaya kesehatan dapat menjadi penghalang untuk layanan kesehatan berkualitas tinggi,
seperti yang dapat dilakukan oleh program yang memberikan bantuan keuangan kepada
mereka yang kurang mampu atau asuransi kesehatan universal.

3. Pendidikan Kesehatan dan Penghapusan Stigma:

Upaya pendidikan kesehatan yang lebih luas dan peningkatan kesadaran akan pentingnya
perawatan kesehatan dapat membantu mengurangi stigma yang menghalangi orang untuk
mendapatkan perawatan.

4. Partisipasi Masyarakat dan Kemitraan Antar-Sektor:

Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, organisasi non-profit, dan masyarakat sangat
penting untuk memastikan kesetaraan akses terhadap layanan kesehatan. Partisipasi aktif
masyarakat juga diperlukan untuk mendukung kebijakan yang mengedepankan kesetaraan
akses.

Pentingnya Kesetaraan Akses terhadap Layanan Kesehatan:

Memastikan bahwa setiap orang memiliki akses yang setara terhadap perawatan
kesehatan yang mereka butuhkan adalah penting untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
secara keseluruhan, dan mencegah penyakit, mengurangi tingkat kematian, dan
meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Ini juga akan mendukung tujuan
pembangunan berbasis masyarakat.

Ketimpangan Akses Terhadap Layanan Kesehatan

Ketimpangan akses terhadap layanan kesehatan adalah ketika beberapa kelompok atau
individu memiliki akses ke layanan kesehatan yang lebih baik atau lebih mudah daripada
kelompok atau individu lainnya. Banyak faktor yang berkontribusi pada perbedaan ini dalam
kemampuan seseorang untuk mendapatkan perawatan kesehatan yang mereka butuhkan.

Faktor-faktor berikut dapat menyebabkan ketidaksamaan dalam akses ke layanan kesehatan:

1. Finansial dan Keuangan:

Salah satu faktor utama yang menyebabkan perbedaan dalam akses terhadap layanan
kesehatan adalah disparitas ekonomi. Individu atau kelompok yang memiliki sumber daya
keuangan yang lebih besar mungkin memiliki akses yang lebih besar terhadap layanan
kesehatan berkualitas tinggi, sementara individu atau kelompok yang kurang memiliki sumber
daya keuangan mungkin menghadapi kesulitan untuk membayar perawatan kesehatan
tersebut.

Lokasi Geografis: Orang yang tinggal di daerah pedesaan atau terpencil seringkali tidak
memiliki akses yang sama ke fasilitas kesehatan dan tenaga medis seperti orang di daerah
perkotaan. Ini dapat menghalangi mereka untuk mendapatkan perawatan yang sama seperti
orang di daerah perkotaan.

2. Kekurangan Pendidikan dan Pengetahuan:

Tidak mencari perawatan medis dapat disebabkan oleh tingkat pendidikan yang rendah,
ketidakpahaman tentang pentingnya perawatan kesehatan, atau kurangnya pengetahuan
tentang kesehatan.

3. Ketidaksetaraan dan Stigma:

Stigma atau diskriminasi terhadap kelompok tertentu dapat menghambat akses ke layanan
kesehatan. Ini terutama berlaku untuk kelompok minoritas, kelompok etnis, atau individu
dengan kondisi medis tertentu.

Fakta: Menurut data, ada ketidakmerataan yang signifikan dalam akses terhadap layanan
kesehatan di berbagai wilayah, baik di tingkat nasional maupun global. Misalnya, tingkat
kematian ibu dan bayi masih tinggi di negara-negara berkembang karena akses yang terbatas
terhadap perawatan medis. Bahkan di negara-negara maju, akses terhadap layanan
kesehatan mental masih terbatas, menyebabkan banyak orang tidak menerima perawatan
yang mereka butuhkan.

Gejala: Fenomena ini tercermin dalam jumlah besar orang yang tidak memiliki asuransi
kesehatan, kurangnya fasilitas kesehatan, terutama di daerah pedesaan, dan masalah
keuangan yang menghambat akses masyarakat terhadap perawatan kesehatan berkualitas
tinggi. Biaya pelayanan kesehatan yang tinggi menjadi penghalang utama bagi sebagian
besar orang untuk mendapatkan perawatan yang mereka butuhkan di beberapa negara.

Penyebab: Beberapa penyebab ketidakmerataan akses terhadap layanan kesehatan


termasuk kekurangan infrastruktur kesehatan, kurangnya tenaga medis yang terlatih di
wilayah terpencil, dan kurangnya anggaran negara yang dialokasikan untuk sektor kesehatan.
Akses ke layanan kesehatan yang baik juga dipengaruhi oleh disparitas ekonomi dan sosial.

Dampak Ketimpangan Akses Terhadap Layanan Kesehatan:


1. Kesehatan yang Buruk dan Tingkat Kematian yang Lebih Tinggi:

Kekurangan akses terhadap layanan kesehatan dapat menyebabkan beberapa orang


memiliki kondisi kesehatan yang buruk dan tingkat kematian yang lebih tinggi.

2. Siklus Kemiskinan dan Ketidaksetaraan:

Kekurangan layanan kesehatan dapat menjadi bagian dari siklus kemiskinan dan
ketidaksetaraan yang lebih lanjut. Kesehatan yang buruk dapat menghambat potensi ekonomi
dan produktivitas seseorang atau kelompok.

3. Beban Sistem Kesehatan yang Tidak Merata:

Ketimpangan akses dapat meningkatkan beban sistem kesehatan, karena kelompok dengan
akses terbatas cenderung mengalami kondisi kesehatan yang lebih buruk saat mereka
akhirnya mencari perawatan medis.

Upaya Mengatasi Ketimpangan Akses Terhadap Layanan Kesehatan:

1. Program Subsidi atau Asuransi Kesehatan Universal:

Langkah-langkah untuk memberikan bantuan finansial atau asuransi kesehatan universal


dapat membantu mengatasi ketimpangan ekonomi dalam akses terhadap layanan kesehatan.

2. Peningkatan Kesadaran dan Pendidikan Kesehatan:

Mengurangi kesenjangan pengetahuan dan pendidikan dapat dicapai dengan meningkatkan


kesadaran akan pentingnya perawatan kesehatan dan memberikan pendidikan kesehatan
yang lebih luas.

3. Pengembangan Rumah Sakit di Daerah Terpencil:

Salah satu langkah penting untuk mengatasi ketimpangan geografis dalam akses terhadap
layanan kesehatan adalah investasi dalam infrastruktur kesehatan di wilayah pedesaan atau
terpencil.

Untuk mengatasi ketidaksetaraan dalam akses terhadap layanan kesehatan, diperlukan


langkahlangkah yang menyeluruh yang mempertimbangkan berbagai faktor yang
menyebabkan ketidaksetaraan tersebut. Menciptakan kebijakan yang berfokus pada
kesetaraan akses dapat membantu memastikan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama
untuk mendapatkan perawatan medis yang mereka butuhkan
Simpulan

Dalam hal pelayanan kesehatan, etika pemerintahan sangat penting karena sebagai
institusi yang bertanggung jawab, pemerintah harus memastikan bahwa layanan kesehatan
diberikan seimbang, efisien, dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Etika pemerintahan
mengacu pada cara pemerintah membuat, mengelola, dan menyampaikan keputusan yang
adil, efisien, dan transparan. Kebijakan publik yang berfokus pada kesetaraan akses terhadap
layanan kesehatan dapat dibuat dengan bantuan prinsip-prinsip etika pemerintahan.

Menjaga integritas profesi kesehatan dan memberikan pelayanan yang berkualitas


tinggi kepada pasien adalah dua prinsip etika profesi yang ditekankan dalam Etika
Pemerintahan. Pelanggaran etika dalam praktik kesehatan dapat merusak hubungan antara
tenaga medis dan pasien serta melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem
kesehatan secara keseluruhan. Akibatnya, sangat penting untuk memastikan bahwa setiap
tindakan yang dilakukan di bidang kesehatan didasarkan pada prinsip etika yang kuat.

Kesetaraan akses terhadap layanan kesehatan berarti memastikan bahwa setiap


orang memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan layanan kesehatan berkualitas
tinggi, tanpa terkecuali. Ekonomi, perbedaan dalam kesehatan perkotaan dan pedesaan, dan
kurangnya pendidikan kesehatan di masyarakat tertentu adalah beberapa faktor yang
mempengaruhi kesetaraan akses terhadap layanan kesehatan. Kebijakan publik yang
didorong oleh prinsip aksiologi diperlukan untuk mengatasi perbedaan ini.

Untuk mencapai harapan, pelaksanaan kebijakan publik harus mempertimbangkan


berbagai jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang memengaruhi perilaku semua
pihak yang terlibat. Pelaksanaan kebijakan publik juga mencakup penerapan kebijakan
melalui mekanisme birokratis serta bagaimana kelompok sasaran menerima, memahami, dan
mendukungnya. Ini merupakan bagian dari proses legislatif.

Saran

Untuk menyelesaikan masalah kesenjangan kesehatan dan keterbatasan akses ke


layanan kesehatan antar kelompok sosial, diperlukan tindakan komprehensif yang
mempertimbangkan berbagai penyebab ketidaksetaraan tersebut.

1. Transparansi dan Akuntabilitas:

Pemerintah harus memastikan bahwa pengelolaan sumber daya kesehatan, termasuk


pembagian anggaran dan penyebaran fasilitas kesehatan, transparan. Ini akan
memungkinkan masyarakat untuk melihat dan mengevaluasi bagaimana kebijakan kesehatan
yang diterapkan bekerja.

2. Keterlibatan Masyarakat:

Perencanaan, implementasi, dan evaluasi kebijakan kesehatan harus melibatkan masyarakat.


Dengan partisipasi aktif masyarakat, kebijakan yang dibuat dapat benar-benar memenuhi
kebutuhan dan keinginan masyarakat.

3. Peningkatan Akses dan Kualitas Layanan:

Pemerintah harus berkonsentrasi pada meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan,
terutama bagi orang-orang di daerah terpencil atau kurang mampu. Ini dapat dicapai melalui
pengembangan infrastruktur kesehatan, program asuransi kesehatan universal, dan
peningkatan jumlah dan kualitas tenaga medis.

4. Penerapan Prinsip Etika Pemerintahan: Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan


kesehatan yang mereka buat didasarkan pada prinsip-prinsip etika pemerintahan seperti
keadilan, kepatuhan terhadap hukum, dan keterbukaan. Ini akan membangun kepercayaan
Masyarakat terhadap sistem kesehatan.

5. Pendidikan Kesehatan: Pendidikan kesehatan yang lebih luas dapat membantu


meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perawatan kesehatan. Pemerintah harus
meningkatkan upaya pendidikan kesehatan di kalangan masyarakat untuk meningkatkan
kesadaran akan pentingnya perawatan kesehatan dan mengurangi stigma yang terkait
dengan penyakit.

Dengan menerapkan rekomendasi ini, tata kelola pemerintahan dalam bidang


pelayanan kesehatan dapat menjadi lebih efisien dan menguntungkan masyarakat secara
keseluruhan.
Daftar Pustaka

(Praditya, 2022)Praditya, A. (2022). Peran mediasi budaya organisasi dalam hubungan antara
kepemimpinan transformasional dan efektivitas organisasi : a mini review rayyan.
Journal, International of Social, Policy and Law, 03(01), 29–34.
https://ijospl.org/index.php/ijospl/article/view/97

IVAN, P. (2021). IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DI


PUSKESMAS PUTRI AYU KECAMATAN DANAU SIPIN KOTA JAMBI (Doctoral
dissertation, ILMU PEMERINTAHAN).

Muhaimin, H., Ichwan, W., Basith, R. A., & Veryanto, D. R. (2023). Etika Pemerintah Dalam
Penyelengaraan Layanan Publik Untuk Meningkatkan Kualitas Dan Kepercayaan
Masyarakat. Journal Law and Government, 1(2), 122-132.

Nugroho, S. (2023). ANALISIS MUTU PELAYANAN TERAPI WICARA BERDASARKAN


STANDAR PELAYANAN TERAPI WICARA DI RS KABUPATEN KLATEN. Medical
Journal of Nusantara, 2(1), 6-16.

Djohan, D., Milwan, S., & Karyana, A. Pengantar Etika Pemerintahan

E-Book

ISMAIL NURDIN, M. S. (2017). Etika Pemerintahan: Norma, Konsep, dan Praktek bagi
Penyelenggara Pemerintahan. Lintang Rasi Aksara Books.

Darwin, E. (2015). Etika profesi kesehatan. Deepublish.

Labolo, M., Siswanto, J., Latif, Y., Ngadisah, N., Santoso, P., Assunção, S. D., ... & Santoso,
R. (2023). Etika pemerintahan.

Muliawaty, L. (2023). PENGANTAR ETIKA BIROKRASI.


IVAN, P. (2021). IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DI
PUSKESMAS PUTRI AYU KECAMATAN DANAU SIPIN KOTA JAMBI (Doctoral dissertation,
ILMU PEMERINTAHAN).

Al Bana, H., Putri, N., Melani, T. D., Parawansa, D. L., & Wullur, A. W. A. L. (2023). Analisis

Penerapan Model Tujuan Rasional Dalam Meningkatkan Efektivitas Implementasi


EGovernment Sebagai Realisasi Aksiologi Dalam Administrasi Pemerintahan Daerah.
Madani:
Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 1(6).

Rahman, K. (2022). Ilmu Pemerintahan & Tinjauan dari landasan berfikir filsafat ilmu

Ontologi, Etimologi, dan Aksiologi.

Anggarawati, W. S. (2019). Implementasi Kebijakan Peningkatan Mutu Sekolah Tinggi dan


Akademi Bidang Kesehatan Melalui Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. DIA: Jurnal Administrasi Publik, 17(2), 67-87.
Kurniawidjaja, D. D. L. M., & Ok, S. (2012). Teori dan aplikasi kesehatan kerja. Universitas

Indonesia Publishing.

E-Book

Sos, J. P. S. (2020). Implementasi dan evaluasi kebijakan publik. Unisri Press.

Anda mungkin juga menyukai