pembangunan nasional. Tujuan utama dari pembangunan di bidang kesehatan adalah untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, dengan memberikan pelayanan kesehatan
yang lebih luas, merata dan dapat terjangkau, baik oleh masyarakat perkotaan maupun
masyarakat pedesaan. Derajat kesehatan yang tinggi, diharapkan akan meningkatkan
kualitas sumber daya manusia itu sendiri.
Dalam mewujudkan tujuan pelayanan kesehatan tersebut, rumah sakit merupakan salah
satu sarana yang dapat menunjang pembangunan kesehatan. Rumah sakit memiliki peran
yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan
masyarakat. Adapun pelayanan jasa kesehatan yang disediakan rumah sakit antara lain
dalam bentuk pemeriksaan, perawatan, pengobatan, tindakan medis maupun tindakan
diagnostik lainnya yang dibutuhkan oleh pasien.
dalam format manajemen lama (sebetulnya lebih tepat disebut administrasi saja), bukan
hanya lembaga layanan Kesehatan seperti rumah sakit saja yang dinilai gagal oleh
masyarakat, tapi hampir semua organisasi publik lainnya juga menunjukkan kinerja yang
cenderung buruk. Gelombang reformasi kemudian menggiring hampir semua aspek
pelayanan masyarakat kepada otonomi dan desentralisasi.
Reformasi keuangan rumah sakit, layaknya reformasi keuangan daerah berhubungan
dengan banyak dimensi seperti berikut ini (Mardiasmo, 2004):
a. Reformasi sistem pembiayaan (financing re form)
b. Reformasi sistem penganggaran (budgeting re form)
c. Reformasi sistem akuntansi (accounting re form)
d. Reformasi sistem pemeriksaan (audit reform)
e. Reformasi sistem manajemen keuangan (financial management reform)
Reformasi berbagai aspek ini kemudian juga diikuti oleh beberapa fenomena lain seperti
good governance, performance budget, dan pembentukan badan layanan umum (BLU)
sebagai konsekuensi logis pengimplementasian dari reformasi tersebut.
B. GOOD GOVERNANCE
Good govenrnance secara sederhana dapat kita artikan sebagai tata kelola yang
baik. Tata kelola, dalam hal ini adalah suatu penyelenggaraan manajemen yang solid dan
bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien,
penghindaran salah satu alokasi dan investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik
maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political
framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha. Artinya pemerintah mutlak harus memiliki
kemampuan mengelola sumber daya sosial dan ekonomi untuk kepentingan pembangunan
masyarakat.
seperti dikatakan Max Weber, bapak sosiologi modern bahwa pemerintah memiliki peranan
sangat penting dalam manajemen modern, unit pemerintahan harus profesional, akuntabel
dan transparan. Ditinjau dari mechanic view pemerintah sebagai regulator dan sebagai
administrator, sedangkan dari organic view pemerintah berfungsi sebagai public service
agency dan sebagai investor. Peran sebagai regulator dan administrator erat sekali
kaitannya dengan birokrasi sedangkan sebagai agen pelayanan masyarakat dan sebagai
investor harus dinamis dan dapat ditransformasikan menjadi unit yang otonom. Pola
transformasi fungsi tersebut dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu rightsizing (cut the
goverment), corporatization dan privatization.
Good governance adalah buah dari New Public Management yang juga diterapkan dalam
berbagai organisasi bisnis maupun nonbisnis. United Development Program (UNDP)
mendefinisikan governance sebagai “the exercise of political, economic, and administrative
authority to manage a nation’s affair al all levels’”. Artinya UNDP lebih menekankan pada
aspek politik, political governance yang mengacu pada proses pembuatan kebijakan
(policy/strategy formulation). Sementara economic governance mengacu pada proses
pembuatan keputusan di bidang ekonomi yang berimplikasi pada masalah pemerataan,
penurunan kemiskinan, dan peningkatan kualitas hidup. Sedangkan administrative
governance mengacu pada sistem implementasi kebijakan. Dengan demikian berarti
pemimpin suatu instansi otonom tidak hanya sekedar menjalankan fungsi administratif
semata.
Good governance jelas akan merubah paradigma lama. Paling tidak terdapat sembilan
aspek yang memungkin bertolak belakang dengan paradigma pemerintah di zaman orde
baru, yaitu (1) participation, yaitu keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan
publik baik secara langsung maupun tidak langsung yang dibangun atas dasar kebebasan
berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif. (2) Rule of law, yaitu
adanya kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu. (3) transparency,
yaitu kebebasan stake holder dalam memperoleh semua informasi yang berkaitan dengan
kepentingan publik. (4) Responsiveness, dapat diartikan bahwa lembaga-lembaga publik
harus cepat dan tanggap dalam melayani stakeholder. (5) Consensus orientation, yaitu
kebijakan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas. (6) Equity, setiap
masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dan
keadilan. (7) Efficiency and efeectiveness, yakni pengelolaan sumber daya publik dilakukan
secara berdaya guna dan berhasil guna. (8) Accountability, yaitu pertanggungjawaban
kepada publik atas setiap aktivitas serta dana publik yang dikelola oleh pemerintah daerah
dan yang terakhir (9) Strategic vision, yaitu penyelenggara pemerintah daerah harus
memiliki visi jauh kedepan sesuai dengan konsep pentahapan pembangunan yang baik.
Dalam kontek good governance, dimanakah peran pemerintah dalam sektor Kesehatan.
Kovner (1995) menyatakan bahwa peran pemerintah ada tiga, yaitu (1) regulator, (2)
pemberi dana, dan (3) pelaksana kegiatan.
Rumah sakit sebagai suatu organisasi pelayanan kesehatan, apabila ingin tetap mampu
menjalankan fungsinya secara optimal perlu melakukan perubahan dalam kerangka berfikir
sebuah organisasi, terutama perubahan dalam kerangka berfikir sebuah suasana organisasi
yang kondusif, memiliki cisi dan misi yang jelas sebagai pedoman dalam kegiatan ke masa
depan, menetapkan strategi konkrit, dan juga perubahan struktur yang mendukung tujuan
visi organisasi.
Sementara itu, clinical governance merupakan bagian dari suatu pendekatan untuk
menjamin terlaksananya pelayanan kesehatan yang bermutu pada semua lapisan
masyarakat, atau the best care for every patients every where. secara umum clinical
governance adalah kegiatan yang merupakan mekanisme ampuh, baru dan terpadu untuk
menjamin terlaksananya pelayanan klinik bermutu dengan standar yang tinggi dan kualitas
pelayanan tersebut akan terus-menerus diperbaiki.
Clinical governance juga merupakan suatu sistem untuk memperbaiki standar pelayanan
klinik sehari-hari. sementara itu, tujuan utama pendekatan Clinical Governance ini adalah
menjamin akses pelayanan yang memadai bagi seluruh populasi, memberikan pelayanan
terbaik untuk pasien dimanapun berada dan memperbaiki standar pelayanan, seklaigus
melindungi masyarakat dari risiko efek samping dengan adanya pelayanan dimaksud. Paling
tidak terdapat tiga aspek yang harus dapat dikendalikan dalam pendekatan clinical
governance, yaitu patient development, professional development dan organizational
development.
Untuk dapat melaksanakan semua komponen itu maka diperlukan pula tiga element utama,
satu diantaranya adalah terwujudnya Standar Kualitas Nasional (National Quality Standar)
yang digunakan sebagai pegangan, yang tentunya telah dibuat dengan mengikuti kaidah
evidence based medicine (kedokteran berbasis bukti).
tercapainya standar dalam penanganan penyakit ini juga sangat diperlukan dalam
perkembangan mutu pelayanan dunia kedokteran sekrang ini, untuk mampu menjamin
pelayanan bermutu kepada pasien dengan dasar ilmiah yang kuat. Standar nasional ini juga
harus di up-date dari waktu ke waktu, karena ilmu pengetahuan memang terus berkembang,
dan kita harus terus mampu menguasai perekembangan ini.
Prinsip-prinsip pokok yang tertuang dalam undang-undang tersebut menjadi dasar penetapan
instansi pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan badan layanan umum (BLU). Proses
penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka
pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan. Sehingga blu bersangkutan melakukan
pembaharuan manajemen keuangan demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat
apabila dikelompokkan menurut jenisnya badan layanan umum terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. BLU yang kegiatannya menyediakan barang atau jasa meliputi rumah sakit, lembaga
pendidikan, pelayanan lisensi, penyiaran, dan lain-lain
2. BLU yang kegiatannya mengelola wilayah atau kawasan meliputi otoritas pengembangan
wilayah dan kawasan ekonomi terpadu (Kapet)
3. BLU yang kegiatannya mengelola dana khusus meliputi pengelola dana bergulir, dana UKM,
penerusan pinjaman dan tabungan pegawai.
PSAK 45 SAP
Badan penerbit IAI Badan penerbit KSAP
Laporan keuangan: Laporan Keuangan:
Laporan aktivitas Laporan realisasi anggaran
Laporan posisi keuangan Neraca
Laporan arus kas Laporan arus kas
Catatan atas laporan keuangan Catatan atas laporan keuangan
Organisasi bisnis (organisasi non Organisasi kepemerintahan
kepemerintahan)
Pengguna: Pengguna:
Masyarakat Masyarakat
Lembaga donor Wakil rakyat/pengawas/pemeriksa
Pemerintah Pemerintah
Laporan keuangan rumah sakit merupakan laporan yang disusun oleh manajemen sebagai
media penyampaian laporan keuangan suatu entitas. Laporan keuangan rumah sakit
merupakan penyampaian informasi kepada stakeholder terhadap entitas tersebut. Laporan
keuangan rumah sakit sebagai BLU yang disusun harus menyediakan informasi untuk:
i. Mengukur jasa atau manfaat entitas nirlaba
ii. Pertanggungjawaban manajemen entitas rumah sakit, (disajikan dalam
bentuk laporan aktivitas dan laporan arus kas).
iii. Mengetahui kontinuitas pemberian jasa, (disajikan dalam bentuk laporan
posisi keuangan).
iv. Mengetahui perubahan aktiva bersih, (disajikan dalam bentuk laporan
aktivitas).
Dengan demikian, secara implisit diketahui bahwa laporan keuangan rumah sakit pemerintah
akan mencakup:
i. Laporan posisi keuangan (aktiva, utang dan aktiva bersih, tidak disebut neraca).
Klasifikasi aktiva dan kewajiban sesuai dengan perusahaan pada umumnya.
Sedangkan aktiva bersih diklasifikasikan aktiva bersih tidak terikat terikat
kontemporer dan terikat permanen. Yang dimaksud pembatasan permanen adalah
pembatasan penggunaan sumber daya yang ditetapkan oleh penyumbang atau
donatur. Sedangkan pembatasan temporer adalah pembatasan penggunaan sumber
daya oleh penyumbang yang menetapkan agar sumber daya tersebut dipertahankan
sampai pada periode tertentu atau sampai dengan terpenuhinya keadaan tertentu.
ii. Laporan aktivitas, (yaitu penghasilan, beban dan kerugian dan perubahan dalam
aktiva bersih).
iii. Laporan arus kas yang mencakup arus kas dari aktivitas operasi aktivitas investasi
dan aktivitas pendanaan.
iv. Catatan atas laporan keuangan, antara lain sifat dan jumlah pembatasan permanen
atau temporer, dan perubahan klasifikasi aktiva bersih
c. Aspek Perpajakan
Rumah sakit yang dimiliki oleh pemerintah (RSU ataupun RSUD) di danai dari APBN dan
APBD maka rumah sakit tidak memiliki kewajiban PPh terhadap diri sendiri. Dengan kata lain,
rumah sakit pemerintah tidak perlu melaporkan PPh 25 maupun PPh 29 (SPT tahunan)
karena bukan subjek pajak. Namun untuk 12 kategori sebagai unit pemerintah dan bukan
subjek pajak, dalam undang-undang pajak penghasilan terdapat empat kriteria yang harus
dipenuhi rumah sakit yaitu:
a. Dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
b. Dibiayai dengan dana yang bersumber APBN dan APBD,
c. Penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran,
d. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawas fungsional negara
Dengan demikian karena RSU/RSUD mendapatkan pembiayaan dari luar APBN / APBD atau
tidak seluruh penerimaan dan pembiayaan tercatat dalam APBN/APBD maka kewajiban
menghitung pajak sendiri (PPh 25/29) disamakan dengan badan swasta lain.
Berkaitan dengan PP nomor 23 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan BLU, apabila RSU
atau RSUD (rumah sakit pemerintah) sudah mendapatkan penetapan sebagai BLU, karena
seluruh penerimaan dan pembelanjaan masuk APBN/APD, maka rumah sakit pemerintah
tersebut bukan merupakan subjek pajak sehingga tidak memiliki kewajiban membayar PPh
badan (pasal 25 dan PPh 29). Namun demikian rumah sakit pemerintah memiliki kewajiban
sebagai pemungut pajak PPh pasal 21, 23, 26 dan pasal 4 ayat 2 berkaitan dengan aktivitas
pembayaran gaji, honor, jasa sewa dan lain-lain kepada karyawan dari pihak ketiga.
Ketentuan khusus bagi organisasi sejenis yayasan yang bergerak di bidang rumah sakit
berdasarkan SE-34/PJ.4/1995 adalah:
1. Objek pajak, yang menjadi objek pajak adalah semua penghasilan yang diterima atau
diperoleh sesuai dengan ketentuan dalam UU nomor 17 tahun 2000, antara lain:
a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha pekerjaan kegiatan atau
jasa
b. Bunga deposito, bunga obligasi, diskonto sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan
bunga lainnya,
c. Sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta
d. Keuntungan pengalihan harta
e. Pembagian keuntungan dari kerjasama usaha
2. Jenis-jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan usaha/kegiatan
yang dilakukan yayasan atau organisasi sejenis yang bergerak di bidang pelayanan rumah
sakit meliputi:
a. Uang pendaftaran untuk pelayanan kesehatan
b. Sewa kamar/ruangan di rumah sakit poliklinik, pusat pelayanan kesehatan,
c. Penghasilan dari perawatan kesehatan seperti uang pemeriksaan dokter operasi,
rontgen, scanning, pemeriksaan laboratorium, MRI (magnetic resonance imaging)
d. Uang pemeriksaan kesehatan termasuk general check up
e. Penghasilan dari penyewaan alat kesehatan,
f. Penghasilan dari penjualan obat
g. Penghasilan lainnya sehubungan dengan pelayanan kesehatan.
Berkaitan dengan transaksi yang berhubungan dengan PPh 21 di rumah sakit terdapat
ketentuan khusus bagi rumah sakit, yaitu:
1. Tenaga dokter berdasarkan status hubungan kerja digolongkan menjadi:
a. Dokter yang menjabat sebagai pimpinan rumah sakit
b. Dokter sebagai pegawai tetap atau honorer rumah sakit
c. Dokter tetap yaitu dokter yang mempunyai jadwal praktek tetap tetapi bukan
sebagai pegawai tetap rumah sakit
d. Dokter tamu yaitu dokter yang merawat atau menitipkan pasiennya untuk dirawat di
rumah sakit
e. Dokter yang menyewa ruangan di rumah sakit untuk praktek
Sedangkan untuk penghasilan dokter dapat dibedakan menjadi:
a. Penghasilan yang bersumber dari keuangan rumah sakit atau dari imbalan lain yang
diterima oleh para dokter
b. Penghasilan yang berasal dari pasien yang diterima oleh para dokter
d. Pengurangan Penghasilan
Dalam ketentuan perhitungan pajak penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan
kena pajak adalah:
a. Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan usaha pekerjaan kegiatan atau pemberian
jasa untuk mendapatkan, menagih, dan pemeliharaan penghasilan atau biaya yang
berhubungan langsung dengan operasional penyelenggaraan rumah sakit.
b. Penyusutan atau amortisasi atau pengeluaran untuk memperoleh harta yang mempunyai
manfaat lebih dari satu tahun,
(c) subsidi yang diberikan kepada pasien yang tidak mampu ataupun biaya pelayanan
kesehatan yang kurang mampu yang dipikul oleh yayasan atau organisasi sejenis yang tidak
bergerak di bidang pelayanan kesehatan.
perlakuan pembukuan atas subsidi atau pembebanan biaya bagi pasien yang tidak mampu
adalah (a). Sejumlah bagian yang benar-benar dibayar oleh pasien merupakan penghasilan
dan biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan kotor adalah biaya-biaya yang
dikeluarkan sehubungan dengan tagihan kepada pasien, (b). Sejumlah yang seharusnya
diterima atau diperoleh rumah sakit merupakan penghasilan dan sejumlah subsidi (selisih
antara yang seharusnya diterima rumah sakit dengan yang benar-benar dibayar oleh pasien)
merupakan tambahan biaya.
Apabila yayasan atau organisasi yang sejenis memberikan subsidi sebagian atau seluruh
biaya pelayanan kesehatan kepada pasien yang kurang mampu yang dirawat di rumah sakit
di bawah yayasan lain maka pengeluaran subsidi dimaksud dapat ditambahkan sebagai biaya
oleh yayasan atau rumah sakit yang memberikan subsidi tersebut.
Beberapa bentuk keistimewaan atau privilege atau pengecualian dalam hal fleksibilitas
pengelolaan keuangan BLU penuh tersebut antara lain:
a. Pendapatan operasional dapat digunakan langsung sesuai rencana bisnis dan
anggaran tanpa terlebih dahulu disodorkan ke rekening kas negara. Namun
demikian, seluruh pendapatan tersebut merupakan PNBP sehingga wajib
dilaporkan dalam laporan realisasi anggaran. (Contoh penggunaan PNBP dapat
dilihat di lampiran peraturan direktur jenderal tentang petunjuk pelaksanaan
pengelolaan PNBP oleh instansi yang menerapkan PK BLU).
b. Anggaran belanja BLU merupakan anggaran fleksibel berdasarkan kesetaraan
antara volume kegiatan pelayanan dengan jumlah pengeluaran atau dengan kata
lain, belanja dapat bertambah atau berkurang dari yang dianggarkan sepanjang
pendapatan terkait bertambah atau berkurang setidaknya proporsional.
c. Dalam rangka pengelolaan kas BLU menyelenggarakan hal-hal sebagai berikut:
merencanakan penerimaan dan pengeluaran kas; melakukan pemungutan
pendapatan atau tagihan; menyimpan kas dan mengelola rekening bank;
melakukan pembayaran; mendapatkan sumber dana untuk menutup defisit
jangka pendek; memanfaatkan kas yang menganggur (idle cash) jangka pendek
untuk memperoleh pendapatan tambahan.
d. BLU dapat mengelola piutang, sepanjang dikelola dan diselesaikan secara tertib
efisien ekonomis transparan, dan bertanggung jawab serta memberikan nilai
tambah, sesuai praktik bisnis yang sehat dan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
f. BLU dapat mengelola utang sepanjang dikelola dan diselesaikan secara tertib
efisien ekonomis, transparan dan bertanggung jawab serta memberikan nilai
tambah sesuai praktik bisnis yang sehat. Pembayaran kembali utang BLU
merupakan tanggung jawab BLU.
g. BLU dapat melakukan investasi jangka pendek maupun jangka panjang. khusus
investasi jangka panjang, harus mendapat persetujuan menteri
keuangan/gubernur/bupati/walikota.
h. Pengadaan barang/jasa BLU yang sumber dananya berasal dari pendapatan
operasional hibah tidak terikat, hasil kerjasama pendapatan operasional, hibah
tidak terikat, hasil kerjasama dengan pihak lainnya dapat dilaksanakan
berdasarkan ketentuan pengadaan barang/jasa yang ditetapkan pimpinan BLU
dengan mengikuti prinsip-prinsip transparansi, adil/tidak diskriminatif, akuntabel
dan praktik bisnis yang sehat. Dengan kata lain, dapat tidak mengikuti ketentuan
Keppres nomor 80 tahun 2003 beserta seluruh perubahannya.
a. BLU dapat mengembangkan kebijakan, sistem dan prosedur pengelolaan
keuangan.
b. Dalam mengembangkan sistem akuntansinya, BLU mengacu pada standar
akuntansi keuangan yang berlaku sesuai jenis layanannya atau mengembangkan
kebijakan akuntansi, jika belum ada SAK yang sesuai jenis industrinya dapat
ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota sesuai
kewenangannya.
i. BLU dapat mempekerjakan tenaga profesional non PNS.
j. Pejabat pengelola, dewan pengawas dan pegawai BLU dapat diberikan
remunerasi berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme
yang diperlukan, setelah ditetapkan berdasarkan peraturan menteri
keuangan/gubernur/bupati/walikota atas usulan menteri/pimpinan
lembaga/kepala satuan kerja pemerintah daerah sesuai kewenangannya.
Dengan adanya beberapa perubahan paradigma seperti dijabarkan di muka maka sekarang
menjadi terang lah betapa pentingnya penerapan konsep-konsep manajemen keuangan di
sebuah rumah sakit yang selama ini dianggap sederhana dan tidak urgen.