Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN KARAKTER UNGGUL

PERTEMUAN 6

Disusun oleh:

Kelompok 10:
1. Stevanny C.H. (20220401403)
2. Dessy P. T. (20220401429)
3. Dinar R. (20220401409)
4. Murniasih (20220102304)
5. Yosep M. Fajar (20220401432)
6. Johannes (20220401433)

Dosen Pengampu :
Ananda Putriani, S.Pd., M.Pd.

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


JAKARTA, 2023
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Good Governance

Good Governance adalah tata kelola pemerintahan yang baik yang telah didefinisikan oleh berbagai
lembaga yang diakui oleh dunia. Salah satu lembaga tersebut yaitu United Nations Development Program
(UNDP) dalam dokumen kebijakannya yang berjudul “Governance for sustainable human development”
(1997) mendefinisikan good governance sebagai hubungan yang sinergis dan konstruktif diantara negara,
sektor swasta, dan society.
Pengertian governance menurut UNDP (United Nation Development Program) yang dikutip oleh
Sedarmayanti (2003 : 5) terdapat 3 (tiga) model tata kepemerintahan yang baik, sebagai berikut.
1. Political Governance yang mengacu pada proses pembuatan keputusan untuk merumuskan
kebijakan (policy/strategy formulation).
2. Economic Governance yang meliputi proses pembuatan keputusan yang memfasilitasi terhadap equity
(kekayaan), property (properti), serta quality of life (kualitas hidup).
3. Administrative Governance yang mengacu pada sistem implementasi kebijakan.
Menurut Ganie (2000 : 142) menjelaskan pengertian good governance, sebagai berikut.
“Good Governance adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan
pengaruh sektor Negara dan sektor non Negara dalam suatu usaha kolektif”.
Bila dilihat dari beberapa pengertian Good Governance menurut para ahli, maka dapat disimpulkan mengenai
Good Governance lebih berfokus pada pertumbuhan sektor publik yang bersinergis untuk mengelola sumber
daya yang dimiliki suatu Negara dengan tata kelola kepemerintahan yang baik secara efektif dan efisien untuk
kepentingan masyarakat secara bertanggung jawab sejalan dengan peraturan perundang - undangan yang
berlaku dan menghindari kepentingan diri sendiri seperti korupsi, kolusi, serta nepotisme.

B. Tujuan Good Governance

Tujuan Good Governance menurut Kurniawan (2005 : 12), sebagai berikut :


“Mewujudkan penyelenggaraan pemerintah negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisiensi
dan efektif dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif diantara domain-domain negara, sektor
swasta dan masyarakat”.
Maka dari itu tujuan good governance tercapai di suatu Negara bila dilihat dari rakyatnya yang sejahtera dan
makmur. Untuk mengimplementasikan good governance bukanlah perkara yang mudah, karena banyaknya
kendala-kendala yang melanda suatu Negara untuk bisa mewujudkan tata kepemerintahan yang baik
diantaranya penyimpangan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dilakukan oleh orang internal sendiri
yang membuat suatu permainan untuk menguntungkan dan mementingkan kepentingan mereka sendiri. Maka
dari itu untuk tercapainya tujuan good governance, pemerintah maupun masyarakatnya sendiri harus bekerja
sama untuk sadar dan menanamkan rasa peduli kepada Negara agar terwujudnya pemerintahan yang baik untuk
selalu mematuhi peraturan atau standar yang telat ditetapkan.

C. Prinsip-prinsip Good Governance

Untuk terwujudnya tata pemerintahan yang baik maka diperlukan prinsip - prinsip good governance
sebagai tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Menurut Lembaga Administrasi Negara (2003 : 7) prinsip -
prinsip good governance, sebagai berikut :
1.Partisipasi masyarakat
2.Tegaknya Supremasi Hukum
3.Transparansi
4.Peduli pada Stakeholder
5.Berorientasi pada Kasus
6.Kesetaraan
7.Efektivitas dan Efisien
8.Akuntabilitas
9.Visi Strategis.

Partisipasi Masyarakat yaitu masyarakat memiliki hak suara baik secara langsung maupun tidak langsung
melalui lembaga perwakilan yang sah dalam pengambilan keputusan. Tegaknya Supremasi Hukum
menjelaskan bahwa kerangka hukum yang dimiliki oleh Negara harus adil dan tidak ada diskriminasi, tegas
serta disiplin sebagai pedoman suatu Negara mengatur jalannya pemerintahan yang baik. Transparansi
dibangun untuk memberikan informasi secara bebas dan jelas. Seluruh proses yang terjadi di Pemerintahan
harus dapat secara mudah diakses oleh masyarakat dan mudah dimengerti. Peduli pada Stakeholder ini yaitu
lembaga - lembaga harus melayani semua pihak yang berkepentingan sesuai standar yang berlaku.
Berorientasi pada Konsensus yaitu menjadi suatu jembatan untuk kepentingan - kepentingan atau bidang -
bidang yang berbeda guna terbangunnya masa depan yang baik untuk sekelompok masyarakat terutama dalam
kebijakan dan prosedur. Kesetaraan yaitu semua masyarakat berhak mendapatkan kesempatan untuk
memperbaiki dan mensejahterakan diri mereka sendiri. Efektifitas dan Efisiensi yaitu suatu proses
pemerintahan harus mengelola sumber - sumber daya secara optimal untuk kepentingan masyarakat sesuai
kebutuhan yang diperlukan. Akuntabilitas yaitu dapat terjadi di semua organisasi yaitu bentuk suatu
pertanggungjawaban yang telah dilaksanakan oleh suatu organisasi. Pertanggungjawabannya yaitu bisa dalam
bentuk laporan yang dibuat oleh pemerintah setiap tahunnya. Visi strategis yaitu prinsip ini diutamakan untuk
para pemimpin dan masyarakat untuk memikirkan perspektif yang jauh ke depan untuk tata kepemerintahan
yang baik serta kepekaan untuk mewujudkannya (Lembaga Administrasi Negara, 2003 : 7)

Implikasi Kasus 1: Sidak Kualitas Pelayanan Publik di Puskesmas Hiliweto Kecamatan Gido oleh
Bupati Nias

Bupati Nias Sidak Di Puskesmas Hiliweto Kecamatan Gido, Kabupaten Nias Sumatera Utara

Pendahuluan

Dilansir dari kanal Youtube Prawira News, dilaporkan bahwa Bupati Nias melakukan inspeksi
mendadak (sidak) di Puskesmas Hiliweto Kecamatan Gido dan menemukan beberapa kelemahan dalam standar
pelayanan masyarakat. Beberapa kelemahan yang ditemukan antara lain adalah adanya tenaga kesehatan yang
tidur saat bertugas, tidak tersedianya mobil ambulans di lokasi saat dibutuhkan untuk mengantar pasien
rujukan, serta berbagai hal lainnya yang mengindikasikan adanya masalah dalam sistem pelayanan kesehatan
di wilayah tersebut. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa masih ada ruang untuk perbaikan dalam sistem
pelayanan kesehatan di Indonesia, terutama dalam hal pemenuhan standar pelayanan kesehatan yang baik dan
benar. Sebagai upaya untuk meningkatkan standar layanan kesehatan, diperlukan adanya peningkatan kualitas
tenaga kesehatan, ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai, serta peningkatan tata kelola dalam sistem
pelayanan kesehatan. Selain itu pentingnya memastikan bahwa seluruh masyarakat di Indonesia memiliki akses
yang sama terhadap layanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau, tanpa terkecuali. Oleh karena itu,
peningkatan kualitas dan standar pelayanan kesehatan harus menjadi prioritas bagi pemerintah dalam rangka
memenuhi kebutuhan dan hak dasar masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang terbaik. Dengan
adanya komitmen dan upaya yang terus-menerus dari seluruh pihak terkait, diharapkan kualitas dan standar
pelayanan kesehatan di Indonesia dapat semakin baik dan memadai bagi seluruh masyarakatnya.

Bahasan

Dalam konteks kejadian di Puskesmas Hiliweto Kecamatan Gido yang dilaporkan oleh kanal Youtube
Prawira News, penting bagi pemerintah untuk menerapkan prinsip Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good
Governance) khususnya dalam sektor kesehatan. Prinsip good governance meliputi tindakan dan kebijakan
pemerintah yang transparan, partisipatif, responsif, dan akuntabel. Penerapan prinsip ini akan membantu
meningkatkan kualitas hidup masyarakat, terutama dalam hal akses dan kualitas layanan kesehatan.
Untuk menerapkan prinsip good governance dalam sektor kesehatan, pemerintah harus memastikan bahwa
standar operasional tata kelola dan standar mutu kualitas layanan kesehatan dipenuhi dengan baik. Hal ini dapat
dilakukan dengan memastikan ketersediaan sumber daya, anggaran yang cukup, serta program pelatihan dan
evaluasi secara berkala untuk tenaga kesehatan. Selain itu, penting juga bagi pemerintah untuk memastikan
bahwa layanan kesehatan dapat diakses dengan baik oleh seluruh masyarakat, terutama masyarakat yang
tinggal di daerah terpencil atau sulit dijangkau.
Dengan menerapkan prinsip good governance dalam sektor kesehatan, diharapkan pelayanan kesehatan di
Indonesia dapat menjadi lebih baik dan berkualitas. Pemerintah harus memprioritaskan upaya untuk memenuhi
kebutuhan dan hak dasar masyarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan yang terbaik. Dengan adanya
upaya yang terus-menerus untuk meningkatkan kualitas dan aksesibilitas layanan kesehatan, diharapkan
masyarakat Indonesia dapat lebih sehat dan prod uktif, sehingga dapat berkontribusi lebih baik bagi kemajuan
bangsa dan negara.
Kesimpulan

Upaya sidak dapat dikategorikan sebagai upaya kontrol dan pemantauan untuk bahan evaluasi kinerja
guna dilakukan peninjauan dan perbaikan kinerja layanan masyarakat. Perbaikan layanan wajib dipantau dan
dievaluasi dari mulai materi perumusan hingga penerapan sistem tata kelola/ manajemen yang baik, regulasi
yang tepat, dan pengawasan yang efektif juga mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan. Jika tata kelola
good governance tidak diperbaiki, maka tentunya akan berpengaruh pada meningkatnya angka kejadian
pembiaran dan penelantaran pasien, yang akan berdampak kepada terbengkalainya pelayanan kesehatan
masyarakat di tempat tersebut dan berkontribusi negatif terhadap status kesehatan masyarakat di wilayah
tersebut. Apalagi jika kemudian sistem tata kelola yang buruk tersebut sudah dianggap lumrah atau dianggap
sebagai sesuatu yang wajar. Tindakan Bupati Nias dalam melakukan sidak ke Puskesmas Hiliwento dan
menemukan masalah di dalamnya merupakan salah satu contoh langkah positif dalam memastikan bahwa
sistem pelayanan kesehatan di wilayahnya berjalan dengan baik dan memenuhi standar yang d itetapkan.
Keterlibatan publik dalam proses pengawasan dengan cara melaporkan kejadian-kejadian negatif lainnya
dinilai juga berguna sebagai bahan untuk pemerintah dan petugas yang berwenang untuk membuat keputusan,
mengambil langkah perbaikan dan membuat petunjuk teknik implementasi kebijakan publik merupakan
elemen penting dari good governance, demi tercapainya kebaikan bersama.
Impilasi Kasus 2: PT Asuransi Jiwasraya (Persero)

PT Asuransi Jiwasraya (Persero) adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak
dibidang asuransi. Kasus Jiwasraya bermula di tahun 2002. Saat itu, Jiwasraya dikabarkan sudah mengalami
kesulitan. Namun, berdasarkan catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Jiwasraya telah membukukan laba
semu sejak 2006. Alih-alih memperbaiki kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan saham berkualitas,
Jiwasraya justru mengucurkan dana sponsor untuk klub sepak bola dunia, Manchester City, pada tahun 2014.
Kemudian pada tahun 2015, Jiwasraya meluncurkan prod uk JS Saving Plan dengan cost of fund yang sangat
tinggi di atas bunga deposito dan obligasi. Sayangnya, dana tersebut kemudian diinvestasikan pada instrumen
saham dan reksadana yang berkualitas rendah yang mengakibatkan negative spread dan menimbulkan tekanan
likuiditas pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang berujung pada gagal bayar.
Pada tahun 2017, Jiwasraya kembali memperoleh opini tidak wajar dalam laporan keuangannya.
Padahal, saat itu Jiwasraya mampu membukukan laba Rp 360,3 miliar. Opini tidak wajar diperoleh akibat
adanya kekurangan pencadangan sebesar Rp 7,7 triliun. Di tahun 2018, Jiwasraya akhirnya membukukan
kerugian unaudited sebesar Rp 15,3 triliun. Pada September 2019, kerugian menurun jadi Rp 13,7 triliun.
Kemudian pada November 2019, Jiwasraya mengalami negative equity sebesar Rp 27,2 triliun. Disebutkan
sebelumnya, kerugian itu terutama terjadi karena Jiwasraya menjual produk saving plan dengan cost of fund
tinggi di atas bunga deposito dan obligasi.
Dari kasus Jiwasraya terlihat jika Manajemen Jiwasraya tidak menjalankan good governance. Kasus
Jiwasraya menunjukkan bahwa pihak manajemen Jiwasraya tidak menjalankan salah satu prinsip good
governance yaitu transparansi. Hal ini terlihat dari tidak transparannya laporan keuangan Jiwasraya yang
dilaporkan ke BPK, dimana di tahun 2002 Persero sudah mengalami kesulitan keuangan, tetapi tetap
melaporkan laba semu sejak tahun 2006. Bahkan mereka tidak melakukan pencadangan dana sesuai aturan
akuntansi Pemerintah di tahun 2017 sebesar Rp 7,7 triliun yang menyebabkan Jiwasraya memperoleh opini
tidak wajar dalam laporan keuangannya. Status opini tidak wajar yang didapatkan oleh Jiwasraya membuktikan
jika laporan keuangannya tidak akuntabel, padahal akuntabilitas merupakan salah satu prinsip dalam good
governance. Menurut UNDP dalam Rohman et. al. (2019), akuntabilitas memiliki pengertian yaitu bahwa para
pengambil keputusan dalam pemerintah dapat memiliki pertanggungjawaban kepada publik. Apalagi
Jiwasraya merupakan BUMN asuransi yang menghimpun dana dari masyarakat, sehingga pengambilan
keputusan di Jiwasraya seharusnya dapat dipertanggungjawabkan kepada pemegang polis khususnya, dan
masyarakat umumnya.
Keputusan manajemen Jiwasraya untuk meluncurkan produk JS Saving Plan dengan cost of fund yang
sangat tinggi di atas bunga deposito dan obligasi juga menunjukkan jika manajemen tidak bervisi strategis.
Bervisi strategis memiliki arti para pimpinan dan masyarakat memiliki pandangan yang luas dan jangka
panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia (Rohman et. al., 2019).
Peluncuran produk JS Saving Plan memiliki resiko tinggi bagi keberlangsungan Perseroan, karena Perseroan
tidak memiliki cadangan dana yang cukup jika nasabah menarik dananya. Ditambah lagi manajemen Jiwasraya
berinvestasi di instrumen saham dan reksadana yang berkualitas rendah. Hal ini mengakibatkan negative
spread dan menimbulkan tekanan likuiditas pada Jiwasraya. Dengan tidak menjalankan prinsip good
governance, membuat Perseroan yang telah berdiri sejak 31 Desember 1859 ini bangkrut, karena beban yang
harus dibayarnya mencapai lebih dari Rp 50 triliun, sedangkan nilai asetnya yang tersisa hanya mencapai Rp
15 triliun saja.
Kesimpulan

Penerapan prinsip good governance tidak hanya dijalankan di pelayanan publik saja, tetapi juga bisa
dijalankan di tingkat korporasi. Tanpa menjalankan prinsip good governance, maka daya hidup perusahaan
tidak akan lama. Dari kasus asuransi Jiwasraya ini dapat disimpulkan bahwa perusahaan perlu menjunjung
tinggi kode etik dan etika dalam berperilaku. Etika perlu dijadikan sebagai acuan bertindak, tidak hanya dalam
lingkup internal pekerjaan, namun juga pada saat bertransaksi dengan nasabah. Hal-hal seperti ini yang masih
kurang mendapat perhatian, baik dalam tingkat individu maupun organisasi atau perusahaan. Di zaman
sekarang yang serba cepat dan kompetitif ini, tidak jarang manusia melakukan segala cara agar tuntutan dan
tujuannya tercapai, termasuk tindakan yang tidak etis seperti pada kasus Jiwasraya yang merugikan banyak
pihak. Maka penting bagi kita semua untuk sadar agar dapat dengan baik menerapkan tindakan-tindakan etis
supaya kasus yang merugikan banyak pihak dapat dihindari. Sebab, jelas tidak ada pihak yang ingin dirugikan.
Daftar Pustaka

Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. (2009), Kumpulan Peraturan Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah. Jakarta: Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.

Kurniawan, Agung. (2005), Transformasi Pelayanan Publik, Yogyakarta: Pembaruan.

Sedarmayanti. (2003). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Ilham Jaya.

Rohman, A.; Hanafi, Y. S.; & Hardianto, W. T. (2019). Penerapan prinsip-prinsip good governance dalam
meningkatkan kualitas pelayanan publik. REFORMASI, 9(2), 153-160.
http://dx.doi.org/10.33366/rfr.v9i2.1469

https://finansial.bisnis.com/read/20210528/215/1399008/restrukturisasi-jiwasraya-pilihan-terbaik-dari-yang-
terburuk diakses tanggal 13 Mei 2023 pk. 20.00 WIB.

https://money.kompas.com/read/2020/01/09/063000926/simak-ini-kronologi-lengkap-kasus-jiwasraya-versi-
bpk diakses tanggal 10 Mei 2023 pk. 20.41 WIB.

https://www.youtube.com/watch?v=rc7JdyIvxWo diakses tanggal 14 Mei 2023 pk. 17.11 WIB

Anda mungkin juga menyukai