Anda di halaman 1dari 7

SEKOLAH TINGGI ILMU NAMA : Hermanus Pamainai

SOSIAL DAN ILMU POLITIK


(STISOSPOL) NIM : 22211054-MAP
“WASKITA DHARMA” Tanggal : 16/05/2023
MALANG
PROGRAM STUDI
MAGISTER ADMINISTRASI
PUBLIK
LEMBAR UJIAN TENGAH SEMESTER
MATA KULIAH : Evaluasi Kebijakan Publik
DOSEN :

1. Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan. Evaluasi baru
dapat dilakukan kalau suatu kebijakan sudah berjalan cukup waktu.
Alasan Evaluasi kebijakan public adalah
 Untuk mengetahui tingkat efektivitas suatu kebijakan: seberapa jauh suatu
kebijakan mencapai tujuannya.
 Untuk mengetahui apakah suatu kebijakan berhasil atau gagal: dengan melihat
tingkat efektivitasnya, maka dapat disimpulkan apakah suatu kebijakan
berhasil atau gagal.
 Memenuhi akuntabilitas publik: dengan melakukan penilaian kinerja suatu
kebijakan, maka dapat dipahami sebagai bentuk pertanggungjawaban
pemerintah kepada publik sebagai pemilik dana dan mengambil manfaat dari
kebijakan dan program pemerintah.

2. faktor utama dalam keberhasilan implementasi kebijakan adalah

a. Komunikasi

Komunikasi adalah sebagai proses penyampaian informasi


komunikator kepada
komunikan. Informasi mengenai kebijakan public perlu disampaikan
kepada pelaku
kebijakan agar para pelaku kebijakan dapat mengetahui apa yang
harus
mereka persiapkan dan lakukan untuk menjalankan kebijakan tersebut
sehingga tujuan dan sasaran kebijakan dapat dicapai sesuai dengan
yang diharapakan. Komunikasi kebijakan memiliki beberapa dimensi,
antara lain dimensi transmisi (trasmission), kejelasan (clarity) dan
konsistensi (consistency).
1. Dimensi transmisi menghendaki agar kebijakan publik
disampaikan tidak hanya disampaikan kepada pelaksana
(implementors) kebijakan tetapi juga disampaikan kepada
kelompok sasaran kebijakan dan pihak lain yang
berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung.

2. Dimensi kejelasan (clarity) menghendaki agar kebijakan yang


ditrasmisikan kepada pelaksana, target grup dan pihak lain yang
berkepentingan secara jelas sehingga diantara mereka
mengetahui apa yang menjadi maksud, tujuan, sasaran, serta
substansi dari kebijakan publik tersebut sehingga masing-
masing akan mengetahui apa yang harus dipersiapkan serta
dilaksanakan untuk mensukseskan kebijakan tersebut secara
efektif dan efisien.

3. Dimensi konsistensi (consistency) diperlukan agar kebijakan


yang diambil tidak simpang siur sehingga membingungkan
pelaksana kebijakan, target grup dan pihak-pihak yang
berkepentingan.

b. Sumber Daya

Sumber Daya memiliki peranan penting dalam keberhasilan


implementasi kebijakan public. Sundaer Daya di bagi menjadi 4
bagian yaitu:

1. Sumber Daya Manusia.

Sumberdaya manusia merupakan salah satu variabel yang


mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan.

2. Sumber Daya Anggaran

Terbatasnya anggaran yang tersedia menyebabkan kualitas


pelayanan yang seharusnya diberikan kepada masyarakat juga
terbatas. Terbatasnya insentif yang diberikan kepada
implementor merupakan penyebab utama gagalnya pelaksanaan
program. Terbatasnya sumber daya anggaran akan mempengaruhi
keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Disamping program tidak bias
dilaksanakan dengan optimal, keterbatasan anggaran menyebabkan
disposisi para pelaku kebijakan rendah.
3. Sumber Daya Peralatan

Sumberdaya peralatan merupakan sarana yang digunakan untuk


operasionalisasi implementasi suatu kebijakan yang meliputi
gedung, tanah, dan sarana yang semuanya akan memudahkan
dalam memberikan pelayanan dalam implementasi kebijakan.

4. Sumber Daya Kewenangan

Kewenangan (authority) yang cukup untuk membuat keputusan


sendiri yang dimiliki oleh suatu lembaga akan mempengaruhi
lembaga itu dalam melaksanakan suatu kebijakan. Kewenangan ini
menjadi penting ketika mereka dihadapkan suatu masalah
dan mengharuskan untuk segera diselesaikan dengan suatu
keputusan.

c. Disposisi

Disposisi adalah kemauan, keinginan dan kecenderungan para perlaku


kebijakan untuk melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh -
sungguh sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat
diwujudkan. Jika implementasi kebijakan ingin berhasil secara efektif
dan
efisien, para pelaksana (implementors) tidak hanya mengetahui apa
yang harus dilakukan dan mempunyai kemampuan untuk melakukan
kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kamauan
untuk melaksanakan kebijakan tersebut.

Faktor –faktor yang menjadi mengenai disposisi dalam implementasi


kebijakan antara lain:

1. Pengangkatan birokrasi. Disposisi atau sikap pelaksana akan


menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap
implementasi kebijakan bila personel yang ada tidak melaksanakan
kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat yang lebih atas.
Karena itu, pengangkatan dan pemilihan personel pelaksana
kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada
kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada
kepentingan warga masyarakat.
2. Insentif merupakan salah-satu teknik yang disarankan untuk
mengatasi masalah sikap para pelaksana kebijakan dengan
memanipulasi insentif. Pada dasarnya orang bergerak
berdasarkan kepentingan dirinya sendiri, maka memanipulasi
insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para
pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau
biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang
membuat para pelaksana menjalankan perintah dengan baik. Hal
ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau
organisasi.

d. Struktur Birokrasi

Struktur birokasi mencangkup aspek-aspek seperti struktur birokrasi,


pembagian kewenangan, hubungan antara unit-unit organnisasi dan
sebagainya.

1. Standard operational procedure (SOP) merupakan perkembangan


dari tuntutan internal akan kepastian waktu, sumber daya serta
kebutuhan penyeragaman dalam organisasi kerja yang kompleks
dan
luas. Demikian pula dengan jelas tidaknya standar operasi, baik
menyangkut mekanisme, system dan prosedur pelaksanaan
kebijakan, pembagian tugas pokok, fungsi dan kewenangan, dan
tangggung jawab diantara pelaku, dan tidak harmonisnya hubungan
diantara organisasi pelaksana satu dengan yang lainnya ikut pula
menentukan keberhasilan implementasi kebjakan.

3. suatu kebijakan publik sedang dalam proses penyusunan oleh pemerintah,


apakah kebijakan tersebut dapat dievaluasi?

Untuk mengetahui tingkat efektivitas suatu kebijakan: seberapa jauh suatu kebijakan
mencapai tujuannya. Untuk mengetahui apakah suatu kebijakan berhasil atau gagal: dengan
melihat tingkat efektivitasnya, maka dapat disimpulkan apakah suatu kebijakan berhasil atau
gagal.

4. Evaluasi kebijakan merupakan suatu kegiatan yang menyangkut penilaian kebijakan


mencakup substansi, implementasi dan dampak, dalam hal ini evaluasi kebijakan tidak hanya
dilakukan pada tahap akhir saja melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan.
Evaluasi kebijakan meliputi perumusan masalah-masalah kebijakan, implementasi maupun
dampak kebijakan.
Suatu evaluasi kebijakan harus meliputi beberapa kegiatan yakni pengkhususan, pengukuran,
analisis dan rekomendasi. Ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria tersebut yang dipakai untuk
menilai manfaat program kebijakan. Pengukuran menyangkut aktivitas pengumpulan
informasi yang relevan untuk obyek evaluasi, sedangkan analisis adalah penggunaan
informasi yang telah terkumpul dalam rangka menyusun kesimpulan dan akhirnya,
rekomendasi yakni penentuan mengenai apa yang harus dilakukan di masa yang akan datang.

Evaluasi kebijakan dibagi dalam tiga tipe, masing-masing tipe evaluasi yang diperkenalkan
ini didasarkan pada pemahaman terhadap evaluasi. Tipe pertama, evaluasi kebijakan
dipahami sebagai kegiatan fungsional artinya evaluasi seperti ini akan menghasilkan kriteria-
kriteria yang berbeda, sehingga kesimpulan yang didapatkannya pun berbeda mengenai
manfaat dari kebijakan yang sama. Tipe kedua, merupakan tipe evaluasi yang memfokuskan
diri pada bekerjanya kebijakan atau program-program tertentu, yakni kecenderungan untuk
menghasilkan informasi yang sedikit mengenai dampak suatu program terhadap masyarakat.
Tipe ketiga, tipe evaluasi kebijakan sistematis yang diarahkan untuk melihat dampak yang
ada dari suatu kebijakan dengan berpijak pada sejauhmana kebijakan tersebut menjawab
kebutuhan atau masalah masyarakat artinya evaluasi ini akan memberi suatu pemikiran
tentang dampak dari kebijakan dan merekomendasikan perubahan-perubahan kebijakan
dengan mendasarkan kenyataan yang sebenarnya kepada para pembuat kebijakan dan
masyarakat umum. Penemuan-penemuan kebijakan dapat digunakan untuk mengubah
kebijakan-kebijakan dan program-program sekarang dan membantu dalam merencanakan
kebijakan-kebijakan dan program-program lain di masa depan.

Langkah-langkah dalam evaluasi kebijakan terdapat 6 (enam) langkah antara lain:

1. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi;


2. Analisis terhadap masalah;
3. Deskripsi dan standarisasi kegiatan;
4. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi;
5. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut
atau karena penyebab lain;
6. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.

5. Tujuan Evaluasi

 Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan: melalui evaluasi maka dapat diketahui
derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan.
 Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan: melalui evaluasi dapat diketahui berapa
biaya dan manfaat dari suatu kebijakan.
 Mengukur tingkat keluaran: mengukur berapa besar dan kualitas pengeluaran atau
output dari suatu kebijakan.
 Mengukur dampak suatu kebijakan: evaluasi ditujukan untuk melihat dampak dari
suatu kebijakan, baik dampak positif maupun negatif.
 Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan: untuk mengetahui adanya
penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara membandingkan
antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target.
 Sebagai masukan (input) suatu kebijakan yang akan datang: untuk memberikan
masukan bagi proses kebijakan ke depan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik.
Alasan Evaluasi Kebijakan

 Untuk mengetahui tingkat efektivitas suatu kebijakan: seberapa jauh suatu kebijakan
mencapai tujuannya.
 Untuk mengetahui apakah suatu kebijakan berhasil atau gagal: dengan melihat tingkat
efektivitasnya, maka dapat disimpulkan apakah suatu kebijakan berhasil atau gagal.
 Memenuhi akuntabilitas publik: dengan melakukan penilaian kinerja suatu kebijakan,
maka dapat dipahami sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah kepada publik
sebagai pemilik dana dan mengambil manfaat dari kebijakan dan program
pemerintah.
 Menunjukkan pada stakeholders manfaat suatu kebijakan: apabila tidak dilakukan
evaluasi terhadap sebuah kebijakan, para stakeholders, terutama kelompok sasaran
tidak mengetahui secara pasti manfaat dari sebuah kebijakan atau program.
 Agar tidak mengulangi kesalahan yang sama: evaluasi kebijakan bermanfaat untuk
memberikan masukan bagi proses pengambilan kebijakan yang akan datang agar tidak
mengulangi kesalahan yang sama.

Pendekatan evaluasi

 Evaluasi Semu: pendekatan evaluasi yang menggunakan metode deskriptif untuk


menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan,
tanpa menanyakan manfaat atau nilai dari hasil kebijakan tersebut pada individu,
kelompok, atau masyarakat.
 Evaluasi formal: pendekatan evaluasi yang menggunakan metode deskriptif untuk
menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan
berdasarkan sasaran program kebijakan yang telah ditetapkan secara formal oleh
pembuat kebijakan.
 Evaluasi keputusan teoritis: pendekatan evaluasi yang menggunakan metode
deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil-
hasil kebijakan yang secara eksplisit diinginkan oleh berbagai stakeholders.

Indikator Evaluasi

 Efektivitas: apakah hasil yang diinginkan telah tercapai.


 Kecukupan: seberapa jauh hasil yang telah tercapai dapat memecahkan masalah?
 Pemerataan: apakah biaya dan manfaat didistribusikan merata kepada kelompok
masyarakat berbeda?
 Responsivitas: apakah hasil kebijakan memuat preferensi/nilai kelompok dan dapat
memuaskan mereka?
 Ketepatan: apakah hasil yang dicapai bermanfaat?

Metode Evaluasi

 Single program after-only: pengukuran kondisi dilakukan sesudah program, tidak ada
kelompok kontrol, dan informasi yang diperoleh dari keadaan kelompok sasaran.
 Single program before-after: pengukuran kondisi dilakukan sebelum dan sesudah
program, tidak ada kelompok kontrol, dan informasi yang diperoleh dari perubahan
kelompok sasaran.
 Comparative after-only: pengukuran kondisi dilakukan sesudah program, ada
kelompok kontrol, dan informasi yang diperoleh dari keadaan kelompok sasaran dan
kelompok kontrol.
 Comparative before-after: pengukuran kondisi dilakukan sebelum dan sesudah
program, ada kelompok kontrol, dan informasi yang diperoleh dari efek program
terhadap kelompok sasaran dan kelompok kontrol.

Kendala Evaluasi

 Kendala psikologis: banyak aparat pemerintah masih alergi terhadap kegiatan


evaluasi, karena dipandang berkaitan dengan prestasi dirinya.
 Kendala ekonomis: kegiatan evaluasi membutuhkan biaya yang tidak sedikit, seperti
biaya untuk pengumpulan dan pengolahan data, biaya untuk para staf administrasi,
dan biaya untuk para evaluator.
 Kendala teknis: evaluator sering dihadapkan pada masalah tidak tersedianya cukup
data dan informasi yang up to date.
 Kendala politis: evaluasi sering terbentur dan bahkan gagal karena alasan politis.
Masing-masing kelompok bisa jadi saling menutupi kelemahan dari implementasi
suatu program dikarenakan ada deal atau bargaining politik tertentu.
 Kurangnya jumlah evaluator: pada berbagai lembaga pemerintah, kurang tersedianya
sumber daya manusia yang memiliki kompetensi melakukan evaluasi. Hal ini karena
belum terciptanya budaya evaluasi, sehingga peemrintah tidak memiliki program
yang jelas untuk mempersiapkan tenaga kerja yang memiliki kompetensi di bidang
evaluasi.

Anda mungkin juga menyukai