MUHAMMAD IRHAM S
STAMBUK B 10222014
PROGRAM STUDI
MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS TADULAKO
2022
PENTINGNYA FORMULASI DALAM MENENTUKAN KEBERHASILAN
KEBIJAKAN PUBLIK
Menurut Riant Nugroho D (2003:51) yaitu: Kebijakan Publik adalah jalan mencapai
tujuan yang bersama yang dicita-citakan, jadi jika cita-cita Bangsa Indonesia adalah
mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila (Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi dan Keadilan) dan UUD (Negara Kesatuan Republik
Indonesia) yang berdasarkan hukum dan tidak semata-mata kekuasaan maka kebijakan
publikadalah seluruh prasarana dan sarana untuk mencapai tujuan tersebut.
Pada prinsipnya, walaupun suatu peristiwa, keadaan dan situasi tertentu dapat
menimbulkan satu atau beberapa problem, tetapi agar hal itu menjadi masalah publik tidak
hanya tergantung dari dimensi objektifnya saja, tetapi juga secara subjektif, baik oleh
masyarakat maupun para pembuat keputusan, dipandang sebagai suatu masalah yang patut
dipecahkan atau dicarikan jalan keluarnya. Oleh karena itu, suatu problem, untuk bisa
berubah menjadi problem umum tidak hanya cukup dihayati oleh banyak orang sebagai
sesuatu masalah yang perlu segera diatasi, tetapi masyarakat perlu memiliki political will
untuk memperjuangkannya dan yang lebih penting lagi, problem tersebut ditanggapi positif
oleh pembuat kebijakan dan mereka bersedia memperjuangkan problem umum itu menjadi
problem kebijakan, memasukannya kedalam agenda pemerintah dan mengusahakannya
menjadi kebijakan publik, maka langkah pertama yang harus dilakukan oleh setiap pembuat
kebijakan adalah mengidentifikasikan problem yang akan dipecahkan kemudian membuat
perumusan yang sejelas-jelasnya terhadap problem tersebut. Kegiatan ini merupakan upaya
untuk menentukan identitas masalah kebijakan dengan terlebih dahulu mengerti dan
memahami sifat dari masalah tersebut sehingga akan mempermudah dalam menentukan sifat
proses perumusan kebijakan.
Pendekatan top down atau command and control dilakukan secara tersentralisasi
dimulai dari aktor di tingkat pusat dan keputusan-keputusan diambil di tingkat pusat.
Pendekatan top down bertolak dari perspektif bahwa keputusan-keputusan kebijakan yang
telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh administratur atau
organisasi yang berada pada level bawah. Bertolak belakang dengan pendekatan top down,
pendekatan bottom up lebih menyoroti implementasi kebijakan yang terformulasi dari inisiasi
warga masyarakat. Argumentasi yang diberikan adalah masalah dan persoalan yang terjadi
pada level daerah hanya dapat dimengerti secara baik oleh warga setempat.
Tidak ada kebijakan publik yang dapat dikeluarkan tanpa evaluasi. Evaluasi
kebijakan dilakukan untuk menilai efektivitas kebijakan publik dalam
mempertanggungjawabkannya kepada publik guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Evaluasi diperlukan untuk mengetahui gap antara harapan dan kenyataan. Outcome dari
kebijakan dikatakan memiliki nilai karena outcome tersebut memberikan kontribusi terhadap
tujuan atau sasaran, dengan kata lain kebijakan atau program tersebut telah mencapai tingkat
kinerja yang berarti.
Dalam hal ini tentu saja begitu sulit untuk dapat mengukur keuntungan yang tidak
langsung dari implementasi kebijakan untuk masyarakat tertentu. Selanjutnya pembicaraan
pokok adalah pada kenyataan bahwa pelaksanaan kebijakan public seolah-olah selalu
berhubungan dengan penemuan materi yang diinginkan atau keinginan yang dapat tercapai
yang hal ini dalam pelaksanaannya dampaknya menjadi contoh simbolik dari pada
materialistik. Analisis dari suatu kebijakan publik biasanya mempunyai. Berat pada apa yang
sesungguhnya akan dilakukan oleh pemerintah dan dengan dampak matrial apa kedepannya.
D. PENUTUP
Partisipasi masyarakat pada awalnya hanya dimungkinkan pada ruang-ruang di luar
suprastruktur dan dilaksanakan melalui lembaga perwakilan, seperti kelompok kepentingan,
kelompok penekan, dan partai politik. Lembaga-lembaga ini kemudian berfungsi sebagai
saluran pengumpulan aspirasi rakyat oleh DPR sebagai lembaga perwakilan masyarakat,
Partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan penetapan kebijakan
publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik merupakan ciri
khas penyelenggaraan negara yang demokratis, terutama dengan kran otonomi daerah
dihidupkan dengan yang memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi partisipasi
masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, khususnya dalam pembuatan
peraturan daerah atau kebijakan.