Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Formulasi kebijakan adalah langkah paling awal dalam proses kebijakan


publik secara keseluruhan. Menurut Lindblon (Dalam Solichin Abdul Wahab,
1997:16) mendefinisikan formulasi kebijakan publik “merupakan proses politik
yang amat konpleks dan analisis dimana tidak mengenal saat di mulai dan
diakhirinya dan batas dari proses itu sesungguhnya yang paling tidak pasti,
serangkaian kekuatan yang agak kompleks itu kita sebut sebagai pembuatan
kebijakan,itulah yang kemudian membuahkan hasil yang disebut kebijakan.”

Pembuatan kebijakan publik merupakan fungsi penting dari sebuah


pemerintahan. Tahapan perumusan kebijakan merupakan tahapan kritis dari
sebuah proses kebijakan. Hal ini terkait dengan proses pemilihan alternatif
kebijkan oleh pembuat kebijakan yang biasanya mempertimbangkan pengaruh
langsung yang dapat dihasilkan dari pilihan alternatif utama tersebut. terkait
keterlibatan peserta dalam pembuata kebijakan ini, khususnya dalam tahapan
perumusan kebijakan maka perumusan kebijakan diharapkan melibatkan peserta
yang lebih sedikit dibandingkan dalam tahapan penetapan agenda. Detail dari
kebijakan biasanya dirumuskan oleh staff dari birokrasi pemerintah,komite
legislatif,serta komisi khusus. Selain pembuat kebijakan terdapat pula peserta lain
yang terlibat dalam proses kebijakan yang meliputi diantaranya kelompok
kepentingan, partai politik, organisasi penelitian, media komunikasi serta individu
masyarakat mereka ini disebut sebagai peserta non-pemerintahan, namun dalam
hal ini mereka tidak memiliki kewenangan legal untuk membuat kebijakan. Peran
mereka biasanya adalah dalam menyediakan informasi, memberikan tekanan,
serta mencoba untuk mempengaruhi.

Kebijakan Publik merupakan tindakan tindakan yang sengaja dilakukan


dan mengarah pada tujuan tertentu, misalkan kebijakan pembangunan atau
kebijakan sosial dalam sistem politik modern, bukan merupakan tindakan yang
serba kebetulan atau asal-asalan melainkan tindakan yang memang direncanakan.
Kebijakan pada hakekatnya terdiri dari tindakan-tindakan yang saling berkaitan
dan berpola, mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh pejabat-pejabat
Pemerintah dan bukan keputusan-keputusan yang berdiri sendiri. Kebijakan tidak
hanya mencakup keputusan untuk membuat undang-undang dalam bidang
tertentu, malinkan dalam mangatur perdangan, pembangunan infrastruktur,
mengendalikan inflasi, menghapus kemiskian, memberantas korupsi dsb.

Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,


merupakan penjabaran dari Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota ke dalam
rencana distribusi pemanfaatan ruang dan bangunan. Rencana Detail Tata Ruang
mempunyai fungsi untuk mengatur dan menata ruang yang serasi, seimbang,
aman, nyaman dan produktif. Rencana Detail Tata Ruang Kota adalah rencana
pemanfaatan ruang sebagian wilayah kota secara terperinci yang disusun untuk
menyiapkan perwujudan ruang dalam rangka pengaturan zonasi, perijinan dan
pembangunan kawasan. Rencana Detail Tata Ruang atau yang disingkat RDTR
merupakan perwujudan kegiatan yang membentuk suatu kawasan ke dalam ruang
yang terukur baik memenuhi aspek ekonomi, sosial, budaya, keamanan,
kenyamanan, keserasian dan keterpaduan, serta keseimbangan. Dengan
memperhatikan antar kegiatan yaitu terciptanya lingkungan yang harmonis antara
kegiatan utama, kegiatan penunjang serta perlengkapannya dalam suatu kawasan.

Rencana Detail Tata Ruang, merupakan pemanfaatan ruang kota secara


terperinci yang disusun untuk menyiapkan perwujudan ruang dalam rangka
pelaksanaan program-program pembangunan kota. Wilayah perencanaan RDTR
ini mencakup sebagian wilayah atau satu kawasan tertentu, RDTR ini berisi
rumusan tentang kebijakan pengembangan penduduk, rencana pemanfaatan ruang
kota, rencana struktur tingkat pelayanan, rencana perpetakan bangunan, rencana
garis sepadan, rencana penanganan bangunan perkotaan dan tahapan pelaksanaan
pembangunan dll. RDTR disusun sesuai kebutuhan, RTRW Kab/Kota perlu
dilengkapi dengan acuan lebih detail pengendalian pemanfaatan ruang
kabupaten/kota. dalam hal ini RTRW Kab/Kota memerlukan RDTR, maka
disusunlah RDTR yang muatan materinya lengkap. RDTR merupakan rencana
yang menetapkan blok pada kawasan fungsional sebagai penjabaran kegiatan ke
dalam wujud ruang yang memperhatikan keterkaitan antar kegiatan dalam
kawasan fungsional agar terciptanya lingkungan yang harmonis antara kegiatan
utama dan kegiatan penunjang dalam kawasan fungsional tersebut.

Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi merupakan suatu masalah


yang timbul akibat meningkatnya pertumbuhan ekonomi di suatu perkotaan. Kota
Batu merupakan salah satu kota yang tumbuh dengan sangat cepat. Akibatnya
banyak pertumbuhan pembangunan seperti perumahan, pertanian dan lain – lain.
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Batu (PUPR) mengemban
tugas untuk mengatur segala permsalahan mengenai pemberian izin dan zonasi
pembangunan Kota Batu. Pada akhir tahun 2018, Dinas PUPR melakukan rencana
percepatan penyusunan perda RDTR BWP Kecamatan Bumiaji. Hal ini
dikarenakan pada Kecamatan Bumiaji diperlukan adanya review terkait
kesesuaian RDTR terhadap dinamika pembangunan ataupun rencana–rencana
yang sudah tertuang di RTRW ataupun kebijakan dari pemerintahan pusat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang ada di atas, rumusan masalah yang
dapat diambil adalah :

1. Bagaimana Formulasi Kebijakan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di


Kecamatan Bumiaji Kota Batu?
2. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam Formulasi Kebijakan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di Kecamatan Bumiaji Kota Batu ?

C. Tujuan dari Kegiatan Magang Riset

1. Mengetahui bagaimana Formulasi Kebijakan Rencana Detail Tata Ruang


(RDTR) di Kecamatan Bumiaji Kota Batu
2. Mengetahui faktor penghambat dalam Formulasi Kebijakan Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR) di Kecamatan Bumiaji Kota Batu
D. Manfaat Magang Riset Pemerintahan

1. Mahasiswa akan memperoleh pengalaman praktis berkaitan dengan


berbagai permasalahan bidang pemerintahan
2. Mahasiswa akan memperoleh kemudahan dalam mengakses data untuk
kebutuhan riset
3. Mahasiswa dapat mengembangkan integritas dan tanggung jawab dalam
mengemban amanah profesinya
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Formulasi Kebijakan

Dalam fase formulasi kebijakan publik, realitas politik yang melingkupi


proses pembuatan kebijakan publik tidak boleh dilepaskan dari fokus kajiannya.
Sebab bila kita melepaskan kenyataan politik dari proses pembuatan kebijakan
publik, maka jelas kebijakan publik yang dihasilkan itu akan miskin aspek
lapangannya. Sebuah produk kebijakan publik yang miskin aspek lapangannya itu
jelas akan menemui banyak persoalan pada tahap penerapan berikutnya. Dan yang
tidak boleh dilupakan adalah penerapannya dilapangan dimana kebijakan publik
itu hidup tidaklah pernah steril dari unsur politik. Formulasi kebijakan publik
adalah langkah yang paling awal dalam proses kebijakan publik secara
keseluruhan, oleh karena apa yang terjadi pada tahap ini akan sangat menentukan
berhasil tidaknya kebijakan publik yang dibuat itu pada masa yang akan datang.
Oleh sebab itu perlu adanya kehati-hatian lebih dari para pembuat kebijakan
ketika akan melakukan formulasi kebijakan publik ini. Yang harus diingat pula
adalah bahwa formulasi kebijakan publik yang baik adalah formulasi kebijakan
publik yang berorientasi pada implementasi dan evaluasi. Sebab seringkali para
pengambil kebijakan beranggapan bahwa formulasi kebijakan yang baik itu
adalah sebuah uraian konseptual yang sarat dengan pesan-pesan ideal dan
normatif, namun tidak membumi. Padahal sesungguhnya formulasi kebijakan
publik yang baik itu adalah sebuah uraian atas kematangan pembacaan realitas
sekaligus alternatif solusi yang fisibel terhadap realitas tersebut. Kendati pada
akhirnya uraian yang dihasilkan itu tidak sepenuhnya presisi dengan nilai ideal
normatif, itu bukanlah masalah asalkan uraian atas kebijakan itu presisi dengan
realitas masalah kebijakan yang ada dilapangan (Fadillah, 2001:49-50).

Solichin menyebutkan, bahwa seorang pakar dari Afrika, Chief J.O. Udoji
(1981) merumuskan secara terperinci pembuatan kebijakan negara dalam hal ini
adalah formulasi kebijakan sebagai :
“The whole process of articulating and defining problems, formulating possible
solutions into political demands, chenelling those demands into the political
system, seeking sanctions or legitimation of the preferred course of action,
legitimation and implementation, monitoring and review
(feedback)” (Keseluruhan proses yang menyangkut pengartikulasian dan
pendefinisian masalah, perumusan kemungkinan-kemungkinan pemecahan
masalah dalam bentuk tuntutan-tuntutan politik, penyaluran tuntutan-tuntutan
tersebut kedalam sistem politik, pengupayaan pemberian sanksi-sanksi atau
legitimasi dari arah tindakan yang dipilih, pengesahan dan
pelaksanaan/implementasi monitoring dan peninjauan kembali (umpan balik)
(Dalam Solichin. 2002:17).

Menurut pendapatnya, siapa yang berpartisipasi dan apa peranannya dalam


proses tersebut untuk sebagian besar akan tergantung pada struktur politik
pengambilan keputusan itu sendiri. Untuk lebih jauh memahami bagaimana
formulasi kebijakan publik itu, maka ada empat hal yang dijadikan pendekatan-
pendekatan dalam formulasi kebijakan publik dimana sudah dikenal secara umum
oleh khalayak kebijakan publik yaitu :

1. Pendekatan Kekuasaan dalam pembuatan Kebijakan Publik


2. Pendekatan Rasionalitas dan Pembuatan Kebijakan publik
3. Pendekatan Pilihan Publik dalam Pembuatan Kebijakan Publik
4. Pendekatan Pemrosesan Personalitas, Kognisi dan Informasi dalam
Formulasi Kebijakan Publik (Fadillah, 2001:50-62).

Oleh sebeb itu dalam proses formulasi kebijakan publik ini Fadillah
mengutip pendapat dari Yezhezkhel Dror yang membagi tahap-tahap proses-
proses kebijakan publik dalam 18 langkah yang merupakan uraian dari tiga tahap
besar dalam proses pembuatan kebijakan publik yaitu :

1. Tahap Meta Pembuatan kebijakan Publik (Metapolicy-making stage):


2. Pemrosesan nilai;
3. Pemrosesan realitas;
4. Pemrosesan masalah;
5. Survei, pemrosesan dan pengembangan sumber daya;
a. Desain, evaluasi, dan redesain sistem pembuatan kebijakan publik;
b. Pengalokasian masalah, nilai, dan sumber daya;
c. Penentuan strategi pembuatan kebijakan.
6. Tahap Pembuatan Kebijakan Publik (Policy making)
a. Sub alokasi sumber daya;
b. Penetapan tujuan operasional, dengan beberapa prioritas;
c. Penetapan nilai-nilai yang signifikan, dengan beberapa prioritas;
d. Penyiapan alternatif-alternatif kebijakan secara umum;
e. Penyiapan prediksi yang realistis atas berbagai alternatif tersebut
diatas, berikut keuntungan dan kerugiannya;
f. Membandingkan masing-masing alternatif yang ada itu sekaligus
menentukan alternatif mana yang terbaik;
7. Melakukan ex-ante evaluation atas alternatif terbaik yang telah dipilih
tersebut diatas.
a. Tahap Pasca Pembuatan Kebijakan Publik (Post policy-making stage)
b. Memotivasi kebijakan yang akan diambil;
c. Mengambil dan memutuskan kebijakan publik;
d. Mengevaluasi proses pembuatan kebijakan publik yang telah
dilakukan;
e. Komunikasi dan umpan balik atas seluruh fase yang telah dilakukan.

B. Rencana Detail Tata Ruang

Rencana detail tata ruang adalah arahan kebijakan dan strategi


pemanfaatan ruang wilayah yang disusun guna menjaga integritas, keseimbangan
dan keserasian perkembangan suatu wilayah kabupaten/kota dan antar sektor,
serta keharmonisan antar lingkungan alam dengan lingkungan buatan untuk
meningkatkan kesejahteraan. Rencana detail tata ruang kabupaten/kota yang
sesuai dengan fungsi dan perannya di dalam rencana pengembangan wilayah
provinsi secara kesejahteraan, strategi pengembangan wilayah ini selanjutnya
dituangkan ke dalam rencana struktur dan rencana pola ruang operasional. Dalam
operasional rencana detail tata ruang dijabarkan dalam rencana rinci tata ruang
yang disusun dengan pendekatan nilai strategis kawasan dan kegiatan kawasan
dengan muatan substansi yang dapat mencakup hingga penetapan blok dan sub-
blok atau dengan kedalaman 1:20.000 yang dilengkapi peraturan zonasi sebagai
salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan
ruang dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci
tata ruang. Sehingga dapat dirumuskan bahwa RDTR merupakan rencana yang
menetapkan blok pada kawasan fungsional sebagai penjabaran kegiatan ke dalam
wujud ruang yang memperhatikan keterkaitan antarkegiatan dalam kawasan
fungsional agar tercipta lingkungan yang harmonis antara kegiatan utama dan
kegiatan penunjang dalam kawasan fungsional tersebut.

Sesuai ketentuan Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010


tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, setiap RTRW kabupaten/kota harus
menetapkan bagian dari wilayah kabupaten/kota yang perlu disusun RDTR-nya.
Bagian dari wilayah yang akan disusun RDTR tersebut merupakan kawasan
perkotaan atau kawasan strategis kabupaten/kota. Kawasan strategis
kabupaten/kota dapat disusun RDTR apabila merupakan:
1. Kawasan yang mempunyai ciri perkotaan atau direncanakan menjadi
kawasan perkotaan; dan
2. Memenuhi kriteria lingkup wilayah perencanaan RDTR yang ditetapkan
dalam pedoman ini.
RDTR dan peraturan zonasi berfungsi sebagai:
1. Kendali mutu pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota berdasarkan
RTRW;
2. Acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari kegiatan
pemanfaatan ruang yang diatur dalam RTRW;
3. Acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang;
4. Acuan bagi penerbitan izin pemanfaatan ruang; dan
5. Acuan dalam penyusunan RTBL.
RDTR dan peraturan zonasi bermanfaat sebagai:
1. Penentu lokasi berbagai kegiatan yang mempunyai kesamaan fungsi dan
lingkungan permukiman dengan karakteristik tertentu;
2. Alat operasionalisasi dalam sistem pengendalian dan pengawasan
pelaksanaan pembangunan fisik kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, swasta, dan/atau masyarakat; ketentuan
intensitas pemanfaatan ruang untuk setiap bagian wilayah sesuai dengan
fungsinya di dalam struktur ruang kabupaten/kota secara keseluruhan; dan
3. Ketentuan bagi penetapan kawasan yang diprioritaskan untuk disusun
program pengembangan kawasan dan pengendalian pemanfaatan ruangnya
pada tingkat BWP atau Sub BWP.
BAB III

DEKRIPSI DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


KOTA BATU

A. Profil Dinas Pekerjaan Umun dan Penataan Ruang Kota Batu

Dasar hukum dari terbentuknya Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan


Ruang Kota Batu adalah Peraturan Pemerintah Daerah Kota Batu Nomor 5 Tahun
2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Batu dan Peraturan
Walikota Batu Nomor 43 Tahun 2013.

Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang sebagai instansi yang


mempunyai tugas membantu Walikota dalam melaksanakan Pembangunan
Daerah, dituntut semakin profesional dalam bidang tugasnya untuk
memberdayakan dan mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga dapat
memecahkan isu strategis daerah sampai pada titik-titik potensial permasalahan
sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas. Untuk itu kualitas
aparatur dan sikap aparatur sangatlah menentukan dalam mewujudkan good
governance.

Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang merupakan unsur pelaksana


otonomi daerah di bidang pekerjaan umum sub bidang pengairan dan bina marga.
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas
yang dalam melaksanakan tugasnya berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.

B. Visi dan Misi Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Batu

Adapun visi dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Batu
adalah sebagai berikut: “Mewujudkan Tata Kelola Infrastruktur Kebinamargaan,
Pemanfaatan Pengairan,Pemanfaatan Tata Ruang Wilayah dan Kawasan
Strategis, serta Pembangunan dan pengembangan penerangan jalan yang
Berdaya Guna dan Berhasil Guna untukKesejahteraan dan Kemajuan
Masyarakat Kota Batu”
Berdasarkan visi yang ditetapkan, maka misi dari Dinas Pekerjaan Umum
dan Penataan Ruang Kota Batu dijabarkan kedalam 6 (enam) misi antara lain
sebagai berikut :

1. Memenuhi kebutuhan infrastruktur di bidang sumber daya air, termasuk


mendukung ketahanan pangan melalui pengembangan jaringan irigasi,
mendukung ketersediaan air bersih, serta mengamankan pusat-pusat produksi
dan permukiman dari bahaya daya rusak air;
2. Memenuhi kebutuhan infrastruktur di bidang jalan, jembatan, plengsengan
dan drainase, dalam rangka mendukung pengembangan wilayah dan
kelancaran distribusi barang dan jasa; 3. Mengoptimalkan pemanfaatan
potensi pembangunan dan pengembangan penerangan jalan dalam rangka
mendukung fasilitas penerangan jalan umum dan jalan lingkungan di Kota
Batu;
3. Meningkatkan kapasitas aparatur dalam pemanfaatan ruang wilayah dan
kawasan strategis;
4. Mengembangkan teknologi yang tepat guna dan kompetitif serta
meningkatkan keandalan mutu infrastruktur;
5. Menerapkan organisasi yang efisien, tata laksana yang efektif dan terpadu
dengan prinsip good governance serta mengembangkan SDM yang
profesional.

C. Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Perangkat Daerah

Dasar hukum dari terbentuknya Dinas PU dan Penataan Ruang Kota Batu
adalah Peraturan Walikota Batu Nomor 78 Tahun 2016 tentang Kedudukan,
Susunan Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi, serta Tata Kerja Dinas Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang Kota Batu.
Adapun bagan struktur organisasi Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
adalah sebagai berikut :

Berdasarkan Peraturan Walikota Batu Nomor 78 Tahun 2016 tentang


Kedudukan, Susunan Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi, serta Tata Kerja
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Batu, dapat diuraikan tugas
pokok dan fungsi sesuai struktur organisasi diatas adalah sebagai berikut :
TUGAS POKOK OPD :

Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mempunyai tugas membantu


Walikota melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
dibidang pekerjaan umum dan penataan ruang.

FUNGSI OPD :

a. Perumusan kebijakan teknis dan rencana strategis di bidang pekerjaan umum


dan penataan ruang;
b. Penetapan rencana kerja dan anggaran di bidang pekerjaan umum dan
penataan ruang;
c. Pelaksanaan kebijakan di bidang pekerjaan umum dan penataan ruang;
d. Penyelenggaraan peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur di
bidang pekerjaan umum dan penataan ruang;
e. Pelaksanaan administrasi Dinas di bidang pekerjaan umum dan penataan
ruang;
f. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pekerjaan umum dan penataan
ruang; dan
g. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
1. Kepala Dinas mempunyai tugas merencanakan, merumuskan kebijakan,
membina administrasi dan teknis, mengkoordinasikan, mengendalikan,
dan mengevaluasi bidang sumber daya air, penerangan jalan umum, dan
bina marga. Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Dinas
menyelenggarakan fungsi :
a. Perumusan kebijakan, pengendalian, pengevaluasian rencana strategis
dan rencana kerja bidang pengairan, sumber daya mineral, energi dan
bina marga.
b. Perumusan dan penetapan Standar Operasional Prosedur (SOP), target
capaian Standar Pelayanan Minimal (SPM), Standar Pelayanan Publik
(SPP), dan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) bidang pengairan,
sumber daya mineral, energi dan bina marga.
c. Penetapan pedoman teknis pengaturan norma, standar prosedur, dan
kinerja (NSPK) bidang pengairan, sumber daya mineral, energi dan
bina marga sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Perencanaan dan pengendalian anggaran.
e. Pengendalian urusan administrasi dinas.
f. Penyelenggaran urusan pengairan, sumber daya mineral, energi dan
bina marga sesuai dengan lingkup tugas.
g. Pembinaan bidang pengairan, sumber daya mineral, energi dan bina
marga.
h. Pengendalian terhadap perencanaan, pelaksanaan dan hasil program
kegiatan.
i. Pelaksanaan koordinasi dan kerja sama bidang pengairan, sumber
daya mineral, energi dan bina marga di antara SKPD di lingkungan
Pemerintah daerah dan intansi terkait.
j. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh walikota sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
2. Sekretariat mempunyai tugas merencanakan,melaksanakan koordinasi
dan sinkronisasi, sertamengendalikan kegiatan administrasi
umum,kepegawaian, perlengkapan, penyusunan program,
dankeuangan.Dalam melaksanakan tugasnya Sekretariat
menyelenggarakan fungsi :
a. Perumusan pengelolaan dan pelayanan administrasi umum;
b. Pembinaan pengelolaan administrasi kepegawaian;
c. Pengembangan kompetensi dan kapasitaskepegawaian;
d. Pengelolaan administrasi perlengkapan;
e. Pengelolaan urusan rumah tangga;
f. Pelayanan, hubungan masyarakat, dan publikasi;
g. Pelaksanaan koordinasi dan pengelolaan datapekerjaan umum dan
penataan ruang;
h. Pelaksanaan koordinasi penyusunan program, anggaran, dan
perundang-undangan;
i. Pelaksanaan koordinasi penyelenggaraan tugasBidang;
j. Pengelolaan kearsipan Dinas;
k. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi organisasi dantata laksana;
l. Pengelolaan administrasi keuangan; dan
m. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai
dengan lingkup tugas dan fungsinya.Sekretariat terdiri dari Sub
Bagian Program dan Pelaporan dan Sub Bagian Umum dan
Keuangan.Masing-masing Sub Bagian sebagaimana dimaksud
dipimpin oleh Kepala Sub Bagian yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Sekretaris.
(1). Sub Bagian Program dan pelaporan mempunyai tugas sebagai
berikut :

a. Menyiapkan bahan pelaksanaan penghimpunan data dan


informasi;
b. Menyiapkan bahan koordinasi penyusunan program dan
perundang-undangan;
c. Melaksanakan penyusunan monitoring dan evaluasi program dan
kegiatan;
d. Melaksanakan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja;
e. Melaksanakan penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah;
f. Melaksanakan penyusunan Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah;
g. Melaksanakan koordinasi kebijakan penataan pengembangan
kapasitas kelembagaan dan ketatalaksanaan; dan
h. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris sesuai
dengan lingkup tugas dan fungsinya.
(2). Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Melaksanakan penerimaan, pendistribusian, dan pengiriman surat;
b. Melaksanakan penggandaan naskah dinas;
c. Mengelola kearsipan Dinas;
d. Menyelenggarakan urusan rumah tangga dan keprotokolan;
e. Melaksanakan tugas di bidang hubungan masyarakat, publikasi,
dan dokumentasi;
f. Melakukan penyusunan kebutuhan dan pengelolaan
perlengkapan, pengadaan, dan perawatan peralatan kantor, serta
pengamanan;
g. Menyusun usulan penghapusan aset dan menyusun laporan
pertanggungjawaban atas barang inventaris;
h. Mempersiapkan seluruh rencana kebutuhan kepegawaian mulai
dari penempatan pegawai sesuai dengan formasi;
i. Menyusun analisis jabatan pegawai;
j. Menyusun standar kompetensi pegawai, tenaga teknis, dan
fungsional;
k. Menyiapkan bahan peningkatan kompetensi dan kedisiplinan
pegawai, tenaga teknis, dan fungsional;
l. Melakukan peninjauan masa kerja, pemberian penghargaan,
kenaikan pangkat, Daftar Urut Kepangkatan (DUK), sumpah/janji
pegawai,kesejahteraan, gaji berkala, mutasi, pemberhentian
pegawai, diklat, ujian dinas, dan izin belajar;

3. Bidang Sumber Daya Air mempunyai tugas merumuskan dan


melaksanakan kebijakan teknis bidang pengelolaan sumber daya air.
Dalam melaksanakan tugasnya Bidang Sumber Daya Air
menyelenggarakan fungsi :

a. Penyusunan program kerja dan kegiatan bidang pengelolaan


sumber daya air;
b. Pengendalian data informasi bidang pengelolaan sumber daya air;
c. Penyusunan kebijakan bidang pengelolaan sumber daya air;
d. Penyusunan rekomendasi perizinan di bidang sumber daya air;
e. Pengendalian,pemanfaatan, pembangunan, pengembangan,
operasional pemeliharaan, dan rehabilitasi jaringan pengairan di
daerah;
f. Pembinaan pengelolaan sumber daya air;
g. Pengendalian tata kelola sarana prasarana bidang sumber daya air;
h. Pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Bidang;
dan
i. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
Bidang Sumber Daya Air terdiri dari Seksi Pemanfaatan dan Pengendalian
Sumber Daya Air, Seksi Operasional dan Seksi Pengembangan, Pembangunan
Jaringan Pengairan dan Irigasi. Masing- masing seksi sebagaimana dimaksud
dipimpin oleh Kepala Seksi yang berada di bawah dan bertanggung jawab
langsung kepada Kepala Bidang Sumber Daya Air.
(1). Seksi Pemanfaatan dan Pengendalian Sumber Daya Air mempunyai
tugas sebagai berikut :
a. Menyiapkan bahan pelaksanaan program dan kegiatan bidang
pemanfaatan dan pengendalian sumber daya air;
b. Menyiapkan bahan penyusunan kebijakan teknis bidang
pemanfaatan dan pengendalian sumber daya air;
c. Mendata dan memetakan potensi, fungsi, dan pemanfaatan sumber
daya air di seluruh wilayah Kota Batu;
d. Melaksanakan pelestarian kawasan lindung Sumber Daya Air pada
sumber mata air, air permukaan, air bawah tanah, dan garis
sempadan sungai;
e. Menyiapkan bahan, data dan teknis pelaksanaan pengelolaan
sumber daya air;
f. Mengelola Sistem Informasi Manajemen Pengairan;
g. Melaksanakan teknis pemantauan kualitas dan mutu air dalam
saluran irigasi;
h. Menyiapkan bahan rekomendasi perizinan di bidang kawasan
sumber daya air;
i. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Seksi;
dan
j. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
(2). Seksi Operasional dan Pemeliharaan Jaringan Pengairan dan
Irigasi mempunyai tugas sebagai berikut:

a. Menyiapkan bahan pelaksanaan program dan kegiatan bidang


operasional dan pemeliharaan jaringan pengairan dan irigasi;
b. Menyiapkan bahan penyusunan kebijakan teknis bidang
operasional dan pemeliharaan jaringan pengairan dan irigasi;
c. Menyiapkan bahan, data, dan teknis pembinaan pembagian air
irigasi;
d. Menyiapkan bahan, data, dan teknis pemeliharaan jaringan
pengairan dan irigasi;
e. Menyiapkan bahan rekomendasi perizinan pemanfaatan jaringan
pengairan dan irigasi;
f. Menyiapkan bahan, data, dan teknis pembinaan Himpunan Petani
Pengelola Air (HIPPA) dan Gabungan Petani Pengelola Air;
g. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Seksi;
dan
h. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai
dengan tugas dan fungsinya
(3). Seksi Pengembangan, Pembangunan Jaringan Pengairan dan
Irigasi mempunyai tugas sebagai berikut:

a. Menyiapkan bahan pelaksanaan program dan kegiatan bidang


pengembangan, pembangunan jaringan pengairan dan irigasi;
b. Menyiapkan bahan penyusunan kebijakan teknis bidang
pengembangan, pembangunan jaringan pengairan dan irigasi;
c. Mendata dan memetakan jaringan pengairan dan sungai;
d. Menyiapkan bahan, data, dan teknis pembinaan Komisi Irigasi
Daerah;
e. Menyiapkan bahan rekomendasi perizinan di bidang pembangunan
Sumber Daya Air;
f. Mengelola sarana dan prasarana jaringan pengairan dan sungai;
g. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Seksi;
dan
h. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
4. Bidang Binamarga mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan
kebijakan teknis di bidang bina marga. Dalam melaksanakan tugasnya
Bidang Binamarga menyelenggarakan fungsi :

a. Penyusunan program kerja dan kegiatan bidang bina marga;


b. Pengendalian data informasi bidang bina marga;
c. Penyusunan kebijakan teknis bidang bina marga;
d. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) jalan,
jembatan, dan drainase;
e. Pengelolaan pembangunan, pemeliharaan, dan penanggulangan
kerusakan jalan, jembatan dan drainase;
f. Penyusunan rekomendasi izin bidang urusan bina marga;
g. Pengendalian tata kelola pengadaan, pemeliharaan perlengkapan,
dan pengevaluasian terhadap status dan manfaat jalan dan
jembatan;
h. Penyusunan rencana induk sarana prasarana drainase;
i. Pengoordinasian dan kerja sama internal maupun lintas sektoral
terkait bidang urusan bina marga;
j. Perencanaan pengembangan dan pengendalian sistem drainase dan
pengendali banjir;
k. pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Bidang;
dan
l. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
Bidang Bina Marga terdiri dari Seksi Pembangunan Jalan dan
Jembatan, Seksi Pemeliharaan Jalan dan Jembatan, dan Seksi Pembangunan
dan Pemeliharaan Drainase. Masing-masing seksi sebagaimana dimaksud
dipimpin oleh Kepala Seksi yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Kepala Bidang Bina Marga.
(1).Seksi pembangunan jalan dan jembatan mempunyai tugas sebagai
berikut :

a. Menyiapkan bahan pelaksanaan program dan kegiatan bidang


pembangunan jalan dan jembatan;
b. Menyiapkan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria (NSPK) bidang pembangunan jalan dan jembatan;
c. Menyiapkan bahan penyusunan kebijakan teknis bidang
pembangunan jalan dan jembatan;
d. Melaksanakan kebijakan teknis operasional bidang pembangunan
jalan dan jembatan;
e. Mendata dan memetakan pembangunan dan pengembangan jalan
dan jembatan;
f. Menyiapkan bahan, data, dan teknis pelaksanaan pembangunan
jalan dan jembatan;
g. Menyiapkan bahan, data, dan teknis pembinaan kompetensi
aparatur penyelenggara jalan dan jembatan;
i. Menyiapkan bahan koordinasi dan kerja sama internal maupun
lintas sektoral terkait urusan bidang pembangunan jalan dan
jembatan;
j. Menyiapkan bahan rekomendasi izin pemanfaatan ruang jalan,
ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan;
k. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Seksi;
dan
l. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
(2).Seksi pemeliharaan jalan dan jembatan mempunyai tugas sebagai
berikut :

a. Menyiapkan bahan pelaksanaan program dan kegiatan bidang


pemeliharaan jalan dan jembatan;
b. Menyiapkan bahan penyusunan kebijakan teknis bidang
pemeliharaan jalan dan jembatan;
c. Mendata dan memetakan kerusakan jalan dan jembatan;
d. Menyiapkan bahan, data, dan teknis pelaksanaan pemeliharaan
perlengkapan dan pengevaluasian terhadap status dan manfaat
jalan dan jembatan;
e. Menyiapkan bahan, data, dan teknis pelaksanaan pemeliharaan
jalan dan jembatan serta penanggulangan kerusakan jalan dan
jembatan;
f. Menyiapkan bahan penyusunan rekomendasi perizinan penanaman
utilitas kabel/pipa di jalan dan jembatan;
g. Menyiapkan bahan koordinasi dan kerja sama internal maupun
lintas sektoral terkait urusan bidang pemeliharaan jalan dan
jembatan;
h. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Seksi;
dan
i. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Oleh Kepala Bidang
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
(3).Seksi pengelolaan drainase mempunyai tugas sebagai berikut:

a. Menyiapkan bahan pelaksanaan program dan kegiatan bidang


pembangunan dan pemeliharaan drainase perkotaan;
b. Menyiapkan bahan penyusunan kebijakan teknis bidang
pembangunan dan pemeliharaan drainase perkotaan;
c. Mendata dan memetakan drainase dan plengsengan;
d. Mendata dan memetakan trotoar;
e. Menyiapkan bahan, data, dan teknis pelaksanaan pembangunan dan
pemeliharaan drainase dan plengsengan;
f. Menyiapkan bahan, data, dan teknis pelaksanaan pembangunan dan
pemeliharaan trotoar;
g. Menyiapkan bahan penyusunan rencana induk sarana prasarana
drainase;
h. Menyiapkan bahan penyusunan rencana pengembangan dan
pengendalian sistem drainase dan pengendali banjir;
i. Menyiapkan bahan koordinasi dan kerja sama internal maupun
lintas sektoral terkait urusan pengelolaan drainase;
5. Bidang Tata Ruang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan
kebijakan teknis di bidang tata ruang. Dalam menjalankan tugasnya,
Bidang Tata Ruang menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan program kerja dan kegiatan bidang tata ruang;
b. Pengendalian data informasi bidang pemetaan tata ruang kawasan;
c. Penyusunan kebijakan teknis bidang tata ruang;
d. Penyusunan pedoman teknis norma, standar, prosedur, dan kriteria
(NSPK) perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, pengendalian
ruang, serta perubahan fungsi ruang kawasan khusus, perdesaan, dan
perkotaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Pembinaan dan pengelolaan bidang urusan tata ruang;
f. Penyusunan perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, dan penataan
teknis tata ruangkawasan strategis, kawasan andalan, kawasan
budidaya, dan kawasan lindung dalam rangka pengembangan investasi
dan perekonomian;
g. Penyusunan kajian kelayakan pemanfaatan ruang kawasan khusus,
perdesaan, dan perkotaan;
h. Pengoordinasian dan kerja sama internal maupun lintas sektoral terkait
bidang tata ruang;
i. Pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Bidang; dan
j. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
Bidang Tata Ruang terdiri dari Seksi Perencanaan Tata Ruang, Seksi
Pemanfaatan Ruang, dan Seksi Pengendalian dan Penertiban Ruang. Masing-
masing seksi sebagaimana dimaksud dipimpin oleh Kepala Seksi yang berada
di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Tata Ruang.

(1). Seksi Perencanaan Tata Ruang mempunyai tugas sebagai berikut:

a. Menyiapkan bahan pelaksanaan program dan kegiatan bidang


perencanaan ruang;
b. Menyiapkan bahan penyusunan kebijakan teknis bidang
perencanaan ruang;
c. Mendata dan memetakan potensi tata ruang;
d. Menyiapkan bahan penyusunan pedoman teknis Norma, Standar,
Prosedur, dan Kriteria (NSPK) perencanaan tata ruang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Menyiapkan bahan, data, dan teknis pembinaan dan perencanaan
tata ruang;
f. Menyiapkan bahan koordinasi dan kerja sama internal maupun
lintas sektoral terkait perencanaan tata ruang;
g. Melaksanakan teknis kebijakan operasional bidang urusan
perencanaan tata ruang;
h. Melaksanakan teknis perencanaan, pemanfaatan, pengendalian dan
penataan tata ruang kawasan strategis, kawasan andalan, kawasan
budidaya, dan kawasan lindung dalam rangka pengembangan
investasi dan perekonomian;
i. Menyiapkan bahan penyusunan kajian kelayakan pemanfaatan
ruang kawasan khusus, perdesaan, dan perkotaan;
j. Menyusun dan mereview dokumen perencanaan tata ruang;
k. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan seksi;
dan
l. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
(2). Seksi Pemanfaatan Tata Ruang mempunyai tugas sebagai berikut:

a. Menyiapkan bahan pelaksanaan program dan kegiatan bidang


perencanaan ruang;
b. Menyiapkan bahan penyusunan kebijakan teknis bidang
perencanaan ruang;
c. Mendata dan memetakan potensi tata ruang;
d. Menyiapkan bahan penyusunan pedoman teknis Norma, Standar,
Prosedur, dan Kriteria (NSPK) perencanaan tata ruang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Menyiapkan bahan, data, dan teknis pembinaan dan perencanaan
tata ruang;
f. Menyiapkan bahan koordinasi dan kerja sama internal maupun
lintas sektoral terkait perencanaan tata ruang;
g. Melaksanakan teknis kebijakan operasional bidang urusan
perencanaan tata ruang;
h. Melaksanakan teknis perencanaan, pemanfaatan, pengendalian dan
penataan tata ruang kawasan strategis, kawasan andalan, kawasan
budidaya, dan kawasan lindung dalam rangka pengembangan
investasi dan perekonomian;
i. Menyiapkan bahan penyusunan kajian kelayakan pemanfaatan
ruang kawasan khusus, perdesaan, dan perkotaan;
j. Menyusun dan mereview dokumen perencanaan tata ruang;
k. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan seksi;
dan
l. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
(3). Seksi Pengendalian dan Penertiban Ruang mempunyai tugas
sebagai berikut :

a. Menyiapkan bahan pelaksanaan program dan kegiatan bidang


pengendalian pemanfaatan ruang dan penertiban ruang;
b. Menyiapkan bahan penyusunan kebijakan teknis bidang
pengendalian pemanfaatan ruang dan penertiban ruang;
c. Mendata permasalahan penataan ruang kawasan khusus dan
perdesaan;
d. Melaksanakan teknis kebijakan di bidang pengendalian
pemanfaatan ruang dan penertiban ruang;
e. Menyiapkan bahan, data, dan teknis pengendalian dan penertiban
ruang;
f. Menyiapkan bahan koordinasi dan kerja sama internal maupun
lintas sektoral terkait bidang urusan pengendalian dan penertiban
ruang;
g. Menyiapkan bahan penyusunan Norma, Standar, Prosedur, dan
Kriteria (NSPK) di bidang pengendalian pemanfaatan ruang dan
penertiban ruang;
h. Menyiapkan bahan, data, dan teknis pelaksanaan bimbingan teknis
dan supervisi di bidang pengendalian pemanfaatan ruang dan
penertiban ruang;
i. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Seksi;
dan
j. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
6. Bidang Penerangan Jalan Umum dan Penerangan Jalan Lingkungan
Mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis
di bidang penataan, pemanfaatan taman, dan Penerangan Jalan Umum.
Dalam menjalankan tugasnya, Bidang Penerangan Jalan Umum dan
Penerangan Jalan Lingkungan menyelenggarakan fungsi :
a. penyusunan program kerja dan kegiatan bidang Penerangan Jalan
Umum dan Penerangan Jalan Lingkungan;
b. pengendalian data informasi bidang Penerangan Jalan Umum dan
Penerangan Jalan Lingkungan;
c. penyusunan kebijakan teknis bidang Penerangan Jalan Umum dan
Penerangan Jalan Lingkungan;
d. pengendalian dan evaluasi terhadap penyediaan dan pemanfaatan
lokasi Penerangan Jalan Umum;
e. pengendalian pengelolaan Penerangan Jalan Umum dan
Penerangan Jalan Lingkungan;
f. pembinaan partisipasi masyarakat dalam Penerangan Jalan Umum
dan Penerangan Jalan Lingkungan;
g. penyusunan rekomendasi izin pemasangan reklame;
h. pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Bidang;
dan
i. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
Bidang Tata Ruang terdiri dari Seksi Pengembangan dan Pembangunan
Penerangan Jalan Umum, Seksi Pengembangan dan Pembangunan Penerangan
Jalan Lingkungan, dan Seksi Pemeliharaan Penerangan Jalan Umum dan
Penerangan Jalan Lingkungan. Masing-masing seksi sebagaimana dimaksud
dipimpin oleh Kepala Seksi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Kepala Bidang Penerangan Jalan Umum dan Penerangan Jalan Lingkungan.

(1). Seksi Pengembangan dan Pembangunan Penerangan Jalan


Umum mempunyai tugas sebagai berikut :

a. Menyiapkan bahan pelaksanaan program dan kegiatan bidang


pengembangan dan pembangunan Penerangan Jalan Umum;
b. Menyiapkan bahan penyusunan kebijakan teknis bidang
pengembangan dan pembangunan Penerangan Jalan Umum;
c. Mendata dan memetakan lokasi PeneranganJalan Umum;
d. Melaksanakan pengelolaan Penerangan Jalan Umum;
e. Melaksanakan fasilitasi pembangunan dan pengembangan
Penerangan Jalan Umum;
f. Melaksanakan analisis permasalahan pemanfaatan Penerangan
Jalan Umum;
g. Melaksanakan inventarisasi barang milik daerah peralatan
Penerangan Jalan Umum;
h. Menyiapkan bahan, data, dan teknis pembinaan pemanfaatan
Penerangan Jalan Umum kepada masyarakat;
i. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Seksi;
dan
j. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
(2). Seksi Pengembangan dan Pembangunan Penerangan Jalan
Lingkungan mempunyai tugas sebagai berikut :

a. Menyiapkan bahan pelaksanaan program dan kegiatan bidang


pengembangan dan pembangunan Penerangan Jalan Lingkungan;
b. Menyiapkan bahan penyusunan kebijakan teknis bidang
pengembangan dan pembangunan Penerangan Jalan Lingkungan;
c. Mendata dan memetakan lokasi Penerangan Jalan Lingkungan;
d. Melaksanakan pengelolaan Penerangan Jalan Lingkungan;
e. Melaksanakan fasilitasi pembangunan dan pengembangan
Penerangan Jalan Lingkungan;
f. Melaksanakan analisis permasalahan pemanfaatan Penerangan
Jalan Lingkungan;
g. Melaksanakan inventarisasi barang milik daerah peralatan
Penerangan Jalan Lingkungan;
h. Menyiapkan bahan, data, dan teknis pembinaan pemanfaatan
Penerangan Jalan Lingkungan kepada masyarakat;
i. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan Seksi;
dan
j. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
(3). Seksi Pemeliharaan Penerangan Jalan Umum dan Penerangan
Jalan Lingkungan mempunyai tugas sebagai berikut :

a. Menyiapkan bahan pelaksanaan program dan kegiatan bidang


pemeliharaan Penerangan Jalan Umum dan Penerangan Jalan
Lingkungan;
b. Menyiapkan bahan penyusunan kebijakan teknis bidang
pemeliharaan Penerangan Jalan Umum dan Penerangan Jalan
Lingkungan;
c. Mendata dan memetakan lokasi titik pemeliharaan Penerangan
Jalan Umum dan lingkungan permukiman;
d. Memelihara dan merawat Penerangan Jalan Umum dan lingkungan
permukiman;
e. Melaksanakan fasilitasi pemeliharaan Penerangan Jalan Umum dan
lingkungan permukiman;
f. Melaksanakan analisis permasalahan Penerangan Jalan Umum dan
lingkungan permukiman;
g. Melaksanakan inventarisasi barang milik daerah peralatan
Penerangan Jalan Umum dan lingkungan permukiman;
h. Menyiapkan bahan penyusunan rekomendasi ijin pemasangan
reklame;
i. Melaksanakan monitoring, evaluasi; dan pelaporan kegiatan Seksi;
dan
k. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala Bidang sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
7. Unit Pelaksanaan Teknis Peralatan dan Laboratorium mempunyai
tugas melaksanakan kebijakan teknis penggunaan peralatan dan pengujian
materi pelaksanaan kegiatan bidang pengairan dan bina maraga. Dalam
menjalankan tugasnya, Kepala Unit Pelaksanaan Teknis Peralatan dan
Laboratorium menyelenggarakan fungsi :

a. Penyusunan perencanaan kebutuhan peralatan termasuk peralatan


berta untuk pelaksanaan tugas bidang pengairan dan bina marga.
b. Pelaksanaan koordinasi dengan bidang terkait guna penyusunan
kebutuhan perbekalan untuk mendukung pembangunan di bidang
sumber daya air dan bina marga
c. Penyusunan standard operasional prosedur (SOP) penggunaan
peralatan dan SOP pengujian/penelitian laboratorium
d. Pelaksanaan perawatan dan perbaikan seluruh kendaraan dan
peralatan berat dibidang pengairan dan bina marga.
e. Pengujian dan penelitian lapangan untuk mengetahui kekuatan
konstruksi di bidang pengairan dan bina marga.
f. Penyusunan inventarisasi dan laporan secara berkala tentang keadaan
peralatan dan penggunaannya
g. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi kegiatan UPT
h. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Kepala Dinas sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
Unit Pelaksanaan Teknis dipimpin oleh Kepala Unit Pelaksanaan
Teknis yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala
Dinas dan pelaksanaan tugas kesehariannya dibantu oleh Kepala Tata Usaha
UPTD.

(1).Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan


penyusunan dan pelaporan program, ketatalaksanaan, ketatausahaan,
kepegawaian, keuangan, perlengkapan, kehumasan, rumah tangga,
perpustakaan dan kearsipan. Dalam melaksanakan tugasnya Sub
Bagian Tata Usaha menyelenggarakan fungsi :

a. Pengelolaan administrasi umum, ketatalaksanaan, kerasipan,


perpustakaan, kehumasan dan keprotokolan, rumah tangga serta
perlengkapan UPT
b. Pengelolaan administrasi kepegawaian;
c. Pengelolaan administrasi keuangan
d. Pengelolaan barang inventaris milik daerah pada UPT
e. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi kegiatan UPT
f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala UPT sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
Kondisi Aparatur

Sampai dengan awal tahun 2018, jumlah pegawai Dinas PU dan Penataan
Ruang Kota Batu berjumlah 123 orang.
BAB IV

ANALISA HASIL KEGIATAN

A. Regulasi Kebijakan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)


Pada BAB ini akan membahas tentang Formulasi Kebijakan Rencana
Detail Tata Ruang Kecamatan Bumiaji di Kota Batu. Proses atau Formulasi
kebijakan itu salah satu alat yang penting dalam tahapan kebijakan yang berkaitan
dengan pengelolaan kebijakan, baik Pemeritah maupun non-pemerintah.
Pembuatan kebijakan merupakan fungsi penting dari sebuah Pemerintahan,
mengingat peranan penting dari kebijakan publik dan dampaknya terhadap
masyarakat. Perumusan kebijakan melibatkan proses pengembangan usulan akan
tindakan yang terkait dan dapat diterima untuk menangani permasalahan publik,
perumusan kebijakan menurut Anderson tidak selamanya akan berakhir dengan
dikeluarkannya sebagai sebuah produk peraturan perundang-undangan. Namun,
pada umumnya sebuah proposal kebijakan biasanya ditujukan untuk membawa
perubahan mendasar terhadap kebijakan yang ada saat ini. Terkait permasalahan
itu,terdapat sejumlah kriteria yang membantu dalam menentukan pemilihan
terhadap alternative kebijakan untuk dijadikan sebuah kebijakan, misalnya :
kelayakannya, penerimaan, secara politis, biaya, manfaat, dan lain sebagainya.
Sesuai ketentuan Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010
tentang penyelenggaraan Penataan Ruang, setiap RTRW Kota/Kabupaten harus
menetapkan bagian dari wilayah Kota/Kabupaten yang perlu disusun RDTR-nya.
Bagian dari wilayah yang akan disusun RDTR tersebut merupakan Kawasan
perkotaan atau Kawasan strategis Kota/Kabupaten. Kawasan strategis
Kota/Kabupaten dapat disusun RDTR apabila merupakan :
a. Kawasan yang mempunyai ciri perkotaan atau direncakan menjadi Kawasan
perkotaan dan
b. Memenuhi kriteria lingkungan wilayah perencanaan RDTR yang di tetapkan
dalam pedoman.

RDTR disusun sesuai kebutuhan, RTRW Kota/Kabupaten perlu dilengkapi


dengan acuan lebih detail pengendalian pemanfaatan ruang Kota/Kabupaten.
Dalam hal RTRW Kota/Kabupaten memerlukan RDTR, maka disusunlah RDTR
yang muatan meterinya lengkap termasuk peraturan zonasi sebagai salah satu
dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang sekaligus menjadi dasar
penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) bagi zona-zona
yang pada RDTR ditentukan sebagai zona yang penanganannya diprioritaskan.
Dasar acuan pembuatan RDTR ini berpacu pada Undang-Undang No. 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2010
tentang Pedoman Penyelenggaraan Tata Ruang, Petaruran Menteri (Permen) PU
Nomor 20/PRT/M/2011 Pedoman Penyusunan RDTR & Peraturan Zonasi
Kota/Kabupaten.

Prosedur penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi meliputi proses dan


jangka waktu penyusunan,pelibatan masyarakat serta pembahasan rancangan
RDTR dan Peraturan zonasi. Dalam hal ini penyusunan RDTR di bumiaji
melibatkan masyarakat di Kecamatan Bumiaji, dalam proses penyusunan RDTR
dilakukan FGD (Focus Group Discussion) Bersama pihak instansi terkait,pihak
Kecamatan Bumiaji,Masyarakat setempat di Bumiaji dan Konsultan.

B. Formulasi RDTR Berdasarkan Permen PU No 20 Tahun 2011

Prosedur penyusunan RDTR dan peraturan zonasi dapat dibedakan


menjadi:

a. Prosedur penyusunan RDTR; dan


b. Prosedur penyusunan peraturan zonasi yang berisi zoning text dan zoning
map (apabila RDTR tidak disusun atau telah ditetapkan sebagai perda
sebelum keluarnya pedoman ini).

Proses penyusunan RDTR mencakup kegiatan pra persiapan penyusunan,


persiapan penyusunan, pengumpulan data, pengolahan data, dan perumusan
konsepsi RDTR.

a. Pra persiapan penyusunan RDTR

Pra persiapan penyusunan RDTR terdiri atas:

1) penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK)/TOR;


2) penentuan metodologi yang digunakan; dan
3) penganggaran kegiatan penyusunan RDTR.

b. Persiapan penyusunan RDTR Persiapan penyusunan RDTR terdiri atas:


1) Persiapan awal, yaitu upaya pemahaman terhadap KAK/TOR penyiapan
anggaran biaya;
2) Kajian awal data sekunder, yaitu review RDTR sebelumnya dan kajian
awal RTRW kabupaten/kota dan kebijakan lainnya;
3) Persiapan teknis pelaksanaan meliputi penyusunan metodologi/metode dan
teknik analisis rinci, serta penyiapan rencana survei.

c. Pengumpulan Data

Untuk keperluan pengenalan karakteristik BWP dan penyusunan rencana


pola ruang dan rencana jaringan prasarana BWP, dilakukan pengumpulan data
primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer setingkat kelurahan
dilakukan melalui:

1) penjaringan aspirasi masyarakat yang dapat dilaksanakan melalui


penyebaran angket, temu wicara, wawancara orang perorang, dan lain
sebagainya; dan/atau
2) pengenalan kondisi fisik dan sosial ekonomi BWP secara langsung melalui
kunjungan ke semua bagian dari wilayah kabupaten/kota.

Data yang dihimpun dalam pengumpulan data meliputi:

1) Data wilayah administrasi;


2) Data fisiografis;
3) Data kependudukan;
4) Data ekonomi dan keuangan;
5) Data ketersediaan prasarana dan sarana ;
6) Data peruntukan ruang;
7) Data penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan lahan;
8) Data terkait kawasan dan bangunan (kualitas, intensitas bangunan, tata
bangunan); dan
9) Peta dasar rupa bumi dan peta tematik yang dibutuhkan, penguasaan lahan,
penggunaan lahan, peta peruntukan ruang, pada skala atau tingkat
ketelitian minimal peta 1:5.000.

Seperti halnya dalam penyusunan RTRW, tingkat akurasi data, sumber


penyedia data, kewenangan sumber atau instansi penyedia data, tingkat kesalahan,
variabel ketidakpastian, serta variabel-variabel lainnya yang mungkin ada, perlu
diperhatikan dalam pengumpulan data. Data dalam bentuk data statistik dan peta,
serta informasi yang dikumpulkan berupa data tahunan (time series) minimal 5
(lima) tahun terakhir dengan kedalaman data setingkat kelurahan. Data
berdasarkan kurun waktu tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran
perubahan apa yang terjadi pada bagian dari wilayah kabupaten/kota.

d. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data untuk penyusunan RDTR meliputi:

1) Analisis karakteristik wilayah, meliputi:


i. kedudukan dan peran bagian dari wilayah kabupaten/kota dalam
wilayah yang lebih luas (kabupaten/kota);
ii. keterkaitan antar wilayah kabupaten/kota dan antara bagian dari
wilayah kabupaten/kota;
iii. keterkaitan antarkomponen ruang di BWP;
iv. karakteristik fisik bagian dari wilayah kabupaten/kota;
v. kerentanan terhadap potensi bencana, termasuk perubahan iklim;
vi. karakteristik sosial kependudukan;
vii. karakteristik perekonomian; dan
viii. kemampuan keuangan daerah.
2) Analisis potensi dan masalah pengembangan BWP, meliputi:
i. analisis kebutuhan ruang; dan
ii. analisis perubahan pemanfaatan ruang.
3) Analisis kualitas kinerja kawasan dan lingkungan.
Keluaran dari pengolahan data meliputi:

1) potensi dan masalah pengembangan di BWP;


2) peluang dan tantangan pengembangan;
3) kecenderungan perkembangan;
4) perkiraan kebutuhan pengembangan di BWP;
5) intensitas pemanfaatan ruang sesuai dengan daya dukung dan daya
tampung (termasuk prasarana/infrastruktur dan utilitas); dan
6) teridentifikasinya indikasi arahan penanganan kawasan dan lingkungan.

e. Perumusan Konsep RDTR Perumusan konsep RDTR dilakukan dengan:


1) mengacu pada RTRW;
2) mengacu pada pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang;
dan
3) memperhatikan RPJP kabupaten/kota dan Konsep RDTR dirumuskan
dengan menghasilkan beberapa alternatif konsep pengembangan wilayah,
yang berisi:
1) rumusan tentang tujuan, kebijakan, dan strategi pengembangan wilayah
kabupaten/kota; dan
2) konsep pengembangan wilayah kabupaten/kota.

Setelah dilakukan beberapa kali iterasi, dipilih alternatif terbaik sebagai dasar
perumusan RDTR. Hasil kegiatan perumus

1) tujuan penataan BWP;


2) rencana pola ruang;
3) rencana jaringan prasarana;
4) penetapan dari bagian wilayah RDTR yang diprioritaskan penanganannya;
5) ketentuan pemanfaatan ruang;
6) peraturan zonasi.
f. Jangka Waktu Penyusunan

Catatan:

Proses penyusunan peraturan zonasi dengan penyusunan RDTR. Oleh


karena itu tahap pra persiapan dan persiapan penyusunan peraturan zonasi sama
dengan proses

a. Pengumpulan Data/Informasi yang Dibutuhkan

Pengumpulan data primer dilakukan melalui

1) wawancara atau temu wicara masyarakat terhadap kebutuhan yang diatur


dalam pihak yang melaksanakan pemanfaatan dan pengendalian
pemanfaatan ruang
2) peninjauan ke lapangan untuk pengenalan kondisi fisik wilayah
kabupaten/kota secara langsung.

Data sekunder yang harus dikumpulkan meliputi:

1) peta-peta rencana kawasan dari RTRW/RDTR/RTBL; dan


2) data dan informasi, meliputi:
i. jenis penggunaan lahan yang ada pada daerah yang bersangkutan;
ii. jenis dan intensitas kegiatan yang ada pada daerah yang bersangkutan;
iii. identifikasi masalah dari masing-masing kegiatan serta kondisi fisik
(tinggi bangunan dan lingkungannya);
iv. kajian dampak terhadap kegiatan yang ada atau akan ada di zona yang
bersangkutan;
v. standar teknis dan administratif yang dapat dimanfaatkan dari
peraturanperundang-undangan nasional maupun daerah;
vi. peraturan perundang-undangan terkait pemanfaatan lahan dan
bangunan, serta prasarana di daerah yang bersangkutan; dan
vii. peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penggunaan lahan
yang ada di kabupaten/kota yang akan disusun peraturan zonasinya.

Hasil kegiatan pengumpulan data akan menjadi bagian dari dokumentasi


buku data dan analisis. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengumpulan
data primer dan data sekunder adalah antara 2 (dua) - 3 (tiga) bulan, tergantung
dari kondisi ketersediaan data di daerah maupun jenis pendekatan yang digunakan
pada tahap ini.

b. Analisis dan Perumusan Ketentuan Teknis Kegiatan analisis dan perumusan


ketentuan teknis, meliputi:
1) tujuan peraturan zonasi;
2) klasifikasi zonasi;
3) daftar kegiatan;
4) delineasi blok peruntukan;
5) ketentuan teknis zonasi, terdiri atas:
i. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;
ii. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;
iii. ketentuan tata bangunan;
iv. ketentuan prasarana minimal;
v. ketentuan tambahan; dan
vi. ketentuan khusus;
6) standar teknis;
7) ketentuan pengaturan zonasi;
8) ketentuan pelaksanaan, terdiri atas:
i. ketentuan variansi pemanfaatan ruang;
ii. ketentuan insentif dan disinsentif; dan
iii. ketentuan penggunaan lahan yang tidak sesuai (non conforming
situation) dengan peraturan zonasi;
9) ketentuan dampak pemanfaatan ruang;
10) kelembagaan; dan
11) perubahan peraturan zonasi Hasil dari tahap analisis di dokumentasikan di
dalam buku data dan analisis dan menjadi bahan untuk menyusun
peraturan zonasi. Adapun hasil kegiatan perumusan rancangan peraturan
zonasi berupa zoning text untuk BWP saja.

Peraturan zonasi sebagai dokumen tersendiri memuat secara lengkap


zoning map dan zoning text untuk keseluruhan kota yang telah disusun RDTR-
nya.

Proses penyusunan peraturan zonasi meliputi:

a. Pra Persiapan
1. Kegiatan dalam tahap pra persiapan yang dilakukan oleh pemda meliputi:
1) penyusunan kerangka acuan kerja (KAK);
2) penganggaran kegiatan penyusunan peraturan zonasi;
3) penetapan tim penyusun;
4) pemenuhan dokumen tender terutama penetapan tenaga ahli yang
terdiri atas:
i. ahli perencanaan wilayah dan kota;
ii. arsitek dan/atau perancang kota;
iii. ahli sipil;
iv. ahli lingkungan;
v. ahli hukum;
vi. ahli sosial; dan
viii. keahlian khusus lainnya yang sesuai dengan karateristik kawasan.
2. Kegiatan dalam tahap pra persiapan yang dilakukan oleh tim teknis
meliputi:
1) penyusunan usulan teknis;
2) penyusunan anggaran biaya;
3) metodologi;
4) penyusunan rencana kerja; dan
5) persiapan tim pelaksana sesuai dengan persyaratan tender.
Hasil pelaksanaan kegiatan pra persiapan ialah tersusunnya kerangka
kerja, metodologi, dan rencana anggaran biaya untuk kebutuhan penyusunan
peraturan zonasi. Waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan pra persiapan adalah 1
(satu) bulan.

b. Persiapan Penyusunan Peraturan Zonasi

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap persiapan meliputi:

1) persiapan awal pelaksanaan, mencakup pemahaman Kerangka Acuan


Kerja (KAK)
2) kajian awal data sekunder, mencakup peninjauan kembali terhadap:
i. RTRW;
ii. RDTR (apabila ada); dan
iii. RTBL (apabila ada).
3) persiapan teknis pelaksanaan, meliputi:
i. penyimpulan data awal;
ii. penyiapan metodologi pendekatan pelaksanaan pekerjaan;
iii. penyiapan rencana kerja rinci; dan
iv. penyiapan perangkat survei (checklist data yang dibutuhkan, panduan
wawancara, kuesioner, panduan observasi, dokumentasi, dsb) dan
mobilisasi peralatan serta personil yang dibutuhkan.
4) pemberitaan kepada publik perihal akan dilakukan penyusunan peraturan
zonasi.

Hasil dari kegiatan persiapan meliputi:

1) gambaran umum zona perencanaan;


2) kesesuaian dengan RTRW, RDTR dan/atau RTBL yang sudah disusun;
3) metodologi pendekatan pelaksanaan pekerjaan yang akan digunakan;
4) rencana kerja pelaksanaan penyusunan peraturan zonasi; dan
5) perangkat survey data primer dan data sekunder yang akan digunakan pada
saat proses pengumpulan data dan informasi (survei).
Untuk pelaksanaan kegiatan persiapan ini dapat dibutuhkan waktu 1 (satu)
bulan, tergantung dari kondisi dan luasan zona, serta pendekatan yang digunakan.

c. Pengumpulan Data/Informasi yang Dibutuhkan

Untuk keperluan pengenalan karakteristik wilayah kabupaten/kota dan


penyusunan peraturan zonasi, dilakukan pengumpulan data primer dan data
sekunder.

Pengumpulan data primer dilakukan melalui:

1) wawancara atau temu wicara kepada masyarakat untuk menjaring aspirasi


masyarakat terhadap kebutuhan yang diatur dalam peraturan zonasi serta
kepada pihak yang melaksanakan pemanfaatan dan pengendalian
pemanfaatan ruang; dan
2) peninjauan ke lapangan untuk pengenalan kondisi fisik wilayah
kabupaten/kota secara langsung.

Data sekunder yang harus dikumpulkan untuk penyusunan peraturan


zonasi meliputi :

1) peta-peta rencana kawasan dari RTRW/RDTR/RTBL; dan


2) data dan informasi, meliputi:
i. jenis penggunaan lahan yang ada pada daerah yang bersangkutan;
ii. jenis dan intensitas kegiatan yang ada pada daerah yang bersangkutan;
iii. identifikasi masalah dari masing-masing kegiatan serta kondisi fisik
(tinggi bangunan dan lingkungannya);
iv. kajian dampak terhadap kegiatan yang ada atau akan ada di zona yang
bersangkutan;
v. standar teknis dan administratif yang dapat dimanfaatkan dari
peraturan perundang-undangan nasional maupun daerah;
vi. peraturan perundang-undangan pemanfaatan lahan dan bangunan,
serta prasarana di daerah terkait; dan
vii. peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penggunaan lahan
yang ada di kabupaten/kota yang akan disusun peraturan zonasinya.
Hasil kegiatan pengumpulan data akan menjadi bagian dari dokumentasi
buku data dan analisis. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengumpulan
data primer dan data sekunder antara 2 (dua) - 3 (tiga) bulan, tergantung dari
kondisi ketersediaan data di daerah dan jenis pendekatan yang digunakan pada
tahap ini.

d. Analisis dan Perumusan Ketentuan Teknis Kegiatan Analisis dan Perumusan


Ketentuan Teknis, meliputi:
1) tujuan peraturan zonasi;
2) klasifikasi zonasi;
3) daftar kegiatan;
4) delineasi blok peruntukan;
5) ketentuan teknis zonasi, terdiri atas:
i. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;
ii. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;
iii. ketentuan tata bangunan;
iv. ketentuan prasarana minimal;
v. ketentuan tambahan; dan
vi. ketentuan khusus;
6) standar teknis;
7) ketentuan pengaturan zonasi;
8) ketentuan pelaksanaan meliputi:
i. ketentuan variansi pemanfaatan ruang;
ii. ketentuan insentif dan disinsentif; dan
iii. ketentuan penggunaan lahan yang tidak sesuai (non conforming
situasion) dengan peraturan zonasi;
9) ketentuan dampak pemanfaatan ruang;
10) kelembagaan; dan
11) perubahan peraturan zonasi.

Hasil dari tahap analisis didokumentasikan di dalam buku data dan


analisis dan menjadi bahan untuk menyusun peraturan zonasi. Adapun hasil
kegiatan perumusan rancangan peraturan zonasi berupa: 1) text zonasi (zoning
text); dan 2) map zonasi (zoning map). Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
perumusan rancangan peraturan zonasi adalah 2 (dua) - 4 (empat) bulan.

e. Penyusunan Raperda tentang Peraturan Zonasi Kegiatan penyusunan naskah


raperda tentang peraturan zonasi merupakan proses penuangan materi teknis
peraturan zonasi ke dalam bentuk pasal-pasal dengan mengikuti kaidah
penyusunan peraturan perundang-undangan.
Hasil kegiatan ini berupa naskah raperda tentang peraturan zonasi. Waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan penyusunan raperda tentang peraturan zonasi adalah
maksimal 2 (dua) bulan.

Pelibatan Peran Masyarakat dalam Penyusunan RDTR dan/atau Peraturan


Zonasi Masyarakat sebagai pemangku kepentingan meliputi:

a. orang perseorangan atau kelompok orang


b. organisasi masyarakat tingkat kabupaten/kota
c. perwakilan organisasi masyarakat kabupaten/kota yang berdekatan secara
sistemik (memiliki hubungan interaksi langsung) dengan daerah yang
sedang disusun RDTR dan/atau peraturan zonasinya
d. perwakilan organisasi masyarakat kabupaten/kota

Pelibatan peran mayarakat di tingkat kabupaten/kota dalam penyusunan


RDTR dan peraturan zonasi meliputi hak, kewajiban dan bentuknya. Hak
masyarakat meliputi:

a. mengajukan inisiatif untuk melakukan penyusunan dan/atau mengevaluasi


dan/atau meninjau kembali dan/atau mengubah RDTR dan/atau peraturan
zonasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. berperan memberikan masukan terkait penyusunan RDTR/peraturan
zonasi serta mengetahui proses penyusunan RDTR/peraturan zonasi yang
dilakukan pemerintah;
c. memberikan pendapat, saran, dan masukan dalam penentuan tujuan-tujuan
arah pengendalian, pembatasan, dan kelonggaran aturan, serta dalam
penetapan peta zonasi;
d. mengetahui secara terbuka setiap produk rencana tata ruang dan peraturan
zonasi wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan;
e. memantau pelaksanaan RDTR/peraturan zonasi yang telah ditetapkan;
f. melaporkan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal
menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan
pemanfaatan ruang yang melanggar RDTR/peraturan zonasi yang telah
ditetapkan;
g. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang
terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan
RDTR/peraturan zonasi; dan
h. mendapat perlindungan dari kegiatan-kegiatan yang merugikan sesuai
peraturan perundang-undangan.

Kewajiban masyarakat meliputi:

1. memberikan informasi, data, dan keterangan secara konkrit dan


bertanggung jawab dalam setiap tahapan penyusunan RDTR/peraturan
zonasi; dan
2. berlaku tertib dan mendukung kelancaran proses penyusunan
RDTR/peraturan zonasi.

Bentuk peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang berupa:

1) persiapan penyusunan rencana tata ruang;


2) penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3) pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah atau
kawasan;
4) perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5) penetapan rencana tata ruang.

Kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama


unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang. Pelibatan masyarakat dalam
penyusunan RDTR dan peraturan zonasi secara umum sesuai Permen PU
No.16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten dan/atau Permen PU No.17/PRT/M/2009 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota.

C. Tahapan Formulasi RDTR Kecamatan Bumiaji

Prosedur penyusunan RDTR dan peraturan zonasi meliputi proses dan


jangka waktu penyusunan, pelibatan masyarakat, serta pembahasan rancangan
RDTR dan peraturan zonasi. Penyusunan RDTR di Kecamatan Bumiaji dimulai
dengan FGD (Focus Group Discussion) yang terdiri dari instansi terkait, pihak
Kecamatan Bumiaji, Masyarakat setempat di Bumiaji guna membahas materi
teknis serta mereview Peta Zonasi di wilayah Kecamatan Bumiaji. Hal ini
dikarenakan pola ruang, zoning map dan text yang digunakan merupakan
eksisting tahun 2009. Dengan perkembangan peningkatan atau peningkatan
percepatan pembangunan Kota Batu ini dimulai tahun 2011 sehingga kondisi
eksisting perlu ditinjau kembali. Diperlukan adanya review terkait kesesuaian
RDTR di Kecamatan Bumiaji terhadap dinamika pembangunan ataupun rencana –
rencana yang sudah tertuang di RTRW ataupu Kebijakan dari pusat.

Dinas PUPR Kota Batu menunjuk tim konsultan yang bertujuan untuk
menghasilkan produk berupa pola ruang, zoning map dan text. Penunjukan
konsultan ini berdasarkan track record atau pengalaman sang konsultan.
Konsultan yang digunakan dalam membantu penyusunan RDTR Kecamatan
Bumiaji merupakan konsultan yang sama saat penyusunan RTRW Kota Batu.
Sehingga pihak Dinas PUPR berharap konsultan tersebut tidak menemukan
kendala dalam melaksanakan tugasnya.

Setelah ditunjuknya atau ditetapkannya konsultan dalam pembuatan atau


penyusunan kebijakan RDTR ini maka akan dilakukan FGD (Focus Group
Discussion) yang terdiri dari instansi terkait, pihak Kecamatan Bumiaji,
Masyarakat setempat di Bumiaji guna membahas materi teknis serta mereview
Peta Zonasi di wilayah Kecamatan Bumiaji, setelah melakukan FGD (Focus
Group Discussion) maka dari pihak Konsultan dan instansi terkait akan
melakukan evaluasi untuk membahas masalah-masalah pola ruang, zoning map
seperti adanya peluasan lahan atau masalah batas batas wilayah desa dsb, yang
akan tertuang dalam RDTR Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Lalu dilakukan
analisa setelah dilakukannya evaluasi, pihak dari konsultan akan memberikan
materi teknik berupa laporan pendahuluan, laporan akhir, laporan fakta analisa,
eksekutif sumari, sumber pembahasan, renperda dan album peta. Setelah melalui
semua proses tahapan yang telah dilewati dan telah disesuaikan dengan pedoman
penyusunan RDTR maka dalam penyusunan RDTR Kecamatan Bumiaji Kota
Batu barulah kebijakan RDTR Kecamatan Bumiaji di Kota Batu baru bisa
disahkan atau ditetapkan oleh DPR.
Tahapan yang di Butuhkan dalam Percepatan Penyusunan Perda RDTR Kecamatan Bumiaji

Revisi Materi Review Peta Konsultasi Peta Ke Penyusunan Penyusunan


Teknis Zonasi BIG KLHS Ranperda

Uji Publik Persetujuan BKPRN Ke BKPRD Provinsi Pembahasan Bersama


Kemendagri Kementerian ATR DPRD

 Tahapan Yang Akan Dilakukan Tahun ini :

 Dengan sisa waktu yang tersedia di tahun 2018 ini, hanya dapat dilakukan revisi materi teknis, peta zonasi, dan penyusunan Renperda, sebagai
bahan pembahasan di DPRD Kota Batu
 Konsultasi Peta ke BIG dan Penyusunan KLHS di lakukan secara pararel, menunggu ketersediaan citra setelit yang dibutuhkan untuk updating
peta dasar dan tematik
 BKPRD Provinsi membutuhkan waktu ± 1 Bulan, BKPRN di Kementerian ATR membutuhkan waktu ± 3 Bulan, sehingga kurang
memungkinkan untuk dilakukan pada tahun ini.
Pada saat ini proses penyusunan kebijakan RDTR Kecamatan Bumiaji di
Kota Batu sudah sampai tahap FGD (Focus Group Discussion), untuk sampai ke
Perda kemungkinan masih lama, namun sudah ada produk untuk di Perdakan
tergantung DPR. Estimasi dari pihak instansi yaitu Dinas Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang khususnya Bidang Tata Ruang tahun depan dan menunggu waktu
dari Dewan.

D. Sinkronisasi dan Harmonisasi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di


Kecamatan Bumiaji Kota Batu

RTRW Kota Batu tahun 2010 – 2030 telah ditetapkan dalam bentuk
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011. Kecamatan Bumiaji ditetapkan sebagai
Bagian Wilayah Kota (BWK) III dengan pusat pelayan berada di Desa Punten.
BWK III sebagai wilayah utama pengembangan kawasan agropolitan,
pengembangan kawasan wisata alam dan lingkungan serta kegiatan agrowisata.
Untuk merealisasikan zona wilayah tersebut perlu adanya pembentukan perda
RDTR Kecamatan Bumiaji. Permasalahan yang timbul dalam proses percepatan
penyusunan perda RDTR ini merupakan kurang jelasnya peta zonasi di wilayah
Kecamatan Bumiaji. Hal ini dikarenakan pola ruang, zoning map dan text yang
digunakan merupakan eksisting tahun 2009. Dengan perkembangan peningkatan
atau peningkatan percepatan pembangunan Kota Batu ini dimulai tahun 2011
sehingga kondisi eksisting perlu ditinjau kembali.

Salah satu tujuan FGD (Focus Group Discussion) yang dilaksanakan pihak
Dinas PUPR Kota Batu mereview Peta Zonasi di wilayah Kecamatan Bumiaji
bersama instansi terkait dan masyarakat. Berdasarkan pengakuan masyarakat
banyak terdapat batas wilayah yang tidak sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh
pemerintah pusat. Pada kenyataannya di lapangan tanah/wilayah tersebut diakui
oleh masyarakat tanpa adanya dokumen yang jelas, hanya berdasarkan
pengakuan lisan saja. Sesuai dengan tahapan yang di butuhkan dalam percepatan
penyusunan perda RDTR Kecamatan Bumiaji, pada tahap konsultasi peta ke BIG
dan penyusunan KLHS akan dilaksanakan pada akhir bulan November tahun
2018.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kecamatan Bumiaji di ditetapkan sebagai wilayah utama pengembangan
kawasan agropolitan, pengembangan kawasan wisata alam dan lingkungan serta
kegiatan agrowisata dalam Perda No 7 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Batu Tahun 2010-2030. Rencana Detail merupakan cara untuk
merealisasikan perda tersebut. Dalam formulasi penyusunan RDTR Kecamatan
Bumiaji mengalami kendala sinkronisasi peta wilayah dengan pemerintah pusat
dan lamanya proses pencairan pendanaan atau anggaran.
Pihak masyarakatnya sendiri tidak ada hambatan karena baik dari pihak
instansi, masyarakat Bumiaji, pihak kecamatan dan konsultan saling berkerja
sama dalam proses penyusunan RDTR Kecamatan Bumiaji di Kota Batu. Baik
dari segi waktu pihak terkaitpun tidak menemukan kendala, dikarenakan dari
pihak instansi terkait dalam memilih konsultan yang memang berpengalaman
dalam melakukan proses penyusunan kebijakan ini. Dan diharapkan perda RDTR
Kecamatan Bumiaji diharapakan rampung sebelum pertengahan tahun 2019.

B. Saran
Dalam rangka percepatan penyusunan perda RDTR Kecamatan Bumiaji di
Kota Batu, ada baiknya pihak instansi (Dinas PUPR Batu), konsultan, dan instansi
lainnya lebih fokus lagi dalam penyelesaian Peta Zonasi untuk menghindari hal-
hal yang tidak diinginkan kedepannya. Baik secara administratif, yaitu segera
melakukan peninjauan kembali dan pembaruan zoning map and text. Sebab hal
yang berkaitan dengan zoning map seringkali tatkala sensitif dan menimbulkan
permasalahan antara pihak masyarakat terhadap pemerintah yang berkepanjangan.
Serta diharapkan pihak pemerintah (instansi terkait) mampu bersikap
preventif, artinya pemerintah dalam proses sosialisasi atau kegiatan lainnya yang
terkait dengan RDTR Bumiaji terlebih dalam penyelesaian zoning map bersama
masyarakat, pemerintah mampu persuasif, mengarahkan masyarakat agar taat dan
patuh terhadap nilai dan norma (hukum) yang telah ditetapkan yang terkait dalam
proses penyusunan RDTR Kecamatan Bumiaji, tentu dibutuhkan berbagai
alternatif-alternatif yang harus dilakukan. Sinergitas pemerintah bersama
masyarakat sangat menentukan dalam proses percepatan penyusunan Perda RDTR
hingga pada percepatan realisasi pembangunan kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Meyrzashrie. Proses Perumusan, Implementasi, dan Evaluasi Kebijakan


Publik.https://www.scribd.com/doc/165014769/Proses-Perumusan-
Implementasi-dan-Evaluasi-Kebijakan-Publik (diakses pada tanggal 13
November 2018)

Nurohman, Taufik. Formulasi Kebijakan Publik. https://www.scribd.


com/doc/50179357/FORMULASI-KEBIJAKAN-PUBLIK(diakses pada
tanggal 13 November 2018)

Pemkomedan. 2017. Rencana Detail Tata Ruang


Kota.http://trtb.pemkomedan.go.id/artikel-1041-rencana-detail-tata-ruang-
kota.html#ixzz5UuHZCLcB (diakses pada tanggal 14 November 2018)
Pentaan Ruang. 2013. Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan
Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota.https://www.slideshare.net/perencana
kota/rdtr-kota(diakses pada tanggal 13 November 2018)
Wahab, Solichin. 2012. Analisis Kebijakan : Dari Formulasi ke Penyusunan
Model-Model Implementasi Kebijakan Publik.Jakarta: Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai