Anda di halaman 1dari 15

PROSES KEBIJAKAN PUBLIK DAN FAKTOR PENENTU KEBIJAKAN

Jakaria1, Mardiana Dhomastuti Renaningsih2, M. Azmi Anandi3,


Moh. Nurkholis4, Novi Devinta Prahatini5
Program Studi S2 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Negeri Malang
Email: adina.official@yahoo.com

ABSTRAK:
Kebijakan publik merupakan sebuah proses yang terus menerus, karena itu yang paling
penting adalah siklus kebijakan. Kebijakan dapat di katakan sebagai sebuah rencana program,
kegiatan atau aktivitas, pergerakan, pilihan, sikap, untuk melakukan sebuah tindakan maupun
tidak bertindak yang dilakukan oleh aktor atau pihak-pihak terkait, sebagai langkah untuk
menyelesaikan masalah yang sedang di hadapi. Kebijakan ibarat sebuah kapal yang dibuat
sesuai kebutuhan penumpangnya. Kapal tersebut harus dibuat dalam ukuran dan besaran yang
tepat. Kebijakan publik tidak akan memiliki arti apa-apa tanpa didukung oleh sebuah sanksi
yang tegas. Sanksi dapat berupa hadiah (reward) dan hukuman (punishment). Keseluruhan
proses penetapan kebijakan baru bisa dimulai atau diimplemetasikan apabila tujuan dan
sasaran yang semula bersifatumum telah diperinci; program telah dirancang dan juga
sejumlahdana telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan dan sasaran tersebut.
Kata Kunci: Kebijakan Publik, Penetapan Kebijakan, Rencana

ABSTRACT:
Public policy is a continuous process, therefore the most important thing is the policy cycle.
Policy can be said as a program plan, activity or activity, movement, choice, attitude, to take
an action or not to act by actors or related parties, as a step to solve the problems that are
being faced. Policy is like a ship made according to the needs of its passengers. The ship
must be made of the right size and size. Public policy will have no meaning without being
supported by a firm sanction. Sanctions can be in the form of rewards and punishments. The
whole process of setting new policies can be started or implemented when the previously
general goals and objectives have been detailed; programs have been designed and also a
certain amount of funds have been allocated to realize these goals and objectives.
Keywords: Public Policy, Policy Determination, Plan
A. PENDAHULUAN
Perkembangan studi kebijakan publik semakin kuat sebagai akibat terjadinya
perubahan lingkungan birokrasi publik. Meningkatnya rasionalitas masyarakat sebagai akibat
dari keberhasilan pembangunan sosial ekonomi, telah memunculkan berbagai tantangan baru
bagi birokrasi publik. Salah satunya adalah semakin besarnya tuntutan akan kualitas kebijakan
yang lebih baik. Ini mendorong munculnya minat untuk mempelajari studi kebijakan publik.
Keinginan untuk mewujudkan otonomi daerah yang kuat juga mendorong perlunya perubahan
orientasi pejabat birokrasi di daerah dan peningkatan kemampuan mereka dalam perumusan
dan perencanaan kebijakan dan program pembangunan.
Karena itu, berkembangnya minat untuk mengembangkan studi kebijakan publik
sebenarnya merupakan hasil interaksi dari kedua perubahan di atas, yaitu paradigma dan
lingkungan administasi negara. Pergeseran paradigma dan lingkungan administrasi negara
telah mendorong para pakar dan praktisi administrasi negara untuk mempertanyakan kembali
relevansi teori dan prinsip-prinsip yang selama ini mereka kembangkan dalam studi
administrasi negara. Itu semua memiliki kontribusi yang besar terhadap perkembangan studi
kebijakan publik.
Seperti disebutkan sebelumnya, perkembangan studi kebijakan publik sebagian juga
dirangsang oleh perubahan yang terjadi dalam lingkungan birokrasi. Rasionalitas masyarakat
yang semakin tinggi menuntut para pejabat publik untuk memiliki kemampuan yang lebih baik
dalam merumuskan kebijakan pemerintah. Akibatnya, tidaklah mengherankan kalau semakin
banyak keluhan dan kritikan dari berbagai kelompok masyarakat terhadap berbagai kebijakan
pemerintah. Keluhan dan kritik terhadap serangkaian kebijakan pemerintah itu bisa menjadi
indikator dari ketidakpuasan mereka terhadap kebijakan pemerintah. Rasionalitas yang
semakin tinggi membuat mereka dengan mudah menilai secara kritis kebijakan pemerintah.
Mereka akan dengan mudah menilai seberapa besar pemerintah memperhatikan kepentingan
mereka dalam proses kebijakan.
Keluhan dan kritik masyarakat itu tentunya tidak bisa diabaikan oleh pemerintah, kalau
pemerintah tidak ingin kehilangan simpati dan pengaruh terhadap masyarakat. Tuntutan akan
kualitas kebijakan pemerintah yang semakin baik, yang dapat memaksimalkan manfaat untuk
sebagian besar masyarakat, telah menyadarkan pemerintah akan perlunya mereka
meningkatkan kemampuan aparat mereka dalam perumusan dan perencanaan kebijakan. Hal
ini ditandai dengan banyaknya aparat pemerintah yang kuliah lagi untuk mempelajari teori-
teori administrasi negara di beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Ini tentunya memiliki
kontribusi positif terhadap perkembangan studi kebijakan publik di Indonesia.
Istilah kebijakan seringkali penggunaannya saling dipertukarkan dengan istilah tujuan
(goals), program, keputusan, Undang-Undang. ketentuan-ketentuan, usulan-usulan dan
rancangan-rancangan besar (Abdul Wahab, 1997: 2). Kebijakan pada intinya adalah sebagai
pedoman untuk bertindak. Pedoman ini boleh jadi amat sederhana atau kompleks, bersifat
umum maupun khusus. Sejalan dengan makna kebijakan yang dikemukakan oleh United
Nation tersebut di atas, Fredrick (dalam Islamy, 1998) memberikan pengertian kebijakan, yaitu
serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam satu
lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan
terhadap pelaksanaaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Anderson (dalam Islamy, 1998) mengatakan bahwa kebijakan itu adalah serangkaian
tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang pelaku
atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah tertentu. Berdasarkan pengertian tentang
kebijakan yang telah diuraikan di atas maka dapat disimpulkan bahwasanya kebijakan dapat
dilakukan secara umum, namun pada kenyataannya lebih sering dan secara luas dipergunakan
dalam tindakan-tindakan atau perilaku pemerintah serta perilaku Negara pada umumnya yang
lebih dikenal dengan sebutan kebijakan Negara atau kebijakan publik (publik policy).
Sedangkan pengertian kebijakan publik atau Negara itu sendiri juga didefinisikan
berbeda oleh para ahli, seperti yang dikemukakan oleh Dye (dalam Islamy, 1998) bahwa
kebijakan Negara sebagai “is whatever government choose to do or not to do” (apapun yang
dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan). Lebih lanjut Dye, mengatakan bahwa
bila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu harus ada tujuannya dan bersikap objektif
serta meliputi semua tindakan pemerintah.
Edward dan Sharkansky (dalam Islamy, 1998). Mengatakan bahwa kebijakan Negara
yaitu “is what government say and do, or not do, it is the goals or purposes of government
programs” (adalah apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah,
kebijakan Negara itu berupa sasaran atau tujuan program-program pemerintah). Berdasarkan
pengertian di atas bagaimanapun rumusannya pada hakikatnya kebijakan Negara mengarah
kepada kepentingan publik, dengan mempertimbangkan nilai-nilai yang ada. Oleh karena itu,
maka kebijakan Negara dapat disimpulkan sebagai serangkaian tindakan yang dilakukan
ataupun tidak dilakukan pemerintah, baik yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok
orang untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang berorientasi pada kepentingan masyarakat.
Kebijakan publik merupakan sebuah proses yang terus menerus, karena itu yang paling
penting adalah siklus kebijakan. Siklus kebijakan meliputi formulasi, implementasi dan
evaluasi kebijakan (Parsons, 1997). Kebijakan yang telah diformulasikan atau dirumuskan
bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks ini dapat dimengerti, bahwa
kebijakan tidak akan sukses, jika dalam pelaksanaannya tidak ada kaitannya dengan tujuan
yang telah ditetapkan. Seringkali ada anggapan setelah kebijakan disahkan oleh pihak yang
berwenang dengan sendirinya kebijakan itu akan dilaksanakan, dan hasil-hasilnya pun akan
mendekati seperti yang diharapkan oleh pembuat kebijakan tersebut. Dalam proses kebijakan
publik yang akan diterapkan, melalui proses/tahapan yang cukup panjang.

B. PEMBAHASAN

Konsep Kebijakan Publik

Kebijakan dapat di katakan sebagai sebuah rencana program, kegiatan atau aktivitas,
pergerakan, pilihan, sikap, untuk melakukan sebuah tindakan maupun tidak bertindak yang
dilakukan oleh aktor atau pihak-pihak terkait, sebagai langkah untuk menyelesaikan masalah
yang sedang di hadapi. Keputusan pengambilan kebijakan merupakan sebuah faktor penting
untuk organisasi dalam mencapai tujuan (Abdullah Ramdhani, Muhammad Ali Ramdhani :
2017).

Selain itu, kebijakan mempunyai dua buah aspek, Menurut Thohah dalam (Abdullah
Ramdhani, Muhammad Ali Ramdhani, 2017), yaitu:

a. Kebijakan adalah pratika sosial, kebijakan bukan peristiwa yang tunggal atau terisolir.
Dengan kata lain kebijakan merupakan sesuatu hasil yang dilakukan pemerintah yang
di dapatkan dari segala kejadian atau peristiwa yang terjadi di tenga masayarakat.
Kejadian itu muncul dalam pratika kehidupan kemasyarakatan, dan bukan merupakan
kejadianyang berdiri sendiri, terisolasi, dan aneh bagi masyarakat.

b. Kebijakan merupakan sebuah respon dari kajadian yang muncul. Baik untuk
menciptakan kedamaian dari pihak-pihak yang berkonflik, maupun menciptakan
insentif atas tindakan bersama bagi pihak yang mendapatkan sebuah perlakuan yang
tidak rasional atas tindakan bersama tersebut.

Dengan penjelasan diatas dapat disimpulkan, sebuah kebijakan dapat dikatakan sebagai
sebuah usaha dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu, dan dalam jangka waktu tertentu.
Kebijakan pada umum nya bersifat mendasar, dikerenakan suatu kebijakan hanya menekankan
pedoman umum sebagai landasan bertindak dalam mencapai sebuah ketetapan.
Kebijakan publik merupakan suatu ilmu terapan. Pengertian kebijakan publik oleh para
pakar didefinisikan secara beragam, hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai kepentingan yang
melandasi perumusannya. Thoha (2012) memberikan penafisiran tentang kebijakan publik
sebagai hasil rumusan dari suatu pemerintahan. Dalam pandangan ini, kebijakan publik lebih
dipahami sebagai apa yang dikerjakan oleh pemerintah dibandingkan dari pada proses hasil
yang dibuat (Abdullah Ramdhani, Muhammad Ali Ramdhani, 2017).

Kebijakan publik dapat diartikan sebagai sebuah ilmu terapan. Pengertian dari kebijakan
publik oleh para ahli sangatlah beragam. Tentunya hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai
kepentingan yang melandasi perumusannya. Thoha (2012) menyampaikan penafsiran nya
tentang arti kebijakan publik sebagai hasil rumusan dari sebuah pemerintahan. Dalam
pandangan ini, kebijakan publik dapat dimengerti sebagai apa yang dilakukan oleh pemerintah
dibandingkan dari pada proses atau hasil yang dibuat (Abdullah Ramdhani, Muhammad Ali
Ramdhani, 2017).

Mengenai kebijakan publik, lebih lanjut Wahab (2010) dalam (Abdullah Ramdhani,
Muhammad Ali Ramdhani, 2017) menyatakan bahwa:

a. kebijakan publik lebih merupakan tindakan sadar yang berorientasi pada hasil tujuan
dari pada sebagai perilaku atau tindakan yang dilakukan secara random dan kebetulan.

b. Kebijakan pubik pada dasarnya terdiri dari tindakan-tindakan yang saling berhubungan
dan mempunyai pola tertentu yang mengarah pada terget tertentu yang di lakukan oleh
pemerintah, dan bukan merupakan keputusan yang berdiri sendiri.

c. Kebijakan publik bersangkutan dengan kegiatan atau tindakan yang sengaja


dilaksanakan secara sadar dan terukur oleh pemerintah dalam bidang tertentu.

d. Kebijakan publik bisa dikatakan bersifat positif atau juga bisa dikatakan bersifat negatif,
dalam arti bersifat positif ialah merupakan pedoman sebuah tindakan pemerintah yang
harus dilaksanakan dalam menghadapi sebuah masalah tertentu, sedangkan yang di
maksud bersifat negatif dalam artinya merupakan keputusan pemimpin pemerintahan
untuk tidak melakukan sesuatu.

Berdasarkan pendapat diatas, dapat didefenisikan suatu kebijakan publik adalah


serangkaian kegiatan yang nyata, terarah, dan terukur yang dilaksanakan oleh pemerintah yang
melibatkan pihak yang mempunyai kepentingan dalam sebuah bidang tertentu yang selalu
mengarah pada tujuan tertentu. Sehingga tujuan dan hasil dari kebijakan publik diperlukan
kegiatan sosialisasi, pelaksanaan, dan pengawasan kebijakan.

Kebijakan publik ialah suatu proses yang berjalan trus menerus, oleh karena itu hal
yang paling penting dalam sebuah kebijakan publik adalah siklus kebijakan, dalam siklus
kebijakan meliputiformulasi, implementasi dan evaluasi kebijakan. Sebuah Kebijakan yang
telah diformulasikan atau ditetapkan tentunya mempunyai maksud tersendiri dalam mencapai
tujuan tertentu. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa kebijakan publik tidak akan tercapai jika
dalam penerapannya tidak ada kaitannya dengan tujuan yang telah dirumuskan. Seringkali
munculnya dugaan setelah kebijakan ditetapkan oleh pihak yang berwenang dengan sendirinya
kebijakan itu akan dilaksanakan, dan hasilnya pun akan mendekati seperti yang diharapkan
oleh pembuat kebijakan tersebut. Dalam proses kebijakan publik yang akan di
implementasikan, melalui proses/tahapan yang cukup panjang. Dalam proses kebijakan publik
yang akan diterapkan, melalui proses/tahapan yang cukup panjang. Thomas R. Dye (2001)
dalam Sholih Muadi, dkk, (2016) menjabarkan proses kebijakan publik dalam beberapa
tahapan, di antaranya :

a. Identifikasi masalah kebijakan

b. Penyusunan agenda

c. Perumusan kebijakan

d. Pengesahan kebijakan

e. Implementasi kebijakan

f. Evaluasi kebijakan

Perumusan Kebijakan Publik


Pembahasan mengenai formulasi kebijakan publik tidak akan lepas dari stakeholders,
sebab perumusan itu sendiri merupakan interaksi antara isi kebijakan atau kebijaksanaan
dengan lingkungannya serta interaksi semua stakeholders yang terkait langsung atau tidak
langsung dengan upaya pencapaian tujuan. Jika dahulu kita sebagai warga negara yang pasif
dan meminta kebijaksanaan pada pembuat kebijakan, saat ini, setidaknya setelah era reformasi,
peran serta kita dalam pembuatan kebijakan telah dilindungi. Kita dapat berpartisipasi dalam
pembuatan kebijakan dengan menyampaikan berbagai aspirasi kita terkait kebijakan yang
sedang dibuat (Rusli, 2013:3-4).
Kebijakan publik adalah produk politik, sehingga unsur unsur politik ikut mewarnai
kebijakan yang dihasilkan (Rusli, 2013:5). Hal tersebut tidak menjadi masalah jika seluruhnya
proporsional dan menjadi masalah jika yang terjadi kebalikannya. Contohnya, ketika politik
didominasi warna, maka sebagian pasal juga akan turut didominasi warna sehingga hal tersebut
dapat merugikan pihak-pihak lainnya.
Kebijakan ibarat sebuah kapal yang dibuat sesuai kebutuhan penumpangnya. Kapal
tersebut harus dibuat dalam ukuran dan besaran yang tepat. Mesinnya tidak harus modern,
namun appropriate sehingga dapat berjalan dengan baik. Pengemudinya harus memiliki jam
terbang yang banyak dan harus didukung oleh awak kapal yang berpengalaman agar tercipta
suasana kondusif. Selain itu, penumpang kapal tidak boleh pasif. Mereka harus mengawasi
kinerja kru kapal dan kesesuaiannya dengan SOP yang ada (Rusli, 2013:13-14).
Islamy (2000:77-101) mengemukakan bahwa ada empat langkah dalam proses
pengambilan kebijakan publik, yaitu sebagai berikut.
1. Perumusan Masalah
Pada tahap ini, berbagai aspirasi dan persoalan dipertemukan untuk dirumuskan secara
sistematis. Persoalan dan aspirasi masyarakat merupakan sumber kebijakan publik sehingga
keberadaannya harus dianalisis dan dirumuskan secara tepat agar agenda kebijakan dapat
disusun dengan baik.
2. Agenda Kebijakan
Pada tahap agenda kebijakan, pilihan dan kecondongan pembuat kebijakan terhadao
rumusan masalah yang ada menimbulkan agenda kebijakan. Suatu masalah harus berlomba
dengan masalah lainnya agar masuk dalam agenda kebijakan. Abdul Wahab (dalam Alamsyah,
2016:44) menyatakan bahwa terdapat enam kriteria yang menjadikan suatu masalah dapat
masuk dalam agenda kebijakan, antara lain: a) isu tersebut sudah tidak dapat diabaikan; b) isu
tersebut telah partikular sehingga dapat menimbulkan dampak yang dramatis; c) isu tersebut
mengandung emosi tertentu dari perspektif khalayak; d) dampak yang ditumbulkan isu sangat
luas; e) isu yang mempermasalahkan legitimasi dalam masyarakat; f) isu bersifat fashionable.
3. Pemilihan Alternatif Kebijakan
Setelah permasalahan dirumuskan dan pembuat kebijakan menyetujui untuk masuk
dalam agenda, maka tahapan selanjutnya yaitu pemecahan masalah. Dalam proses perumusan
kebijakan, musyawarah dilakukan untuk mendapatkan berbagai alternatif solusi pemecahan
masalah yang diagendakan. Setelah beberapaalternatif ditemukan, maka selanjutnya tinggal
memilih alternatif terbaik untuk memecahahkan masalah yang dihadapi dan kemudian
dirumuskan dalam kebijakan.
4. Tahap Penetapan Kebijakan
Setelah alternatif pemecahan masalah dipilih dan kebijakan telah selesai dibuat, maka
langkah selanjutnya yaitu pengimplementasian kebijakan. Tahap ini merupakan tahap akhur
dari formulasi kebijakan. Namun, implementasi kebijakan tidak dapat dipisahkan dari proses
pengesahan kebijakan, karena kebijakan tidak dapat diimplementasikan tanpa disahkan oleh
pihak berwenang.
Menurut Santoso (dalam Taufiqurokhman, 2014:42), terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam proses perumusan kebijakan publik. Hal-hal tersebut merupakan hal
esensial dalam perumusan kebijakan. Kesembilan hal tersebut antara lain: a) aktor yang terlibat
dalam pembuatan kebijakan; b) kepentingan setiap aktor; c) tujuan yang ingin dicapai tiap
aktor; d) aktor mana yang bisa diajak berkoalisi; e) momentum yang digunakan aktor untuk
menghambat kepentingan lawan; f) alat, sarana, maupun saluran yang diguanakan aktor untuk
mengomunikasikan kepentingannya; g) teknik masing-masing aktor; h) pengorbanan dan hasil
yang diperoleh aktor; dan i) penilaian mengenai transparansi, demokratisasi, partisipasi, dan
keterbukaan dalam proses tersebut.

Faktor Penentu Kebijakan Publik

Kebijakan publik tidak akan memiliki arti apa-apa tanpa didukung oleh sebuah sanksi
yang tegas. Sanksi dapat berupa hadiah (reward) dan hukuman (punishment). Sebagai
rangkaian tindakan atau bukan tindakan yang memiliki sanksi tersebut, kebijakan publik dapat
mengambil bentuk, seperti hukum, undangundang, statuta, maklumat, regulasi, atau perintah
(Fischer, et al (ed). 2007). Kebijakan publik disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Secara
umum, kebijakan publik disusun dengan tujuan untuk mengatur kehidupan bersama (Nugroho
2009). Dalam perspektif instrumental, kebijakan publik merupakan alat untuk mencapai tujuan
yang berkaitan dengan upaya pemerintah dalam mewujudkan nilai-nilai kepublikan. Wujud
dari nilai-nilai kepublikan bermacam-macam, di antaranya adalah (1) nilai-nilai yang
diidealkan masyarakat, seperti keadilan, persamaan, dan keterbukaan, (2) memecahkan
masalah yang dihadapi masyarakat, seperti kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, dan
pelayanan publik yang buruk, (3) memanfaatkan peluang baru bagi kehidupan yang lebih baik
bagi masyarakat, seperti mendorong investasi, inovasi pelayanan, dan peningkatan ekspor, (4)
melindungi masyarakat dari praktik swasta yang merugikan masyarakat, misalnya dengan
membuat undang-undang perlindungan konsumen, izin trayek, dan izin gangguan.
Tujuan kebijakan dapat bersifat politis, ekonomi, sosial, maupun hukum. Dari aspek
politik, kebijakan publik ditetapkan untuk mendistribusikan dan mengalokasikan nilai-nilai,
berupa barang dan jasa kepada seluruh anggota masyarakat. Dilihat dari sisi kekuasaan,
kebijakan publik dibuat agar pemerintah dapat mempertahankan monopolinya terhadap
masyarakat serta kekuasaan pemerintah atau negara dapat diterima dan diakui oleh masyarakat.
Secara ekonomi, kebijakan publik dibuat dengan tujuan (1) mendukung dan memfasilitasi
pasar agar dapat menjalankan menjalankan fungsinya dalam mengatur roda perekonomian
secara bebas dan kompetitif, (2) memberi jaminan agar aktivitas ekonomi berlangsung tanpa
ada tekanan dari pihak mana pun, (3) melumasi dan memperlancar roda perekonomian
bergerak bebas dalam melakukan kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi, dan (4) memberi
jaminan dan melindungi kepentingan masyarakat yang tidak berdaya dari kekuasaan kapitalis.

Dari aspek sosial, kebijakan publik dibuat untuk (1) terwujudnya pengendalian sosial
terhadap masyarakat, (2) mengatasi konflik sosial yang terjadi di masyarakat, dan (3)
membangun relasi sosial di antara anggota masyarakat tanpa adanya diskriminasi. Ditinjau dari
aspek hukum, kebijakan publik disusun untuk (1) menciptakan keadilan dan ketertiban hukum
di masyarakat, (2) memungkinkan masyarakat memahami dan mentaati peraturan yang dibuat
oleh pemerintah atau negara, dan (3) untuk menciptakan kehidupan yang damai di dalam
masyarakat.

Selain factor penentu dalam kebijakan publik ada bebera model pendekatan yang sangat
perlu dilakukan. Model pendekatan implementasi kebijakan yang dirumuskan Van Meter dan
Van Horn disebut dengan A Model ofthePolicyImplementation (1975 : 11). Proses
implementasi ini merupakan salah satu contoh contoh model Top-Down. Model ini
mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linear dari keputusan politik,
pelaksana dan kinerja kebijakan publik. Model ini menjelaskan bahwa kinerja kebijakan
dipengaruhi oleh beberapa variabel yang saling berkaitan, variable-variabel tersebut yaitu :

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan.


Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur keberhasilannya jika dan hanya ukuran
dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosial-budaya yang ada di level
pelaksana kebijakan. Jadi ukuran dan tujuan kebijakan itu harus realistis dan sesuai
sosial budaya menurut vanmetter dkk.
2. Sumberdaya
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Sumber daya yang dikelola meliputi
manusia, alam, dan informasi.
3. Karakteristik Agen Pelaksana Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi
formal dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan
(publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta sesuai dengan
para agen pelaksananya. Agen pelaksana tersebut meliputi misalnya kementrian, dinas,
dan lembaga-lembaga terkait.
4. Sikap/Kecenderungan (Disposition) para pelaksana.
Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana akan sangat banyak
mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Jelas
pada model ini pelaksana sangat dominan peranannya. Kebijakan akan tergantung
pelaksana tesebut menerima atau tidak sebuah rancangan kebijakan.
5. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana.
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam impelementasi kebijakan publik.
Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu
proses implementasi, kesalahan kecil akan terhindari jika berkoordinasi dengan baik.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik.
Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi publik dalam
persepektif yang ditawarkan oleh Van Metter dan Van Horn adalah sejauh mana
lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah
ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi
penyebab dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Oleh karena itu, upaya untuk
mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi
lingkungan eksternal.

Efektivitas Kebijakan Publik


Menurut Patrio Sutopo dalam Mayadri (2017:3) Efektivitasadalah suatu
kondisi atau keadaan. dimana dalam memilih tujuan yanghendak dicapai dan
sasaran yang digunakan, serta kemampuan yang dimiliki adalah tepat, sehingga
tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan. Efektivitas
suatu kebijakan publiksangat ditentukan oleh proses kebijakan yang terdiri dari
formulasi, implementasi serta evaluasi. Ketiga aktivitas pokok proses kebijakan
tersebut mempunyai hubungan kausalitas serta berpola siklikal atau bersiklus
secara terus menerus sampai suatu masalah publik atau tujuan tertentu tercapai
(Kamal Alamsyah (2016:65).
Keseluruhan proses penetapan kebijakan baru bisa dimulai atau
diimplemetasikan apabila tujuan dan sasaran yang semula bersifatumum telah
diperinci; program telah dirancang dan juga sejumlahdana telah dialokasikan
untuk mewujudkan tujuan dan sasaran tersebut. Efektivitas dari implementasi
kebijakan ini sangatdipengaruhi oleh perilaku pelaksananya serta lingkungan
(environment) yang saling mempengaruhi sehingga implementasi kebijakan
merupakan proses yang dialektis dimana dimensi obyektifdan subjektif dari
perumusan kebijakan tidak dapat dipisahkan dari praktek empiriknya (Yuliato
Kadji, 2015:78).
Pada prinsipnya Matrik Matland dalam Yuliato Kadji (2015:78- 80)
memiliki “empat tepat” yang perlu dipenuhi dalam hal keefektifan implementasi
kebijakan, yaitu:
a. Ketepatan Kebijakan
Ketepatan kebijakan ini dinilai dari: (a) Sejauh mana kebijakan yang ada
telah bermuatan hal-hal yang memang memecahkan masalah yang hendak
dipecahkan. Pertanyaannya adalah: how excelent is the policy, (b) Apakah
kebijakan tersebut sudah dirumuskan sesuai dengan karakter masalah yang
hendak dipecahkan, dan (c) Apakah kebijakan dibuat oleh lembaga yang
mempunyai kewenangan (misi kelembagaan) yang sesuai dengan karakter
kebijakan.
b. Ketepatan Pelaksanaan
Implementor kebijakan tidaklah hanya pemerintah. Ada tiga lembaga yang
bisa menjadi pelaksana kebijakan, yaitu: pemerintah, kerjasama antara
pemerintah-masyarakat/swasta, atau implementasi kebijakan yang diswastakan
(privatization atau contracting out). Beberapa contoh sebaiknya pihak mana yang
paling berperan, misalnya: (a) Kebijakan-kebijakan yang bersifat monopoli,
seperti kartu identitas penduduk, atau mempunyai derajat politik keamanan yang
tinggi, seperti pertahanan dan keamanan, sebaiknya dilaksanakan oleh
pemerintah. (b) Kebijakan yang bersifat memberdayakan masyarakat, seperti
penanggulangan kemiskinan, sebaiknya menjadi tanggung-jawab eksekutif
(pemerintah) bersama masyarakat. (c)Kebijakan yang bertujuan mengarahkan
kegiatan kemasyarakatan, seperti bagaimana perusahaan harus dikelola, atau di
mana pemerintahtidak akan efektif melaksanannya sendiri, seperti pembangunan
industri-industri menengah dan kecil yang tidak bersifat strategis, maka
sebaiknya diserahkan kepada masyarakat.
c. Ketepatan Target
Ketepatan target berhubungan dengan tiga hal, yakni: (a) Apakah target
yang diintervensi sesuai dengan yang direncanakan, apakah tidak akan tumpang
tindih dengan intervensi atau program lainnya, ataukah tidak bertentangan
dengan intervensi kebijakan lain,
(b) Apakah targetnya dalam kondisi siap untuk diintervensi atau tidak.
Kesiapan bukan saja dalam arti secara alami, namum juga apakah kondisi
target ada dalam konflik atau harmoni, dan apakah kondisi target ada dalam
kondisi mendukung atau menolak, dan (c) Apakah intervensi implementasi
kebijakan bersifat baru atau memperbaharui implementasi kebijakan sebelumnya.
Terlalu banyak kebijakan yang tampaknya baru namun pada prinsipnya
mengulang kebijakan yang lama dengan hasil yang sama sekali tidak efektifnya
dengan kebijakan.
d. Ketepatan Lingkungan
Ada dua lingkungan yang paling menentukan, yakni: (a) Lingkungan
kebijakan, yaitu interaksi antara lembaga perumuskebijakan dengan pelaksana
kebijakan dengan lembaga yang terkait. Donald J. Calista menyebutnya sebagai
variabel endogen, yaitu authotitative arrongement yang berkenaan dengan
kekuatan sumber otoritas dari kebijakan, network composition yang berkenaan
dengan komposisi jejaring dari berbagai organisasi yang terlibat dalam kebijakan,
baik dari pemerintah maupun masyarakat, implementation setting yang berkenaan
dengan posisi tawar-menawar antara otoritas yang mengeluarkan kebijakan dan
jejaring yang berkenaan dengan implementasi kebijakan. (b) Lingkungan
Eksternal Kebijakan, olehCalista disebut sebagai variabel eksogen, yang terdiri
dari public opinion, yaitu persepsi publik akan kebijakan dan implementasi
kebijakan, interpretive institusion yang berkenaan dengan interpretasi lembaga-
lembaga strategis dalam masyarakat, seperti media massa, kelompok penekan,
dan kelompok kepentingan, dalam menginterpretasikan kebijakan dan
implementasi kebijakan, danindividuals, yaitu individu-individu tertentu yang
mampu memainkan peran penting dalam menginterpretasikan kebijakan dan
implementasi kebijakan. Keempat “tepat” tersebut masih perlu didukung oleh
tiga jenis dukungan, yaitu: (1) dukungan politik, (2) dukungan strategik, dan (3)
dukungan teknis.

Gambar 2.2 Model Keefektifan Implementasi Kebijakan menurut Matrik


Matland

Selain tiga dukungan di atas, penelitian ataupun analisis tentang implementasi


kebijakan sebaiknya juga menggunakan model implementasi yang sesuai dengan
isu kebijakannya, sebagaimana yangdigambarkan Matland berikut ini:

Gambar 2.3 Implementasi Kebijakan sesuai dengan isu kebijakannya


Matrik Matland
C. KESIMPULAN

Kebijakan publik adalah produk politik, sehingga unsur unsur politik ikut mewarnai
kebijakan yang dihasilkan. Dalam formulasi kebijakan publik, terdapat 4 tahap yang dilalui
hingga kebijakan tersebut diimplementasikan. Keempat tahap tersebut antara lain perumusan
kebijakan, agenda kebijakan, pemilihan alternatif kebijakan, dan implementasi kebijakan.
Untuk menguji keefektifan kebijakan publik, terdapat empat “tepat” yang harus diperhatikan,
yaitu ketepatan kebijakan, ketepatan pelaksanaan, ketepatan target, dan ketepatan lingkungan.
DAFTAR RUJUKAN

Abdul Wahab, S.1997. Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi ke

Implementasi kebijaksanaan Negara. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Abdullah Ramdhani, Muhammad Ali Ramdhani, (2017). Konsep Umum


Pelaksanaan Kebijakan Publik. Penerbit, Jurnal Publik, 2017. Sumber :
www.jurnal.uniga.ac.id

Alamsyah, Kamal. 2016. Kebijakan Publik Konsep dan Aplikasi. Bandung:

Anggara, Sahya. "Kebijakan publik." (2014).

Eko Handoyo, (2012). Kebijakan Publik. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Semarang Penerbit, "Widya Karya" Semarang Anggota IKAPI Nomor
117/JTE/2008.Sumber:https://www.researchgate.net/publication/317341846_Kebijaka
n_Publik habil maranda, (2018). Teori dan model implementasi kebijaka.
Sumber:https://www.researchgate.net/publication/326405219

Islamy, M.Irfan. 1998. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaaan


Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Islamy, M.Irfan. 2001. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara.
Jakarta: Bumi Aksara. Media Citra Mandiri Press Moestopo Beragama Pers.

Negara pada Presiden Selaku Penyelenggara Pemerintahan. Jakarta: FISIP Universitas

Parson, Wayne, 1997. Public Policy: An Introduction to The Theory and


Practice of Policy analysis, buku 2. Edward Elgar, UK.

Ramdhani, Abdullah, and Muhammad Ali Ramdhani. "Konsep umum


pelaksanaan kebijakan publik." Jurnal Publik 11.1 (2017): 1-12.

Responsif. Bandung: Tim Hakim Publishing.

Rusli, Budiman. 2013. Kebijakan Publik: Membangun Pelayanan Publik yang

Sholih Muadi, dkk, (2016). Konsep dan Kajian Teori Perumusan Kebijakan

Publik, Penerbit JurnalReview Politik, Sumber : http://jurnalfuf.uinsby.ac.id

Toufiqurokhman. 2014. Kebijakan Publik: Pendelegasian Tanggungjawab

Widodo, Joko. Analisis kebijakan publik: Konsep dan aplikasi analisis


proses kebijakan publik. Media Nusa Creative (MNC Publishing), 2021.

Anda mungkin juga menyukai