Kebijakan Publik
1&2
Revisi: 00/2019
Hal. 1 dari 22
CHAPTER MODUL MATA KULIAH
Chapter 1
KONSEP DASAR DAN LINGKUNGAN KEBIJAKAN PUBLIK
Capaian Pembelajaran
Hal. 2 dari 22
CHAPTER MODUL MATA KULIAH
sementara itu Anderson yang juga dikutip oleh Young dan Quinn menyampaikan definisi
kebijakan publik yang lebih spesifik yaitu sebagai “a purposive course of action followed
by an actor in dealing with a problem or matter of concern” kebijakan merupakan arah
tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah
aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Ada beberapa konsep kunci
yang termuat dalam kebijakan publik menurut Young dan Quinn (dalam buku Suhartono,
2015:44) yaitu:
Tindakan pemerintah yang berwenang. Kebijakan publik adalah tindakan yang dimuat
dan diimplementasikan oleh badan pemerintah yang memiliki kewenangan hukum,
politis dan finansial untuk melakukannya
Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata. kebijakan publik
berupaya merespon masalah atau kebutuhan konkrit yang berkembang dimasyarakat
Seperangkat tindakan yang beorientasi pada tujuan. Kebijakan publik biasanya
bukanlah sebuah keputusan tunggal melainkan terdiri dari beberapa pilihan tindakan
atau strategi yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu demi kepentingan orang
banyak
Suatu keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kebijakan publik
pada umumnya merupakan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial.
namun, kebijakan publik bisa juga dirumuskan berdasarkan keyakinan bahwa
masalah sosial akan dapat dipecahkan oleh kerangka kebijakan yang sudah ada dank
arena itu tidak memerlukan tindakan
Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seorang atau beberapa orang aktor. Kebijakan
publik berisi sebuah pernyataan atau justifikasi terhadap langkah-langkah atau
rencana tindakan yang telah dirumuskan, bukan sebuah maksud atau janji yang
belum dirumuskan. Keputusan yang telah dirumuskan dalam kebijakan publik bisa
dibuat oleh sebuah badan pemerintah, maupun oleh beberapa perwakilan lembaga
pemerintah.
Dari hasil berbagai pandangan tentang kebiakan publik dapat disimpulkan bahwa
kebijakan publik adalah pola tindakan yang ditetapkan oleh pemerintah danterwujud
dalam bentuk peraturan perundang-undangan dalam mendukung penyelenggaraan
negara. Karakteristik utama kebijakan publik (hamdi, 2015:37) yaitu sebagai berikut:
Hal. 3 dari 22
CHAPTER MODUL MATA KULIAH
Setiap kebijakan selalu memiliki tujuan, yakni untuk menyelesaikan masalah publik.
Setiap kebijakan akan selalu mengandung makna sebagai suatu upaya masyarakat
untuk mencari pemecahan masalah yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-
hari. Dalam konteks ini, kebijakan pulik juga dapat dipandang sebagai suatu upaya
untuk menyelesaikan masalah bersama warga negara yang tidak dapat mereka
tanggulangi secara peorangan
Setiap kebijakan publik selalu merupakan pola tindakan yang terjabarkan dalam
program dan kegiatan. Oleh karena itu, suatu kebijakan secara konkrit dapat diamati
dalam wujud rencana, program dan kegiatan. Dalam konteks ini aspek khas dari
kebijkan publik adalah esensinya sebagai suatu upaya untuk menemukan jawaban
terhadap persoalan atau masalah yang sulit. Kenyataan ini akan memunculkan
berbagai implikasi. Pertama, tidak aka nada suatu jawaban yang dirumuskan yang
akan dapat memenuhi semua keinginan dari masyarakat atau warga negara. Dengan
kata lain tidak akan pernah ada suatu kebijakan publik yang akan menghasilkan suatu
kesepakatan menyeluruh warga negara mengenai manfaatnya sebagai suatu jabatan
terbaik penyelesaian masalah. Akibatnya setiap kebijakan publik akan selalu
menghasilkan oposisi atau paling tidak reaksi dan pada gilirannya akan mendorong
lahirnya kebijakan publik berikutnya. Kedua, solusi yang termuat dalam suatu
kebijakan jarang yang bersifat final dan lengkap. Oleh karena itu, perubahan
kebijakan merupakan kecenderungan yang akan sering terjadi, baik karena
substansinya yang tidak relevan lagi maupun karena terjadi pergesekan kekuasaan
dalam proses pemerintahan negara. Ketiga, kebijakan publik juga dapat mengalami
ketidakonsistenan pelaksanaan. Seringkali dalam implementasi kebijakan publik,
kegiatan yang senyatanya dilakukan oleh satu atau lebih organisasi pelaksana tidak
sepenuhnya sejalan dengan tujuan yang telah ditetapkan secara formal. Keempat,
kebijakan publik dalam bidang tertentu akan selalu berkaitan dengan kebijakan publik
dibidang yang lainnya. Dalam konteks indonesia misalnya, kebijakan otonomi daerah
diatur dalam undang-undang tentang pemerinatah daerah, dan kebijakan keuangan
negara termasuk keungan daerah diatur dalam undang-undang pemerintah daerah.
Senyatanya, pelaksanaan kebijakan otonomi daerah memerlukan dukungan
sumberdaya keuangan yang pengaturannya termuat dalam kebijakan keuangan
Hal. 4 dari 22
CHAPTER MODUL MATA KULIAH
Substansi Kebijakan
Sebagai suatu hasi proses penyelenggaraan pemerintah, substansi kebijakan
public dapat dibedakan atas berbagai kelompok atau tipologi. Tipologi yang paling banyak
diikuti oleh para ahli kebijakan public adalah tipologi yangdibuat oleh Theodore J. Lowi.
Menurut Lowi (dalam Hamdi, 2015:54) kebijakan public dapat dibedakan atas tiga tipe.
Kebijakan Distributif (Alokatif) adalah kebijakan yang berkaitan dengan penyediaan
barang dan jasa bagi warga negara baik secara perorangan maupun dalam
masyarakat. kebijakan alokatif juga berupa kebijakan yang berkaitan dengan
penjatahan beban dan manfaat kepada masyarakat. ketika pemerintah menetapkasn
suatu aturan perpajakan dan aturan tariff pajak dan kemudian menarik pajak tersebut
maka telah melakukan tindakan penjatahan beban kepada masyarakat.
Kebijakan redistributive adalah kebijakan yang berkaitan dengan pengaliran barang
dan sumberdaya dari satu kelompok warga negara kepada kelompok warga negara
yang lainnya. Kebijakan ini bermula dari suatu pandangan bahwa suatu pemerintahan
seharusnya melakukan perlakuan yang sama kepada warga negara, termasuk
pemberian kesempatan berusaha. Dalam praktik, sejalan dengan kapasitas dn
Hal. 5 dari 22
CHAPTER MODUL MATA KULIAH
keberuntungan masing-mang warga negara akan akan selalu terjadi adanya warga
negara yang mampu dan berhasi; dan warga negara yang tidak mampu dan kurang
beruntung. Ketika kondisi ini terjadi maka kewajiban pemerintah untuk menjamin nilai-
nilai keadilan selalu tercermin dalam kehidupan masyarakat. pencerminan dari
kebijakan redistributive adalah pelaksanaan program yang berfokus pada pemenuhan
kepentingan kelompok warga negara yang kurang beruntung, seperti program jaring
pengamanan sosial dan program tindakan alternative.
Kebijakan pengaturan adalah kebijakan yang berkaitan dengan pengarahan atau
pembatasan perilaku warga negara dan masyarakat. dengan kebijakan ini suatu
pemerintahan pada dasarnya juga melakukan enkulturasi yang dikaitkan dengan
sistem secara makro maupun mikro. Secara makro, misalnya kebijakan tentang
kewajiban bela negara berkaitan dengan pembentukan perilaku warga negara dalam
hal membangun kebangsaan. Secara mikro antara lain kebijakan tentang merokok
ditempat umum berkaitan dengan pembentukan perilaku kolektif warga negara dalam
hal kesehatan lingkungan.
Hal. 6 dari 22
CHAPTER MODUL MATA KULIAH
Lingkungan Kebijakan
Secara umum, lingkungan kebijakan dalam praktik pemerintahan di Indonesia
dikenal dengan sebutan “Asta-Gatra”. Kedelapan dimensi tersebut dibedakan dalam dua
kelompok, yakni yang bersifat fisik dan nonfisik. Kelompok fisik mencakup tiga unsur,
yakni letak geografis, kekayaan alam, dan jumlah penduduk, sedangkan kelompok
nonfisik dikenal dengan akronim „ipoleksosbudhankamnas’ yang mencakup lima aspek,
yakni ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan-keamanan nasional.
Menurut Anderson (dalam Hamdi, 2015:75) Lingkungan kebijakan publik, yang
umumnya paling banyak dibahas oleh para ahli adalah budaya politik, disamping kondisi
sosial ekonomi. Mengenai politik, di satu sisi dianggap sebagai bisnis kotor dalam mana
orang-orang ambisius salah menggunakan kepercayaan publik (public trust) untuk tujuan-
tujuan pribadi mereka. Pada sisi lain, politik dan politisi juga diyakini paling tidak secara
potensial mempunyai kemampuan untuk berkontribusi pada kehidupan yang baik. Makna
baik dari politik tersebut terlihat dari nilai-nilai politik yang dikembangkan, seperti keadilan,
hukum, dan kebebasan. Elssword dan Stahhnke (Hamdi, 2015:75)
Pemahaman mengenai budaya politik dapat dimulai dari pemahaman mengenai
budaya secara umum. Clyde Kluckhohn (dalam Anderson, 1994:47) menyatakan bahwa
budaya merupakan „cara hidup menyeluruh orang-orang, warisan sosial yang diperoleh
seseorang dari kelompoknya,‟ Dengan pemahaman tersebut, maka budaya politik
menunjukkan nilai, keyakinan, dan sikap yang diyakini secara luas tentang apa yang
seharusnya dilakukan pemerintah, bagaimana mereka seharusnya bertindak, dan
hubungan antara warga negara dan pemerintah‟. Berdasarkan pemahaman tersebut,
budaya politik paling tidak dapat dicermati dari nilai atau makna yang diberikan oleh warga
negara kepada pemerintah, dan nilaiatau makna yang dimiliki oleh masyarakat mengenai
partisipasinya dalam sistem politik.
Berdasarkan makna pemerintah menurut pandangan warga negara, Daniel J.
Elazar (dalam Anderson, 1994:47) membagi budaya politik dalam tiga kategori, yakni
individualistik, moralistik, dan tradisional. Budaya politik individualistik menekankan
keterlibatan privat dan memandang pemerintah sebagai sarana yang harus digunakan
untuk mencapai apa yang diinginkan orang-orang (people). Budaya politik moralistik
memandang pemerintah sebagai suatu mekanisme untuk memajukan kepentingan umum.
Dalam hal ini, pelayanan pemerintahan dianggap pelayanan publik. Sedangkan budaya
Hal. 7 dari 22
CHAPTER MODUL MATA KULIAH
Hal. 8 dari 22
CHAPTER MODUL MATA KULIAH
hal ini, sebagai contoh, salah satu sila Pancasila, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia, telah memberikan batasan bahwa apa pun rumusannya, masalah kebijakan
harus terkait dengan perwujudan keadilan sosial.
Globalisasi umumnya dipahami sebagai proses meningkatnya saling
ketergantungan masyarakat dunia. Giddens (dalam Handi, 2015:77) menyatakan bahwa
globalisasi hubungan-hubungan sosial hendaknya dipahami terutama sebagai penataan
kembali waktu dan jarak dalam kehidupan kita. Dalam konteks globalisasi juga disadari
semakin berkembangnya rezim internasional. Dalam hal ini, rezim dimaknai sebagai
“seperangkat tatanan pengaturan/pemerintahan” atau “jaringan peraturan, norma dan
prosedur yang mengatur perilaku dan mengontrol akibatnya”). Sebagaimana yang
dnyatakan oleh Howlett & Ramesh dalam buikunya Hamdi ( 2015:77) menyatakn bahwa
Berkaitan dengan pembuatan kebijakan pemerintahan suatu negara, maka rezim
internasional di bidang perdagangan dan keuangan jelas paling penting dalam analisis
kebijakan public. Implikasi dari globalisasi bermula dari kecenderungan bahwa lingkungan
internasional membentuk kebanyakan konteks pembuatan kebijakan nasional. Pembuatan
kebijakan disetiap negara berbagai suatu konteks kebijakan yang dibentuk oleh siklus
ekonomi internasional mengenai kemakmuran, resesi, depresi, dan upaya perbaikan.
Media masa dan konferensi internasional memudahkan proses pemaduan kebijakan ini.
Pembuatan kebijakan di suatu negara berupaya mengikuti sukses dari negara
tetangganya Dalam suasana lingkungan dan perkembangan tersebut, semakin perlu
dipahami karakteristik politik global, yang berpotensi besar mewarnai peraturan dan
keadaan suatu negara, termasuk pemerintahan daerahnya. Karakteristik tersebut, sebagai
mana dinyatakan oleh A.G, McGrew & P.G. Lewis (dalam Hamdi, 2015: 78) terdiri atas:
kompleksitas dan keanekaragaman, pola interaksi yang intensif, keterembesan negara-
bangsa, perubahan yang cepat dan meningkat, kerapuhan tatanan dan pemerintahan.
Hal. 9 dari 22
CHAPTER MODUL MATA KULIAH
Tugas
Sebutkan bentuk kebijakan publik sesuai pemahan anda terhadap definisi kebijakan publik
yang telah disajikan dalam modul diatas
Evaluasi
Mahasiswa diharapkan dapat memahami materi dengan menjelaskan isi dari Modul
Pembelajaran pada Pertemuan 1
Referensi
Anderson, James. 1994. Public Policy Making: An Introduction. 7th Edition. Boston:
Wadsworth
Suharto. 2015. Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan
Kebijakan Sosial. Bandung: Alvabeta
Hal. 10 dari 22
CHAPTER MODUL MATA KULIAH
Chapter 2
PENDEKATAN DALAM KEBIJAKAN PUBLIK
Capaian Pembelajaran
Capaian pembelajaran dari mata kuliah ini adalah mahasiswa diharapkan dapat
menganalisis tentang pendekatan dalam kebijakan publik
1. Pendekatan Kelompok
Beberapa kontributor utama dari pendekatan teoritik kelompok terhadap sistem politik
dan kebijakan publik bisa disebutkan antara lain adalah: Arthur Bentley (1908), The
Process of Government, David Truman (1951), The Government Process, Earl Latham
(1952), The Group Basis of Politics. Di kalangan para teoritisi kelompok terdapat pandang-
an yang sama tentang konsep kelompok. Menurut mereka, kelompok-kelompok adalah the
ultimate "real" of politics. Secara garis besar pendekatan ini menyatakan bahwa pemben-
tukan kebijakan pada dasarnya merupakan hasil dari perjuangan antara kelompok-
kelompok dalam masyarakat. Suatu kelompok merupakan kumpulan individu-individu yang
diikat oleh tingkah laku atau kepentingan yang sama. Mereka mempertahankan dan
membela tujuan-tujuan dalam persaingannya dengan kelompok-kelompok lain. Bila sua-
tu kelompok gagal dalam mencapai tujuan-tujuannya melalui tindakan-tindakannya
sendiri, maka kelompok itu biasanya menggunakan politik dan pembentukan kebijakan
publik untuk mempertahankan kepentingan kelompoknya. Berbeda dengan apa yang
dimaksud suatu kelompok potensial, adalah sekumpulan individu-individu dengan perilaku
yang sama, berinteraksi untuk membentuk suatu kelompok, jika kelompok-kelompok lain
mengancam kepentingan-kepentingan mereka.
Hal. 11 dari 22
CHAPTER MODUL MATA KULIAH
Hal. 12 dari 22
CHAPTER MODUL MATA KULIAH
politik. Oleh karena itu, menganalisis kebijakan publik hanya mendasarkan pada
pendekatan kelompok menjadi agak kurang memadai tanpa memerhatikan faktor-faktor
lain yang memengaruhi proses pembuatan kebijakan publik.
Dalam tahap-tahap selanjutnya dari proses kebijakan, para pembuat kebijakan mungkin
berusaha menggunakan informasi baru untuk mengubah proses kebijakan semula.
Walaupun Lasswell mengatakan bahwa desain ini sebagai "proses keputusan (decision
process)", desain ini berada di luar pembuatan keputusan yang berangkat dari pilihan-
pilihan khusus dan sebenarnya mencakup "arah tindakan tentang suatu masalah".
Desain analisis ini mempunyai beberapa keuntungan. Pertama, desain ini tidak terikat
pada lernbaga-lembaga atau peraturan-peraturan politik khusus. Kedua, desain analisis
ini memberi keuntungan untuk analisis komparasi pembentukan kebijakan. Untuk tujuan
tersebut, orang bisa saja menyelidiki bagaimana fungsi-fungsi yang berbeda ini
Hal. 13 dari 22
CHAPTER MODUL MATA KULIAH
dilaksanakan, pengaruh apa dan oleh siapa dalam sistem politik atad unit-unit
pemerintahan yang berbeda dilakukan. Namun demikian, desain ini juga mempunyai
kelemahan. Penekanannya pada kategori-kategori fungsional mungkin akan
menyebabkan pengabaian terhadap politik pembentukan kebijakan dan pengaruh
variabel-variabel lingkungan dalam proses pembuatan kebijakan publik. Dalam bahasa
yang lebih ringkas, kita dapat mengatakan bahwa pembentukan kebijakan lebih dari
sekedar proses intelektual.
Hal. 14 dari 22
CHAPTER MODUL MATA KULIAH
seluruh masyarakat dan memonopoli penggunaan kekuatan secara sah yang mendorong
individu-individu dan kelompok membentuk pilihan-pilihan mereka dalam kebijakan.
Teori peran serta warganegara didasarkan pada harapan-harapan yang tinggi tentang
kualitas warganegara dan keinginan mereka untuk terlibat dalam kehidupan publik.
Menurut teori ini, dibutuhkan warganegara yang memiliki struktur-struktur kepribadian
yang sesuai dengan nilai-nilai dan fungsi-fungsi demokrasi. Setiap warga negara harus
memiliki cukup kebebasan untuk berperan serta dalam masalah-ma¬salah politik,
mempunyai sikap kritis yang sehat dan harga diri yang cukup dan yang lebih penting
adalah perasaan mampu, dan di atas segala-galanya, para warganegara harus tertarik
dalam politik dan menjadi terlibat secara bermakna.
Hal. 15 dari 22
CHAPTER MODUL MATA KULIAH
5. Pendekatan Psikologis
Pokok perhatian pendekatan ini diberikan pada hubungan antar pribadi dan faktor-
faktor kejiwaan yang memengaruhi tingkah laku orang-orang yang terlibat dalam proses
pelaksanaan kebijakan. Individu-individu selama dalam proses pelaksanaan kebijakan
tidak kehilangan diri, tetapi sebaliknya mereka dianggap sebagai peserta yang sangat
penting yang memainkan peran penting dalam pembentukan kebijakan. Menurut Amir
Santoso pendekatan ini juga menjelaskan hubungan antarpribadi antara perumus dan
pelaksana kebijakan. Hubungan tersebut menjadi variabel yang menentukan keberhasilan
atau kegagalan suatu program. Dengan merujuk pendapat McLaughlin, Amir Santoso
menyatakan bahwa terdapat tiga jenis hubungan yang berbeda antara perumus kebijakan
dengan pelaksana kebijakan, yakni adaptasi bersama, kooptasi dan non-implementasi.
6. Pendekatan Proses
Dalam pendekatan ini, masalah¬masalah masyarakat pertama-tama diakui sebagai
suatu isu untuk dilakukan tindakan, dan kemudian kebijakan ditetapkan,
diimplementasikan oleh para pejabat agensi, dievaluasi, dan akhirnya diterminasi atau
diubah atas dasar keberhasilan atau kekurangannya. Tentu saja proses ini jauh lebih
kompleks, ketimbang gambaran yang lebih sederhana ini. Namun demikian, pada saat
kita bicara tentang siklus kebijakan, kita bicara suatu proses kebijakan melalui mana
kebanyakan kebijakan publik melintas. Sekalipun, realitas dari proses kebijakan adalah
Hal. 16 dari 22
CHAPTER MODUL MATA KULIAH
sangat kompleks, proses ini bisa dipahami secara lebih baik dengan membayangkannya
seolah-olah kebijakan itu melewati sejumlah tahap yang berbeda-beda.
7. Pendekatan Subtantif
Beberapa ilmuwan kebijakan berpendapat bahwa keahlian (ex-pertise) dalam bidang
substantif sangat dibutuhkan dan memberikan kepada seseorang kredibilitas yang sangat
besar, ketimbang seorang analis kebijakan "generic" yang merupakan seorang spesialis
kebijakan kesejahteraan bulanan dan spesialis kebijakan penanggulangan kejahatan
bulan berikutnya. Untuk memeroleh keahlian dalam suatu bidang substantif seringkali
membutuhkan seseorang menjadi akrab de-ngan aspek-aspek teknik dan politik dari
suatu bidang kebijakan. Misalnya, Charles O. Jones menulis sebuah buku klasik tentang
kebijakan kualitas udara dalam tahun 1970-an; dia harus mempunyai hubungan yang
sangat akrab dengan isu-isu teknik maupun isu-isu politik yang berkaitan dengan udara
bersih. Dengan melakukan hal demikian, dia mampu menghasilkan sebuah buku yang
sangat bagus yang mengom-binasikan keterampilan analisis kebijakan dengan keahlian
substantif.
8. Pendekatan Logical-Positivist
Pendekatan logical-positivist, seringkali disebut sebagai pendekatan perilaku
(behavioral approach) atau pendekatan keilmuan (scientific approach), menganjurkan
penggunaan teori-teori yang berasal dari penelitian deduktif (deductively derived theories),
model-model, pengujian hipotesis, data keras (hard data), metode komparasi, dan analisis
statistik yang ketat. "Keilmuan" (scientific) dalam konteks ini mempunyai makna beberapa
hal. Pertama, mempunyai makna mengklarifikasi konsep-konsep kunci yang digunakan
Hal. 17 dari 22
CHAPTER MODUL MATA KULIAH
9. Pendekatan Ekonometrik
Pendekatan ekonometerik, kadangkala dinamakan pendekatan pilihan publik (the
public choice approach) atau pendekatan ekonomi politik, terutama didasarkan pada teori-
teori ekonomi politik. Pendekatan ini menjelaskan bahwa sifat alami manusia diasumsikan
"rasional," atau dimotivasi oleh pencapaian secara pribadi murni. Pendekatan ini
beranggapan bahwa orang mengejar preferensi-preferensi mereka yang berbobot tetap,
terlepas hasil-hasil kolektif.Secara esensial, pendekatan ini mengintegrasikan wawasan
umum tentang riset kebijakan publik dengan metode-metode keuangan publik. Misalnya,
diasumsikan bahwa preferensi-preferensi individu adalah sempit dan beragam, yang
membutuhkan individu mengagregasikan preferensi-preferensinya ke dalam masyarakat
luas yang bisa meminta tindakan pemerintah. Pendekatan ini telah memperoleh respek
dal am ilmu kebijakan, sekalipun dikritik sebagai pendekatan yang agak sempit terhadap
analisis kebijakan. Secara khusus, ada yang berpendapat bahwa pendekatan ini tidak
sama sekali salah, tetapi pendekatan ini dianggap tidak lengkap dalam asumsi-asumsinya
tentang sifat manusia dan kekuasaan politik. Secara khusus, manusia adalah altruistik
(tidak hanya rasional atau egois), dan dengan demikian, kadangkala dimotivasi untuk
melayani kepentingan publik atau kepentingan kolektif.
Hal. 18 dari 22
CHAPTER MODUL MATA KULIAH
Secara metodologik, para analis memperlakukan setiap potongan dari fenomena sosial
sebagai suatu peristiwa yang unik, dengan indeks etnografik dan indeks kualitatif menjadi
yang paling penting. Pandangan alternatif ini dideskripsikan oleh kepedulian-nya dengan
pemahaman, ketimbang prediksi, dengan hipotesis-hipotesis kerja, ketimbang dengan
pengujian hipotesis yang ketat, dan dengan hubungan timbal balik antara peneliti dan
obyek studi, ketimbang observasi yang terpisah di pihak para analis. Untuk
mengumpulkan "bukti," pendekatan ini lebih memanfaatkan penggunaan studi-studi kasus
secara berkelanjutan, ketimbang menggunakan teknik-teknik analisis yang canggih.
Singkatnya, pendekatan ini lebih menekankan kepeduliannya pada keketatan keilmuan
dengan intuisi dan pem-benaman secara menyeluruh dalam informasi yang relevan.
Hal. 19 dari 22
CHAPTER MODUL MATA KULIAH
melalui litigasi atau minta per-lindungan kepada parlemen. Lebih dari itu, di mana
eksperimen-eksperimen partisipatori telah dicoba sebelumnya, kebingungan dan konflik
akan segera meningkat. Pendekatan partisipatori mungkin bermanfaat sebagai arahan
kepada pembentukan agenda, perumusan kebijakan, dan implementasi kebijakan,
ketimbang tahap-tahap lain dalam proses kebijakan publik. Dalam beberapa hal,
pendekatan ini lebih merupakan preskripsi untuk desain atau redesain kebijakan atau,
ketimbang sebagai suatu pendekatan empirik untuk memahami pembentukan kebijakan
atau implementasi.
Hal. 20 dari 22
CHAPTER MODUL MATA KULIAH
untuk memeroleh perilaku yang pantas. Secara fundamental, hal ini menghasilkan suatu
pandangan konservatif tentang sifat manusia dan akan mengarah kepada posisi kebijakan
yang lebih konservatif, jika orang beranggapan bahwa keterpaksaan utama berasal dari
dalam individu, ketimbang pembebanan yang berasal dari lingkungan di luar individu.
Kedua, "visi yang tidak dibatasi" (the unconstrained vision) memberikan suatu
pandangan tentang sifat manusia di mana pemahaman dan disposisi manusia adalah
mampu untuk memeroleh keuntungan-keuntungan sosial. Menurut perspektif ini, manusia
mampu merasakan secara langsung kebutuhan-kebutuhan orang lain lebih penting,
ketimbang kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri, dan karenanya mampu bertindak secara
konsisten dan secara adil, bahkan pada saat kepentingan-kepentingan mereka atau
keluarga mereka terlibat. Kemudian, pandangan tentang sifat manusia ini, seringkali
dikaitkan dengan pandangan liberal bahwa sifat manusia adalah tidak mempunyai
keterbatasan. Agaknya, keterbatasan justru dikenakan oleh lingkungan di luar individu.
Hal. 21 dari 22
CHAPTER MODUL MATA KULIAH
TUGAS
1. Berikan contoh bentuk kebijakan publik yang anda ketahui.
2. Dari berbagai pendekatan kebijakan publik yang telah dijelaskan diatas, menurut anda
pendekatan mana yang paling cocok untuk merumuskan kebijakan publik yang anda
ambil sebagai contoh.
REFERENSI
Agustino, Leo. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Alfabeta. Bandung.
Nugroho, Riant. 2002. Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang. PT Elex
Media Komputindo. Jakarta.
Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori dan Praktek. Pustaka Belajar.
Yogyakarta.
Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik (Teori, Proses dan Studi Kasus). CAPS. Jakarta.
Hal. 22 dari 22