Anda di halaman 1dari 14

6

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Kebijakan Publik

2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik

Dalam kehidupan sehari-hari, kebijakan sering disamakan artinya

dengan kebijaksanaan, padahal kedua istilah itu mempunyai makna yang

berbeda. Kebjakan secara etimologis berasal dari kata policy, sedangkan

kebijaksanaan berasal dari kata wisdom (kearifan). Administrasi publik

sangat berkaitan erat dengan kebijakan publik. Sebagaimana dikatakan

oleh Syafiie dkk (2003:94) bahwa konsep utama dalam administrasi

publik meliputi (1) isu pembangunan, (2) birokrasi publik, (3) kebijakan

publik, dan (4) pelayanan publik. Sedangkan

Thoha (2003:53) mengatakan bahwa administrasi publik memiliki

tiga dimensi utama atau dimensi prima yaitu (1) kebijakan publik, (2)

perilaku organisasi, dan (2) pembinaan organisasi. Dengan demikian,

kebijakan publik (public policy) merupakan salah satu konsep dan dimensi

utama administrasi publik.

Menurut Thoha (2003:53), kebijakan publik sangat penting bagi

administrasi publik karena selain ia menentukan arah umum yang harus

ditempuh untuk mengatasi isu-isu masyarakat, iapun dapat dipergunakan

untuk menentukan ruang lingkup permasalahan yang dihadapi oleh

pemerintahan. Thoha (2003:53) lebih lanjut mengatakan :


7

Masalah-masalah yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat


suatu negara kalau diangkat ke atas pentas politik akan merupakan
masalah yang mendesak untuk dipecahkan oleh pemerintah.
Masalah-masalah itu kadangkala pelik dan fundamental, sehingga
memerlukan proses pemecahan yang pelik pula. Masalah-masalah itu
hidup seperti hidupnya suatu masyarakat yang dinamis. Tumbuh dan
berkembangnya suatu masalah dalam suatu masyarakat negara,
lambat laun, cepat atau lambat akan menyentuh dan disentuh oleh
administrasi negara (administrasi publik). Itulah sebabnya
administrasi negara (administrasi publik) mempunyai kepentingan
terhadap pemecahan masalah masyarakat. Proses pembentukan
masalah pemerintah, pemecahannya, penentuan kebijakan,
pelaksanaan dan evaluasi kebijakan tersebut untuk sementara
dapat dipergunakan sebagai gambaran pengertian public policy
(kebijakan publik).
Munculnya public policy dalam administrasi negara (administrasi
publik) sebagian dikarenakan banyaknya teknisi-teknisi dministrasi
menduduki jabatan politik, dan s ebagian lainnya karena
bertambahnya tuntutan- tuntutan masyarakat untuk mendapatkan
kebijakan yang lebih baik.

Berdasarkan uraian di atas, kebijakan publik didasari oleh adanya

berbagai masalah yang harus dipecahkan oleh pemerintah atau aparat

administrasi publik. Oleh karena itu, kebijakan publik tidak dapat

dipisahkan dari administrasi publik karena administrasi publik dituntut

untuk melakukan pemecahan masalah tersebut dalam rangka mewujudkan

tujuan negara yang telah ditetapkan yang sekaligus menjadi tujuan

pemerintah dan adminsitrasi publik di suatu negara.

Saat ini para ahli administrasi publik tidak hanya secara tradisional

mengartikan “public administration” semata-mata hanya bersifat

kelembagaan seperti halnya negara. Tetapi telah meluas dalam kriteria

hubungan antara lembaga dalam arti negara dengan kepentingan publik

(public interest). Dengan demikian, dalam konsep Demokrasi Modern,

Islamy (2000:10) mengatakan sebagai berikut :


8

Kebijakan negara tidaklah hanya berisi cetusan pikiran atau pendapat


para pejabat yang mewakili rakyat, tetapi opini publik (public
opinion) juga mempunyai porsi yang sama besarnya untuk diisikan
(tercermin) dalam kebijakan-kebijakan negara. Oleh karena itulah,
maka kebijakan negara harus selalu berorientasi kepada kepentingan
publik

Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa politik administrasi publik

dan perumusan kebijakan negara/publik masing-masing memiliki peran

sendiri, tetapi satu sama lain sangat erat berkaitan dengan masalah-masalah

kenegaraan. Selanjutnya Putra (2008:81) merumuskan implementasi

kebijakan sebagai suatu proses pelaksanaan keputusan kebijakan (biasanya

dalam bentuk Undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan,

perintah eksekutif, atau dekrit presiden).

Menurut Dye (1992:2) bahwa public policy is whatever government

choose to do or not to do (kebijakan publik adalah apapun yang

pemerintah pilih untuk dilakukan atau tidak dilakukan). Pendapat tersebut

sejalan dengan pendapat Wanna (2010:1) bahwa public policy has been

defined in many ways, but a relatively uncontroversial approach is to

suggest that it is about what government choose to do and or not to do,

public policy is concerned primarily with government action and in action

(kebijakan publik telah didefinisikan dengan banyak cara tetapi

pendekatan yang relatif tidak menimbulkan kontroversial menyarankan

bahwa kebijakan publik berkaitan dengan apa yang dipilih oleh

pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan yang terutama berkiatan

d engan tindakan pemerintah dan dalam bertindak).


9

Rusli (2015:51-52) menjelaskan tentang kebijakan secara panjang

lebar yaitu sebagai berikut :

1. Kebijakan harus dibedakan dari keputusan, ada tiga perbedaan


mendasar antara kebijakan dengan keputusan, yakni : (1) ruang
lingkup kebijakan jauh lebih besar daripada keputusan; (2)
Pemahaman terhadap kebijakan yang lebih besar memerlukan
penelaahan yang mendalam terhadap keputusan, dan (3)
Kebijakan berlangsung biasanya mencakup upaya penelusuran
interaksi yang berlangsung diantara begitu banyak individu,
kelompok dan organisasi,
2. Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari
administrasi. Perbedaan antara kebijakan dengan administrasi
mencerminkan pandangan klasik. Pandangan klasik tersebut kini
banyak dikritik, karena model pembuatan kebijakan dari atas
misalnya, semakin lama semakin tidak lazim dalam praktik
pemerintahan sehari-hari. Pada kenyatannya, modelpembuatan
kebijakanyang memadukan antara top- down dengan bottom-Up
menjadi pilihan yang banyak mendapat perhatian dan
pertimbangan yang relistis.
3. Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari
administrasi. Langkah pertama dalam menganalisis
perkembangan kebijakan negara ialah melalui perumusan apa
yang sebenarnya diharapkan oleh para pembuat kebijakan. Pada
kenyataannya cukup sulit mencocokan antara perilaku yang
senyatanya dengan harapan para pembuat keputusan
4. Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya
tindakan. Perilaku kebijakan mencakup pula kegagalan
melakukan tindakan yang tidak disengaja, serta keputusan untuk
tidak berbuat yang disengaja (deliberate decisions not to act).
Ketiadaan keputusan tersebut meliputi juga keadaan dimana
seseorang atau sekelompok orang yang secara sadar atau tidak
sadar, sengaja atau tidak sengaja menciptakan atau memperkokoh
kendala agar konflik kebijakan tidak pernah tersingkap dimata
publik.
5. Kebijakan biasanya menpunyai hasil akhir yang akan dicapai,
yang mungkin sudah dapat diantisipasikan sebelumnya atau
mungkin belum dapat diantisipasikan. Untuk memperoleh
pemahaman yang mendalam mengenai pengertian kebijakan perlu
pula kiranya meneliti dengan cermat baik hasil yang diharapkan
ataupun hasil yang senyatanya dicapai. Hal ini dikarenakan
upaya analisis kebijakan yang sama sekali mengabaikan hasil
yang tidak diharapkan (unintended result) jelas tidak akan dapat
menggambarkan praktik kebijakan yang sebenarnya.
6. Kebijakan kebanyakan didefinisikan dengan memasukan perlunya
10

setiap kebijakan melalui tujuan atau sasaran tertentu baik secara


eksplisit ataupun implisit. Umumnya, dalam suatu kebijakan
sudah termaktub tujuan atau sasaran tertentu yang telah ditetapkan
jauh hari sebelumnya, walaupun tujuan dari suatu kebijakan itu
dalam praktiknya mungkin saja berubah atau dilupakan paling
tidak secara sebagian.
7. Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang
waktu. Kebijakan itu sifatnya dinamis, bukan statis. Artinya
setelah kebijakan tertentu dirumuskan, diadopsi lalu
diimplementasikan akan memunculkan umpan balik dan
seterusnya.
8. Kebijakan meliputi baik hubungan yang bersifat antar organisasi
ataupun yang bersifat intra organisasi. Pernyataan ini memperjelas
perbedaan antara keputusan dan kebijakan dalam arti bahwa
keputusan mungkin hanya ditetapkan oleh dan melibatkan suatu
organisasi, tetapi kebijakan biasanya melibatkan berbagai macam
aktor dan organisasi yang setiap harus bekerja sama dalam suatu
hubungan yang kompleks.
9. Kebijakan negara menyangkut peran kunci dari lembaga
pemerintah, walaupun tidak secara eklusif. Terhadap kekaburan
antara sektor publik dengan sektor swasta, disini perlu ditegaskan
bahwa sepanjang kebijakan itu pada saat perumusannya diproses
atau setidaknya disahkan atau diratifikasi pleh lembaga-lembaga
pemerintah, maka kebijakan itu disebut kebijakan negara.
10. Kebijakan dirumuskan atau didefisikan secara subjektif. Hal ini
berarti pengertian yang termaktub dalam istilah kebijakan seperti
proses kebijkan, aktor kebijakan, tujuan kebijakan serta hasil
akhir suatu kebijakan dipahami secara berbeda oleh orang yang
menilainya, sehingga mungkin saja bagi sementara pihak ada
perbedaan penafsiran mengenai misalnya tujuan yang ingin
dicapai dalam suatu kebijakan dan dampak yang ditimbulkan oleh
kebijakan tersebut.

Menurut Winarno (2014), kebijakan publik mempunyai sifat

“paksaan” yang secara potensial sah dilakukan. Sifat memaksa ini tidak

dimiliki oleh kebijakan yang diambil oleh organisasi-organisasi swasta.

Hal ini berarti bahwa kebijakan publik menuntut ketataan yang luas dari

masyarakat. Sifat yang terakhir inilah yang membedakan kebijakan publik

dengan kebijakan lainnya.

Kebijakan publik menurut Anderson (1984), memiliki elemen atau


11

unsur- unsur yaitu :

1. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan


tertentu.
2. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat
pemerintah.
3. Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh
pemerintah, dan bukan apa yang bermaksud akan dilakukan.
4. Kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah
mengenai sesuatu masalah tertentu) dan bersifat negatif
(keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu).
5. Kebijakan publik (positif) selalu berdasarkan pada peraturan
perundang- undangan tertentu yang bersifat memaksa (otoritatif).

Menurut beberapa pakar, kebijakan publik dalam arti luas terdiri dari

lima tahap yaitu sebagai berikut :

Tabel 2.1

Tahap-tahap dalam Kebijakan Publik

William N. Dunn Anderson Winarno


1. Penyusunan agenda 1. Formulasi masalah 1. Penyusunan agenda
2. Formulasi kebijakan 2. Formulasi kebijakan kebijakan
3. Adopsi kebijakan 3. Penentuan kebijakan 2. Formulasi kebijakan
4. Implementasi 4. Implementasi 3. Adopsi kebijakan
kebijakan kebijakan 4. Implementasi
5. Penilaian (evaluasi) 5. Evaluasi kebijakan kebijakan
Kebijakan 5. Evaluasi kebijakan

Kelima proses kebijakan publik itu biasanya diringkas ke dalam tiga proses

yaitu formulasi atau perumusan kebijakan, implementasi atau pelaksanaaan

kebijakan, dan evaluasi atau penilaian kebijakan.

2.2 Koordinasi

2.2.1 Pengertian Koordinasi


12

Sutisna (1989) medefinisikan koordinasi ialah proses mempersatukan

sumbangan-sumbangan dari orang-orang, bahan, dan sumber-sumber lain

kearah tercapainya maksud-maksud yang telah ditetapkan. Anonim (2003)

mendefinisikan koordinasi ialah suatu sistem dan proses interaksi untuk

mewujudkan keterpaduan, keserasian, dan kesederhanaan berbagai

kegiatan inter dan antar institusi-institusi di masyarakat melalui

komunikasi dan dialog-dialog antar berbagai individu dengan

menggunakan sistem informasi manajemen dan teknologi informasi.

Menurut

G.R. Terry, koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan

teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat dan mengarahkan

pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan

harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Berdasarkan pendapat para

pakar dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan koordinasi ialah

proses mengintegrasikan (memadukan), menyinkronisasikan, dan

menyederhanakan pelaksanakan tugas yang terpisah-pisah secara terus-

menerus untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

2.3 Efektivitas

2.3.1 Pengertian Efektivitas

Menurut Hidayat (dalam Mutiarin 2014 : 98) menyatakan bahwa:

“Efektivitas adalah ukuran yang menyatakan seberapa jauh target

(Kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai. Dimana semakin besar

presentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”.


13

Menurut Gie (dalam Priansa 2013 : 11) menyatakan bahwa

Efektivitas adalah keadaan atau kemampuan kerja yang dilaksanakan

oleh manusia untuk memberikan nilai guna yang diharapkan”.

Menurut Sedarmayanti (dalam Rahayu, amy Y.S dan Vishu

Juwono, 2019 : 260) mengatakan bahwa efektivitas adalah gambaran

tingkat keberhasilan atau keunggulan dalam mencapai sasaran yang telah

ditetapkan”

Menurut Gibson (dalam Priansa 2013 : 11) menyatakan bahwa :

“Efektivitas adalah konteks perilaku organisasi yang merupakan

hubungan antara produksi, kualitas, efisiensi, fleksibilitas, kepuasaan,

sifat keunggulan dan pengembangan”.

Menurut Steers (dalam Sutrisno (2018 : 88) menyatakan bahwa:

Pada umumnya Efektivitas hanya dikaitkan dengan tujuan


organisasi, yaitu laba yang cenderung mengabaikan aspek
terpenting dari keseluruhan prosesnya, yaitu sumber daya manusia
dan perilaku manusia seharusnya muncul menjadi fokus primer,
dan usaha – usaha untuk meningkatkan efektivitas seharusnya
selalu dimulai dengan meneliti perilaku manusia ditempat kerja.

Berdasarkan definisi – definisi diatas, penulis menyimpulkan

bahwa Efektivitas adalah keadaan atau kemampuan seseorang dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2.3.2 Ukuran Efektivitas

Menurut Richard M. Street (2019 : 55) Efektivitas dapat diukur

dengan melakukan pendekatan sebagai berikut :

1) Pendekatan Sumber (Resouce Approach)

2) Pendekatan Proses (Resource Approach)


14

3) Pendekatan Sasaran (Goals Approach)

Penjelasan sebagai berikut :

1. Pendekatan Sumber (Resource Approach)

Pendekatan Sumber yakni mengukur efektivitas dari input.

Pendekatan Mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk

memperoleh sumber daya, baik fisik maupun non fisik yang sesuai

dengan kebutuhan organisasi.

2. Pendekatan Proses (Proses Approach)

Pendekatan sumber adalah untuk melihat sejauh mana efektivitas

pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau

mekanisme organisasi.

3. Pendekatan Sasaran (Goals Approach)

Pendekatan Sasaran dimana pusat perhatian pada output, mengukur

keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai

dengan rencana.

2.3.3 Pendekatan Efektivitas

Menurut Robbins (dalam buku Priansa dan Garnida. 2013 : 12)

menyatakan sejumlah pendekatan dalam efektivitas organisasi, yaitu :

1. Pendekatan Pencapaian Tujuan


2. Pendekatan Sistem
3. Pendekatan Konstituensi – Strategi
4. Pendekatan Nilai – Nilai Bersaing
15

Penjelasan sebagai berikut :

1. Pendekatan Pencapaian Tujuan

Pendekatan ini memang bahwa keefektifan organisasi dapat dilihat

dari pencapaian tujuan (ends) dari pada caranya (means). Kriteria

pendekatan yang populer digunakan adalah memaksimalkan laba,

memenangkan persaingan dsb.

2. Pendekatan Sistem

Pendekatan ini menekankan bahwa untuk meningkatkan kelangsungan

hidup organisasi, maka perlu diperhatikan adalah sumber daya

manusianya, mempertahankan diri secara internal dan memperbaiki

struktur organisasi dan pemanfaatan teknologi agar

dapat berintegrasi dengan lingkungan yang darinya organisasi tersebut

memerlukan dukungan terus menerus bagi kelangsungan hidupnya.

3. Pendekatan Konstituensi – Strategi

Pendekatan ini menekankan pada pemenuhan tuntutan konstituensi itu

di dalam lingkungan yang darinya orang tersebut memerlukan

dukungan yang terus menerus bagi kelangsungan hidupnya.

4. Pendekatan Nilai – Nilai Bersaing

Pendekatan ini mencoba mempersatukan ketiga pendekatan di atas,

masing – masing didasarkan atas suatu kelompok nilai. Masing

masing nilai selanjutnya lebih disukai berdasarkan daur hidup dimana

organisasi itu berada.


16

Berdasarkan sejumlah definisi – definisi pengukur Efektivitas

yang ditemukan diatas, maka penulis mengambil indikator faktor yang

mempengaruhi efektivitas dari pendapat Richard M. Street yaitu

terdapat empat faktor yang mempengaruhi organisasi yaitu :

1. Karakteristik Organisasi
2. Karakteristik Lingkungan
3. Karakteristik Pekerja
4. Kebijakan Praktik Manajemen

Penjelasannya sebagai berikut :

1. Karakteristik Organisasi

Hubungan yang sifatnya relatif tetap seperti sumber daya manusia

yang terdapat dalam organisasi. Struktur merupakan cara yang unik

menempatkan manusia dalam rangka menciptakan sebuah

organisasi. Dalam struktur, manusia ditempatkan sebagai bagian

dari suatu hubungan yang relatif tetap yang akan menentukan pola

interaksi dan tingkah laku yang berorientasi pada tugas.

2. Karakteristik Lingkungan

Mencakup dua aspek. Aspek pertama adalah lingkungan ekstern

yaitu lingkungan yang berada diluar batas organisasi dan sangat

berpengaruh terhadap organisasi, utama dalam pembuatan


17

keputusan dan pengambilan tindakan. Aspek kedua adalah

lingkungan intern yang dikenal sebagai iklim organisasi yaitu

lingkungan yang secara keseluruhan dalam lingkungan organisasi.

3. Karakteristik Pekerja

Merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap efektivitas.

Didalam diri setiap individu akan ditemukan banyak perbedaan,

Tetapi kesadaran individu akan perbedaam itu sangat penting

dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Terutama dalam

menjalankan komitmen dan tanngung jawab saat melakukan

pekerjaan.

4. Kebijakan Praktik Manajemen

Merupakan strategi dan mekanisme kerja yang dirancang untuk

mengondisikan semua hal yang ada di dalam organisasi, sehingga

efektivitas tercapai. Kebijakan dan Praktik Manajemen merupakan

alat bagi seorang pemimpin untuk mengarahkan setiap kegiatan

guna untuk mencapai tujuan organisasi. Bentuk pengarahan

pimpinan tersebut, biasanya berkaitan dengan koordinasi serta

motivasi. Dalam melaksanakan kebijakan dan praktik manajemen

harus memperhatikan manusia, tidak hanya mementingkan strategi

manusia, tidak hanya mementingkan strategi dan mekanisme kerja

saja. Mekanisme ini meliputi penyusunan tujuan strategis,

pencarian dan pemanfaatan aras sumber daya, penciptaan

lingkungan prestasi, proses komunikasi, kepemimpinan dan


18

pengambilan keputusan, serta adaptasi terhadap perubahan

lingkungan inovasi organisasi.

Keempat faktor ini harus mendapat perhatian serius apabila

ingin mewujudkan organisasi yang efektivitas.

Tabel 2.1 Operasionalisasi Variabel


No. Variabel Dimensi Indikat
or
1. Pelaksanaan Kebijakan 1. Komunikasi 1. Komunikator
Tentang Administrasi 2. Pesan (materi)
Kesejahteraan Rakyat 3. Komunikan
(X) 4. Media
Sumber : 5. Efek
Edward Dalam 2. Sumber Daya 1. Manusia
Iskandar 2. Mental
(2016:221-222) 3. Keuangan
4. Sarana dan prasarana
3. Disposisi/ Sikap 1. Kemampuan
2. Ketaatan
4. Struktur Birokrasi 1. Fungsi organisasi
2. Tugas organisasi
3. Komposisi
4. Hierarki
5. Peraturan-peraturan
2. Koordinasi 1. Kegiatan 1. Sasaran
antar Satuan Kerja 2. Integrasi
Perangkat Daerah (Y) 2. Pelaksanaan Program 1. Kerjasama
Sumber : Iskandar 2. Keserasian
(2016:135 ) 3. Human Relations 1. Efektivitas komunikasi
2. Forum konsultasi
3. Hambatan komunikasi
4. Pemantauan (monitoring)
3. Efektifitas pencapaian 1. Kebijakan Dasar 1. Rencana
program kerja (Z) 2. Tujuan jangka panjang,
Sumber : Indrawidjaja tujuan jangka menengah,
(dalam Iskandar, dan tujuan jangka pendek
2016:339) 2. Kejelasan Strategi 1. Perumusan strategi
2. Pelaksanaan strategi
3. Evaluasi terhadap strategi
19

3. Pengorganisasian 1. Sumber daya manusia


sumber daya organisasi 2. Teknologi informasi
3. Sarana dan prasarana
4. Pelaksanaan kegiatan 1. Pengelompokkan
kegiatan- kegiatan
2. Pendelegasian Wewenang
3. Pengawasan (controlling)
5. Hasil 1. Terlaksananya program kerja
2. Kepuasan masyarakat

Responden penelitian adalah kepala seksi yang menangani urusan

keagamaan, kesejahteraan sosial, dan kemasyarakatan pada Satuan Kerja

Perangkat Daerah terkait sebanyak 7 Satuan Kerja Perangkat Daerah yaitu

Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKA),

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Sosial

Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans), Badan Pencegahan

dan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Kesehatan

(Dinkes), Dinas Pendidikan (Disdik), Dinas Lingkungan Hidup,

Kebersihan dan Pertamanan (Dinas LHKP) dan Instansi Vertikal yang terkait

dengan pelaksanaan tugas-tugas Bagian Administrasi Kesejahteraan

Rakyat sejumlah 5 instansi yaitu Kementerian Agama/ Kemenag Kantor

Kabupaten Garut, Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Penyelenggarana

Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Palang Merah Indonesia (PMI) dan Badan

Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Garut serta Kepala Seksi

Kesejahteraan Rakyat di 42 kecamatan se-Kabupaten Garut dengan jumlah

responden sebanyak 54 SKPD.

Anda mungkin juga menyukai